MK-Destri Difrensia.pdf

28
UNIVERSITAS INDONESIA WAYANG BEBER: KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN NILAI-NILAI BUDAYA YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA MAKALAH NON-SEMINAR DESTRI DIFRENSIA 1006699770 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI SASTRA DAERAH UNTUK SASTRA JAWA DEPOK JANUARI 2014 Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Transcript of MK-Destri Difrensia.pdf

Page 1: MK-Destri Difrensia.pdf

UNIVERSITAS INDONESIA

WAYANG BEBER: KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN NILAI-NILAI BUDAYA YANG

TERKANDUNG DI DALAMNYA

MAKALAH NON-SEMINAR

DESTRI DIFRENSIA

1006699770

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

PROGRAM STUDI SASTRA DAERAH UNTUK SASTRA JAWA

DEPOK

JANUARI 2014

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 2: MK-Destri Difrensia.pdf

1

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 3: MK-Destri Difrensia.pdf

2

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 4: MK-Destri Difrensia.pdf

3

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 5: MK-Destri Difrensia.pdf

4

Wayang Beber: Kedudukan, Fungsi, dan Nilai-Nilai Budaya Yang

Terkandung di Dalamnya

Destri Difrensia

Darmoko

Jurusan Sastra Daerah, Program Studi Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas

Indonesia, Depok, 16424

Email: [email protected]

Abstrak

Artikel berjudul Wayang Beber: Kedudukan, Fungsi, dan Nilai-Nilai Budaya Yang Terkandung di Dalamnya.

Menjelaskan tentang perkembangan Wayang Beber di setiap daerah, yaitu daerah Jawa Timur di Pacitan, Jawa

tengah di Wonosari, dan Wayang Beber pada zaman modern di Jakarta yang disebut Wayang Beber

Metropolitan. Tujuan dari penelitian ini menjelaskan keberadaan Wayang Beber yang hampir punah di zaman

modern ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan membuat deskripsi,

gambaran, faktual dan akurat mengenai data-data yang terpercaya sehingga dapat membuat kesimpulan

mengenai kedudukan, fungsi, dan nilai-nilai yang terkandung dalam Wayang Beber. Wayang Beber adalah seni

wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam dan masih berkembang di daerah-daerah

tertentu di Pulau Jawa. Fungsi Wayang Beber dipakai sebagai pertunjukkan ritual seperti ruwatan, bersih desa,

peringatan proses hidup manusia (kelahiran, khitanan, perkawinan), mendatangkan hujan, dan sebagainya.

Nilai–nilai yang terkandung dalam Wayang Beber meliputi nilai seni, nilai religi, nilai falsafah, dan nilai

universal. Wayang Beber mengambil ajaran-ajaran dari berbagai macam filsafat hidup yang bersumber pada

sistem kepercayaan, kejujuran, keadilan, empati, tanggung jawab, dan saling menghargai sangat penting dalam

membangun karakter bangsa Indonesia.

Abstract

The article entitled Wayang Beber: Kedudukan, Fungsi, dan Nilai-Nilai Budaya Yang Terkandung di

Dalamnya. Describes the develpoment of Wayang Beber in each region, the area of East Java in Pacitan, Central

Java in Wonosari, and Wayang Beber in modern time in Jakarta called Wayang Beber Metropolitan. The

purpose of this research explain the existence of Wayang Beber is almost extinct in this modern times. The

method used in this research is descriptive method to make a description, picture, factual and accurate

information on which reliable data as to make inferences about the position, function and values are contained in

the Wayang Beber. Wayang Beber is art that emerged and developed in Java on the pre-Islamic period and still

growing in certain areas on the island of Java. Wayang Beber function is used as ritual performances as

Ruwatan, Bersih Desa, process of the human life as (birth, circumcision, marriage), bring rain, and so on. The

values are contained in the Wayang Beber include artistic value, religious value, philosophy value, and universal

value. Wayang Beber takes the teachings of the various philosophies oh life which is based on a system of trust,

honesty, fairness, empathy, responsibility, and respect are very important in establishing the characters of the

Indonesian nation.

Keywords: Culture, human, traditions, values.

1. Pendahuluan

Kebudayaan Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang dimiliki oleh setiap

daerah. Banyak jenis-jenis wayang yang tumbuh berkembang di Indonesia, budaya Jawa

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 6: MK-Destri Difrensia.pdf

5

termasuk yang dapat diamati manifestasinya dalam bentuk-bentuk kesenian yang amat kaya.

Sebagian telah berawal di zaman kuno dan masih dinikmati oleh masyarakatnya hingga kini.

Namun, ada pula yang semakin ditinggalkan para pendukungnya, tersisih oleh peredaran

zaman. Di antara berbagai suku yang mendiami kepulauan Indonesia, budaya Jawa termasuk

bagian yang memiliki kekayaan dalam kebudayaaan dan keseniannya. Kawasan yang

menjadi tempat berkembangnya budaya Jawa meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang

menjadi pegangan dan arahan hidup sebagian besar penduduknya, yaitu wayang. Wayang

merupakan sebuah seni pertunjukan khas Indonesia yang sudah sangat populer, baik itu di

dalam atau luar pulau Jawa. Karya seni ini sudah dikenal masyarakat nusantara sejak zaman

prasejarah. Kemudian pada saat masuknya pengaruh Hindu-Budha, cerita dalam wayang

mulai mengadopsi kitab Mahabarata dari India. Lalu pada masa pengaruh Islam, wayang oleh

para wali digunakan sebagai media dakwah yang tentunya dengan menyisipkan nilai-nilai

Islam. Kata wayang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, merupakan boneka tiruan orang

yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk

memerankan tokoh dalam pertunjukan drama tradisional (Bali, Jawa, Sunda), biasanya

dimainkan oleh seseorang yang disebut dalang1. Wayang dalam pengertian “hyang”, “dewa”,

“roh”, atau “sukma” memberikan gambaran bahwa wayang merupakan perkembangan dari

upacara pemujaan roh nenek moyang bangsa Indonesia pada masa lampau (Hazeu, 1979:51).

Wayang berasal dari kata wewayangan atau wayangan, yang berarti bayangan. Arti harfiah

dari pertunjukkan wayang adalah pertunjukkan bayang-bayang. Arti filsafat yang lebih dalam

lagi adalah bayangan kehidupan manusia atau angan-angan manusia tentang kehidupan

manusia di masa lalu itu adalah ceritera tentang kehidupan nenek moyang. Pada dasarnya

pertunjukkan wayang pada masa lalu adalah sebagai upacara ritual pemujaan roh nenek

moyang. Kenyataan ini memang masih terasa pada masa sekarang. Kepercayaan itu erat

kaitannya dengan kepercayaan kuno Indonesia, yaitu kepercayaan animisme dan dinamisme.

Tentang asal-usul kesenian wayang hingga dewasa ini masih merupakan suatu masalah yang

belum terpecahkan secara tuntas. Namun demikian banyak para ahli mulai mencoba

menelusuri sejarah perkembangan wayang dan masalah ini ternyata sangat menarik sebagai

sumber atau obyek penelitian. Menurut Kitab Centini, tentang asal-usul wayang Purwa

disebutkan bahwa kesenian wayang, mula-mula sekali diciptakan oleh Raja Jayabaya dari

Kerajaan Mamenang atau Kediri. Sekitar abad ke 10 Raja Jayabaya berusaha menciptakan

1 Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, edisi ke-4, Departemen Pendidikan Nasional, 2012

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 7: MK-Destri Difrensia.pdf

6

gambaran dari roh leluhurnya dan digoreskan di atas daun lontar. Bentuk gambaran wayang

tersebut ditiru dari gambaran relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar. Ceritera

Ramayana sangat menarik perhatiannya karena Jayabaya termasuk penyembah Dewa Wisnu

yang setia, bahkan oleh masyarakat dianggap sebagai penjelmaan atau titisan Batara Wisnu.

