MODUL 1 KULIT.docx

46
MODUL I GATAL (PRURITUS) A. SKENARIO Seorang wanita 20 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan gatal dan bercak kemerahan di sertai sisik pada daerah badan yang telah dialami sejak 2 minggu yang lalu. Riwayat keluarga menderita penyakit yang sama tidak ada. Hasil pemeriksaan laboratorium dalam batas normal. B. KATA KUNCI Wanita 20 tahun Gatal dan bercak kemerahan disertai sisik daerah badan Sejak 2 minggu lalu Riwayat Keluarga (-) Lab: Normal C. PERTANYAAN 1. Jelaskan Anatomi, Histologi, dan Fisiologi kulit! 2. Jelaskan patomekanisme gatal! 3. Jelaskan patomekanisme skuama dan jenis-jenisnya!

Transcript of MODUL 1 KULIT.docx

MODUL IGATAL (PRURITUS)A. SKENARIO Seorang wanita 20 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan gatal dan bercak kemerahan di sertai sisik pada daerah badan yang telah dialami sejak 2 minggu yang lalu. Riwayat keluarga menderita penyakit yang sama tidak ada. Hasil pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.

B. KATA KUNCI Wanita 20 tahun Gatal dan bercak kemerahan disertai sisik daerah badan Sejak 2 minggu lalu Riwayat Keluarga (-) Lab: Normal

C. PERTANYAAN1. Jelaskan Anatomi, Histologi, dan Fisiologi kulit!2. Jelaskan patomekanisme gatal!3. Jelaskan patomekanisme skuama dan jenis-jenisnya!4. Jelaskan patomekanisme bercak kemerahan!5. Apa Deferential Diagnosis dari skenario?

D. JAWABAN1. Anatomi, fisiologi, dan histologi kulit:

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu :1. Lapisan epidermis atau kutikel2. Lapisan dermis (korium kutis vera, true skin)3. Lapisan subkutis(hipodermis)Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis,subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.1. Lapisan epidermisterdiri atas : stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosm, stratum spinosum dan starum basale.a. Stratum korneum(lapisan tanduk)adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk)b. Stratum lusidumterdapat langsung dibawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin.lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.c. Staratum granulosum(lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak punya lapisan ini. Stratum granuloum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki.d. Stratum spinosum(staratum malphigi) atau disebut pulaprickle cell layer(lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat dengan permukaan makin gepeng bentuknya. diantara sel-sel spinosum terdapat jembatan-jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus bizzozero. Diantara sel-sel spinosum terdapat pula sel langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen.e. Staratum basaleterdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu:1.Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antar sel.2.Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes).

2. Lapisan dermisadalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut.secara garis besar dibagi dalam dua bagian yaitu:a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.b. Pars retikulare, yaitu bagian dibawahnya yang menonjol kearah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, dibagian ini terdat pula fibroblas, membentuk ikatan (bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda serabut bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis.3. Lapisan subkutisadalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar dengan inti terdesak ke pinggit sitoplasma lemak yang bertambah.Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut penikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokalisasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, Di daerah kelopak mata dan penis sangar sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan.Vaskularisasi dikulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superfisial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang disubkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening.FISIOLOGI KULIT1. Fungsi proteksiKulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol, karbol, asam, alkali kuat lainnya; gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra violet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur.Hal diatas dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang yang berperanan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis.Melanosit turut berperanan dalam melindungi kulit terhadap pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air, disamping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat-zat kimia dan kulit. Lapisan keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum, keasaman kulit menyebabkan pH kulit berkisar pada pH 5 - 6,5 sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur. Proses kreatinisasi juga berperan sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel-sel mati melepaskan diri secara teratur.

