[Modul 5_Jumat 2_12211071]

18
Percobaan Modul V PENENTUAN CLOUD POINT, POUR POINT, DAN FLASH POINT Laporan Praktikum Nama : Wahyu Utomo NIM : 12211071 Kelompok : Jumat 2 Tanggal Praktikum : 18 Oktober 2012 Tanggal Penyerahan : 26 Oktober 2012 Dosen : Ir. Zuher Syihab, M.Sc, Ph.D Asisten : 1. Bernando Purba (12209019) 2. Randy Perfibita (12209095)

description

Praktikum Fluid Reservoir

Transcript of [Modul 5_Jumat 2_12211071]

Page 1: [Modul 5_Jumat 2_12211071]

Percobaan Modul V

PENENTUAN CLOUD POINT, POUR POINT,

DAN FLASH POINT

Laporan Praktikum

Nama : Wahyu Utomo

NIM : 12211071

Kelompok : Jumat 2

Tanggal Praktikum : 18 Oktober 2012

Tanggal Penyerahan : 26 Oktober 2012

Dosen : Ir. Zuher Syihab, M.Sc, Ph.D

Asisten : 1. Bernando Purba (12209019)

2. Randy Perfibita (12209095)

LABORATORIUM ANALISIS FLUIDA RESERVOIR

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2012

Page 2: [Modul 5_Jumat 2_12211071]

1. TUJUAN PERCOBAAN

1. Menentukan cloud point, pour point, dan flash pointdari crude oil.

2. Membandingkan dua hasil pembacaan flash point pada dua alat yang berbeda.

3. Menentukan cara pemakaian modul di lapangan.

2. DATA PENGAMATAN

1. Penentuan SG sampel

V picno = 50 mL

percobaanmassa picno kosong

(gr)

massa picno + sampel E

(gr)

massa picno + sampel B

(gr)

m1 25.739 68.24 74.1

m2 25.759 68.25 74.11

m3 25.749 68.25 74.11

m

rata-rata25.749 68.247 74.107

2. Penentuan cloud pint, pour point, dan flash point

properties sampel E sampel B

cloud point 12 (˚C) -

pour point 4 (˚C) 20 (˚C)

flash point 75.2 (˚F) 185 (˚F)

3. PENGOLAHAN DATA

1. Penentuan SG sampel

Sampel E

ρ sampel E=(mrata−rata picno+sampel E )−(mrata−rata picno kosong )

V picno

ρ sampel E=(68.247−25.749)gr

50 mL=0.85 gr /ml

Page 3: [Modul 5_Jumat 2_12211071]

SGsampel E=ρ sampel E

ρair

=0.85

APIsampel E=141.5

SGsampel E

−131.5=34.971

Sampel B

ρ sampelB=( mrata−rata picno+sampel B )−(mrata−rata picnokosong )

V picno

ρ sampelB=(74.107−25.749)gr

50 mL=0.967 gr /ml

SGsampel B=ρsampel B

ρair

=0.967

API sampel E=141.5

SGsampel B

−131.5=14.829

2. Penentuan cloud pint, pour point, dan flash point

P = 695 mmHg (tekanan barometer)

Sampel E

cloud point = 12 (˚C)

pour point = 4 (˚C) + koreksi = 9 (˚C)

flash point = F + 0.06(760 – P)

= 75.2 + 0.06(760 – 695)

= 79.1 (˚F)

Sampel B

cloud point = -

pour point = 20 (˚C) + koreksi = 25 (˚C)

flash point = F + 0.06(760 – P)

= 185 + 0.06(760 – 695)

= 188.9 (˚F)

Page 4: [Modul 5_Jumat 2_12211071]

Hasilnya

sampel ρ(gr/

ml)SG API CP (˚C) PP (˚C) FP (˚F)

E 0.85 0.85 34.971 12 9 79.1

B 0.976 0.976 14.829 - 25 188.9

3. Grafik

ρ terhadap cloud point

Tidak bisa dibuat

ρ terhadap pour point

0.85 0.9760

5

10

15

20

25

30

𝜌(gr/ml)

PP (˚

C)

Grafik 1

ρ terhadap flash point

Page 5: [Modul 5_Jumat 2_12211071]

