Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk ...
Transcript of Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk ...
Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerahuntuk Pertumbuhan yang Inklusif
BAPPEPROV JATIMPKDSP UNIBRAW
71905P
ublic
Dis
clos
ure
Aut
horiz
edP
ublic
Dis
clos
ure
Aut
horiz
edP
ublic
Dis
clos
ure
Aut
horiz
edP
ublic
Dis
clos
ure
Aut
horiz
edP
ublic
Dis
clos
ure
Aut
horiz
edP
ublic
Dis
clos
ure
Aut
horiz
edP
ublic
Dis
clos
ure
Aut
horiz
edP
ublic
Dis
clos
ure
Aut
horiz
ed
KANTOR BANK DUNIA JAKARTA
Gedung Bursa Efek Indonesia Menara II, Lt. 12-13Jln. Jenderal Sudirman Kav. 52-53Jakarta – 12190Telp. (+6221) 5299 3000Faks (+6221) 5299 3111
Laporan ini dicetak pada Bulan April 2012
Foto kiri atas, dan kanan atas pada halaman sampul merupakan Hak Cipta © Bank Dunia, foto pada kiri bawah halaman sampul merupakan Hak Cipta © REDI. Foto pada halaman dalam merupakan Hak Cipta © Bastian Zaini untuk foto pada halaman Ringkasan Eksekutif, Hak Cipta © REDI untuk foto pada halaman Bab 1 dan Bab 5, Hak Cipta © Bank Dunia untuk halaman Bab 2, Bab 4, dan Bab 7, Hak Cipta © Indira Hapsari untuk halaman Bab 3, Hak Cipta © Sigit Yuwono untuk halaman Lampiran, dan foto pada halaman Bab 6 merupakan Hak Cipta © Governance and Decentralization Survey 2.
Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011. Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif merupakan kerjasama tim peneliti PKDSP Universitas Brawijaya, Pemerintah Daerah Jawa Timur, dan staf Bank Dunia. Temuan, interpretasi, dan kesimpulan dalam laporan ini tidak mencerminkan pendapat Dewan Eksekutif Bank Dunia, maupun pemerintah yang mereka wakili.
Bank Dunia tidak menjamin keakuratan data yang terdapat dalam laporan ini. Batasan, warna, angka, dan informasi lain yang tercantum pada tiap peta dalam laporan ini tidak mencerminkan penilaian Bank Dunia tentang status hukum suatu wilayah atau merupakan bentuk pengakuan dan penerimaan atas batasan tersebut.
Untuk keterangan lebih lanjut mengenai laporan ini, silahkan hubungi Bastian Zaini ([email protected]).
Laporan ini dicetak menggunakan kertas daur ulang
Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerahuntuk Pertumbuhan yang Inklusif
ivAnalisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Ucapan Terima Kasih
Laporan ini merupakan hasil kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan Universitas Brawijaya (PKDSP UNIBRAW) dan Bank Dunia. Apresiasi yang tinggi disampaikan kepada tim peneliti yang diketuai oleh Dwibudi Santosa, dengan tenaga ahli Prof. Munawar, Prof. Maryunani, Prof. Djumilah, dan Prof. Ahmad Erani Yustika, dengan peneliti Ferry Prasetyia, Devanto SP, Putu Mahardika, Dadan S. S dan Wawan Sobari, serta dukungan penuh tim data, yaitu Anorti Ika W, Ping Pradhana, Diaz Satria, Almuizzudin, dan Anorda Satria. Tim Bank Dunia dipimpin oleh Fahmi Wibawa dan Bastian Zaini, dibantu oleh Indira Maulani Hapsari, Chandra Sugarda, Ihsan Haerudin, Diding Sakri dan Adrianus Hendrawan.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kami sampaikan kepada Project Management Committee (PMC) yang secara aktif dan responsif berkontribusi sejak proses penelitian sampai dengan proses penulisan laporan. Terima kasih juga kami sampaikan kepada segenap SKPD di lingkungan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur atas dukungannya. Secara khusus, terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kami sampaikan kepada Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur sebagai ketua PMC, Bapak Hadi Prasetyo dan Bapak Zainal Abidin, dan Kepala Bidang Ekonomi Bappeda Provinsi Jawa Timur sebagai sekretaris PMC, Bapak Budi Setiawan dan Bapak Jumadi, serta Bapak Arief Tri Hardjoko yang memfasilitasi secara langsung penelitian ini.
Proses pembuatan laporan ini diarahkan oleh Gregorius D.V. Pattinasarany. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Shubham Chaudhuri, William E. Wallace, Cut Dian Rahmi Agustina, Ahmad Zaki Fahmi, Dwi Endah Abriningrum, Ahya Ihsan, serta rekan-rekan dari Bank Dunia atas saran dan masukannya. Terima kasih juga kami sampaikan kepada Maulina Cahyaningrum atas bantuan dalam proses produksi laporan dan Sarah Sagitta Harmoun dan Sigit Yuwono atas dukungan logistiknya. Laporan ini juga mendapat sumbangan yang berharga dari hasil survei Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) Provinsi Jawa Timur yang dilaksanakan oleh Syahrir Cole.
v
Kata Pengantar
Jawa Timur dikenal sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki posisi strategis, terutama dalam aspek perekonomiannya. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur stabil diatas rata-rata nasional, dengan sektor pertanian dan indutri pengolahan sebagai pendorong utama perekonomian daerah. Dengan dukungan ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan potensi sumber daya fi skal yang tersedia, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, Jawa Timur memiliki peluang besar untuk mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan pembangunan yang merata.
Untuk mencapai sasaran pembangunan tersebut, berbagai hambatan pembangunan perlu dibenahi. Dari sisi pengelolaan keuangan daerah, masih diperlukan perbaikan komposisi belanja publik pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Kualitas infrastruktur perlu ditingkatkan, khususnya infrastruktur jalan kabupaten/kota yang dibutuhkan untuk menjamin keterhubungan antar wilayah. Dan yang tidak kalah penting, peningkatan kualitas SDM melalui Program Wajib Belajar 9 tahun dan sekolah menengah 12 tahun. Tantangan pembangunan terbesar bagi Pemerintah Daerah di Jawa Timur adalah bagaimana APBD dapat menjadi instrumen untuk mempercepat tercapainya sasaran-sasaran pembangunan di berbagai sektor, yang mampu mendorong terciptanya lapangan pekerjaan dan mengurangi angka kemiskinan, dan pada akhirnya dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Laporan ini merupakan upaya Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur dalam meningkatkan kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah, meningkatkan kualitas perencanaan dan penganggaran, dan pada akhirnya mendukung pencapaian sasaran-sasaran pembangunannya. Laporan ini merupakan hasil kerjasama antara Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur, Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan Universitas Brawijaya (PKDSP UNIBRAW), dengan dukungan CIDA, AusAID dan Bank Dunia. Bappeda Provinsi Jawa Timur berperan penting dalam menfasilitasi seluruh proses pembuatan laporan ini.
Kami berharap laporan ini dapat memberikan kontribusi bagi Pemerintah daerah di Provinsi Jawa Timur, pemerintah daerah di daerah lainnya, dan Pemerintah Pusat sebagai referensi dalam meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan daerah pada khususnya serta pembangunan daerah pada umumnya.
Surabaya, April 2012 Jakarta, April 2012
Dr. H. Soekarwo, M.Hum.
Gubernur Provinsi Jawa TimurStefan G. Koeberle
Kepala Perwakilan Bank Dunia Indonesia
Surabaya, April 2012
Dr. H. Soekarwo, M.Hu
b
viAnalisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Daftar Isi
Ucapan Terima Kasih ivKata Pengantar vDaftar Isi viDaftar Istilah xiiRingkasan Eksekutif 1
Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur 9 1.1 Demografi , Ketenagakerjaan, dan Kemiskinan 12 1.2 Perekonomian dan Pertumbuhan Inklusif 20
Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan 27 2.1 Gambaran Umum 28 2.2 Pajak Daerah 31 2.3 Dana Bagi Hasil 32 2.4 Dana Alokasi Umum 33 2.5 Dana Alokasi Khusus 33 2.6 Kesimpulan dan Rekomendasi 34
Bab 3 Belanja Daerah 37 3.1 Gambaran Umum 38 3.2 Belanja Daerah Berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi 40 3.3 Belanja Daerah Berdasarkan Sektor 41 3.4 Belanja Pemerintah Pusat di Jawa Timur 41 3.5 Belanja Perkapita Kabupaten/Kota di Jawa Timur 42 3.6 Analisis Anggaran vs. Realisasi 43 3.7 Hubungan Belanja dan Gender 45 3.8 Kesimpulan dan Rekomendasi 46
Bab 4 Analisis Sektoral 49 4.1 Sektor Infrastruktur 50 4.1.1 Kesimpulan dan Rekomendasi 56 4.2 Sektor Pendidikan 57 4.2.1 Kesimpulan dan Rekomendasi 62 4.3 Sektor Kesehatan 63 4.3.1 Pelayanan Kesehatan 65 4.3.2 Belanja Kesehatan 65 4.3.3 Kesimpulan dan Rekomendasi 69 4.4 Sektor Pertanian 69 4.4.1 Gambar Umum Sektor Pertanian 69 4.4.2 Upah rata-rata dan Nilai Tukar Petani 72 4.4.3 Belanja Sektor Pertanian 73
vii
Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur 79 5.1 Pendahuluan 80 5.2 Kerangka Peraturan Perundangan Daerah 81 5.3 Perencanaan dan Penganggaran 82 5.4 Pengelolaan Kas Daerah 83 5.5 Pengadaan Barang dan Jasa 84 5.6 Akuntansi dan Pelaporan 85 5.7 Internal Audit 85 5.8 Hutang, Hibah, dan Investasi 86 5.9 Pengelolaan Aset 87 5.10 Audit Eksternal 88 5.11 Hasil Laporan Audit BPK Terhadap Laporan Keuangan Daerah tahun 2005-2010 89 5.12 Rekomendasi 92
Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik 95 6.1 Perkembangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Jawa Timur 96 6.2 Reformasi PNS Di Jawa Timur 96 6.3 PNS Dan Kesejahteraan Masyarakat 99 6.4 Kesimpulan Dan Rekomendasi 101
Bab 7 Pengarusutamaan Gender 105 7.1 Pengarusutamaan Gender di Jawa Timur 106 7.2 Perkembangan Pembangunan Gender 107 7.3 Kemiskinan dan Tenaga Kerja Wanita (TKW) 108
Daftar Pustaka 117
Lampiran 119Lampiran A. Apakah yang dimaksud dengan Analisis Keuangan Publik Pemerintah Jawa Timur? 120 Lampiran B. Catatan Metodologi 121Lampiran C. Matriks Temuan, Rekomendasi dan Rencana Aksi 132Lampiran D. Budget Master Table 141
Daftar Gambar
Gambar 1.1. Profi l wilayah Jawa Timur 11Gambar 1.2. Kinerja Jawa Timur meningkat selama 10 tahun desentralisasi 12Gambar 1.3. Wilayah kota memiliki kinerja yang lebih baik daripada kabupaten 13Gambar 1.4. Pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Timur tergolong rendah 13Gambar 1.5. Kepadatan penduduk terpusat di daerah perkotaan 14Gambar 1.6. Jumlah penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan di Jawa Timur, 2010 15Gambar 1.7. Keterkaitan antara sektor basis pertanian dengan tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Jawa Timur 15Gambar 1.8. Tenaga kerja per sektor dan berdasarkan struktur di Jawa Timur dan menurunnya angka pengangguran terbuka 16Gambar 1.9. Angkatan kerja per pencapaian pendidikan di tahun 2010 17Gambar 1.10. Pengangguran dan pembangunan manusia berdasarkan gender di Jawa Timur. 18Gambar 1.11. Pengentasan kemiskinan adalah tantangan besar bagi Jawa Timur 18Gambar 1.12. Peta tingkat kemiskinan di kabupaten/kota di Jawa Timur 2010 19
viiiAnalisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Gambar 1.13. Kemiskinan dan populasi perempuan di Jawa Timur, 2010. 20Gambar 1.14. Jawa Timur memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia 21Gambar 1.15. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dan nasional, 2010 21Gambar 1.16. Kontribusi PDRB Jawa Timur dan perdagangan antar pulau, 2010 22Gambar 1.17. Ukuran geografi s (area) dan peta kegiatan ekonominya (PDRB) 23Gambar 1.18. Tingkat infl asi di Jawa Timur bervariasi 24Gambar 2.1a. Pendapatan daerah Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Jawa Timur, 2006-2010 28Gambar 2.1b. Komponen pendapatan daerah Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Jawa Timur, 2006 – 2010 28Gambar 2.2a. Porsi pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2006-2010 29Gambar 2.2b. Porsi pendapatan daerah Pemerintah Kabupaten/kota Jawa Timur, 2006-2010 29Gambar 2.3. Pendapatan per kapita daerah kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2009 (Rp) 30Gambar 2.4a. Ruang Fiskal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Jawa Timur, 2006-2010 30Gambar 2.4b. Ruang Fiskal Kabupaten/Kota Tahun 2009 (Persen Terhadap Total Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota) 30Gambar 2.5a. Komponen PAD Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2006-2010 32Gambar 2.5b. Komponen PAD Pemerintah Kabupaten/kota Jawa Timur, 2006-2010 32Gambar 2.6. DIstribusi Pendapatan Asli Daerah per kapita kabupaten di Jawa Timur, 2009 32Gambar 2.7. Pendapatan dana bagi hasil provinsi dan kabupaten/kota di jawa timur, 2006-2010 32Gambar 2.8. Sebaran jumlah pegawai negeri dan DAU yang diterima kabupaten/kota di Jawa Timur, 2009 33Gambar 2.9. Alokasi DAK untuk Jawa Timur, 2009 33Gambar 3.1. Belanja daerah per kapita provinsi di Indonesia, 2010 38Gambar 3.2. Belanja daerah Jawa Timur oleh pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan pusat, 2006-2010 39Gambar 3.3. Belanja provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur, 2006-2010 39Gambar 3.4a. Porsi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Timur berdasarkan klasifi kasi ekonomi, 2006-2010 40Gambar 3.4b. Porsi belanja Pemerintah Kabupaten/kota Jawa Timur berdasarkan klasifi kasi ekonomi, 2006-2010 40Gambar 3.5a. Porsi belanja pemerintah provinsi berdasarkan sektor, 2006-2010 41Gambar 3.5b. Porsi belanja pemerintah kabupaten/kota berdasarkan sektor, 2006-2010 41Gambar 3.6. Belanja Pemerintah Pusat di Jawa Timur untuk 4 sektor strategis, 2006-2010 42Gambar 3.7. Belanja per kapita daerah kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2009 43Gambar 3.8. Anggaran versus realisasi belanja daerah Jawa Timur, 2006-2010 43Gambar 3.9. Belanja Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Jawa Timur 46Gambar 4.1. Penyediaan infrastruktur dasar dapat mengimbangi rata-rata nasional 51Gambar 4.2. Akses Rumah Tangga yang Dikepalai Perempuan Terhadap Air Bersih, Sanitasi dan Listrik di Jawa Timur 51Gambar 4.3. Provinsi Jawa Timur memiliki jalan kabupaten/kota terpanjang di Indonesia 52Gambar 4.4. Secara umum, sebagian besar desa telah memiliki akses ke jalan, namun sebagian besar mengalami kerusakan setidak-tidaknya sebesar 20 persen 52Gambar 4.5. Belanja pemerintah daerah untuk infrastruktur cenderung stabil namun mengalami penurunan proporsi dalam 5 tahun terakhir 53Gambar 4.6. Komposisi belanja infrastruktur pemerintah daerah 54Gambar 4.7. Belanja program infrastruktur Pemerintah Provinsi Jawa Timur 55Gambar 4.8. Perbedaan yang signifi kan antara belanja Kota Surabaya dan Kabupaten Lumajang 55Gambar 4.9. Investasi pemerintah daerah dalam infrastruktur masih dibawah 1 persen dari PDRB Jawa Timur 56Gambar 4.10. Tantangan pemerintah daerah di Jawa Timur adalah meningkatkan angka partisipasi sekolah untuk tingkat SMP dan SMA 57Gambar 4.11. Pada 27 dari 38 kabupaten/kota, APM (SMP 2010) perempuan lebih rendah daripada laki-laki 58Gambar 4.12. Pada 26 dari 38 kabupaten/kota, APM (SMA 2010) perempuan lebih rendah dari pada laki-laki 58
ix
Gambar 4.13. Sebagian besar tenaga kerja berpendidikan rendah yang disebabkan oleh dorongan faktor ekonomi 59Gambar 4.14. Belanja pendidikan terus meningkat secara riil, namun pada tingkat kabupaten/kota masih bervariasi 59Gambar 4.15. Sebagian besar belanja pendidikan tingkat kabupaten/kota dialokasikan untuk belanja pegawai 60Gambar 4.16. Belanja program pendidikan provinsi berfokus pada peningkatan mutu dan pendidikan menengah 61Gambar 4.17. Biaya pendidikan di Jawa Timur semakin meningkat, khususnya untuk kelompok pengeluaran tinggi 62Gambar 4.18. Penurunan AKB berpotensi meningkatkan AHH 63Gambar 4.19. Kesenjangan AKB antar kabupaten/kota di Jawa Timur masih cukup tinggi, 2010 64Gambar 4.20. Cakupan imunisasi dan kelahiran ditolong tenaga kesehatan cukup baik pada tingkat provinsi, tapi masih menyisakan kesenjangan antar kabupaten/kota 64Gambar 4.21. Angka Kesakitan penduduk Jawa Timur sedikit lebih rendah dari rata-rata nasional 65Gambar 4.22. Targeting fasilitas kesehatan gratis sudah cukup baik, namun perlu peningkatan cakupan 65Gambar 4.23. Belanja Kesehatan secara riil meningkat dan didominasi oleh belanja kesehatan kabupaten/kota 66Gambar 4.24. Tujuh daerah dengan belanja kesehatan per kapita terendah adalah daerah dengan proporsi belanja kesehatan yang terendah juga 66Gambar 4.25. Masih ada 15 kabupaten/kota yang belanja urusan kesehatannya kurang dari 10 persen total APBD 67Gambar 4.26. Klasifi kasi ekonomi belanja kesehatan 68Gambar 4.27. Belanja rumah tangga untuk kesehatan tetap tinggi meskipun Belanja Kesehatan per Kapita juga meningkat 68Gambar 4.28. Produksi Riil Meningkat, namun kontribusi terhadap perekonomian menurun dengan pertumbuhan dibawah pertumbuhan produksi pertanian nasional 70Gambar 4.29. Kabupaten Banyuwangi, Sumenep, Blitar dan Probolinggo memiliki surplus produksi pertanian 70Gambar 4.30. Sub-sektor tanaman pangan mendominasi sektor pertanian di Jawa Timur dengan pertumbuhan meningkat tiap tahunnya. 71Gambar 4.31. Jawa Timur merupakah salah satu lumbung padi nasional dengan angka produktivitas tertinggi 71Gambar 4.32. Petani memiliki upah rata-rata terendah dibanding sektor lainnya, dengan Indeks NTP 2009-2010 selalu dibawah 100 72Gambar 4.33. Belanja Pemerintah untuk sektor pertanian tidak meningkat berarti. 73Gambar 4.34. Ada beberapa wilayah perkotaan yang memiliki belanja pertanian perkapita lebih tinggi dibandingkan kabupaten 74Gambar 4.35. Sebagian Besar belanja pertanian dialokasikan untuk belanja pertanian tanaman pangan (termasuk didalamnya peternakan) 74Gambar 4.36. Belanja langsung sudah mendominasi belanja pertanian, namun proporsi belanja pegawai dalam belanja langsung masih lebih besar dari modal 75Gambar 4.37. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani baru menjadi prioritas pada tahun 2010 75Gambar 5.1. Kinerja PKD di Provinsi Jawa Timur 80Gambar 5.2. Kinerja PKD di Provinsi Jawa Timur Dirinci Berdasarkan 9 Bidang 80Gambar 5.3. Kinerja PKD Bidang Kerangka Peraturan Daerah 81Gambar 5.4. Kinerja PKD Bidang Perencanaan dan Penganggaran 82Gambar 5.5. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Kas Daerah 83Gambar 5.6. Kinerja PKD Bidang Pengadaan Barang dan Jasa 84Gambar 5.7. Kinerja PKD Bidang Akuntansi dan Pelaporan 85Gambar 5.8. Kinerja PKD Bidang Internal Audit 86Gambar 5.9. Kinerja PKD Bidang Hutang, Hibah, dan Investasi 87
xAnalisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Gambar 5.10. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Aset 88Gambar 5.11. Kinerja PKD Bidang Audit Eksternal 89Gambar 5.12. Status Laporan Keuangan Daerah berdasarkan audit BPK 2005-2010 untuk pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur 89Gambar 6.1. Jumlah anggota PNS mengalami penurunan pada tahun terakhir dan persentase PNS perempuan yang berpendidikan tinggi meningkat. 96Gambar 6. 2. Komposisi PNS Berdasarkan Golongan tahun 2010 96Gambar 6. 3. PNS Per 1000 Penduduk tahun 2007 – 2010 97Gambar 6.4. Sebaran PNS berdasarkan rata-rata gaji pegawai per kapita dan tingkat kemiskinan kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2007 – 2010 100Gambar 6.5. Sebaran PNS berdasarkan rata-rata gaji pegawai per kapita dan IPM kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2006 – 2010 101Gambar 7.1. Persentase anggota DPRD Jawa Timur menurut jenis kelamin periode 2004/2009 dan 2009/2014 106Gambar 7.2. Jumlah lulusan pendidikan tinggi menurut jenis kelamin per 10.000 penduduk di Jawa Timur 106Gambar 7.3. Grafi k IPM dan IPG di Jawa Timur Tahun 2006-2008 107Gambar 7.4. Grafi k IPM dan IPG di seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur 107Gambar 7.5. Alasan Perempuan Menjadi TKW 108Gambar 7.6. Wilayah yang menjadi kantong tenaga kerja wanita di Jawa Timur tahun 2009-2010 108Gambar 7.7. Negara tujuan TKI laki-laki dan perempuan di Jawa Timur Tahun 2009-2010 109Gambar 7.8. Penempatan TKI formal dan informal ke luar negeri. 110Gambar 7.9. TKW Jawa Timur berdasarkan jenis pekerjaannya 2009 – 2010. 111Gambar 7.10. Jumlah remittance dari negara tujuan TKI Indonesia tahun 2009-2010 111Gambar 7.11. Beragam permasalahan yang dihadapi TKI 112
Daftar Tabel
Tabel 3.1. Anggaran versus Realisasi Belanja Pemerintah Jawa Timur, 2006-2010 40Tabel 3.2. Tingkat realisasi belanja provinsi dan kabupaten/kota Jawa Timur, 2006-2009 44Tabel 3.3. Tingkat realisasi belanja provinsi dan kabupaten/kota Jawa Timur berdasarkan sektor, 2006-2009 45Tabel 4.1. Belanja Kesehatan berdasarkan tingkat pemerintahan 67Tabel 4.2. Kontribusi produksi pertanian Jawa Timur terhadap nasional 2010 72Tabel 4.3. Pemerintah Provinsi memiliki proporsi belanja pertanian lebih besar dibanding tingkat pemerintahan lainnya 73Tabel 5.1. Kinerja PKD Bidang Peraturan Perundangan dirinci berdasarkan sub-bidang 81Tabel 5.2. Kinerja PKD Bidang Perencanaan dan Penganggaran dirinci berdasarkan sub-bidang 83Tabel 5.3. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Kas dirinci berdasarkan sub-bidang 84Tabel 5.4. Kinerja PKD Bidang Akuntansi dan Pelaporan dirinci berdasarkan sub-bidang 85Tabel 5.5. Kinerja PKD Bidang Pengawasan Intern dirinci berdasarkan sub-bidang 86Tabel 5.6. Kinerja PKD Bidang Hutang dan Investasi Publik dirinci berdasarkan sub-bidang 87Tabel 5.7. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Aset dirinci berdasarkan sub-bidang 88Tabel 5.8. Kinerja PKD Bidang Audit dan Pengawasan Eksternal dirinci berdasarkan sub-bidang 88Tabel 5.9. Hasil Audit BPK terhadap Laporan Keuangan Daerah periode 2005-2010 90Tabel 5.10. Hasil audit BPK untuk provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur 2005-2010 91Tabel 5.11. Agenda dan Usulan Program Peningkatan Kapasitas PKD di Provinsi Jawa Timur 92
xi
Tabel indikator dan hasil survei pengelolaan keuangan daerah di pemerintah provinsi dan 3 daerah (kota dan kabupaten) di Jawa Timur 123Tabel D.1.1. Pendapatan Berdasarkan Sumber (dalam Rupiah) 141Tabel D.1.2. Belanja Berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi (dalam Rupiah) 143Tabel D.1.3. Belanja berdasarkan bidang (dalam Rupiah) 144Tabel D.2.1. Belanja Pemerintah Pusat yang Terdekonsentrasi ke Provinsi Jawa Timur (dalam Rupiah) 146Tabel D.3.1. Pendapatan Riil Perkapita Daerah berdasarkan Kabupaten/Kota tahun 2009 (dalam Rupiah) 146Tabel D.3.2. Belanja Riil Perkapita Daerah Kabupaten/kota berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi tahun 2009 (dalam Rupiah) 147Tabel D.3.3. Belanja Riil Perkapita Daerah Kabupaten/kota berdasarkan Urusan tahun 2009 (dalam Rupiah) 148
Daftar Kotak
Kotak 5.1. Hasil Survei PKD Unibraw 91Kotak 6.1. Reformasi Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor Jawa Timur 98Kotak 6. 2. Evaluasi Kinerja Khas Jawa Timur 99Kotak 6. 3. PNS dan Inovasi Daerah 100Kotak 7.1. Perbedaan persyaratan menjadi TKW formal dan informal 110Kotak 7.2. Persepsi TKW terhadap peran pemerintah 112Kotak 7.3. Belum Optimalnya Pemanfaatan Dana Perlindungan yang Dibayar TKW 113
xiiAnalisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Daftar Istilah
AHH Angka Harapan HidupAKB Angka Kematian Bayi AKI Angka Kematian IbuAMH Angka Melek HurufAPBD Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerahAPBN Anggaran Pendapatan dan Belanja NegaraAPK Angka Partisipasi KotorAPM Angka Partisipasi MurniAPS Angka Partisipasi SekolahASB Analisa Standar BiayaBakosurtanal Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan NasionalBappeda Badan Perencanaan Pembangunan DaerahBappenas Badan Perencanaan Pembangunan NasionalBappeprov Badan Perencanaan Pembangunan ProvinsiBawasda Badan Pengawasan DaerahBKB-Posyandu-PADU Bina Keluarga Balita – Pos Pelayanan Terpadu – Pendidikan Anak Dini UsiaBPK Badan Pemeriksa KeuanganBPS Badan Pusat StatistikBUMD Badan Usaha Milik DaerahCEDAW Convention on The Elimination of All Forms of Discriminations Against WomenDAK Dana Alokasi KhususDAU Dana Alokasi UmumDBH Dana Bagi HasilDekon/TP Dekonsentrasi/Tugas PembantuanDispenda Dinas Pendapatan DaerahDJPK Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian KeuanganDPA Dokumen Pelaksanaan AnggaranDPPKAD Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset DaerahDPRD Dewan Perwakilan Rakyat DaerahDRSP Democratic Reform Support ProgramFGD Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terfokus)Gerbangkertasusila Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, LamonganHDI Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia)
xiii
HPS Harga Perkiraan SendiriIDG Indeks Pemberdayaan GenderIPG Indeks Pembangunan GenderIPM Indeks Pembangunan Manusia atau HDIJatim Jawa TimurJPIP The Jawa Pos Institute of Pro-OtonomiKUA – PPA(s) Kebijakan Umum Anggaran – Plafon Penggunaan Anggaran (sementara)LAKIP Laporan Akuntabilitas dan Kinerja Instansi PemerintahLHP Laporan Hasil PemeriksanaanLKPJ Laporan Keterangan PertanggungjawabanLPJ Laporan PertanggungjawabanLPPD Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan DaerahLQ Location QuotientLSM Lembaga Swadaya MasyarakatMP3EI Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi IndonesiaMusrenbang Musyawarah Perencanaan PembangunanNTB Nusa Tenggara BaratNTP Nilai Tukar PetaniNTT Nusa Tenggara TimurPAD Pendapatan Asli DaerahPBB Pajak Bumi dan BangunanPDB Produk Domestik BrutoPDRB Produk Domestik Regional BrutoPemda Pemerintah DaerahPemkot Pemerintah KotaPemprov Pemerintah ProvinsiPerda Peraturan DaerahPerpu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-UndangPEA Public Expenditure AnalysisPEACH Public Expenditure and Capacity Harmonization Perkada Peraturan Kepala DaerahPFM Public Financial Management (Pengelolaan Keuangan Publik)PIP Pusat Investasi PemerintahPJTKI Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia
xivAnalisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Daftar Istilah
PKB Pajak Kendaraan BermotorPKD Pengelolaan Keuangan DaerahPNS Pegawai Negeri SipilPokja Kelompok KerjaPolindes Pos Persalinan DesaPosyandu Pusat Pelayanan TerpaduPP dan PA Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan AnakPPK Pejabat Penatausahaan KeuanganPPL Petugas Penyuluh LapanganPU Pekerjaan UmumPUG Pengarusutamaan GenderPUJA Public Sector Jatim AwardPuskesmas Pusat Kesehatan MasyarakatPustu Puskesmas PembantuRAD Rencana Aksi DaerahRenstra Rencana StrategisRKA Rencana Kerja dan AnggaranRp RupiahRPJP Rencana Pembangunan Jangka PanjangRPJM Rencana Pembangunan Jangka MenengahRS Rumah SakitRSUD Rumah Sakit Umum DaerahRT Rumah TanggaRTRW Rencana Tata Ruang WilayahSakernas Survei Tenaga Kerja NasionalSamsat Sistem Administrasi Satu AtapSD Sekolah DasarSDA Sumber Daya AlamSISMIOP Sistem Informasi dan Manajemen Objek Pajak SKPD Satuan Kerja Pemerintah DaerahSKPKD Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
xv
Daftar Istilah
SMA Sekolah Menengah AtasSMK Sekolah Menengah KejuruanSMP Sekolah Menengah PertamaSOTK Susunan Organisasi dan Tata KelolaSPD Surat Penyediaan DanaSPM Standar Pelayanan MinimumSusenas Survei Sosial Ekonomi Nasional oleh BPSTA Tahun AjaranTKI Tenaga Kerja IndonesiaTKW Tenaga Kerja WanitaTMP Tidak Memberikan PendapatTPT Tingkat Pengangguran TerbukaTW Tidak WajarUKG Unit Kerja GubernurUMR Upah Minimum RegionalVOC Vereenigde Oostindische Compagnie WB World Bank (Bank Dunia)WDP Wajar Dengan PengecualianWISMP Water Resource Irrigation Sector Management ProgramWTP Wajar Tanpa Pengecualian
Ringkasan Eksekutif
2Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Ringkasan Eksekutif
Jawa Timur merupakan sebuah provinsi besar yang memiliki berbagai keunggulan dan potensi. Provinsi ini terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota yang tersebar di wilayah pegunungan, pesisir, dan kepulauan. Populasinya hampir mencapai 16 persen dari populasi Indonesia yang mendiami 2,5 persen dari wilayah Indonesia. Secara geografi s, wilayah Jawa Timur terletak pada jantung penghubung antara kawasan barat dan timur Indonesia. Secara ekonomi, Jawa Timur menyumbang hampir 15 persen dari perekonomian nasional. Besarnya kegiatan ekonomi yang juga disebabkan oleh tingginya arus barang dan perdagangan di provinsi ini menyebabkan Jawa Timur memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia.
Secara demografi s, Jawa timur merupakan wilayah dengan populasi kedua terbesar di Indonesia dengan laju pertumbuhan penduduk yang relatif rendah. Rasio ketergantungan menunjukkan bahwa satu penduduk usia non produktif bergantung pada dua orang penduduk usia produktir. Namun sumber daya manusia yang tersedia ini belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena karena kualitas SDM masih relatif rendah. Pada tahun 2009, lebih dari 55 persen angkatan kerja di Jawa Timur hanya berpendidikan SD atau bahkan lebih rendah. Sementara angkatan kerja berpendidikan lanjutan (D1-D3 dan Universitas) tidak lebih dari 5 persen.
Kinerja Jawa Timur meningkat selama 10 tahun desentralisasi
PDRB
2000
PerK
apita
(200
0=10
0),(
Juta
Rp)
PDRB
2010
PerK
apita
(200
0=10
0),(
Juta
Rp)
Jawa Timur
(26)
Nasional (24)
-
5
10
15
20
25 1999
Jawa Timur
(15) Nasional
(13)
-
5
10
15
20
25
30 2010
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan: Angka Kemiskinan (BPS, 1999 dan 2010); PDRB per kapita (BPS, 2000 dan 2010); Konsolidasi Belanja Per Provinsi per kapita (Kementerian Keuangan, 2008);
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir setelah dimulainya desentralisasi Jawa Timur mengalami peningkatan kinerja daerah. Sejak desentralisasi, pemekaran yang terjadi di Jawa Timur hanya pemekaran satu kota. Seperti daerah lain, belanja pemerintah daerah mengalami peningkatan yang pesat dan kinerja ekonomi mengalami kemajuan dengan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) yang secara riil mengalami peningkatan hampir dua kali lipat, dari Rp 5,8 juta per orang (2000) hingga menjadi Rp 9,1 juta per orang (2010) dengan angka pertumbuhan sebesar 7,12 persen di semester pertama tahun 2011. Realisasi belanja yang mencakup seluruh pemerintah daerah di Jawa Timur juga mengalami peningkatan yang signifi kan. Secara riil belanja daerah per kapita meningkat delapan kali lipat dari Rp 123 ribu (2000) menjadi Rp 985 ribu (2010); meskipun masih di bawah rata-rata realisasi belanja per kapita pada tingkat nasional yang pada tahun 2010 telah mencapai angka Rp. 1,8 Juta (2010). Dalam kurun waktu tersebut pula terjadi penurunan angka kemiskinan, dari 26 persen (1999) menjadi 15 persen (2010).
3
Ringkasan Eksekutif
Namun demikian, masih terdapat tantangan yang perlu diatasi baik pada tingkat agregat maupun internal wilayah. Pada tingkat agregat, Jawa Timur merupakan provinsi dengan populasi penduduk miskin terbesar di Indonesia. Pada tingkat internal, ada dua persoalan yakni adanya kantong-kantong kemiskinan dan rendahnya perdagangan antar wilayah di Jawa Timur. Diketahui bahwa kemiskinan ternyata berkantong di daerah yang sebagian besar penduduknya perempuan, daerah yang perekonomiannya bergantung pada pertanian, serta daerah yang terletak di wilayah kepulauan dan pesisir utara. Pada aspek perdagangan, hanya sebagian kecil dari total nilai perdagangan yang terjadi di dalam wilayah Jawa Timur. Hal ini mengindikasikan adanya ketimpangan wilayah dalam hal kemampuan produksi, konsumsi, dan penyediaan komoditas yang komplemen.