Figur tokoh yang digambarkan untuk pertama kali adalah Batara Guru atau Sang Hyang

Jagadnata yaitu perwujudan dari Dewa Wisnu.

Masa berikutnya yaitu pada jaman Jenggala, kegiatan penciptaan wayang semakin

berkembang. Semenjak Raja Jenggala Sri Lembuami luhur wafat, maka pemerintahan

dipegang oleh puteranya yang bernama Raden Panji Rawisrengga dan bergelar Sri

Suryawisesa. Semasa berkuasa Sri Suryawisesa giat menyempurnakan bentuk wayang Purwa.

Wayang-wayang hasil ciptaannya dikumpulkan dan disimpan dalam peti yang indah.

Sementara itu diciptakan pula pakem ceritera wayang Purwa. Setiap ada upacara penting di

istana diselenggarakan pagelaran Wayang Purwa dan Sri Suryawisesa sendiri bertindak

sebagal dalangnya. Para sanak keluarganya membantu pagelaran dan bertindak sebagai

penabuh gamelan. Pada masa itu pagelaran wayang Purwa sudah diiringi dengan gamelan

laras slendro. Setelah Sri Suryawisesa wafat, digantikan oleh puteranya yaitu Raden

Kudalaleyan yang bergelar Suryaamiluhur. Selama masa pemerintahannya beliau giat pula

menyempurnakan Wayang. Gambar-gambar wayang dari daun lontar hasil ciptaan leluhurnya

dipindahkan pada kertas dengan tetap mempertahankan bentuk yang ada pada daun lontar.

Dengan gambaran wayang yang dilukis pada kertas ini, setiap ada upacara penting di

lingkungan kraton diselenggarakan pagelaran wayang. Pada jaman Majapahit usaha

melukiskan gambaran wayang di atas kertas disempurnakan dengan ditambah bagian-bagian

kecil yang digulung menjadi satu. Wayang berbentuk gulungan tersebut, bilamana akan

dimainkan maka gulungan harus dibeber. Oleh karena itu wayang jenis ini biasa disebut

wayang Beber. Semenjak terciptanya wayang Beber tersebut terlihat pula bahwa lingkup

kesenian wayang tidak semata-mata merupakan kesenian Kraton, tetapi malah meluas ke

lingkungan diluar istana walaupun sifatnya masih sangat terbatas. Sejak itu masyarakat di

luar lingkungan kraton sempat pula ikut menikmati keindahannya. Bilamana pagelaran

dilakukan di dalam istana diiringi dengan gamelan laras slendro. Tetapi bilamana pagelaran

dilakukan di luar istana, maka iringannya hanya berupa Rebab dan lakonnya pun terbatas

pada lakon Murwakala, yaitu lakon khusus untuk upacara ruwatan. Pada masa pemerintahan

Raja Brawijaya terakhir, kebetulan sekali dikaruniai seorang putera yang mempunyai

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 8: MK-Destri Difrensia.pdf

7

keahlian melukis, yaitu Raden Sungging Prabangkara. Bakat puteranya ini dimanfaatkan oleh

Raja Brawijaya untuk menyempurkan wujud wayang Beber dengan cat. Pewarnaan dari

wayang tersebut disesuaikan dengan wujud serta martabat dari tokoh itu, yaitu misalnya Raja,

Kesatria, Pendeta, Dewa, Punakawan dan lain sebagainya. Dengan demikian pada masa akhir

Kerajaan Majapahit, keadaan wayang Beber semakin Semarak. Semenjak runtuhnya kerajaan

Majapahit dengan sengkala; Geni murub siniram jalma (1433/1511 M), maka wayang beserta

gamelannya diboyong ke Demak. Hal ini terjadi karena Sultan Demak Syah Alam Akbar I

sangat menggemari seni kerawitan dan pertunjukan wayang.

Pada masa itu sementara pengikut agama Islam ada yang beranggapan bahwa

gamelan dan wayang adalah kesenian yang haram karena berbau Hindu. Timbulnya

perbedaan pandangan antara sikap menyenangi dan mengharamkan tersebut mempunyai

pengaruh yang sangat penting terhadap perkembangan kesenian wayang itu sendiri. Untuk

menghilangkan kesan yang serba berbau Hindu dan kesan pemujaan kepada arca, maka

timbul gagasan baru untuk menciptakan wayang dalam wujud baru dengan menghilangkan

wujud gambaran manusia. Berkat keuletan dan ketrampilan para pengikut Islam yang

menggemari kesenian wayang, terutama para Wali, berhasil menciptakan bentuk baru dari

Wayang Purwa dengan bahan kulit kerbau yang agak ditipiskan dengan wajah digambarkan

miring, ukuran tangan di-buat lebih panjang dari ukuran tangan manusia, sehingga sampai

dikaki. Wayang dari kulit kerbau ini diberi warna dasar putih yang dibuat dari campuran

bahan perekat dan tepung tulang, sedangkan pakaiannya dicat dengan tinta.

Pada masa itu terjadi perubahan secara besar-besaran di seputar pewayangan, di

samping bentuk wayang baru, dirubah pula teknik pakelirannya, yaitu dengan

mempergunakan sarana kelir atau layar, mempergunakan pohon pisang sebagai alat untuk

menancapkan wayang, mempergunakan blencong sebagai sarana penerangan,

mempergunakan kotak sebagai alat untuk menyimpan wayang. Dan diciptakan pula alat

khusus untuk memukul kotak yang disebut cempala. Meskipun demikian dalam pagelaran

masih mempergunakan lakon baku dari Serat Ramayana dan Mahabarata, namun disana- sini

sudah mulai dimasukkan unsur dakwah, walaupun masih dalam bentuk serba pasemon atau

dalam bentuk lambang-lambang. Adapun wayang Beber yang merupakan sumber,

dikeluarkan dari pagelaran istana dan masih tetap dipagelarkan di luar lingkungan istana.

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 9: MK-Destri Difrensia.pdf

8

Unsur-unsur pendidikan tampil dalam bentuk pasemon atau perlambang. Oleh karena

itu, sampai dimana seseorang dapat melihat nilai-nilai tersebut tergantung dari kemampuan

menghayati dan mencerna bentuk-bentuk simbol atau lambang dalam pewayangan. Lakon-

lakon tertentu misalnya baik yang diambil dari Serat Ramayana maupun Mahabarata

sebenarnya dapat diambil pelajaran yang mengandung pendidikan. Bagaimana peranan

Kesenian Wayang sebagai sarana penunjang Pendidikan Kepribadian Bangsa, rasanya perlu

mendapat tinjauan secara khusus. Berdasarkan sejarahnya, kesenian wayang jelas lahir di

bumi Indonesia. Sifat local genius yang dimiliki bangsa Indonesia, maka secara sempurna

terjadi pembauran kebudayaan asing, sehingga tidak terasa sifat asingnya.

2. Tinjauan Teoritis

Menurut Koentjaraningrat (1984:102), kebudayaan adalah keseluruhan sistem

gagasan, tingkah laku, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang

dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Secara tata bahasa, pengertian kebudayaan

diturunkan dari kata budaya yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia. Kebudayaan

diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan akal atau pikiran manusia, sehingga dapat

menunjuk pada pola pikir, perilaku serta karya fisik sekelompok manusia. Koentjaraningrat

(1979: 203-204) membagi kebudayaan menjadi 7 unsur, diantaranya bahasa, sistem

pengetahuan, organisasi sosial, system peralatan hidup dan teknologi, sistem mata

pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian. Wayang adalah seni pertunjukan berupa drama

yang khas. Seni pertunjukan ini meliputi seni suara, seni sastra, seni musik, seni tutur, seni

rupa, dan lain-lain. Ada pihak beranggapan, bahwa pertunjukan wayang bukan sekedar

kesenian, tetapi mengandung lambang-lambang keramat. Sejak abad ke-19 sampai dengan

sekarang, Wayang telah menjadi pokok bahasan serta dideskripsikan oleh para ahli Kajian

tentang wayang, menghasilkan sejumlah disertasi dan tesis G.A.J Hazeu, Bijdrage tot de

Kennis van het Jayansche Tonnel (Leiden, 1879).

