mifo

download mifo

of 155

Transcript of mifo

BISNIS & MANAJEMENJurnal Ilmiah Berkala Empat Bulanan, ISSN 1411 - 9366 Volume 5 No.3, Mei 2009ANALISIS PENGARUH SELEBRITI ENDORSER TERHADAP BRAND IMAGE PADA IKLAN PRODUK KARTU PRABAYAR XL BEBAS DI BANDAR LAMPUNG Driya Wiryawan, Anisa Pratiwi SISTEM INFORMASI STRATEGIK: MENUNJANG STRATEGIC AGILITY DAN MENUJU KEUNGGULAN KOMPETIIF Ayi Ahadiat THE ROLE OF CELEBRITY ENDORSE IN ADVERTISING BEAUTY PRODUCT (CASE ON LUX SOAP ADVERTISEMENT) IN BANDARLAMPUNG Rinaldi Bursan, Anisa Kartika Sari PENGARUH STRES KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI BAGIAN PELAYANAN PADA DINAS KEPENDUDUKAN KOTA BANDAR LAMPUNG Habibullah Jimad, Iin Apriyani PRIORITAS PENGENDALIAN RESIKO LINGKUNGAN DAN ASURANSI LINGKUNGAN Toto Gunarto, Dudung Darusman, Surjono H. Sutjahjo, Hikmat Ramdan ANALISIS LOYALITAS MEREK (STUDI PADA PRODUK TABUNGAN DI PROVINSI LAMPUNG) Mahrinasari THE FINANCIAL PERFORMANCE ANALYSIS OF PT INDOFOOD SUKSES MAKMUR BEFORE AND AFTER BONDS ISSUANCE Zulkarnain

Jurnal

JURNAL BISNIS dan MANAJEMEN

Vol. 5

No.3

Hal. 235-348

Bandarlampung Mei 2009

ISSN 1411 - 9366

Volume 5 No. 3, Mei 2009

ISSN 1411 - 9366

JURNAL BISNIS DAN MANAJEMENTIM REDAKSIPenanggung Jawab Pembina : Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.Sc. (Rektor Universitas Lampung) : Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.Sc. (Pembantu Rektor I Universitas Lampung) : Dr. John Hendri, M.S. (Ketua Lembaga Penelitian Universitas Lampung) : Toto Gunarto, S.E., M.S. (Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Lampung) : Hj. Mahrinasari, S.E., M.B.A. Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung : Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si. : Dr. Irham Lihan, S.E., M.Si. Dr. Sri Hasnawati, S.E.. M.M. Iban Sofyan, S.E., M.M. Aripin Ahmad, S.E., M.Si. Zulkarnain, S.E., M.B.A. Dariyus, S.E., M.M. Ribhan, S.E., M.Si. Ernie Hendrawaty, S.E., M.Si. : : : : : : : Hj. Aida Sari, S.E., M.Si. Rinaldi Bursan, S.E., M.Si. Prakarsa Pandjinegara, S.E., M.E. Hi. Habibullah Jimad, S.E., M.Si. Prayugo Nasirudin Gedung A Lantai 2, Fakultas Ekonomi Unila Jl. Prof. Sumantri Brojonegoro no. 1 Gedungmeneng - Bandarlampung, 35145 Telp. : (0721) 773465 Email : [email protected] Website : http://fe-manajemen.unila.ac.id/~jbm

Pemimpin Umum

Dewan Editor Ketua Anggota

Redaksi Pelaksana Ketua Wakil Ketua Sekretaris Bendahara Tata Usaha dan Kearsipan Distribusi dan Sirkulasi Alamat Redaksi

Jumal Bisnis dan Manajemen merupakan media komunikasi ilmiah, diterbitkan tiga kali setahun oleh Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, berisikan ringkasan hasil penelitian, penelitian, tesis, dan disertasi.

Volume 5 No. 3, Mei 2009

ISSN 1411 - 9366

JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN

DAFTAR ISIAnalisis Pengaruh Selebriti Endorser Terhadap Brand Image Pada Iklan Produk Kartu Prabayar XL Bebas di Bandar Lampung Driya Wiryawan, Anisa Pratiwi ... Sistem Informasi Strategik: Menunjang Strategic Agility dan Menuju Keunggulan Kompetiif Ayi Ahadiat .... The Role Of Celebrity Endorse In Advertising Beauty Product (Case On Lux Soap Advertisement) In Bandarlampung Rinaldi Bursan, Anisa Kartika Sari ... Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Bagian Pelayanan Pada Dinas Kependudukan Kota Bandar Lampung Habibullah Jimad, Iin Apriyani .. Prioritas Pengendalian Resiko Lingkungan dan Asuransi Lingkungan Toto Gunarto, Dudung Darusman, Surjono H. Sutjahjo, Hikmat Ramdan.. Analisis Loyalitas Merek (Studi Pada Produk Tabungan Di Provinsi Lampung) Mahrinasari .... The Financial Performance Analysis Of Pt Indofood Sukses Makmur Before And After Bonds Issuance Zulkarnain ....

235

265

279

303

323

335

365

ANALISIS PENGARUH SELEBRITI ENDORSER TERHADAP BRAND IMAGE PADA IKLAN PRODUK KARTU PRABAYAR XL BEBAS DI BANDAR LAMPUNGDriya Wiryawan 1, Anisa Pratiwi2ABSTRACT PT Excelcomindo Pratama tbk is one of telephone companies has service product named XL Bebas. XL promoting their product by introduced and stimulated consumer intention that frightened them to trying, buying and over consuming product. This research has a background in using of celebrity endorse incessantly. Success of efforts to build brand image was caused by consumer perception toward celebrity who become icon of this product. Troubleshoot that lifted in this research is : Are celebrity endorse in advertise XL Bebas product influence brand image of this product at BandarLampung?. The aim of this research is to detect influence of celebrity endorse toward brand image of XL Bebas product at BandarLampung. Sample withdrawal in this research is done by using purposive sampling method, the amount of the samples are 100 respondents. Quantitative method analysis data is using discriminant three factors analysis. Reliability Test using alpha croanbach and the result for all variables are more than 0,5, thereby it can be declared that measuring instrument that used is reliable. Validity test using factor analysis and there were 23 questions that declared valid from all questions that submitted. According to the result of discriminant analysis, all four variables of celebrity endorse has signifikan digit less than 0,5. It shows that theres an influence and difference of consumer perception toward celebrity endorse XL Bebas as Corporate Image, User Image, and Product Image. Celebrity Attractiveness variable is discriminates the most. The suggestion that given to the company is the company must more pay attention Celebrity Attractiveness factors in celebrity endorse self. Key word: consumer, celebrity endorse, promoting

1 2

Dosen Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung Alumni Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung

I. PENDAHULUAN Pertumbuhan dan perkembangan perekonomian yang terjadi saat ini sangat bergantung pada perubahan penggunaan teknologi dan informasi. Saat ini, semua lapisan masyarakat dari lapisan elit sampai pembantu rumah tangga dari kota besar ataupun pelosok-pelosok di seluruh Indonesia dapat mengakses sarana telekomunikasi yang ada. Pertumbuhan pelanggan telepon seluler sampai dengan tahun 2006 sangat berfluktuatif namun masih menunjukkan prospek yang baik. Angka perputaran pelanggan telepon seluler di Indonesia diperkirakan mencapai 8,6 persen dalam sebulan (tempo, 2007, www.antara.co.id). Salah satu produk sarana telekomunikasi yang saat ini mengalami perkembangan pasar cukup pesat adalah kartu perdana (Starterpark). Banyak produk kartu perdana bermunculan mengikuti zaman sesuai dengan kebutuhan konsumen yang ditawarkan dengan merek yang berbeda. Dengan adanya berbagai merek kartu seluler, maka berdampak pula pada ketatnya persaingan untuk mendapatkan konsumen sehingga menuntut pihak manajemen perusahaan untuk lebih berhatihati dalam melaksanakan kegiatan pemasarannya. Untuk itulah dalam menghadapi persaingan perlu merumuskan strategi pemasaran atau kebijakan perusahaan yang tepat. Kartu prabayar XL Bebas termasuk merek operator seluler yang pangsa pasarnya berada di atas merek merek operator seluler lain, seperti SIMPATI dan MENTARI yang juga merupakan pesaing utama di bidang layanan komunikasi. Dalam menghadapi persaingan yang begitu ketat, XL melakukan berbagai strategi pemasaran, salah satunya dengan melakukan promosi melalui iklan. Di dalam pembuatan iklan tak luput dari peran selebriti sebagai endorser. Iklan kartu prabayar XL bebas digunakan sebagai studi kasus dengan alasan utama yaitu penggunaan para selebriti dalam iklannya sebagai endorser. Dalam iklan tersebut, para selebriti menjelaskan berbagai fitur layanan komunikasi yang ditawarkan oleh kartu prabayar XL bebas dan bagaimana kartu prabayar tersebut memberikan kemudahan dalam keseharian mereka. Penelitian ini di latarbelakangi oleh gencarnya penggunaan selebriti endorser di berbagai iklan dalam menghadapi persaingan. Saat ini, penggunaan selebriti dalam berbagai iklan terbukti sangat efektif untuk membentuk stopping power bagi penonton. Kehadiran selebriti dimaksudkan untuk mengkomunikasikan suatu merek produk dan membentuk identitas serta menentukan brand image produk yang diiklankan. Pemakaian selebriti sebagai daya tarik iklan (advertising appeals) dinilai dapat mempengaruhi preferensi konsumen karena selebriti dapat menjadi reference group yang mempengaruhi perilaku konsumen. 236

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 5 No.3 Mei. 2009

Kotler (2005:123) mengatakan bahwa kini terdapat dua pilihan bagi perusahaan, yaitu beriklan di sejumlah saluran media pada slot waktu yang sama. Kedua, beriklan di berbagai event besar yang menarik khalayak luas. Keberhasilan upaya membangun brand image salah satunya ditentukan oleh persepsi konsumen terhadap selebriti yang menjadi ikon produk tersebut. Dengan dipersepsikannya seorang selebriti endorser secara positif oleh masyarakat, diharapkan positif pula brand image yang terbentuk di benak konsumen. Boyd, Harper W. Walker, Orville C dan Larreche, Jean Claude (2000:65) mengatakan bahwa perusahaan mengembangkan program pemasarannya melalui penggunaan iklan, penjualan pribadi, promosi penjualan, dan hubungan masyarakat yang dimana semuanya merupakan komponen komponen bauran promosi. Program promosi yang diterapkan kartu prabayar XL Bebas sebagai merek pemimpin pasar adalah dengan mengkombinasikan berbagai media komunikasi pemasaran untuk membentuk suatu konsep utuh dalam mencapai tujuan pemasaran yang disebut dengan konsep Integrated Marketing Communication (IMC). Berikut adalah beberapa program yang dominan diterapkan oleh kartu prabayar XL Bebas : 1. Advertising Kartu prabayar XL Bebas melakukan promosi melalui iklan di televisi dan majalah seperti Gadis, GoGirl, Kartini, Aneka dan lain lain. Media lain yang digunakan adalah mensponsori peluncuran album Group Band seperti Peterpan yang sedang populer dan menampilkan logo pada sampul kaset atau CD lagu tersebut. Selain itu juga melalui media spanduk, poster dan billboard yang dapat kita lihat di beberapa posko polisi lalu lintas yang bertuliskan XL Jangkauan Luas. Sales promotion Media sales promotion juga digunakan untuk melawan pesaing yang sedang terlibat dalam perang tarif dengan memberikan potongan tarif sms atau tarif bicara. Selain itu, kartu prabayar XL Bebas juga memberikan bonus pulsa, bonus sms, tentunya dengan syarat tertentu yang bertujuan pengguna terus mempertahankan masa aktif kartu selulernya. Events and experiences Sponsorship XL memasang nama di stadion, seragam tim basket ASPAC dan atlet perorangan untuk memperluas keterpaparan perusahaan. XL juga sering mengirimkan para crew-nya untuk menonton talkshow Empat Mata yang 237

2.