2.Fungsi absorbsi,Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air,larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap oksigen dan karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel, menembus sel-sel epidermis atau melalui muara saluran kelenjar; tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara kelenjar.3.Fungsi ekskresi,Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak beguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuhberupa NaCl, urea, asam urat, dana amonia. Kelenjar lemak pada fetus atas pengaruh hormon androgen dari ibunya memproduksi serum untuk melindungi kulitnya terhadap cairan amonion, pada waktu lahir dijumpai sebagai vernix caseosa. Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan sebum ini selain meminyaki kulit juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat di kulit menyebabkan keasaman kulit pada pH 5 - 6.5.4.Fungsi persepsi,Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan krause yang terletak di dermis. Badan taktil meissner terletak di papilla dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan markel ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan paccini di epidemis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.5.Fungsi pengaturan suhu tubuh,(termoregulasi),Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus vaskuler dipengaruhi oleh saraf simpatis. Pada bayi biasannya dinding pembuluh darah belum terbentuk sempurna, sehingga terjadi ekstravasasi cairan, karena itu kulit bayi tampak lebih edematosa karena lebih banyak mengandung air dan Na.6.Fungsi pembentukan pigmen,Sel pembentuk pigmen(melanosit), terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf .perbandingan jumlah sel basal : melanosit adalah 10 : 1. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun individu. Pada pulasan H.E sel ini jernih berbentuk bulat dan merupakan sel dendrit, disebut pula sebagai clear cell. Melanosum dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cudan oksigen. Pajanan terhadap sinar matahari mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit sedangkan ke lapisan kulit dibawahnya dibawa oleh sel melanofag(melanofor). Warna kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb dan karoten.7.Fungsi pembentukan vit D,Dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan tubuh akan vitamin D tidak cukup hanya dari hal tersebut, sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya pembuluh darah, kelenjar keringat dan otot-otot di bawah kulit.

2. Patomekanisme gatal: Diketahui bahwa zat-zat kimia dan rangsangan fisik (mekanik) dapat memicu terjadi pruritus. Stimulasi terhadap ujung saraf bebas yang terletak di dekat junction dermoepidermal bertanggung jawab untuk sensasi ini. Sinaps terjadi di akar dorsal korda spinalis (substansia grisea), bersinaps dengan neuron kedua yang menyeberang ke tengah, lalu menuju traktus spinotalamikus kontralateral hingga berakhir di thalamus. Dari thalamus,terdapat neuron ketiga yang meneruskan rangsang hingga ke pusat persepsidi korteks serebri.Sempat diduga bahwa pruritus memiliki fungsi untuk menarik perhatian terhadap stimulus yang tidak terlalu berbahaya (mild surface stimuli),sehingga diharapkan ada antisipasi untuk mencegah sesuatu terjadi. Namun demikian, seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran dan penemuan teknik Mikroneurografi (di mana potensial aksi serabut saraf C dapat diukur menggunakan elektroda kaca yang sangat halus) berhasil menemukan serabut saraf yang terspesiaslisasi untuk menghantarkan impuls gatal, dan dengan demikian telah mengubah paradigma bahwa pruritus merupakan stimulus nyeri dalam skala ringan. Saraf yang menghantarkan sensasi gatal (dan geli,tickling sensation)merupakan saraf yang sama seperti yang digunakan untuk menghantarkan rangsang nyeri. Saat ini telah ditemukan serabut saraf yang khusus menghantarkan rangsang pruritus, baik di sistem saraf perifer, maupun disistem saraf pusat.Ini merupakan serabut saraf tipe C-tak termielinasi. Hal ini dibuktikan dengan fenomena menghilangnya sensasi gatal dan geli ketika dilakukan blokade terhadap penghantaran saraf nyeri dalam prosedur anestesi. Namun demikian, telah ditemukan pula saraf yang hanya menghantarkan sensasi pruritus. Setidaknya, sekitar 80% serabut saraf tipe C adalah nosiseptor polimodal (merespons stimulus mekanik, panas, dan kimiawi); sedangkan 20% sisanya merupakan nosiseptor mekano-insensitif,yang tidak dirangsang oleh stimulus mekanik namun oleh stimulus kimiawi.Dari 20% serabut saraf ini,15% tidak merangsang gatal (disebut dengan histamin negatif), sedangkan hanya 5% yang histamine positifdan merangsang gatal. Dengan demikian, histamine adalah pruritogen yang paling banyak dipelajari saat ini. Selain dirangsang oleh pruritogen seperti histamin, serabut saraf yang terakhir ini juga dirangsang oleh temperatur.

3. Patomekanisme skuama:Skuama adalah lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Sel T yang teraktivasikan berinteraksi dengan sel kulit (terutama keratinosit) dan mengakibatkan pembentukkan kulit yang tebal dan bersisik. Jumlah sel-sel basal yang bermitosis meningkat. Sel-sel yang membelah dengan cepat itu bergerak kebagian permukaan epidermis yang menebal. Proliferasi dan migrasi sel-sel epidermis yang cepat ini menyebabkan epidermis menjadi tebal dan diliputi keratin yang tebal (sisik yang berwarna seperti perak). Peningkatan kecepatan mitosis sel-sel epidermis ini antara lain disebabkan oleh kadar nukleotida siklik yang abnormal, terutama cAMP dan cGMP.Jenis-jenis skuama: Ptyriasis formis (halus) Psoriasis formis (berlapis) Iktiosis formis (seperti sisik ikan) Kutikular (tipis) Lamelar (berlapis) Membranosa (lembaran) Keratotik (seperti tanduk)