3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, menurut Nazir

(2005:54), metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia,

suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada

masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi,

gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 10: MK-Destri Difrensia.pdf

9

hubungan antarfenomena yang diselidiki. Langkah kerja dalam penelitian ini yaitu memilih

dan merumuskan masalah yang menghendaki konsepsi ada kegunaan masalah tersebut serta

dapat diselidiki dengan sumber yang ada, menentukan tujuan dari penelitian yang akan

dikerjakan, memberikan limitasi dari area atau sejauh mana penelitian deskriptif tersebut

akan dilaksanakan, menelusuri sumber-sumber kepustakaan yang ada hubungannya dengan

masalah yang ingin dipecahkan, memberikan interpretasi dari hasil dalam hubungannya

dengan kondisi sosial yang ingin diselidiki serta data yang diperoleh serta referensi khas

terhadap masalah yang ingin dipecahkan, dan membuat laporan penelitian dengan cara

ilmiah.

4. Pembahasan

Dari beberapa jenis wayang yang ada di Indonesia, salah satu jenis wayang yang

dianggap istimewa yaitu Wayang Beber. Wayang Beber adalah seni wayang yang muncul

dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam dan masih berkembang di daerah-daerah

tertentu di Pulau Jawa. Wayang beber adalah suatu pertunjukkan wayang dengan gambar-

gambar tersebut dipertunjukkan dengan cara dibentangkan. Dinamakan wayang Beber karena

berupa lembaran-lembaran (beberan) yang dibentuk menjadi tokoh-tokoh dalam cerita

wayang seperti Mahabharata maupun Ramayana. Jenis pertunjukkan wayang dengan gambar-

gambar sebagai objek pertunjukkan. Gambar-gambar tersebut dilukiskan pada selembar

kertas atau kain, gambar dibuat dari satu adegan menyusul dengan adegan lain dan

diceritakan satu demi satu oleh Dalang. Dalam pertunjukkan, dalang menuturkan ceritera

dengan diiringi musik gamelan. Kertas atau kain yang dipergunakan berukuran lebar 1 meter

dan panjang 4 meter. Gambar-gambar Wayang Beber dilukis dengan teknik seni lukis

tradisional yang disebut sungging, secara cermat dan rumit. Satu cerita Wayang Beber

biasanya terdiri dari lima atau enam gulungan.

4.1. Sekilas Perkembangan Wayang Beber

Menurut Bagyo Suharyono (2005:51-52) Wayang Beber dimulai sejak zaman

kerajaan Jenggala. Bentuk Wayang Beber masih berupa gambar-gambar pada daun siwalan

atau rontal (daun siwalan). Gambar-gambar narasi ceritera wayang dilukiskan pada helaian

rontal yang disebut Wayang Rontal. Cara melukisnya dengan digariskan pada rontal yang

masih basah, kemudian helaian daun tersebut akan mengering menjadi keras dan tahan lama.

Garisan yang dilukiskan pada daun ini akan membekas dan sukar hilang, menjadi gambar-

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 11: MK-Destri Difrensia.pdf

10

gambar yang terlukis pada permukaan rontal. Helaian rontal dirangkai menjadi semacam

buku dengan tali atau benang Bentuk Wayang Beber masih berupa gambar-gambar pada daun

siwalan atau rontal atau lontar. asal-usul Wayang Beber dimulai sejak zaman Kerajaan

Jenggala pada tahun 1223 M, walaupun bentuknya semula masih belum sempurna seperti

Wayang Beber, tetapi pada masa Jenggala dimulai adanya perkembangan Wayang Beber.

Kemudian, ketika Raja Prabu Suryahamiluhur menjadi Raja Jenggala dan memindahkan

keraton ke Pajajaran di Jawa Barat, dia membuat kontribusi besar untuk perkembangan cerita

Wayang Purwa yang digoreskan pada kertas yang terbuat dari kulit kayu. Disinilah awal dari

pemakaian kertas untuk Wayang Beber pada tahun 1244 M. Kertas itu berwarna agak

kekuningan dan disebut dlancang gedhog. Gambar-gambar diatas kertas tersebut dapat dibuat

lebih besar dan lebih jelas juga ditambahkan ornamen-ornamen, tetapi gambar-gambar

tersebut masih dilukiskan dengan warna hitam dan putih.

Pada masa Majapahit, ketika Jaka Susuruh menjadi raja Majapahit di Jawa Timur

pada tahun 1316 M, gulungan kertas wayang tersebut di setiap ujungnya diberikan tongkat

kayu panjang yang digunakan untuk menggulung cerita atau memperlihatkan cerita

selanjutnya. Tongkat kayu tersebut dapat dipegangi dengan tangan selama penceritaan atau

pun dimasukkan kedalam lubang yang disiapkan di kotak kayu tersebut. Saat itu orang-orang

mulai menyebutnya sebagi wayang beber (beber yang berarti membentangkan dan juga

menyingkap atau menjelaskan), yang hingga saat ini menjadi nama untuk jenis wayang beber.

Ketika pemerintahan Raja Brawijaya V (sekitar tahun 1378 M), sang raja memerintahkan

anaknya yang ke tujuh, Raden Sungging Prabangkara untuk belajar wayang dan juga untuk

menciptakan Wayang Beber Purwa yang baru. Bentuk yang baru tersebut menggunakan

beberapa macam warna, tidak seperti aslinya yang hanya berwarna hitam dan putih. Dalam

pelukisannya dapat dengan jelas membedakan antara raja dengan para punggawa. Raja

Brawijaya juga memerintahkan anaknya untuk membuat tiga set cerita yang terpisah, sebuah

cerita Panji di Jenggala, cerita Jaka Karebet di Majapahit dan satu lagi cerita Damarwulan.

Gambar yang terlukis dalam gulungan wayang beber itu bentuk wayangnya masih sama

seperti yang terlihat pada wayang beber di Bali pada saat ini.

Pada masa Kerajaan Demak tahun 1518 M, ketika itu mulai timbul kerajaan Islam di

Jawa dan mulai terjadi perubahan yang menentukan perkembangan wayang beber di masa

selanjutnya. Gambar-gambar yang ada di dalam wayang beber masih melukiskan karakter

dengan bentuk asli tubuh manusia. Hal tersebut dilarang dalam hukum fikih di dalam Islam.

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 12: MK-Destri Difrensia.pdf

11

Lalu utusan-utusan Islam dan juga para Wali membicarakan tentang cara terbaik untuk

memodifikasi bentuk wayang tersebut, karena di lain pihak wayang tersebut dapat terus

berlanjut dan dikembangkan menjadi sarana untuk menyebarkan agama Islam. Pada saat itu

pula Sunan Ratu Tunggul mengembangkan cerita Panji untuk wayang gedhog. Pembaharuan

bentuk wayang yang diprakarsai oleh para Wali, yaitu dengan melakukan stilisasi atau

distorsi sehingga bentuk wayang yang semula realistis menjadi simbolik. Proporsi tubuh dan

wajah wayang, tidak lagi menurut anatomi tubuh dan wajah manusia sewajarnya. Bentuk-

bentuk simbolik pewayangan yang tercipta pada zaman Kesultanan Demak itulah yang

menjadi model pertama (prototype) bentuk-bentuk simbolik pewayangan masa kini.

