Modul 4_rev

19
IV-1 MODUL IV PERSIAPAN SURVAI TANAH A. IDENTITAS MODUL Mata Kuliah : Evaluasi Lahan Jumlah SKS : 3 (tiga) Jumlah Kelas : 6 (enam) Semester diberikan : Ganjil Pertemuan Ke : 5 dan 6 (2 x 100 menit) Pokok Bahasan : Persiapan Survai Tanah Kompetensi Mata Kuliah : Mampu menilai kualitas lahan sebagai dasar penentuan kemampuan dan kesesuaian lahan untuk berbagai penggunaan lahan yang berkelanjutan Kompetensi Modul : Mempersiapkan data/informasi pendahuluan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan survai tanah dan sumberdaya lahan dengan benar Deskripsi Singkat : Modul ini menguraikan definisi survai tanah dan tujuan utama survai tanah dan hal-hal yang harus dilakukan dalam mempersiapkan survai tanah, yaitu: pengumpulan informasi (foto udara/citra satelit, data iklim, data-data spasial (peta) dan data sosial ekonomi dan budaya), interpretasi data citra, interpretasi bentuk lahan (landform), pembuatan peta kerja, menentuan titik contoh dan jalur rintisan, serta kegiatan yang dilakukan pada saat survai pendahuluan (prasurvai). Metode Pembelajaran : Ceramah interaktif, Diskusi Kelas, Project Base Learning Proses pembelajaran : Pertemuan Minggu Ke-5 - Penjelasan materi perkuliahan (Pendahuluan, interpretasi landform) - Diskusi (class discusion) materi perkuliahan - Penyampaian dan penjelasan materi tugas Pertemuan Minggu Ke-6 - Penjelasan materi kuliah (Interpretasi citra, pembuatan peta kerja, penentuan jalur rintis, dan survai pendahuluan) - Pembahasan tugas (class discusion)

description

bbbbb

Transcript of Modul 4_rev

Page 1: Modul 4_rev

IV-1

MODUL IV

PERSIAPAN SURVAI TANAH

A. IDENTITAS MODUL

Mata Kuliah : Evaluasi Lahan

Jumlah SKS : 3 (tiga)

Jumlah Kelas : 6 (enam)

Semester diberikan : Ganjil

Pertemuan Ke : 5 dan 6 (2 x 100 menit)

Pokok Bahasan : Persiapan Survai Tanah

Kompetensi Mata Kuliah : Mampu menilai kualitas lahan sebagai dasar

penentuan kemampuan dan kesesuaian

lahan untuk berbagai penggunaan lahan

yang berkelanjutan

Kompetensi Modul : Mempersiapkan data/informasi

pendahuluan yang dibutuhkan untuk

pelaksanaan survai tanah dan sumberdaya

lahan dengan benar

Deskripsi Singkat :

Modul ini menguraikan definisi survai tanah dan tujuan utama survai

tanah dan hal-hal yang harus dilakukan dalam mempersiapkan survai

tanah, yaitu: pengumpulan informasi (foto udara/citra satelit, data

iklim, data-data spasial (peta) dan data sosial ekonomi dan budaya),

interpretasi data citra, interpretasi bentuk lahan (landform),

pembuatan peta kerja, menentuan titik contoh dan jalur rintisan, serta

kegiatan yang dilakukan pada saat survai pendahuluan (prasurvai).

Metode Pembelajaran : Ceramah interaktif, Diskusi Kelas, Project

Base Learning

Proses pembelajaran :

Pertemuan Minggu Ke-5

- Penjelasan materi perkuliahan (Pendahuluan, interpretasi

landform)

- Diskusi (class discusion) materi perkuliahan

- Penyampaian dan penjelasan materi tugas

Pertemuan Minggu Ke-6

- Penjelasan materi kuliah (Interpretasi citra, pembuatan peta kerja,

penentuan jalur rintis, dan survai pendahuluan)

- Pembahasan tugas (class discusion)