4. Patomekanisme eritema:Peradangan akut merupakan respon langsung tubuh terhadap cedera atau kematian sel. Salah satu gambaran adalah rubor (kemerahan). Seiring dengan dimulainya reaksi peradangan, arteriol yang memasuk darah tersebut berdilatasi sehingga memungkinkan lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Tubuh mengontrol produksi hyperemia pada awal reaksi peradangan, baik secara neurologis maupun kimiawi melalui pelepasan zat-zat seperti histamine, yaitu suatu amin vasoaktif yang mampu menghasilkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular. Hal Ini yang menyebabkan kemerahan.

5. Diganosis diferensial dari skenario: Psoriasis Pitiriasis rosea Eritroderma Parapsoriasis Dermatitis seboroik Neurodermatitis Liken planus

E. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA1. Memahami penyakit yang menyebabkan terjadinya gatal, eritema, dan skuama.2. Mengetahui menifestasi klinis untuk menggolongkan penyebab serta diagnosis dari gatal, eritema, dan skuama sehingga dapat diberikan terapi yang tepat.

F. KLARIFIKASI INFORMASIPITIRIASIS ROSEAA. DefinisiPitiriasis rosea berasal dari kata pityriasis yang berarti skuama halus dan rosea yang berarti berwarna merah muda. Pitiriasis rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan, dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya sembuh dalam waktu 3-8 minggu.Pitiriasis rosea adalah erupsi kulit yang dapat sembuh sendiri, berupa plak berbentuk oval, soliter dan berskuama pada trunkus (herald patch) dan umumnya asimptomatik. Penyakit kulit ini merupakan peradangan kulit berupa eksantema yang ditandai dengan lesi makula-papula berwarna kemerahan ( salmon colored ) berbentuk oval, circinate tertutup skuama collarette, soliter dan lama kelamaan menjadi konfluen. Ketika lesi digosok menurut aksis panjangnya, skuama cenderung terlipat melewat garis gosokan (hanging curtain sign).

B. EpidemiologiPitiriasis rosea dilaporkan terjadi pada semua ras di seluruh dunia dan tidak dipengaruhi oleh iklim. Rata-rata insiden tahunan pada satu pusat kesehatan dilaporkan 0,16% (158,9 kasus per 100.000 orang/tahun). Meskipun pitiriasis rosea biasanya diperkirakan lebih sering terjadi pada musim semi dan gugur pada daerah beriklim sedang namun variasi musim tidak diterima dengan baik pada penelitian-penelitian dibelahan dunia. Prevalensi pitiriasis rosea adalah 0,13% pada laki-laki dan 0,14% pada perempuan per total penduduk dengan usia 10-34 tahun. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak-anak dan usia dewasa muda dengan rentang usia 15-40 tahun, jarang terjadi pada bayi dan orang lanjut usia.

C. EtiopatogenesisEtiologinya belum diketahui, demikian pula cara infeksi. Ada yang mengemukakan hipotesis bahwa penyebabnya virus, karena penyakit ini merupakan penyakit swasima ( self limiting disease ), umumnya sembuh sendiri dalam waktu 3-8 minggu.Watanabe et al melakukan penelitian dan mempercayai bahwa Pitiriasis rosea disebabkan oleh virus. Mereka melakukan replikasi aktif dari Human Herpes Virus (HHV 6 dan 7) pada sel mononuklear dari kulit yang mengandung lesi, kemudian mengidentifikasi virus pada sampel serum penderita. Jadi, Pitiriasis rosea ini merupakan reaksi sekunder dari reaktivasi virus yang didapatkan pada masa lampau dan menetap pada fase laten sebagai sel mononuclear. Pitiriasis rosea juga dapat disebabkan oleh obat-obatan atau logam, misalnya arsenik, bismuth, emas, methopromazine, metronidazole, barbiturate, klonidin, kaptopril, dan ketotifen. Hipotesis lain menyebutkan peranan autoimun, atopi dan predisposisi genetik dalam kejadian Pitiriasis Rosea.