Ketika masa Kerajaan Kartasura tahun 1690 M, di bawah pemerintahan Mangkurat II

di Kartasura, gambar Wayang Beber diciptakan kembali dengan lakon Joko Kembang

Kuning. Cerita itu mencapai enam gulungan kertas dan pembuatannya selesai pada tahun

1692 M. Selain itu pada masa Raja Pakubuwana II di Kartasura, juga dibuat wayang beber

dengan siklus panji dengan lakon Jaka Kembang kuning dan juga Remeng Mangunjaya yang

selesai dibuat pada tahun 1735 M. Kemudian ketika masa pemerintahan Paku Buwana II,

terdapat pemberontakan China dimana saat itu Keraton yang berada di Kartasura dapat

dikuasai oleh musuh. Ketika dilakukan evakuasi, anggota kerajaan juga membawa semua

benda-benda pusaka termasuk perlengkapan wayang beber Joko Kembang kuning. Sebagian

dari wayang beber ini menghilang di daerah Gunungkidul, Wonosari dan sebagian lagi

berada di desa Karangtalun, Pacitan yang hingga saat ini masih dipegang dari generasi ke

generasi secara turun menurun. Wayang beber pacitan merupakan wayang yang dimiliki dan

diwariskan secara turun temurun dari dalang pertamanya, Ki Nolodermo yang berasal dari

dusun Gedompol, Desa Karang Talun, Kecamatan Donorojo, Pacitan. Berdasar cerita tutur

yang dihimpun, konon, Ki Nolodermo mendapatkan wayang tersebut dari Prabu Brawijaya

yang mengadakan sayembara karena putri raja yang sakit. Dalam sayembara tersebut

disebutkan bahwa siapapun yang dapat menyembuhkan anaknya yang sakit akan diberikan

balasan yang setimpal dari sang Prabu. Karena kasihan dengan kondisi putri raja, maka Ki

Nolodarmo kemudian datang ke Istana dan berhasil menyembuhkan putri raja. Atas jasanya

tersebut, Ki Nolodarmo mendapatkan hadiah berupa seperangkat gulungan wayang beber dari

prabu Brawijaya.

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 13: MK-Destri Difrensia.pdf

12

4.2. Jenis – Jenis Wayang Beber

1. Wayang Beber Pacitan

Gambar 1. Wayang Beber Pacitan.

Sumber: Wayang Beber (http://eka-sulistiana.blogspot.com/2011/12/wayang-beber.html, diakses 6

Januari 2014)

Gambar 2. Wayang Beber Pacitan.

Sumber : Sejarah Wayang Beber (2011) (http://jogjanews.com/sejarah-wayang-beber-digunakan-untuk-

menaklukan-musuh, diakses 24 November 2013)

Wayang Beber Pacitan asli yang saat ini kondisinya sudah sangat rapuh karena sudah

dipakai selama 14 keturunan. Wayang Beber ini terbuat dari kertas gedog (kertas Ponorogo).

Tokoh pewayangan dilukis menggunakan cat akrilik. Pentas Wayang Beber yang dilakukan

dalang didukung beberapa pengrawit yang masing-masing memainkan kendang, kenong dan

gong kempol, juga rebab. Selain itu, juga ada satu orang yang bertugas melakukan ritual

membakar dupa dan kemenyan selama pentas Wayang Beber. Tentang ritual pembakaran

kemenyan tersebut memang harus dilakukan karena memang sudah menjadi tradisi yang

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 14: MK-Destri Difrensia.pdf

13

harus dilakukan dalam pementasan wayang Beber Pacitan selama ini. Gambar tersebut

menceritakan tentang Joko Kembang Kuning dan Dewi Sekartadji. Dikisahkan, Dewi

Sekartadji melarikan diri dari kerajaan Kediri karena ayahnya ingin menjodohkan dirinya

dengan Klana Gendhing Pito (Prabu Klana Sewandana). Raja Kediri kemudian membuat

sayembara untuk rakyatnya, barangsiapa bisa menemukan Dewi Sekartadji, maka jika yang

menemukan itu pria akan dijadikan suami Sekartadji, tetapi jika yang menemukan itu wanita

akan dijadikan saudara Dewi Sekartadji. Joko Kembang Kuning yang sebenarnya adalah

kekasih Dewi Sekartadji kemudian ikut sayembara tersebut. Akhirnya Joko Kembang Kuning

berhasil memenangkan sayembara tersebut.

2. Wayang Beber Wonosari

Wayang Beber Remeng Mangunjaya, pusaka milik keluarga Ki Gunakarya, dari

Dusun Gelaran, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunung Kidul Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta. Wayang Beber ini biasa disebut Wayang Beber Wonosari.

Dahulu daerah itu termasuk daerah Teritorial Mangkunegaran disebut daerah waris Ngawen ,

meliputi daerah Ngawis, Ngawen dan Karangmojo. Sekarang daerah itu termasuk Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta. Cerita Wayang Beber diangkat dari cerita Mahabharata dan

Ramayana.

Gambar 3. Wayang Beber Wonosari

Sumber: Metamorphosis of Wayang Beber (http://www.thejakartapost.com/news/2013/04/19/the-

metamorphosis-wayang-beber.html, diakses 6 Januari 2014)

Perbedaan paling mendasar yang terdapat antara Wayang Beber Pacitan dan Wayang

Beber Wonosari adalah pada posisi Dalang-nya, jika pada versi Wonosari posisi Dalang

berada di depan Wayang Beber, sedangkan jika versi Pacitan posisi Dalang berada di

belakang Wayang Beber. Namun perbedaaan kedua-nya tidak menjadikan suatu hal yang

begitu prinsip dalam pelestarian budaya dari Wayang Beber itu sendiri, baik Versi Wonosari

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 15: MK-Destri Difrensia.pdf

14

ataupun versi Pacitan telah memiliki ruh dan menjadi ciri khas masing-masing, karena dari

perbedaan kedua versi tersebut didapat sebuah keragaman khasanah budaya juga.

Gambar 4. Posisi Dalang dalam Wayang Beber Wonosari

Sumber: Wayang Beber (http://eka-sulistiana.blogspot.com/2011/12/wayang-beber.html, diakses 6

Januari 2014)

Gambar 5. Posisi Dalang dalam Wayang Beber Pacitan

Sumber: Wayang Beber (http://eka-sulistiana.blogspot.com/2011/12/wayang-beber.html, diakses 6

Januari 2014)

Seiring berjalannya waktu, perkembangan seni pertunjukan Wayang Beber tidak

terhenti hanya terbatas pada pertunjukan dengan gaya tradisi lama. Berbagai pengembangan

dilakukan untuk pertunjukan Wayang Beber, dari yang berbentuk alternatif hingga

kontemporer. Pengertian kontemporer seperti menghubungkan masa lalu yang kemudian

mencoba untuk memaknai kekinian dan merefleksikannya ke masa depan, menjadi semacam

jembatan untuk memahami masa lalu juga. Pembaharu seni Wayang Beber yang masuk

dalam pengembangan Wayang Berber kontemporer adalah Wayang Beber Kota yang berada

di Solo dan Komunitas Wayang Beber Metropolitan yang berada di Jakarta.

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 16: MK-Destri Difrensia.pdf

15

Memahami persoalan Panji itu dalam konteks ekspresi nusantara, dimana sebuah

kebudayaan yang masuk itu justru menyatu terjadi akulturasi dan tidak mengganggu,

sehingga terjadi sebuah ekspresi baru, artinya bahwa semangat dari Panji itu masih bisa di

aktualialisasikan dikomunikasikan dalam konteks masa kini melalui media-media yang lain.