Page 2: Modul 4_rev

IV-2

Peta Kompetensi

Kompetensi Dasar 2

Menunjukkan cara dan pendekatan evaluasi lahan yang benar sesuai dengan tujuan dan manfaat evaluasi lahan yang ingin dicapai

Kompetensi Dasar 3

Mengorganisir data-data yang diperlukan untuk kepentingan evaluasi lahan dengan benar

Kompetensi Dasar 7

Menganalisa klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman dengan benar

Kompetensi Dasar 4

Mempersiapkan data/informasi pendahuluan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan survai tanah dan sumberdaya lahan dengan

benar

Kompetensi Dasar 1

Menjelaskan defnisi, tujuan, manfaat, dasar-dasar evaluasi

lahan, serta ruang lingkup evaluasi lahan dengan benar

Kompetensi Dasar 5

Menerapkan metode survai dan pengambilan contoh tanah di

lapangan dengan benar

Kompetensi Dasar 6

Menganalisa klasifikasi kemampuan lahan dengan benar

Kompetensi Dasar 8

Membandingkan sistem pendekatan fisiografik dan parametrik untuk kepentingan evaluasi berbagai

penggunaan lahan dengan benar

Kompetensi Mata Kuliah

Mampu menilai karakteristik dan kualitas lahan sebagai dasar penentuan kemampuan dan kesesuaian lahan untuk berbagai penggunaan yang

berkelanjutan

Kompetensi Dasar 9

Membandingkan berbagai sistem evaluasi kesesuaian lahan yang ada di Indonesia

Page 3: Modul 4_rev

IV-3

B. MATERI PERKULIAHAN

Definisi Survai Tanah

Kegiatan evalasi lahan tidak lepas dari identifikasi terhadap faktor

tanah sebagai salah satu sumberdaya fisik yang sangat penting. Oleh karena

itu, sifat-sifat tanah yang menentukan potensi penggunaan lahan dan

pengolahan tanah perlu dikaji dengan teliti melalui kegiatan survai tanah di

lapang. Proses kegiatan survai digambarkan dalam suatu hubungan yang

melibatkan empat sektor, yaitu: (1) sektor pengambilan keputusan;(2) sektor

perencanaan; (3) sektor survai; (4) sektor pelaksanaan (Gambar 10).

Survai merupakan uraian keseluruhan dari aktivitas dan proses,

termasuk didalamnya adalah kegiatan-kegiatan berikut:

a. Perumusan tujuan (pelaksanaan survai khusus atau spesifikasi survai)

b. Prosedur perencanaan (perencanaan proyek survai)

c. Kompilasi data dan ekstraksi informasi (dengan analisis dan

manipulasi data)

d. Penyajian informasi (dalam bentuk peta, laporan, dsb)

Oleh karena itu, tahapan kegiatan dalam survai tanah meliputi: persiapan

(pra survai), pelaksanaan survai tanah (survai utama), analisis data, dan

pembuatan laporan.

Pengambilan Keputusan

Perencanaan

Pelaksanaan

Survai

Gambar 4.1. Piramida hubungan sektor-sektor dalam proses survai

PERSIAPAN SURVAI TANAH

Page 4: Modul 4_rev

IV-4

Tahap persiapan survai merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi

segala aspek kerja yang mendukung kegiatan survei lapang, yang meliputi :

pengumpulan data-data pendukung, pembuatan peta kerja, penetapan titik

pengamatan dan jalur rintisan, serta survai pendahuluan (prasurvai). Oleh

karena itu, tahapan prasurvai ini harus dilakukan sebaik-baiknya agar

kegiatan survai tanah dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien.

Pengumpulan Informasi

Pegumpulan data spasial yang meliputi peta dasar, peta tematik dan

peta pendukung lainnya, basis data tanah, iklim, dan keragaan sosial ekonomi

serta budaya masyarakat setempat baik yang berupa data sekunder maupun

data primer. Data spasial berasal dari :

• Data penginderaan jauh berupa foto udara atau citra satelit yang

digunakan untuk interpretasi klasifikasi landform dan data

penutupan/penggunaan lahan terkini.