Secara agregat, realisasi pendapatan pemerintah daerah di Jawa Timur mengalami peningkatan. Agregat realisasi pendapatan Jawa Timur tumbuh rata-rata pada tingkat 6,7 persen pertahun (2006-2010), dimana Provinsi tumbuh sedikit lebih tinggi daripada Kabupaten/Kota yakni 7,5 persen berbanding 6,5 persen. Provinsi dan Kabupaten/Kota memiliki perbedaan dalam komponen penyumbang pendapatan daerah. Bagi Provinsi, PAD merupakan komponen terbesar yang proporsinya relatif stabil pada periode 2006-2010 (rata-rata 72,3 persen). Bagi Kabupaten/Kota, komponen terbesar adalah DAU (55,3 persen pada tahun 2010) namun proporsinya terus menurun yang disebabkan oleh meningkatnya komponen PAD dan pendapatan daerah lainnya, walaupun secara perlahan yang masing-masing telah mencapai angka 10,3 dan 18,9 persen pada 2010. Dengan demikian, ada peluang bagi Kabupaten/Kota di Jawa Timur untuk dapat mengurangi ketergantungannya pada dana transfer dari pusat maupun dari tingkat provinsi.
Pada periode 2006-2010, realisasi belanja daerah Jawa Timur tumbuh secara riil rata-rata sebesar 11 persen. Namun demikian, total realiasi belanja daerah perkapita Jawa Timur masih di bawah rata-rata nasional dan bahkan berada pada urutan keempat terendah. Melalui analisis belanja daerah di Jawa Timur, terlihat bahwa tidak terjadi perubahan yang cukup signifi kan pada komposisi belanja sektoral Jawa Timur. Pemerintah provinsi mengalokasikan sebagian besar dananya melalui belanja bagi hasil dan bantuan keuangan kepada daerah bawahan yang diperuntukkan bagi sektor-sektor sosial, pendidikan, kesehatan dan lainnya (44 persen pada 2010). Di tingkat kabupaten/kota, belanja terbesar dialokasikan kepada belanja pegawainya (56 persen pada 2010).
Infrastruktur
Infrastruktur adalah sektor yang memegang peranan penting untuk pertumbuhan yang inklusif serta penyediaan akses terhadap pelayanan publik. Jawa Timur memegang peranan penting dalam MP3EI1 dimana pembangunan infrastruktur merupakan salah satu langkah utama yang diambil oleh Provinsi Jawa Timur untuk mendukung strategi nasional tersebut. Tantangan infrastruktur yang dihadapi Jawa Timur adalah kualitas infrastruktur jalan yang masih harus ditingkatkan. Secara umum, kinerja infrastruktur dapat mengimbangi kinerja rata-rata nasional. Walaupun sebagian besar desa telah memiliki akses jalan, namun sebagian besar mengalami kerusakan, setidak-tidaknya seperlima dari jumlah jalan kabupaten/kotanya. Sebagai provinsi yang memiliki panjang jalan terpanjang kedua di Indonesia, ini merupakan permasalahan besar dimana pemeliharaan jalan tidak berjalan secara optimal.
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur memberikan perhatian cukup tinggi kepada sektor infrastruktur seperti ditunjukkan oleh belanja infrastruktur yang terus meningkat secara riil walaupun secara proporsi mengalami penurunan. Namun demikian, yang patut diperhatikan dari belanja infrastruktur adalah porsi belanja yang digunakan untuk operasi dan pemeliharaan yang masih terbatas dan kurang konsisten dari tahun ke tahun. Lebih jauh lagi, proporsi belanja infrastruktur terhadap PDRB selalu berada di bawah 1 persen dan tingkat pertumbuhannya pun relatif lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB.
1 Jawa Timur memegang peranan penting dalam Koridor Ekonomi Pulau Jawa sebagai pendorong industri nasional dan pelayanan jasa dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Salah satunya adalah dengan pembangunan jalur Trans Jawa dan Jalur Lintas Selatan untuk menghubungkan Jawa Timur dengan Jawa Tengah dan Provinsi lain di Pulau Jawa.
4Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Ringkasan Eksekutif
Pendidikan
Tantangan utama pendidikan di Jawa Timur adalah bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia, salah satu potensi utamanya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah salah satu cara untuk meningkatkan produktifi tas. Sekitar 55 persen dari tenaga kerja di Jawa Timur hanya mengecap pendidikan Sekolah Dasar. Hal ini juga ditunjukkan oleh angka partisipasi murni (APM) sekolah yang semakin menurun pada tingkat SMP dan SMA.
Provinsi Jawa Timur menjawab tantangan utama pendidikan dengan memprioritaskan pembangunan pendidikan yang menekankan pada peningkatan kualitas dan akses pendidikan bagi masyarakat secara luas. Belanja pendidikan adalah belanja yang paling signifi kan peningkatannya. Selama kurun waktu 2006-2010, belanja pendidikan, baik yang merupakan konsolidasi belanja pemerintah pusat dan daerah, maupun yang merupakan belanja pemerintah daerah saja, meningkat sangat signifi kan. Secara riil, peningkatan tersebut hampir mencapai dua kali lipat dalam kurun waktu tersebut.
Namun demikian, masih diperlukan inovasi lebih lanjut tentang pola terbaik dalam realisasi belanja sektor pendidikan. Dalam kurun waktu 2006-2010, belanja pegawai tidak langsung (yaitu yang mencakup gaji guru dan gaji pegawai SKPD) mendominasi realisasi belanja, bahkan pada tahun 2009 telah mencapai lebih dari 80 persen belanja pemerintah daerah sektor pendidikan. Di sisi lain, pada periode 2006-2010, biaya pendidikan yang ditanggung oleh 20 persen rumah tangga termiskin di Jawa Timur terus meningkat dari Rp 304 ribu menjadi Rp 496 ribu per tahun. Secara rata-rata, belanja pendidikan rumah tangga di Jatim meningkat dari Rp 1,06 juta menjadi 1,69 juta di periode yang sama. Dengan demikian ada pertanyaan tentang kemampuan realisasi belanja APBD untuk menurunkan rata-rata biaya pendidikan yang harus ditanggung rumah tangga, khususnya rumah tangga termiskin.
Kesehatan
Dalam rangka mendorong peningkatan IPM, Pemerintah Daerah di Jawa Timur perlu terus melakukan peningkatan indeks Angka Harapan Hidup (AHH). Indeks AHH Jawa Timur berubah dari 68,5 tahun pada 2005 ke 71,79 pada tahun 2010, namun tidak mengalami pergeseran posisi yang berarti yakni pada posisi ke-11 secara nasional. Mengingat penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) berperan sangat signifi kan dalam peningkatan AHH, maka dalam rangka peningkatan AHH, pemerintah daerah di Jawa Timur perlu memberi perhatian lebih terhadap penurunan AKB ini. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk penurunan AKB adalah melalui peningkatan cakupan imunisasi dan cakupan pertolongan kelahiran oleh tenaga kesehatan.
Dari sepuluh Kabupaten/Kota dengan AKB tertinggi, 7 di antaranya merupakan daerah dengan
cakupan imunisasi dan kelahiran ditolong tenaga kesehatan terendah. Kabupaten Sampang, Bangkalan dan Pamekasan misalnya, merupakan 3 kabupaten dengan cakupan imunisasi dan angka kelahiran ditolong tenaga kesehatan terendah, dan ketiganya memiliki AKB tertinggi. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa AKB dapat ditekan dengan meningkatkan cakupan imunisasi dan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan.
Peningkatan alokasi belanja kesehatan baik yang bersumber dari APBN, maupun APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota ternyata belum mampu menekan peningkatan biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh 20 persen rumah tangga termiskin. Dalam periode 2006 hingga 2010, belanja rumah tangga untuk kesehatan mengalami peningkatan secara riil hampir dua kali lipat, dari Rp 347 ribu menjadi Rp 740 ribu per tahun. Untuk rumah tangga termiskin, dalam periode yang sama belanja kesehatannya meningkat lebih dari satu setengah kali, dari Rp 120 ribu menjadi Rp 188 ribu.
5
Ringkasan Eksekutif
Pertanian
Dari sisi nilai produksi bruto, kinerja pertanian Jawa Timur cukup baik, namun perlu perbaikan pada sub-sektor non-tanaman pangan. Pertumbuhan riil sektor pertanian yang tetap positif, dan kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian daerah yang masih cukup tinggi menunjukkan kinerja sektor secara makro masih cukup baik.
Masalah kesejahteraan petani masih merupakan tantangan besar di sektor pertanian. Sebagaimana terjadi pada umumnya di provinsi lain, tingkat upah pekerja di sektor pertanian di Jawa Timur secara rata-rata lebih rendah dibanding sektor lainnya. Disamping itu, persoalan peningkatan harga produk pertanian yang tidak sebanding dengan peningkatan harga barang input pertanian (contoh: pupuk, benih, dll) dan harga-harga kebutuhan pokok mengakibatkan peningkatan produksi pertanian kurang berdampak secara langsung pada peningkatan kesejahteraan petani.
Belanja pertanian secara riil cenderung stagnan dengan proporsi yang menurun. Di satu sisi belanja daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) untuk pertanian meningkat, namun di sisi lain belanja pertanian yang bersumber dari Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan mengalami penurunan. Kondisi ini yang mengakibatkan belanja publik (yang bersumber dari seluruh tingkatan pemerintahan) untuk sektor pertanian cenderung stagnan pada kisaran Rp. 1,8 triliun pada periode 2005-2010. Kondisi ini belum seiring dengan petumbuhan total belanja pemerintah di Jawa Timur yang tiap tahun meningkat, sehingga secara proporsional belanja pertanian menjadi menurun.
Pengelolaan Keuangan Daerah
Ada kesenjangan kinerja pengelolaan keuangan daerah antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Secara keseluruhan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kota Surabaya memiliki kinerja pengelolaan keuangan daerah yang lebih baik daripada kabupaten/kota lainnya. Oleh karena itu, penting untuk dikembangkan mekanisme pendampingan teknis kepada kabupaten/kota yang masih memiliki kinerja yang kurang. Di samping itu, beberapa daerah lebih baik daripada daerah lain dalam bidang tertentu kabupaten/kota dan sebaliknya lebih buruk dalam bidang lainnya, seperti Kota Batu yang baik dalam bidang pengelolaan kas daerah tetapi kurang baik dalam pengelolaan aset kabupaten/kota dapat saling belajar dengan daerah lain yang berkondisi sebaliknya seperti Kabupaten Tulungagung. Oleh karena itu penting juga untuk dikembangkan program mitra belajar (peer learning) antar daerah.
Birokrasi
Pengelolaan jumlah PNS secara efi sien dan efektif diperlukan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan dan stabilitas anggaran daerah. Perkembangan jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Jawa Timur mengalami fl uktuasi dengan tren meningkat dalam empat tahun terakhir. Dengan jumlah PNS yang relatif besar baik di daerah maupun tingkat provinsi, maka diperlukan pengelolaan PNS secara baik sehingga terjadi optimalisasi peran PNS dalam melakukan pelayan publik.
Gender
Pengarusutamaan gender dalam pembangunan di Jawa Timur masih terbatas pada level kebijakan, belum terimplementasi dalam program dan kegiatan yang konkrit. Pengarusutamaan gender merupakan salah satu kebijakan utama dalam pembangunan di Jawa Timur, terlihat pada berbagai kebijakan dan strategi seperti yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009–2014 serta program Gubernur Jawa Timur periode 2009-2014 melalui peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan, serta terjaminnya kesetaraan gender. Namun demikian, komitmen tersebut belum terimplementasi melalui program kesetaraan gender yang konsisten dan dapat langsung dirasakan oleh kaum perempuan dan menjadi gerakan bersama masyarakat serta seluruh SKPD di berbagai tingkatan pemerintahan.
6Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Ringkasan Eksekutif
Pengarusutamaan gender melalui pemberdayaan perempuan akan menjadi hal yang sangat penting dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan. Banyaknya Tenaga Kerja Wanita (TKW) dari daerah kantong kemiskinan menunjukan bahwa bekerja di luar negeri masih menjadi harapan bagi sebagian penduduk untuk keluar dari kemiskinan. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah mengadakan program dan kegiatan yang mendukung TKW mulai dari pengiriman sampai kembali ke tanah air. Hal ini dapat menjadi salah satu bentuk kebijakan pengentasan kemiskinan dan pengarusutamaan gender yang dilakukan secara simultan
Agenda Pembangunan dan Arah Kebijakan Fiskal Jawa Timur
Mengacu pada potensi dan tantangan yang dihadapi, maka berikut ini adalah beberapa agenda pembangunan serta arah kebijakan fi skal yang perlu dikembangkan oleh Jawa Timur di masa depan. Ada empat agenda utama pembangunan Jawa Timur yang perlu dikembangkan:
1. Meningkatkan kualitas infrastruktur untuk mengoptimalkan potensi geografi s Jawa Timur sebagai penghubung lalu lintas manusia dan barang antar wilayah, serta memberikan kemudahan akses masyarakat terhadap berbagai pelayanan dasar dan ekonomi.
2. Memperbaiki kualitas SDM dengan meningkatkan jenjang pendidikan khususnya bagi penduduk usia produktif yakni sampai minimal tingkat SLTA. Hal ini agar mayoritas penduduk Jawa Timur yang berusia produktif dapat bersaing mengisi kebutuhan lapangan kerja.
3. Pengentasan kemiskinan khususnya di daerah-daerah kantong kemiskinan yakni daerah yang berpenduduk mayoritas perempuan, daerah pertanian, kawasan kepulauan dan pesisir utara. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya program khusus yang membidik kawasan kantong kemiskinan tersebut.
4. Mengoptimalkan arus komoditas dan perdagangan intra-wilayah di dalam provinsi Jawa Timur dengan meningkatkan hubungan input-output antar industri lokal serta meningkatkan konsumsi lokal yang dipasok dari produksi lokal.
Untuk dapat menjalankan keempat agenda pembangunan dengan baik, maka diperlukan kebijakan fi skal yang lebih inovatif. Hal ini agar instrumen fi skal dapat benar-benar dimanfaatkan untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi serta memeratakan kesejahteraan.
1. Dari sisi pengeluaran, pemerintah daerah perlu lebih mensiasati pertumbuhan jumlah pegawai dan belanja pegawai karena pertumbuhannya terus mengurangi kemampuan daerah dalam mengalokasi belanja APBD untuk sektor-sektor strategis dan pelayanan publik dasar. Meskipun jumlah PNS menjadi salah satu variabel dalam penentuan alokasi DAU, namun daerah hendaknya tidak terjebak untuk merekrut PNS sebanyak-banyaknya karena hal ini hanya akan menjadi beban pembiayaan pembangunan daerah.
2. Mengoptimalkan peluang peningkatan pendapatan daerah dari PAD agar daerah tidak tergantung pada transfer fi skal dari pusat. Namun demikian, hal ini harus disertai penelitian yang mendalam untuk menentukan subjek PAD agar tidak membebani rakyat khususnya kelompok miskin yang jumlahnya masih cukup besar.
3. Dengan terbatasnya ruang gerak fi skal dan belum optimalnya pemanfaatan sumber-sumber PAD, maka pemerintah daerah perlu lebih inovatif dalam mengoptimalkan komposisi belanjanya, khususnya di sektor-sektor strategis yang berdampak besar terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Belanja sektoral sebaiknya diprioritaskan untuk sektor pelayanan dasar seperti peningkatan akses pendidikan SMP dan SMA, pelayanan kesehatan preventif (seperti imunisasi), pelayanan kesehatan pada masa kehamilan, persalinan yang dibantu tenaga terlatih, dll; serta untuk sektor yang menjadi isu utama pembangunan daerah seperti agribisnis, irigasi, pemeliharaan jalan, dll.
7
Ringkasan Eksekutif
4. Belanja pada sektor infrastruktur harus menjadi agenda pembangunan prioritas mengingat keberadaannya yang sangat vital bagi perdagangan antar dan intra wilayah serta memudahkan warga dalam mengakses berbagai layanan publik seperti akses ke sarana pendidikan dan kesehatan. Belanja daerah untuk pemeliharaan infrastruktur harus terus ditingkatkan.
5. Belanja daerah pada sektor pendidikan dan kesehatan harus terus diarahkan untuk dapat meningkatkan indikator capaian dan pada saat yang sama berusaha menjaga tingkat kontribusi belanja pendidikan dan kesehatan di tingkat rumah tangga khususnya rumah tangga miskin. Hal ini diperlukan karena masih tingginya jumlah penduduk yang miskin. Di sisi lain, harus ada evaluasi mengenai efektivitas dari belanja pendidikan dan kesehatan terhadap kualitas pendidikan.
Bab 1 Sekilas Tentang
Provinsi Jawa Timur
10Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur
Sejarah Jawa Timur dimulai sejak abad ke delapan. Di wilayah inilah terdapat kerajaan yang terbentuk pada abad ke delapan, yaitu kerajaan Mataram Kuno. Sejak itu terdapat beberapa kerajaan yang berdiri setelahnya, yaitu Medang, Kediri, Singasari, Majapahit, Demak-Pajang, dan Kerajaan Mataram Islam yang berdiri hingga pertengahan abad ke-18. Pada masa Kerajaan Mataram Islam pula, ditandai dengan masuknya VOC dan berubah menjadi Hindia Belanda diawal abad 19 dan diikuti oleh pendudukan Jepang pada tahun 1942.
Setelah kemerdekaan Indonesia ditahun 1945, Provinsi Jawa Timur adalah satu dari delapan provinsi yang pertama kali terbentuk2. Walaupun Provinsi Jawa Timur sempat terpecah menjadi Negara Jawa Timur dan Negara Madura dibawah Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)3 setelah Konferensi Meja Bundar dengan Belanda ditahun 1949, tak lama kemudian berdasarkan desakan rakyat Jawa Timur, kedua negara bagian tersebut membubarkan diri dan menyerahkan kembali kekuasaannya ke Negara Republik Indonesia. Pada tahun 1950, Jawa Timur kembali menjadi Provinsi Jawa Timur. Hingga kini, Provinsi Jawa Timur memiliki 8418 desa dan 637 kecamatan, yang tersebar di 29 kabupaten dan 9 kota.
Posisi Provinsi Jawa Timur merupakan penghubung antara kawasan Timur dan Barat Indonesia. Lokasinya secara strategis berada diujung wilayah kawasan Barat yang berbatasan langsung dengan kawasan Timur Indonesia. Provinsi Jawa Timur berbatasan dengan Selat Bali di bagian Timurnya, Samudra Indonesia di bagian Selatan, Laut Jawa di Utara, dan Provinsi Jawa Tengah di bagian Baratnya. Provinsi Jawa Timur memiliki luas wilayah daratan sebesar 47 ribu km2 dan 111 ribu km2 wilayah lautan yang mencakup 229 pulau.
Wilayah Jawa Timur memiliki kondisi yang beragam. Selain Pulau Madura dan pulau-pulau lainnya di bagian utara, wilayah daratan Provinsi Jawa Timur dapat dikelompokkan menjadi tiga zona, yaitu (i) bagian utara yang terdiri atas wilayah dataran rendah dan tinggi yang memiliki tanah cukup subur (Ngawi, Blitar, Malang, hingga Bondowoso) dan wilayah utara yang relatif tandus (Bojonegoro, Tuban, Gresik, hingga Madura); (ii) bagian tengah yang terdiri dari rangkaian pegunungan berapi; dan (iii) bagian selatan yang terdiri dari rangkaian perbukitan dari pesisir pantai selatan Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, hingga Malang.
Wilayah Jawa Timur adalah wilayah yang tergantung pada pertanian. Berdasarkan pola tata ruang Jawa Timur yang ditetapkan tahun 2005, sebesar 88 persen dari wilayahnya adalah kawasan budidaya. Secara keseluruhan, 74 persen dari wilayah Jawa Timur diperuntukkan bagi budidaya pertanian dan 14 persen untuk budidaya non-pertanian. Berdasarkan hal ini, maka arahan pengembangan wilayah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Timur adalah menuju pengembangan kawasan yang berorientasi agrobisnis.
2 Setelah kemerdekaan, Indonesia terbagi menjadi delapan provinsi, yaitu: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Borneo, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil.
3 Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) terdiri atas 9 negara bagian, yaitu: Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Sumatera Timur, Negara Madura, Negara Pasundan, Negara Sumatera Selatan, dan Negara Jawa Timur.
11
Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur
Gambar 1.1. Profi l wilayah Jawa Timur
Pacitan
Ngawi
Tuban
Lamongan
Bojonegoro
Madiun
Nganjuk
KediriKediriKediriKediriKediriKediriKediriKediriKediri
KOTA KOTA KOTA KOTA KOTA KOTA KOTA KOTA KOTA KEDIRIKEDIRIKEDIRIKEDIRIKEDIRIKEDIRIKEDIRIKEDIRIKEDIRI
KOTA BATU
KOTAMADIUN
KOTA MALANG
Blitar
KOTA BLITAR
KOTA MOJOKERTO
SidoarjoKOTA
PASURUAN
KOTA SURABAYA
Jombang
BangkalanBangkalanBangkalanBangkalanBangkalanBangkalanBangkalanBangkalanBangkalan
Gresik
Banyuwangi
Mojokerto
Probolinggo
Lumajang
Jember
Bondowoso
Situbondo
KOTA PROBOLINGGO
Pasuruan
PamekasanSampang
Sumenep
Malang
Ponorogo
Magetan
TrenggalekTulungagung
0 50 100
kilometers
Luas WilayahPopulasiAngka KemiskinanPDRB per kapita (konstan tahun dasar 2000)Jumlah kabupaten dan kota
: 47.922 km2
: 37.476.011 (Sensus penduduk 2010): 15,26% (BPS, 2010): Rp 20,77 juta : 29 Kabupaten dan 9 Kota
Catatan : Kepulauan Bawean, yang merupakan bagian dari Kabupaten Gresik, serta Kepulauan Kangean dan Kepulauan Masalembu yang merupakan bagian dari Kabupaten Sumenep, tidak ditampilkan didalam peta dan presentasi data.
Desentralisasi memiliki dampak yang terbatas terhadap administrasi pemerintah daerah di Jawa Timur. Seiring dengan proses desentralisasi lebih dari satu dasawarsa yang lalu, terdapat pergeseran kewenangan dan fungsi dari yang sebelumnya dilakukan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Selain itu salah satu karakteristik dari desentralisasi di Indonesia adalah terbentuknya pemerintah-pemerintah daerah baru atau pemekaran. Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar dan jumlah pemerintah daerah terbanyak di Indonesia, justru pemekaran yang terjadi di Jawa Timur terbatas pada pemekaran satu pemerintah daerah. Hanya Kota Batu yang mengalami pemekaran dari Kabupaten Malang yang terjadi di tahun 2001.
Di sisi lain, Jawa Timur mengalami peningkatan kinerja setelah desentralisasi. Belanja pemerintah daerah mengalami peningkatan yang pesat dan kinerja ekonomi mengalami kemajuan dengan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) yang secara riil mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dalam lebih dari satu dekade setelah desentralisasi, dari Rp 5,8 juta per orang hingga menjadi Rp 9,1 juta per orang. Peningkatan belanja pemerintah daerah Jawa Timur secara keseluruhan yang mencakup Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota juga mengalami peningkatan yang signifi kan yaitu secara riil per kapita meningkat delapan kali lipat dari Rp 123 ribu perorang menjadi Rp 985 ribu perorang. Dalam kurun waktu tersebut pula, peningkatan perekonomian dan belanja pemerintah daerah juga diikuti oleh penurunan angka kemiskinan, dari 26 persen menjadi 15 persen di tahun 2010.
12Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur
Namun masih ada catatan yang harus diperhatikan dari perkembangan Jawa Timur selama lebih dari satu dasawarsa. Tren perkembangan Jawa Timur berusaha mengimbangi perkembangan nasional. Secara per kapita, perekonomian Jawa Timur hampir dapat mengimbangi rata-rata nasional. Demikian juga dengan penanggulangan kemiskinan walaupun masih berada di bawah rata-rata nasional. Dalam lebih dari satu dasawarsa, Jawa Timur dapat menurunkan angka kemiskinannya sebanyak sebelas poin, dari 26 persen ke 15 persen dimana secara nasional penurunan angka kemiskinan juga mengalami penurunan 11 poin. Diperlukan usaha yang keras untuk mengejar ketertinggalan Jawa Timur dari rata-rata nasional. Dilain sisi, studi menunjukkan bahwa walaupun perekonomian Jawa Timur mengalami perkembangan yang pesat, namun masih belum dapat mencapai tingkat yang telah dicapai oleh Jawa Timur pada masa sebelum Krisis Moneter di tahun 1997-1998 (Gambar 1.2).4
Gambar 1.2. Kinerja Jawa Timur meningkat selama 10 tahun desentralisasi
Jawa Timur
(26)
Nasional (24)
-
5
10
15
20
25 1999
Jawa Timur
(15) Nasional
(13)
-
5
10
15
20
25
30 2010
PDRB
200
0 Pe
r Kap
ita (2
000=
100)
, (Ju
ta R
p)
PDRB
201
0 Pe
r Kap
ita (2
000=
100)
, (Ju
ta R
p)
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan: Angka Kemiskinan (BPS, 2010); PDRB per kapita (BPS, 2010); Konsolidasi Belanja Per Provinsi per kapita (Kementrian Keuangan, 2008).
Ada kesenjangan pembangunan yang terlihat di Jawa Timur. Dari 38 kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur, dapat terlihat bahwa ada perbedaan kinerja antara kabupaten/kota tersebut. Secara umum dapat terlihat bahwa daerah-daerah perkotaan memiliki kinerja yang cenderung lebih baik dari pada daerah pedesaan. Daerah kabupaten di Jawa Timur memiliki belanja per kapita dibawah Rp 1,5 juta dan PDRB per kapita dibawah Rp 50 juta. Angka kemiskinan di wilayah kabupaten juga cenderung lebih besar dibandingkan wilayah kota, walaupun belum tentu demikian dari sisi jumlah penduduk miskin. Pemerintah kota memiliki sumber daya fi skal yang lebih besar dibandingkan wilayah kabupaten. Hal ini terlihat dari nilai perkapita yang lebih tinggi dari wilayah Kabupaten. Apabila dilihat dari kinerja perekonomiannya, tidak terlihat ada pola tertentu dimana sebagian besar Kota memiliki PDRB per kapita yang relatif sama dengan wilayah kabupaten. Pengecualian untuk perekonomian hanyalah Kota Surabaya dan Kota Kediri dengan industri tembakaunya (Gambar 1.3).
1.1 Demografi , Ketenagakerjaan, dan Kemiskinan
Jawa Timur memiliki jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang rendah. Dengan jumlah penduduk hampir mencapai 37,5 juta jiwa (BPS, 2010), provinsi ini adalah provinsi dengan populasi terbesar kedua di Indonesia. Sebagian besar penduduknya adalah masyarakat etnis Jawa dan sebagian kecil terdiri dari etnis Madura, Tengger dari kawasan Bromo, serta Samin, dan Osing dari kawasan Banyuwangi. Secara rata-rata, pertumbuhan penduduk Jawa Timur tergolong sangat rendah, hanya 0,81
4 Diagnosa Pertumbuhan Provinsi Jawa Timur (The World Bank, 2011).
13
Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur
persen dalam kurun waktu 1991-2010. Rendahnya angka pertumbuhan tersebut konsisten selama periode tersebut, berbeda dengan daerah-daerah lain yang memiliki pertumbuhan penduduk yang bervariasi antara satu periode dengan yang lain.
Gambar 1.3. Wilayah kota memiliki kinerja yang lebih baik dari pada kabupaten
Kota BatuKota Blitar
Kota Kediri
Kota MadiunKota Malang Kota Mojokerto
Kota Pasuruan
KotaProbolinggo
Kota Surabaya
-
50
100
150
200
250PD
RB R
iil P
er K
apita
(dal
am Ju
ta R
p)
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan: Angka Kemiskinan (BPS, 2010); PDRB per kapita (BPS, 2010); Konsolidasi Belanja Per Provinsi per kapita (Kementrian Keuangan, 2008).
Gambar 1.4. Pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Timur tergolong rendah
2,37%
2,03% 1,94%1,88%
1,58%
1,09%
0,90% 0,81%
-2%
-2%
-1%
-1%
0%
1%
1%
2%
2%
3%
3%
Sumber: BPS, 2010.
Kota Surabaya memiliki jumlah penduduk terbesar dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Surabaya. Dari 37,5 juta penduduk Jawa Timur, 41 persen tinggal di daerah perkotaan dan 59 persen di daerah pedesaan. Jumlah penduduk tertinggi terdapat di Kota Surabaya dengan 2,7 juta jiwa atau 7,3 persen dari total penduduk Jawa Timur. Sedangkan jumlah penduduk terkecil adalah Kota Mojokerto dengan 120 ribu jiwa atau 0,3 persen dari total penduduk Jawa Timur. Kepadatan penduduk di wilayah Kota cenderung jauh lebih tinggi dibandingkan wilayah kabupaten. Walaupun demikian, itu tidak berarti bahwa populasi penduduk kota lebih besar dibandingkan populasi kabupaten. Terdapat 7 wilayah kota yang memiliki populasi terkecil di Jawa Timur diluar Kota Surabaya dan Kota Malang. Hal ini menunjukkan
14Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur
bahwa walaupun terdapat beberapa wilayah kota yang dapat menjadi pusat perekonomian, konsentrasi jumlah penduduknya belum cukup tinggi untuk dapat merangsang pergerakan perekonomian wilayahnya lebih jauh, kecuali Kota Kediri dan Kota Surabaya (Gambar 1.5).
Gambar 1.5. Kepadatan penduduk terpusat di daerah perkotaan
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
Kota
Sur
abay
aM
alan
gJe
mbe
rSi
doar
joBa
nyuw
angi
Pasu
ruan
Kedi
riBo
jone
goro
Jom
bang
Lam
onga
nG
resi
kTu
ban
Blita
rPr
obol
ingg
oSu
men
epM
ojok
erto
Nga
njuk
Lum
ajan
gTu
lung
agun
gBa
ngka
lan
Sam
pang
Pono
rogo
Kota
Mal
ang
Nga
wi
Pam
ekas
anBo
ndow
oso
Tren
ggal
ekM
adiu
nSi
tubo
ndo
Mag
etan
Paci
tan
Kota
Ked
iriKo
ta P
robo
lingg
oKo
ta B
atu
Kota
Pas
urua
nKo
ta M
adiu
nKo
ta B
litar
Kota
Moj
oker
to
Kepadatan penduduk (jiwa/km
2)Pp
opul
asi (
dala
m ri
buan
)
Populasi 2010 (Dalam ribuan jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2)
0
50
100
150
200
250
0100020003000400050006000700080009000
Kab.
Ban
yuw
angi
Kab.
Situ
bond
oKa
b. P
acita
nKa
b. B
ondo
wos
oKa
b. S
umen
epKa
b. B
ojon
egor
oKa
b. L
umaj
ang
Kab.
Tre
ngga
lek
Kab.
Tub
anKa
b. N
gaw
iKa
b. M
adiu
nKa
b. P
robo
lingg
oKa
b. P
onor
ogo
Kab.
Lam
onga
nKa
b. M
alan
gKa
b. S
ampa
ngKa
b. Je
mbe
rKa
b. N
ganj
ukKa
b. B
litar
Kab.
Mag
etan
Kab.
Ban
gkal
anKa
b. T
ulun
gagu
ngKa
b. G
resi
kKa
b. P
amek
asan
Kab.
Pas
urua
nKa
b. Jo
mba
ngKa
b. K
ediri
Kota
Bat
uKa
b. M
ojok
erto
Kab.
Sid
oarjo
Kota
Pro
bolin
ggo
Kota
Blit
arKo
ta K
ediri
Kota
Mad
iun
Kota
Pas
urua
nKo
ta M
alan
gKo
ta M
ojok
erto
Kota
Sur
abay
a
PDRB Per Kapita (Juta Rp)
Kapa
data
n Pe
ndud
uk (j
iwa/
km2)
Kepadatan Penduduk PDRB per kapita
Sumber: BPS Jawa Timur, 2010.
Proporsi jumlah penduduk perempuan lebih besar daripada penduduk laki-laki. Pada tahun 2010, rasio jenis kelamin penduduk Jawa Timur adalah sebesar 97 persen, yang berarti jumlah penduduk perempuan tiga persen lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki. Dengan kata lain, setiap 100 perempuan terdapat 97 laki-laki. Sidoarjo, Malang, Kediri, dan Kota Batu, merupakan daerah dengan sex-ratio di atas 100 yang menunjukan jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuannya. Sedangkan, Ponorogo, Blitar, Mojokerto, Kota Blitar, Kota Mojokerto dan Kota Kediri memiliki jumlah penduduk laki-laki dan perempuan yang berimbang. Untuk kabupaten/kota lainnya, jumlah penduduk perempuannya cenderung lebih banyak dari pada laki-laki, seperti kabupaten/kota di Pulau Madura. Dengan jumlah penduduk perempuan yang lebih besar, maka pemberdayaan perempuan di Jawa Timur juga merupakan salah satu isu sentral pembangunan.
15
Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur
Gambar 1.6. Jumlah penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan di Jawa Timur, 2010
Sex RatioRatio laki-laki/perempuan (SP 2010)
Sex Ratio > 100Sex Ratio = 100Sex Ratio < 100
Sumber: Peta Wilayah Administrasi BAKOSURTANAL 2007, Sensus Penduduk 2010.
Mata pencaharian terbesar di Jawa Timur adalah pertanian. Hal ini sesuai dengan pemanfaatan lahan di Jawa Timur yang tiga perempatnya dimanfaatkan untuk pertanian. Hampir setengah dari tenaga kerja di Jawa Timur bergantung pada sektor pertanian, dari 46 persen di tahun 2006 hingga 44 persen ditahun 2010 dengan jumlah tenaga kerja sekitar 8 juta jiwa. Ini juga mencakup kegiatan agrobisnis berbasis tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan dan kehutanan. Oleh sebab itu, arah kebijakan pertanian di Jawa Timur mengarah pada pengembangan agrobisnis yang tidak hanya mengandalkan pemanfaatan sumber daya alam yang ada sebagai keunggulan komparatifnya, tapi juga secara bertahap akan terus dikembangkan untuk pengembangan agrobisnis.