D. Gejala KlinisTempat predileksi Pitiriasis rosea adalah badanm lengan atas bagian proksimal dan paha atas sehingga membentuk seperti pakaian renang. Sinar matahari mempengaruhi distribusi lesi sekunder, lesi dapat terjadi pada daerah yang terkena sinar matahari, tetapi pada beberapa kasus sinar matahari melindungi kulit dari pitiriasis rosea. Pada 75% penderita biasanya timbul gatal di daerah lesi dan gatal berat pada 25% penderita.1. Gejala klasikGejala klasik dari pitiriasis rosea mudah untuk dikenali. Penyakit dimulai dengan lesi pertama berupa eritematosa yang berbentuk oval atau bulat dengan ukuran yang bervariasi antara 2-4 cm, soliter, bagian tengah ditutupi oleh skuama halus dan bagian tepi mempunyai batas tegas yang ditutupi oleh skuama tipis yang berasal dari keratin yang terlepas dan juga melekan pada kulit normal (skuama collarette). Lesi ini dikenal dangan nama herald patch.Pada lebih dari 69% penderita ditemui adanya gejala prodormal berupa malaise, mual, hilang nafsu makan, demam, nyeri sendi, dan pembengkakan kelenjar limfe. Setelah timbul lesi primer, 1 sampai 2 minggu kemudian akan timbul lesi sekunder generalisata. Pada lesi sekunder akan ditemukan 2 tipe lesi. Pertama lesi yang sama dengan lesi primer namun ukurannya lebih kecil (diameter 0,5 1,5) dengan aksis panjangnya sejajar dengan kosta sehingga memberikan gambar Christmas tree. Lesi lain berupa papul-papul kecil berwarna merah yang tidak berdistribusi sejajar dengan garis kulit dan jumlah bertambah sesuai dengan derajat inflamasi dan tersebar perifer. Kedua lesi ini timbul secara bersamaan.2. Gejala atipikalTerajadi pada 20% penderita Pitiriasis rosea. Ditemukannya lesi yang tidak sesuai dengan lesi pada pitiriasis rosea pada umumnya. Berupa tidak ditemukannya herald patch atau berjumlah 2 atau multiple. Bentuk lesi lebih bervariasi berupa urtika, eritema multiformis, purpura, pustule dan vesikuler. Distribusi lesi biasanya menyebar ke daerah aksila, inguinal, wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Adanya gejala atipikal membuat diagnosis pitiriasis rosea menjadi lebih sulit untuk ditegakkan sehingga diperlukan pemerikasaan lanjutan.

Gambar : Herald Patch

Gambar : Christmas tree

E. Langkah-langkah Diagnosis1. Anamnesis Anamnesa harus bisa memberikan informasi yang berkenaan dengan munculnya erupsi kulit pertama kali dan pengobatan apa saja yang sudah dilakukan oleh pasien. Informasi mengenai gejala prodormal atau infeksi traktur respiratorius bagian atas harus bisa didapatkan. Karena gejalanya hampir mirip dengan sifilis sekunder makan perlu ditanyakan riwayat hubungan seksual.2. Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan fisik harus didapatkan adanya erupsi kulit berupa papiloeritroskuamosa. Pada pemeriksaan klinis minimal terdapat dua lesi dari tiga criteria berikut: Makula berbentuk oval atau sirkuler. Skuma menutupi hampir semua lesi. Terdapatnya koleret pada tepi lesi bagian tengah yang lebih tenang.3. LaboratoriumTidak ada tes laboratorium yang membantu dalam membuat diganosa. Hasil biopsy lesi kulit yang dilakukan hanya menanmpakkan terjadinya inflamasi nonspesifik. Namun karena gejala pitiriasis rosea mirip dengan sifilis sekunder maka dapat dilakukan RPR (Rapid Plasma Reagin) dan FTA-Abs (Fluoresent Treponemal Antibody Absorbed) untuk skrining siflis.

F. Penatalaksanaan Untuk semua pasien : edukasi tentang proses penyakitnya dan berikan ketenangan Pasien dgn flu-like symptoms dan kelainan kulit yang luas : acyclovir oral 5 x 800 mg 1 minggu Sistemik : Anti gatal (antihistamin) seperti klortrime 3x1 tab. Topikal : Bedak kocok yang mengandung asam salisilat 2% atau menthol 1%ERITRODERMAA. Definisi Eritroderma ialah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema universal (90% 100%), biasanya disertai skuama. Bila eritemanya antara 50%-90% namanya pre eritroderma. Eritroderma berlangsung dalam beberapa hari sampai minggu. Pada banyak kasus, eritroderma umumnya kelainan kulit yang ada sebelumnya (misalnya psoriasis atau dermatitis atopic), cutaneous T-cell lymphoma (CTCL) atau reaksi obat. Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas, karena bercampur dengan hiperpigmentasi. Sedangkan skuama adalah lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Pada eritroderma skuama tidak selalu terdapat, misalnya eritroderma karena alergi obat sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama, skuama kemudian timbul pada stadium penyembuha.