• Peta topografi/rupa bumi skala 1 : 25.000 atau 1 : 50.000.

Informasi yang dapat diperoleh dari peta ini adalah topografi wilayah

atau kelas kemiringan lereng.

• Peta geologi skala 1 : 100.000

Informasi peta ini memuat informasi mengenai batuan induk.

Informasi ini penting dalam identifikasi landform terutama pada

penilaian jenis tanah.

• Peta-peta pendukung lain seperti : peta administrasi dan peta fisiografi

Interpretasi citra satelit

Pada tahap ini dilakukan pengambilan informasi mengenai penggunaan

lahan existing (saat ini). Beberapa software yang dapat digunakan untuk

klasifikasikan penutupan lahan diantaranya ER-Mapper dan ERDAS.

Penutupan lahan dapat dikelaskan menjadi: hutan, perkebunan, lahan

pertanian (sawah, tegalan), pemukiman dan kawasan industri.

Tahapan interpretasi citra (Gambar 4.2) dimulai dengan memperbesar

citra pada spesifik wilayah kajian. Kemudian, dilakukan kegiatan klasifikasi

Page 5: Modul 4_rev

IV-5

dengan mengganti setiap kelas warna pada citra yang ada dengan warna lain

yang telah disesuaikan dengan kunci interpretasi. Hasil klasifikasi penutupan

lahan ini kemudian dideliniasi sehingga menghasilkan peta penggunaan

lahan dengan menggunakan software-software Geographic Information

System fasilitas digitasi.

Klasifikasi penutupan lahan harus disesuaikan dengan skala peta

penutupan lahan yang akan dihasilkan. Penentuan klasifikasi penutupan

lahan dapat mengacu SNI 7645: 2010 mengenai Standar Nasional Indonesia

untuk klasifikasi penutup lahan.

Interpretasi bentuk lahan (Landform)

Landform adalah gambaran yang nyata dari permukaan lahan,

pegunungan, bukit, lembah, dataran, dsb. Penetapan klasifikasi landform dan

identifikasi landscape di lapangan dilakukan karena landform akan

mempengaruhi tingkat perkembangan tanah dan hidrologi setempat. Dalam

perkembangannya, banyak klasifikasi landform yang dikenal, dimana

masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan.

c. Klasifikasi Citra

Peta

Penutupan

Lahan

a. Perbesaran Citra b. Penajaman image

d. Interpretasi dan Deliniasi

Digitasi

Gambar 4.2 Tahapan interpretasi citra satelit menjadi peta penutupan

lahan

Page 6: Modul 4_rev

IV-6

Sistem klasifikasi landform Indonesia yang pertama dikeluarkan oleh

Christian & Steward (1968) yang mengklasifikasi landform berdasarkan

pendekatan Landsystem. Klasifikasi selanjutnya adalah Desaunnetes (1977),

dengan “Catalogue Landform for Indonesia” yang sangat populer di Indonesia.

Klasifikasi ini kemudian banyak dipakai Pusat Penelitian Tanah dan

Agroklimat. Van Zuidam & Zuidam-Cancelado (1979) juga membat sistem

klasifikasi landform dengan metode “Terrain Analysis”. Dalam hal ini, Van

Zuidam menggunakan dasar geomorfologi disertai keadaan bentuk wilayah,

stratigrafi dan keadaan medan. Klasifikasi landform yang kemudian menjadi

acuan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat adalah klasifikasi yang

dirumuskan oleh Marsoedi, et. al. (1997). Klasifikasi ini menggunakan

pendekatan proses geomorfik. Sistem ini merupakan perbaikan sistem

klasifikasi sebelumnya dengan dengan memperhatikan kondisi di Indonesia.