Gambar 1.7. Keterkaitan antara sektor basis pertanian dengan tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Jawa Timur
Pacitan
Ponorogo
Trenggalek
Tulungagung
Blitar
KediriMalang Lumajang
JemberBanyuwangi
SitubondoProbolinggoPasuruan
Sidoarjo
MojokertoJombang
Nganjuk
Madiun
Magetan
Ngawi
Bojonegoro
TubanLamongan
Gresik
Bangkalan Sampang PamekasanSumenep
Kota Kediri Kota Blitar
Kota Malang
Kota ProbolinggoKota Pasuruan
Kota Mojokerto
Kota Madiun
Kota SurabayaBatu
y = 0,4x 3-3 ,5x2+ 11,5x + 6,9R² = 0,6
0
5
10
15
20
25
30
00 ,5 11 ,5 22 ,5 33 ,5
Ting
kat K
emis
kina
n (%
)
Indek Peranan Sektor Pertanian Dalam Struktur Ekonomi
Bondowoso
Sumber: BPS Jawa Timur, 2010.
16Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur
Daerah dengan sektor pertanian sebagai basis ekonominya memiliki kecenderungan tingkat kemiskinannya tinggi. Sampang, Sumenep dan Pamekasan, misalnya, adalah kabupaten dengan basis pertanian, memiliki jumlah penduduk miskin terbesar. Di sini, Location Quotient (LQ) digunakan sebagai indikator basis aktivitas ekonomi, jika suatu daerah dengan nilai LQ untuk pertanian lebih besar dari satu, maka daerah tersebut dapat dikategorikan sebagai daerah yang aktivitas ekonominya berbasis pada sektor pertanian. Daerah perkotaan umumnya basis aktivitas ekonominya bukan di sektor pertanian. Penduduk miskin ternyata banyak terdapat di daerah yang basis ekonominya pertanian. Oleh karena itu, isu pembangunan sektor pertanian merupakan satu bagian dari isu pengentasan kemiskinan di Jawa Timur.
Tenaga kerja di sektor jasa terus meningkat seiring dengan turunnya angka pengangguran. Dalam lima tahun terakhir terlihat bahwa tenaga kerja yang masuk ke sektor jasa terus meningkat. Dalam kurun waktu tersebut, penyerapan sektor jasa meningkat sebesar 3 persen menjadi 38 persen, yang mencapai lebih dari 1,1 juta tenaga kerja. Sektor industri cukup stabil penyerapan tenaga kerjanya, sedikit dibawah 20 persen. Dilain pihak, terlihat adanya penurunan angka pengangguran terbuka yang relatif besar dalam periode Februari 2009 hingga Februari 2011 dari 5,85 persen menjadi 4,18 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan sektor jasa berperan dalam menyerap tenaga kerja sehingga memiliki dampak terhadap penurunan angka pengangguran terbuka.
Gambar 1.8. Tenaga kerja per sektor dan berdasarkan struktur di Jawa Timur dan menurunnya angka pengangguran terbuka
46% 45% 45% 44% 44%
19% 20% 19% 18% 18%
35% 36% 36% 37% 38%
-
5.000.000
10.000.000
15.000.000
20.000.000
2006 2007 2008 20092 010*
Pertanian Industri Jasa
5,9
5,1 4,9
4,3 4,2
0
1
2
3
4
5
6
7
Feb 2009 Agust 2009 Feb 2010 Agust 2010 Feb 2011
Pers
en
Sumber: BPS Jawa Timur, 2010.
Potensi sumber daya manusia adalah salah satu penggerak perekonomian di Jawa Timur. Jumlah penduduk yang cukup besar di Jawa Timur bisa menjadi penggerak perekonomian bila tenaga kerja tersebut bekerja dengan produktivitas atau di sektor yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Bisa dilihat bahwa ada pergeseran penyerapan tenaga kerja ke sektor jasa. Sebagai salah satu cara untuk menanggulangi kemiskinan di Jawa Timur, perlu dipikirkan strategi agar proses transisi ini bisa difasilitasi, dan pada saat yang sama juga meningkatkan produktivitas sektor pertanian dengan meningkatkan nilai tambah produk pertanian serta mempromosikan pekerjaan untuk non-tani di pedesaan seperti industri pertanian dan industri pedesaan skala kecil untuk membantu petani-petani yang memiliki kemungkinan kecil (misalnya karena usia yang sudah lanjut dan pendidikan yang rendah) untuk pindah ke sektor non-pertanian (Diagnosa Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur, The World Bank- 2011).
Angkatan kerja di Jawa Timur sebagian besar masih memiliki latar belakang pendidikan yang relatif rendah, yang merupakan salah satu penyebab provinsi ini memiliki tingkat upah minimum dan rata-rata upah bulanan paling rendah dibanding provinsi lain di Indonesia. Pada tahun 2010, lebih dari 52 persen angkatan kerja di Jawa Timur hanya berpendidikan SD atau bahkan lebih rendah. Sementara angkatan kerja berpendidikan lanjutan (D1-3 dan Universitas) dan tidak lebih dari 5 persen. Karena pendidikan yang rendah maka keterampilan pekerja juga cenderung rendah sehingga tingkat upah relatif rendah.
17
Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur
Gambar 1.9. Angkatan kerja per pencapaian pendidikan di tahun 2010
Indonesia
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Sumber: Diolah dari Sakernas dan BPS, 2010.
Rendahnya akses terhadap pendidikan menengah merupakan salah satu faktor rendahnya capaian pendidikan di provinsi tersebut. Terdapat kesenjangan yang besar antara penduduk dari kelompok pengeluaran rendah dengan kelompok pengeluaran tinggi, dan juga antara penduduk pedesaan dan perkotaan dalam hal akses terhadap pendidikan menengah. Akses yang timpang ini dapat disebabkan oleh terbatasnya jumlah sekolah menengah, distribusi sekolah yang tidak merata dan relatif tingginya biaya pendidikan menengah. Di tingkat kabupaten/kota, banyak kabupaten/kota mencatat Angka Partisipasi Murni sekolah dasar di atas 90 persen. Akan tetapi variasi angka partisipasi yang lebih besar dapat dijumpai pada tingkat menengah pertama dengan rentang antara 45 persen sampai 85 persen dan pada tingkat menengah atas dengan rentang antara 18 persen sampai 80 persen di tahun 2009.
Kecenderungan perempuan yang menganggur menurun dengan proporsi pengangguran perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Pada tahun 2006, terdapat 54 persen dari tenaga kerja laki-laki di Jawa Timur yang tidak bekerja, dan meningkat 10 persen pada tahun 2009. Rendahnya tingkat pengangguran terbuka perempuan ini mengindikasikan adanya peningkatan partisipasi perempuan dalam perekonomian Jawa Timur. Namun jika dikaji lebih jauh, khususnya terkait dengan tingkat kualitas sumber daya manusia, maka terdapat indikasi bahwa perempuan di Jawa Timur lebih mudah mengakses lapangan kerja dibandingkan dengan pekerja laki-laki adalah karena adanya disparitas upah, dimana pekerja laki-laki cenderung menerima upah lebih tinggi dari pada pekerja perempuan. Hal ini dapat dilihat dari IPG yang lebih rendah daripada IPM, karena perbedaan kedua indeks tersebut mengindikasikan adanya perbedaan tingkat pendidikan, kesehatan dan pendapatan yang diterima antara perempuan dan laki-laki. Selain itu, berdasarkan jenis pekerjaannya, penduduk perempuan lebih banyak bekerja di sektor pertanian dan perdagangan yang berkarakteristik mempunyai nilai tambah rendah dan cenderung penduduknya miskin.
18Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur
Gambar 1.10. Pengangguran dan pembangunan manusia berdasarkan gender di Jawa Timur.
50
55
60
65
70
75
inde
ks
Perkembangan IPM dan IPG*) Jawa Timur
54 52 54 64
46 48 46 36
0%
20%
40%
60%
80%
100%Te
rbuk
a
Pengangguran Terbuka Berdasarkan Gender
0
10
20
30
40
50
Pers
enta
se P
eker
ja (%
)
Rata-Rata Pekerja Berdasarkan Gender , 2007-2010
Sumber: BPS, Inmakro, 2010.Catatan: *) Kementerian PP&PA, Pembangunan Berbasis Gender 2006, 2007, dan 2008.
Pengentasan kemiskinan adalah tantangan besar pembangunan di Jawa Timur. Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar kedua di Indonesia, pengentasan kemiskinan adalah salah satu tantangan pembangunan terbesar di Jawa Timur. Dengan angka kemiskinan yang sedikit diatas rata-rata nasional, jumlah penduduk miskin di Jawa Timur adalah yang tertinggi di Indonesia. Besarnya jumlah penduduk miskin dan dikombinasikan dengan karakter wilayah yang beragam di 38 kabupaten/kota membuat upaya pengentasan kemiskinan menghadapi tantangan koordinasi yang lebih besar dibandingkan dengan provinsi lain.
Gambar 1.11. Pengentasan kemiskinan adalah tantangan besar bagi Jawa Timur
-
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
6.000.000
7.000.000
-
5
10
15
20
25
30
35
40
DKI
Jaka
rta
Bali
Kalim
anta
n Se
lata
nKe
pula
uan
Bang
ka B
elitu
ngKa
liman
tan
Teng
ahBa
nten
Kalim
anta
n Ti
mu r
Kepu
laua
n Ri
auJa
mbi
Riau
Kalim
anta
n Ba
rat
Sula
wes
i Uta
raM
aluk
u U
tara
Sum
ater
a Ba
rat
Jaw
a Ba
rat
Sum
ater
a U
tara
Sula
wes
i Sel
atan
Indo
nesi
aSu
law
esi B
arat
Jaw
a Ti
mur
Sum
ater
a Se
lata
nJa
wa
Teng
ahD
I Yo
gyak
arta
Sula
wes
i Ten
ggar
aSu
law
esi T
enga
hBe
ngku
luLa
mpu
ngN
angg
roe
Ace
h D
arus
sala
mN
usa
Teng
gara
Bar
atN
usa
Teng
gara
Tim
urG
oron
talo
Mal
uku
Papu
a Ba
rat
Papu
a
Populasi Masyarakat M
iskin (jiwa)
Mas
yara
kat M
iski
n (%
)
Angka Kemiskinan 2010 Populasi Masyarakat Miskin
Sumber: BPS 2010.
19
Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur
Kemiskinan di wilayah kepulauan dan pesisir utara cenderung lebih tinggi dibandingkan wilayah
lainnya. Kabupaten yang terletak di Pulau Madura dan kepulauan di sekitarnya adalah daerah yang memiliki angka kemiskinan lebih tinggi dibandingkan daerah lain di Jawa Timur. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap pelayanan publik maupun kurang berkembangnya kegiatan perekonomian di wilayah tersebut. Selain daerah kepulauan, beberapa daerah di pesisir utara tergolong lebih miskin dibandingkan daerah lainnya. Apabila dibandingkan dengan wilayah pesisir selatan dan wilayah pegunungan yang memiliki akses terbatas, justru daerah tersebut memiliki angka kemiskinannya yang cenderung lebih tinggi. Mengingat daerah tersebut dilalui oleh jalan lintas utara pulau Jawa yang merupakan urat nadi perekonomian disepanjang pesisir utara, perlu diteliti lebih lanjut apa yang menjadi penyebab tingkat kemiskinannya lebih tinggi tersebut.
Gambar 1.12. Peta tingkat kemiskinan di kabupaten/kota di Jawa Timur 2010
Angka Kemiskinan 2010 (%)Sumber: BPS 2011
Diatas 25%20 - 2515 - 2010 - 15Dibaw ah 10%
Sumber: Diolah dari data Provinsi Jawa Timur dan BPS, 2008.
Pada tahun 2010, daerah dengan populasi perempuan lebih besar daripada laki-laki ternyata merupakan daerah kantong kemiskinan di Jawa Timur. Secara umum, populasi perempuan di Jawa Timur lebih besar daripada populasi laki-laki. Sehingga, sebagian besar daerah dengan penduduk miskin terbesar di Jawa Timur, seperti Bangkalan dan Sumenep, memiliki populasi perempuan yang lebih besar daripada populasi laki-laki, yaitu sekitar delapan sampai sembilan persen lebih banyak penduduk perempuannya. Demikian juga, Pamekasan, Sampang, Tuban, Bojonegoro, Lamongan, Ngawi dan Pacitan adalah daerah kantong kemiskinan di Jawa Timur yang dihuni sebagian besar oleh perempuan. Sebaliknya, Batu dan Sidoarjo adalah daerah dengan penduduk miskin rendah dan populasi laki-laki lebih besar daripada populasi perempuan. Oleh karena itu, isu kemiskinan di Jawa Timur tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan isu pemberdayaan perempuan.
20Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur
Gambar 1.13. Kemiskinan dan populasi perempuan di Jawa Timur, 2010.
Blitar
Banyuwangi
Pacitan
Ponorogo
Trenggalek
Tulungagung
Kediri
Malang
Lumajang
Jember
Situbondo
Probolinggo
Pasuruan
Sidoarjo
Mojokerto
Jombang
Nganjuk
Madiun
Magetan
Ngawi
Bojonegoro
Tuban
Lamongan
Gresik
BangkalanSampang
PamekasanSumenep
Kota Kediri
Kota BlitarKota Malang
Kota ProbolinggoKota Pasuruan
Kota Mojokerto
Kota Madiun Kota Surabaya
Jawa Timur
0
5
10
15
20
25
30
90 92 94 96 98 100 102
Tingk
at Ke
misk
inan (
%)
Bondowosoo
Batu
Sumber: Diolah dari BPS, Inmakro, 2010.
1.2 Perekonomian dan Pertumbuhan Inklusif
Jawa Timur memiliki posisi strategis, baik dari aspek ekonomi maupun dari sisi demografi snya. Secara ekonomi, provinsi ini merupakan penghubung antara kawasan Timur dan Barat Indonesia, khususnya sebagai pintu gerbang perdagangan antar pulau dan daerah. Pada tahun 2010, Jawa Timur mempunyai porsi perdagangan sebesar 52 persen dengan wilayah Indonesia bagian timur seperti Sulawesi, Maluku, dan Papua dan 47 persen dengan wilayah Indonesia bagian barat seperti Sumatra dan Jawa. Sementara dari aspek demografi , jumlah penduduk Jawa Timur adalah yang kedua terbesar di Indonesia setelah Jawa Barat. Pada tahun 2010, jumlah penduduk Jawa Timur adalah sebesar 37,4 juta jiwa atau 16 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.
Kontribusi Jawa Timur terhadap perekonomian Indonesia selalu stabil. Jawa Timur memiliki kontribusi terbesar kedua terhadap perekonomian Indonesia setelah DKI Jakarta. PDRB Jawa Timur dalam sepuluh tahun terakhir menyumbang secara konsisten 15 persen dari PDB Indonesia. Kontribusinya hanya lebih kecil dibandingkan kontribusi seluruh provinsi di Pulau Sumatera dan DKI Jakarta. Data menunjukkan bahwa kontribusinya sekitar 150 persen dari kontribusi seluruh Kawasan Timur Indonesia dan seluruh provinsi di Pulau Kalimantan.
21
Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur
Gambar 1.14. Jawa Timur memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia
0%
5%
10%
15%
20%
25%
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Sumatra Kalimantan Kawasan Timur Indonesia
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Timur
Sumber: Diolah dari BPS, 2010.
Gambar 1.15. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dan nasional, 2010
3,764,5
4,785,05
5,6 5,48
6,286,01
4,55
6,1
6,5
3,64 3,8
4,78
5,83 5,84 5,86,11
5,94
5,01
6,687,12
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011*
Nasional
Pers
en
Jawa Timur
Sumber: BPS Pusat dan Jawa Timur, 2010.
Dalam sepuluh tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur meningkat dengan stabil. Sejak krisis moneter di tahun 1997-1998 dimana Provinsi Jawa Timur adalah salah satu provinsi yang terkena dampaknya karena perkembangan sektor industrinya, Provinsi Jawa Timur terus berusaha meningkatkan kinerja perekonomiannya. Dari 3,64 persen tingkat pertumbuhan di tahun 2001, data sementara di semester I tahun 2011 menunjukkan pertumbuhan sebesar 7,12 persen. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selalu dapat mengimbangi pertumbuhan nasional, bahkan selalu lebih tinggi sejak tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perekonomian Jawa Timur lebih tinggi daripada kinerja perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Arus komoditas yang masuk ke Jawa Timur didominasi oleh barang konsumtif dan bahan mentah untuk produksi. Arus perdagangan komoditas di Jawa Timur mencapai 6 juta ton dimana dua pertiganya adalah arus barang masuk ke Jawa Timur. Namun dari sisi nilai, komoditas keluar dari Jawa Timur memiliki nilai lebih tinggi dari pada nilai komoditas masuk. Sebagai provinsi dengan dengan populasi yang tinggi, arus komoditas yang masuk adalah barang-barang konsumtif yang dibutuhkan oleh masyarakat maupun bahan mentah yang dibutuhkan oleh industri di Jawa Timur. Itulah sebabnya mengapa arus barang yang keluar memiliki nilai lebih tinggi yang mencerminkan nilai tambahnya dari komoditas yang diproduksi di Jawa Timur.
22Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur
Perdagangan antar daerah merupakan fokus Jawa Timur. Hanya 1 persen dari nilai seluruh perdagangan Jawa Timur yang terjadi antara daerah di Provinsi Jawa Timur dengan nilai sekitar Rp 1 triliun. Selebihnya merupakan perdagangan antar daerah di Indonesia. Nilai perdagangan terbesar adalah dengan tujuan Pulau Sumatera yang menyumbang lebih dari sepertiga perdagangan Jawa Timur dengan nilai sekitar Rp 58 triliun. Ini menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Timur memiliki peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan domestik di Indonesia.
Gambar 1.16. Kontribusi PDRB Jawa Timur dan perdagangan antar pulau, 2010
0
20
40
60
80
100
0
1
2
3
4
5
Bongkar Muat
Dalam
Rp Triliun
Dal
am Ju
ta T
on
Volume Perdagangan (Juta Ton) Nilai Perdagangan (Rp Triliun)
0,06% 10% 12% 19% 21% 37%0
10
20
30
40
50
60
70
Antar Daerah di
Jawa Timur
Antar Provinsi di
Jawa
Bali dan Nusa
Tenggara
Sulawesi, Maluku, Papua
Kalimantan Sumatera
Nila
i Per
daga
ngan
(Rp
Trili
un)
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur, 2011.
Pola pertumbuhan ekonomi dilihat dari sisi kewilayahan di Jawa Timur menunjukkan adanya wilayah yang sangat maju dan wilayah yang masih tertinggal. Pertumbuhan yang tinggi terpusat di perkotaan seperti Kota Surabaya dan sekitarnya (Sidoarjo dan Gresik), serta Kota Malang dan Kabupaten Malang. Kota-kota tersebut merupakan pusat aktivitas ekonomi di Jawa Timur dengan kontribusi sebesar 50 persen terhadap total ekonomi Jawa Timur pada tahun 2010. Kajian Diagnosa Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur (The World Bank, 2011) mengindikasikan bahwa pola pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang ini tidak memerlukan intervensi khusus untuk memindahkan kegiatan ekonomi ke daerah-daerah tertinggal. Pengalaman internasional menunjukkan bahwa aglomerasi di daerah perkotaan memiliki efek positif terhadap pertumbuhan ekonomi jika ditunjang dengan fasilitas dan infrastruktur yang tepat. Sehingga yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menerapkan program pembangunan yang bersifat umum dan netral secara spasial, seperti misalnya dengan meningkatkan akses pendidikan dan kesehatan untuk memungkinkan penduduk daerah tertinggal memaksimalkan manfaatnya dan bergerak ke arah peluang yang lebih baik serta diiringi dengan pembangunan infrastruktur yang menghubungkan secara spasial untuk meningkatkan arus barang, orang, dan informasi ke pusat-pusat ekonomi. Peningkatan infrastruktur tersebut juga dapat memperluas perdagangan antar- dan dalam provinsi.
23
Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur
Gambar 1.17. Ukuran geografi s (area) dan peta kegiatan ekonominya (PDRB)
PDRB Per Kapita 2008 (Rp)Diatas 16.000.0008.000.000 - 16.000.0006.000.000 - 8.000.0004.000.000 - 6.000.000Dibaw ah 4.000.000
Ukuran Ekonominya (PDRB)
Sumber: Diolah dari BPS, 2010.
Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang diatas rata-rata nasional, tingkat infl asi masih relatif terkendali. Perkembangan tingkat harga di Jawa Timur yang diukur dari perkembangan tingkat harga di tujuh kabupaten/kota menunjukkan bahwa sebagian besar masih mengalami perkembangan harga dibawah angka nasional. Perkembangan harga terkecil justru dialami oleh Kabupaten Sumenep yang terdiri dari bagian terjauh di Pulau Madura dan pulau-pulau disekitarnya. Perkembangan harga tertinggi justru dialami oleh Kota Madiun dan Kota Probolinggo yang terletak dibagian pegunungan. Ini menunjukkan bahwa arus barang dan jasa ke pulau Madura dan Kepulauan disekitarnya cukup baik sehingga tidak memiliki dampak terhadap harga. Sebaliknya, arus barang dan jasa untuk daerah pegunungan, seperti Kota Madiun dan Kota Probolinggo justru memiliki dampak terhadap terhadap harga. Akses terhadap barang dan jasa serta kualitas infrastruktur jalan berpotensi terhadap perkembangan harga tersebut.
24Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur
Gambar 1. 18. Tingkat infl asi di Jawa Timur bervariasi
NASIONAL
Sumenep
Probolinggo
Madiun
95
100
105
110
115
120
125
130
135
Jan-
07
Mar
-07
May
-07
Jul-0
7
Sep
-07
Nov
-07
Jan-
08
Mar
-08
May
-08
Jul-0
8
Sep
-08
Nov
-08
Jan-
09
Mar
-09
May
-09
Jul-0
9
Sep
-09
Nov
-09
Jan-
10
Mar
-10
May
-10
Jul-1
0
Sep
-10
Nov
-10
Jan-
11
Mar
-11
May
-11
Jul-1
1
Sep
-11
CPI: NASIONAL CPI: Jember CPI: Sumenep
CPI: Kediri CPI: Malang CPI: Probolinggo
CPI: Madiun CPI: Surabaya
Sumber: Diolah dari Bank Indonesia, berbagai tahun.
25
Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur
Bab 2 Pendapatan Daerah
dan Pembiayaan
28Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan
2.1 Gambaran Umum5
Jawa Timur membutuhkan sumber daya keuangan yang cukup untuk dapat mengatasi beberapa tantangan penting agar dapat meningkatkan pembangunan ekonomi seperti yang diuraikan sebelumnya. Bagian ini akan membahas tentang perkembangan sumber daya fi skal yang dimiliki pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Hal utama yang akan dilihat adalah pendapatan daerah di Jawa Timur, sumber–sumber pendapatan yang berkontribusi cukup signifi kan, serta ruang fi skal pemerintah untuk dapat mengalokasikan dana tersebut bagi peningkatan kualitas infrastruktur, pendidikan dan pertanian.
Selama lima tahun terakhir, pendapatan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur secara riil meningkat stabil dengan rata-rata pertumbuhan per tahun 6 persen dari Rp. 33,3 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 42,2 triliun pada tahun 2010. Dari pendapatan daerah tersebut, secara riil komponen DAK meningkat cukup tinggi sekitar 14 persen per tahunnya, dari Rp. 1,1 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 1,7 triliun pada tahun 2010. Komponen PAD mengalami pertumbuhan yang stabil dengan rata-rata 7 persen per tahunnya dari Rp. 7,1 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 9,4 triliun pada tahun 2010 (perubahan). Kota Batu merupakan kota dengan pertumbuhan PAD tertinggi selama 2006-2010, dengan rata-rata pertumbuhan 23 persen per tahun. Sebaliknya Kabupaten Sumenep mengalami penurunan dalam PAD pada periode yang sama, dengan penurunan terbesar pada tahun 2010 sebesar 18 persen. Komponen Dana Bagi Hasil juga meningkat sebesar 10 persen dari Rp. 3,1 triliun pada 2006 menjadi Rp. 4,5 triliun pada 2010. Komponen pendapatan daerah lainnya mengalami pertumbuhan tertinggi, yaitu kurang lebih 42 persen secara rata-rata per tahun dari Rp. 1,7 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 6,4 triliun pada tahun 2010. Dana DAU mengalami penurunan secara riil semenjak tahun 2009 dari Rp. 21,2 triliun tahun 2008 menjadi Rp. 20,8 triliun pada tahun 2009 dan Rp. 19,9 triliun pada tahun 2010. Ini disebabkan karena penurunan DAU untuk kabupaten/kota khususnya pada tahun 2010 dimana hampir seluruh kabupaten/kota mengalami penurunan DAU kecuali Kota Batu. Kota Surabaya merupakan kota yang mengalami penurunan DAU terbesar secara riil kurang lebih 20 persen pada tahun 2010. Penurunan DAU di kabupaten/kota disebabkan karena variabel PAD yang turut diperhitungkan dalam formula perhitungan DAU mengalami peningkatan pada tahun tersebut6.
Gambar 2.1a. Pendapatan daerah Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Jawa Timur, 2006-2010
Gambar 2.1b. Komponen pendapatan daerah Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Jawa Timur, 2006 – 2010
6.179 8.262
27.10133.949
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
20062 0072 008 2009 2010
Provinsi Kabupaten/Kota
Mili
ar R
p
20.105 21.203 21.279 20.882 19.920
7.1007.571 8.424 9.065 9.474
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
2006 2007 2008 20092 010
DAU DAK Bagi Hasil PAD Pendapatan Daerah Lainnya
Mili
ar R
p
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan: Dari sini dan selanjutnya, data fi skal tahun 2006-2009 menggunakan data realisasi sedangkan data fi skal tahun 2010 menggunakan data anggaran perubahan. Angka mengunakan angka riil (2009=100).
5 Analisis anggaran dan belanja yang dilakukan mengacu Database PEA yang disusun oleh Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Otonomi (JPIP). Lihat lampiran B.1 untuk keterangan metodologi lebih lanjut.
6 suarasurabaya.net, 14 Agustus 2010, diakses melalui http://kelanakota.suarasurabaya.net/?id=06beeec285d6dfbb145ed8414ac61408201080861 pada 13 Oktober 2011.
29
Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan
Sebagian besar pendapatan daerah provinsi dan kabupaten/kota Jawa Timur berasal dari dana DAU, namun kecenderungan dalam lima tahun terakhir menunjukkan semakin besarnya kontribusi Pendapatan Asli Daerah. Porsi DAU dalam pendapatan daerah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur turun dari 60 persen pada tahun 2006 menjadi 47 persen pada 2010. Besar kontribusi DAU ini berbeda antara provinsi dan kabupaten/kota. Di tingkat provinsi, secara rata-rata selama 2006-2010, lebih dari 70 persen pendapatan provinsi bersumber dari Pendapatan Asli Daerah yaitu sebesar Rp. 4,4 triliun tahun 2006 dan Rp. 5,9 triliun tahun 2010. Porsi pendapatan bagi hasil mengalami peningkatan dari 11 persen menjadi 12 persen pada periode yang sama. Porsi DAU pada pemerintah provinsi mengalami penurunan walaupun secara nominal mengalami peningkatan. Porsi ini turun dari 16,1 persen tahun 2006 (Rp. 993 miliar) menjadi 14 persen tahun 2010 (Rp. 1,1 triliun). Sementara itu, jumlah DAU pemerintah kabupaten/kota secara keseluruhan mengalami penurunan walaupun masih merupakan komponen terbesar pendapatan daerah pemerintah kabupaten/kota. Porsi DAU menurun dari 70 persen pada tahun 2006 (Rp. 19,1 triliun) menjadi 55 persen pada tahun 2010 (Rp. 18,7 triliun). Porsi PAD meningkat dari 9 persen pada tahun 2006 menjadi 10 persen pada tahun 2010. Porsi DAK meningkat dari 4 persen pada tahun 2006 menjadi 5 persen pada tahun 2010. Porsi Dana Bagi Hasil mengalami peningkatan dari 9 persen menjadi 10 persen pada periode yang sama. Porsi pendapatan daerah lainnya mengalami peningkatan paling tinggi dari 6 persen (2006) menjadi 18 persen (2010).
Gambar 2.2a. Porsi pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2006-2010
Gambar 2.2b. Porsi pendapatan daerah Pemerintah Kabupaten/kota Jawa Timur, 2006-2010
16,1 15,8 14,5 14,3 13,7
10,9 13,5 11,0 12,2 12,9
72,6 70,1 73,7 72,9 72,2
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2006 2007 2008 2009 2010
DAU DAK Bagi Hasil PAD Pendapatan Daerah Lainnya
70,5 69,0 67,361,5
55,3
9,3 9,9 9,910,2
10,4
9,7 9,7 10,110,4
10,3
6,4 6,3 6,8 11,318,9
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2006 2007 2008 2009 2010
DAU DAK Bagi Hasil PAD Pendapatan Daerah Lainnya
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
Terdapat perbedaan yang besar dalam jumlah pendapatan daerah per kapita yang dimiliki oleh kabupaten/kota di Jawa Timur. Kelompok dengan pendapatan daerah cukup tinggi terdapat pada daerah perkotaan mencakup Kota Mojokerto, Kota Blitar, Kota Kediri, Kota Madiun, Kota Pasuruan, Kota Probolinggo, dan Kota Batu dengan pendapatan fi skal per kapita sekitar Rp 2-3 juta. Sebagian besar kabupaten/kota lain di Jawa Timur, termasuk Kota Surabaya dan Kota Malang, memiliki pendapatan fi skal per kapita rendah sekitar Rp. 500 ribu – 1 juta. Kawasan Gerbangkertasusila (kecuali Kota Surabaya), pendapatan per kapita daerah yang rendah walaupun mempunyai kebutuhan sumber daya keuangan yang cukup tinggi karena cukup tingginya populasi di kawasan tersebut.
30Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan
Gambar 2.3. Pendapatan per kapita daerah kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2009 (Rp)
-
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
3.000.000
3.500.000
Kota
Moj
oker
toKo
ta B
litar
Kota
Ked
iri
Kota
Mad
iun
Kota
Pas
urua
n
Kota
Pro
bolin
ggo
Kota
Bat
u
Kab.
Mag
etan
Kab.
Mad
iun
Kab.
Pac
itan
Kab.
Tre
ngga
lek
Kota
Sur
abay
a
Kab.
Tul
unga
gung
Kab.
Situ
bond
oKo
ta M
alan
gKa
b. B
ondo
wos
o
Kab.
Nga
wi
Kab.
Pon
orog
o
Kab.
Nga
njuk
Kab.
Blit
arKa
b. P
amek
asan
Kab.
Sum
enep
Kab.
Gre
sik
Kab.
Lam
onga
nKa
b. T
uban
Kab.
Sid
oarjo
Kab.
Moj
oker
to
Kab.
Lum
ajan
g
Kab.
Ban
yuw
angi
Kab.
Pro
bolin
ggo
Kab.
Ban
gkal
an
Kab.
Sam
pang
Kab.
Boj
oneg
oro
Kab.
Ked
iriKa
b. P
asur
uan
Kab.
Jom
bang
Kab.
Mal
ang
Kab.
Jem
ber
DAU DAK Revenue Sharing Own-Source Revenue Others
Mili
ar R
p
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
Pemerintah provinsi mempunyai ruang fi skal7 sebesar 40 persen dari pendapatan daerahnya (atau sebesar Rp. 3 triliun) sementara pemerintah kabupaten/kota mempunyai ruang fi skal sebesar 31 persen dari pendapatan daerahnya (atau sebesar Rp. 10,1 triliun) pada tahun 2009. Ruang fi skal ini sedikit lebih kecil dari ruang fi skal nasional sebesar 42 persen dari pendapatan. Dari seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur, Kota Mojokerto mempunyai ruang fi skal terbesar yaitu 50 persen dari total pendapatan daerah Kota Mojokerto tahun 2009. Sebaliknya Kabupaten Ngawi mempunyai ruang fi skal terkecil yaitu sebesar 19 persen dari pendapatan daerah Kabupaten Ngawi tahun 2009. Selama lima tahun terakhir, ruang fi skal pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota mengalami penurunan. Ruang fi skal pemerintah provinsi mengalami penurunan cukup signifi kan pada tahun 2008 dan 2010 yang berasal dari peningkatan belanja bagi hasil ke daerah bawahan yang cukup besar. Ruang fi skal pemerintah kabupaten/kota semakin kecil, dari Rp. 11,7 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 7,6 triliun pada tahun 2010. Penurunan ini terjadi paling besar pada tahun 2010, karena semakin meningkatnya belanja pegawai.
Gambar 2.4a. Ruang Fiskal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Jawa Timur, 2006-2010
Gambar 2.4b. Ruang Fiskal Kabupaten/Kota Tahun 2009 (Persen Terhadap Total Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota)
-
10
20
30
40
50
60
2006 2007 2008 2009 2010
Provinsi Kabupaten/kota
Mili
ar R
p
Kota Mojokerto;
50,58
Kab. Ngawi; 19,13
- 10 20 30 40 50 60
Kota MojokertoKota Batu
Kota MalangKab. Gresik
Kota ProbolinggoKab. Pasuruan
Kab. PamekasanKab. Jombang
Kab. ProbolinggoKab. MadiunKota Madiun
Kab. BangkalanKab. Kediri
Kab. BanyuwangiKab. SumenepKab. PonorogoKab. Lumajang
Kab. SitubondoKab. Lamongan
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
7 Ruang fi skal (fi scal space) menunjukkan proporsi dari anggaran pemerintah yang dapat digunakan untuk keperluan pembangunan setelah dikurangi dengan anggaran untuk keperluan yang wajib dipenuhi dan pendapatan yang sudah diatur peruntukkannya (earmarked). Dalam hal ini ruang fi skal di defi nisikan sebagai Total Pendapatan Pemerintah dikurangi dengan belanja gaji, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, belanja bunga, dan pendapatan dana alokasi khusus.
31
Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan
Realisasi pendapatan daerah Jawa Timur pada lima tahun terakhir selalu lebih besar dari anggarannya baik pada Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Perbedaan antara realisasi dan anggaran ini semakin besar selama 2006-2010. Kondisi tersebut dapat mengindikasikan adanya dua kemungkinan. Pertama, adanya peningkatan efektivitas dalam pengumpulan pendapatan daerah yang lebih tinggi dari target pendapatan yang direncanakan. Namun kondisi tersebut juga dapat memberikan makna yang sebaliknya, yaitu adanya kelemahan data dasar yang berkaitan dengan potensi pendapatan daerah, dimana target yang ditetapkan cenderung lebih rendah dari realisasinya. Jika hal ini yang terjadi, maka perbedaan antara realisasi dan rencana yang cenderung meningkat dapat mengindikasikan semakin lemahnya perencanaan dalam penyusunan target pendapatan daerah. Alasan umum yang mengemuka adalah tingkat keakuratan informasi, baik karena lambatnya pembaruan data (updating) maupun alasan cepatnya perubahan objek pajak.