3.

dipandu oleh Tukul. Di acara itu, para crew XL menggunakan kaos bertuliskan produk XL Bebas dan Tukul seringkali menyebutkan nama XL. Dalam menyelenggarakan event, konser musik merupakan salah satu event yang sering digunakan. Konser musik mampu mengundang pengunjung yang sangat banyak terutama dari kaum muda dan dapat menjadi media yang efektif untuk mengkomunikasikan produk. Dalam hal ini, XL memiliki ciri khas dengan menggunakan band yang paling fenomenal di Indonesia yaitu Peterpan, dengan selalu menjadi sponsor utama konser dan promo tour Peterpan di seluruh Indonesia. 4. Public relation dan publicity Kadangkala di beberapa sesi infotainment diselipkan beberapa pengakuan selebritis yang menggunakan kartu prabayar XL Bebas. Misalnya saja Luna Maya dan para personil Peterpan yang memperlihatkan penggunaan kartu XL dalam keseharian mereka pada saat diwawancarai oleh infotainment. Hal ini ditujukan untuk membentuk Word of Mouth (WOM) kepada audience. Selain itu, XL juga melakukan kegiatan peduli lingkungan (Corporate Social Responsible) di beberapa daerah dan kota kota besar seperti Jakarta dan Bandung. Personal selling Komunikasi produk melalui personal selling disampaikan oleh Sales Promotion Girl/Boy yang memberi informasi produk secara langsung kepada pembeli potensial. Hal ini banyak ditemukan di pusat perdagangan handphone atau selama pameran. Penerapan personal selling standar dilakukan XL untuk membentuk impulse buying atau pembelian yang tidak terencana. Direct marketing Kartu prabayar XL Bebas juga menggunakan media direct marketing seperti penyampaian pesan melalui SMS dan e-mail. Namun penggunaannya terbatas pada pada pelanggan XL Bebas, terutama untuk mengkomunikasikan program promosi dan mengingatkan waktu pengisian ulang.

5.

6.

238

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 5 No.3 Mei. 2009

Tabel 1.

Peningkatan Jumlah Pelanggan Kartu Prabayar XL Bebas (Activesub) di Bandar LampungJumlah Pelanggan (Ribu Jiwa) 294,48 475,20 542,25 450 Perubahan (%) 65,44 105,60 120,5 291,54 72,885

Periode Desember 2006 Juni 2007 Desember 2007 Juni 2008 Jumlah Rata-rata

Sumber : PT. Excelcomindo Pratama tbk Bandar Lampung, 2008

Tabel 1 memperlihatkan adanya kenaikan jumlah pelanggan XL sepanjang tahun 2006-2008 di wilayah Bandar Lampung dan sekitarnya. Data yang digunakan tersebut dilihat dari nomor GSM pelanggan yang masih aktif digunakan (Active-sub). Untuk dapat mendeteksi nomor GSM para pelanggan yang berada di wilayah tersebut digunakan POC (Purchase of Charge) yang menunjukkan adanya sinyal atau jaringan. PT Excelcomindo Pratama tbk (XL) di Bandar Lampung merupakan salah satu operator selular yang mengalami pertumbuhan yang sangat berarti pada periode tersebut. Pelanggan XL meningkat 120,5 % dari pada Semester I 2007 menjadi pada Semester I 2008. Angka tersebut menunjukkan peningkatan yang sangat drastis untuk jumlah pelanggan XL Bebas di Bandar Lampung. Pencapaian ini menunjukkan bahwa pelanggan memberikan apresiasi yang positif untuk layanan XL yaitu memadukan antara kualitas layanan dengan tarif yang terjangkau. Pertumbuhan jumlah pelanggan tersebut merupakan hasil dari penerapan strategi promosi XL yang mulai diimplementasikan pada tahun 2006 dan mendapatkan respon yang positif dari pasar. Strategi ini pula yang mengantarkan XL meraih sejumlah penghargaan dari berbagai lembaga, baik dari dalam maupun luar negeri (Lihat Tabel 2). Tabel 2. Penghargaan yang telah diraih oleh PT.Excelcomindo Pratama tbk.No 1 Lembaga / Jenis Majalah Mix Kategori Penghargaan Penghargaan PR Program & People of the Year sebagai The 2nd Runner Up Winner in Overall Categories untuk Product Brand PR Program pada tanggal 19 Januari 2007 di Jakarta Penghargaan Gold Service Quality Award merupakan tingkat tertinggi kedua. Penghargaan ini diberikan berdasarkan timbal balik dari pelanggan yang dikumpulkan melalui wawancara personal. Penghargaan kategori The Best Innovation in Marketing.

2

Marketing Magazine and Center of Customer Satisfaction & Loyalty Majalah Mix

3

239

No 4

Lembaga / Jenis Dunamis Organization Services

5 6 7 8

Majalah SWA Majalah Seluler Majalah Seluler Telekom Malaysia

9

MURI

10

Majalah Mix

Kategori Penghargaan Penghargaan Indonesian MAKE (Most Admire Knowledge Enterprise/Perusahaan Berbasis Pengetahuan yang paling Dikagumi) Winner 2007 pada tanggal 1 Agustus 2007. The Best E-Corp 2007 untuk kategori The Best IT System pada tanggal 4 April 2007. Penghargaan Best Customer Care Seluler Award 2007 pada tanggal 4 April 2007. Penghargaan Best Prepaid GSM Seluler Award 2007 untuk produk bebas pada tanggal 4 April 2007. Penghargaan berupa Group CEO Merit Award for Performance Improvement Program. Penghargaan diberikan atas inovasi XL di bidang konstruksi jaringan dengan menciptakan struktur Menara (Tower) BTS Kaki 3 atau yang lebih dikenal dengan The Triangle Tower. Kelebihan dari struktur ini adalah pada strukturnya yang kuat, aman dan sederhana serta waktu pembangunan yang singkat (satu bulan), sehingga dapat mengurangi biaya produksi sampai 40% dibandingkan dengan menara konvensional. Stiker super besar bergambar Spiderman di dinding graha XL memecahkan rekor sebagai stiker terbesar di Indonesia, berukuran 37,7 x 41,86 meter. Stiker tersebut adalah bagian dari kampanye promosi tarif XL bebas Rp 1/detik. Penyerahan sertifikat pemecahan rekor MURI berlangsung tanggal 27 Juni 2007 di graha XL, Jakarta. Penghargaan The Best Tariff untuk produk bebas selama 2007 di bulan Desember 2007.

Sumber : www.xl.co.id Periode Januari Desember Tahun 2007 Fenomena persaingan antar operator seluler yang menggunakan selebriti endorser dapat terlihat sejak awal Oktober 2007. SIMPATI semula memasang Indra Bekti sebagai ikon dan pada akhir Oktober menayangkan konsep iklan yang sangat sederhana berupa pengumuman paket Freetalk. Sedangkan MENTARI menayangkan iklan lelang tarif telepon terendah Rp 0 dengan Dian Sastro sebagai ikon. Tidak mau kalah dengan para pesaingnya, XL kemudian menarik Luna Maya sebagai ikon dan terbukti berhasil meningkatkan pangsa pasar dalam jumlah yang signifikan. Ini menjadi alasan utama peneliti memilih kartu prabayar XL sebagai objek penelitian. Segmen yang dipilih oleh PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL) sebagai endorser dalam iklannya yaitu kawula muda, gaul, keren dan berbakat. Saat ini 40% dari pelanggan XL adalah remaja usia 13 - 24 tahun. Selebritis yang digunakan tersebut melakukan pendekatan dari berbagai gaya hidup. Mulai dari gaya hidup musik (seperti Peterpan, Samson, dan Ari Lasso), gaya hidup olahraga (seperti Teuku Wisnu dan Maia-Meichan yang muncul pada saat momen Piala 240

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 5 No.3 Mei. 2009

Eropa). Bahkan XL juga kini merangkul tim basket ASPAC, dimana melalui kerjasama itu nama tim basket ASPAC akan menjadi XL ASPAC. Dan tidak ketinggalan gaya hidup religi yang kini sedang diperankan oleh Baim Wong selama bulan ramadhan. Persamaan segmen yang dibidik XL diharapkan dapat mewakili segmen remaja yang mewakili masing masing gaya hidup sehingga dapat memperkuat brand image XL Bebas. Berikut adalah nama nama selebriti yang menjadi endorser pada iklan kartu prabayar XL Bebas : 2006 : Group Band Peterpan, Julie Estelle, Inul Daratista, Ari Lasso. 2007 : Tyas Mirasih, Group Band Samson, Lucky Perdana, Nikita Willy, Donita, Ronald, Raffi Ahmad, Peppy. 2008 : Shareen, Luna Maya, Mario, Duo Maia, Teuku Wisnu, Cinta Laura, Dimas Beck, Baim Wong, Group Band Vagetoz. Namun perlu diingat pula bahwa produsen perlu berhati hati menggunakan sang selebriti dalam mengiklankan produknya, sebab bisa jadi pemilihan bintang iklan yang salah dapat menyebabkan turunnya value dari suatu merek. Perusahaan harus cermat dalam mengevaluasi selebriti yang akan digunakan. Semua itu memiliki alasan karena personality artis mempengaruhi personality merek. Pemilihan selebriti ini dapat dilakukan melalui berbagai pertimbangan. Saat ini XL masih mengikat kontrak dengan Luna Maya sebagai ikon sekaligus endorser pada iklan iklan XL Bebas. Oleh karena itu peneliti menggunakan Luna Maya sebagai sampel penelitian. Dalam kasus ini, peneliti menggunakan 4 variabel yang merupakan karateristik Luna Maya sebagai seorang selebriti endoser (R. Ohanian, 1991) : 1. 2. 3. 4. Celebrity Credibility (Kredibilitas Selebriti) Celebrity Likeability (Tingkat Disukai Selebriti) Celebrity Attractiveness (Daya Tarik Selebriti) Celebrity Meaningfulness (Seberapa Besar Pengaruh Selebriti)

Keempat karateristik selebriti diatas merupakan faktor faktor yang akan mempengaruhi brand image sehingga akan mempengaruhi persepsi konsumen akan produk tersebut. Apabila selebriti memiliki nilai lebih dari keempat karateristik itu, maka akan menimbulkan rumor positif tentang produk sehingga terbentuk brand image yang positif juga. Namun begitu pula sebaliknya, apabila sang selebriti tidak memiliki salah satunya maka brand image yang terbentuk akan negatif.