Sistem klasifikasi landform yang digunakan dalam mata kuliah ini

adalah klasifikasi dari Marsoedi, et. al. (1997). Sistem klasifikasi ini

mendasarkan pada proses geomorfik dalam penentuan kelompok, pada

kategori lebih rendah selanjutnya menggunakan relief, lereng, litologi (bahan

induk) dan tingkat torehannya. Pembagian kelompok utama tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Grup Alluvial - Alluvial landform (A)

Landform muda (risen atau sub risen) yang terbentuk dari proses

fluvial (aktivitas sungai) ataupun gabungan dari proses alluvial dan

koluvial.

2. Grup Marin - Marine Landforms (M)

Landform yang terbentuk oleh atau dipengaruhi oleh proses marin baik

proses yang bersifat konstruktif (pengendapan) maupun destruktif

(abrasi), daerah yang terpengaruh air asin ataupun daerah pasang

surut tergolong dalam landform marin.

3. Grup Fluvio Marin - Fluvio Marin Landform (I)

Landform yang terbentuk oleh gabungan proses fluvial dan marin.

Keberadaan landform ini dapat terbentuk pada lingkungan laut (berupa

Page 7: Modul 4_rev

IV-7

delta) ataupun di muara sungai yang terpengaruh langsung oleh

aktivitas laut.

4. Grup Gambut - Peat Landform (G)

Landform yang terbentuk di daerah rawa (baik rawa pedalaman

maupun di daerah dataran pantai) dengan akumulasi bahan organik

yang cukup tebal. Landform ini dapat berupa kubah (dome) maupun

bukan kubah.

5. Grup Eolian - Eolian Landform (E)

Landform yang terbentuk oleh proses pengendapan bahan halus (pasir,

debu) yang terbawa angin.

6. Grup Karst - Karst/Kaustic Landform (K)

Landform yang didominasi oleh bahan batu gamping, pada umumnya

keadaan morfologi daerah ini tidak teratur. Landform ini dicirikan oleh

adanya proses pelarutan bahan batuan penyusun yaitu dengan

terjadinya sungai di bawah tanah, gua-gua dengan stalagtit, stalagmit,

dll.

7. Grup Volkanik - Volcanic landform (V)

Landform yang terbentuk karena aktivitas volkan yang dicirikan dengan

adanya bentukan kerucut volkan, aliran lahar, lava ataupun dataran

yang merupakan akumulasi bahan volkan. Landform dari bahan volkan

yang mengalami proses patahan - lipatan (sebagai proses sekunder)

tidak dimasukkan dalam landform - volkanik.

8. Grup Tektonik dan Struktural – Tectonic and Strucural Landform (T)

Landform yang terbentuk sebagai akibat dari proses tektonik

(orogenesis dan epirogenesis) berupa proses angkatan, lipatan, dan

atau patahan. Umumnya landform ini mempunyai bentukan yang

ditentukan oleh proses-proses tersebut dan karena sifat litologinya

(struktural).

Page 8: Modul 4_rev

IV-8

9. Grup Aneka - Miscellaneous (X)

Bentukan alam atau hasil kegiatan manusia yang tidak termasuk grup

yang telah diuraikan di atas, misalnya: lahan rusak dan bangunan-

bangunan buatan manusia.

Penentuan klasifikasi landform dapat dilakukan melalui interpretasi

foto udara atau citra satelit. Klasifikasi landform dapat dilakukan melalui

analisis pola aliran drainase. Pola aliran dipengaruhi oleh lereng, kekerasan

dan struktur batuan, sejarah geologi dan geomorfologi setempat. Gambar 4.3

mengambarkan pola-pola drainase, hubungan pola drainase tersebut dengan

sifat landform dijelaskan sebagai berikut:

a. Deranged; Pola drainase dengan banyak kolam (rawa) menunjukkan

bentang alam yang datar. Dapat menjadi penciri landform aluvial.

b. Centripetal; Pola drainase pusat aliran memanjang. Pusat tersebut

merupakan sinklin (lembah) atau antiklin (punggung) yang menjadi

penciri sebagai landform lipatan (tektonik-struktural).

c. Internal; Pola drainase seolah-olah terputus dan membentuk kolam-

kolam kecil. Hal ini mengindikasikan bahan tanah yang porous. Pola

aliran ini merupakan penciri landform karst.

d. Dislocated; Pola drainase yang seolah-oleh terpisah satu dengan yang

lainnya. Merupakan ciri dari landform patahan (tektonik-struktural).

e. Anastroming atau braiding; Pola aliran menyerupai anyaman.