B. Epidemiologi Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita namun paling sering pada pria dengan rasio 2:1 sampai 4:1, dengan onset usia rata-rata >40 tahun, meskipun eritroderma dapat terjadi pada semua usia. Insiden eritroderma makin bertambah, penyebab utamanya adalah psoriasis. Anak-anak bisa menderita eritroderma diakibatkan alergi terhadap obat. Alergi terhadap obat bisa karena pengobatan yang dilakukan sendiri ataupun penggunaan obat secara tradisional.

C. Etiologi Eritroderma dapat disebabkan oleh akibat alergi obat secara sistemi, perluasan penyakit kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan. Penyakit kulit yang dapat menimbulkan eritroderma diantaranya adalah psoriasis 23%, dermatitis spongiotik 20%, alergi obat 15%, CTCL atau sindrom sezary 5%.

D. Patofisiologi Mekanisme terjadinya eritroderma belum diketahui dengan jelas. Pathogenesis eritroderma berkaitan dengan pathogenesis penyakit yang mendasarinya, dermatosis yang sudah ada sebelumnya berkembang menjadi ertroderma. Penelitian terbaru imunopatogenesis infeksi yang dimediasi toxin menunjukkan bahwa lokus patogenesitas stapilococcus mengkodekan superantigen. Lokus-lokus tersebut mengandung gen yang mengkodekan toxin dari toxic shok syndrome dan staphylococcal scalded-skin syndrome. Kolonisasi staphylococcus aureus atau antigen lain merupakan teori yang mungkin saja seperti toxic shock. Syndrome toxin 1, mungkin memainkan peranan pada pathogenesis eritroderma. Pasien-pasien dengan eritroderma biasanya mempunyai kolonisasi S. aureus sekitar 83% dan pada kulit sekitar 17%. Dapat diketahui bahwa akibat suatu agen dalam tubuh baik itu obat-obatan, perluasan penyakit kulit dan penyakit sistemik maka tubuh berekasi berupa pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema) yang generalisata. Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyababkan aliran darah ke kulit meningkat sehingga kehilangan panas yang berlebihan. Akibatnya pasien merasa dingin dan mengigil.

E. Manifestasi KlinisI. Eritroderma akibat alergi obat: eritema universal bila masih akut tidak terdapat skuama, tapi pada stadium penyembuhan baru timbul skuama.II. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit a.psoriasis: eritema yang tidak merata skuama lebih tebal b.penyakit Leiner: usia penderita antara 4-20 minggu eritema universal disertai skuama yang kasar.III. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan (syndrome sezary): sering pada orang dewasa, pria berumur 64 tahun dan wanita umur 53 tahun. eritema berwarna merah membara yg universal. ada skuama dan rasa gatal. infiltrat pada kulit dan edema.

Gambar: Eritroderma

F. Langkah-langkah Diagnosis

G. Penatalaksanaan Antihistamin Emolien Hentikan semua obat yang berpotensi menyebabkan terjadinya penyakit ini. Rawat pasien diruangan yang cukup sinar matahari. Perhatikan kemungkinan terjadinya masalah medis sekunder (dehidrasi, gagal jantung, dan infeksi). Biopsi kulit untuk menegakkan diagnosis. Berikan steroid sistemik jangka pendek bila belum diketahui penyebabnya. Mulailah pengobatan yang diperlukan untuk penyakit yang melatar belakangi. Berikan pula diet tinggi protein.PSORIASISA. Definisi Psoriasis adalah penyakit kulit kronik residif dengan lesi yang khas berupa bercak-bercak eritema berbatas tegas, ditutupi oleh skuama yang tebal berlapis-lapis berwarna putih mengkilap serta transparan, disertai fenomen tetesan lilin, Auspitz dan Kobner. Penyebab psoriasis hingga saat ini belum diketahui, tetapi yang pasti pembentukan epidermis dipercepat, dimana proses pergantian kulit pada pasien psoriasis berlangsung secara cepat yaitu sekitar 2-4 hari, sedangkan pada orang normal berlangsung 3-4 minggu.

B. Epidemiologi Insiden psoriasis pada pria agak lebih banyak dari pada wanita, psoriasis dapat terjadi pada semua usia, tetapi umumnya pada orang dewasa muda. Onset penyakit ini umumnya kurang pada usia yang sangat muda dan orang tua.2,5 Dua kelompok usia yang terbanyak adalah pada usia antara 20 30 tahun dan yang lebih sedikit pada usia antara 50 60 tahun. Psoriasis lebih banyak dijumpai pada daerah dingin dan lebih banyak terjadi pada musim hujan.