241

Promosi merupakan salah satu kegiatan yang dapat dilakukan oleh perusahaan dalam rangka mengatasi kondisi tersebut. Perusahaan harus melakukan bauran promosi secara terpadu agar dapat mengkomunikasikan produknya dengan baik. Salah satunya melalui iklan, yang didalamnya tercakup strategi penggunaan endorser untuk mempengaruhi persepsi konsumen. Ada tiga jenis daya tarik utama endorser yang biasa digunakan pada kegiatan promosi dalam pemasaran : 1. Selebritis Pada umumnya orang terpesona melihat orang yang kaya, sukses dan terkenal, dan mereka bisa terkenal karena cantik atau ganteng dan mempunyai keahlian tertentu. Mereka mempengaruhi pengagumnya dalam hal cara berpikir, apa yang dibeli, digunakan, ditonton, dimakan, diminum, didengarkan, dan dalam kegiatan dimana mereka terlibat. Selebritis banyak digunakan untuk mengembangkan citra positif produk baru atau mengubah citra produk yang sudah ada, karena untuk melakukan ini diperlukan pengaruh yang kuat. Selebritis mempunyai kekuatan karena mereka menjadi idola banyak orang. Ahli atau pemimpin pendapat Mereka adalah orang orang yang pendapatnya mengenai suatu produk tertentu dituruti oleh orang orang yang kurang tahu tentang produk tersebut. Biasanya, mereka mempunyai peran yang penting dalam komunikasi dari mulut ke mulut tentang suatu produk. Para ahli atau pemimpin pendapat juga bisa berupa konsumen yang mengerti betul tentang suatu produk dan oleh karenanya pendapatnya dituruti oleh orang lain di komunitas atau lingkungan tempat tinggalnya. Pemasar mengetahui data para ahli atau pemimpin pendapat ini dari daftar nama dan alamat orang orang yang pernah menanyakan melalui surat tentang suatu produk di masa yang lampau. Biasanya, orang orang tersebut bertipe inovator. Di samping itu, salesman juga bisa dan diharapkan berperan sebagai pemimpin pendapat. Orang biasa Konsumen yang berpengalaman menggunakan produk, seperti disebutkan sebelumnya, akan dituruti pendapatnya oleh calon konsumen. Konsumen juga lebih mudah untuk mengidentifikasikan dirinya terhadap orang biasa yang digunakan di iklan. Banyak sekali contoh iklan yang menggunakan kiat ini dalam mempromosikan produknya.

2.

3.

Penggunaan endorser dalam iklan, baik yang menggunakan selebriti maupun non-selebriti (dalam kasus ini menggunakan selebriti endorser), harus mampu 242

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 5 No.3 Mei. 2009

untuk menciptakan persepsi konsumen terhadap iklan ini. Keberhasilan upaya membangun brand image sangat ditentukan oleh persepsi konsumen terhadap selebriti yang menjadi ikon produk tersebut. Dengan dipersepsikannya seorang selebriti endorser secara positif oleh masyarakat, diharapkan positif pula brand image yang terbentuk di benak konsumen. Brand Image atau citra merek merupakan hasil dari pandangan atau penilaian pengonsumsi terhadap suatu merek apakah itu baik atau buruk. Pengonsumsi mungkin mengembangkan serangkaian kepercayaan mengenai merek dimana posisi setiap merek menurut masing-masing atribut. Komponen Brand Image ini dapat dilihat dari 3 hal ; Corporate Image, User Image dan Product Image. Dalam mempengaruhi brand image suatu produk dapat dilihat dari karateristik selebriti endorser. R. Ohanian (1991), seorang advertising researcher, dalam jurnalnya yang bertajuk The Impact of Celebrity Spokeperson Perceive Image on Intention to Purchase membagi 4 faktor penyebab mengapa responden tertarik untuk membeli dan secara signifikan dapat mempengaruhi brand image produk : 1. Celebrity Credibility Kredibilitas seorang selebriti dapat menyangkut 2 hal, yaitu Expertise (keahlian selebriti dalam mengkomunikasikan produk) dan Trustworthiness (objektivitas selebriti dalam memberi keyakinan atau percaya diri pada konsumen suatu produk). Celebrity Likeability Yaitu tingkat disukai selebritis oleh audience. Apabila seorang selebriti banyak disukai, maka akan mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk yang diiklankan oleh si selebriti. Celebrity Attractiveness Merupakan berbagai daya tarik yang dimiliki selebriti dalam berperan sebagai endorser. Hal ini dapat mencakup daya tarik fisik dan tingkat kesamaan dengan personality yang diinginkan pengguna produk. Celebrity Meaningfulness Ini menyangkut seberapa kuat pengaruh selebriti dalam benak masyarakat sehingga ia dapat memerintahkan target audience untuk membeli produk.

2.

3.

4.

243

Selebriti Endorser

Credibility

Likeability Brand Image Attractiveness

Meaningfulness

Corpora te Image

User Image

Product Image

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran II. METODE PENELITIAN 2.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian deskriptif Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan memperlihatkan dan menguraikan keadaan objek penelitian.

untuk

2. Penelitian verifikatif Penelitian verifikatif adalah penelitian yang dilakukan untuk menguji hipotesis. 2.2 Objek Penelitian Objek penelitian adalah Luna Maya sebagai Selebriti Endorser dengan indikator Celebrity Credibility, Likeability, Attractiveness, Meaningfulness dan pengaruhnya terhadap citra merek (brand image). Sedangkan segmen konsumen yang diteliti 244

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 5 No.3 Mei. 2009

adalah pemakai kartu prabayar XL Bebas yang berada di kawasan Bandar Lampung pada tahun 2008. 2.3 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan terdiri dari : 1. Data Primer Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh suatu organisasi atau perorangan langsung dari objeknya (Tjiptono, Fandy, 2001). Data primer didapat dari kuesioner dan wawancara secara langsung dengan pihak PT. Excelcomindo Pratama. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah dalam bentuk sudah jadi, sudah dikumpulkan, dan diolah oleh pihak lain, biasanya dalam bentuk publikasi (Tjiptono, Fandy, 2001). Dalam penelitian ini, data sekunder diperoleh melalui pihak-pihak yang memberikan informasi pendukung bagi penelitian, misalnya dari surat kabar, keterangan-keterangan atau publikasi dan internet. 2.4 Operasional Variabel Operasional variabel adalah memecah variabel-variabel yang terkandung di dalam masalah menjadi bagian-bagian yang terkecil sehingga dapat diketahui klasifikasi ukurannya. Variabel Independen (X) Variabel independen atau bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya variabel dependen. Variabel bebas dalam penulisan ini adalah selebriti endorser pada iklan XL Bebas, yang terdiri dari sub variabel : X1 = Celebrity Credibility X2 = Celebrity Likeability X3 = Celebrity Attractiveness X4 = Celebrity Meaningfulness Variabel Dependen (Y) Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari adanya variabel bebas.

245

Variabel terikat dalam penulisan ini adalah brand image produk XL Bebas, dengan sub variabel Corporate image (Citra Perusahaan) User image (Citra pemakai) Product image (Citra Produk) Tabel 3. Definisi Operasional Variabel, Indikator, Ukuran dan SkalaVariabel Selebriti Endorser Definisi Variabel Analisis mengenai penggunaan selebriti dalam iklan sebagai strategi pemasaran dalam membentuk brand image perusahaan. Segala hal yang berkaitan dengan kredibilitas selebriti untuk meyakinkan khalayak sasaran atas pesan iklan yang disampaikan. Indikator Credibility Likeability Attractiveness Meaningfulness 1. 2. 3. 4. 5. Keahlian Berpengetahuan Keterampilan Dapat dipercaya Jujur Ukuran Expertise Trustworthiness Skala Skala Likert

1. Credibility

2. Likeability

Tingkat disukainya selebriti oleh khalayak sasaran dalam mengiklankan produk. Daya tarik yang dimiliki selebriti dalam menjalankan perannya sebagai endorser.

3. Attractiveness

4. Meaningfulness

Seberapa kuat pengaruh selebriti dalam mempengaruhi khalayak sasaran agar membeli produk

1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5.

Humoris Berjiwa muda Ramah Banyak dikenal Tampan/Cantik Elegan Seksi Enak dilihat Moderen Gaul Menjadi inspirasi konsumen yg membeli produk Disukai konsumen saat menonton iklan. Image selebriti cocok dg image produk Sukses dan sedang naik daun. Mendapat target pasar

Sense of Humour Characteristic Consumers own culture Endorser familiarity Daya Tarik Fisik (Physical) Inspiration

Skala Likert

Skala Likert

Skala Likert

Reputation

5. Brand Image

Sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dan melekat di benak konsumen.

1. Corporate image 2. User image 3. Product image

Product-Target market congruency

Skala Nominal

Sumber : Data Sekunder dari XL yang diolah

246

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 5 No.3 Mei. 2009

2.5 Metode Pengumpulan Data 2.5.1 Teknik Penentuan Sampel Dalam penelitian ini definisi populasi adalah seluruh pemakai kartu prabayar XL Bebas yang menetap di kawasan Bandar Lampung. Jumlah populasi dalam penelitian ini tidak terbatas, oleh karena itu penentuan sampel diambil dengan teknik purposive sampling (judgmental sampling), yaitu merupakan teknik nonprobability sampling yang memilih orang orang yang terseleksi berdasarkan ciri ciri khusus yang dimiliki sampel tersebut. (Tjiptono, Fandy, 2001). Berdasarkan rumus estimasi proporsi, maka sampel yang mewakili populasi adalah sebesar 99,99, sehingga dalam penelitian ini akan diambil sebanyak 100 responden pemakai kartu prabayar XL Bebas di Bandar Lampung. 2.5.2 Teknik Pengumpulan Data 1. Penelitian Pustaka ( Library Research ) Metode pengumpulan data melalui penelitian pustaka dilakukan dengan mempelajari literatur-literatur dan tulisan-tulisan yang mempunyai kaitan erat dengan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. 2. Penelitian Lapangan Pengumpulan data melalui penelitian lapangan yaitu dengan cara memberikan daftar pertanyaan (kuesioner) kepada responden untuk dijawab, kemudian jawaban dari setiap pertanyaan tersebut ditentukan skornya dengan menggunakan skala nominal dan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur pendapat, sikap dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang sebuah fenomena sosial (Sugiyono, 2002). 2.6 Alat Analisis 1. Validitas dan Realibilitas Alat Ukur Pengukuran validitas menggunakan uji Spearman dengan bantuan SPSS sampai diperoleh hasil yang valid. Instrumen yang valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukurnya secara tepat dan benar. Proses pengujian spearman dilakukan berulang kali dengan menghilangkan satu persatu item pertanyaan yang memiliki nilai sig. (2 tailed) diatas 0.01, sampai diperoleh nilai yang valid yaitu sig. (2-tailed) dibawah 0.01.

247

Pengujian reliabilitas ditunjukkan oleh koefisien Alpha Croanbach. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi dan ketepatan pengukuran, bila pengukuran dilakukan pada objek yang sama berulang kali dengan instrumen yag sama. Hasil uji reliabilitas dengan nilai Alpha Croanbachs > 0,5 = Reliabel (Ferdinand, Agusty , 2002 : 63). 2. Analisis Diskriminan Tiga Kelompok Analisis kuantitatif dalam penelitian menggunakan analisis diskriminan. Analisis diskriminan adalah analisis multivariat yang diterapkan untuk memodelkan hubungan antara satu variabel respon yang bersifat kategori dengan satu atau lebih variabel prediktor yang bersifat kuantitatif ( Tatham, Hair, Anderson, dan Black, 1998 ). Analisis diskriminan bertujuan untuk mengelompokkan setiap objek ke dalam dua atau lebih kelompok berdasar pada kriteria sejumlah variabel bebas. Pengelompokan pada analisis diskriminan bersifat mutually exclusive. Pada penelitian ini, model yang digunakan adalah analisis diskriminan untuk tiga kelompok sebab variabel dependen terdiri dari tiga kategori. Kombinasi linier dari variabel-variabel ini akan membentuk suatu fungsi diskriminan (Tatham et. al, 1998) yaitu : Z = W1X1 + W2X2 + . . . + W4X4 Dimana : Z = Nilai diskriminan Z dari fungsi diskriminan Brand Image W1 = Koefisien diskriminan untuk variabel Celebrity Credibility W2 = Koefisien diskriminan untuk variabel Celebrity Likeability W3 = Koefisien diskriminan untuk variabel Celebrity Attractiveness W4 = Koefisien diskriminan untuk variabel Celebrity Meaningfulness Xi = Nilai variabel independen ke-i III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Daftar Pernyataan Pengukuran validitas menggunakan uji Spearman dengan bantuan SPSS 13.0. Uji validitas dilakukan terhadap 30 pernyataan yang telah dikoreksi. Proses pengujian spearman dilakukan dengan menghilangkan satu persatu item pernyataan yang memiliki nilai sig.( 2-tailed ) diatas 0,01 atau 0,05 sampai diperoleh nilai yang valid yaitu sig.( 2tailed ) dibawah 0,01 atau 0,05. Uji

248

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 5 No.3 Mei. 2009

validitas dilakukan dengan mengelompokkan masing-masing pernyataan berdasarkan variabel-variabelnya seperti yang ada pada tabel berikut : Tabel 4. Hasil uji validitas SpearmanJumlah pernyataan sebelum uji validitas 5 4 6 5 Item pernyataan yang tidak valid Jumlah item pernyataan yang valid 5 4 6 5

No 1. 2. 3. 4.