Merupakan ciri dari landform aluvial sedimen.

f. Radial (centrifugal); Pola aliran yang menyebar (meninggalkan pusat).

Merupakan ciri dari suatu pebukitan.

g. Pinnate; Pola aliran yang membentuk sudut lancip dengan sungai

utama. Merupakan penciri daerah pebukitan dengan lereng yang terjal.

h. Annular; Pola aliran dengan sungai utama yang melingkar, anak sungai

membentuk sudut tegak lurus dengan sungai utama. Merupakan penciri

daerah dome (kubah) atau puncak bukit.

Page 9: Modul 4_rev

IV-9

Gambar 4.3 Berbagai pola drainase sebagai dasar penilaian unit landform

a. Deranged b. Centripetal c. Internal

d. Dislocated e. Anastroming/braiding f. Radial/centrifugal

g. Pinnate h. Annular i. Dendritik

j. Rectangular k. Trellis l. Paralel

Page 10: Modul 4_rev

IV-10

i. Dendritik; Pola aliran yang tidak teratur seperti percabangan pohon,

Merupakan penciri landform dengan batuan induk yang homogen

(seragam).

j. Rectangular; Pola aliran dari pertemuan antara alirannya membentuk

sudut siku-siku atau hampir siku-siku. Pola aliran ini berkembang pada

daerah rekahan dan patahan.

k. Trellis; Pola aliran dimana percabangan anak sungai dengan sungai

utama membentuk sudut siku-siku. Merupakan penciri punggung bukit

pada daerah lipatan atau angkatan dengan bahan induk berseling

antara bahan lunak dan keras.

l. Paralel; Pola aliran dimana anak-anak sungai membentuk pola yang

sejajar atau hampir sejajar. Terbentuk pada daerah lereng yang relatif

curam dan dikontrol oleh struktur lipatan atau daerah dekat dengan

pantai.

Interpretasi landform tidak dapat dilepaskan dari interpretasi terhadap

struktur geologi dari peta topografi, hal terpenting adalah pengamatan

terhadap pola kontur yang dibentuk. Beberapa contoh kenampakan Geologi

yang dapat diidentikasi dan dikenal pada peta topografi:

1. Sesar, umumnya ditunjukan oleh adanya pola kontur rapat yang

menerus lurus, kelurusan sungai dan perbukitan, ataupun pergeseran,

dan pembelokan perbukitan atau sungai, dan pola aliran sungai parallel

dan rectangular.

2. Perlipatan, umumnya ditunjukan oleh pola aliran sungai trellis atau

parallel, dan adanya bentuk-bentuk dip-slope yaitu suatu kontur yang

rapat dibagian depan yang merenggang makin kearah belakang. Jika

setiap bentuk dip-slope ini diinterpretasikan untuk seluruh peta, muka

sumbu-sumbu lipatan akan dapat diinterpretasikan kemudian. Pola

dipslope seperti ini mempunyai beberapa istilah yang mengacu pada

kemiringan perlapisannya.

Page 11: Modul 4_rev

IV-11

3. Intrusi, umumnya dicirikan oleh pola kontur yang melingkar dan rapat,

sungai-sungai mengalir dari arah puncak dalam pola radial atau anular.

4. Lapisan mendatar, dicirikan oleh adanya areal dengan pola kontur

yang jarang dan dibatasi oleh pola kontur yang rapat.

5. Gunung api, dicirikan umumnya oleh bentuk kerucut dan pola aliran

radial, serta kawah pada puncaknya untuk gunung api muda, sementara

untuk gunung api tua dan sudah tidak aktif, dicirikan oleh pola aliran

anular serta pola kontur melingkar rapat atau memanjang yang

menunjukan adanya jenjang volkanik atau korok-korok.