Panji dapat dimaknai sebagai cinta yang hilang lalu kita bisa membuat itu dalam ekspresi

media. Pada dasarnya wayang beber dalam cerita panji itu bercerita tentang pencarian

identitas jati diri ini saya tekankan lagi bahwasanya melalui modernisasi justru bagaimana

kita berkembang dengan akarnya untuk menemukan identitas dan karakteristik diri bangsa itu

inginnya selalu ditekankan di situ, bukan justru lepas dari tradisi atau akar.

3. Wayang Beber Metropolitan

Wayang Beber Metropolitan menggunakan alat musik modern berupa keyboard dan

dua penyanyi sebagai sinden dan penyanyi latar. Penggunaan alat modern tersebut dalam

rangka penyesuaian dengan keadaaan dan situasi masa kini. Keyboard yang digunakan dalam

pementasan untuk memainkan musik campursari populer. Cerita yang dibawakan dalam

pementasan tidak lagi menggunakan Panji itu sebagai sebuah narasi penceritaan, tapi hanya

spirit Panji itu masih melekat dalam bentuk gambar dan penceritaannya. Karena pesan

tentang Panji itu adalah hilangnya cinta kasih, lalu mencoba untuk bangkitkan hal itu melalui

sebuah kesadaran kritik sosial. Seperti hilangnya pasar tradisi yang diganti dengan mal yang

lebih kearah sosial.

Gambar 6. Wayang Beber Metropolitan

Sumber: Wayang Beber Metropolitan (http://waybemetro.wordpress.com/, diakses 6 Januari 2014)

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 17: MK-Destri Difrensia.pdf

16

Cerita tersebut adalah hal tentang hilangnya cinta kasih itu yang diingatkan untuk di

bangkitkan kembali. Bentuk lain pertunjukan Wayang Beber Kontemporer juga dilakukan

oleh Komunitas Wayang Beber Metropolitan di Jakarta. Pengembangan yang dilakukan

disesuaikan dengan kehidupan metropolitan di Jakarta yang menawarkan berbagai hiburan

dan kesenian yang beragam bagi warganya. Komunitas ini mencoba untuk memunculkan

fenomena metropolitan yang ada ke dalam bentuk karya seni pertunjukan Wayang Beber

Kontemporer dan mencoba untuk menjawab permasalahan isu-isu perkotaan tetapi dengan

bentuk kesenian. Walaupun keadaan Wayang Beber semakin langka, tetapi kini ada

komunitas-komunitas pendukung seni pertunjukan Wayang Beber. Seni pertunjukan Wayang

Beber ini, tidak seperti yang ada sebelumnya karena sudah terdapat perubahan-perubahan

dari unsur gambar, cerita dan juga iringan musiknya sehingga bentuk pertunjukannya menjadi

Wayang Beber Kontemporer. Iringan musik dalam pertunjukkan Wayang Beber

Kontemporer juga mempertunjukkan musik yang modern, seperti lagu-lagu pop Indonesia

atau pop Barat, yang diiringi dengan genre Jazz dan penyanyi atau sinden yang menyanyikan

lagu-lagu modern.

4.3. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kelangkaan Wayang Beber

Pada tahun 1880-1900, Wayang Beber masih banyak dipertunjukkan di daerah Jawa

Timur dan Jawa Tengah. Seperti di daerah Kediri, Surabaya, Pacitan, Ponorogo, Sragen,

Surakarta, Klaten dan Wonogiri, tetapi masa sesudah itu Wayang Beber semakin surut

perkembangannya2. Hazeu dalam tulisannya Eine Wayang Beber Vorstellung in Jogjakarta

menyatakan pendapatnya bahwa Wayang Beber yang hanya dipergelarkan untuk upacara

ritual saja di suatu saat nanti akan mengalami perkembangan surut dan akan berkurang

pertunjukkannya. Tulisan Hazeu pada tahun 1902 ternyata terbukti pada masa sekarang,

Wayang Beber sejak masa itu mulai surut pertunjukkannya, dari tahun ke tahun semakin

langka3. Ada beberapa permasalahan yang menentukan perkembangan Wayang Beber.

Permasalahan itu antara lain:

1. Pertunjukkan Wayang Beber adalah pertunjukkan yang tidak menarik. Dalang

menceritakan gambar-gambar itu dengan kata-kata monoton, kesan pertunjukkan

tampak magis dan kaku, kurang menarik dan menjemukan. Lagu iringan

2 Bagyo Suharyono. 2005. Wayang Beber Wonosari. Wonogiri: Bina Citra Pustaka

3 G.A.J. Hazeu, op cit., hlm. 5-6.

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 18: MK-Destri Difrensia.pdf

17

pertunjukkannya juga hanya ada satu gendhing iringan. Gending tersebut juga

monoton, hanya iringan rebab yang tampak dinamis, tetapi juga miskin variasi dalam

iramanya. Keadaan ini sangat berbeda bila dibandingkan dengan pertunjukkan

Wayang Kulit Purwa. Wayang yang berwujud boneka dari kulit dapat digerakkan

secara dinamis, berbicara, menari, berperang, bergerak sedemikian bebasnya, tidak

seperti Wayang Beber, gambarnya tidak dapat bergerak sama sekali.

2. Masalah ceritera Wayang Beber, ceritera dari seperangkat Wayang Beber yang terdiri

dari 6 gulung yang berisi 24 jagong hanya ada satu ceritera. Arti singkatnya

seperangkat Wayang Beber hanya dapat membawakan satu ceritera saja. Ceritera ini

tidak dapat dikembangkan.

3. Isi ceriteranya sendiri. Ceritera Wayang Beber adalah ceritera siklus Panji. Ceritera

Panji adalah ceritera lokal yang banyak diubah dalam berbagai versi. Isi pokoknya

hanyalah masalah perkawinan Panji Inu Kertapati, seorang pangeran putera mahkota

kerajaan Jenggala, dengan seorang puteri raja Kediri yang sebenarnya masih

sepupunya sendiri.

4. Dalam segi kepercayaan, Wayang Beber adalah wayang yang mempunyai mitos

mendalam bagi dalang dan masyarakatnya. Pertunjukkan Wayang Beber hanyalah

berfungsi sebagai sarana pertunjukkan ritual atau peringatan saja.

5. Bagi masyarakat seni tidak tertarik untuk mempelajari Wayang Beber, karena mereka

juga berpendapat bahwa Wayang Beber tidak dpat dikembangkan lagi, sebagai seni

pertunjukkan. Hanya dari segi seni rupa, gambar-gambar Wayang Beber mempunyai

kemungkinan untuk dikembangkan.

4.4. Pembuatan Wayang Beber

Wayang Beber dilukis dengan teknik sungging pada lembaran kertas gedhog, yang

disebut kertas gedhog ini adalah kertas yang dibuat oleh orang jawa asli, dari daerah

Ponorogo. Sejak tahun 1988 sudah nampak dengan jelas adanya pengembangan wayang

beber ke arah seni lukis. Adapun pengembangan yang dilakukan antara lain dalam

penggunaan bahan, alat, teknik, dan proses penciptaan karya, tema karya, unsur-unsur visual

dan prinsip-prinsip penyusunannya. Bahan dan alat yang digunakan untuk melukis adalah

bahan dan alat buatan pabrik. Untuk menciptakan karya seni lukis wayang beber di atas kaca,

bahan dan alat yang digunakan antara lain kaca, cat kayu, kuas, bensin, minyak tanah, rapido

dan tintanya. Untuk menciptakan karya seni lukis wayang beber di atas kain, bahan dan alat

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 19: MK-Destri Difrensia.pdf

18

yang digunakan antara lain kain katun, lem kayu, acrylic, kuas, rapido dan tintanya. Teknik

dan proses penciptaan karya seni lukis wayang beber, baik yang di atas kaca maupun di atas

kain tidak terikat lagi oleh teknik dan proses penciptaan sebagaimana dilakukan dalam

pembuatan wayang beber. Tema karya seni lukis wayang beber di atas kaca dan di atas kain

juga tidak terikat oleh tema yang ada pada wayang beber lama maupun wayang beber baru,

seperti tema yang diambil dari cerita tentang keadaan kerjaan Kediri, Mahabharata, dan

Ramayana.