C. Etiologi Penyebab psoriasis hingga saat ini tidak diketahui, terdapat predisposisi genetik tetapi secara pasti cara diturunkan tidak diketahui. Psoriasis tampaknya merupakan suatu penyakit keturunan dan tampaknya juga berhubungan dengan kekebalan dan respon peradangan. Faktor genetik sangat berperan, dimana bila orang tuanya tidak menderita psoriasis, resiko untuk mendapat psoriasis 12 %, sedangkan jika salah seorang orang tuanya menderita psoriasis resikonya mencapai 34-39 %. Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA.Ada beberapa faktor faktor yang dapat mencetuskan psoriasis, yaitu: Trauma: Dilaporkan bahwa berbagai tipe trauma kulit dapat menimbulkan psoriasis. Infeksi: Sekitar 54 % anak-anak dilaporkan terjadi eksaserbasi psoriasis dalam 2-3 minggu setelah infeksi saluran pernapasan atas. Infeksi fokal yang mempunyai hubungan erat dengan salah satu bentuk psoriasis ialah Psoriasis Gutata, sedangkan hubungannya dengan Psoriasis Vulgaris tidak jelas dan pernah di laporkan kasus-kasus Psoriasis Gutata yang sembuh setelah diadakan tonsilektomi. Streptococcus pyogenes telah diisolasi sebanyak 26 % pada Psoriasis Gutata Akut, 14 % pada pasien Psoriasis Plak, dan 16 % pada pasien Psoriasis Kronik. Stres: Dalam penyelidikan klinik, sekitar 30-40 % kasus terjadi perburukan oleh karena stres. Stres bisa merangsang kekambuhan psoriasis dan cepat menjalar bila kondisi pasien tidak stabil. Pada anak-anak, eksaserbasi yang dihubungkan dengan stres terjadi lebih dari 90 %. Stres psikis merupakan faktor pencetus utama.2,12 Tidak ditemukan gangguan kepribadiaan pada penderita psoriasis. Adanya kemungkinan bahwa stres psikologis dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan menerima terapi dan dapat menyebabkan deteriorasi terutama pada kasus berat. Alkohol: Umumnya dipercaya bahwa alkohol berefek memperberat psoriasis tetapi pendapat ini belum dikonfirmasi dan kepercayaan ini muncul berdasarkan observasi pecandu alkohol yang menderita psoriasis. Peminum berat yang telah sampai pada level yang membayakan kesehatan sering ditemukan pada pasien psorasis berat laki-laki dibandingkan penderita psorasis lainnya. Kemungkinan alkohol yang berlebihan dapat mengurangi kemampuan pengobatan dan juga adanya gejala stres menyebabkan parahnya penyakit kulit. Faktor endokrin: Puncak insiden psoriasis pada waktu pubertas dan menopause. Pada waktu kehamilan umumnya membaik, sedangkan pada masa pasca partus memburuk. Sinar matahari : Dilaporkan 10 % terjadi perburukan lesi.

D. Patofisiologi Psoriasis merupakan penyakit multifaktorial yang disebabkan aktivitas berbagai gen yang berinteraksi dengan lingkungan, berhubungan kuat dengan alel HLA-CW-6. The Human Genom Project akan membantu mengidentifikasi major histocompatibility Complex (MHC) dan gen non MHC yang terlibat pada psoriasis. Patogenesis psoriasis tetap tidak diketahui tetapi beberapa penulis percaya bahwa penyakit ini merupakan autoimun murni dan sel T mediated. Beberapa penemuan mendukung autoimun ini seperti histokompatibiliti kompleks mayor (MHC) antigen, akumulasi sel T terutama memori, serta adanya lapisan anti korneum dan anti keratinosit antibodi nukleus. Beragam data yang diperoleh akhir-akhir ini pada penyelidikan psoriasis menekankan bahwa terdapat aktivitas infiltrasi sel-sel CD4 pada lesi-lesi kulit. Lesi psoriasis lama umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis. Pada psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel langerhans juga berperan pada imunopatogenesis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel Langerhans. Beberapa sitokin dan reseptornya memperlihatkan peningkatan level pada epidermis psoriasis. Perubahan-perubahan biokimia yang ditemukan pada psoriasis meliputi : Konsentrasi lipid yang tinggi dan peningkatan level enzim protein nuklear pada glikolitik pathway yang menyebabkan turn over sel meningkat. Perhatian yang sungguh-sungguh difokuskan pada level siklik nukleotida terutama AMP siklik (cAMP) yang mengontrol epidermopoesis. Juga dilaporkan terjadinya kenaikan yang menyolok dari level siklik GMP (cGMP) dalam epidermis. Walaupun demikian peningkatan cGMP yang menyebabkan peningkatan kecepatan proliferasi seluler tidak diketahui hingga saat ini. cAMP epidermis sangat menurun selanjutnya asam arakidonik meningkat dalam epidermis.