6. Karst dicirikan oleh pola kontur melingkar yang khas dengan

penyebaran yang luas, beberapa aliran sungai seakan-akan terputus,

terdapat pola-pola kontur yang menyerupai bintang segi banyak. Pola

karst ini agak mirip dengan pola perbukitan seribu yang biasanya terjadi

pada kaki gunung api. Pola kontur yang melingkar dengan penyebaran

cukup luas, dan umumnya berjauhan antara satu pola melingkar

dengan lainnya.

Pembuatan Peta Kerja

Peta ini merupakan peta satuan lahan (lahan) sementara. Satuan peta

lahan adalah kelompok lahan yang memiliki sifat-sifat yang sama atau

hampir sama, yang penyebarannya digambarkan melaui peta. Satuan peta

lahan (landunit) disusun berdasarkan tingkat survei atau skala peta yang

akan dibuat baik detil, semi detil maupun tinjau atau reconaissance. Batas-

batas SPT umumnya berdasarkan pada sifat-sifat lahan yang mudah

dipetakan seperti relief atau kelas lereng, bentuk lahan existing (landform),

bahan induk tanah dan penggunaan lahan (saat ini).

Pembentukkan landunit dilakukan melalui proses overlay peta-peta

tematik (iklim, bahan induk, penggunaan lahan dan kelas kemiringan lereng).

Teknik overlay merupakan pendekatan yang sering dan baik digunakan

dalam perencanaan tata guna lahan. Overlay merupakan suatu sistem

informasi dalam bentuk grafis yang dibentuk dari penggabungan berbagai

peta individu (memiliki informasi/database yang spesifik). Melalui

Page 12: Modul 4_rev

IV-12

penggunaan teknik overlay, berbagai kemungkinan penggunaan lahan dan

kelayakan teknik dapat ditentukan secara visual.

Proses overlay dapat dilakukan dengan bantuan software Geographic

Information System seperti ArcGIS (all version). Hasil overlay berupa poligon-

poligon baru yang merupakan pengelompokkan lahan berdasarkan

kesamaan sifat-sifatnya. Perbedaan salah satu sifat komponen menghasilkan

satuan lahan yang berbeda (Gambar 4.4).

Penetapan titik pengamatan

Penentuan lokasi pengamatan untuk pengamatan keadaan fisik

lingkungan (data landform), pengamatan profil tanah dan pengambilan

contoh tanah akan lebih mudah ditentukan/diketahui dari hasil interpretasi

citra landsat. Hal ini mengingat citra tersebut merupakan gambaran

sebenarnya dari permukaan bumi pada saat pemotretan. Pada dasarnya

penetapan titik pengamatan mengacu kepada metode survai tanah yang akan

diterapkan. Metode survai tanah tersebut adalah:

1. Sistem grid (Gambar 4.5), dilakukan pada lahan yang datar, atau peta

dasar kurang lengkap

Peta Iklim Peta Geologi Peta Landuse Peta Kelas Lereng

Overlay

Peta Satuan Tanah (Lahan)

Gambar 4.4 Skema overlay peta-peta tematik dalam penentuan satuan

peta tanah

Page 13: Modul 4_rev

IV-13

2. Sistem bebas, dilakukan bila peta dasar dan penunjang lengkap,

berdasarkan hasil interpretasi foto udara/citra satelit, dan atas dasar

land system

3. Sistem sistematik, serupa dengan grid, tetapi jarak pengamatan tidak

sama jauh, serta peta dasar dan peta penunjang lengkap

4. Sistem bebas sistematik, dilakukan untuk mengatasi kekurangan waktu

pengamatan di lapangan, peta dasar dan peta penunjang lengkap.

Penetapan Jalur Rintisan

Jalur rintisan adalah rute yang akan ditempuh pada saat survei lapang.

Biasanya jalur rintisan akan mengikuti jalan setapak yang sudah ada.