Gambar-gambar Wayang Beber dibuat dengan teknik sungging yang baik, teliti dan

rumit. Bentuk figur manusia dibuat dengan penggayaan (stilasi), figur tokoh ceritera tampak

lebih besar dibanding figur yang bukan tokoh ceritera. Bentuk muka dibuat setengah miring,

bentuk tubuh diperpanjang (didistorsi). Pewarnaan digunakan bahan warna sungging

tradisional, perbedaan warna menggunakan oerbedaan bertingkat (gradasi-saratan), garis-

garis dibuat lembut dan rumit seperti arsir panjang dan arsir pendek, titik-titik, sembulihan

(meander), dan ikal. Bahan warna dari adonan warna tradisi dan perekat ancur lempeng yaitu

perekat dari lendir ikan laut yang dibuat oleh orang-orang dari daerah Gresik.

Perekat ancur lempeng ini dicairkan dengan air basa jangkang kepuh yaitu kulit sabut

buah kepuh. Basa sabut buah kepuh ini dalam bahasa Jawa disebut londho jangkang kepuh.

Cara membuat basa ini dengan membakar sabut buah kepuh atau jangkang kepuh sampai

membara, kemudian diseduh dengan air bersih. Cairan seduhan ini menjadi air basa yang

disebut londho jangkang kepuh. Perekat ancur lempeng yang berwujud sayatan tipis yang

kering (seperti keripik) akan mencair bila dilarutkan pada air basa dan akan menjadi cairan

perekat yang kuat. Sifat perekat ini waktu basah luntur atau larut oleh air, tetapi sesudah

kering akan tahan air dan tidak luntur. Pada cat modern, pewarna yang bersifat demikian

disebut akrilik. Bahan warna yang dipakai sebagai bubuk warna juga bahan warna tradisi.

Bahkan warna hitam dibuat dari jelaga lampu minyak tanah, jelaga dalam bahasa Jawa

disebut langes atau sulang lampu minyak. Warna putih dari bubuk arang tulang, terbuat dari

tulang yang dibakar dengan cara pembakaran arang. Kemudian arang tulang ditumbuk halus,

akan dihasilkan serbuk warna putih. Warna merah dari bahan warna gincu, khusus bubuk

warna merah ini asalnya dari negeri Cina. Selain untuk menyungging bahan warna merah ini

juga dipakai untuk kosmetika pemerah pipi, juga biasa digunakan sebagai bahan warna untuk

cat bangunan Cina, seperti kelenteng, rumah-rumah Cina, bangunan dan peralatan rumah

tangga, serta meubel Cina.

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 20: MK-Destri Difrensia.pdf

19

Warna kuning dari atal atau atal sela, warna ini didapatkan dari tanah liat hasil

endapan sungai (walet) di daerah tertentu. Atal warnanya kuning kecokelataan, bahan warna

ini dapat berupa bubuk, atau bungkal. Bahan atal selain untuk warna sungging juga dipakai

sebagai kosmetika. Alat dipakai sebagai kosmetika penguning kulit (lulur) untuk pengantin

Jawa. Warna biru didapatkan dari bahan warna nila, dahulu warna ini juga digunakan sebagai

bahan warna biru untuk proses batik. Bahan warna biru nila yang baik didatangkan dari

India. Warna emas adalah prada yang berasal dari Cina. Dibuat dari lempengan emas yang

ditipiskan sangat tipis, cara menempelkan seperti melekatkan kertas gambar tempelan

(Bagyo, 2005:47-48).

4.5. Pertunjukkan Wayang Beber

Prosesi pertunjukan wayang beber berjalan berbeda dengan pementasan wayang pada

umumnya. Perbedaan tersebut terletak pada cara dan cerita yang dimainkan dalam wayang

beber. Pertunjukan wayang beber biasanya dimulai dengan ritual kecil menggunakan sarana

tradisional seperti kemenyan, bunga setaman dan beberapa sesaji lainnya yang digunakan

sebagai sarana memohon keselamatan dan kelancaran kepada Tuhan agar pertunjukan yang

dilakukan mampu berjalan dengan lancar. Sesudah itu, prosesi pertunjukan dimulai. Cara

yang dipakai dalam pertunjukkan Wayang Beber, gambar jagong wayang dipertunjukkan satu

demi satu, setelah habis satu gulung diganti dengan gulungan lainnya, demikian seterusnya

sampai selesai satu ceritera. Tempat untuk menancapkan tongkat penggulung gulungan

Wayang Beber menjadi satu dengan tempat menyimpan gulungan Wayang Beber tersebut.

Bentuk tempat penyimpanan gulungan Wayang Beber tersebut juga cukup unik dan berkesan

sederhana namun sakral.

Cara membeber gulungan dengan memutar seligi di sisi kanan dalang, dengan

demikian akan terlihat gambar-gambar jagong dari gulungan paling kanan, bergerak ke

gulungan paling kiri. Pertunjukkan Wayang Beber, dalang membeber gulungan dengan

menuturkan narasi atau ceritera, disebut catur, menuturkan dialog disebut ginem, narasi

pembuka disebut janturan, dan nyanyian narasi yang disebut sulukan. Dalang sebagai

narator, penuturan ceritera diiringi suara musik gamelan. Dalang memberi aba-aba atau tanda

untuk para penabuh gamelan yang disebut niyaga dengan mengetuk-ketukan tongkat kayu ke

kotak ampok. Tongkat kayu untuk aba-aba disebut tuding, gunanya untuk memberikan aba

ketukan pada kotak ampok yang mengisyaratkan irama gamelan. Seperti gamelan mulai

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 21: MK-Destri Difrensia.pdf

20

ditabuh, gamelan ditabuh dengan irama cepat, gamelan irama lambat, gamelan irama keras,

irama pelan, dan gamelan berhenti.

Wayang Beber memiliki nilai-nilai religi di dalamnya. Nilai-nilai religi tersebut

terdapat didalam bentuk boneka, sastra, pertujukan dan penari-penari wayang. Contoh konkrit

terdapatnya nilai-nilai religi dalam wayang adalah penggunaan wayang sebagai salah satu

perangkat upacara. Seperti pada upacara ruwatan wayang digunakan sebagai sarana

pembuangan bala atau kesialan dengan cara diadakan pertunjukan wayang. Wayang Beber

biasanya dipentaskan untuk upacara ruwatan. Wayang ini berbentuk lukisan di atas kertas,

dengan roman seperti wayang kulit purwa hanya kedua matanya nampak. Sikap wayang

bermacam-macam, ada yang duduk bersila, sedang berjalan, sedang berperang dan

sebagainya. Lukisan wayang beber berjumlah 6 gulung, dan tiap gulung berisi 4 jagong atau

adegan. Dalang menggelar tiap gulungan tiap gulungan dengan cara membeberkannya di atas

kotak gulungan.

Urutan pertunjukkan :

1. Dalang membakar kemenyan, kemudian membuka kotak dan mengambil tiap

gulungan menurut kronologi cerita.

2. Dalang membeberkan gulungannya pertama dan seterusnya, dengan membelakangi

penonton.