E. Gejala KlinisPada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis, yaitu: Psoriasis Vulgaris Hampir 80 % penderita psoriasis adalah tipe Psoriasis Plak yang secara ilmiah disebut juga Psoriasis Vulgaris. Dinamakan pula tipe plak karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak. Tempat predileksinya seperti yang telah diterangkan di atas. Psoriasis Gutata Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan diseminata, umumnya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian atas atau sehabis influenza atau morbili, terutama pada anak dan dewasa muda.2,5,8,9,12 Selain itu, juga dapat timbul setelah infeksi yang lain, baik bakterial maupun viral, pada stres, luka pada kulit, penggunaan obat tertentu (antimalaria dan beta bloker) Psoriasis Inversa (Psoriasis Fleksural) Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada darerah fleksor sesuai dengan namanya, misalnya pada daerah aksilla, pangkal pahadi bawah payudara, lipatan-lipatan kulit di seklitas kemalua dan panggul. Psoriasis PustulosaAda dua pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap sebagai penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis. Terdapat dua bentuk psoriasis pustulosa, bentuk lokalisata dan generalisata. Psoriasis Eritroderma Psoriasis Eritroderma dapat disebabkan oleh pengobatan topikal terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Bentuk ini dapat juga ditimbulkan oleh infeksi, hipokalsemia, obat antimalaria, tar dan penghentian kortikosterid, baik topikal maupun sistemik. psoriasis eksudativaBentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering, tetapi pada bentuk ini kelainannya eksudatif seperti dermatitis akut. psoriasis seboroikGambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dan dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada tempat seboroik.Gambar :

H. Langkah-langkah DiagnosisDiagnosis Psoriasis dilakukan melalui: Pemeriksaan Kulit: Dari autoanamnesis pasien Psoriasis Vulgaris mengeluh adanya bercak kemerahan yang menonjol pada kulit dengan pinggiran merah, tertutup dengan sisik keperakan, dengan ukuran yang bervariasi, makin melebar, bisa pecah dan menimbulkan nyeri, jarang menyebabkan gatal. Kelainan kulit pada psoriasis terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama di atasnya. Bisa ditemukan eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhannya sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pingir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika (mica-like scale), serta transparan. Besar kelainan bervariasi dari milier, lentikular, numular, sampai plakat, dan berkonfluensi, dengan gambaran yang beraneka ragam, dapat arsinar, sirsinar, polisiklis atau geografis.Tempat predileksi pada ekstremitas bagian ekstensor terutama (siku, lutut, lumbosakral), daerah intertigo (lipat paha, perineum, aksila), skalp, perbatasan skalp dengan muka, telapak kaki dan tangan, tungkai atas dan bawah, umbilikus, serta kuku. Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik). Fenomena tetesan lilin dan Auspitz merupakan gambaran khas pada lesi psoriasis dan merupakan nilai diagnostik, kecuali pada psoriasis inverse (psoriasis pustular) dan digunakan untuk membandingkan psoriasis dengan penyakit kulit yang mempunyai morfologi yang sama, sedangkan Kobner tidak khas, karena didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken planus, liken nitidus, veruka plana juvenilis, pitiriasis rubra pilaris, dan penyakit Darier. Fenomena Kobner didapatkan insiden yang bervariasi antara 38-76 % pada pasien psoriasis. Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang digores disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Cara menggores dapat menggunakan pingir gelas alas. Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebakan oleh papilomatosis. Cara megerjakannya : skuama yang berlapis-lapis itu dikerok, bisa dengan pinggir gelas alas. Setelah skuamanya habis, maka pengerokan harus dilakukan perlahan-lahan, jika terlalu dalam tidak akan tampak perdarahan yang berbintik-bintik melainkan perdarahan yang merata. Fenomena Kobner dapat terjadi 7-14 hari setelah trauma pada kulit penderita psoriasis, misalnya garukan dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis. Dua puluh lima sampai lima puluh persen penderita psoriasis yang lama juga dapat menyebabkan kelainan pada kuku, dimana perubahan yang dijumpai berupa pitting nail atau nail pit pada lempeng kuku berupa lekukan-lekukan miliar. Gambaran Histopatologi Psoriasis Psoriasis memberikan gambaran histopatologi, yaitu perpanjangan (akantosis) reteridges dengan bentuk clubike, perpanjangan papila dermis, lapisan sel granuler menghilang, parakeratosis, mikro abses munro (kumpulan netrofil leukosit polimorfonuklear yang menyerupai pustul spongiform kecil) dalam stratum korneum, penebalan suprapapiler epidermis (menyebabkan tanda Auspitz), dilatasi kapiler papila dermis dan pembuluh darah berkelok-kelok, infiltrat inflamasi limfohistiositik ringan sampai sedang dalam papila dermis atas.