2.2 Pajak Daerah
Pendapatan Asli Daerah Provinsi dan kabupaten/kota Jawa Timur sebagian besar berasal dari Pajak Daerah. Pada pemerintah provinsi, selama 2006-2010, secara rata-rata lebih dari 80 persen PAD provinsi berasal dari Pajak Daerah. Komponen kedua terbesar dalam PAD propinsi disumbangkan oleh pendapatan daerah lainnya yang sebagian besarnya terdiri dari keuntungan perusahaan besar. Secara rata-rata kontribusi PAD lainnya pada PAD provinsi mencapai 6 persen selama periode 2006-2010. Sumber PAD provinsi lainnya adalah retribusi daerah (4 persen) serta hasil kekayaan daerah yang dipisahkan (3 persen). Di tingkat kabupaten/kota, sumber PAD mayoritas berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Porsi kedua komponen PAD ini hampir sama yaitu rata-rata 36 persen untuk pajak daerah dan 35 persen untuk retribusi daerah selama 2006-2010.
Di masa yang akan datang Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki peluang untuk semakin meningkatkan pendapatan pajak daerahnya dengan optimalisasi pengelolaan pajak bumi dan bangunan, namun hal tersebut memerlukan kebijakan pengelolaan yang baik. Salah satu contoh praktik yang baik dalam inisiatif untuk mengelola pajak bumi dan bangunan adalah seperti yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Setelah diberlakukannya undang-undang yang melimpahkan kewenangan pengelolaan PBB-nya ke kabupaten/kota8, pemerintah segera melakukan beberapa inisiatif untuk mengelola pajak bumi dan bangunannya. Kota Surabaya membangun sistem SISMIOP (Sistem Informasi dan Manajemen Objek Pajak dan Prosedur Operasional Standar (SOP)). Kebijakan ini menujukkan kemajuan yang positif walaupun masih banyak memerlukan perbaikan khususnya dalam hal kapasitas kelembagaan dan kriteria hukum. Namun, proses implementasi kebijakan ini cukup mengalami hambatan seperti misalnya persetujuan dari Kementerian Keuangan yang memakan waktu dan kurangnya staf terampil untuk menjalankan sistem pajak yang baru ini. Beberapa usulan seperti kriteria pajak yang jelas serta pelatihan kepada para pegawai pajak untuk mengoperasikan sistem SISMIOP dapat membantu implementasi kebijakan ini berjalan secara optimal.
Pendapatan Asli Daerah per kapita di Jawa Timur cukup beragam khususnya dengan 8 kota dan 2 kabupaten dengan PAD per kapita terbesar. Kabupaten dan kota tersebut adalah Kota Kediri, Kota Surabaya, Kota Blitar, Kota Mojokerto, Kota Madiun, Kota Pasuruan, Kota Probolinggo, Kabupaten Sidoardjo, Kabupaten Gresik, dan Kota Malang. Kota Kediri merupakan kota dengan PAD per kapita terbesar, sebesar Rp. 325 ribu pada tahun 2009. Sebagian besar PAD ini berasal dari komponen PAD lainnya. Kota Surabaya merupakan kota dengan pendapatan Pajak Daerah terbesar. Kawasan Gerbangkertasusila mempunyai PAD per kapita yang cukup tinggi (kecuali Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Lamongan), yang sebagian besar komponennya berasal dari Pajak Daerah maupun Retribusi Daerah.
8 Indonesia Sub-National Public Expenditure Review, Policy Note 6: Financing Infrastructure Projects, The World Bank, July 2011
32Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan
Gambar 2.5a. Komponen PAD Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2006-2010
Gambar 2.5b. Komponen PAD Pemerintah Kabupaten/kota Jawa Timur, 2006-2010
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
2006 2007 2008 2009 2010
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
MIli
ar R
p
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
2006 2007 2008 2009 2010
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
MIli
ar R
p
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
Gambar 2.6. DIstribusi Pendapatan Asli Daerah per kapita kabupaten di Jawa Timur, 2009
-
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
Kota
Ked
iriKo
ta S
urab
aya
Kota
Blit
arKo
ta M
ojok
erto
Kota
Ma d
iun
Kota
Pas
urua
nKo
ta P
robo
lingg
oKa
b. S
idoa
rjoKa
b. G
resi
kKo
ta M
a lan
gKa
b. T
uban
Kot a
Bat
uKa
b. T
ulun
gagu
ngKa
b. M
aget
anKa
b. N
ganj
ukKa
b. Jo
mba
n gKa
b. L
umaj
ang
Kab.
Mal
ang
Kab.
Pas
urua
nKa
b. L
amon
gan
Kab.
Tre
ngga
lek
Kab.
Moj
oker
toKa
b. J e
mbe
rKa
b. B
anyu
wan
giKa
b. B
ondo
wos
oKa
b. B
ojon
egor
oKa
b. B
litar
Kab.
Situ
bond
oKa
b. K
ediri
Kab.
Pon
orog
oKa
b. P
acita
nKa
b. P
amek
asan
Kab.
Mad
iun
Kab.
Sum
enep
Kab.
Pro
bolin
ggo
Kab.
Sam
pang
Kab.
Ban
gkal
anKa
b. N
gaw
i
Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan Lain- lain
Rupi
ah
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
2.3 Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur mengalami peningkatan dari Rp. 3,1 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 4,5 triliun pada 2010. Hampir seluruh pendapatan bagi hasil pemerintah provinsi dan kabupaten/kota Jawa Timur berasal dari bagi hasil pajak. Porsi bagi hasil pajak ini secara rata-rata mencapai 98 persen dari seluruh pendapatan bagi hasil selama 2006-2010, meningkat dari Rp. 3,1 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 4,5 triliun pada tahun 2010. Porsi bagi hasil sumber daya alam di Jawa Timur sangat minim, secara rata-rata sebesar 2 persen dari total Bagi Hasil SDA Jawa Timur.
Pendapatan bagi hasil kabupaten/kota di Jawa Timur cukup bervariasi. Sebagian besar daerah yang mempunyai pendapatan bagi hasil tertinggi merupakan kota-kota yaitu Kota Kediri, Kota
, Gambar 2.7. Pendapatan dana bagi hasil provinsi dan kabupaten/kota di jawa timur, 2006-2010
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
2006 2007 2008 2009 2010
Pajak SDA
( Mili
ar R
p )
Pa
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
33
Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan
Surabaya, Kota Mojokerto, Kota Blitar, Kota Batu, Kota Madiun, Kota Pasuruan dan Kota Malang. Pendapatan bagi hasil kota-kota ini hampir seluruhnya berasal dari bagi hasil pajak. Sebaliknya, hanya beberapa daerah di Jawa Timur yang menghasilkan dana bagi hasil SDA. Pada tahun 2008 dana bagi hasil SDA ini meningkat cukup tinggi dari Rp. 75 miliar menjadi Rp. 383 miliar yang sebagian besar berasal dari dana bagi hasil SDA untuk minyak di Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bojonegoro (LKPP, 2008).
2.4 Dana Alokasi Umum
DAU untuk kabupaten/kota di Jawa Timur cukup beragam. Secara per kapita, Kota Mojokerto memiliki DAU terbesar, mencapai Rp. 2 juta. Hal ini disebabkan karena Kota Mojokerto memiliki populasi terendah diantara kabupaten/kota di Jawa Timur. Sebaliknya, Kota Surabaya dengan populasi tertinggi di Jawa Timur, memiliki DAU per kapita terendah yaitu sebesar Rp. 291 ribu.
Semakin banyak jumlah pegawai sipil di Jawa Timur maka semakin besar DAU yang diterima. Sebaran DAU dan jumlah pegawai negeri menunjukan keterkaitan dengan arah yang positif. Jumlah pegawai negeri yang cukup tinggi memiliki DAU yang tinggi pula. Kota Surabaya, memiliki DAU yang cukup tinggi dan jumlah pegawai negeri yang cukup tinggi pula. Namun, Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Bojonegoro memiliki DAU yang cukup tinggi walaupun jumlah pegawai sipilnya merupakan yang terendah di seluruh Jawa Timur. Implikasinya, DAU yang tidak digunakan sebagai belanja pegawai seharusnya dapat digunakan untuk belanja program-program yang sesuai dengan prioritas daerahnya.
Lebih dari separuh DAU digunakan untuk belanja pegawai kabupaten/kota di Jawa Timur. Pada tahun 2009, Kota Mojokerto sebagai penerima DAU tertinggi, juga memiliki tingkat diskresi DAU yang terbesar yang dapat digunakan untuk belanja sektor strategis di daerahnya. Sebesar 55 persen dari DAU di Kota Mojokerto digunakan untuk belanja pegawai, sehingga masih ada 45 persen DAU yang dapat dialokasikan untuk belanja lain. Sebaliknya, Kabupaten Tulungagung memiliki diskresi DAU terendah karena 92 persen DAU tersebut sudah dialokasikan untuk belanja pegawai.
2.5 Dana Alokasi Khusus
Porsi DAK, sebagai sumber daya keuangan lain untuk pembangunan infrastruktur dan pertanian, sekitar 4 persen dari total pendapatan Jawa Timur. Walaupun DAK tumbuh dengan rata-rata 15 persen per tahun, dari Rp. 1 triliun menjadi Rp. 1,7 triliun, namun nilai ini mungkin kurang memadai untuk dana pembangunan ekonomi di Jawa Timur. Secara rata-rata setiap kabupaten/kota di Jawa Timur menerima DAK sebesar Rp. 44 miliar (jika menggunakan data 2010). Sebagian besar atau sekitar 51 persen dana DAK dialokasikan untuk
Gambar 2.8. Sebaran jumlah pegawai negeri dan DAU yang diterima kabupaten/kota di Jawa Timur, 2009
0
200
400
600
800
1.000
1.200
Kab. Pacitan
Kab. Bojonegoro
Kab. Malang
Kota Surabaya
Mily
arRp
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
Gambar 2.9. Alokasi DAK untuk Jawa Timur, 2009
51%
17%
2%
12%
4%
5%
3%
5%
0%
1% 0% 0%0% Pendidikan
Kesehatan
Demogra
Jalan
Irigasi
Air
Perikanan
Pertanian
Pemerintahan Umum
Lingkungan
Kehutanan
Desa
Perdagangan
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
34Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan
pendidikan. Porsi DAK untuk sektor infrastruktur di Jawa Timur hanya sebesar 20 persen dan hanya 5 persen untuk sektor pertanian, atau jika dihitung dari rata-rata per kabupaten/kota sebesar maka nilainya Rp. 9 miliar untuk infrastruktur dan Rp. 2,1 miliar untuk sektor pertanian.
2.6 Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan
Setelah menganalisis pendapatan daerah Jawa Timur, dapat dilihat bahwa sumber daya fi skalnya mengalami peningkatan yang cukup signifi kan baik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Ruang fi skal memperlihatkan kecenderungan yang menurun, khususnya di tingkat provinsi, karena komponen belanja bagi hasil dan bantuan keuangan ke daerah bawahan yang mengalami peningkatan. Dana DAU memperlihatkan kecenderungan yang menurun karena adanya komponen PAD sebagai komponen perhitungan DAU mengalami peningkatan. Ini berarti Jawa Timur mempunyai potensi untuk meningkatkan PAD-nya dimasa depan dan mengurangi keterantungan pendapatan pada transfer.
Rekomendasi
Mekanisme estimasi penganggaran yang lebih baik sehingga dapat memperkecil perbedaan antara realisasi dan anggaran yang dibuat. Hal ini dapat dilakukan dengan mempercepat pembaharuan data yang digunakan dalam asumsi-asumsi penganggaran tersebut. Selain itu, pembaharuan data mengenai objek pajak juga harus lebih sering dilakukan sehingga data yang digunakan untuk penganggaran tersebut merupakan data terkini.
Kualitas pengelolaan PBB yang akan diserahkan ke daerah hendaknya ditingkatkan. Seperti kasus di Kota Surabaya, adanya pelatihan pegawai pajak dalam implementasi sistem pengumpulan pajak serta kriteria pajak yang jelas merupakan potensi besar untuk peningkatan pendapatan daerah.
Alokasi DAK hendaknya perlu dilihat lebih lanjut. Sebagian besar DAK ditujukan untuk sektor pendidikan. Namun hal ini perlu dikaji kembali, apakah memang alokasi yang besar ini sudah menghasilkan pencapaian-pencapaian yang signifi kan di sektor pendidikan.
Pemerintah juga dapat meningkatkan sumber daya fi nansialnya melalui skema-skema pembiayaan alternatif seperti kemitraan pemerintah dan swasta (public private partnership). Kondisi fi skal yang relatif sehat juga memungkinkan beberapa pemerintah daerah untuk mengakses pembiayaan pinjaman baik dalam negeri (seperti municipal bond, dan pinjaman ke pemerintah pusat) maupun luar negeri.
35
Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan
Bab 3 Belanja Daerah
38Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 3 Belanja Daerah
3.1 Gambaran Umum
Pengalokasian sumber daya keuangan ikut menentukan arah pembangunan ekonomi di Jawa Timur. Bagian sebelumnya telah membahas mengenai ketersediaan sumber daya keuangan yang ada di Jawa Timur, sementara bagian ini akan melihat bagaimana sumber daya ini dialokasikan. Pertama- tama dapat dilihat gambaran belanja daerah serta trendnya secara umum, yang diikuti dengan komposisi belanja tersebut baik berdasarkan klasifi kasi ekonominya maupun berdasarkan sektoral secara umum. Pembahasan belanja sektoral pada isu-isu utama seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pertanian akan dielaborasi secara lebih dalam di bagian selanjutnya.
Tingkat belanja daerah perkapita Jawa Timur tergolong cukup rendah, yang juga tercermin oleh pendapatan daerah per kapita yang cukup rendah dibandingkan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Belanja daerah per kapita di Jawa Timur berada di bawah tingkat nasional Indonesia. Pada tahun 2010, belanja daerah per kapita di Indonesia mencapai Rp. 1,8 juta, sedangkan belanja daerah per kapita Jawa Timur hanya mencapai Rp. 1 juta. Namun dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa, belanja daerah per kapita Jawa Timur relatif tinggi dibandingkan Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten. Hampir seluruh provinsi dengan belanja daerah terendah berada di Pulau Jawa dikarenakan tingginya populasi di pulau ini. Oleh karena itu perlu dianalisis lebih dalam apakah pelayanan publik di Pulau Jawa ini sudah dapat menjangkau dan melayani penduduknya secara keseluruhan atau belum.
Gambar 3.1. Belanja daerah per kapita provinsi di Indonesia, 2010
-
2.000.000
4.000.000
6.000.000
8.000.000
10.000.000
12.000.000
Papu
a Ba
rat
Papu
a
Kalim
anta
n Ti
mur
Kalim
anta
n Te
ngah
Mal
uku
Uta
ra
Kepu
laua
n Ri
au
Nan
ggro
e Ac
eh D
aru s
sala
m
Mal
uku
Bang
ka B
elitu
ng
Riau
Sula
wes
i Ten
ggar
a
Beng
kulu
Sula
wes
i Uta
ra
Kalim
anta
n Se
lata
n
Gor
onta
lo
DKI
Jaka
rta
Sum
ater
a Ba
rat
Sula
wes
i Ten
gah
Jam
bi
Sula
we s
i Bar
at
Kalim
anta
n Ba
r at
Bali
Nus
a Te
ngga
ra T
imur
Sum
ater
a Se
lata
n
Sula
wes
i Sel
atan
Nas
iona
l
Sum
ater
a U t
ara
Nus
a Te
ngga
ra B
arat
DI Y
ogy a
kart
a
Lam
pung
Jaw
a Ti
mur
Jaw
a Te
ngah
Jaw
a Ba
rat
Bant
en
Rupi
ah
Sumber: Diolah dari APBD 2010, DJPK, Kementerian Keuangan RI.
Secara keseluruhan, belanja publik di Jawa Timur, mencakup pusat, provinsi dan kabupaten/kota mengalami peningkatan. Pertumbuhan belanja tersebut cukup stabil secara rill secara rata-rata pertahun sebesar 11 persen dari Rp. 34 triliun tahun 2006 menjadi Rp. 50,2 triliun tahun 2010. Belanja publik di Jawa Timur 74 persen dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota, sementara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi masing-masing hanya mengelola 8 persen dan 18 persen.
Belanja pemerintah pusat relatif berubah-ubah dibandingkan belanja provinsi maupun kabupaten/kota yang cenderung meningkat. Pada tahun 2007 belanja pemerintah pusat mengalami penurunan dari Rp. 3,2 triliun menjadi Rp. 1,4 triliun sebelum mengalami peningkatan pada tahun 2009 menjadi Rp. 6 triliun. Sebaliknya, belanja provinsi mengalami peningkatan dari Rp. 6,2 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 9,8 triliun pada tahun 2010 dengan pertumbuhan yang paling besar terjadi pada tahun 2010. Belanja pemerintah kabupaten/kota juga mengalami peningkatan dari Rp. 24,6 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 37,8 triliun pada tahun 2010 dengan peningkatan paling tinggi juga terdapat pada tahun 2010.
39
Bab 3 Belanja Daerah
Gambar 3.2. Belanja daerah Jawa Timur oleh pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan pusat, 2006-2010
Provinsi Kabupaten/kota Dekon dan TP
6.203 9.824
24.672
37.857
3.1810
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
2006 2007 2008 2009 2010
33..11663311.4447
66.00448
Mili
ar R
p
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan: Dari sini dan selanjutnya, data fi skal tahun 2006-2009 menggunakan data realisasi sedangkan data fi skal tahun 2010 menggunakan data anggaran perubahan. Semua angka mengunakan angka riil (2009=100).
Seluruh komponen belanja daerah Jawa Timur berdasarkan klasifi kasi ekonomi mengalami peningkatan. Belanja Pegawai meningkat secara riil dari Rp. 13,2 triliun tahun 2006 menjadi Rp. 23,2 triliun pada tahun 2010. Belanja pegawai provinsi meningkat secara riil dengan rata-rata 12 persen per tahun dan belanja pegawai kabupaten/kota meningkat secara riil sebesar 15 persen pada periode yang sama. Belanja modal mengalami peningkatan secara rata-rata sebesar 11 persen per tahun selama 2006-2010 sedangkan belanja barang dan jasa tumbuh paling rendah sebesar 2 persen pada periode yang sama. Belanja lain-lain secara riil tumbuh paling tinggi dari Rp. 4,6 triliun menjadi Rp. 8,8 triliun. Sebagian besar peningkatan belanja lain-lain ini berasal dari belanja bagi hasil serta bantuan keuangan kepada daerah bawahan.
Secara umum, baik provinsi maupun kabupaten/kota di Jawa Timur telah mempunyai metode penganggaran yang baik sehingga perbedaan antara anggaran belanja dan realisasinya tidak terlalu besar. Namun, pada tahun 2008, anggaran belanja pemerintah Jawa jauh lebih besar dibandingkan realisasinya. Sebagian kelebihan anggaran ini berasal dari anggaran belanja kabupaten/kota di Jawa Timur yang mencapai Rp. 49 triliun dengan realisasi Rp. 30 triliun atau sebesar 62 persen dari total anggarannya. Hal ini dapat mengindikasikan masalah dalam penyerapan anggaran sehingga realisasi belanja pemerintah kabupaten/kota jauh lebih rendah. Selain itu, hal ini juga dapat disebabkan oleh lambatnya pencairan anggaran dari pusat sehingga dana baru dapat digunakan pada semester kedua pada saat beberapa program sudah berjalan. Hal ini terjadi pada sektor pertanian, dimana tertundanya bantuan pupuk bagi petani dalam bentuk subsidi pertanian yang sebenarnya sangat dibutuhkan pada saat musim tanam dapat mengakibatkan turunnya produksi pertanian.
Gambar 3.3. Belanja provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur, 2006-2010
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
2006 2007 2008 2009 2010
Pegawai Barang dan Jasa Modal Lainnya
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
40Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 3 Belanja Daerah
Tabel 3.1. Anggaran versus Realisasi Belanja Pemerintah Jawa Timur, 2006-2010
Provinsi Kabupaten/kota Total
Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi
2006 5.784 6.203 23.741 24.672 29.525 30.8752007 5.734 5.992 26.485 28.044 32.219 34.0362008 8.893 7.144 49.954 30.060 58.847 37.2042009 6.314 7.602 33.784 32.990 40.098 40.5922010* 7.315 9.824 32.353 37.857 39.668 47.681
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan: Angka dalam Miliar Rupiah.
3.2 Belanja Daerah Berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi
Porsi Belanja Pegawai dan Belanja Barang dan jasa pemerintah provinsi hampir sama pada tahun 2009 masing-masing sebesar Rp. 1,5 triliun dan Rp. 1,9 triliun. Porsi belanja pegawai pada belanja pemerintah provinsi stabil sebesar 20 persen selama periode 2006-2010. Porsi belanja barang dan jasa pemerintah provinsi sempat mengalami penurunan cukup signifi kan pada tahun 2007 dan setelah itu stabil kurang lebih 25 persen total belanja provinsi. Belanja barang dan jasa provinsi naik dari Rp. 2 triliun menjadi Rp. 2,5 triliun. Sebagian besar belanja pemerintah provinsi Jawa Timur dialokasikan untuk belanja lain-lain, yaitu sebesar 45 persen pada tahun 2010. Belanja lain-lain ini meningkat cukup signifi kan dari Rp. 2,1 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 4,4 triliun pada tahun 2010. Hampir seluruh belanja lain-lain pemerintah provinsi ini dialokasikan untuk belanja bagi hasil dan bantuan keuangan ke daerah bawahan (kabupaten/kota) untuk sektor-sektor pelayanan publik seperti sosial, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
Sebagian besar belanja pemerintah kabupaten/kota dialokasikan untuk belanja pegawai. Porsi belanja pegawai pemerintah kabupaten/kota ini juga mengalami peningkatan dari 48 persen pada tahun 2006 menjadi 56 persen pada tahun 2010. Secara absolut, belanja pegawai pemerintah kabupaten/kota juga meningkat hampir dua kali lipat dari Rp. 12 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 21,3 triliun pada tahun 2010. Seiring dengan peningkatan porsi belanja pegawai, porsi belanja barang dan jasa pemerintah kabupaten/kota mengalami penurunan dari 23 persen pada tahun 2006 menjadi 14 persen pada tahun 2010 walaupun secara absolut penurunan belanja ini tidak terlalu besar dari Rp. 5,7 triliun menjadi Rp. 5,5 triliun. Porsi belanja modal pada tahun 2010 kurang dari seperlima total belanja pemerintah kabupaten/kota. Porsi ini turun dari tahun sebelumnya, sebesar 22 persen (Rp. 7,3 triliun) menjadi 14 persen (Rp. 6,5 triliun).
Gambar 3.4a. Porsi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Timur berdasarkan klasifi kasi ekonomi, 2006-2010
Gambar 3.4b. Porsi belanja Pemerintah Kabupaten/kota Jawa Timur berdasarkan klasifi kasi ekonomi, 2006-2010
0
10
20
30
40
50
60
2006 2007 2008 2009 2010
Pegawai Barang dan Jasa Modal Lainnya
0
10
20
30
40
50
60
2006 2007 2008 2009 2010
Pegawai Barang dan Jasa Modal Lainnya
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
41
Bab 3 Belanja Daerah
3.3 Belanja Daerah Berdasarkan Sektor
Belanja administrasi umum merupakan belanja terbesar pemerintah provinsi. Belanja ini naik dari Rp. 7,7 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 10,9 triliun pada tahun 2010. Namun, sebagian besar belanja ini berasal dari belanja bagi hasil dan bantuan keuangan ke daerah bawahan serta belanja hibah/subsidi pada urusan pemerintahan umum, yang mencapai lebih dari 50 persen dari total belanja administrasi umum ini. Belanja terbesar kedua pemerintah provinsi Jawa Timur merupakan belanja kesehatan yang meningkat dari 11 persen (Rp. 2 triliun) pada tahun 2006 menjadi 14 persen (Rp. 3,8 triliun) pada tahun 2010. Belanja infrastruktur merupakan belanja terbesar ketiga yaitu sebesar 10 persen pada tahun 2010.
Pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan belanja daerahnya sebagian besar untuk sektor pendidikan. Porsi belanja ini mengalami peningkatan dari 33 persen (Rp. 8,6 triliun) pada tahun 2006 menjadi 41 persen (Rp. 15,7 triliun) pada tahun 2010. Namun, perlu dianalisis lebih lanjut mengenai alokasi belanja pendidikan ini agar dapat memperbaiki kualitas pelayanan pendidikan di Jawa Timur. Porsi belanja infrastruktur tidak terlalu besar dan mengalami penurunan signifi kan dari 16 persen (Rp. 3,8 triliun) pada tahun 2006 menjadi 11 persen (Rp. 4,9 triliun). Porsi belanja pertanian juga merupakan porsi belanja terkecil diantara sektor-sektor pelayanan publik lainnya, yaitu sekitar 2 persen dari total belanja pemerintah kabupaten/kota.
Gambar 3.5a. Porsi belanja pemerintah provinsi berdasarkan sektor, 2006-2010
Gambar 3.5b. Porsi belanja pemerintah kabupaten/kota berdasarkan sektor, 2006-2010
0
10
20
30
40
50
60
70
2006 2007 2008 2009 2010
Admin Umum Infrastruktur Pendidikan
Kesehatan Pertanian Lainnya
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
2006 2007 2008 2009 2010
Admin Umum Infrastruktur Pendidikan
Kesehatan Pertanian Lainnya
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
3.4 Belanja Pemerintah Pusat di Jawa Timur
Belanja pemerintah pusat di Jawa Timur mencakup tiga jenis: Belanja Dekonsentrasi, Belanja Tugas Pembantuan dan Belanja Instansi Vertikal. Menurut Peraturan Pemerintah No.106/2000, Belanja Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan merupakan belanja pemerintah pusat di daerah yang kewenangan pelaksanaannya dilimpahkan melalui wakil pemerintah pusat di daerah tersebut. Kewenangan Belanja Dekonsentrasi dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di provinsi dan dilaksanakan oleh dinas provinsi. Sedangkan untuk Belanja Tugas Pembantuan kewenangannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan desa dengan pertanggungjawaban kepada pemerintah pusat. Sedangkan Belanja Kantor Daerah merupakan belanja pemerintah pusat melalui kantor-kantor vertikalnya yang berada di daerah tersebut.
42Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 3 Belanja Daerah
Sebagian besar belanja pemerintah pusat didaerah dialokasikan untuk sektor pendidikan. Secara rata-rata dari tahun 2006, lebih dari 50 persen belanja pemerintah pusat di Jawa Timur dialokasikan untuk pendidikan, kecuali pada tahun 2007 dimana porsi belanja sektor tersebut turun menjadi 27 persen. Pada tahun 2006, sebesar Rp. 4,5 triliun dari Rp. 8,6 triliun belanja pemerintah pusat di Jawa Timur digunakan untuk sektor pendidikan. Sektor kesehatan mendapat alokasi sebesar Rp. 576 miliar; sektor pertanian mendapatkan alokasi Rp. 519 miliar dan sektor infrastruktur mendapat alokasi relatif paling kecil diantara 4 sektor tersebut, sebesar Rp. 196 miliar. Belanja pemerintah pusat untuk sektor lainnya sebesar Rp. 2,9 triliun sebagian besar dialokasikan untuk ketertiban dan keamanan, khususnya pada sub-fungsi kepolisian. Pada tahun 2010, Rp. 7,3 triliun belanja pemerintah dialokasikan untuk sektor pendidikan, diikuti oleh belanja infrastruktur sebesar Rp. 326 miliar, belanja pertanian sebesar Rp. 267 miliar dan belanja kesehatan sebesar Rp. 185 miliar. Belanja pemerintah pusat untuk sektor lainnya pada tahun ini sebesar Rp. 4,5 triliun, sebagian besar dialokasikan pada fungsi pelayanan umum, khususnya untuk sub-fungsi Lembaga Eksekutif, Legislatif dan Urusan Luar.
Sumber belanja pemerintah pusat lebih banyak disalurkan dalam bentuk belanja kantor daerah, kecuali untuk sektor pendidikan yang didominasi oleh Belanja Dekonsentrasi. Pada tahun 2009, untuk sektor pendidikan, Dana Dekonsentrasi paling besar disalurkan pada sub-fungsi Pendidikan Dasar sebesar Rp. 3,5 triliun. Alokasi dana pendidikan terbesar memang ditujukan kepada sub-fungsi pendidikan dasar. Untuk sektor kesehatan, belanja tugas pembantuan merupakan sumber belanja pemerintah pusat terbesar. Belanja ini dialokasikan terbesar untuk sub-fungsi pelayanan kesehatan perorangan.
3.5 Belanja Per kapita Kabupaten/Kota di Jawa Timur
Serupa dengan pendapatan daerah, belanja daerah per kapita Jawa Timur cukup timpang diantara kabupaten/kotanya. Kota-kota di Jawa Timur seperti Kota Mojokerto, Kota Blitar, Kota Kediri, Kota Pasuruan, Kota Madiun, Kota Batu, serta Kota Probolinggo berada di kelompok belanja daerah per kapita yang relatif tinggi, berkisar antara Rp. 1,8 juta – Rp. 3,5 juta. Sedangkan kelompok kabupaten, Kota Surabaya serta Kota Malang berada di kelompok belanja daerah per kapita yang relatif rendah, yaitu antara Rp. 570 ribu – Rp. 1,2 juta.
Gambar 3.6. Belanja Pemerintah Pusat di Jawa Timur untuk 4 sektor strategis, 2006-2010
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
2006 2007 2008 2009 2010
Pendidikan Kesehatan Pertanian Infrastruktur Lainnya
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
43
Bab 3 Belanja Daerah
Gambar 3.7. Belanja per kapita daerah kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2009
Belanja Pemerintah Daerah Per Kapita 2009 (Rp)Database PEA Jawa Timur
Diatas 1.970.0001.060.000 - 1.970.000
850.000 - 1.060.000730.000 - 850.000
Dibaw ah 730,000
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan: Angka dalam Rupiah.
3.6 Analisis Anggaran vs. Realisasi
Secara umum, pemerintah Jawa Timur telah mampu membelanjakan seluruh anggaran daerah mereka, baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. Kecuali pada tahun 2008, realisasi belanja daerah Jawa Timur tidak berbeda jauh dari anggaran mereka. Namun, perlu diperhatikan bahwa nilai realisasi belanja Jawa Timur selalu lebih besar dari anggarannya. Jika analisis lebih lanjut, seluruh komponen belanja ekonomi di Jawa Timur mempunyai realisasi lebih besar dibandingkan nilai anggarannya. Selama ini, banyak daerah melakukan perencanaan anggaran menggunakan hasil tahun sebelumnya dengan asumsi besaran anggaran dapat dirubah pada anggaran perubahan. Namun demikian, realisasi pengeluaran pemerintah daerah yang melebihi rencana akan menjadi beban bagi APBD selanjutnya. Oleh karena itu perencanaan penganggaran APBD perlu diefektifkan untuk mencapai hasil yang lebih sesuai.
Gambar 3.8. Anggaran versus realisasi belanja daerah Jawa Timur, 2006-2010
-30.000
-20.000
-10.000
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
2006 2007 2008 2009
Plan Realisasi Gap
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
44Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 3 Belanja Daerah
Realisasi belanja daerah pemerintah provinsi secara umum lebih tinggi dibandingkan pemerintah kabupaten/kota. Berdasarkan klasifi kasi ekonominya, terlihat bahwa tingkat realisasi belanja modal pemerintah provinsi semakin tinggi semenjak tahun 2007 hingga tahun 2009. Pada tahun 2008, tingkat realisasi belanja ini sangat rendah dibandingkan nilai perencanaannya. Sebagian besar belanja yang tidak terealisasi berasal dari pemerintah kabupaten/kota, khususnya pada belanja barang dan jasa serta belanja lain yang terdapat dalam bentuk bantuan ke daerah bawahan. Namun perbedaan nilai realisasi dengan perencanaan tidak terlalu besar. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh adanya anggaran perubahan yang cukup besar sehingga terjadi perbedaan yang cukup signifi kan antara nilai perencanaan dan perubahan. Akan tetapi, hal ini perlu mendapat perhatian khusus karena dapat mengakibatkan perencanaan yang kurang baik oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota.
Tabel 3.2. Tingkat realisasi belanja provinsi dan kabupaten/kota Jawa Timur, 2006-2009
2006 2007 2008 2009
Provinsi
Pegawai 101,8 109,8 93,9 114,2
Barang dan Jasa 107,1 105,2 105,0 116,6
Modal 112,4 105,5 112,2 154,3
Lainnya 109,1 100,9 65,9 119,1
Total 107,2 104,5 80,3 120,4
Kabupaten/Kota
Pegawai 100,2 110,1 74,8 96,4
Barang dan Jasa 105,7 100,8 51,3 99,3
Modal 100,0 104,2 88,8 101,2
Lainnya 116,6 99,1 24,9 95,0
Total 102,9 105,9 60,2 97,6Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan: Angka dalam persen.
Belanja per bidang pemerintah provinsi secara rata-rata juga relatif lebih tinggi dibandingkan pemerintah kabupaten/kota. Untuk beberapa bidang, nilai realisasi belanja cukup besar, hingga 3 kali lipat dibandingkan nilai anggaran/rencana, seperti pada bidang perindustrian dan perdagangan pemerintahan provinsi pada tahun 2007 atau pada bidang perhubungan pemerintahan provinsi tahun 2009. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hal ini kemungkinan besar dikarenakan pada saat penganggaran/perencanaan anggaran dilakukan, pemerintah melakukan estimasi berdasarkan belanja sebelumnya. Namun pada saat anggaran perubahan dilakukan, terjadi penyesuaian anggaran yang cukup besar dibandingkan nilai perencanaannya.