Variabel Celebrity Credibility ( X1) Celebrity Likeability (X2 ) Celebrity Attractiveness ( X3) Celebrity Meaningfulness (X4)

Sumber : Lampiran 3 Hasil yang diperoleh dari uji coba kuisioner pada 30 pelanggan menyatakan bahwa dari 20 item pernyataan kesemuanya valid dengan nilai (2-tailed) diatas 0.01 atau menunjukkan bahwa item pernyataan tersebut valid pada taraf kesalahan 1%. Tidak ada pertanyaan yang perlu dihilangkan, hanya dilakukan pengelompokkan terhadap item-item pernyataan yang valid. Interprestasi hasil validitas menunjukkan bahwa pada kolom total diperoleh tingkat kevalidan yang sangat tinggi pada masing-masing variabel yang diteliti. Setelah melakukan uji validitas kemudian dilakukan uji reliabilitas terhadap butir-butir pertanyaan dengan menggunakan koefisien Alpha Croanbach untuk menunjukkan stabilitas dan konsistensi alat ukur. Hasil uji reliabilitas dengan nilai Alpha Croanbachs > 0,5 = Reliabel (Ferdinand, Agusty , 2002 : 63) dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5. Hasil Uji Reliabilitas Alpha CroanbachNo 1. 2. 3. 4. Variabel Celebrity Credibility (X1) Celebrity Likeability (X2) Celebrity Attractiveness ( X3) Celebrity Meaningfulness (X4) No item pertanyaan 1,2,4,5 6,7,8,9 10,13,14,15 16,17,18,19,20 Jumlah Item Pernyataan 4 4 4 5 Alpha Croanbach 0.909 0,887 0,905 0,829

Sumber : Lampiran 4 Berdasarkan tabel terlihat bahwa Alpha Croanbach diatas 0,5 untuk semua variabel. Hal ini menunjukkan bahwa semua indikator-indikator yang digunakan memiliki kesesuaian atau relaibilitas yang sangat baik.

249

3.2 Analisis Kualitatif Analisis kualitatif menggunakan analisis tabel berdasarkan kuisoner yang disebarkan pada responden yaitu pemakai kartu prabayar XL Bebas yang tersebar di beberapa tempat di Bandar Lampung. Tabel 6. Usia dan Jenis Kelamin RespondenUmur 24 Tahun 6 7 13 51 49 100

Sumber : Lampiran 5 Tabel 6 menunjukkan bahwa frekuensi terbesar dari responden dalam penelitian ini adalah responden dengan usia antara 21-24 tahun, dan berjenis kelamin wanita berjumlah 19 responden dan pria berjumlah 25 responden. Sedangkan di peringkat kedua dalam penelitian ini adalah responden dengan usia 17-20 tahun, dan berjenis kelamin wanita berjumlah 16 responden sedangkan pria berjumlah 16 responden. Responden dengan usia >24 tahun menduduki peringkat ketiga, dan responden dengan usia Rp.3.000.000

Diploma S1/S2 Total

Sumber : Lampiran 5 Tabel 7 menunjukan bahwa pemakai kartu prabayar XL Bebas dengan pendapatan < Rp.1.000.000, memiliki pendidikan terakhir SMP, dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga berjumlah 3 orang. Sedangkan yang memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dengan pendidikan terakhir SMA berjumlah 3 orang. Pemakai kartu prabayar XL Bebas dengan pendapatan Rp.1.000.000 Rp.2.000.000, pendidikan SMA, dengan pekerjaan sebagai pegawai negeri berjumlah 1 orang, pegawai swasta berjumlah 1 orang, pelajar/mahasiswa berjumlah 7 orang dan ibu rumah tangga berjumlah 1 orang. Pada jenjang pendidikan Diploma, dengan pekerjaan sebagai pegawai negeri berjumlah 1 orang, pegawai swasta berjumlah 2 orang, pelajar/mahasiswa berjumlah 3 orang dan ibu rumah tangga berjumlah 2 orang. Dan pada pendidikan S1/S2, pegawai swasta, pelajar/mahasiswa dan ibu rumah tangga masing masing berjumlah 2 orang. Pemakai kartu prabayar XL Bebas dengan pendapatan Rp.2.000.000 Rp.3.000.000 pendidikan Diploma, dengan pekerjaan sebagai pegawai negeri berjumlah 1 orang dan pegawai swasta berjumlah 3 orang. Pada pendapatan tersebut yang memiliki pendidikan S1/S2 dengan pekerjaan sebagai pegawai negeri berjumlah 4 orang dan pegawai swasta berjumlah 8 orang dan ibu rumah tangga berjumlah 4 orang. Pemakai XL Bebas dengan pendapatan > Rp.3.000.000, pendidikan Diploma, dengan pekerjaan sebagai pegawai negri berjumlah 1 orang dan pegawai swasta berjumlah 2 orang. Sedangkan pemakai XL Bebas dengan pendapatan > Rp.3.000.000, pendidikan S1/S2, dengan pekerjaan sebagai pegawai negeri berjumlah 5 orang dan pegawai swasta berjumlah 2 orang. Maka terlihat bahwa sebagian besar pemakai kartu prabayar XL Bebas di Bandar Lampung adalah konsumen dengan pendapatan antara 0,05 berarti tidak ada perbedaan antar tiga grup dan jika Sig < 0,05 berarti ada perbedaan antar tiga grup. Pada variabel Celebrity Credibility, angka Sig. adalah di bawah 0,05 (0,008). Hal ini berarti responden yang menilai selebriti XL Bebas dari ketiga grup dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap kredibilitas selebriti XL Bebas. Pada variabel Celebrity Likeability, angka Sig. adalah di bawah 0,05 (0,006). Hal ini berarti responden yang menilai selebriti XL Bebas dari ketiga grup dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap tingkat kesukaan mereka pada selebriti XL Bebas. Pada variabel Celebrity Attractiveness, angka Sig. adalah di bawah 0,05 (0,001). Hal ini berarti responden yang menilai selebriti XL Bebas dari ketiga grup dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap daya tarik fisik selebriti XL Bebas. Pada variabel Celebrity Meaningfulness, angka Sig. adalah di bawah 0,05 (0,030). Hal ini berarti responden yang menilai selebriti XL Bebas dari ketiga grup dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap Celebrity Meaningfulness XL Bebas. Dari empat variabel, kesemuanya memiliki pengaruh secara signifikan terhadap ketiga grup brand image. Tabel VARIABLES ENTERED/REMOVED menyajikan dari empat variabel yang dianalisis, variabel mana yang dapat dimasukkan dalam persamaan diskriminan. Terlihat hanya ada satu variabel pada step 1 yaitu Celebrity Attractiveness. Dengan demikian berarti ketiga grup brand image dipengaruhi oleh persepsi responden terhadap daya tarik selebriti XL Bebas.

260

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 5 No.3 Mei. 2009

Pada tabel EIGENVALUES, terlihat angka canonical correlation adalah 0,367 yang jika dikuadratkan akan menjadi 0,141. Hal ini berarti 14,1 % varians dari variabel Brand Image dapat dijelaskan oleh model diskriminan yang terbentuk hanya oleh 1 variabel bebas yaitu Celebrity Attractiveness. Tabel WILKS LAMBDA, terlihat angka Chi-Square adalah 14,761 dengan angka Sig. 0,001 (di bawah 0,05). Hal ini mengindikasikan perbedaan yang signifikan antara ketiga grup pada model diskriminan. Tabel STANDARDIZED CANONICAL DISCRIMINANT FUNCTION COEFFICIENT menentukan variabel mana akan masuk ke faktor mana. Dari analisis sebelumnya, didapat bahwa hanya ada satu variabel yang membedakan persepsi, yaitu Celebrity Attractiveness. Jadi hanya ada 1 faktor yang berisi variabel Celebrity Attractiveness. Dari tabel STRUCTURE MATRIX, variabel Celebrity Attractiveness adalah variabel yang paling membedakan (discriminates the most) dengan nilai koefisien determinan 0,756. Variabel pembeda persepsi berikut adalah Celebrity Meaningfulness, Celebrity Likeability, Celebrity Credibility sebagai faktor pembeda terkecil (discriminates the least) dengan nilai koefisien determinan masing masing 0,687, 0,508, dan 0,501. Tabel FUNCTION AT GROUP CENTROID mengelompokkan ketiga grup dalam function 1 atau 2. Berdasarkan analisis sebelumnya, hanya ada 1 faktor yang digunakan. Jadi Corporate Image (0.032), User Image (0,335), Product Image (0,625) berada di faktor 1. Hal ini berarti baik persepsi akan citra perusahaan, citra pemakai ataupun citra produk XL Bebas hanya ditentukan oleh variabel Celebrity Attractiveness. Kelompok Corporate Image dan User Image mempunyai tanda (+) pada function 1. Hal ini berarti responden dari dua kelompok tersebut memiliki image yang positif terhadap selebriti endorser XL Bebas. Sedangkan kelompok Product Image mempunyai tanda () pada function 1. Hal ini berarti responden dari kelompok tersebut memiliki image yang negatif terhadap selebriti endorser XL Bebas. Dari tabel CLASSIFICATION RESULT, ketepatan prediksi model adalah : 1 + 36 + 16 / 100 = 0,530 atau 53 % Oleh karena angka ketepatan tinggi (53 %), maka model diskriminan di atas sebenarnya dapat digunakan untuk analisis diskriminan. Atau penafsiran tentang berbagai tabel yang ada valid untuk digunakan. Penggunaan metode

261

Leave-one-out cross validation, didapat hasil yang cukup tinggi yaitu 53 %, yang masih dapat dikategorikan ketepatan klasifikasi cukup tinggi (>50 %). Hasil yang diperoleh melalui analisis diskriminan (Lampiran 6) diperoleh persamaan fungsi sebagai berikut : Z = 0,501 Celebrity Credibility + 0,508 Celebrity Likeability + 0,687 Celebrity Meaningfulness + 0,756 Celebrity Attractiveness. Dari persamaan tersebut terlihat bahwa nilai koefisien determinan yang paling dominan untuk memprediksi perbedaan kelompok Corporate Image, User Image, dan Product Image adalah variabel Celebrity Attractiveness, yaitu 0,756. IV. Simpulan dan Saran 4.1 Simpulan Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian dan telah dianalisa dengan menggunakan analisis diskriminan, maka disimpulkan sebagai berikut : 1. Ada perbedaan persepsi yang nyata antara mereka yang menilai selebriti endorser iklan XL Bebas sebagai Corporate Image, User Image, dan Product Image. Celebrity Credibility, Celebrity Likeability, Celebrity Attractiveness dan Celebrity Meaningfulness mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Brand Image produk kartu prabayar XL Bebas. Variabel yang paling membedakan persepsi konsumen atau yang paling besar pengaruhnya atas Brand Image XL Bebas adalah Celebrity Attractiveness. Hal ini menunjukkan daya tarik selebriti merupakan faktor yang paling membedakan persepsi konsumen atas ketiga grup Brand Image XL Bebas. Model diskriminan yang ada ternyata valid dan dapat digunakan, karena tingkat ketepatannya cukup tinggi (53 %) dan mempunyai cross-validation yang tinggi pula (53 %).