Laboratorium Psoriasis Tidak ada kelainan laboratorium yang spesifik pada penderita psoriasis tanpa terkecuali pada psoriasis pustular general serta eritroderma psoriasis dan pada plak serta psoriasis gutata. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan bertujuan menganalisis penyebab psoriasis, seperti pemeriksaan darah rutin, kimia darah, gula darah, kolesterol, dan asam urat.

I. Penatalaksanaan1. Terapi topikal: formulasi ter (lotion, salep, krim, pasta, dan shampo). anthralin. kostikosteroid.2. Terapi intralesi : penyuntikan triamsinolon asetonida intralesi.3. Terapi sistemik hidroksiurea siklosporin A retinoid oral fotokemoterapi terapi PUVA penyinaran UVB etretinate (tergison)

G. HASIL ANALISIS DAN SINTESIS INFORMASI (KESIMPULAN)Tabel perbandingan dari diagnosis banding

KESIMPULANBerdasarkan gejala yang dialami oleh pasien tersebut dimana pasien mengalami gatal, bercak kemerahan di badan serta terdapat skuama maka dapat ditetapkan bahwa Differensial Diagnosis utama adalah Psoriasis, Eritroderma, dan Pitiriasis Rosea. Tetapi untuk lebih mendiagnosis kasus tersebut maka kita perlu melakukan pemeriksaan lanjutan yang dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan histopatologi.

DAFTAR PUSTAKA1. Tim Anatomi UNHAS. Anatomi Biomedik 2. Ed. 2. Makassar, 2012.2. Eroschenko VP. Atlas Histologi Difiore. Edisis ke-11. Jakarta: EGC, 2010.3. Sherwood L. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta: EGC, 2011.4. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Ed. Keempat. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 20055. Wolff, Klaus. Dkk. Pityriasis Rosea In: Dermatology in General Medicine Fitzpatricks. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008.6. Hand out Pityriasis Rosea. dr. Diany Nurdin, Sp.KK7. Sarindah, Annisa. Pityriasis Rosea. Dermato-veneorolgy Departement School Of Medicine Syiah Kuala University Dr. Zainoel Abidin General Hospital Banda Aceh, 2013.8. Fermando, Leo. Pitiriasis Rosea. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang. 20109. Aqni, Mukhisal. Dkk. Eritroderma. Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, 2011.10. Susilowati, T.C.Dewi,Asih Budiastuti,S. Indrayanti. Psoriasis di poliklinik.I.P Kulit dan kelamin.RSUP dr Kariadi Semarang 1998-2000 Dalam : Media Dermato-Venerologika Indonesiana Kumpulan Makalah Ilmiah PIT VI PERDOSKI 2001.Vol 28 th 2001 Suplemen I:30S11. Djuanda, Adhi. Psoriasis. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007 : 189-195.12. Titi Lestari Sugito Psoriasis pada bayi dan anak Dalam Penyakit papuloeritro squamosa dan dermatomikosis superfisisalis pada bayi dan anak Semarang :Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2008:27-3913. RSU Dr. Soetomo. Psoriasis. Dalam : Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi III. Surabaya. 2005 : 94-97.14. SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNAIR. Psoriasis. Dalam : Atlas penyakit kulit dan kelamin. Surabaya : Airlangga University Press. 2007 : 120- 123.

KLASIFIKASI

Eritodermis psoriasis

Psoriatik arthritis

Psoriasis Guttate

Psoriasis inverse

Psoriasis kuku

Psoriasis plak

Psoriasis pustular

Psoriasis scalpTABEL DEFERENTIAL DIAGNOSISERITRODERMAPSORIASISPITIRIASIS ROSEAWanita+++20 Tahun+++Gatal+++Bercak Merah+++Sisik Daerah Badan+++2 Minggu+++Riwayat Keluarga (-)+/--+Lab Normal-+/-+/-GejalaDD