Pengenalan medan dilakukan dengan interpretasi citra satelit (foto udara)

secara tiga dimensi, dengan dibantu peta topografi (rupa bumi). Penentuan

jalur rintisan harus benar-benar berdasarkan peta kerja yang ada, terutama

pada plot titik pengamatan lapang. Jalur yang dibuat harus dapat dilalui dan

didasarkan pada satuan peta tanah yang telah dibuat (Abdullah, 1993).

Judgment sample

Simple random sample

Stratified random sample

Systematic sample (grid system)

Composite sample

Gambar 4.5 Teknik pegambilan contoh tanah pada suatu bentang

lahan profil tanah (Sumber: Dijkerman, 1979)

Page 14: Modul 4_rev

IV-14

Rancangan Pelaksanaan Survai

Survai yang mempunyai tujuan inventarisasi sumberdaya lahan akan

berbeda intensitasnya dengan survai yang dilakukan untuk kepentingan

reklamasi lahan. Penentuan intensitas survai ini akan menentukan tingkat

kerapatan pengamatan. Survai-survai untuk kepentingan pekerjaan skala

proyek pembangunan (detil) akan memerlukan kerapatan pengamatan yang

tinggi jika dibandingkan dengan kepentingan pekerjaan eksplorasi. Hal yang

perlu diperhatikan adalah bentuk lahan dari wilayah survai. Bentuk lahan

dan variasi bentuk lahan ini akan mempengaruhi juga tingkat kesulitan

dalam pengamatan dan pengambilan contoh tanah. Tingkat kesulitan ini akan

berpengaruh terhadap kebutuhan tenaga kerja dan waktu pelaksanaan

survai. Dent and Young (1981) memberikan contoh rancangan survai yang

dilakukan pada tanah-tanah aluvial (Tabel 4.1).

Survai Pendahuluan

Survai pendahuluan atau prasurvai merupakan kegiatan yang

dilakukan untuk mematangkan persiapan survai. Kegiatan ini merupakan

pengujian pendahuluan terhadap kondisi lapang. Pengujian dilakukan

terhadap hasil interpretasi citra yaitu ground chek penggunaan lahan dan

hasil interpretasi landform berikut batas-batasnya. Data yang diperoleh pada

kegiatan prasurvai ini akan digunakan untuk memperbaharui peta kerja yang

sudah dibuat. Terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan dalam prasurvai

adalah:

a. Pengumpulan data skunder, seperti data iklim, sosial ekonomi,

termasuk data usaha tani dan agronomi

b. Pengecekan terhadap bahan induk dan jenis tanah pada landform

yang mendominasi wilayah survai, hasil pengecekan dicocokan

dengan hasil deliniasi peta satuan tanah

c. Penjajakan terhadap aksesibilitas, perizinan kepada instansi atau

pemerintah setempat, ketersediaan akomodasi, ketersediaan tenaga

kerja lokal, dan ketersediaan pakar atau narasumber setempat

Page 15: Modul 4_rev

IV-15

Tabel 4.1 Hubungan tingkat kerapatan observasi dan waktu yang diperlukan dengan intensitas survai pada tanah alluvial

(Dent and Young, 1981)

Page 16: Modul 4_rev

IV-16

C. FORMAT RANCANGAN TUGAS

1. TUJUAN TUGAS

Mahasiswa secara berkelompok menginterpretasi klasifikasi

landform dari foto udara yang disediakan sebagai salah satu tahapan

dalam persiapan survai

2. URAIAN TUGAS

a. Obyek Garapan

- Foto udara

- Form isian tugas

b. Metode/ cara pengerjaan (acuan cara pengerjaan)

- Siapkan stereoskop yang akan dipelajari.

- Lapisi foto udara dengan plastik transparan

- Orientasikan foto udara pada stereoskop cermin sampai

didapatkan gambaran 3-D secara jelas.

- Perhatikan relief, lereng, torehan (dissection) dan litologi

yang ada pada foto udara.