0.85 0.9760

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

𝜌(gr/ml)

FP (˚

F)

Grafik 2

SG terhadap cloud point

Tidak bisa dibuat

SG terhadap pour point

0.85 0.9760

5

10

15

20

25

30

SG

PP (˚

C)

Page 6: [Modul 5_Jumat 2_12211071]

Grafik 3

SG terhadap flash point

0.85 0.9760

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

SG)

FP (˚

F)

Grafik 4

API terhadap cloud point

Tidak bisa dibuat

API terhadap pour point

Page 7: [Modul 5_Jumat 2_12211071]

14.829 34.9710

5

10

15

20

25

30

API

PP (˚

C)

Grafik 5

API terhadap flash point

14.829 34.9710

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

API

FP (˚

F)

Grafik 6

4. ANALISIS & PEMBAHASAN

a) Keberjalanan praktikum

Masalah yang terjadi saat keberjalaan praktikum adalah pertama adanya embun

akibat penurunan suhu di dinding luar yar. Hal ini mengakibatkan sulitnya

membedakan antara wax yang terbentuk dengan embun biasa. Hal ini juga

berpengaruh terhadap pembacaan cloud point wax (lilin) netuk dan warnanya hampir

sama dengan embun. Hal ini juga merupakan penyebab tidak terbacanya cloud point

pada sampel B, tiba-tiba sampel langsung mengalami pour point. Solusi yang kami

Page 8: [Modul 5_Jumat 2_12211071]

lakukan adalah dengan mengelap bagian luar dari yar secara berkala. Sehingga

kesalah penandaan terbentuknya wax dapat di minimalisasi.

Masalah yang kedua adalah terbatasnya pendingin pada cooling bath. Pada alat

cooling bath yang kami pakai temperature terendah yang bisa dicapai hanya sebatas 6

˚C. Sehingga pada pengukuran pour point sempel belum mencapai pour point

sedangkan temperaturnya tidak bisa turun lagi. Hal ini kami atasi dengan

menambahkan garam pada pendingin cooling bath. Karena berdasarkan sifat koligatif,

garam dapat menurunkan temperature pendingin.

Problem yang terakhir adalah adalah sulitnya membedakan antara sudah tercapai

flash point atau belum dan juga membedakan antara flash point dan pour point. Hal

ini akan berakibat pada kesalahan pembacaan flash point. Untuk mengatasi masalah

tersebut pada saat awal, sebelum temperature dinaikkan, nyala api pada flame

exposure dicek sebesar apa, sehingga pada saat mencapai flash point kami dapat

membedakanya.

Kemudian juga dalam keberjalaan praktikum ini ada beberapa asumsi – asumsi

yang kami pakai anatara lain :

o Semua alat berfungsi dengan baik

o Sampel minyak yang digunakan masih dalam keadaan baik strukturnya dan

tercampur rata dalam jerigen, sehingga tidak terdapat sempel yang

tergumpal dan seluruhnya dalam fasa cair

o Yar yang digunakan tertutup sempurna dan tidak terjadi perubahan

temepratur yang signifikan saat yar diangkat dari jacket.

o Tidak terdapat pengaruh viskositas fluida pada pengamatan pour point.

o Tidak ada kesalahan paralaks

o Tekanan ruangan adalah 695 mmHg.

o Tidak ada titik-titik air dalam picnometer yang akan mengurangi jumlah

minyak dalam picnometer.

o Temperature dari sampel merata.

o Densitas air adalah 1 gr/mL

b). Prinsip alat

o Colling bath

Prinsip kerja alat ini adalah menurunkan temperature untuk melihat pengaruhnya

terhadap cloud point dan pour point. Coling bath ini disi dengan pendingin (es/air

Page 9: [Modul 5_Jumat 2_12211071]

dingin) sebagai penurun temperature. Kemudian sampel minyak dimasukkan dalam

yar dan ditempatkan dalam jacket agar sesuai dengan kondisi tubing pada sumur

yang sesungguhnya. Pengamatan dilakukan pada rentang temperature tertentu

sehingga didapat temperature tertinggi untuk cloud point dan pour pointnya.