45
Bab 3 Belanja Daerah
Tabel 3.3. Tingkat realisasi belanja provinsi dan kabupaten/kota Jawa Timur berdasarkan sektor, 2006-2009
BidangProvinsi Kabupaten/Kota
2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009
Bidang Administrasi Umum
Pemerintahan107,6 101,0 67,7 118.6 103.1 103.9 27.1 94.7
Bidang Pertanian 105,7 106,0 202,7 91,1 112,0 106,7 111,0 95,0
Bidang Perikanan Dan Kelautan 108,0 124,7 115,9 219,2 105,3 120,2 93,0 93,7
Bidang Pertambangan Dan Energi 108,6 100,0 94,5 124,4 122,5 170,1 247,8 188,2
Bidang Kehutanan Dan Perkebunan 105,7 115,0 98,7 99,4 122,6 106,7 133,3 93,3
Bidang Perindustrian Dan
Perdagangan106,4 379,8 121,4 122,8 105,1 133,5 158,8 101,2
Bidang Perkoperasian 106,0 117,9 123,3 183,6 102,2 109,9 114,9 109,0
Bidang Penanaman Modal 105,8 124,7 105,1 136,6 96,0 150,6 79,6 90,9
Bidang Ketenagakerjaan 104,6 96,8 99,7 94,8 109,1 112,0 101,2 98,5
Bidang Kesehatan 106,2 86,7 105,0 111,9 105,5 112,0 111,1 108,5
Bidang Pendidikan Dan Kebudayaan 106,2 112,2 98,1 102,3 102,5 115,1 135,8 97,6
Bidang Sosial 105,4 102,5 95,4 95,5 115,5 115,0 103,6 91,6
Bidang Penataan Ruang 0,0 0,0 0,0 0,0 103,8 8,8 41,7 55,2
Bidang Permukiman 109,1 117,6 155,4 100,0 95,2 69,6 86,8 135,9
Bidang Pekerjaan Umum 108,1 109,3 102,4 99,4 109,9 102,0 103,8 105,4
Bidang Perhubungan 107,4 115,5 170,3 341,1 99,7 93,1 84,5 105,8
Bidang Lingkungan Hidup 106,5 100,3 107,1 97,2 87,8 87,5 96,9 85,3
Bidang Kependudukan 105,5 103,4 93,7 0,0 104,5 102,2 97,8 98,3
Bidang Olah Raga 106,2 140,8 115,0 120,3 97,5 446,9 115,0 87,7
Bidang Kepariwisataan 105,9 113,5 105,7 0,0 108,1 120,9 168,8 126,6
Bidang Pertanahan 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 45,8 263,7 67,0
Bidang Lain-Lain 0,0 0,0 0,0 0,0 87,7 0,0 0,0 0,0Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan: Angka dalam Persen.
3.7 Hubungan Belanja dan Gender
Alokasi belanja pemerintah provinsi Jawa Timur untuk Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak baru dimulai pada tahun 2009; namun angka ini kemudian menurun cukup signifi kan pada tahun 2010. Belanja pegawai untuk Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2009, sebesar Rp. 3,8 miliar turun menjadi Rp 2,8 miliar pada tahun berikutnya. Sementara belanja barang dan jasa turun Rp 2,4 miliar dari Rp 10 miliar di tahun 2009, menjadi Rp. 7,6 miliar di tahun 2010. Hal yang sama terjadi pada belanja modal, dimana terjadi penurunan lebih dari 50 persen, dari Rp 1,5 miliar menjadi Rp 655 juta di tahun 2010.
Penyebab utama penurunan adalah berpindahnya alokasi program Keluarga Berencana dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2009, ke alokasi belanja Dinas Keluarga Berencana pada tahun 2010. Sementara itu Dinas Keluarga Berencana sendiri baru memiliki anggaran belanja pada tahun 2010. Belanja barang dan jasa mendapatkan alokasi belanja tertinggi,
46Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 3 Belanja Daerah
mengingat kegiatan-kegiatan pengarusutamaan gender yang sarat akan pelatihan-pelatihan, penguatan kelembagaan serta pengembangan model-model operasional. Gambar 3.9. Belanja Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Jawa Timur
3,8
10,0
1,5 2,8
7,6
0,7
Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal
lingkaran dalam = 2009
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
2009 2010
Belanja Modal Belanja Barang dan Jasa
Belanja Pegawai % Belanja Pegawai
% Belanja Modal % Belanja Barang dan Jasa
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan: Angka dalam Miliar Rupiah.
Dari dua tahun keberadaan alokasi belanja daerah untuk Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, hanya 3 (tiga) program yang terlihat konsisten selama dua tahun itu, yaitu program Pelayanan Administrasi Perkantoran, program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak serta program Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan. Sementara program-program lain seperti peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah, keserasian kebijakan peningkatan kualitas anak dan perempuan, serta pengembangan model operasional BKB-Posyandu-PADU hanya dialokasikan untuk satu tahun.
Gambaran diatas menunjukkan prioritas Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam mengimplementasikan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional masih belum terlihat. Pengarusutamaan Gender yang merupakan lintas bidang pembangunan, memang sudah terintegrasi di beberapa sektor seperti pendidikan dan kesehatan. Namun di sektor lain seperti infrastruktur dan pertanian, hal ini belum bisa dilihat secara jelas. Belanja pengarusutamaan gender yang paling jelas terlihat adalah belanja dinas dan badan yang langsung berhubungan dengannya, yaitu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Keluarga Berencana dan Setda (Pemerintahan Umum). Dalam hal ini, Provinsi Jawa Timur baru mengalokasikan belanja terkait pengarusutamaan gender pada tahun 2009, sementara untuk dinas Keluarga Berencana baru dimulai tahun 2010, dan belanja PUG pada Setda tidak terlihat sama sekali.
3.8 Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan
Melalui analisis belanja daerah di Jawa Timur, terlihat bahwa tidak terjadi perubahan yang cukup signifi kan pada komposisi belanja sektoral Jawa Timur. Pemerintah provinsi mengalokasikan sebagian besar dananya melalui belanja bagi hasil dan bantuan keuangan bagi daerah bawahan untuk sektor-sektor sosial, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Di tingkat kabupaten/kota, belanja terbesar dialokasikan untuk belanja pegawainya. Belanja pendidikan merupakan sektor utama alokasi belanja pemerintah kabupaten/kota. Namun, perlu diteliti lebih lanjut alokasi belanja pendidikan yang cukup besar dan meningkat di kabupaten/kota. Alokasi belanja daerah untuk sektor infrastruktur masih minim, khususnya di tingkat kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota perlu mengkaji lebih lanjut alokasi belanja sektoral, khususnya untuk sektor infrastruktur, sebagai salah satu sektor yang menjadi isu utama di Jawa Timur.
47
Bab 3 Belanja Daerah
Rekomendasi:
Belanja berdasarkan klasifi kasi ekonomi, khususnya ditingkat kabupaten/kota perlu dikaji lebih mendalam. Belanja pegawai menempati porsi yang cukup besar sedangkan belanja modal maupun barang dan jasa masih minim. Untuk lebih menunjang pembangunan ekonomi di Jawa Timur, pemerintah perlu memberikan perhatian lebih pada isu utama di Jawa Timur yaitu masalah infrastruktur. Pembangunan jalan yang menjadi penghubung antar titik-titik ekonomi di Jawa Timur membutuhkan modal yang cukup tinggi sehingga dapat mengatasi salah satu masalah konektivitas di Jawa Timur.
Pemerintah perlu mengkaji lebih dalam alokasi belanja sektoralnya. Belanja pemerintah yang cukup besar di sektor pendidikan cukup kontras dengan kecilnya belanja infrastruktur, yang justru merupakan salah satu hambatan utama di Jawa Timur. Untuk itu, alokasi belanja sektoral perlu lebih diprioritaskan pada sektor-sektor yang selama ini menjadi isu utama dalam masalah pembangunan Jawa Timur, seperti misalnya sektor infrastruktur.
Pemerintah pusat masih berperan besar dalam sektor strategis dan terdesentralisasi seperti pendidikan, melalui belanja dekonsentrasinya. Seharusnya peran pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota lebih besar dari pemerintah pusat. Koordinasi pembagian tugas antara pusat dan daerah perlu lebih ditingkatkan sehingga dana yang ditujukan untuk berbagai sektor pelayanan kepada masyarakat tidak tumpang tindih dan terkonsentrasi di satu sektor saja.
Pemerintah perlu mengkaji lebih dalam alokasi belanja pendidikan di Jawa Timur. Dana untuk sektor pendidikan di Jawa Timur sudah cukup besar. Namun perlu dikaji lebih mendalam alokasi di sektor tersebut. Masalah utama pendidikan di Jawa Timur adalah rendahnya populasi pendidikan tingkat menengah serta meningkatkan peran dan fungsi lembaga pendidikan non-formal dan kejuruan untuk menghasilkan tenaga-tenaga kerja yang lebih terampil (Diagnosa Pertumbuhan Jawa Timur, The World Bank, 2011). Sehingga yang perlu dilakukan pemerintah adalah memberi dukungan dan bantuan lebih pada pendidikan tingkat menengah dan lembaga-lembaga pendidikan non-formal serta kejuruan sehingga lebih aktif berperan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia di Jawa Timur.
Bab 4 Analisis Sektoral
50Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 4 Analisis Sektoral
4.1 Sektor Infrastruktur
Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan di Jawa Timur membutuhkan tersedianya infrastruktur.9 Ketersediaan infrastruktur yang dibutuhkan adalah yang dapat menunjang kegiatan perekonomian yang menjadi tulang punggung provinsi, khususnya pertanian dan industri. Setiap tingkatan daerah memiliki peranannya masing-masing dalam pemenuhan kebutuhan infrastruktur. Pemerintah kabupaten/kota memiliki wewenang untuk memenuhi kebutuhan sarana jalan kabupaten/kota, yang dapat memberikan akses ke wilayah-wilayah yang merupakan pusat pelayanan publik dan sentra kegiatan ekonomi/produksi. Pemerintah provinsi bertugas untuk memenuhi kebutuhan akan jalan provinsi yang pada dasarnya bertujuan untuk menghubungkan kabupaten/kota antara satu dan lainnya sehingga sentra-sentra tersebut dapat terhubung dan memenuhi skala ekonomisnya. Pemerintah pusat berperan dalam menghubungkan daerah-daerah tersebut dengan provinsi lainnya.
Jawa Timur memegang peranan penting dalam MP3EI10 dimana pembangunan infrastruktur merupakan salah satu langkah utama yang diambil oleh Provinsi Jawa Timur untuk mendukung strategi nasional tersebut. Peranannya dalam Koridor Ekonomi Pulau Jawa sebagai pendorong industri nasional dan pelayanan jasa. Salah satunya adalah dengan pembangunan jalur Trans Jawa dan Jalur Lintas Selatan untuk menghubungkan Jawa Timur dengan Jawa Tengah dan Provinsi lain di Pulau Jawa.
Salah satu kendala utama bagi pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan adalah ketersediaan infrastruktur yang mempengaruhi iklim investasi. Dengan alasan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur memprioritaskan ketersediaan infrastruktur yang memadai dan berkesinambungan. Kebijakan infrastruktur mengarah pada (i) infrastruktur sosial yang berkaitan dengan sumber daya air; (ii) percepatan infrastruktur penunjang pertanian dan wilayah pedesaan; (iii) infrastruktur yang menunjang pemerataan pembangunan; dan (iv) kerja sama dengan pihak swasta untuk pembangunan infrastruktur publik dan komersil.
Sejauh ini, kinerja pemerintah daerah di Jawa Timur dalam pemenuhan kebutuhan infrastruktur dasar dapat mengimbangi daerah-daerah lain di Indonesia. Sebagai provinsi yang memiliki beban pembangunan yang besar, dalam arti populasi yang tinggi dan cakupan daerah administratif yang banyak, baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota memiliki peran penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan tersebut. Secara umum, pemerintah daerah di Jawa Timur dapat mengimbangi daerah lain. Secara umum pemenuhan kebutuhan infrastruktur dasar cukup memadai. Upaya pemenuhan akses terhadap sanitasi dapat mengimbangi daerah lain secara rata-rata. Dalam upaya pemenuhan akses terhadap air bersih, Provinsi Jawa Timur berada sedikit di bawah rata-rata nasional. Untuk pemenuhan akses terhadap listrik, Jawa Timur bersama dengan provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa telah melampaui rata-rata nasional.
9 Yang dimaksud dengan infrastruktur adalah sarana dan prasarana yang terkait Dinas Pekerjaan Umum, Perhubungan, dan infrastruktur dasar yang terkait dengan pemukiman.
10 Jawa Timur memegang peranan penting dalam Koridor Ekonomi Pulau Jawa sebagai pendorong industri nasional dan pelayanan jasa dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Salah satunya adalah dengan pembangunan jalur Trans Jawa dan Jalur Lintas Selatan untuk menghubungkan Jawa Timur dengan Jawa Tengah dan Provinsi lain di Pulau Jawa.
51
Bab 4 Analisis Sektoral
Gambar 4.1. Penyediaan infrastruktur dasar dapat mengimbangi rata-rata nasional
0102030405060708090
100
2005 2006 2007 2008 2009 2005 2006 2007 2008 2009 2005 2006 2007 2008 2009
Akses terhadap sanitasi Akses terhadap air bersih Akses terhadap listrik
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Timur Banten Nasional
Sumber: Diolahdari BPS, 2011.
Akses terhadap infrastruktur dasar perumahan yang dimiliki rumah tangga yang dikepalai perempuan di Jawa Timur masih bervariasi. Akses terhadap air bersih menduduki tempat terendah, atau dibawah 50 persen. Dari 14 persen rumah tangga yang dikepalai perempuan di provinsi Jawa Timur pada tahun 2009 dan 2010, hanya sebesar 45,2 persen yang memiliki akses langsung ke air bersih di tahun 2009. Angka ini menurun pada tahun berikutnya menjadi 42,3 persen. Sementara akses terhadap sanitasi yang layak juga mengalami sedikit penurunan, dari 79,9 persen di tahun 2009, menjadi 77,9 persen di tahun 2010. Namun akses perempuan terhadap listrik mengalami peningkatan sebesar 0,2 persen, dari 98,4 persen di tahun 2009, menjadi 98,6 persen di tahun 2010. Ini berarti, masih dibutuhkan program pemerintah untuk meningkatkan akses perempuan terhadap air bersih dan sanitasi yang berdampak sangat besar pada tingkat kesehatan perempuan tersebut dan seluruh anggota rumah tangga yang dikepalainya.
Kebutuhan akan sarana dan prasarana infrastruktur di Jawa Timur sangat besar. Sebagai Provinsi dengan kegiatan ekonomi terbesar kedua di Indonesia (setelah DKI Jakarta); provinsi dengan jumlah penduduk terbesar; dan provinsi dengan jumlah kabupaten/kota terbanyak, infrastruktur di Jawa Timur cukup tersedia. Dalam hal ketersediaan jalan, data menunjukkan bahwa Jawa Timur adalah salah satu provinsi yang memiliki jalan kabupaten/kota terpanjang di Indonesia. Pada tahun 1998, Jawa Timur memiliki jalan kabupaten/kota terpanjang di Indonesia dengan hampir 22 km, jalan nasional sepanjang 1.899,21 km, jumlah jembatan 1.501 buah/20.650,16 m, jalan provinsi sepanjang 2.000,98 km, jumlah jembatan 1.184 buah/12.795,98 m. Total jalan di Jawa Timur sepanjang 26.606,817 km. Dalam satu dasarwarsa, jumlah jalan tersebut meningkat 12 persen menjadi kurang lebih 30.000 km dan menghubungkan 38 kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur.
Gambar 4.2. Akses Rumah Tangga yang Dikepalai Perempuan Terhadap Air Bersih, Sanitasi dan Listrik di Jawa Timur
45,2%% 42,3%%
79,9%% 77,9%%
98,4% 98,6%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
2009 2010
Air Bersih Sanitasi ListrikSumber: Diolah dari Susenas, 2009 dan 2010.
52Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 4 Analisis Sektoral
Gambar 4.3. Provinsi Jawa Timur memiliki jalan kabupaten/kota terpanjang di Indonesia
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
5000
10000
15000
20000
25000
30000
PersenPa
njan
gja
lan
(km
)
1999 2008 Persen
Sumber: Data Kementerian Pekerjaan Umum, 2009.
Tantangan utama yang dihadapi oleh Provinsi Jawa Timur adalah bagaimana mempertahankan infrastruktur yang ada untuk menjamin keterhubungan domestik (domestic interconnectivity). Sebagai sebuah provinsi yang memiliki 38 kabupaten/kota dan populasi tertinggi, keterhubungan antar daerah adalah aspek penting dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Bagi pertumbuhan ekonomi, sangatlah penting untuk dapat menghubungkan wilayah-wilayah yang menjadi sentra pertumbuhan dengan wilayah pendukungnya (hinterland), tempat dimana input untuk produksi tersedia. Dilain pihak, pusat-pusat pertumbuhan dibutuhkan untuk dapat menggairahkan dan mendukung kegiatan ekonomi di wilayah sekitarnya. Bagi pemerataan pembangunan, arus barang, jasa dan orang yang lancar dari daerah pendukung ke pusat pertumbuhan akan mengurangi kesenjangan dengan memberikan akses kepada penduduk di daerah pendukung untuk memanfaatkan peluang di sentra-sentra pertumbuhan.
Sebagian besar wilayah pedesaan di Jawa Timur telah terhubung dengan jalan, namun kualitasnya masih perlu ditingkatkan. Secara umum desa-desa di Jawa Timur telah terhubung dengan jalan permanen. Namun ada beberapa daerah yang tertinggal dibandingkan dengan yang lain. Daerah yang masih memiliki desa-desa yang tidak terhubung dengan jalan adalah Bondowoso dan Sumenep. Bondowoso disebabkan oleh wilayah geografi snya yang berada di daerah pegunungan sedangkan Sumenep karena sebagian daerahnya merupakan wilayah kepulauan.
Gambar 4.4. Secara umum, sebagian besar desa telah memiliki akses ke jalan, namun sebagian besar mengalami kerusakan setidak-tidaknya sebesar 20 persen
Persentase Desa yang memiliki Akses JalanUntuk Kendaraan Roda 4 sepanjang tahun; Podes 2008 (%)
Diatas 95 persen90 - 9585 - 90Dibaw ah 85 persen
53
Bab 4 Analisis Sektoral
Persentase Jalan Permanen yang Rusak (%)Kementerian Pekerjaan Umum (2009)
40 persen keatas (3)30 to 40 (9)20 to 30 (4)10 to 20 (10)Dibaw ah 10 persen (12)
Sumber: Diolah dari data BPS dan Kementerian Pekerjaan Umum, 2010.
Mempertahankan kualitas infrastruktur jalan adalah tantangan yang dihadapi oleh sebagian besar kabupaten/kota. Ketersediaan akses jalan bukan berarti bahwa permasalahan infrastruktur yang dihadapi oleh kabupaten/kota telah selesai. Jalan yang tersedia tersebut harus dapat dipelihara dan dipertahankan kualitas sehingga dapat digunakan. Ini berarti bahwa kabupaten/kota harus dapat menyediakan anggaran yang memadai untuk dapat menjaga kualitas jalan tersebut. Di Jawa Timur terlihat bahwa kabupaten/kota mengalami kesulitan untuk menjaga kualitas jalannya. Secara rata-rata, hampir 20 persen dari seluruh jalan kabupaten/kota berada dalam kondisi rusak atau rusak berat. Diperlukan komitmen lebih untuk menjaga kualitas infrastruktur yang ada pada tingkat kabupaten/kota.
Belanja pemerintah pusat di Jawa Timur menyebabkan belanja infrastrukturnya berfl uktuasi. Secara riil, belanja pemerintah daerah untuk infrastruktur cenderung konstan walaupun ada variasi disetiap tahunnya. Hal ini cukup berbeda dengan yang dialami oleh daerah-daerah lain, khususnya di Indonesia bagian Timur yang mengalami peningkatan belanja infrastruktur yang cukup signifi kan. Hal ini antara lain disebabkan Provinsi Jawa Timur tidak banyak membangun infrastruktur baru untuk pemekaran wilayah, seperti di daerah-daerah tersebut. Secara keseluruhan, belanja infrastruktur yang berasal dari belanja pusat dan daerah konsisten berada di atas 10 persen, kecuali di tahun 2010 yang menggunakan angka APBN dan APBD Perubahan. Namun, apabila dilihat besarannya secara riil, terlihat bahwa belanja pemerintah pusat cenderung meningkat hingga tahun 2009 hingga mencapai Rp 1,6 triliun, namun ditahun berikutnya turun menjadi Rp 373 miliar.
Gambar 4.5. Belanja pemerintah daerah untuk infrastruktur cenderung stabil namun mengalami penurunan proporsi dalam 5 tahun terakhir
14% 15%
12%
0%
5%
10%
15%
20%
0
2.000
4.000
6.000
8.000
Mili
ar R
p
113%
10%10%10%
54Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 4 Analisis Sektoral
Belanja Infrastruktur Pemerintah Daerah Per Kapita 2009289,000 to 435,000182,000 to 289,000124,000 to 182,00075,000 to 124,00042,000 to 75,000
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
Ada variasi yang cukup besar dalam belanja infrastruktur pada tingkat kabupaten/kota. Data menunjukkan bahwa kota cenderung memiliki angka belanja infrastruktur per kapita yang lebih tinggi dari pada kabupaten. Dengan jumlah populasi yang lebih tinggi, ini berarti bahwa ada perbedaan yang cukup besar dalam ukuran anggaran untuk infrastruktur di daerah urban daripada daerah rural. Belanja per kapita tertinggi (Rp 435 ribu) bisa mencapai sepuluh kali lipat dibandingkan belanja perkapita terendah (Rp 42 ribu). Belanja infrastruktur terendah dialami oleh Kabupaten Lumajang dan Lamongan.
Sebagian besar belanja pemerintah daerah untuk infrastruktur di Provinsi Jawa Timur digunakan untuk belanja modal. Tren belanja pemerintah daerah dari 2005 hingga 2010 menunjukkan bahwa secara konsisten belanja modal merupakan komponen terbesar dari tahun ke tahun. Pada realisasi 2009 bisa terlihat bahwa pemerintah provinsi membelanjakan hampir separuh untuk belanja modal dan pemerintah kabupaten/kota membelanjakan hampir 75 persen untuk belanja modal.
Gambar 4.6. Komposisi belanja infrastruktur pemerintah daerah
0
2.000
4.000
6.000
8.000
2006 2007 2008 2009 2010*
Pegawai Pegawai langsung
Pegawai tidak langsung Barang dan jasa
Modal
Lain-lain
33%%19%%
30%
48%%
22%%11%
13%%
74%
Pegawai langsung
Pegawai tidaklangsung
barang dan jasa
modal
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
Besarnya belanja modal untuk infrastruktur pada tingkat kabupaten/kota menyebabkan alokasi belanja untuk pemeliharaan menjadi terbatas. Ini adalah salah satu penyebab utama mengapa kualitas jalan kabupaten/kota kurang terpelihara secara optimal. Ini menjadi hal yang mendesak, mengingat bahwa pada tingkat kabupaten/kota, hanya 13 persen belanja yang dialokasikan untuk belanja barang dan jasa, dimana didalamnya terdapat belanja barang dan jasa, belanja perjalanan dinas, dan belanja operasional dan pemeliharaan. Memang pemeliharaan juga tercakup dalam belanja dekonsentrasi dari pemerintah pusat, namun melihat belanja dekonsentrasi yang sangat fl uktuatif, sulit bagi pemerintah kabupaten/kota untuk bergantung pada belanja dekonsentrasi untuk pemeliharaan sarana dan prasarana infrastruktur yang telah terbangun.
55
Bab 4 Analisis Sektoral
Gambar 4.7. Belanja program infrastruktur Pemerintah Provinsi Jawa Timur
49% 46%
76%
56%
0%
20%
40%
60%
80%
0
100
200
300
400
500
600
2008 2009 2010*
Mili
ar R
p
Pembangunan jalan dan jembatan
Rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan
Perhubungan
Irigasi, rawa, dan jaringan pengairan
% belanja 4 program terhadap total belanja infrastruktur provinsi
200750
100
150
200
250
Mili
ar R
p
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Pada tingkat provinsi, belanja infrastruktur difokuskan pada empat program utama, yaitu pembangunan jalan dan jembatan, rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan, perhubungan, dan irigasi serta sistem pengairan. Keempat program ini merupakan 76 persen dari belanja infrastruktur pemerintah provinsi di tahun 2009. Dari keempat program ini terlihat program pembangunan jalan dan jembatan mengalami penurunan belanja sejak tahun 2005. Dilain pihak, program dukungan untuk sistem perhubungan mengalami peningkatan yang stabil. Program rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan cenderung stabil namun ada penurunan drastis di tahun 2010.
Perbandingan antara daerah yang kinerjanya berbeda menunjukkan bahwa komposisi belanja masing-masing daerah bisa sangat berbeda. Perbandingan dilakukan antara Kota Surabaya sebagai daerah yang memiliki beban dan belanja infrastruktur terbesar dengan Kabupaten Lumajang, yang memiliki belanja infrastruktur per kapita terendah di Jawa Timur. Perbedaan mendasar antara keduanya adalah proporsi belanja pegawai tidak langsung dan belanja modal. Kota Surabaya yang memiliki total belanja infrastruktur 15 kali lipat dibandingkan Lumajang, hanya mengalokasikan 5 persen dari belanjanya untuk belanja pegawai tidak langsung. Lumajang mengalokasikan 28 persen dari belanjanya untuk belanja pegawai tidak langsung. Apabila dilihat dari total belanja pegawai tidak langsungnya, Kota Surabaya tidak mencapai tiga kali lipat dari Lumajang (Rp 33 miliar berbanding Rp 12 miliar). Ini menunjukkan bahwa tingkat efi siensi belanja lebih tinggi di Kota Surabaya dibandingkan Lumajang. Dari sisi belanja program terlihat perbedaan yang mencolok antara keduanya yang disebabkan oleh perbedaan karakteristik.
Gambar 4.8. Perbedaan yang signifi kan antara belanja Kota Surabaya dan Kabupaten Lumajang
58%
28%
33%
11%
5% 4%
15%
76%
Belanja pegawai tidak langsung Belanja pegawai langsung
Belanja barang dan Jasa Belanja modal
-
59%
68%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
-
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Lumajang Kota Surabaya
Mili
ar R
p
Pembangunan jalan
dan jembatan
Rehabilitasi dan
pemeliharaan jalan
dan jembatan
Pembangunan
Gorong-royong
Irigasi dan sistem
pengairan
Perhubungan
% dari belanja
infrastruktur
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
56Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 4 Analisis Sektoral
Jawa Timur menghadapi tantangan infrastruktur yang besar di masa yang akan datang. Walaupun ketersediaan infrastruktur dan kinerjanya menunjukkan hasil yang memadai, tren pertumbuhan belanja infrastruktur Jawa Timur (provinsi, kabupaten/kota, pusat) tidak dapat mengimbangi pertumbuhan PDRB Jawa Timur. Dengan kata lain, kemampuan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan infrastruktur akan tertinggal oleh pertumbuhan ekonomi. Secara rata-rata, belanja infrastruktur di Jawa Timur hanya sekitar 0,8 persen dari PDRBnya. Dengan tingkat belanja infrastruktur tersebut, sangat sulit bagi pemerintah daerah untuk membiayai kebutuhan infrastruktur yang dapat menopang pertumbuhan ekonominya. Dibutuhkan sumber-sumber pendanaan lain yang dapat membantu pembiayaan infrastruktur di Jawa Timur. Pembiayaan ini dapat berasal dari sumber-sumber kerjasama dengan pihak swasta atau melalui mekanisme-mekanisme inovatif lain yang tersedia, misalnya melalui surat berharga daerah (local bonds) maupun pinjaman baik ke pemerintah pusat melalui fasilitas PIP atau pinjaman.
4.1.1 Kesimpulan dan Rekomendasi
Infrastruktur adalah sektor yang memegang peranan penting untuk pertumbuhan yang inklusif. Secara ekonomi, dan secara penyediaan akses terhadap pelayanan publik. Hal ini ditunjukkan oleh belanja infrastruktur yang terus meningkat secara riil walaupun secara proporsi mengalami penurunan. Yang patut diperhatikan dari belanja infrastruktur adalah porsi belanja yang digunakan untuk operasi dan pemeliharaan yang masih terbatas dan kurang konsisten dari tahun ke tahun. Lebih jauh lagi, selain tingkat belanja infrastruktur yang jauh dibawah dari kontribusi PDRB, tingkat pertumbuhannya pun relatif rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB.
Tantangan infrastruktur yang dihadapi Jawa Timur adalah kualitas infrastruktur jalan yang masih harus ditingkatkan. Secara umum, kinerja infrastruktur dapat mengimbangi kinerja rata-rata nasional namun masih memiliki tantangan dalam infrastruktur jalan. Walaupun sebagian besar desa telah memiliki akses jalan, namun sebagian besar mengalami kerusakan setidak-tidaknya seperlima dari jumlah jalan kabupaten/kotanya. Sebagai provinsi yang memiliki panjang jalan terpanjang kedua di Indonesia, ini merupakan permasalahan besar dimana pemeliharaan jalan tidak berjalan secara optimal.
Untuk mendukung pertumbuhan yang inklusif, kualitas infrastruktur harus ditingkatkan, khususnya infrastruktur jalan yang memiliki peran penting dalam upaya penyediaan akses terhadap pelayanan publik, baik pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Selain itu, infrastruktur jalan juga dibutuhkan untuk menghubungkan daerah-daerah yang merupakan sentra-sentra produksi dan daerah-daerah terpencil atau kantung-kantung kemiskinan.
Perlu adanya konsistensi belanja yang digunakan untuk pemeliharaan sarana dan prasarana infrastruktur. Menurunnya kualitas infrastruktur, khususnya infrastruktur jalan, menunjukkan bahwa kualitas pemeliharaan sarana dan prasarana masih harus ditingkatkan lebih jauh. Kebutuhan pemeliharaan sarana dan prasarana infrastruktur merupakan kebutuhan yang rutin dilakukan secara berkala sehingga membutuhkan biaya pemeliharaan yang konsisten dan tidak terlalu berfl uktuasi.
Gambar 4.9. Investasi pemerintah daerah dalam infrastruktur masih dibawah 1 persen dari PDRB Jawa Timur
-
0,8%0,9%
0,8%0,9%
0,7%
0,0%
0,2%
0,4%
0,6%
0,8%
1,0%
100
200
300
400
2006 2007 2008 2009 2010*
Trili
un R
p
Real PDRB Jatim (triliun)
Belanja infrastruktur di Provinsi Jatim (triliun)
Belanja infrastruktur (% dari PDRB)
Sumber: Diolah dari Database BPS dan database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
57
Bab 4 Analisis Sektoral
Peningkatan investasi infrastruktur diperlukan dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Sebaran pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran infrastruktur menunjukkan suatu pola yang saling terkait. Jika pengeluaran infrastruktur relatif rendah, maka pertumbuhan ekonominya cenderung relatif rendah pula. Meskipun pembangunan infrastruktur tidak secara langsung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi namun sebagai pendorong untuk peningkatan investasi. Oleh karena itu peningkatan infrastruktur bagi daerah dengan pertumbuhan ekonomi rendah diharapkan dapat menjadi stimulus dalam peningkatan investasi daerah yang dampaknya akan meningkatkan pertumbuhan ekonominya.
4.2 Sektor Pendidikan
Provinsi Jawa Timur melihat bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah salah satu kunci dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur memprioritaskan pembangunan pendidikan melalui peningkatan kualitas dan akses pendidikan bagi masyarakat secara luas yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur tahun 2009 - 2014. Arah kebijakan tersebut diantaranya adalah menata sistem pembiayaan pendidikan yang berprinsip keadilan, efi sien, transparan dan akuntabel, serta peningkatan anggaran pendidikan mencapai 20 persen APBD, untuk melanjutkan upaya pemerataan dan penyediaan layanan pendidikan yang terjangkau dan berkualitas, memberikan akses lebih besar kepada kelompok masyarakat yang selama ini kurang dapat terjangkau oleh layanan pendidikan yang murah dan berkualitas.
Kebijakan sektor pendidikan provinsi adalah penuntasan pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, dan Pendidikan Menengah 12 Tahun. Seperti halnya provinsi-provinsi lain di Indonesia, Angka Partisipasi Murni SD Jawa Timur hampir mencapai angka 100 persen yang berarti hampir seluruh anak usia SD telah berada di sekolah dasar, baik di sekolah negeri, swasta, maupun madrasah yang setingkat. Tantangan berikut yang dihadapi oleh Provinsi Jawa Timur adalah menuntaskan program Wajib Belajar 9 tahun. Dengan APM SD yang mendekati sempurna, APM SMPnya masih relatif rendah. Untuk tingkat SMA, angka ini menjadi semakin rendah dimana hanya sekitar setengah dari anak usia SMA berada di sekolah.
Gambar 4.10. Tantangan pemerintah daerah di Jawa Timur adalah meningkatkan angka partisipasi sekolah untuk tingkat SMP dan SMA
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
DKI
Jakarta
Jawa
Barat
Jawa
Timur
Banten Nasional
APM SMPKelompok pengeluaran terendah (1)
2
3
4
Kelompok pengeluaran tertinggi (5)
Pers
en
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
DKIJakarta
JawaBarat
JawaTimur
Banten Nasional
APM SMA
Pers
en
Sumber: Diolah dari Susenas, berbagai tahun.
Salah satu penyebab utama rendahnya angka partisipasi sekolah pada tingkat SMP dan SMA adalah desakan ekonomi. Ada desakan bagi anak usia remaja untuk ikut membantu perekonomian keluarga, khususnya di daerah-daerah yang tertinggal atau terpencil. Data menunjukkan bahwa angka APM terendah di Jawa Timur adalah di Kabupaten Bangkalan dan Sampang, dua dari Kabupaten dengan angka kemiskinan tertinggi di Jawa Timur.
58Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 4 Analisis Sektoral
Gambar 4.11. Pada 27 dari 38 kabupaten/kota, APM (SMP 2010) perempuan lebih rendah dari pada laki-laki
0,069,8
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90Ka
b.Po
noro
go
Kab.
Paci
tan
Kab.
Mag
etan
Kab.
Sido
arjro
Kab.
Lum
ajan
g
Kota
Sura
baya
Kab.
Blita
r
Kab.
Situ
bond
o
Kab.
Gre
sik
Kab.
Mojo
oker
to
Kab.
Kedi
ri
Kab.
Pam
ekas
an
Kab.
Jom
bang
Kota
Prob
olin
ggo
Kota
Pasu
ruan
Kota
Batu
Kota
Mojo
oker
to
Kab.
Pasu
ruan
Kab.
Nga
wi
Kab.
Sum
enep
Kab.
Mad
iun
Kab.
Mal
ang
Kab.
Lam
onga
n
Kab.
Nga
njuk
Jaw
aTi
mur
Kab.
Bojoon
egor
o
Kab.
Tulu
ngag
ung
Kota
Kedi
ri
Kota
Blita
r
Kota
Mal
ang
Kota
Mad
iun
Kab.
Bany
uwan
gi
Kab.
Jem
ber
Kab.
Tren
ggal
ek
Kab.
Prob
olin
ggo
Kab.
Tuba
n
Kab.
Bond
owos
o
Kab.
Sam
pang
Kab.
Bang
kala
n
Laki-Laki Perempuan
Sumber: Diolah dari Susenas dan BPS, 2010.
APM SMP (data tahun 2010) secara rata-rata tingkat provinsi sepertinya cukup berimbang pada level 70 persen (laki-laki) dan 69,8 persen (perempuan). Namun demikian, sebenarnya APM SMP perempuan lebih rendah daripada laki-laki di sebagian besar kabupaten/kota.
Gambar 4.12. Pada 26 dari 38 kabupaten/kota, APM (SMA 2010) perempuan lebih rendah daripada laki-laki
51,345,1
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Kota
Mad
iun
Kota
Sura
baya
Kab.