2.

3.

4.

8.2 Saran Saran-saran yang diajukan berdasarkan penelitian sebagai bahan pertimbangan guna melihat persepsi konsumen atas Brand Image kartu prabayar XL Bebas adalah sebagai berikut : 262

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 5 No.3 Mei. 2009

1. Pihak promosi perusahaan hendaknya lebih memperhatikan faktor Celebrity

Attractiveness pada diri selebriti endorser XL Bebas karena variabel ini merupakan variabel yang paling membedakan (discriminates the most), sehingga persepsi konsumen atas brand image XL Bebas sensitif terhadap variabel tersebut.

2. Perusahaan diharapkan dapat mengambil berbagai strategi yang relevandalam memilih selebriti endorser pada iklan berdasarkan model diskriminan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, 2007. Perang Ala Kartu Prabayar. http// www.antara.co.id Arens, William F.2006. Contemporary Advertising. Tenth Edition. McGraw. Hill International Edition. Ferdinand, Augusty. 2002. Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen. BP UNDIP : Semarang. Hair, Joseph F, Jr Rolph Anderson, Ronald L. Tatham, William C. Black. 1995. Multivariate Data Analysis. Fourth Edition. Prentice Hall : United States America. Ing, Phang. 2007. An Examination of the Celebrity Endorcers Charateristics And Their Relationship With The Image Of Consumer Products.Vol. 3, No. 2, Unitar E-Journal. http// [email protected] Kasali, Rhenald. 1992. Manajemen Periklanan. Pustaka Utama : Jakarta. Kotler, Philip. 2004. Manajer Pemasaran, Alat Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol. Edisi Bahasa Indonesia. Jilid I dan II. Prenhalindo: Jakarta. Majalah MARKETING. 2004. Edisi 09/VII. http// www.marketing.co.id Nazir, Moh.2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Ohanian, R. 1991. The impact of celebrity spokespersons perceived image on consumers intention to purchase. Journal of Advertising Research, 46-53.

263

Rangkuti, Freddy. 2002. The Power Of Brands. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Royan, Frans M. 2004. Marketing Selebrities. PT Elex Media Komputindo: Jakarta. Schiffman dan Kanuk. 1997. Inspiring the World. Diakses bulan Agustus 2008. http// www. Google.co.id Singgih Santoso dan Fandy Tjiptono. 2001. Riset Pemasaran Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. PT Elex Media Komputindo : Jakarta. Shimp, Terence A. 2000. Periklanan Promosi Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu. Edisi 5. Erlangga : Jakarta. Swastha DH, Basu dan Irawan. 2000. Manajemen Pemasaran Modern. Liberty: Yogyakarta. Kasali, Rhenald. 1992. Manajemen Periklanan. Pustaka Utama : Jakarta. Tjiptono, Fandy. 2001. Riset Pemasaran Konsep dan Aplikasi SPSS. PT. Elex Media Komputindo : Jakarta. Anonim. Diakses bulan Agustus 2008. http// www.xl.co.id

264

SISTEM INFORMASI STRATEGIK: MENUNJANG STRATEGIC AGILITY DAN MENUJU KEUNGGULAN KOMPETITIF3Ayi Ahadiat4ABSTRACT Investment in strategic information system (SIS) can lead to productivity paradox of IT, which shows no positive relationship between IT inverstment and organizational performance. The appropriate processes of SIS should be initiated by strategic planning of information technology system (ITS), followed by alignment of ITS and business strategies, and finally good execution of ITS strategic plan. The alignment of ITS strategic plan with business strategies will create strategic agility as a characteristic of competitive advantage that will subsequently induce the organizational performance. Key words: Information technology system, strategic information system, strategic agility, dan competitive advantage.

Perkembangan Sistem Teknologi Informasi Perkembangan sistem teknologi informasi (STI) kian deras dan tidak dapat terbendung, dapat dipastikan setiap satu jam ada beberapa inovasi produk baru yang berkaitan dengan perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), peripheral, jejaring (network), dan alat pendukung (supporting device) lainnya. Fenomena pesatnya perkembangan teknologi informasi ini karena sifat kecanggihannya yang memberikan banyak manfaat untuk solusi bisnis, sehingga kebutuhan riil dari hari ke hari meningkat. Teknologi informasi yang kini berkembang menjadi teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology atau ICT), menjadikan perannya semakin strategik. Pada awal perkembangan teknologi informasi dimanfaatkan untuk kegiatan taktikal dan operasional antara lain berperan pendukung untuk mempermudah transaksi. Kemudian ketika pemanfaatan3 Terimakasih Kepada Prof Jogiyanto HM, MBA, Akt. yang telah memberikan kesempatan penulis untuk membedah buku beliau dengan judul Sistem Informasi Strategik: untuk Keunggulan Kompetitif memenangkan persaingan dengan Sistem Teknologi Informasi, ditulis oleh Prof. Jogiyanto HM, MBA, Akt. 4 Dosen Tetap FE Unila dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Manajemen FEB UGM

jejaring berkembang pesat, peran teknologi informasi berubah dari sekedar business tool menjadi infrastruktur bisnis. Perubahan ini menjadi terasa karena bersifat transformatif (strategic change) bagi entitas bisnis yang menerapkan sistem informasi manajemen atau management information system (MIS). Seperti yang uraikan oleh Hartono (2005), dengan melihat perkembangannya, mulai dari dekade 1960-an teknologi komputer digunakan terbatas untuk kepentingan operasional. Pada 1970-an teknologi computer berkembang menjadi teknologi informasi karena fungsi yang meningkat menjadi pendukung pengambilan keputusan (decision support system). Pada 1980-an perkembangan teknologi informasi kian pesat dengan tetap menyertakan ciri inovasi yang telah ada, berkembang lebih lanjut dengan inovasi jejaring, masa ini disebut dengan network era. Pada 1990-an hingga dewasa ini era jejaring dengan physical network menjadi virtual network atau non physical network. Perkembangan e-business mulai dari pertengahan 1990-an merubah lansekap persaingan bisnis yang ada. Bisnis menjadi semakin bersaing dengan pemanfaatan transaksi real-time, hubungan customer dan marketer menjadi semakin co-existent sifatnya. Dengan pesat perkembangan teknologi informasi (TI), maka sistem teknologi informasi atau STI akan menjadi syarat perlu atau necessary condition bagi suatu bisnis untuk dapat bersaing dipasar. Keberhasilan meningkatkan kinerja dalam persaingan bisnis tergantung pada bagaimana STI dikelola secara strategik. Dengan kata lain STI mada masa kini telah menjadi common knowledge bagi bisnis yang berkembang, namun yang menjadi penentu persaingan adalah keberhasilan pengelolaan Sistem Informasi Strategik (SIS) atau managing the strategic information system (SIS) succesfully. Tidak semua perusahaan yang melakukan investasi dalam bidang TI menikmati keberhasilan dalam bentuk kinerja. Kenyataan ini menunjukan kondisi paradok yang terjadi pada kegiatan organisasi terkait dengan sistem teknologi informasi. Paradok Produktifitas Pengelolaan SIS diawali oleh perencanaan, kemudian implementasi dalam bentuk investasi TI, dan pelaksanaan monitoring untuk menjamin keberhasilan investasi. Namun secara empiris menunjukkan banyak investasi tidak sepenuhnya memenuhi sasaran atau mewujud dalam bentuk kinerja organisasi. Sebagai contoh menurut laporan dari Standish Group tahun 1995, di AS pengeluaran untuk kegiatan pengembangan TI mencapai $250 milyar. Strassman (1997) bahkan melaporkan bahwa pengeluaran pengembangan TI mencapai angka $700 milyar. Menurut Studi Indek Millenium oleh Cap Gemini melaporkan pada tahun 2000 pengeluaran TI di AS dan Eropa akan mencapai $850 milyar (Caldwell, 1998). Killen & Associate pada tahun 1997 mengestimasi pengeluaran TI seluruh dunia mencapai $1,59 trilyun dan menjadi $2,6 trilyun 266

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 5 No.3 Mei. 2009

di tahun 2002. Gambaran ini menunjukkan bahwa angka pengeluaran cendrung terus bertambah. Dari besaran investasi yang dikeluarkan, ekspektasi yang dimiliki oleh organisasi bisnis adalah investasi ini akan memberikan hasil dalam bentuk peningkatan kinerja keuangan perusahaan, karena jika tidak maka keputusan investasi menjadi irasional. Investasi IT yang tinggi diharapkan untuk dapat meningkatkan kinerja bisnis organisasi, namun yang ditemukan dari berbagai penelitian tidak ada asosiasi signifikan antara besarnya investasi di TI dengan kinerja bisnis. Dengan kata lain banyak studi empiris memberikan kesimpulan tidak adanya hubungan antara investasi TI dengan peningkatan kinerja keuangan atau jikapun ada hubungan positif yang lemah (Hitt and Brynjolfsson, 1996; Strassman, 1997; Weill, 1992; Yosri, 1992; Barua et al., 1995). Kondisi ini disebut dengan paradok produktifitas (Stratopuolos & Dehning, 2000). Brynjolfsson (1993) menjelaskan ada empat aspek yang menyebabkan terjadinya paradok produktifitas: (1) kesalahan pengukuran input dan output, (2) adanya waktu tunda (lag time) ditimbulkan oleh masa belajar dan penyesuaian, (3) mismanajemen teknologi dan informasi, dan (4) redistribusi dan dissipation (penyimpangan) laba. Kesalahan pengukuran (mis-measurement) disebabkan oleh kesulitan dalam mengembangkan deflator harga yang akurat dan sesuai. Brynjolfsson berpendapat perbaikan kualitas produk dan pengenalan produk baru harus menghitung secara tepat berapa nilai dari produk tersebut. Lag time menggambarkan bahwa untuk menikmati manfaat kinerja dari investasi TI perlu waktu beberapa tahun. Perlu waktu untuk belajar sesuatu yang baru dan penyesuaian organisasional. Mismanajemen teknologi dan informasi menampakan bahwa Ti tidak produktif, ini disebabkan oleh keputusan manajer berkaitan dengan investasi TI dilakukan tidak berdasarkan pada kepentigan perusahaan. Sedangkan argumen redistribusi menyatakan investasi TI merupakan pengaturan pembagian kue pie pangsa pasar yang tidak untuk membesarkan pasar itu sendiri. Bakos (1998) menggantikan istilah lag time dengan penundaan difusi (difussion delay) dan Capital Stock Theory yang menyatakan bahwa bahwa investasi TI cendrung menjadi usang (obsolete) dengan cepat, oleh karena itu dampak investasi TI terhadap kinerja keuangan perusahaan sulit diobservasi. Kenyataan paradok produktifitas ini membuktikan bahwa akuisi terhadap aset TI semata tidak menjamin bahwa pemilik asset tersebut akan memiliki keungulan kompetitif. Aset TI, seperti halnya aset lain dapat dimanfaatkan oleh perusahaan secara efektif, namun ada juga perusahaan yang menggunakan TI tidak secara efektif. Perbaikan kinerja keuangan perusahaan merupakan manisfestasi sebaik apa perusahaan melakukan pengelolaan aset TI. Penelitian oleh Stratopuolos and Dehning (2000) menunjukan pengguna efektif aset TI 267