Coliing bath terbuat dari bahan logam untuk meminimalisasi perpindahan kalor

dari lingkungan ke sistem sehingga temperature sistem tidak mudah naik.

o Pensky Martin Closed Tester

Alat ini memiliki prinsip menaikkan temperature sampel hingga mencapai flash

point melalui indikasi terdapat percikan api. Sampel minyak akan dipanaskan

dengan menggunakan powerstat. Kemudian minyak yang menguap akan

memercikan api bila ada pemicu dan mencapai flahs point.

c). Analisis hasil perhitungan

Pada grafik 1 dan 2 dapat dilihat bahwa densitas berbanding lurus dengan pour

point dan flash point. Dengan kata lain semakin bertambahnya densitas suatu

minyak semakin bertinggi titik pour point dan flash point. Hal ini sesuai dengan

teori bahwa dengan bertambahnya densitas, jumlah partikel fraksi berat dalam

sampel minyak bertambah banyak pula. Sehingga lebih mudah untuk tidak mengalir

karena tanpa penurunan temperature saja sampel yang memiliki densitas lebih tinggi

lebih sulit mengalir. Untuk pengaruh terhadap flash point, karena sampel minyak

yang memiliki densitas lebih tinggi lebih sulit menguap sehingga pada temperature

yang sama sampel minyak yang berdensitas lebih tinggi mempunyai jumlah uap

yang lebih sedikit. Hal ini mengakibatkan untuk dapat memercikkan api butuh uap

yang lebih banyak lagi, yang secara langsung butuh kenaikkan temperature yang

lebih tinggi.

Pada grafik 3 dan 4 memperlihatkan bahwa specific gravity berbanding lurus

terhadap pour point dan flash point. Penjelasannya sama dengan pengaruh densitas,

karena nilai densitas sama dengan nilai specific gravity setiap sampel. Kemudian

untuk grafik 5 dan 6 API berbanding terbalik dengan pour point dan flash point. Hal

ini beralasan karena API berbanding terbalik juga terhadap densitas dan specific

grafity.

Pada pengukuran pour point hasil bacaan pada temperature diberi factor koreksi

pertambahan temperature 5 ˚C. Factor koreksi ini penting karena ita tidak tahu

dengan tepat kapan minyak pertama kali tidak bisa mengalir lagi. Dengan adanya

Page 10: [Modul 5_Jumat 2_12211071]

penambahan 5 ˚C, dapat dipastikan bahwa pada temperature diatas hasil

pertambahan 5 ˚C , minyak masih bisa mengalir. Namun, tidak bisa dipastikan juga

bahwa pada temperature diatas hasil percobaan nantinya minyak masih bisa

bergerak. Kemudian pada pengukuran flash dibutuhkan pula factor koreksi terhadap

tekana lingkungan. Hal ini dilakukan karena tekanan lingkungan dapat mengurangi

keakuratan pembacaan flash point.

5. Kesimpulan

1. Hasil pengukuran cloud point (CP), pour point (PP) dan flash point (FP) dari sampel E

dan sampel B sebagai berikut :

sampel ρ(gr/

ml)SG API CP (˚C) PP (˚C) FP (˚F)

E 0.85 0.85 34.971 12 9 79.1

B 0.976 0.976 14.829 - 25 188.9

2. Percobaan modul ini penting dilakukan untuk mengukur sifat dasar minyak yaitu

cloud point, pour point dan flash point. Hal ini dipelajari untuk mengetahui

kecenderungannya terhadap densitas. Sehingga kita dapat mencegah kerugian yang

terjadi akibat adanya sifat-sifat ini.

6. JP(Jawaban Pertanyaan)

Rangkuman paper SPE 87293

Memprediksi Temperatur Cloud Point : Pada Pembentukan Paraffin

Abstrak

Cloud point adala temperatur tertinggi dimana mulai terbentuk paraffin (lilin)

pada minyak jika temperature awal di turunkan. Berdasarkan eksperimen parameter

yang mempengaruhi cloud point adalah berat molecular larutan dan fraksi berat dari

larutan tersebut.