3. Dalang mulai menuturkan janturan (narasi).

4. Setelah janturan, mulailah suluk (Lagu penggambaran) yang amat berbeda dengan

umumnya suluk wayang purwa

5. Setelah suluk, dimulailah pocapan berdasarkan gambar wayang yang tengah

dibeberkan. begitu seterusnya sampai seluruh gulungan habis dibeberkan dan

dikisahkan.

Seluruh pertunjukkan diiringi dengan seperangkat gamelan Slendro yang terdiri dari

rebab, kendang batangan, ketuk berlaras dua, kenong, gong besar, gong susukan, kempul.

Penabuhnya cukup 4 orang saja yakni sebagai penggesek rebab, petigendang, penabuh ketuk

kenong, dan penabuh kempul serta gong. Patet yang digunakan hanya patet nem dan patet

sanga.Lama pementasan hanya sekitar satu setengah jam saja, dapat dilakukan siang hari

ataupun malam hari. Setiap pagelaran wayang beber harus ada sesaji yang terdiri dari

kembang boreh, ketan yang ditumbuk halus, tumpeng dan panggang ayam, ayam hidup, jajan

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 22: MK-Destri Difrensia.pdf

21

pasar (kue-kue) dan pembakaran kemenyan. Untuk upacara ruatan atau bersih desa perlu ada

tambahan sesaji berupa sebuah kuali baru, kendi baru dan kain putih baru.

4.6. Fungsi Wayang Beber

Fungsi Wayang Beber tidak hanya sebagai sarana pertunjukkan ritual ruwatan, tetapi

juga sebagai pertunjukkan yang digunakan untuk peringatan, untuk memperingati suatu

peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Peringatan tersebut antara lain:

1. Peringatan perempuan hamil tujuh bulan (mitoni), agar kehamilan selamat hingga

melahirkan dalam keadaan baik dan sehat, dapat diperingati dengan pertunjukkan

Wayang Beber.

2. Peringatan di waktu seorang wanita hamil tua, atau jika seorang wanita yang lama

tidak mengalami kehamilan sesudah masa perkawinannya. Pada masa wanita itu

mengandung tua dapat diperingati dengan pertunjukkan Wayang Beber. Peringatan

tersebut bermaksud agar di waktu melahirkan dapat berjalan dengan lancar dan

selamat tidak mengalami gangguan atau kesulitan.

3. Peringatan kelahiran seorang bayi, apabila seorang bayi telah lahir dengan selamat,

pada hari kelima (sepasaran) atau tiga puluh lima hari sesudah kelahiran (selapanan),

dapat diperingati dengan pertunjukkan Wayang Beber

4. Perkawinan. Pada waktu perjamuan perkawinan dapat mengadakan pertunjukkan

Wayang Beber

5. Bersih Desa, pertunjukkan ini dilakukan untuk sekelompok masyarakat desa, biasanya

dilaksanakan sesudah masa panen yang berhasil .

6. Mendatangkan hujan, dilakukan oleh masyarakat untuk menyelamatkan mereka dari

bencana kekeringan.

4.7. Nilai-nilai yang Terkandung dalam Wayang Beber

Nilai seni yang terdapat dalam Wayang Beber adalah seni drama, seni musik, seni

sastra, seni lukis. Seni drama dapat dilihat melalui prtunjukan wayang secara langsung. Seni

drama merupakan sebuah kesenian dimana terdapat narasi, dan dialog antar tokoh. Apabila

wayang dimainkan maka terdapat aspek-aspek tersebut. Seni musik yang terdapat dalam

wayang adalah suara dentingan gamelan dan nyanyian yang dinyanyikan oleh sinden atau

terkadang oleh dalang. Seni sastra yang terdapat dalam wayang adalah pengambilan ide cerita

yang berasal dari karya-karya sastra yang dihasilkan oleh pujangga-pujangga, seperti

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 23: MK-Destri Difrensia.pdf

22

Mahabharata dan Ramayana. Dalam wayang seolah-olah orang Jawa tidak hanya berhadapan

dengan teori-teori umum tentang manusia, melainkan jenis hidup dan kelakuan manusia

digambarkan secara konkrit. Pada hakekatnya seni pewayangan mengandung konsepsi yang

dapat dipakai sebagai pedoman sikap dan perbuatan dari kelompok sosial tertentu. Konsepsi-

konsepsi tersebut tersusun menjadi nilai nilai budaya yang tersirat dan tergambar dalam alur

cerita-ceritanya, baik dalam sikap pandangan terhadap hakekat hidup, asal dan tujuan hidup,

hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan lingkungannya serta hubungan

manusia jawa dengan manusia lain.

Nilai falsafah dalam Wayang Beber. Filsafat dan wayang, keduanya tidak dapat

dipisahkan. Berbicara tentang wayang berarti kita berfilsafat. Wayang adalah filsafat Jawa.

Karena wayang mengambil ajaran-ajarannya dari sumber sistem-sistem kepercayaan, wayang

pun menawarkan berbagai macam filsafat hidup yang bersumber pada sistem-sistem

kepercayaan tersebut.

1. Etika

Bidang yang bersifat normatif, yang bersangkut paut dengan kesusilaan (akhlak, moral),

merupakan salah satu bidang filsafat yang disebut etik atau etika. Dalam hal ini, etik memberi

nilai buruk atau baik atas perbuatan seseorang. Dengan demikian, etik atau etika (ethice),

merupakan filsafat tingkah laku yang di dalamnya memuat perihal penilaian, yaitu penilaian

terhadap tindakan yang dapat dikatakan baik atau buruk berdasarkan ukuran-ukuran tertentu.

Hal ini sesuai dengan konsep etika menurut wayang yakni mendidik manusia ke arah tingkah

laku yang sempurna, yang dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

2. Estetika

Estetika (estetis) adalah cabang filsafat yang mempersoalkan seni (art) dan keindahan

(beauty). Istilah art (seni) berarti seni, keterampilan, ilmu, atau kecakapan. Keindahan atau

estetika merupakan bagian dari sebuah filsafat, sebuah ilmu yang berintikan logika, estetika,

metafisika, dan epistemologi. Batasan keindahan sulit dirumuskan. Karena keindahan itu

abstrak, identik dengan kebenaran. Maka batas keindahan pada sesuatu yang indah, dan

bukannya pada “keindahan sendiri”.

Nilai – nilai universal yang terkandung dalam wayang seperti kejujuran, keadilan,

empati, tanggungjawab, dan saling menghargai sangat penting dalam membangun karakter

bangsa Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, wayang seringkali dijadikan rujukan nilai. Salah

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 24: MK-Destri Difrensia.pdf

23

satu karakteristik bahwa bangsa sudah kehilangan kepribadian adalah sudah tidak punya

rujukan nilai.

1. Cerita Wayang dapat Dipakai sebagai Alat Pengajaran

Cerita-cerita wayang dapat mengajarkan manusia untuk mencapai hidup yang selaras,

harmonis dan bahagia. Wayang menampilkan contoh-contoh perilaku baik dan jahat,

namun pada akhirnya perilaku jahat akan kalah oleh kebaikan. Dengan bercerita atau

mendongeng, wayang membentuk ide0ide, kepercayaan, moralitas dan tingkah laku

dari semua budaya, dari generasi ke generasi.

2. Cerita Wayang dapat Menyampaikan Informasi

Cerita wayang dapat menyampaikan informasi apa saja, baik ajaaran moral maupun

kebijakan pemerintah.

3. Cerita Wayang dapat Mengajarkan Nilai-Nilai Universal

Terdapat nilai-nilai positif yang bisa dipetik bagaimana kepatuhan dan rasa hormat

kepada orang yang lebih tua.