menikmati kenaikan kinerja keuangan perusahaannya dibandingkan dengan pengguna aset TI yang tidak efektif. Hartono (2005) mengidentifikasi kegagalan investasi TI untuk memberikan dampak terhadap peningkatan kinerja keuangan perusahaan karena implemetasi TI dianggap mengotomasi atas kegiatan tradisionil yang ada. Menurut Hammer (1990) dan Hammer dan Champy (1993) untuk memberikan manfaat investasi TI harus merubah secara revolusioner proses bisnis yang ada dalam organisasi bukan mengotomasi sistem tradisionil yang ada, pendekatan ini disebut dengan rekayasa ulang proses bisnis atau business process reengineering (BPR). Rekayasa ulang proses binis bersifat fundamental, radikal, dramatik, dan berorientasi pada proses. Pada umumnya STI diimplementasikan merupakan hasil atau konsekwensi dari BPR. Jadi implementasi STI dapat dikatakan pelaksanaan kebijakan perubahan strategik atau perubahan organisasional. Kemudian Hartono (2007) menguraikan secara lengkap kegagalan investasi TI, inti masalahnya adalah jika dulu (dekade 1990-an) sistem informasi gagal karena sistemnya. Sekarang, banyak sistem informasi gagal karena aspek perilaku orangnya. Aspek perilaku mendominasi keberhasilan dan kegagalan implementasi sistem informasi. Jika adopsi sistem informasi berjalan baik karena mindset dari pelaku organisasi kongkruen dengan tujuan diterapkan sistem tersebut makan implementasi akan berhasil. Sebaliknya jika resistansi mendominasi akibat ketidakpahaman manfaat atau akibat keterancaman posisi dari pelaku internal organisasi, maka implementasi sistem informasi akan cendrung menghadapi masalah atau berujung pada kegagalan. Manajemen Perubahan Mintzberg dan Westley (1992) menjelaskan bahwa perubahan organisasional adalah perubahan kondisi organisasi sedangkan perubahan strategik adalah perubahan arah organisasi. Kedua perubahan ini saling berdampingan dan terjadi pada beberpa tingkatan yang sama dikeduanya. Tingkatan perubahan mulai dari yang bersifat konseptual (visi dan posisi pada perubahan strategik; budaya dan struktur pada perubahan organisasional) sampai dengan yang bersifat kongkrit (program dan fasilitas pada perubahan strategik; sistem dan orang pada perubahan organisasional). Perubahan pada tingkatan konseptual tidak mesti dibarengi oleh perubahan pada tingkatan kongkrit. Namun, agar lebih efektif, perubahan harusnya berjalan pada kedua tingkatan. Ketika perubahan konseptual diikuti oleh perubahan pada tataran yang lebih kongkrit sifat perubahan disebut dengan perubahan deduktif, jika perubahan diinisiasi pada tataran kongkrit yang berakibat pada perubahan ditingkat konseptual, sifat perubahan disebut dengan induktif. Dari segi formalitas semua tingkatan

268

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 5 No.3 Mei. 2009

dan tipe perubahan dapat bersifat formal dan informal. Lebih jelasnya dapat diperhatikan gambar berikut.

Gambar 1: The Change Cube Sumber: Mintzberg, et al. (1998) dan Mintzberg dan Westley (1992) Jika dikaitkan dengan implementasi SIS dalam organisasi, maka perubahan bisa merubah visi - kultur, posisi - struktur, program sistem, serta fasilitas/produk orang. STI dalam kerangka SIS diimplementasikan karena dijalankannya BPR sebagai perubahan yang bersifat kongkrit. Untuk memastikan keberhasilannya jika diperlukan perubahan harus dimulai dari tingkatan konseptual yakni dengan merubah visi dan budaya organisasi. Seperti diungkap dalam penelitian paradok produktifitas, tidak semua implementasi STI berhasil. Penyebabnya terjadi kegagalan adalah kesalahan pada pelaksanaan BPR. Hartono (2005) mengidentifikasi beberapa faktor yang menjadi penyebab gagalnya BPR: (1) Tidak ada keselarasan antara BPR dengan STI, (2) Biaya sangat mahal yang tidak dapat dikendalikan, (3) Kurangnya dukungan manajemen senior pada waktu yang tepat, dan (4) Kurangnya sosialisasi berakibat pada resistansi dari berbagai pihak dalam organisasi. Untuk mengatasi ketidak berhasilan implementasi SIS karena kegagalan yang terjadi pada tahap BPR, diperlukan upaya manajemen SIS itu sendiri. Tujuan manajemen SIS adalah untuk memastikan SIS berjalan sesuai dengan tujuan dan strategi perusahaan. Manajemen Sistem Informasi Strategik Manajemen sistem informasi strategik (Management of Strategic Information System) memiliki peran krusial untuk memberi kepastian keberhasilan implementasi sistem informasi sehingga peningkatan kinerja organisasi dapat dicapai. Setelah mengkaji banyak definisi, Hartono (2005) mendefinisikan SIS sebagai suatu sistem informasi di level manapun yang mendukung atau 269

mengimplementasikan strategi kompetisi yang memberi keuntungan kompetitif bagi perusahaan melalui efisiensi internal dan komparatif sehingga memberikan keuntungan kinerja secara signifikan dan meningkatkan kinerja secara jangka panjang. Tahapan manajemen sistem informasi mulai dari perencanaan strategik sistem teknologi informasi, singkronisasi rencana strategik sistem informasi dengan rencana strategik bisnis, kemudian juga penyelarasan dalam implementasi manajemen sistem informasi strategik ini dan sejauhmana dapat mendukung kelincahan strategik (strategic agility) dalam operasi perusahaan. Perencanaan Strategik Sistem Teknologi Informasi Perencanaan strategik STI atau dapat disebut juga dengan IT Master Planning adalah rencana menyeluruh dan bersifat jangka panjang untuk pengembangan STI dalam organisasi. Perencanaan ini mutlak dilakukan oleh setiap organisasi bisnis, terutama skala menengah dan besar. Hartono (2005) menjelaskan perlunya perencanaan strategik karena beberapa alasan: (1) Perencanaan strategik dapat dijadikan media untuk membentuk kesamaan pandangan (visi), tujuan dan arah antara manajer bidang TI dan manajer bisnis tentang bagaimana cara terbaik dalam memanfaatkan sumberdaya informasi untuk pencapaian kinerja. Melalui diskusi antara manajer TI dan manajer bisnis akan dicapai shared vision, shared mission, dan communality of goal antar departemen dalam pengelolaan sumberdaya informasi, (2)Pengembangan rencana untuk sumberdaya informasi yang dapat mengkomunikasikan masa depan perusahaan kepada semua pihak dalam organisasi, (3) Perencanaan strategik STI yang baik dapat mengantisipasi kondisi buruk yang mungkin terjadi, (4) Perencanaan strategik STI dapat membantu mengalokasikan sumber daya untuk proyek-proyek sistem informasi sesuai dengan prioritas bisnis, (5) Rencana strategik STI dapat dimanfaatkan sebagai alat komunikasi dengan manajemen puncak, karena rencana investasi TI harus sejalan dengan arah bisnis, financially feasible dan economically plausible, dan (6) Rencana strategik STI dapat mempermudah paara vendor untuk perangkat keras, perangkat lunak, instalasi jaringan dalam pembangunan atau konstruksi STI. Secara arsitektural, suatu rencana strategik STI yang lengkap umumnya mengandung unsur-unsur: (1) software, adalah rencana perangkat lunak meliputi faltform sistem operasi, jaringan dan aplikasi termasuk struktur data), (2) hardware adalah rencana perangkat keras seperti server, terminal, network devices dan peripheral lainnya, (3) humanware adalah rencana kualifikasi sumberdaya manusia, dan (4) orgaware adalah struktur organisasi, sistem manajemen termasuk didalamnya manual kerja dari penanggungjawab sumberdaya TI dan semua bagian lainnya dalam organisasi, serta budaya organisasi yang support terhadap STI.

270

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 5 No.3 Mei. 2009

Rencana strategik STI disusun dengan dengan pentahapan: (a) analisis strategik STI meliputi analisis internal, analisis eksternal, dan analisis keunggulan kompetitif, (b) formulasi strategi meliputi penetapan visi, misi, tujuan, sasaran, arsitektur STI, pengukiran crafting- rencana komprehensif, (c) penyusunan rencana operasi untuk implementasi meliputi alokasi sumberdaya, anggaran dan penjadwalan, dan (d) evaluasi atau koreksi perencanaan. Beberapa hal krusial yang harus diperhatikan dalam penyusunan rencana strategik STI: (1) Klarifikasi awal dari tujuan perencanaan STI antara manajer TI dan para manajer bisnis dan manajer puncak, (2) Proses penyusunan rencana strategik bersifat iteratif. Penyusunan konsep perencanaan dilakukan secara bertahap, namun evaluasi dan koreksi konsep perencanaan dapat dilakukan secara berulang untuk setiap, beberapa atau semua tahapan, (3) Rencana harus realistis attainable dan penentuannya dilakukan bersama-sama dengan manajer bisnis, (4) integrasi dengan STI yang ada, dan (5) mempertimbangkan batasan dan kendala organisasi (Hartono, 2005). Subtansi dokumen rencana STI menurut Haag, Cummings dan Dawkins (2000) meliptui sistematika: Visi dan strategi bisnis, penjelasan bagaimana TI mendukung visi dan strategi bisnis, evaluasi STI yang ada, Usulan STI mendatang, Rencana kontijensi STI, anggaran STI, dan jadwal pembangunan STI. Dari sistematika dokumen ini, pengembangan STI berperan sebagai support system atau infrastruktur dari pewujudan strategi bisnis. Untuk memastikan keberhasilan implementasi rencana strategik STI evaluasi perlu dilakukan secara seksama. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai kelayakan dari alternatif pilihan sistem informasi yang akan dibangun berdasarkan kebutuhan organisasi. Metode yang biasa digunakan adalah: analisis kos dan manfaat, analisis resiko, dan analisis investasi modal (Haag, Cummings & Dawkins, 2000). Penyelarasan Rencana Strategik SIstem Informasi (Strategic Alignment) Isu strategik yang berkembang pada implementasi sistem informasi umumnya kesulitan dalam melakukan perubahan budaya organisasi ketika teknologi diterapkan (deployed). Isu ini lebih jelas berkenaan dengan strategic alignment atau harmonisasi/keselarasan strategik antara strategi bisnis atau korporat, strategi tekonologi informasi dengan infrastruktur dan proses organisasional, dan dengan proses dan infrastruktur teknologi informasi (Hendreson & Venkatraman, 1999). Solusi terhadap kendala strategic alignment ini secara mendalam dibahas oleh Hartono (2005). Penyelarasan atau alignment merupakan integrasi antara strategi bisnis dan STI yang dilakukan mulai dari proses perencanaan hingga implementasi. Penyelarasan yang sebenarnya berjalan pada saat STI dioperasionalkan. 271

Luftman dan Brier (1999) mendefinisikan penyelarasan seperti dikutip Hartono (2005) adalah sebagai penerapan STI pada waktu dan cara yang tepat dan harmonis dengan strategi, tujuan dan kebutuhan bisnis. Penyelarasan strategi bisns dan STI menjadi penting karena STI bukan merupakan bagian organisasi yang independen tapi justru merupakan sasaran mencapai tujuan organisasi, yakni mencapai keunggulan kompetitif. Model penyelarasan STI yang diajukan oleh Henderson dan Venkatraman (1999) disebut dengan Strategic Alignment Model (SAM), seperti pada Gambar 2.