Sido
arjro
Kota
Blita
r
Kab.
Mojo
oker
to
Kota
Mojo
oker
to
Kota
Kedi
ri
Kota
Pasu
ruan
Kab.
Mad
iun
Kab.
Mag
etan
Kab.
Tulu
ngag
ung
Kota
Mal
ang
Kab.
Nga
wi
Kota
Batu
Kota
Prob
olin
ggo
Kab.
Nga
njuk
Kab.
Gre
sik
Kab.
Sum
enep
Kab.
Kedi
ri
Jaw
aTi
mur
Kab.
Pono
rogo
Kab.
Pam
ekas
an
Kab.
Paci
tan
Kab.
Lam
onga
n
Kab.
Tuba
n
Kab.
Pasu
ruan
Kab.
Jem
ber
Kab.
Bojoon
egor
o
Kab.
Prob
olin
ggo
Kab.
Jom
bang
Kab.
Bany
uwan
gi
Kab.
Bond
owos
o
Kab.
Blita
r
Kab.
Mal
ang
Kab.
Situ
bond
o
Kab.
Bang
kala
n
Kab.
Tren
ggal
ek
Kab.
Lum
ajan
g
Kab.
Sam
pang
Laki-Laki Perempuan
Sumber: Diolah dari Susenas dan BPS, 2010.
Kesenjangan APM antara perempuan dan laki-laki lebih tegas terlihat pada level SMA (data 2010). Rata-rata Provinsi Jatim menunjukkan angka APM SMA 51,3 persen untuk laki-laki dan 45,1 persen untuk perempuan. Ketimpangan APM SMA antara laki-laki dan perempuan secara meyakinkan terjadi di 26 kabupaten/kota di Jawa Timur.
Mayoritas angkatan kerja di Jawa Timur berpendidikan rendah. Pada tahun 2009, lebih dari setengah (55 persen) dari angkatan kerja di Jawa Timur hanya lulusan SD atau lebih rendah, termasuk sekitar 21 persen dari total angkatan kerja yang belum pernah ke sekolah atau tidak menyelesaikan sekolah dasar. Hanya sekitar 6 persen dari angkatan kerja menikmati pendidikan sekolah pasca SLTA.11
11 East Java Growth Diagnostic, The World Bank, 2011.
59
Bab 4 Analisis Sektoral
Gambar 4.13. Sebagian besar tenaga kerja berpendidikan rendah yang disebabkan oleh dorongan faktor ekonomi
Angka Partisipasi Murni SMPSusenas (2009)
Diatas 7364 - 7355 - 64Dibaw ah 55
Sumber: Diolah dari Susenas, 2009.
Rendahnya kualitas sumber daya manusia dapat menjadi salah satu kendala untuk produktivitas tenaga kerja di Jawa Timur. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dapat meningkatkan kesempatan masyarakat miskin untuk mengakses peluang ekonomi secara lebih luas, sementara kapasitas yang lemah dapat menghambat kesempatan mereka untuk sepenuhnya meraih manfaat dari pertumbuhan. Kapasitas manusia itu sendiri bergantung pada dua faktor dasar utama, pencapaian dan akses kepada pendidikan.
Pemerintah Daerah di Jawa Timur terus meningkatkan belanja pendidikannya. Belanja pendidikan tersebut didorong oleh belanja pemerintah kabupaten/kota yang merupakan ujung tombak dalam penyediaan jasa publik pendidikan. Secara rata-rata, belanja pendidikan kabupaten/kota selalu merupakan komponen belanja terbesar yang diikuti oleh belanja pemerintah pusat melalui data dekonsentrasi, tugas pembantuan, maupun kementerian/lembaga. Di tahun 2009, data realisasi menunjukkan bahwa pemerintah kabupaten/kota menyumbang 63 persen dari seluruh belanja pendidikan dan diikuti oleh belanja pemerintah pusat sebesar 36 persen. Rasio belanja pendidikan pemerintah daerah di Jawa Timur juga mengalami peningkatan dari 28 persen di tahun 2006 menjadi 33 persen di tahun 2009.
Gambar 4.14. Belanja pendidikan terus meningkat secara riil, namun pada tingkat kabupaten/kota masih bervariasi
28%
29%
31%
30%
33%
25%
26%
27%
28%
29%
30%
31%
32%
33%
34%
0
5000
10000
15000
20000
25000
2006 2007 2008 2009 2010*
Mili
ar R
p
Provinsi
Kabupaten/Kota
Dekon/TP/KL
% pendidikan dari total APBD
60Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 4 Analisis Sektoral
Belanja Pendidikan Pemerintah Daerah Perkapita (Rp)Database PEA Jawa Timur
Diatas 550,000450,000 - 550,000350,000 - 450,000250,000 - 350,000Dibaw ah 250,000
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
Kabupaten Gresik, Sidoarjo, Malang, Jember, dan Banyuwangi adalah daerah-daerah yang memiliki belanja pendidikan terendah. Secara per kapita, masing masing daerah membelanjakan kurang dari Rp 250.000 untuk pendidikan di tahun 2009. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, pertama, tingkat populasi sangat mempengaruhi belanja pendidikan yang terbatas. Penjelasan ini relevan untuk daerah yang cenderung padat penduduknya seperti Gresik, Sidoarjo, dan Malang. Penjelasan yang kedua adalah keterbatasan belanja pendidikan karena adanya prioritas-prioritas lain, khususnya untuk daerah-daerah yang cukup jauh seperti Jember dan Banyuwangi. Selain itu, perlu diteliti lebih jauh apakah rendahnya belanja pendidikan juga disebabkan oleh terbatasnya distribusi guru atau tenaga pengajar di Jember dan Banyuwangi.
Gaji untuk guru dan pegawai menghabiskan sebagian besar dari belanja pendidikan pemerintah daerah. Dalam kurun waktu 2005 hingga 2010, belanja pendidikan pemerintah daerah meningkat 40 persen secara riil. Belanja pegawai merupakan komponen terbesar, khususnya belanja pegawai tidak langsung yang mencakup belanja guru dan pegawai dinas pendidikan. Ditahun 2009, belanja guru dan pegawai Dinas Pendidikan menghabiskan 84 persen dari total belanja kabupaten/kota dan 17 persen dari belanja provinsi. Pada tingkat kabupaten/kota, belanja pegawai langsung, yang umumnya digunakan untuk membayar guru honorer, tergolong kecil, hanya 2 persen. Lain halnya dengan pada tingkat provinsi dimana belanja pegawai langsung mencapai hampir seperempat dari belanja pemerintah provinsi.
Gambar 4.15. Sebagian besar belanja pendidikan tingkat kabupaten/kota dialokasikan untuk belanja pegawai
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
2006 2007 2008 2009 2010*
pegawai Pegawai langsung Pegawai tidak langsungbarang dan jasa modal lain-lain
24%
17%53%
6%
2%
84%
4%10%
Pegawai langsung Pegawai tidak langsung barang dan jasa modal
Sumber: Diolah dari Susenas 2009, Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
61
Bab 4 Analisis Sektoral
Belanja program lebih banyak dilakukan pada tingkat provinsi, sesuai dengan fungsi pemerintah provinsi yang strategis. Selain bertugas memberikan pelayanan pendidikan tingkat menengah atas, pemerintah provinsi memiliki fungsi koordinasi dan pengawasan terhadap kabupaten/kota di kawasannya. Belanja program pemerintah provinsi, sekitar 40 persen dari belanja pendidikan provinsi, belanja program terbesar adalah untuk program peningkatan mutu pendidikan, yang sebagaian besar digunakan untuk peningkatan kapasitas guru dan pegawai. Sesuai dengan kebijakan sektor pendidikan dituangkan dalam dokumen perencanaannya, pemerintah provinsi telah membelanjakan anggaran untuk penuntasan program Wajib Belajar 9 Tahun dan Pendidikan Menengah. Selain itu peningkatan mutu pendidikan telah mendapat perhatian setiap tahunnya dengan alokasi belanja program yang terbesar di dua tahun terakhir.
Gambar 4.16. Belanja program pendidikan provinsi berfokus pada peningkatan mutu dan pendidikan menengah
40% 38%41%
49%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
50
100
150
200
2007 2008 2009 2010*
Mili
ar R
p
PAUD
Wajar 9 tahun
Pendidikan Menengah
Peningkatan Mutu
% dari total belanja pendidikan Provinsi
0
10
20
30
40
50
60
PAUDW ajar 9 tahun Pendidikan Menengah
Peningkatan Mutu
Mili
ar R
p
Pegawai Barang/jasa Modal
Sumber: Diolah dari Susenas 2009, Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
Secara rata-rata, biaya pendidikan yang ditanggung oleh rumah tangga di Jawa Timur terus meningkat. Dalam kurun waktu 2007 hingga 2010, biaya yang ditanggung oleh rumah tangga dalam satu tahun menjadi sekitar dua kali lipat secara riil, dari Rp 887 ribu menjadi Rp 1,7 juta. Di satu pihak ini menunjukkan bahwa pertumbuhan biaya pendidikan yang ditanggung oleh masyarakat lebih tinggi dari pada pertumbuhan belanja pendidikan pemerintah daerah secara per kapita. Ini dapat dilihat sebagai beban yang ditanggung masyarakat menjadi lebih besar. Dilain pihak, hal ini menunjukkan peningkatan kemampuan daya beli masyarakat akan pendidikan. Masyarakat menyadari bahwa pendidikan itu penting sehingga mampu mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan pendidikan. Untuk rumah tangga miskin, peningkatan belanja pendidikan yang dikeluarkan konsisten dengan peningkatan belanja pemerintah daerah. Hal ini konsisten dengan peruntukkan pelayanan pendidikan untuk kelompok masyarakat miskin.
Sasaran berikutnya bagi pemerintah kabupaten/kota adalah penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun dan Pendidikan Menengah 12 Tahun. Tingginya tingkat partisipasi sekolah pada tingkat SD, dapat menjadi pertimbangan untuk mengalokasi belanja pendidikan pada tingkatan pendidikan yang lebih tinggi, seperti SMP dan SMA, sesuai dengan kebijakan sektor pendidikan Provinsi Jawa Timur. Dengan porsi belanja pendidikan yang cukup besar di tingkat kabupaten/kota, yaitu sekitar 40 persen dari total belanja, ini merupakan peluang untuk memperluas akses ke pendidikan menengah utk meningkatkan kualitas sumber daya manusia secara keseluruhan yang akhirnya bisa meningkatkan tingkat kesejahteraan pekerja di Jawa Timur.
62Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 4 Analisis Sektoral
Gambar 4.17. Biaya pendidikan di Jawa Timur semakin meningkat, khususnya untuk kelompok pengeluaran tinggi
-
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
1.400.000
1.600.000
1.800.000
2.000.000
2006 2007 2008 2009 2010*Belanja Pendidikan Per KapitaBiaya RT untuk Pendidikan (Jatim)Biaya RT untuk Pendidikan (Nasional)Biaya RT untuk Pendidikan (RT miskin di Jatim)
-
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
Jawa Timur
National Jawa Barat
Banten DKI Jakarta
Belanja Pendidikan RT (2009)
Kel. Pengeluaran terendah (1) 23 4Kel. Pengeluaran tertinggi (5)
Sumber: Diolah dari Susenas, berbagai tahun .
4.2.1 Kesimpulan dan Rekomendasi
Provinsi Jawa Timur melihat bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah salah satu kunci dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur memprioritaskan pembangunan pendidikan melalui peningkatan kualitas dan akses pendidikan bagi mas yarakat secara luas yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur tahun 2009 - 2014. Kebijakan sektor pendidikan provinsi adalah penuntasan pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, dan Pendidikan Menengah 12 Tahun. Salah satu penyebab utama rendahnya angka partisipasi sekolah pada tingkat SMP dan SMA adalah desakan ekonomi. Ada desakan bagi anak usia remaja untuk ikut membantu perekonomian keluarga, khususnya di daerah-daerah yang tertinggal atau terpencil.
Belanja pendidikan adalah belanja yang paling signifi kan peningkatannya. Selama kurun waktu 2006-2010, belanja pendidikan baik yang merupakan konsolidasi belanja pemerintah pusat dan daerah, maupun yang merupakan belanja pemerintah daerah saja, meningkat sangat signifi kan. Secara riil, peningkatan tersebut hampir mencapai dua kali lipat dalam kurun waktu tersebut. Lebih dari 80 persen belanja pemerintah daerah dialokasikan untuk belanja pegawai tidak langsung, yaitu yang mencakup gaji guru dan gaji pegawai SKPD terkait.
Tantangan utama pendidikan di Jawa Timur adalah bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang merupakan salah satu potensi utamanya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas. Sekitar 55 persen dari tenaga kerja di Jawa Timur hanya mengecap pendidikan Sekolah Dasar. Hal ini juga ditunjukkan dari rendahnya angka partisipasi sekolah tingkat SMP/SMA dibandingkan dengan tingkat Sekolah Dasar. Sebagian besar dari tenaga kerja tersebut masuk ke dunia kerja hanya dengan pendidikan sekolah dasar.
63
Bab 4 Analisis Sektoral
4.3 Sektor Kesehatan
Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi pada tingkat menengah dalam hal pencapaian Angka Harapan Hidup (AHH). Indeks AHH merupakan salah satu indikator IPM yang terkait dengan kesehatan. Peningkatan IPM sangat dipengaruhi oleh peningkatan dalam AHH ini. Pada tahun 2010, provinsi Jawa Timur masih berada pada urutan menengah dalam indeks AHH, yakni hanya sedikit diatas rata-rata nasional (71,7% Jawa Timur vs. 70,9% rata-rata nasional).
Peningkatan indeks harapan hidup sangat dipengaruhi oleh indikator Angka Kematian Bayi (AKB). Berdasarkan hasil estimasi BPS 2008, data perbandingan antar provinsi menunjukkan semakin rendah AKB, semakin tinggi AHH, dan sebaliknya (lihat gambar 4.18a)12. Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan AHH tertinggi dan AKB terendah, sebaliknya Provinsi NTB merupakan provinsi dengan AHH terendah dan AKB tertinggi. Provinsi Jawa Timur berada pada urutan ke-11 tertinggi dalam AHH, dan ke 11 terendah dalam AKB. Korelasi AHH dan AKB juga tercermin dalam peningkatan AHH Jawa Timur pada periode 2005-2010 yang seiring dengan penurunan AKB. Peningkatan tertinggi AHH Jawa Timur terjadi tahun 2007, seiring dengan penurunan signifi kan AKB pada tahun tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam upaya peningkatan IPM melalui peningkatan indeks kesehatan (AHH), pemerintah daerah di Jawa Timur perlu memberi perhatian pada penurunan AKB.
Gambar 4.18. Penurunan AKB berpotensi meningkatkan AHH
wa Timur
DKI Jakarta
NTB
64
66
68
70
72
74
76
78
0 10 20 30 40 50
Ang
kaH
arap
anH
idup
(Tah
un)
Angka Kematian Bayi (per 1000 kelahiran hidup)
(a) Angka Harapan Hidup (AHH) VS Angka Kematian Bayi(AKB) antar Provinsi (2008)
68,5 68,6
71,071,2
71,471,736,7
35,3
332,932,6 32,4
330,0
29
30
31
32
33
34
35
36
37
68,0
68,5
69,0
69,5
70,0
70,5
71,0
71,5
72,0
2005 2006 2007 2008 2009 2010
(b) Perkembangan AHH dan AKB Provinsi Jawa Timur(2005-2010)
Angka Harapan Hidup (Tahun) (Axis Kiri)Angka Kematian Bayi (Per Seribu Kelahiran Hidup) (Axis Kanan)
Sumber: Diolah dari data BPS dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, berbagai tahun.Catatan: Data AKB pada Gambar 4.18.(a) berdasarkan estimasi BPS; Karena tidak tersedianya data AKB antar-waktu yang bersumber dari BPS, Gambar 4.18.(b) menggunakan Data AKB antar-waktu dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur; Data AHH seluruhnya bersumber dari BPS.
Meskipun pada tingkat provinsi sudah menunjukkan penurunan, angka AKB antar kabupaten/kota masih menunjukkan kesenjangan yang cukup tajam. Dari 38 daerah kabupaten/kota di Jawa Timur, hampir setengahnya masih memiliki AKB diatas rata-rata provinsi. Kabupaten Probolinggo adalah daerah dengan AKB tertinggi (65,5 per 1000 kelahiran hidup), dan Kota Blitar adalah daerah dengan AKB terendah (20,9 per 1000 kelahiran hidup). Perhatian provinsi untuk mendorong penurunan AKB di 9 daerah dengan AKB tertinggi berpotensi membantu pencapaian angka AHH provinsi secara signifi kan.
12 Berdasarkan hasil estimasi BPS, pada tahun 2008, Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan AHH tertinggi dan AKB terendah, sebaliknya Provinsi NTB merupakan provinsi dengan AHH terendah dan AKB tertinggi.
64Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 4 Analisis Sektoral
Gambar 4.19. Kesenjangan AKB antar kabupaten/kota di Jawa Timur masih cukup tinggi, 2010
20.9
22.5
22.8
23.1
23.5
23.9
24.3
24.3
24.3
24.6
25.4
27.3
27.9
27.9
28.0
28.3
29.0
29.1
29.9
30.5
32.1
32.1
32.3
34.6
37.0
38.3
39.4
39.7
42.0
49.9
53.3
53.7
55.7
56.5
56.6
57.7
58.9
65.5
0
10
20
30
40
50
60
70
Blita
rKot
a
Tren
ggal
ek
Mojo
oker
toKo
ta
Tulu
ngag
ung
Paci
tan
Mag
etan
Mad
iun
Kota
Gre
sik
Sura
baya
Blita
r
Sido
arjro
Kedi
riKo
ta
Mal
ang
Kota
Mojo
oker
to
Jom
bang
Prob
olin
ggo
Kota
Pono
rogo
Nga
wi
Kedi
ri
Batu
Mad
iun
Mal
ang
Nga
njuk
Lam
onga
n
Tuba
n
Bany
uwan
gi
Bojoon
egor
o
Lum
ajan
g
Pasu
ruan
Kota
Sum
enep
Pasu
ruan
Pam
ekas
an
Bang
kala
n
Situ
bond
o
Bond
owos
o
Jem
ber
Sam
pang
Prob
olin
ggo
Ang
kaKe
mat
ian
Bayi
Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup (IMR) Angka Kematian Bayi JATIM
Sumber: Diolah dari data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2010.
Posisi menengah Jawa Timur dalam hal AKB tidak terlepas dari cakupan imunisasi dan persentase kelahiran ditolong tenaga yang juga berada pada posisi menengah. Hampir sama dengan posisi AHH provinsi Jatim yang berada pada tingkat menengah, indikator cakupan imunisasi dan angka kelahiran ditolong tenaga kesehatan juga berada sedikit diata rata-rata nasional.
Sepuluh daerah kabupaten/kota dengan AKB tertinggi merupakan salah satu dari 7 daerah dengan cakupan imunisasi dan kelahiran ditolong tenaga kesehatan terendah. Kabupaten Sampang, Bangkalan dan Pamekasan misalnya, merupakan 3 kabupaten dengan cakupan imunisasi dan angka kelahiran ditolong tenaga kesehatan terendah, dan termasuk salah satu dari 10 daerah dengan AKB tertinggi. Tiga kabupaten tersebut juga merupakan kabupaten dengan cakupan imunisasi terendah.
Gambar 4.20. Cakupan imunisasi dan kelahiran ditolong tenaga kesehatan cukup baik pada tingkat provinsi, tapi masih menyisakan kesenjangan antar kabupaten/kota
Jawa Timur
Rata -rataNasional
60,0
65,0
70,0
75,0
80,0
85,0
40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 100,0
Caku
pan
Imun
isas
i(%
)
Persentase Kelahiran Ditolong Tenaga Kesehatan (%)
Antar - Provinsi (2009)
a 52%
55%
58%
61%
67%
68%
69%
72%
55.1
%
68.9
%
70.0
%
70.9
%
71.1
%
73.1
%
76.0
%
77.2
%
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
Sam
pang
Bang
kala
n
Pam
ekas
an
Sum
enep
Jem
ber
Situ
bon d
o
Bond
owos
o
Prob
olin
ggo
Bang
kala
n
Sam
pang
Pam
ekas
an
Sum
enep
Situ
bond
o
Prob
olin
ggo
B on d
o wo s
o
Kota
Pasu
ruan
Kelahiran ditolong tenagakesehatan
Cakupan Imunisasi
Tujuh Kab/Kota dengan Angka Kelahiran DitolongTenaga Kesehatan dan Cakupan Imunisasi Terendah di
Jatim (2009)
Sumber : Diolah dari Susenas, 2009.
Angka Kesakitan penduduk Jawa Timur hanya sedikit dibawah rata-rata nasional. Jika dibanding rata-rata nasional, angka kesakitan penduduk di Jawa Timur sedikit lebih rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun merupakan salah satu provinsi dengan penduduk terbanyak, provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan derajat kesehatan masyarakat yang cukup baik.
65
Bab 4 Analisis Sektoral
Gambar 4.21. Angka Kesakitan penduduk Jawa Timur sedikit lebih rendah dari rata-rata nasional
27%
28%
28%
29%
29%
30%
30%
32%
32%
32%
32%
32%
33%
33%
33%
34%
35%
36%
36%
36%
36%
37%
37%
38%
38%
38%
38%
38%
40%
41%
43%
43% 47
%
48%
J a m
b i
Mal
uku
Uta
ra
Kalim
anta
n Te
ngah
Kalim
anta
n Ti
mur
Sum
ater
a U
tara
R i a
u
Papu
a Ba
rat
Beng
kulu
Sula
wes
i Sel
atan
Jaw
a Ti
mur
Jaw
a Ba
rat
Sum
ater
a Se
lata
n
Jaw
a Te
ngah
Papu
a
Kalim
anta
n Ba
rat
Rata
-rat
a N
asio
nal
Sum
ater
a Ba
rat
NA
D
Sula
wes
i Uta
ra
Sula
wes
i Ten
ggar
a
Mal
uku
DKI
Jaka
rta
Kepu
laua
n Ri
au
Lam
pung
Sula
wes
i Ten
gah
Bant
en
Sula
wes
i Bar
at
B a
l i
NTB
DI Y
ogya
kart
a
Kalim
anta
n Se
lata
n
Bang
ka B
elitu
ng NTT
Gor
onta
lo
Sumber: Diolah dari Susenas, 2009.
4.3.1 Pelayanan Kesehatan
Targeting fasilitas kesehatan gratis sudah cukup baik, namun cakupannya masih lebih rendah dari rata-rata nasional. Penerima fasilitas kesehatan gratis sebagian besar sudah berpihak pada kelompok masyarakat termiskin, miskin, dan menengah secara berturut-turut. Namun demikian, jika dibandingkan dengan rata-rata nasional, cakupan kelompok termiskin yang menerima fasilitas kesehatan gratis di Jawa Timur masih lebih rendah. Sebagai perbandingan, di Aceh, Gorontalo, dan NTT, cakupan fasilitas kesehatan gratis secara berturut-turut sudah mencapai 73 persen, 71 persen, dan 69 persen penduduk termiskin, sementara di Jawa Timur masih sebesar 40 persen. Namun demikian, tingkat pemanfaatan fasilitas kesehatan di Jawa Timur termasuk paling rendah di Indonesia.
Gambar 4.22. Targeting fasilitas kesehatan gratis sudah cukup baik, namun perlu peningkatan cakupan
40% 5%
46%
7%
26%
5%
35%
7%
20%
25%
14% 6%
17%
7%
7%
5%
7%
7%
25%
5%
26%
7%
Sumber: Diolah dari Susenas, 2009.
4.3.2 Belanja Kesehatan
Belanja pemerintah (Provinsi+Kabupaten/Kota+Pusat) untuk Sektor Kesehatan di Jawa Timur secara riil terus mengalami peningkatan dengan proporsi terbesar disumbang oleh belanja kesehatan kabupaten/kota. Belanja kesehatan di Jawa Timur secara riil terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun secara proporsional terhadap total belanja relatif stagnan pada kisaran 10 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa peningkatan belanja kesehatan di Jawa Timur sangat dipengaruhi oleh atau seiring dengan peningkatan belanja pemerintah secara total. Sesuai dengan fungsinya sebagai penyedia langsung layanan kesehatan, belanja kesehatan pemerintah kabupaten/kota memberikan sumbangan terbesar (lebih dari 70%) dari belanja kesehatan di Jawa Timur, sementara provinsi maksimal hanya sebesar 26 persen. Sumbangan pemerintah pusat pada tahun 2006 pernah mencapai 18 persen, namun cenderung menurun dalam 5 tahun terakhir hingga hanya sebesar 3 persen dari total belanja kesehatan di Jawa Timur tahun 2010.
66Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 4 Analisis Sektoral
Gambar 4.23. Belanja Kesehatan secara riil meningkat dan didominasi oleh belanja kesehatan kabupaten/kota
3.259 3.611 3.8614.820
5.380
10%10%
9%10% 11%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
2006 2007 2008 2009 2010
Belanja Riil Kesehatan (Prov+Kab/Kota+Dekon/TP)
Persentase terhadap Total Belanja
Pemerintah
21% 16% 19% 19% 26%
62% 70%73% 74%
71%
18% 14% 7% 6% 3%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2006 2007 2008 2009 2010
Provinsi Kab/Kota Dekonstrasi/TP
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
Tujuh daerah dengan belanja kesehatan per kapita paling rendah adalah juga daerah dengan proporsi belanja kesehatan terendah. Beberapa daerah seperti Kota Malang, Batu, Kabupaten Banyuwangi, Situbondo, Bangkalan dan Pasuruan merupakan 7 daerah dengan belanja kesehatan per kapita terendah di Jawa Timur, yakni dibawah Rp 65.000 per kapita per tahun. Angka ini tidak sampai setengah dari belanja kesehatan per kapita rata-rata kabupaten/kota di Jawa Timur yang mencapai Rp 148.000 per kapita per tahun, dan jauh lebih rendah lagi dari Kota Mojokerto dengan belanja kesehatan per kapita tertinggi sebesar Rp 1,1 juta per kapita per tahun. Jika dilihat dari proporsi belanja kesehatan terhadap total belanja, ketujuh daerah tersebut memiliki proporsi belanja kesehatan yang relatif rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota di Jawa Timur sebesar 10 persen. Pemerintah Kota Batu, Kota Malang, dan Kabupaten Situbondo secara berturut-turut bahkan hanya mengalokasikan 2 persen, 3 persen dan 5 persen dari belanjanya untuk sektor kesehatan. Hal ini mengindikasikan bahwa beberapa daerah dengan belanja kesehatan per kapita rendah, sesungguhnya masih dapat meningkatkan proporsi belanja kesehatannya setidaknya sama dengan rata-rata kabupaten/kota di Jawa Timur.
Gambar 4.24. Tujuh daerah dengan belanja kesehatan per kapita terendah adalah daerah dengan proporsi belanja kesehatan yang terendah juga
Belanja Kesehatan Pemerintah Daerah Perkapita 2009 (Rp)Database PEA Jawa Timur
Diatas 440,000220,000 - 440,00090,000 - 220,00065,000 - 90,000
Dibaw ah 65,000
Masih ada 15 kabupaten/kota yang belum memenuhi ketentuan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan13 yang mewajibkan daerah untuk mengalokasikan minimal 10 persen APBD-nya untuk urusan kesehatan. Kota Mojokerto, Kota Blitar, dan Kota Kediri berturut-turut menjadi kota dengan realisasi
13 UU No. 36 Tahun 2009 pasal 171 ayat 2 berbunyi “Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10 persen (sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah di luar gaji.” Dalam laporan ini ditafsirkan sebagai rasio antara total Belanja Urusan Kesehatan terhadap total APBD.
67
Bab 4 Analisis Sektoral
belanja terbesar yakni masing-masing 24 persen, 21 persen, dan 20 persen. Sedangkan Kota Batu, Kota Malang, dan Kabupaten Banyuwangi adalah daerah dengan proporsi belanja kesehatan terendah yakni masing-masing 4 persen, 5 persen, dan 7 persen. Adapun Pemprov Jawa Timur sendiri telah merealisasikan belanja kesehatan sebesar 14 persen dari total APBD tahun 2010.
Gambar 4.25. Masih ada 15 kabupaten/kota yang belanja urusan kesehatannya kurang dari 10 persen total APBD
24%21%
20%
14%
10%
9%
9%9%
9%8%
8%8%
8%8%
7%7%7%
7%5%4%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Kota
Moj
oker
toKo
ta B
litar
Kota
Ked
iriPr
ovin
si Ja
timKa
b. Jo
mba
ngKa
b. N
ganj
ukKa
b. G
resi
kKa
b. S
idoa
rjoKa
b. T
reng
gale
kKa
b. Je
mbe
rKa
b. B
ojon
egor
oKa
b. P
amek
asan
Kota
Pro
bolin
ggo
Kab.
Pon
orog
oKa
b. P
asur
uan
Kab.
Mag
etan
Kab.
Tul
unga
gung
Kab.
Ked
iriKa
b. B
ondo
wos
oKa
b. L
amon
gan
Kota
Mad
iun
Kab.
Tub
anKa
b. L
umaj
ang
Kota
Pas
urua
nKa
b. S
itubo
ndo
Kab.
Sum
enep
Kab.
Nga
wi
Kab.
Moj
oker
toKa
b. M
adiu
nKa
b. S
ampa
ngKa
b. P
robo
lingg
oKa
b. B
angk
alan
Kab.
Pac
itan
Kab.
Blit
arKo
ta S
urab
aya
Kab.
Mal
ang
Kab.
Ban
yuw
angi
Kota
Mal
ang
Kota
Bat
u
Belanja Urusan Kesehatan (Realisasi APBD 2010) Ketentuan UU36/2009
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
Pemerintah provinsi mengalokasikan lebih besar dari belanjanya untuk kesehatan dibanding kabupaten/kota. Secara rata-rata, pemerintah provinsi membelanjakan sekitar 11,5 persen dari belanjanya untuk kesehatan. Sementara itu, meskipun kabupaten/kota merupakan kontributor belanja kesehatan terbesar, namun kabupaten/kota sebenarnya mengalokasikan lebih kecil dari belanjanya untuk kesehatan, yakni rata-rata hanya sebesar 9,5 persen. Proporsi belanja kesehatan dekonsentrasi/TP/KD pernah mencapai 12 persen dari total belanja dekon/TP di Jawa Timur, namun pada tahun 2009 hingga tahun 2010 menurun hanya sekitar 2 persen.
Tabel 4.1. Belanja Kesehatan berdasarkan tingkat pemerintahan
2006 2007 2008 2009 2010Belanja Kesehatan Provinsi (Riil, 2009=100)Pegawai 274 254 367 416 534Barang dan Jasa 178 181 237 367 655Modal 30 158 141 153 209Lainnya 190 0 0 0 0Total 672 594 745 937 1,397% terhadap belanja Provinsi 10.8 9.9 10.4 12.3 14.2
Belanja Kesehatan Kabupaten/kota (Riil, 2009=100)Pegawai 1,029 1,243 1,394 1,604 1,772Barang dan Jasa 598 693 751 1,002 1,269Modal 374 590 686 984 757Lainnya 11 0 0 0 0Total 2,012 2,526 2,831 3,590 3,798% terhadap belanja Kabupaten/Kota 8.2 9.0 9.4 10.9 10.0Dekonsentrasi/TP (Riil, 2009=100)Kesehatan 576 491 285 293 185Total 5,748 4,004 7,942 12,614 8,134
% terhadap total Dekonsentrasi/TP sektor strategis 10 12 4 2 2Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.Catatan : Angka dalam miliar Rp.
68Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 4 Analisis Sektoral
Lebih dari sepertiga belanja kesehatan di Provinsi Jawa Timur dialokasikan untuk gaji, dan 10 persen untuk honor pegawai. Pada tahun 2010, belanja tidak langsung (gaji pegawai) di sektor kesehatan mencapai Rp 1,7 triliun atau sebesar 34 persen dari total belanja kesehatan di Jawa Timur. Sementara itu, belanja langsung (untuk program/kegiatan) mencapai Rp. 3,4 triliun atau sebesar 65 persen dari total belanja kesehatan. Dari 65 persen belanja langsung tersebut, sebagian besar dialokasikan untuk barang dan jasa (37%), disusul oleh belaja modal dan terakhir belanja pegawai. Hal ini mengindikasikan bahwa prioritas belanja kesehatan tahun 2010 lebih diarahkan pada operasional pelayanan kesehatan, sementara untuk investasi kesehatan baik berupa fasilitas atau alat-alat kesehatan hanya hanya 19 persen.
Pemerintah Provinsi mengalokasikan lebih besar dari belanja kesehatan-nya untuk belanja langsung (program kegiatan) dibanding kabupaten/kota. Pada tahun 2010, provinsi hanya mengalokasikan 22 persen dari belanja kesehatannya untuk belanja tidak langsung (gaji pegawai), sementara sisanya (78%) untuk belanja program/kegiatan. Sementara itu, pada tingkat kabupaten/kota, hampir 40 persen dialokasikan untuk belanja gaji pegawai. Namun demikian, dari sisi komposisi ekonomis belanja langsung, pemerintah kabupaten/kota terlihat lebih efesien secara alokatif, karena mampu membelanjakan lebih besar dari belanja langsungnya untuk barang dan jasa serta modal.
Gambar 4.26. Klasifi kasi ekonomi belanja kesehatan
Belanja Tidak
Langsung34%
Pegawai10%
Barang
& Jasa37%
Modal19%
Belanja Langsung
65%
Konsolidasi Prov+Kab/Kota
(2010)
Belanja Tidak
Langsung22%
Pegawai16%
Barang dan Jasa
47%
Modal15%
Belanja Langsung
78%
Provinsi (2010)
Belanja Tidak
Langsung39%
Pegawai8%
Barang
dan Jasa33%
Modal20%
Belanja Langsung
61%
Kab/Kota (2010)
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
Belanja Kesehatan per kapita di Jawa Timur yang terus meningkat belum berpengaruh terhadap penurunan biaya RT untuk Kesehatan. Jika dibanding rata-rata nasional, belanja rumah tangga untuk kesehatan di Jawa Timur jauh lebih tinggi dengan pertumbuhan yang juga lebih cepat. Di sisi lain, belanja kesehatan per kapita juga terus meningkat. Hal ini mengindikasikan peningkatan belanja kesehatan per kapita belum mampu menurunkan, atau setidaknya menahan laju pertumbuhan belanja rumah tangga untuk kesehatan. Untuk rumah tangga miskin, walaupun peningkatannya jauh dibawah peningkatan rata-rata yang di dorong oleh peningkatan kelompok rumah tangga berpengeluaran lebih tinggi, biaya yang dikeluarkannya tetap lebih tinggi dari belanja kesehatan perkapita pemerintah daerah di Jawa Timur.