- Buat poligon (dengan menggunakan spidol permanen)

sebagai batasan relief, lereng, torehan dan litologi yang

berbeda.

- Amati ciri-ciri yang terdapat pada masing-masing landform.

Catat pada lembar pengamatan

- Simpulkan nama klasifikasi landformnya.

c. Deskripsi luaran tugas

- Form isian tugas yang diisi dengan lengkap

- Klasifikasi landform

d. Proses penugasan dan pembelajaran

- Penjelasan materi tugas

- Penjelasan kriteria penilaian dan batas waktu pengumpulan

- Analisis dilakukan di laboratorium Evaluasi Lahan

Page 17: Modul 4_rev

IV-17

3. RUBRIK PENILAIAN

DIMENSI

Sangat

Memuaskan

(5)

Memuaskan

(4)

Batas

(3)

Kurang

Memuaskan

(2)

Di bawah

standard

(1)

SKOR

Ketepatan

waktu

pengumpulan

Tepat waktu - - - Tidak tepat

waktu 2

Kerapihan Rapih - - - Tidak

Rapih 2

Kelengkapan

Isian 100 % terisi 80 % terisi

60 %

terisi

40 - 60 %

terisi

< 60 %

terisi 4

Analisis unit

landform

100 %

benar 80 % benar

60 %

benar 40 % benar

< 40 %

benar 6

Analisis

klasifikasi

lanform

100 %

benar 80 % benar

60 %

benar 40 % benar

< 40 %

benar 6

Perhitungan Nilai

- Nilai per Komponen (NCo): (S1 x NC1) + (S2 x NC2) + ...... + (Sx x NCy)

S : Skor, NC : Nilai kriteria

- Nilai Kompetensi (NCi) = NCo

- Kriteria Kompetensi: > 85 : Sangat Kompeten

70 – 85 : Cukup Kompeten

60 – 70 : Kurang Kompeten

< 60 : Tidak Kompeten

Page 18: Modul 4_rev

IV-18

No. Bentukan unit

landform

Penggunaan

lahan

Relief Kode unit

landform

FORM ISIAN TUGAS -Identifikasi Landform -

Kelas : ___________________

Kelompok : ___________________

Lokasi :

No Foto Udara :

Elevasi : (dapat diperoleh dari peta topografi atau literatur)

Klasifikasi Landform : (Hasil analisis unit landorm, formasi geologi & topografi)

Formasi Geologi : (dari peta geologi atau berdasarkan informasi dari unit lanform)

Form 1. Identifikasi Klasifikasi Landform

Uraikan bentukan lahan

misal: bukit, punggung

gunung, dsb

Identifikasi penggunaan lahannya, contoh:

sawah, hutan, ladang, dsb

Kelas

lereng,

contoh:

berombak,

berbukit,

dsb

Kode unit

landform

disesuaika

n dengan

Sistem

Klasifikasi

Dessaunett

Page 19: Modul 4_rev

IV-19

D. DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T.S. 1993. Survai Tanah dan Evaluasi Lahan. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Christian C.S. and Stewart G.A. 1968. Methodology of integrated surveys in

Aerial survey and integrated studies. Conference Proceedings (ed. by

UNESCO). Toulouse, France. . 233–280.

Dessaunettes, J.R. 1977. Catalogue of landforms for Indonesia. Working Paper

No. 13. Land Capability Apprisial Project. Soil Research Institute.

Bogor.

Dijkerman, J.C. 1974. Pedology as a science: the role of data, modelsand

theories in the study of natural soil systems. Geoderma (11), p : 73–93.

Marsoedi, W., J., Dai, N., Suharta, Darul S.W.P, S. Hardjowigeno, H., Hof, dan

E.R. Jorden. 1997. Pedoman Klasifikasi Landform. Centre for Soil and

Agroclimate Research. Bogor.

Van Zuidam, R.A. and F.I., van Zuidam-Cancelado. 1979. Terrain Analysis and

Classification Using Aerial Photographs. International Institute for

Aerial Survey and Earth Science. Enschede-Netherlands.