4. Cerita Wayang dapat Mengubah Perilaku dan Menyembuhkan

Cerita-cerita wayang dapat mengajarkan tentang teladan bahwa seseorang dapat

mengubah perilaku, yakni mengesampingkan kepentingan pribadi untuk kepentingan

yang lebih besar. Perubahan sikap tersebut jika dilakukan dengan ikhlas dapat

mmulihkan kondisi, baik lahir maupun batin orang lain yang sedang mengalami

penderitaan.

5. Kesimpulan

Wayang yang tumbuh dan berkembang di Indonesia banyak jenisnya. Penamaan dan

penyebutan wayang sederhana sifatnya, hal ini sesuai dengan latar belakang keberadaan serta

referensi wayang tersebut, seperti penamaan wayang berdasar pada sumber cerita, bahan

boneka, daerah asal dan penyebaran, fungsinya, dan unsur yang dominan dalam pertunjukan

wayang.

Wayang Beber adalah seni wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa

pra Islam dan masih berkembang di daerah-daerah tertentu di Pulau Jawa. Dinamakan

wayang Beber karena berupa lembaran lembaran (beberan) yang dibentuk menjadi tokoh

tokoh dalam cerita wayang seperti Mahabharata maupun Ramayana. Jenis pertunjukkan

wayang dengan gambar-gambar sebagai objek pertunjukkan. Gambar-gambar tersebut

dilukiskan pada selembar kertas atau kain, gambar dibuat dari satu adegan menyusul dengan

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 25: MK-Destri Difrensia.pdf

24

adegan lain dan diceritakan satu demi satu oleh Dalang. Gambar-gambar tersebut

dipertunjukkan dengan cara membentangkan (membeber) gulungan. Gambar-gambar tersebut

dilukiskan pada selembar kertas atau kain, gambar dibuat dari satu adegan menyusul dengan

adegan lain dan diceritakan satu demi satu oleh Dalang. Ketika pertunjukkan, Dalang

menuturkan ceritera dengan diiringi musik gamelan. Pertunjukkan wayang beber memiliki

fungsi yang diadakan dalam setiap acara atau ritual, seperti Peringatan perempuan hamil

tujuh bulan (mitoni), Peringatan di waktu seorang wanita hamil tua, Peringatan kelahiran

seorang bayi, bersih desa, perkawinan, untuk mendatangkan hujan, dan lain-lain. Terdapat

macam-macam Wayang Beber yang berasal dari beberapa daerah, yaitu, Wayang Beber

Wonosari, Wayang Beber Pacitan, dan terdapat juga Wayang Beber yang berubah menjadi

modern yaitu Wayang Beber Metropolitan. Wayang Beber Metropolitan mengikuti arus

modern yang ada di zaman modern seperti ini tanpa mengubah nilai-nilai yang ada di dalam

Wayang Beber tersebut. Pengembangan yang dilakukan disesuaikan dengan kehidupan

metropolitan di Jakarta yang menawarkan berbagai hiburan dan kesenian yang beragam bagi

warganya.

Nilai seni yang terdapat dalam Wayang Beber adalah seni drama, seni musik, seni

sastra, seni lukis. Seni drama dapat dilihat melalui prtunjukan wayang secara langsung. Seni

drama merupakan sebuah kesenian dimana terdapat narasi, dan dialog antar tokoh. Apabila

wayang dimainkan maka terdapat aspek-aspek tersebut. Seni musik yang terdapat dalam

wayang adalah suara dentingan gamelan dan nyanyian yang dinyanyikan oleh sinden atau

terkadang oleh dalang. Nilai – nilai universal yang terkandung dalam wayang seperti

kejujuran, keadilan, empati, tanggungjawab, dan saling menghargai sangat penting dalam

membangun karakter bangsa Indonesia. Nilai-nilai religi tersebut terdapat didalam bentuk

boneka, sastra, pertujukan dan penari-penari wayang. Contoh konkrit terdapatnya nilai-nilai

religi dalam wayang adalah penggunaan wayang sebagai salah satu perangkat upacara.

Seperti pada upacara ruwatan wayang digunakan sebagai sarana pembuangan bala atau

kesialan dengan cara diadakan pertunjukan wayang. Mewariskan dan menginternalisasi nilai-

nilai khasanah kebudayaan Jawa, sarana yang efektif, yakni melalui wayang. Wayang dalam

kehidupan sangatlah penting terutama dalam memahami karakter dan nilai-nilai kehidupan

masyarakat Jawa. Wayang sebagai tradisi sangat penting karena dalam wayang terkandung

nilai-nilai yang menyangkut religi, falsafah hidup, dan seni yang mengakar pada jiwa orang

jawa, sehingga dapat membentuk kepribadian yang luhur.

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 26: MK-Destri Difrensia.pdf

25

6. Saran

Perlu adanya kebijakan pemerintah pusat maupun daerah untuk menunjang

keberadaan wayang beber sebagai media komunikasi dalam memperkenalkan budaya Jawa.

Misalnya, rutin di setiap bulannya diadakan pertunjukan wayang beber di setiap daerah, agar

masyarakat dapat mengenal warisan budaya Jawa dan wayang beber tidaka semaikn surut dan

langka.

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 27: MK-Destri Difrensia.pdf

26

Daftar Pustaka

Buku

Guritno, Pandam. 1989. Wayang Kebudayaan Indonesia dan Pancasila. Jakarta: Universitas

Indonesia Press.

Hazeu, G.A.J. 1987. Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Toneel. Leiden: E.J. Brill.

Hazeu, G.A.J. 1902. Eine Wajang Beber Vorstellung in Jogjakarta. Batavia: Notulen van

Directie Vergadering van het Bataviaasch Genootschap van Kunsteen en

Wetenschappen.

Heru S Sudjarwo, dkk. 2010. Rupa & Karakter Wayang Purwa: Dewa, Ramayana,

Mahabharata. Jakarta: Kaki Langit Kencana.

Koentjaraningrat. 1969. Pengantar Antropologi. Jakarta: P.D. Aksara.

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: PN Balai Pustaka.

Murtiyoso, Bambang, dkk. 2004. Pertumbuhan dan Perkembangan Seni Pertunjukkan

Wayang. Surakarta: Citra Etnika Surakarta.

Nazir, Mohammad. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Suharyono, Bagyo. 2005. Wayang Beber Wonosari. Wonogiri: Bina Citra Pustaka

Sujamto. 1992. Wayang dan Budaya Jawa. Semarang: Effharr dan Dahara Prize.

Sumber Internet

Sejarah Wayang Beber (2011) (http://jogjanews.com/sejarah-wayang-beber-digunakan-

untuk-menaklukan-musuh, diakses 24 November 2013)

The Metamorphosis of Wayang Beber (2013)

(http://www.thejakartapost.com/news/2013/04/19/the-metamorphosis-wayang-

beber.html, diakses 6 januari 2014)

Wayang Beber (2012) (http://sosbud.kompasiana.com/2012/10/24/wayang-beber-yang-muda-

yang-melestarikan-budaya-498124.html, diakses 04 Desember 2013)

Wayang Beber (2011) (http://eka-sulistiana.blogspot.com/2011/12/wayang-beber.html,

diakses 6 januari 2014)

Artikel Jurnal

Darmoko. Wayang dan Negara: Sebuah Tinjauan Simbolik Ideologi-Politik. 8 Juli 2012

Sudrajat, Unggul. 2011. Wayang Beber Pacitan, Melangkah Menuju Beberologi.

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014

Page 28: MK-Destri Difrensia.pdf

27

Kamus

Tim Redaksi KBBI PB. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi Keempat.

PT Gramedia Pustaka Utama.

Poerwadarminta, W.J.S. 1939. Baoesastra Djawa, Batavia, Groningen: J.B. Wolters.

Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014