Gambar 4.27. Belanja rumah tangga untuk kesehatan tetap tinggi meskipun Belanja Kesehatan per Kapita juga meningkat
-100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000 700.000 800.000
2006 2007 2008 2009 2010*
Belanja Kesehatan Per Kapita Biaya RT untuk Kesehatan (Jatim)
Biaya RT untuk Kesehatan (Nasional) Biaya RT untuk Kesehatan (RT miskin di Jatim)
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
69
Bab 4 Analisis Sektoral
4.3.3 Kesimpulan dan Rekomendasi
Dalam rangka mendorong peningkatan IPM, Pemerintah Daerah di Jawa Timur perlu terus melakukan peningkatan indeks Angka Harapan Hidup (AHH). Sejak 5 tahun terakhir, indeks AHH Jawa timur tidak mengalami pergeseran posisi yang berarti, yakni pada posisi ke-11 secara nasional. Mengingat penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) berperan sangat signifi kan dalam peningkatan AHH, maka dalam rangka peningkatan AHH, pemerintah daerah di Jawa Timur perlu memberi perhatian lebih terhadap penurunan AKB ini. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk penurunan AKB adalah melalui peningkatan cakupan imunisasi dan cakupan pertolongan kelahiran oleh tenaga kesehatan. Beberapa daerah seperti Kabupaten Sampang, Bangkalan, Pamekasan, Probolinggo, Bondowoso, Situbondo, Jember, Sumenep, dan Kota Pasuruan, perlu memberi perhatian lebih terhadap kedua hal tersebut.
Meningkatkan cakupan penerima fasilitas kesehatan gratis dari kelompok masyarakat termiskin. Di Jawa Timur, baru 40 persen kelompok masyarakat termiskin yang menerima fasilitas kesehatan gratis. Angka ini masih cukup kecil jika dibanding NTT, Gorontalo, dan Aceh yang sudah mencapai 70 persen.
Peningkatan belanja kesehatan terutama di beberapa kabupaten/kota dengan belanja kesehatan per kapita terendah. Beberapa kabupaten memiliki belanja per kapita yang sangat rendah, yakni kurang dari Rp 65.000 perkapita per tahun. Angka ini kurang dari setengah rata-rata belanja kesehatan per kapita kabupaten/kota di Jawa Timur yang sudah mencapai Rp 148.000. Beberapa daerah dengan belanja kesehatan per kapita terendah adalah daerah dengan proporsi belanja kesehatan yang juga rendah, seperti Kota Malang, Kota Batu, dan Situbondo yang kurang dari 6 persen. Peningkatan belanja kesehatan juga diperlukan di 15 kabupaten/kota yang masih belum memenuhi ketentuan UU No. 36 Tahun 2009 untuk membelanjakan 10 persen APBD-nya untuk urusan kesehatan.
Meningkatkan efesiensi alokatif dalam belanja kesehatan. Belanja daerah per kapita untuk kesehatan di Jawa Timur terus mengalami peningkatan, namun belum cukup berpengaruh terhadap penurunan pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan. Perlu perhatian lebih dalam mengenai alokasi intra-sektor dalam belanja kesehatan sehingga peningkatan belanja kesehatan per kapita dapat betul-betul berdampak pada penurunan pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan.
4.4 Sektor Pertanian14
Kebijakan revitalisasi pertanian di Jawa Timur dilakukan dalam upaya meningkatkan kontribusi sektor pertanian dan kesejahteraan petani. Terdapat 4 arah kebijakan revitalisasi pertanian dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009 – 2014, yakni: (i) peningkatan kemampuan petani dan penguatan lembaga pendukungnya; (ii) peningkatan produktivitas, produksi, daya saing, dan nilai tambah produk pertanian dan perikanan; (iii) peningkatan pengamanan ketahanan pangan; dan (iv) pemanfaatan hutan untuk diversifi kasi usaha dan mendukung produksi pangan. Sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang diharapkan dapat mendorong pembangunan ekonomi di Jawa Timur.
4.4.1 Gambaran Umum Sektor Pertanian
Nilai produksi riil sektor pertanian di Jawa Timur mengalami peningkatan secara konsisten per tahunnya, namun kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Jawa Timur justru menurun. Meskipun demikian, kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Jawa Timur masih lebih tinggi dari kontribusi sektor pertanian nasional terhadap PDB. Penurunan kontribusi sektor pertanian tersebut disebabkan oleh adanya pertumbuhan lebih tinggi pada sektor lain di luar pertanian. Selain itu, meskipun telah pulih setelah turun pada tahun 2007, pertumbuhan produksi sektor pertanian Jawa Timur belum mampu melampaui pertumbuhan sektor pertanian nasional dalam 3 tahun terakhir.
14 Sektor Pertanian dalam penelitian ini meliputi sektor dalam arti luas, yakni meliputi sub-sektor pertanian tanaman pangan, peternakan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan kelautan. Belanja pemerintah yang termasuk dalam pertanian meliputi urusan pertanian, ketahanan pangan, perikanan dan kelautan, perkebunan dan kehutanan
70Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 4 Analisis Sektoral
Gambar 4.28. Produksi Riil Meningkat, namun kontribusi terhadap perekonomian menurun dengan pertumbuhan dibawah pertumbuhan produksi pertanian nasional
44,746,5
47,949,4
51,4
0%
4%
8%
12%
16%
20%
38
43
48
53
58
2005 2006 2007 2008 2009
Kontribusi thdp Perekonomian %
Trili
un R
p
Produksi Riil Pertanian dan Kontribusinya terhadap Perekonomin
PDRB Riil Sektor Pertanian Jawa TimurKontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB Jawa TimurKontribusi Sektor Pertanian Nasional terhadap PDB
3,2%
4,0%
3,1% 3,1%
4,0%
2,7%
3,4%3,5%
4,8%
4,1%
2,5%
3,0%
3,5%
4,0%
4,5%
5,0%
Pert
umbu
han
Sekt
or P
erta
nian
(%)
Pertumbuhan Sektor Pertanian Jawa Timur dan Nasional
Sumber :Diolah dari data BPS, berbagai tahun.
Produksi per kapita sektor pertanian bervariasi antar kabupaten/kota. Kabupaten Banyuwangi, Jember, dan Malang merupakan 3 kabupaten penyumbang produksi sektor pertanian tertinggi di Jawa Timur. Selain kontributor produk pertanian terbesar di Jawa Timur, Kabupaten Banyuwangi juga diperkirakan memiliki surplus pertanian yang cukup tinggi. Bersama Sumenep, Blitar, dan Probolinggo, Banyuwangi memiliki produksi pertanian per kapita yang jauh diatas rata-rata. Daerah yang minim produksi sektor pertanian, selain di 9 daerah perkotaan, juga terdapat di beberapa kabupaten seperti Pacitan, Trenggalek, dan Sidoarjo.
Gambar 4.29. Kabupaten Banyuwangi, Sumenep, Blitar dan Probolinggo memiliki surplus produksi pertanian
PDRB Pertanian Per Kapita 2008 (Rp)Diatas 2.400.0001.800.000 - 2.400.0001.200.000 - 1.800.000
600.000 - 1.200.000Dibaw ah 600,000
Sumber : Diolah dari data BPS, 2008.
Lebih dari setengah produksi sektor pertanian di Jawa Timur disumbang oleh tanaman pangan, diikuti oleh perkebunan dan peternakan. Selain mendominasi produksi pertanian, sub-sektor tanaman pangan juga memiliki pertumbuhan yang cenderung meningkat. Sementara itu, pertumbuhan sub-sektor perikanan dan peternakan cenderung mengalami pertumbuhan yang menurun. Sub-sektor kehutanan dan perkebuan merupakan dua sub-sektor dengan pertumbuhan yang paling tidak stabil (fl uktuatif ).
71
Bab 4 Analisis Sektoral
Gambar 4.30. Sub-sektor tanaman pangan mendominasi sektor pertanian di Jawa Timur dengan pertumbuhan meningkat tiap tahunnya.
55,8% 55,0% 54,8% 54,6%
17,6% 17,6% 17,2% 17,4%
16,0% 16,4% 16,5% 16,5%1,0% 1,0% 1,3% 1,2%
9,6% 9,9% 10,2% 10,2%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Kontribusi Sub-sektor Pertanian terhadap PDRB
Sektor Pertanian
4%
5%
4%
-1%
4%
3%
1%
4%
31%
6%
2%
3%
6%
3%
7%
Tanaman Pangan
Perkebunan
Peternakan
Kehutanan
Perikanan
Pertumbuhan Sub-sektor Pertanian
2007- 2009
Sumber : Diolah dari data BPS, berbagai tahun.
Tingginya kontribusi tanaman pangan di Jawa Timur disumbang oleh produksi padi. Tahun 2009, provinsi Jawa Timur mampu menyumbang 17,5 persen produksi padi nasional, atau ke-2 tertinggi setelah Jawa Barat. Selain karena memiliki luas lahan padi ke-2 terluas, provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan produktivitas padi tertinggi se-indonesia, yakni sebesar 59,1 kuintal/ha, jauh di atas produktivitas rata-rata nasional sebesar 37,4 kuintal/ha. Namun demikian, sebagai salah satu lumbung padi terbesar di Indonesia dan mempunyai lahan padi yang paling luas, provinsi Jawa Timur perlu ditunjang oleh sistem irigasi yang baik. Saat ini Jawa Timur termasuk provinsi dengan lahan teririgasi (irrigated land) terluas di Indonesia, namun dengan kondisi irigasi yang kurang baik. Kurang baiknya irigasi ini diakibatkan oleh masih rendahnya belanja pemeliharaan dan operasi (O&M) untuk irigasi.
Gambar 4.31. Jawa Timur merupakah salah satu lumbung padi nasional dengan angka produktivitas tertinggi
29,9
55,8
24,6
35,3 33,7
42,3 37,4
53,5 47,8
41,5 47,9
38,4
57,6
38,0 35,6
58,5
41,4
31,3
45,1
27,0
43,3 50,5 50,0
44
31,1
47,9 39,9
46,9 41,9
45,9 50,2
55,7 59,1 58,1
-
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
-
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
Kepu
laua
n Ri
au
DKI
Jaka
rta
Bang
ka B
elitu
ng
Papu
a Ba
rat
Mal
uku
Uta
ra
Mal
uku
Papu
a
Gor
onta
lo
Sula
wes
i Bar
at
Sula
wes
i Ten
ggar
a
Sula
wes
i Uta
ra
Beng
kulu
DI Y
ogya
kart
a
Kalim
anta
n Ti
mur
Riau Ba
li
Jam
bi
Nus
a Te
ngga
ra T
imur
Sula
wes
i Ten
gah
Kalim
anta
n Te
ngah
Ace
h
Bant
en
Nus
a Te
ngga
ra B
arat
Rata
-rat
a N
asio
nal
Kalim
anta
n Ba
rat
Sum
ater
a ba
rat
Kalim
anta
n Se
lata
n
Lam
pung
Sum
ater
a Se
lata
n
Sum
ater
a U
tara
Sula
wes
i Sel
atan
Jaw
a Te
ngah
Jaw
a Ti
mur
Jaw
a Ba
rat
KU/H
ALu
as L
ahan
(Rib
u H
A)
Luas Lahan (HA) Produktivitas (KU/HA)
Sumber : Diolah dari BPS, 2009.
72Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 4 Analisis Sektoral
Tabel 4.2. Kontribusi produksi pertanian Jawa Timur terhadap nasional 2010
No Komoditas Produksi Jatim Produksi Nasional %
1. Padi 11.643.773 65.980.670 17,652. Jagung 5.587.318 17.844.676 31,313. Kedelai 339.491 905.015 37,514. Kacang Tanah 214.131 779.677 27,465. Kacang Hijau 79.877 323.518 24,696. Ubi Kayu 3.667.058 23.093.522 15,887. Ubi Jalar 141.103 2.060.272 6,858. Buah-Buahan 3.002.660 12.361.851 24,299. Sayuran 1.093.992 8.433.130 12,97
10. Gula 1.126.812 2.694.227 41,8211. Daging 328.490 2.347.100 14,0012. Telur 252.029 1.378.800 18,2813. Susu 482.014 927.800 51,95
Sumber : Diolah dari Jawa Timur dalam Angka dan BPS.
4.4.2 Upah rata-rata dan Nilai Tukar Petani
Meskipun merupakan sektor yang berkontribusi besar dan terus tumbuh positif, upah rata-rata pekerja di sektor pertanian jauh lebih rendah dibanding sektor lainnya. Rendahnya upah rata-rata pekerja yang bekerja di sektor pertanian disebabkan oleh rendahnya nilai tambah dari produk pertanian dibanding dengan produk lainnya. Selain itu, jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian yang cukup besar tidak sebanding dengan pertumbuhan nilai produksi pertanian.
Selain upah yang rendah, petani juga memiliki nilai tukar yang tidak menguntungkan. Sepanjang tahun 2009 dan 2010, indeks Nilai Tukar Petani (NTP) di Jawa Timur secara terus menerus berada dibawah 100. Hal ini merpakan akibat dari kondisi dimana indeks harga yang diterima petani dari hasil penjualan produk pertanian (IT) lebih kecil dibanding indeks harga yang harus dibeli oleh petani dalam bentuk barang-barang input pertanian atau kebutuhan pokok (IB). Kondisi ini menggambarkan bahwa peningkatan produksi belum tentu memberikan dampak pada peningkatan kesejahteraan petani.
Gambar 4.32. Petani memiliki upah rata-rata terendah dibanding sektor lainnya, dengan Indeks NTP 2009-2010 selalu dibawah 100
373.953
796.199
823.211
891.880
905.507
1.067.443
1.167.690
1.305.477
1.544.214
Pertanian
Perdagangan, hotel & restoran
Industri pengolahan
Pertambangan dan penggalian
Konstruksi
Jasa-jasa
Pengangkutan dan komunikasi
Keuangan, persewaan & jasa persh.
Listrik, gas dan air bersih
90
100
110
120
130
140
150
Jan-
08
Mar
-08
May
-08
Jul-0
8
Sep-
08
Nov
-08
Jan-
09
Mar
-09
May
-09
Jul-0
9
Sep-
09
Nov
-09
Jan-
10
Mar
-10
May
-10
Jul-1
0
Sep-
10
Nov
-10
Jan-
11
Mar
-11
May
-11
Jul-1
1
Sep-
11
Indeks Harga Diterima Petani (IT)
Indeks Harga Dibayar Petani (IB)
Nilai Tukar Petani (NTP)
Sumber : Diolah dari Jawa Timur dalam Angka dan BPS, 2009 - 2011.
73
Bab 4 Analisis Sektoral
4.4.3 Belanja Sektor Pertanian
Secara riil belanja pemerintah (Provinsi+Kabupaten/Kota+Pusat) untuk sektor pertanian di Jawa Timur tidak meningkat secara berarti sejak tahun 2008. Kenaikan belanja riil pertanian yang cukup berarti terjadi pada tahun 2007, yakni dari Rp 1,5 triliun tahun 2006 menjadi Rp 1,8 triliun. Setelah itu, belanja pertanian secara riil stagnan pada kisaran Rp 1,8 triliun. Kondisi stagnan ini sebagian besar disumbang oleh adanya penurunan belanja pertanian yang bersumber dari Dekon/TP.Gambar 4.33. Belanja Pemerintah untuk sektor pertanian tidak meningkat berarti.
1.5591.799 1.852 1.773 1.816
2,8% 2,9%2,8%
2,4%2,1%
0,0%
0,5%
1,0%
1,5%
2,0%
2,5%
3,0%
3,5%
-
500,00
1.000,00
1.500,00
2.000,00
2.500,00
Mil
iar
Rp
18,4% 16,8%28,8% 26,1% 33,3%
48,3% 45,1%
47,8% 48,9%52,0%
33,3% 38,1%23,4% 25,0%
14,7%
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
Kontribusi Belanja Pertanian di Jawa Timur
berdasarkan Tingkat Pemerintahan
Sumber : Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
Secara umum pemerintah provinsi memberikan porsi lebih besar dari belanjanya untuk sektor pertanian. Seluruh tingkat pemerintahan (Provinsi+Kabupaten/Kota+Dekon/TP) memiliki pola belanja pertanian yang berfl uktuasi. Penurunan belanja riil pertanian secara bersamaan terjadi pada tahun 2009 yang kemudian diikuti oleh peningkatan pada tahun 2010 oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, namun diikuti oleh penurunan kembali dalam belanja dekon/TP. Meskipun belanja riil tidak selalu meningkat tiap tahunnya, namun secara umum pemerintah provinsi mengalokasikan lebih besar dari belanjanya (rata-rata sekitar 4%) untuk pertanian.
Tabel 4.3. Pemerintah Provinsi memiliki proporsi belanja pertanian lebih besar dibanding tingkat pemerintahan lainnya
2006 2007 2008 2009 2010
Provinsi
Belanja Pertanian (Miliar Rp) 151,6 194,3 427,8 241,0 388,9 Proporsi thdp Total Belanja Provinsi (%) 2,4% 3,2% 6,0% 3,2% 4,0% Kab/Kota
Belanja Pertanian (Miliar Rp) 490,9 572,4 622,2 606,8 632,3 Proporsi thdp Total Belanja Kabupaten/Kota (%) 2,0% 2,0% 2,1% 1,8% 1,7% Dekonsentrasi/TP/KD Belanja Pertanian (Miliar Rp) 519,1 685,8 432,6 443,8 266,6 Proporsi thdp Total Belanja Dekon/TP (%) 2,1% 2,5% 1,5% 1,4% 0,7%
Sumber : Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
Belanja pertanian perkapita tertinggi terdapat di daerah perkotaan. Secara total, belanja pertanian tertinggi terdapat di Kabupaten Malang, Sumenep dan Banyuwangi. Namun demikian, jika memperhitungkan jumlah penduduk, belanja pertanian per kapita tertinggi terdapat di dua daerah perkotaan, yakni kota Batu dan Probolinggo. Meskipun tidak termasuk daerah dengan belanja per kapita tertinggi, beberapa daerah seperti Kabupaten Pacitan, Sumenep, dan Situbondo memiliki proporsi belanja pertanian diatas 4 persen dari total belanjanya. Angka ini sedikit dibawah proporsi belanja pertanian di Kota Batu dan Probolinggo, tapi diatas rata-rata daerah pada umumnya,
74Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 4 Analisis Sektoral
Gambar 4.34. Ada beberapa wilayah perkotaan yang memiliki belanja pertanian perkapita lebih tinggi dibandingkan kabupaten
Belanja Pertanian Pemerintah Daerah Per Kapita 2009 (Rp)Database PEA Jatim
Diatas 112.00034.000 - 112.00024.000 - 34.00016.000 - 24.000Dibaw ah 16.000
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
Baik provinsi maupun kabupaten/kota memiliki prioritas yang cukup besar pada sub-sektor pertanian tanaman pangan dibanding untuk perikanan/kelautan dan kehutanan/perkebunan. Pada tahun 2009, baik provinsi maupun kabupaten/kota mengalokasikan lebih dari setengah belanjanya di sektor pertanian untuk sub-sektor pertanian tanaman pangan (termasuk peternakan). Sub-sektor kehutanan dan perkebunan merupakan sub-sektor dengan proporsi belanja terkecil dalam komposisi belanja di dalam sektor pertanian. Untuk sektor perikanan dan kelautan, pemerintah provinsi memiliki proporsi lebih besar dibanding kabupaten/kota.
Gambar 4.35. Sebagian Besar belanja pertanian dialokasikan untuk belanja pertanian tanaman pangan (termasuk didalamnya peternakan)
52%40%
8%
Provinsi
70%
18%
12%
Kab/Kota
Pertanian
Perikanan dan Kelautan
Kehutanan dan Perkebunan
Sumber: Diolah dari database PEA, Universitas Brawijaya, 2011.
Proporsi belanja langsung pada belanja daerah (provinsi dan kabupaten/kota) untuk sektor pertanian sudah lebih besar dibanding belanja tidak langsung. Pada periode 2007, alokasi belanja langsung sektor pertanian sudah mencapai 73,4 persen dan mengalami peningkatan hingga 75,5 persen tahun 2010. Belanja tidak langsung (untuk gaji pegawai) secara rata-rata kurang dari 25 persen belanja pertanian. Kondisi ini cukup baik mengingat besarnya belanja langsung dapat memberikan peluang alokasi lebih besar untuk investasi pembangunan pertanian dibanding untuk kepentingan gaji aparatur. Meskipun belanja langsung cukup tinggi, namun lebih dari sepertiganya masih dibelanjakan untuk pegawai (honorarium), yakni rata-rata sebesar 37 persen. Angka ini masih lebih tinggi dari proporsi untuk belanja modal yang rata-rata hanya 27 persen.
75
Bab 4 Analisis Sektoral
Gambar 4.36. Belanja langsung sudah mendominasi belanja pertanian, namun proporsi belanja pegawai dalam belanja langsung masih lebih besar dari modal
26,6% 24,2% 26,2% 24,5%
73,4% 75,8% 73,8% 75,5%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Komposisi Belanja Langsung dan TIdak
Langsung dalam Belanja Sektor Pertanian
39,9% 36,4% 36,5% 33,0%
31,1% 39,0% 32,9% 42,9%
29,0% 24,7% 30,6% 24,1%
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
Program peningkatan kesejahteraan petani baru memperoleh prioritas pada tahun 2010. Pada periode tahun 2007 sampai 2008, prioritas program pemerintah daerah di Jawa Timur lebih banyak mengarah pada peningkatan ketahanan pangan (pertanian/perkebunan). Pada tahun 2009, prioritas bergeser ke pengembangan perikanan tangkap. Pada tahun 2010, program peningkatan perikanan tangkap masih memperoleh alokasi cukup besar, namun masih lebih kecil dibanding dengan program peningkatan kesejahteraan petani. Orientasi pemerintah daerah pada peningkatan produksi tidak serta merta mampu meningkatkan kesejahteraan petani, bahkan bisa berakibat sebaliknya jika pengendalian terhadap harga tidak dilakukan. Oleh karena itu, peningkatan belanja program peningkatan kesejahteraan petani merupakan langkah yang tepat dan sesuai dengan prioritas utama pembangunan sektor pertanian sebagaimana tertuang dalam RPJMD Jawa Timur periode 2009-2014.
Gambar 4.37. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani baru menjadi prioritas pada tahun 2010
-
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
2007 2008 2009 2010
Mil
iar
Rp
Program Lainnya
pencegahan dan penanggulangan penyakit ternak
peningkatan produksi hasil peternakan
Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan
pengembangan budidaya perikanan
optimalisasi pengelolaan dan pemasaran produksi perikanan
pengembangan agribisnis
Peningkatan Ketahanan Pangan (pertanian/perkebunan)
Peningkatan Kesejahteraan Petani
pengembangan perikanan tangkap
Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Dari sisi nilai produksi bruto, kinerja pertanian Jawa Timur cukup baik, namun perlu perbaikan pada sub-sektor non-tanaman pangan. Pertumbuhan riil sektor pertanian yang tetap positif, dan kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian daerah yang masih cukup tinggi menunjukkan kinerja sektor secara makro masih cukup baik. Namun demikian, dalam rangka revitalisasi sektor pertanian, pemerintah daerah di Jawa Timur perlu melakukan beberapa perbaikan sebagai berikut: (i) Mempertahankan kinerja produksi sub-sektor tanaman pangan, terutama padi yang sudah memiliki tingkat produktivitas per hektar tertinggi di Indonesia; (ii) melakukan revitalisasi pada sub-sektor perikanan dan peternakan yang mengalami penurunan angka pertumbuhan pada dua tahun terakhir;
76Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 4 Analisis Sektoral
(iii) menjaga stabilitas pertumbuhan produksi sektor kehutanan dan perkebunan melalui pengelolaan budidaya hasil hutan dan perkebunan yang lebih berkelanjutan.
Masalah kesejahteraan petani masih merupakan tantangan yang cukup tinggi di sektor pertanian. Sebagaimana terjadi pada umumnya di provinsi lain, tingkat upah pekerja di sektor pertanian di Jawa timur secara rata-rata masih paling rendah dibanding sektor lainnya. Disamping itu, persoalan peningkatan harga produk pertanian yang tidak sebanding dengan peningkatan harga barang input pertanian (misalnya pupuk, benih, dll) dan harga-harga kebutuhan pokok mengakibatkan peningkatan produksi pertanian kurang berdampak secara langsung pada peningkatan kesejahteraan petani. Upaya-upaya lebih konkrit untuk meningkatkan kesejahteraan petani perlu dilakukan, misalnya melalui peningkatan nilai tambah produksi pertanian, menjaga mata rantai pemasaran produk pertanian, atau dengan mendorong peningkatan kualitas kelembagaan pertanian.
Belanja pertanian secara riil cenderung stagnan dengan proporsi yang menurun. Di satu sisi belanja daerah (Provinsi+Kabupaten/Kota) untuk pertanian meningkat, namun di sisi lain belanja pertanian yang bersumber dari Dekon/TP mengalami penurunan. Kondisi ini yang mengakibatkan belanja publik (yang bersumber dari seluruh tingkatan pemerintahan) untuk sektor pertanian cenderung stagnan pada kisaran Rp 1,8 triliun. Kondisi ini belum seiring dengan petumbuhan total belanja pemerintah di Jawa Timur yang tiap tahun meningkat, sehingga secara proporsional belanja pertanian menjadi menurun. Dalam rangka meningkatkan nilai investasi, pemerintah daerah perlu meningkatkan belanja pertanian, minimal dengan menjaga proporsi belanja pertanian pada kisaran 4 persen, sehingga belanja pertanian dapat tetap meningkat seiring dengan peningkatan belanja total pemerintah di Jawa Timur.
Struktur belanja sektor pertanian di Jawa Timur sudah didominasi oleh belanja langsung, namun masih perlu perbaikan dalam komposisi belanja langsung. Proporsi belanja langsung (untuk program/kegiatan) sektor pertanian di Jawa Timur yang sudah jauh lebih tinggi (75%) dibanding belanja untuk gaji pegawai (25%). Namun demikian, alokasi belanja modal dalam belanja langsung masih sangat minim. Investasi modal sangat diperlukan dalam pembangunan sektor pertanian, terutama untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian serta pemasaran.
Perlu peningkatan kerjasama Dinas Pertanian dan Dinas Pekerjaan Umum untuk menangani masalah pemeliharaan irigasi di Jawa Timur. Dalam rangka meningkatkan produktivitas padi di Jawa Timur, pemerintah daerah di Jawa Timur perlu mendorong kerjasama dan koordinasi yang baik antara Dinas Pertanian dengan Dinas Pekerjaan umum, khususnya yang menangani pengairan dan pemeliharaan irigasi.
77
Bab 4 Analisis Sektoral
Bab 5 Pengelolaan Keuangan
Daerah Provinsi Jawa Timur
80Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur
5.1 Pendahuluan15
Analisa pengelolaan keuangan daerah didasarkan pada hasil penilaian PKD. Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) merupakan serangkaian proses mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, sampai evaluasi dan pertanggungjawaban keuangan. Penilaian kapasitas PKD bertujuan untuk melihat sejauh mana PKD di Provinsi Jawa Timur sesuai dengan mandat peraturan perundangan yang berlaku atau mengarah pada praktik terbaik pengelolaan keuangan publik. Penilaian PKD di Jawa Timur dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2011 meliputi 1 pemerintah provinsi dan 3 pemerintah kabupaten/kota. Alat penilaian yang digunakan adalah alat yang dikembangkan oleh Kementerian Dalam Negeri dan Bank Dunia berupa penilaian balance scorecard pada 9 bidang strategis PKD, yakni kerangka peraturan perundangan daerah, perencanaan dan penganggaran, pengelolaan kas, pengadaan barang/jasa, akuntansi dan pelaporan, pengawasan internal, hutang dan investasi publik, pengelolaan aset, serta audit dan pengawasan eksternal.
Kesembilan bidang PKD tersebut masing-masing dirinci menjadi beberapa sub-bidang, yang kemudian dijelaskan oleh beberapa indikator. Secara keseluruhan, 9 bidang PKD dirinci ke dalam 25 sub-bidang, dan total 144 indikator. Sebagai contoh, bidang perencanaan dan penganggaran dirinci menjadi tiga sub-bidang yakni: (i) adanya perencanaan dan penganggaran multi-tahun; (ii) target anggaran yang layak dan berdasarkan proses penyusunan anggaran yang realistis; dan (iii) adanya sistem pemantauan dan evaluasi partisipatif yang komprehensif dalam proses perencanaan dan penganggaran. Ketiga sub-bidang tersebut, diuraikan ke dalam total 16 indikator.
Secara umum, Pemda Provinsi Jawa Timur telah mencapai skor 79 persen dalam bidang pengelolaan keuangan daerah, sementara itu 3 kabupaten/kota sampel hanya mencapai skor rata-rata 68,6 persen. Namun demikian ketiga kabupaten/kota telah mencapai skor di atas 60 persen, dengan skor terendah diperoleh Kota Batu (63,7%) dan tertinggi Kota Surabaya (77,5%).
Di antara 9 bidang PKD, terdapat 4 bidang yang memiliki skor relatif berimbang antara Pemprov dengan 3 Pemkab/Pemkot yakni bidang: (i) pengelolaan kas; (ii) akuntansi dan pelaporan; (iii) hutang, hibah, dan investasi; serta (iv) pengadaan barang dan jasa. Pemprov Jawa Timur memiliki skor lebih tinggi daripada Pemkab/Pemkot dalam 4 bidang lainnya yakni bidang: (i) pengelolaan aset, (ii) audit eksternal, (iii) kerangka peraturan, dan (iv) internal audit. Sementara itu, Pemkab/Pemkot memiliki skor lebih tinggi dalam satu bidang tersisa yakni perencanaan dan penganggaran.
15 Analisis kapasitas pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan di Bab 5 mengacu pada kerangka kerja survei PFM (Public Financial Management), kecuali bila disebutkan terpisah. Lihat lampiran B.2. untuk keterangan lebih lanjut tentang metodologi
Gambar 5.1. Kinerja PKD di Provinsi Jawa Timur
63,7%
64,8%
68,6%
77,5%
79,0%
Kota Batu
Tulungagung
Rata-rata 3 Kab/Kota
Kota Surabaya
Provinsi
Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.
Gambar 5.2. Kinerja PKD di Provinsi Jawa Timur Dirinci Berdasarkan 9 Bidang
0%
50%
100%Kerangka Peraturan
Perencanaan & Penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang & Jasa
Akuntansi & PelaporanInternal Audit
Hutang, Hibah, & Investasi
Pengelolaan Aset
Audit Eksternal
Pemerintah Provinsi Rata-rata 3 Kabupaten/Kota
Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.
81
Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur
5.2 Kerangka Peraturan Perundangan Daerah
Bidang peraturan perundangan daerah merupakan salah satu bidang dengan skor paling rendah yakni rata-rata di 3 kabupaten/kota hanya 42 persen. Kota Batu bahkan hanya memperoleh skor 38 persen, sementara itu Pemerintah Provinsi Jawa Timur memperoleh skor tertinggi 71,4 persen.
Berdasarkan Tabel 5.1, rendahnya skor tersebut terutama karena rendahnya kinerja PKD pada dua sub-bidang yakni: (i) kerangka peraturan untuk meningkatkan transparansi dan partisipasi publik, yang diindikasikan dengan adanya Perda mengenai partisipasi dan transparansi; serta (ii) adanya kerangka peraturan daerah yang komprehensif mengenai PKD, khususnya diindikasikan dengan adanya Perda mengenai SPM dan Analisis Standar Belanja.
Khusus untuk sub-bidang transparansi dan partisipasi publik, perlu mendapat penekanan karena data menunjukkan tidak satu kabupaten/kota pun yang telah memiliki Perda tersebut.
Tabel 5.1. Kinerja PKD Bidang Peraturan Perundangan dirinci berdasarkan sub-bidang
BIDANG 1: KERANGKA PERATURAN
PERUNDANGAN DAERAHPemerintah
Provinsi
Jawa Timur
Pemerintah
Kabupaten
Tulungagung
Pemerintah
Kota
Surabaya
Pemerintah
Kota Batu
Rata-rata
sub-bidang
Kerangka Peraturan Perundangan Daerah Mengenai Penegakan Hukum dan Struktur Organisasi yang Efektif
100,00% 100,00% 91,67% 66,67% 89,58%
Adanya Kerangka Peraturan Perundangan Daerah yang komprehensif sebagaimana diamanatkan oleh kerangka hukum nasional mengenai PKD
73,33% 66,67% 46,67% 40,00% 56,67%
Kerangka Peraturan Perundangan Daerah Mencakup Ketentuan-Ketentuan untuk Meningkatkan Transparansi dan Partisipasi Masyarakat
33,33% 0,00% 0,00% 0,00% 8,33%
Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.
Meskipun skor dalam bidang peraturan perundangan belum terlalu tinggi, namun terdapat beberapa perkembangan yang cukup menggembirakan. Perkembangan positif tersebut antara lain telah disahkannya Perda-Perda mengenai: (i) SOTK, (ii) kebijakan akuntansi daerah, (iii) pengelolaan keuangan daerah, dan (iv) standar harga.
Gambar 5.3. Kinerja PKD Bidang Kerangka Peraturan Daerah
38,1%
42,3%
46,4%
61,9%
71,4%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%
Kota Batu
Rata-rata 3 Kabupaten/Kota
Kota Surabaya
Kab. Tulungagung
Pemerintah Provinsi
Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.
82Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur
5.3 Perencanaan dan Penganggaran
Bidang perencanaan dan penganggaran merupakan salah satu bidang yang rata-rata skornya di level kabupaten/kota lebih tinggi daripada di level provinsi. Rata-rata 3 kabupaten/kota memperoleh skor 68,8 persen sedangkan provinsi hanya 52,9 persen. Di antara empat Pemda tersebut, Kota Surabaya memperoleh skor tertinggi (76,4%) dan Kabupaten Tulungagung dengan skor terendah (50%).
Provinsi Jawa Timur memiliki 6 indikator bidang perencanaan yang skornya masih rendah. Keenam indikator itu adalah: (i) belum dimilikinya dokumen Analisis Standar Belanja; (ii) Sudah adanya keterlibatan masyarakat dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan SKPD walaupun masih belum optimal; (iii) perbedaan realisasi APBD tahun lalu dengan total belanja APBD melebihi 10 persen; (iv) rata-rata defi sit realisasi anggaran selama 3 tahun terakhir melebihi 3 persen PDRB; (v) proses perencanaan anggaran belum mencakup komponen partisipatif; dan (vi) perbedaan antara APBD induk dengan APBD-P 2010 melebihi 10 persen.
Dari keenam indikator yang skornya masih rendah di tingkat Pemprov Jawa Timur tersebut, Analisis Standar Belanja, partisipasi masyarakat dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan SKPD, dan perbedaan realisasi dan APBD murni yang lebih dari 10 persen, merupakan tiga indikator bidang perencanaan dan penganggaran yang masih harus ditingkatkan juga di tiga kabupaten/kota. Dua masalah yang pertama merupakan akibat langsung dari belum diterbitkannya peraturan perundangan daerah mengenai SPM dan Analisis Standar Belanja, serta partisipasi masyarakat di daerah tersebut.