Sumber: Henderson dan Venkatraman (1999) Dua asumsi dasar keselarasan strategik yakni: (1) kinerja ekonomis merupakan hasil langsung dari kemampuan manajemen dalam menciptakan kecocokan strategik (strategic fit) antara posisi organisasi diarena pasar produk kompetitif dan desain struktur administratif yang sesuai dalam mendukung eksekusi strategi, dan (2) kococokan strategik adalah proses dinamik atau keselarasan strategik bukan peristiwa tunggal (an event) tapi merupakan proses adaptasi dan perubahan yang terus berlangsung. Dalam model keselarasan strategi ini terdapat dua domain, yakni domain internal (infrastruktur administratif, proses, dan ketrampilan) dan domain eksternal (lingkungan bisnis, kompetensi dan tatakelola bisnis). Building block dari model ini adalah kecocokan strategik di satu dimensi dan integrasi fungsional pada dimensi lainnya. Keselarasan 272

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 5 No.3 Mei. 2009

dicapai dengan mengartikulasikan strategi TI dengan mempertimbangkan sepenuhnya domain eksternal dan internal, dan mencapai integrasi fungsional yang bersifat strategik dan operasional. Integrasi strategik berkenaan dengan kaitan antara strategi bisnis dan strategi TI yang merefleksikan komponen eksternal. Lebih spesifik berkenaan dengan kemampuan fungsionalitas TI untuk membentuk dan mendukung strategi bisnis. Kemampuan ini merupakan sumber keunggulan kompetitif. Integrasi operasional berkenaan dengan kaitan domain internal, yaitu kaitan dengan infrastruktur organisasi dan proses dengan infrastruktur dan proses STI. Integrasi operasional ditujukan untuk mencapai koherensi internal antara syarat dan ekspektasi organisasional dengan kemampuan penyampaian (delivery capability) dalam fungsi TI. Pada dasarnya logika keselarasan strategik dalam SAM adalah manajemen TI yang efektif mensyaratkan keseimbangan antara empat domain. Henderson dan Venkatraman (1999) mengusulkan empat perspektif dalam mencapai keselarasan. Dalam dua perspektif pertama, strategi bisnis berperan sebagai faktor pendorong (driving force), dan pada dua perspektif lainnya strategi TI menjadi pemampu (enabler). Pada sisi strategi bisnis sebagai pendorong, perspektif keselarasan pertama adalah eksekusi strategi, pandangan ini menjangkar pada pernyataan bahwa strategi bisnis yang telah diartikulasikan dan merupakan faktor penyebab yang harus dipertimbangkan untuk memilih dan medesain infrastruktur TI. Perspektif kedua, transformasi teknologi, pandangan keselarasan ini menekankan pada penilaian implementasi strategi bisnis melalui strategi TI yang sesuai dan artikulasi infrastruktur dan proses yang disyaratkan. Pada perspektif ini desain organisasi menjadi fleksibel dan tidak menjadi kendala, artinya desain organisasi dapat disesuaikan untuk suksesnya pelaksanaan strategi. Perspektif ketiga, potensial kompetitif, pandangan yang didasarkan pada strategi TI sebagai pemampu, menekankan pada eksploitasi kemampuan TI yang ada dalam organisasi agar berdampak pada munculnya produk dan servis baru (business scope), mempengaruhi atribut strategi (distinctive competence), dan mengembangkan bentuk bentuk relasi baru (business governance). Perspektif ini memberi kemungkinan untuk terjadi adaptasi pada strategi bisnis dengan memamfaatkan kemampuan TI. Perspektif keempat, tingkatan pelayanan (service level), pandangan yang didasarkan pada strategi TI sebagai pemampu, menfokuskan diri pada upaya menciptakan organisasi pelayanan kelas dunia. TI dipahami akan menciptakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sistem informasi pelanggan. Keefektifan penggunaan TI adalah syarat perlu, namun organisasi masih harus men-deploy dan selalu responsif terhadap perubahan dan pertumbuhan permintaan yang cepat dari pengguna akhir (end-user). Menentukan jaminan keberhasilan dalam implementasi SIS merupakan langkah penting untuk menghindari kerugian dalam investasi TI dan kehilangan 273

momentum untuk menjadi perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif dipasar. Keberhasilan itu diawali oleh sejauhmana perencanaan bisnis dan perencanaan strategik STI selaras. Penelitian berkenaan dengan keselarasan strategik STI telah dilakukan antara lain oleh King (1987) dan Martin et al. (2005) seperti yang kutip oleh Hartono (2005). Model keselarasan yang dapat dilihat pada Gambar 3 menjelaskan bahwa visi bisnis merupakan titik awal yang menentukan visi tentang bagaimana seharusnya bisnis menggunakan informasi, menentukan rencana strategik bisnis, menetukan arsitektur informasi, rencana strategik STI, serta rencana operasional bisnis dan STI.

Penilaian Bisnis

Penilaian Penggunaan Informasi dan Manajemen

Visi untuk Bisnis

Visi tentang bagaimana Bisnis menggunakan Informasi

Rencana Strategik Bisnis

Arsitektur Informasi (Teknis dan Manajerial)

Rencana Operasional Bisnis dan Anggaran

Rencana Strategik Sistem Informasi

Dikutip dari: Hartono (2005) Gambar 3:

Rencana Operasional Sistem Informasi dan Anggaran

Model integrasi Perencanaan Strategi Bisnis dan Perencanaan Strategik Sistem Teknologi Informasi oleh Martin et al. (2005)

274

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 5 No.3 Mei. 2009

Pandangan lain tentang penyelarasan juga disampaikan oleh Haag, Cummings dan Dawkins (2000). Menurut mereka bertiga penyelarasan dilakukan pada tingkat awal perencanaan STI yaitu menyelaraskan tunjuan organisasional dengan teknologi informasi yang akan dibangun. Tujuan penyelarasan adalah untuk memastikan bahwa tujuan STI dan strategi organisasi memiliki harmoni dengan tujuan dan strategi bisnis. Metode yang digunakan dalam penyelarasan: IT fusion yakni penggabungan atau integrasi antara bisnis dan teknologi, competitive model force yakni analisis persaingan dengan menggunakan model Proter (1980), dan competitive intellegence yakni upaya untuk mengetahui atau memonitor apa yang dilakukan oleh kompetitor. Hasil akhir yang diharapkan adalah kejelasan bagaimana dan sejauhmana STI dapat mendukung tujuan dan strategi organisasi. Kelincahan Strategik (Strategic Agility) Kesalarasan strategik STI yang dicapai akan memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk mengeksploitasi kapabilitas TI yang ada. Kondisi dimana perusahaan mempunyai kesempatan berkemampuan mengeksploitasi kapabilitas ini dapat disebut dengan kelincahan strategik atau strategic agility. Weill, Subramani dan Broadbent (2002) mendefinisikan strategic agility atau kelincahan strategik sebagai sekumpulan inisiatif bisnis yang siap diimplementasikan oleh perusahaan (enterprise). Element-element organisasi yang dapat mengkontribusikan kondisi agility, termasuk didalamnya basis pelanggan, merek/brand, kompetensi inti, infrastruktur dan kemampuan pegawai untuk membuat perubahan. Mengorganisir dan mengkoordinasikan elemen-elemen diatas secara terpadu kedalam kelompok sumberdaya akan membentuk kapabilitas perusahaan, dimana jika superioritas dibandingkan dengan kompetitor akan berubah menjadi kompetensi pembeda atau kompetensi unik atau distinctive competence (Quinn & Hilmer, 1994). Penelitian Weill, Subramani dan Broadbent (2002) memperlihatkan korelasi signifikan antara kelincahan strategik dan kapabilitas infrastruktur TI. Hal ini memberikan isyarat bahwa jika manajer dapat menjelaskan kelincahan strategik yang diinginkan maka mereka dapat mengidentifikasi klaster pelayanan infrastruktur TI yang mana yang harus berada diatas rata-rata industri dan dengan demikian perusahaan dapat menciptakan kompetensi pembeda. Penelitian ini menentukan ada 10 klaster pelayanan infrastruktur TI yang dibentuk dari 70 jenis pelayanan yang diberikan oleh infrastruktur TI: (1) pelayanan pengelolaan saluran (channel-management services); (2) pelayanan keamanan dan manajemen resiko (security and risk management services); (3) pelayanan komunikasi (communication services); (4) pelayanan manajemen data (data management services); (5) pelayanan aplikasi infrastruktur (infrastruture application services); (6) pelayanan manajemen fasilitas TI (IT-facilities275

management); (7) pelayanan manajemen TI (IT management services); (8) pelayanan standar dan arsitektur TI (IT architecture and standards services); (9) pelayanan edukasi TI (IT education services); (10) pelayanan penelitian dan pengembangan TI (IT R&D services). Dari penelitian tersebut dapat juga disimpulkan bahwa perusahaan dengan derajat kelincahan strategik tertinggi memeiliki pelayanan yang lebih banyak disetiap klasternya dan dengan implementasi yang lebih luas pada setiap pelayanan. Simpulan Artikel ini mencoba memecah kebekuan dan pengisi ruang kosong dalam literatur STI yang berasal dari negeri sendiri. Lebih dari itu, artikel ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran konseptual untuk menjawab paradok produktifitas investasi di STI. Strategic agility dapat dihasilkan dari kemampuan organisasi yang menerapkan STI mengatasi kendala resistansi dari sedini mungkin dalam perencaan dan implementasi STI, dalam arti perlu adanya penyelarasan perencanaan strategik STI dengan perencanaan strategi bisnis. Pada tahap implementasi peranan manajemen perubahan akan menonjol untuk memberikan kontribusi keberhasilan penerapan STI. Dengan melihat penyelarasan strategik STI sebagai suatu proses dinamik, maka investasi TI akan menciptakan infrastruktur TI yang mendukung terbentuknya strategic agility, dan pada tahap berikutnya keunggulan kompetitif akan terbentuk. Daftar Referensi Bakos, Y. (1998), The productivity payoff of computers: a review of the computer revolution: an economic perspective by Daniel E. Sichel, Science, 281, p. 52. Barua, A., Kriebel, C. and Mukhopadhyay, T. (1995), Information technology and business value: an analytic and empirical investigation, Information Systems Research, 6 (1), pp. 3-23. Brynjolfsson, E. (1993), The productivity paradox of information technology: review and assessment, Communications of the ACM, 36 (12), pp. 67-77. Caldwell, B. (1998), Study: Year 2000 spending up 20% to $858 billion, Information Week Online, Nov 9 Haag, S., Cummings M., and Dawkins, J. (2000), Management of Information System for the Information Age, 2nd, McGraw-Hill, Boston MA.

276

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 5 No.3 Mei. 2009

Hartono, J. (2005), Sistem Informasi Strategik: Untuk Keunggulan Kompetitif Memenangkan Persaingan dengan Sistem Teknologi Informasi, Penerbit Andi, Yogyakarta Hartono, J. (2007), Sistem Informasi Keperilakuan, Penerbit Andi, Yogyakarta Henderson, J. C. and Venkatraman, N. (1999), Strategic Alignment: Leveraging Information Technology for transforming organization, IBM System Journal, Vol 38. Hitt, L. , and Brynjolfsson, E. (1996), Productivity, profit and consumer welfare: three different measures of information technology value; MIS Quarterly 20 (2), pp. 121-142. King, W.R. (1987) Strategic Planning for Management Information Systems. dalam Hartono, J. (2005), Sistem Informasi Strategik: Untuk Keunggulan Kompetitif Memenangkan Persaingan dengan Sistem Teknologi Informasi, Penerbit Andi, Yogyakarta Luftman, J., dan Brier, T. (1999), Achieving and Sustaining Business- IT Alignment, California Management Review, 42. pp 109-122 Martin, E. Wainright, Carol W. Brown, Daniel W. DeHayes, Jeffrey A. Hofer dan William C. Perkins. (2005) Managing Information Technology: What Managers Need to Know, dalam Hartono, J. (2005), Sistem Informasi Strategik: Untuk Keunggulan Kompetitif Memenangkan Persaingan dengan Sistem Teknologi Informasi, Penerbit Andi, Yogyakarta Mintzberg, H., Ahlstrand, B., and Lampel. J., (1998). Strategy safari: a guided tour through the wilds of strategic management. New York, NY: Free Press Mintzberg, H. and Westley, F. 1992. Cycles of organizational change. Strategic Management Journal. 13, 39-59 Quinn, J. and F. Hilmer (1994), Strategic Outsourcing, Sloan Management Review 335:43-55 Strassmann, P. (1997), Will big spending on computers guarantee profitability? Datamation, Feb Stratopoulos, T. and Dehning, B. (2000), Does successful investment in information technology solve the productivity paradox? Information and Management 38 103-117 277

Weill, P., (1992) The relationship between investment in information technology and firm performance: a study of the valve manufacturing sector, Information Systems Research 3 (4), 1992, pp. 307333. Weill, P., Subramani, M. dan Broadbent, M. (2002) Building IT infrastructure for Strategic Agility, Sloan Management Review, Fall. pp 57-65 Yosri, A., (1992.) The relationship between information technology expenditures and revenue contributing factors in large corporations, Doctoral Dissertation, Walden University.