Introduksi

Page 11: [Modul 5_Jumat 2_12211071]

Terbentuknya paraffin dapat terjadi di reservoir, wellbor dan di flowline. Namun

kebanyakan peristiwa terbentuknya paraffin terjadi di flowline. Terbentuknya paraffin

sering menjadi problem dalam proses produksi minyak pada kondisi temperature dan

tekanan di bawah cloud point, karena lilin (bentuk lain dari paraffin) yang menempel

pada dinding pipa dapat mengganggu aliran minyak. Lilin adalah kombinasi

hidrokarbon dari paraffin, biasanya antara C18 H 38 dan C70 H 142 ditambah resin dan

sedikit aspal. Dalam eksperimen biasanya ada 3 temperatur yang menunjukan

terbentuknya paraffin : cloud point, pour point dan melting point. Pada pembahasan

kali ini kita akan memprediksi cloud point berdasarkan komponen hidrokarbon murni,

berat molekuler dan fraksi berat dari larutan.

Factor pengontrol terbentuknya wax

1) Temperature, semakin bertambah temperature, semakin bertambah kelarutan

dari larutan.

2) Melting point dan berat molekul wax, pada temperature konstan berat molekul

bekurang maka cloud point akan turun, mengakibatkan lebih sulit mencapai cloud

point.

3) Proporsional relative pelarut dan zat terlarut, jika frak zat terlarut berkurang

maka cloud point akan turundengan kata lain berat molecular berkurang maka

cloud point akan turun juga.

4) Tekanan, berdasarkan hokum raoult bertambahnya tekanan mengakibatkan gaya

antar molekul minyak bertambah, sehingga kelarutan wax dalam larutan

berkurang

5) Komponen alami larutan, dari menunjukan bahwa semakin ringan komponen

fisika/kimia suatu hidrokarbon semakin rendah pula cloud pointnya.

Teori

Teori dari beberapa litertur menyebutkan bahwa cloud point adalah fungsi dari

zat terlarut, fraksi berat pelarut dan berat mlekularnya. Beberapa yang lain

menyebutkan cloud point diprediksi dengan metode hubungan fasa equilibrium

termodinamika. Koefisien fugasitas adalah salah satu parameter pengatur cloud point.

Dengan menggunakan korelasi dapat kita lihat hubungannya.

Page 12: [Modul 5_Jumat 2_12211071]

Eksperimen

Percobaan pengukuran cloud point dibagi menjadi dua :

Page 13: [Modul 5_Jumat 2_12211071]

Pengaruh terhadap fraksi berat zat terlarut

Pada percobaan ini kita melihat perbedaan cloud point untuk zat terlarut

elcosana dan octadekana pada pelarut decana.

Pengaruk pelarut

Percobaan ini kita akan melihat untuk pelarut decana, heptane dan campuran

decana + heptane.

Analisis dan Hasil percobaan

Dari hasil percobaan, dapat kita lihat bahwa kecenderungannya sesuai dengan apa

yang kita harapkan pada penjelasan awal.

Kesimpulan

1) Fraksi berat zat terlarut bertambah, berat molekul zat terlarut bertambah maka

cloud point akan menurun.

2) Berta molecular larutan berkurang cloud point menurun juga.

3) Adanya keterkaitan antar korelasi dengan model prediksi cloud point.

4) Berat molecular dan fraksi berat dari larutan berhubungan dengan cloud point.

7. KESAN & PESAN

Dalam percobaan ini tes alatnya susah-susah sehingga kami satu kelompok di “kick”.

Namun, hal itu menjadikan pelajaran bagi kami bahwa jangan pernah meremehkan

praktikum. Hal itu juga membuat saya lebih semangat mempersiapkan diri sebelum

praktikum. Saran saya kepada asisten praktikum untuk lebih tepat waktu dalam

mengupload TP, karena terkadang ada yang tidak sampai H-2. Sehingga hal ini membuat

kami kesulitan mengerjakannya dalam tenggat waktu yang sedikit.

8. REFERENSI

McCain, Wiliam D. Jr. The Properties of Petroleum Fluids. 2nd ed. PennWell

Publishing co. : Tulsa, Oklohama.1990.

Siagian, Ucok. Diktat Kuliah Fluida Reservoir.Bandung

http://www.onepetro.org/mslib/app/search.do