278

THE ROLE OF CELEBRITY ENDORSE IN ADVERTISING BEAUTY PRODUCT (CASE ON LUX SOAP ADVERTISEMENT) IN BANDARLAMPUNGRinaldi Bursan5 & Anisa Kartika Sari6

ABSTRACT Advertisement as a part of promotion mix is a main content of promotion management which is use paid media room to carry on a message, while the client and advertising practition only face it as a facility to communicate with consumer. In this globalization era, advertising in Indonesia has been growth very progressively. We can see that many advertising is able to revive on television programme and also in print media or other electronic media. Many advertisements compete in making a spectacular advertisement and packed it as attractive as possible to attract peoples attention to the product. To make it more interesting, many of company exploiting popular public figure to market their product. Brand rule is also important because brand is a symbol of a product that promoted. Sometimes in one company, there are some different brands. One of big company which has many retail brands and very famous in Indonesia is PT. Unilever Indonesia Tbk. And in this proposal research, we use Lux soap advertisement as the object. With the strategy, Lux succeeds in developing its brand position as a beauty product with elegant, exclusive, prestigious, and glimmering image. The problem on this research is we want to know how big the celebrities influence to attract the enthusiasm of consumer to buy the product compares with non celebrity endorsement and see the effectiveness of the strategy for Lux soap using celebrity endorses as its marketing strategy. The purpose of this research is to know the applying of a marketing strategy using celebrity endorse in influence the purchasing power. The analysis system that used in this research is Kruskall-Willis one-way analysis of variance (ANOVA) using questioner that will be spread over into 150 peoples as the samples. The result of the analysis system shows that Lux succeeds in choosing the best marketing strategy on its promotion activity where barely people ever use Lux5 6

Dosen Jurusan Manajemen FE Unila Alumni Jurusan Manajemen FE Unila

soap and following the stars buying Lux soap. The celebrity proved can affected customer purchasing power on the product and Lux also succeeds in choosing the best celebrity who can explode Lux image on their personality. The most affected group in Lux sales level is the costumer in age 19-25 years old. To expand its market compartment, Lux soap should be maintains all the strength and try to increasing continuously the advantages to be better and perfect. Keywords: brand position, market, promotion

I. Introduction Along with the growing of prosperity in society, the consumption of economic goods is progressively increasing also. Not only the needs of primary good such as foods, clothes and housing, but also the needs of secondary good and other luxurious goods, even beauty goods to effort the quality of performance. Human needs of economic goods are expressing the existence of marketing activity. Marketing is the process of planning and executing the conception, pricing, distribution, and promotion of ideas, goods and services to create exchange that satisfy the perceived needs, wants, and objectives of individuals and organizations.(William F. Arens: 2006: 14) Nowadays, world industries are faced by sharply competition. This is a challenge which is not easy for a company, see from the characteristic of company which always have a mind for being on the highest position on its market share. So that to reach the position the company has to choose the best marketing strategy to stay in the long term. The companies have to be maintained and extend its market share in face of this sharply competition and the critical consumer. To improve or at least maintain its market position, the company use marketing strategy on their production marketing activities. Marketing strategy has an important role for companies successfulness, because when a company able to make a good strategy it means the company able to compete in market. Many of companies or organizations have pledge marketing as the main system of its successfulness. With marketing they can watch or control the activities and also they can do adjustment of market change. So the company should manage the activity of its marketing effectively and efficiently. As a consumer, we are exposed to hundreds and maybe even thousands of commercial messages every day. They may appear in the form of billboards, newspapers, magazines or television. There are just a few of the many 280

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 5 No.3 Mei. 2009

communication tools that companies and organization use to initiate and maintain contact with their customers .To make it more interesting and increasing people suggestion, many of company exploiting popular public figure to market its product, start from movie stars, models, or even singers, called celebrity endorse. In marketing communication strategy, there are three kinds of line of endorsement which often used by a company. First, through someone who is trust, and then through an expert, and last using someone whose taking a fancy and also famous and popular at the same time called celebrity (www.Xphones.com). And the rationale behind these strategies is that famous person can draw attention to a brand and shape the perceptions of the brand by virtue of the inferences that consumers make based on the knowledge they have about the famous person. But usually the advertising cooperation through the celebrity is more benefit to each other than the advertising cooperation through someone who is trust or through an expert (non-celebrity). For the company, the artist become a red yarn to its clients or customer and to generate a good impression of the product, and for the artist itself, being an endorsers means they can get many products freely. Academic study shows that the uses of celebrity endorse are more effectively compare with others various types of endorsement, including non-celebrity endorse, to maintain audiences memory of the advertisement and the brand name. For a company, people performance services are becoming one of the important factors which can stimulate the prospect (buyer) in making decision of their chosen of a product. The role of the artist on selling the product to the customer will influence buyers decision (consumers decision making). And surely for the consumer, this celebrity even can become their peer in developing self image. Exploiting of public figure such as celebrity for a company is not only for improving the brand awareness (caring to the name of the product) quickly, but also can change or manage the candidate buyers attitude become favorable with the brand. Besides that, finally of course it can create purchase intention. Actually, Lux produces its product in three kinds of product: the soap, the shampoo and conditioner, and last the hairspray. But in Indonesia we still produce the soap plus we also produce the scrub. Lux soap is divided into two kinds of soap, first is liquid soap or shower gel and the other is solid soap, with many fragrances each of them. Along with the growth of the usage of celebrity endorsement, we have Lux soap bar in different style and package. Everything about Lux, from the look and feel of the products and packaging to the fragrances is delight to the feminine senses. With a natural ingredients, 281

fascinated fragrance, and also real effect on skin, Lux aims to be the paradigm of the new femininity. Lux soap bar is available now in seven exclusive new packaging where the four fabulous icons are visualized on the cover image that shown power and also the feminism. : Lux Aromatic Radiance. It is endorsed by Tamara Bleszynski as Lady Lace. Lux Dazzling Beauty It is endorsed by Maria Renata as Hot Lips and now it is mix between Brazilian Guarana and Green Tea. Lux Creamy Delight It is endorsed by Dian Sastrowardhoyo as Jewel. Lux Petal Touch It is endorsed by Maria Renata as Stilettre. Lux Youthful Essence It is endorsed by Luna Maya as Lashes. Lux Aqua Sparkle It is endorsed by Tamara Bleszynski as Countess Clutch. Lux Pearl Glow It is endorsed by Dian Sastrowardhoyo as Honeyqueen. Promotion strategy is the biggest part of Lux successfulness. Promotion is an information communication between seller and buyer in purpose to persuade consumers attitude and behaviors. Promotion has its own role as an information for consumer about the product which offered by a company. In promotion planning, the company should pick the most effective and efficient kinds of promotion with using the best promotion media that suitable with company rules and budgets. There are three elements of Lux promotion mix that clearly use celebrity endorses to promote the products: A. Advertising Lux has promote its products in many kinds of activities. One of them is using advertising promotions through televisions, magazines such as Femina, Kartini, Gadis, and through billboards that spread over and hang up all over the state. 282

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 5 No.3 Mei. 2009

The latest promotion through advertising is Lux has present their new advertisements transformed as a short movie played by their icon. Lux really understands about the feminism. To optimal and to sacrifice woman beauty, Lux launched Beauty Gives You Super Powers campaign. Relating to this campaign, Lux collaborates with some Indonesians young sineas to make four short movies about woman that launched together in August 2006. These movies are made by women, about women and for women. With this film, Lux try to motivate woman to be able to find more their potential on their beauty and make them as their power. These short movie advertisements spend 10 minutes duration each of them: 1. Maya Raya Daya In Maya Raya Daya, Mira Lesmana chooses Nan Achnas as producer and script writer, and Luna Maya as the star. In this film, Mira show us the revival of the woman from three periods who intimidate by their married, which often happen in woman real life. The beauty on this film shows the power to take an action to survive. 3. (Bukan) Kesempatan Yang Terlewat Mira Lesmana chooses Lasja F. Susatyo as producer and Prisma Rusdi as script writer and played by Dian Sastrowardhoyo. This movie tells about the doubtfull of a woman in making decision about her love life in the middle of the doubtful about the existence of the love itself. The beauty interpreted as women power to choose their destiny of life. 4. Big Day In this film, Nia Dinata chooses Keke Tumbuan as producer and Vivian Idris as script writer with Tamara Bleszynski as the actress. Nia try to show the loyality of a womans heart to make her wedding ceremony as her most special day in her life. The beauty shows the power to struggle in reaching our dream. 5. Matchmaker Nia Dinata chooses Cinzia Puspita Rini as producer and Melisa Karim as script writer and it is played by Maria Renata. In this romantic comedy movie, the power of a woman shown by the shocking surprise at the end of this love triangle movie by brings happiness for someone else.

283

1.

Sales Promotion Another strategy to promote Lux is into a quiz. On this program, consumers are asking for buying the product to get chances to have a vacation together with Lux icon, more and more they buy the products, there will be more chances to win.

2.

Public Relation Lux also makes a program to reach many prospects who avoid sales promotion and advertisement. Lux becomes a sponsorship of a special event to keep in touch with the customer and to maintain brand awareness. With this program, Lux expects to be able to build an intimate communication to the audience. Even the program is not held all over the state, but the audience can see and enjoy it because it publishes through television, including the audience in Bandar Lampung. Lux promotes its product through stars chosen. We are confronted by too many beautiful and famous celebrities with good achievement and special typical as their icons. To satisfy the consumer and to get more attention, Lux always renews their icon fit with the period until now (www.playwithbeauty-id.com): 1986 1988 1990 1993 : Ira wibowo, Marissa Haque, Rini S.Bono, Minati atmanegara : Bia Seidl, Ira Wibowo, Ida Iasha, Lackie Lou : Andri Sentanu, Cyntia Yusuf, Ida IAsha, Okky Asokawati, Dina : Tamara Bleszynski, Ida Iasha, Andri Sentanu, Donna Harun

1996 : Nadya Hutagalung, Dessy Ratnasari, Tamara Bleszynski, Ida Iasha 1999 : Nadya Hutagalung, Tamara BLeszynski, Dessy Ratnasari, Vira Yuniar Dia Nitami, Feby Febiola, Dian

2002 : Tamara Bleszynski, Sastrowardhoyo

2003 : Tamara Bleszynski, Feby Febiola, Dian SastroWardhoyo

284

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 5 No.3 Mei. 2009

2004 : Tamara Bleszynski, Feby Febiola, Dian SastroWardhoyo, Maria Renata 2006 now : Tamara Bleszynski, Dian SastroWardhoyo, Maria Renata, Luna Maya The first time Lux marketed in Indonesia, Lux succeeds in taking peoples attention by the promotion. At that time, Indonesians Lux promotion still used the international Lux advertisement from Dutch that endorsed by the international stars. After three or four years struggle to promote the product in Indonesia, Lux starts to be well-known by the consumers and establish to rep