Disamping beberapa indikator kinerja bidang perencanaan dan penganggaran yang masih memiliki skor rendah, terdapat beberapa perkembangan positif dalam bidang ini. Perkembangan positif tersebut antara lain meliputi: (i) RKA-SKPD sudah memuat indikator-indikator hasil yang terukur dan merujuk pada KUA/PPA; (ii) KUA dan PPAS telah mencakup indikator yang dapat diukur; (iii) KUA dan PPA disusun sebelum proses RKA; (iv) Perubahan anggaran tahun berjalan dilakukan berdasarkan alasan yang jelas sesuai dengan peraturan yang didukung oleh LRA semester I; (v) Renstra dan Renja SKPD telah memuat pagu indikatif (proyeksi biaya) dan mempertimbangankan keterbatasan sumber daya; serta (vi) Terdapat proses evaluasi kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA dan PPAS.
Berdasarkan analisis pada level sub-bidang, diperoleh kesimpulan bahwa sub-bidang pemantauan dan evaluasi partisipatif menjadi komponen yang memiliki skor paling rendah. Semua daerah kecuali Pemerintah Provinsi Jawa Timur memiliki skor di bawah 50 persen. Hal ini nampaknya sejalan dengan temuan pada bidang kerangka peraturan daerah tentang PKD, yakni belum adanya kerangka regulasi mengenai partisipasi masyarakat dalam PKD.
Gambar 5.4. Kinerja PKD Bidang Perencanaan dan Penganggaran
50,0%
52,9%
61,1%
68,8%
76,4%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Kab. Tulungagung
Pemerintah Provinsi
Kota Batu
Rata-rata 3 Kabupaten/Kota
Kota Surabaya
Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.
83
Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur
Tabel 5.2. Kinerja PKD Bidang Perencanaan dan Penganggaran dirinci berdasarkan sub-bidang
BIDANG 2: PERENCANAAN DAN
PENGANGGARAN
Pemerintah
Kota
Surabaya
Pemerintah
Kota Batu
Pemerintah
Provinsi
Jawa Timur
Pemerintah
Kabupaten
Tulungagung
Rata-rata
sub-bidang
Tersusunnya perencanaan dan penganggaran multi-tahun 80,00% 72,00% 72,00% 60,00% 71,00%
Target Anggaran yang Layak dan Berdasarkan Proses Penyusunan Anggaran yang Realistis 80,00% 60,00% 40,00% 60,00% 60,00%
Sistem Pemantauan dan Evaluasi Partisipatif yang Komprehensif dalam Proses Perencanaan dan Penganggaran Telah Terbentuk
67,50% 48,75% 45,00% 25,00% 46,56%
Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.
5.4 Pengelolaan Kas Daerah
Pengelolaan kas daerah merupakan bidang yang memiliki skor tertinggi daripada bidang lainnya. Pemerintah Provinsi Jawa Timur memiliki skor tertinggi (94,6) dalam bidang ini sementara itu Kabupaten Tulungagung dengan skor terendah yakni 82,1 persen, yang relatif masih cukup tinggi daripada skor yang diperolehnya pada bidang-bidang lain.
Bidang pengelolaan kas daerah memiliki skor yang tertinggi daripada bidang-bidang lain karena semua daerah memiliki skor tinggi dalam keempat sub-bidang yakni: (i) peningkatan dan penanganan manajemen pendapatan; (ii) kebijakan, prosedur, dan pengendalian untuk mendorong pengelolaan kas yang efi sien telah dibentuk; (iii) penerimaan kas, pembayaran kas, serta surplus kas temporer dikelola dan dikendalikan secara efi sien; dan (iv) terdapat sistem penagihan dan pemungutan pendapatan daerah yang efi sien.
Skor yang tinggi pada level sub-bidang tersebut disumbang oleh 18 indikator, yang antara lain: ada peningkatan realisasi penerimaan pajak dan retribusi daerah selama 3 tahun terakhir secara riil, dasar penetapan pajak pendapatan daerah diverifi kasi setiap tahun, Pemda telah menganalisis potensi PAD untuk perhitungan target pendapatan, dan seluruh Pendapatan Asli Daerah disetor ke rekening kas umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja.
Gambar 5.5. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Kas Daerah
82,1%
85,7%
89,3%
92,9%
94,6%
75%8 0% 85%9 0% 95% 100%
Kab. Tulungagung
Kota Batu
Rata-rata 3 Kabupaten/Kota
Kota Surabaya
Pemerintah Provinsi
Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.
84Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur
Tabel 5.3. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Kas dirinci berdasarkan sub-bidang
BIDANG 3: PENGELOLAAN KAS
Pemerintah
Provinsi
Jawa Timur
Pemerintah
Kota
Surabaya
Pemerintah
Kota Batu
Pemerintah
Kabupaten
Tulungagung
Rata-rata
sub-bidang
Peningkatan dan Penanganan Manajemen Pendapatan 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%
Kebijakan, Prosedur, dan Pengendalian untuk Mendorong Pengelolaan Kas yang Efi sien Telah Dibentuk
95,45% 100,00% 81,82% 100,00% 94,32%
Penerimaan Kas, Pembayaran Kas, Serta Surplus Kas Temporer Dikelola dan Dikendalikan Secara Efi sien
100,00% 85,71% 85,71% 85,71% 89,29%
Terdapat Sistem Penagihan dan Pemungutan Pendapatan Daerah yang Efi sien 85,71% 85,71% 85,71% 42,86% 75,00%
Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.
Meskipun secara umum skor pada bidang pengelolaan kas daerah sudah baik, namun masih terdapat masing-masing satu indikator di level provinsi dan kabupaten/kota yang masih harus diperbaiki. Di level Pemerintah Provinsi Jawa Timur, rekening bank yang terkait dengan pendapatan daerah masih belum direkonsiliasi setiap hari oleh Bendahara Umum Daerah. Sementara itu, di ketiga kabupaten/kota, masih terdapat kasus rancangan peraturan mengenai pajak dan retribusi daerah yang ditolak oleh pemerintah (Kementerian Dalam Negeri/Kementerian Keuangan).
5.5 Pengadaan Barang dan Jasa
Analisis kinerja PKD bidang pengadaan barang dan jasa diarahkan untuk meningkatkan efi siensi dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa daerah yang menghasilkan peningkatan kompetisi, menyediakan peningkatan nilai uang (penghematan) belanja daerah, menciptakan transparansi yang lebih baik, serta menghasilkan akuntabilitas yang lebih baik. Untuk mengukur kinerja PKD pada bidang ini terdapat 6 indikator yang dianalisis. Skor PKD bidang pengadaan barang dan jasa berturut-turut adalah 94 persen untuk Kota Surabaya, 88 persen untuk Pemprov Jawa Timur, dan 69 persen untuk Kota Batu dan Kabupaten Tulungagung.
Secara umum, Keempat Pemda memiliki kinerja yang baik pada 10 dari 16 indikator tersebut. Di antaranya adalah diketahui bahwa daerah: (i) melaksanakan proses pengadaan dengan dilakukan oleh pejabat yang telah memiliki sertifi kat pengadaan barang/jasa serta menandatangani pakta integritas; (ii) proses tender tercatat, diumumkan terbuka melalui media cetak dan internet, dan dilaksanakan tepat waktu; serta (iii) dokumen penawaran dan kontrak kerja jelas dan sesuai dengan nilai kepatutan.
Meskipun secara umum kinerja PKD bidang pengadaan barang dan jasa telah cukup baik, namun masih terdapat beberapa indikator yang perlu untuk diperbaiki. Di antaranya adalah masih belum dilakukannya sistem pengawasan/audit oleh Penanggung Jawab Anggaran atas pengadaan barang yang dilaksanakan melalui swakelola.
Gambar 5.6. Kinerja PKD Bidang Pengadaan Barang dan Jasa
68,8%
68,8%
81,3%
87,5%
93,8%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Kota Batu
Kab. Tulungagung
Rata-rata 3 Kabupaten/Kota
Pemerintah Provinsi
Kota Surabaya
Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.
85
Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur
5.6 Akuntansi dan Pelaporan
Kinerja keempat Pemda yang di survei tidak berbeda jauh. Kinerja PKD bidang akuntansi dan pelaporan di keempat Pemda relatif hanya berbeda sekitar 11 poin dari skor terkecil yakni Kota Batu (67%) dengan skor tertinggi yakni Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kota Surabaya (78%).
Dari keempat sub-bidang tersebut, diketahui bahwa keempat daerah perlu untuk lebih meningkatkan lagi kapasitas SDM dan kelembagaan yang memadai untuk fungsi akuntansi dan keuangan. Keempat Pemda hanya memiliki skor 50 persen atau lebih rendah. Kinerja PKD bidang akuntansi dan pelaporan diarahkan untuk menilai empat sasaran yakni: (i) seluruh transaksi dan saldo keuangan pemerintah daerah dicatat secara akurat dan tepat waktu; (ii) sistem informasi akuntansi dan manajemen sudah terintegrasi; (iii) terdapat laporan keuangan dan informasi manajemen anggaran yang dapat diandalkan; dan (iv) adanya kapasitas SDM dan kelembagaan yang memadai untuk fungsi akuntansi dan keuangan.
Tabel 5.4. Kinerja PKD Bidang Akuntansi dan Pelaporan dirinci berdasarkan sub-bidang
BIDANG 5: AKUNTANSI DAN PELAPORAN
Pemerintah
Provinsi
Jawa Timur
Pemerintah
Kota
Surabaya
Pemerintah
Kabupaten
Tulungagung
Pemerintah
Kota Batu
Rata-rata
sub-bidang
Seluruh Transaksi dan Saldo Keuangan Pemerintah Daerah Dicatat Secara Akurat dan Tepat Waktu
90,00% 100,00% 100,00% 100,00% 97,50%
Sistem Informasi Akuntansi dan Manajemen Sudah Terintegrasi 100,00% 87,50% 62,50% 50,00% 75,00%
Terdapat Laporan Keuangan dan Informasi Manajemen Anggaran yang Dapat Diandalkan 75,00% 75,00% 75,00% 75,00% 75,00%
Adanya Kapasitas SDM dan Kelembagaan yang Memadai untuk Fungsi Akuntansi dan Keuangan 50,00% 50,00% 40,00% 40,00% 45,00%
Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.
Persoalan masih rendahnya kapasitas SDM dan kelembagaan ini antara lain diindikasikan oleh beberapa indikator. Indikator tersebut adalah: (i) Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD tidak berlatar belakang pendidikan akuntansi; (ii) daerah belum memiliki manual akuntansi sebagai pedoman pelaksanaan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan; (iii) masing-masing kepala bagian/bidang dalam DPPKAD adalah bukan berlatar belakang pendidikan akuntansi atau manajemen keuangan; dan (iv) staf DPPKAD yang merupakan lulusan D3 akuntansi atau lebih tinggi jumlahnya masih kurang dari 10 persen.
5.7 Internal Audit
Skor PKD dalam bidang internal audit memiliki rentang perbedaan antar daerah yang cukup tinggi hingga sekitar 22 persen.Kinerja internal audit Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah mencapai skor 85 persen namun di sisi lain, Kota Batu hanya memperoleh skor 63 persen. Secara umum, memang skor bidang internal audit di level kabupaten/kota, lebih rendah dibandingkan delapan bidang PKD lainnya.
Gambar 5.7. Kinerja PKD Bidang Akuntansi dan Pelaporan
66,7%
69,4%
72,2%
77,8%
77,8%
0% 20%4 0% 60%8 0% 100%
Kota Batu
Kab. Tulungagung
Rata-rata 3 Kabupaten/Kota
Pemerintah Provinsi
Kota Surabaya
Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.
86Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur
Sistem internal audit di daerah masih bersifat reaktif daripada preventif. Hal ini dapat disimpulkan dari tiga sub-bidang yang menggambarkan kinerja PKD bidang internal audit, yaitu: (i) temuan audit internal ditindaklanjuti dengan segera; (ii) standar dan prosedur audit internal yang diaplikasikan dapat diterima; dan (iii) ditetapkan dan terpeliharanya fungsi internal audit yang efektif dan efi sien. Hal ini diindikasikan dengan skor yang sempurna pada sub-bidang pertama (100%), namun masih cukup rendah pada sub-bidang ketiga (69%).
Tabel 5.5. Kinerja PKD Bidang Pengawasan Intern dirinci berdasarkan sub-bidang
BIDANG 6: PENGAWASAN INTERN
Pemerintah
Provinsi
Jawa Timur
Pemerintah
Kabupaten
Tulungagung
Pemerintah
Kota
Surabaya
Pemerintah
Kota Batu
Rata-rata
sub-bidang
Temuan Audit Internal Ditindaklanjuti dengan Segera 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%
Standar dan Prosedur Audit Internal yang Diaplikasikan Dapat Diterima 91,67% 100,00% 66,67% 62,50% 80,21%
Ditetapkan dan terpeliharanya fungsi internal audit yang efektif dan efi sien 77,78% 66,67% 77,78% 55,56% 69,44%
Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.
Sistem audit internal daerah pada dasarnya bertumpu pada tugas pokok dan fungsi dari Bawasda (Badan Pengawasan Daerah). Survei menunjukkan ternyata jumlah staf Bawasda yang mempunyai latar belakang akuntansi masih kurang dari 50 persen demikian pula dengan jumlah staf yang berkualifi kasi Jabatan Fungsional Auditor.
5.8 Hutang, Hibah, dan Investasi
Kinerja pengelolaan hutang, hibah, dan investasi cenderung lebih baik dibandingkan bidang lainnya. Dibandingkan dengan 8 bidang PKD lainnya, kinerja PKD bidang hutang, hibah, dan investasi sebenarnya telah memiliki skor yang baik. Namun terdapat kesenjangan yakni semua daerah telah memiliki skor di atas 80 persen, sementara itu Kabupaten Tulungagung hanya memiliki skor 50 persen.
Analisis kinerja PKD dalam bidang hutang, hibah, dan investasi diarahkan pada dua sub-bidang yakni: (i) kebijakan, prosedur dan pengelolaan penerimaan hibah telah ditetapkan dan dilaksanakan, dan (ii) kebijakan, prosedur, serta pengendalian dan pinjaman investasi daerah yang memperhitungkan risiko telah ditetapkan dan dilaksanakan. Dari kedua sub-bidang itu, 4 dari 5 daerah yang disurvei memiliki kinerja PKD yang baik.
Gambar 5.8. Kinerja PKD Bidang Internal Audit
63,2%
69,9%
76,5%
76,5%
85,3%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Kota Batu
Rata-rata 3 Kabupaten/Kota
Kota Surabaya
Kab. Tulungagung
Pemerintah Provinsi
Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.
87
Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur
Tabel 5.6. Kinerja PKD Bidang Hutang dan Investasi Publik dirinci berdasarkan sub-bidang
BIDANG 7: HUTANG DAN INVESTASI PUBLIK
Pemerintah
Kota
Surabaya
Pemerintah
Provinsi
Jawa Timur
Pemerintah
Kota Batu
Pemerintah
Kabupaten
Tulungagung
Rata-rata
sub-bidang
Kebijakan, Prosedur, serta Pengendalian dan Pinjaman Investasi Daerah yang Memperhitungkan Resiko Telah Ditetapkan dan Dilaksanakan
100,00% 100,00% 60,00% 100,00% 90,00%
Kebijakan, Prosedur dan Pengelolaan Penerimaan Hibah telah ditetapkan dan dilaksanakan
80,00% 60,00% 100,00% 0,00% 60,00%
Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.
Ada good practice yang dilakukan oleh keempat Pemda yang disurvei. Hal ini diindikasikan oleh 3 indikator sebagai berikut: (i) DPRD memberikan persetujuan atas transaksi investasi jangka panjang dengan keputusan DPRD; (ii) kebijakan pengelolaan investasi daerah telah dilaksanakan sesuai kerangka kebijakan nasional; dan (iii) transaksi pinjaman dan investasi ke BUMD telah disajikan dalam laporan keuangan.Dibandingkan dengan Pemda yang disurvei, Tulungagung memiliki kinerja yang lebih rendah. Terdapat 5 indikator yang mengakibatkan rendahnya kinerja Kabupaten Tulungagung, yakni: (i) belum dilakukannya publikasi informasi terhadap penerimaan dan kegiatan yang dibiayai dari Hibah; (ii) dana pendamping pelaksanaan penerimaan hibah belum tercantum dalam DPA SKPKD; (iii) belum adanya peraturan mengenai penerimaan, pencatatan, pengelolaan dan pelaporan hibah, baik penerimaan hibah maupun pemberian hibah; (iv) transaksi hibah belum dicatat berdasarkan dokumen yang valid (akta hibah); dan (v) transaksi hibah belum dicatat dalam laporan realisasi anggaran dan catatan atas laporan keuangan.
5.9 Pengelolaan Aset
Terdapat kesenjangan antar daerah yang cukup berarti dalam kinerja PKD bidang pengelolaan aset. Kota Surabaya dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah memperoleh skor 80 persen sementara itu daerah lainnya hanya memperoleh skor sekitar 60 persen.
Analisis kinerja PKD bidang pengelolaan aset dilakukan terhadap 3 sub-bidang sebagaimana dalam Tabel 5.7. Dalam 3 sub-bidang tersebut, diketahui bahwa daerah telah memiliki kinerja yang baik dalam sub-bidang pertama yakni daerah telah memiliki kebijakan, sistem dan prosedur pencatatan, perolehan, penilaian, pemindahtangan dan penghapusan dan pelaporan barang daerah yang efektif. Namun sebaliknya, daerah belum memiliki kebijakan yang mengatur penggunaan dan pemanfaatan aset daerah yang mendukung tertib pengelolaan aset daerah (sub-bidang 3).
Gambar 5.9. Kinerja PKD Bidang Hutang, Hibah, dan Investasi
Rata-rata 3 Kabupaten/Kota
50,0%
80,0%
80,0%
85,0%
90,0%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Kab. Tulungagung
Pemerintah Provinsi
Kota Batu
Kota Surabaya
Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.
88Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur
Tabel 5.7. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Aset dirinci berdasarkan sub-bidang
BIDANG 8: PENGELOLAAN ASET
Pemerintah
Kota
Surabaya
Pemerintah
Provinsi
Jawa Timur
Pemerintah
Kabupaten
Tulungagung
Pemerintah
Kota Batu
Rata-rata
sub-bidang
Terdapat kebijakan, sistem dan prosedur pencatatan, perolehan, penilaian, pemindahtangan dan penghapusan dan pelaporan barang daerah yang efektif
100,00% 83,33% 77,78% 77,78% 84,72%
Kebijakan dan prosedur pemeliharaan aset dilakukan dan terintegrasi dengan proses perencanaan daerah untuk memastikan kondisi aset selalu siap digunakan
100,00% 87,50% 77,50% 50,00% 78,75%
Terdapat kebijakan yang mengatur penggunaan dan pemanfaatan aset daerah yang mendukung tertib pengelolaan aset daerah
42,86% 71,43% 28,57% 28,57% 42,86%
Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.
Rendahnya kinerja daerah pada sub-bidang 3 diindikasikan oleh bad practice yang terjadi di keempat daerah yaitu: (i) pemanfaatan barang milik daerah, kerjasama pemanfaatan atau bangun serah guna, bangun guna serah dilaksanakan tanpa melalui proses tender; dan (ii) daerah belum melakukan penilaian Aset Daerah khususnya terhadap barang yang akan dimanfaatkan dalam rangka bangun serah guna atau bangun guna serah.
5.10 Audit Eksternal
Kinerja PKD bidang audit eksternal juga merupakan bidang yang memiliki kesenjangan yang tinggi antar daerah. Kota Surabaya dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur kembali memiliki skor yang lebih baik daripada 2 daerah lainnya. Namun demikian, secara keseluruhan kinerja PKD bidang audit eksternal masih lebih rendah daripada beberapa bidang PKD lainnya seperti pengelolaan kas dan akuntansi dan pelaporan.
Analisis kinerja PKD bidang audit eksternal diarahkan pada dua sub-bidang yakni efektivitas pemantauan dan rutinitas pemantauan keuangan daerah. Menurut dua kategori itu, dapat disimpulkan bahwa kinerja pengelolaan keuangan daerah cukup baik ditinjau dari sisi efektivitasnya daripada dari sisi rutinitasnya. Hal ini mungkin karena adanya peran BPK yang secara efektif akan menindaklanjuti setiap temuan yang ada.
Tabel 5.8. Kinerja PKD Bidang Audit dan Pengawasan Eksternal dirinci berdasarkan sub-bidang
BIDANG 9: AUDIT DAN PENGAWASAN
EKSTERNAL
Pemerintah
Provinsi
Jawa Timur
Pemerintah
Kota
Surabaya
Pemerintah
Kabupaten
Tulungagung
Pemerintah
Kota Batu
Rata-rata
sub-bidang
Adanya pemantau independen yang efektif terhadap manajemen keuangan daerah 100,00% 80,00% 80,00% 80,00% 85,00%
Audit Eksternal Rutin Menjamin Efektivitas dan Akuntabilitas Pemerintah Daerah 66,67% 50,00% 50,00% 33,33% 50,00%
Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.
Gambar 5.10. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Aset
55,0%
60,5%
67,5%
80,0%
80,0%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Kota Batu
Kab. Tulungagung
Rata-rata 3 Kabupaten/Kota
Pemerintah Provinsi
Kota Surabaya
Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.
89
Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur
Secara keseluruhan terdapat good & bad practice PKD dalam bidang audit eksternal. Good practice diindikasikan dengan adanya praktik yang dilakukan oleh keempat daerah dalam bentuk: (i) DPRD memberikan persetujuan terhadap rancangan peraturan daerah tentang Perubahan APBD setelah Perda LPJ disetujui; (ii) DPRD melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi atau dukungan atas tindak lanjut terhadap temuan BPK; (iii) DPRD mengadakan rapat koordinasi dengan setiap SKPD dalam rangka pengawasan pelaksanaan APBD; (iv) gubernur/bupati/walikota menindaklanjuti temuan audit BPK; dan (v) Laporan keuangan tahunan disampaikan kepada BPK paling lambat tanggal 31 Maret pada tahun anggaran berikutnya. Namun demikian masih ada bad practice yang dilakukan keempat daerah yakni: (i) informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) belum dipublikasikan pada media massa setempat dan elektronik; dan (ii) Laporan Keuangan belum dipublikasikan misalnya melalui media massa setempat dan pada papan pengumuman resmi atau melalui website.
5.11 Hasil Laporan Audit BPK Terhadap Laporan Keuangan Daerah tahun 2005-2010
Sebagian besar Laporan Keuangan Pemerintah di Jawa Timur mendapat status Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Jika merujuk kepada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK Semester I tahun 2011, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar Laporan Keuangan Pemda di Jawa Timur pada periode 2005-2010 diberi status WDP, kecuali untuk laporan tahun 2007 yang hampir semuanya memiliki status Tidak Wajar (TW).
Gambar 5.12. Status Laporan Keuangan Daerah berdasarkan audit BPK 2005-2010 untuk pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur
00 0
62 1
35
37
51 0
22
33
2
28
3632
11 00 0
6
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Hasil audit BPK dari tahun 2005-2010 menunjukkan bahwa sebagian
besar pemda di Provinsi Jawa Timur memiliki status hasil audit WDP,
kecuali pada tahun 2007 yakni TW
TMPT WW DP WTP
Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I BPK, tahun 2011.Catatan: TMP Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer) WDP Wajar Dengan Pengecualian (Qualifi ed) TW Tidak Wajar (Adverse) WTP Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualifi ed)
Gambar 5.11. Kinerja PKD Bidang Audit Eksternal
63,7%
64,8%
70,6%
77,5%
79,0%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Kota Batu
Kab. Tulungagung
Rata-rata 3 Kabupaten/Kota
Kota Surabaya
Pemerintah Provinsi
Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia.
90Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur
Tabel 5.9. Hasil Audit BPK terhadap Laporan Keuangan Daerah periode 2005-2010
No Pemerintah Daerah 2005 2006 2007 2008 2009 2010
1 Prov. Jawa Timur WDP WDP TW WDP WDP WTP
2 Kab. Bangkalan WDP TW WDP WDP WTP
3 Kab. Pacitan WDP WDP WDP WDP WDP WTP
4 Kab. Tulungagung WDP WDP TW WDP WDP WTP
5 Kota Blitar WDP TW WDP WDP WTP
6 Kota Mojokerto WDP TW WDP WDP WTP
7 Kab. Banyuwangi TW TW TMP WDP WDP
8 Kab. Blitar WDP WDP TW WDP WDP WDP
9 Kab. Bojonegoro WDP TW TW WDP WDP
10 Kab. Bondowoso WDP TW WDP WDP WDP
11 Kab. Gresik WDP TW WDP WDP WDP
12 Kab. Jember TW TW TW TW WDP WDP
13 Kab. Jombang WDP WDP WDP WDP WDP WDP
14 Kab. Kediri WDP WDP TW WDP WDP WDP
15 Kab. Lamongan WDP WDP TW WDP WDP WDP
16 Kab. Lumajang WTP WDP TW WDP WDP WDP
17 Kab. Madiun WDP WDP TW WDP WDP WDP
18 Kab. Magetan WDP WDP TW WDP WDP WDP
19 Kab. Malang WDP WDP TW WDP WDP WDP
20 Kab. Mojokerto WDP WDP TW WDP WDP WDP
21 Kab. Nganjuk WDP WDP TW WDP WDP WDP
22 Kab. Ngawi WDP WDP TW WDP WDP WDP
23 Kab. Pamekasan WDP TW WDP WDP WDP
24 Kab. Pasuruan TW TW TW TMP WDP WDP
25 Kab. Ponorogo WDP WDP TW TMP WDP WDP
26 Kab. Probolinggo WDP WDP TW WDP WDP WDP
27 Kab. Sampang WDP WDP TW TW WDP WDP
28 Kab. Sidoarjo WDP TW WDP TMP WDP
29 Kab. Situbondo WDP WDP TW TW WDP WDP
30 Kab. Sumenep WDP WDP TW WDP WDP WDP
31 Kab. Trenggalek WDP WDP TW TMP WDP WDP
32 Kab. Tuban TW TW TW WDP WDP WDP
33 Kota Kediri WDP TW TW WDP WDP
34 Kota Madiun WDP TW WDP WDP WDP
35 Kota Malang TW TW WDP WDP WDP
36 Kota Pasuruan WDP WDP TW WDP WDP WDP
37 Kota Probolinggo WDP TW WDP WDP WDP
38 Kota Surabaya WDP WTP TW TMP TW WDP
39 Kota Batu WDP WDP TW TMP TMP TMPSumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I BPK, tahun 2011.
91
Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur
Hasil pemeriksaan BPK cenderung konsisten dengan hasil survei PKD. Dari keempat Pemda yang disurvei, diketahui bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kabupaten Tulungagung mengalami grafi k yang meningkat secara signifi kan dari status TW pada tahun 2007 menjadi WDP dan kemudian WTP pada tahun 2010. Sementara itu, Kota Surabaya cenderung memiliki status berfl uktuasi, dan yang terburuk adalah Kota Batu karena stagnan mendapat status TMP dari BPK sejak 2008 sampai 2010. Hasil ini konsisten dengan hasil survei PKD yang telah dilakukan.
Tabel 5.10. Hasil audit BPK untuk provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur 2005-2010
No Nama Daerah 2005 2006 2007 2008 2009 2010
1 Prov. Jawa Timur WDP WDP TW WDP WDP WTP
2 Kota Surabaya WDP WTP TW TMP TW WDP
3 Kab. Tulungagung WDP WDP TW WDP WDP WTP
4 Kota Batu WDP WDP TW TMP TMP TMPSumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I BPK, tahun 2011.
Kotak 5.1. Hasil Survei PKD Unibraw
Sebagai perbandingan terhadap hasil survei PKD dan hasil audit BPK yang telah dipaparkan di atas, dalam kotak berikut ini akan dirangkum laporan penelitian FE Unibraw yang melakukan penilaian PKD terhadap 33 kabupaten/kota di Jawa Timur. Laporan tersebut didasarkan kepada hasil pengisian kuesioner yang dilakukan oleh perwakilan pejabat pemerintah daerah dari 33 kabupaten/kota yang hadir dalam FGD yang diadakan untuk mengidentifi kasi permasalahan atau hambatan utama dalam mewujudkan praktek PKD yang terbaik. Ada lima bidang utama dalam PKD yang ditanyakan dalam kuesioner, yaitu: (i) kerangka kerja peraturan daerah, (ii) perencanaan dan penganggaran, (iii) manajemen kas, (iv) pengadaan, dan (v) akuntansi dan pelaporan.
Secara umum, kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) di Jawa Timur sudah cukup baik, namun kesenjangan kapasitas PKD antar kabupaten/kota di Jawa Timur yang cukup tinggi. Hampir seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur telah melaksanakan kerangka kerja peraturan daerah dengan baik. Pengadaan barang merupakan bagian berikutnya yang telah dilakukan dengan baik, kemudian disusul oleh pengelolaan kas, akuntansi dan pelaporan. Bidang perencanaan dan penganggaran dinilai memiliki kinerja yang rendah. Diindikasikan bahwa sebagian besar daerah mengalami kesulitan dalam penyusunan skala prioritas dan anggaran dalam perencanaan dan penganggaran. Kesulitan lainnya adalah pengukuran kinerja staf, dimana indikator yang digunakan masih kurang terukur secara tegas. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya keluhan dari implementasi sanksi dan insentif yang kurang “adil” atau kurang memberikan stimulus yang positif terhadap motivasi kerja. Selain itu, terdapat kesenjangan yang cukup besar antara total skor kinerja PKD yang terbaik, yaitu Blitar, dengan kinerja PKD yang terburuk, yaitu Kota Kediri. Disini, kinerja PKD di Blitar sekitar dua kali lipat lebih baik dari pada kinerja PKD di Kota Kediri. Kesenjangan kinerja PKD ini mengindikasikan adanya perbedaan kapasitas tata kelola anggaran.
Bidang kerangka kerja peraturan daerah memiliki kinerja yang tertinggi daripada empat bidang yang lain. Hal ini diindikasikan dengan adanya penilaian yang positif terhadap keberadaaan (i) kerangka kerja peraturan daerah yang komprehensif sesuai dengan peraturan pemerintah atas manajemen keuangan yang ada, (ii) kerangka kerja peraturan daerah untuk penegakan dan struktur organisasi yang efektif, dan (iii) kerangka kerja peraturan daerah untuk mengukur transparansi dan partisipasi publik. Kinerja yang baik dalam bidang ini terjadi di semua 33 daerah kasus.
Bidang perencanan dan penganggaran dinilai memiliki kinerja yang kurang optimal bila dibandingkan empat bidang lainnya. Beberapa daerah belum melakukan pengalokasian anggaran berdasarkan skala prioritas, misalnya daerah Tulungagung, Magetan dan Kota Kediri. Alasannya adalah adanya kesulitan untuk memanfaatkan anggaran secara efi sien dan efektif dan adanya anggaran perencanaan yang terbatas. Selain itu, Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang merupakan forum untuk menyepakati rencana kegiatan daerah (RKPD) dan dilakukan secara bottom up belum dilaksanakan secara optimal. Daerah selama ini lebih termotivasi untuk memenuhi sikronisasi program dan anggaran karena adanya pemeriksaan dari BPK. Hal ini yang menyebabkan daerah berusaha mengalokasikan anggarannya sesuai dengan kerangka kerja peraturan daerah, bukan pada kebutuhan pembangunan. Sehingga, Musrenbang seringkali dilaksanakan dalam kerangka pemenuhan formalitas aturan, bukan benar-benar menjaring partisipasi dan kebutuhan masyarakat. Selain itu, pembahasan prioritas perencanaan dan penganggaran juga masih netral gender baik dari sisi peserta pembahasan yang tidak memperhatikan keterlibatan perempuan maupun dari sisi substansi arah pembangunan yang tidak memperhitungkan indikator-indikator ketimpangan capaian pembangunan antara kelompok perempuan dan laki-laki, misalnya dalam hal angka partisipasi sekolah.
92Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur
Kotak 5.1. Lanjutan
Bidang manajemen kas memiliki skor kinerja kedua tertinggi setelah bidang kerangka pengaturan daerah. Secara umum pengelolaan kas telah dilaksanakan cukup baik, adapun kasus yang agak menonjol adalah Kota Kediri yang mempunyai kinerja terendah terutama dalam hal sistem yang efi sien untuk billing dan pengumpulan pendapatan. Namun demikian berdasarkan konfi rmasi dari Bappeda di setiap kabupaten/kota, saat ini telah ada kecenderungan perbaikan manajamen kas secara bertahap dan optimal. Beberapa daerah berusaha untuk meningkatkan dan mengoptimalkan pengelolaan kas yang sesuai dengan SPD (Surat Pengendalian Dana). Daerah juga berusaha untuk mengelola kas secara terintegrasi dengan akuntansi.
Dalam bidang pengadaan, diperoleh skor kinerja yang cukup moderat. Meskipun demikian ada indikasi yang perlu diperhatikan dan ditelaah lebih lanjut oleh daerah, yakni mengenai adanya intervensi politik yang mengakibatkan panitia pengadaan barang dan jasa sulit untuk bertindak independen. Kasus lainnya yang dilaporkan adalah di Mojokerto mengenai tidak adanya internal audit, pertanggungjawaban ke walikota/bupati dan tidak adanya sangsi apabila terdapat kebijakan yang tidak sesuai dengan peraturan. Bidang akuntansi dan pelaporan memiliki skor yang moderat tetapi cenderung rendah, kedua terendah setelah bidang perencanaan dan penganggaran. Satu persoalan menonjol dalam bidang ini adalah mengenai kualifi kasi pegawai (SDM). Kualifi kasi pegawai menjadi masalah bagi daerah-daerah tertentu, karena tidak sesuai dengan kriteria dalam bidang akuntansi dan pelaporan.
Sumber: Survei PKD , Universitas Brawijaya.
5.12 Rekomendasi
Secara keseluruhan Pemprov Jawa Timur dan Pemkot Surabaya memiliki kinerja PKD yang lebih baik daripada kabupaten/kota lainnya. Oleh karena itu, penting untuk dikembangkan mekanisme pendampingan teknis kepada kabupaten/kota yang masih memiliki kinerja yang kurang. Di samping itu, beberapa daerah lebih baik daripada daerah lain dalam bidang tertentu dan sebaliknya lebih buruk dalam bidang lainnya. Oleh karena itu penting juga untuk dikembangkan program mitra belajar (peer learning) antar daerah. Secara spesifi k, agenda dan program peningkatan kapasitas PKD di Provinsi Jawa Timur dirinci dalam Tabel 5.11.
Tabel 5.11. Agenda dan Usulan Program Peningkatan Kapasitas PKD di Provinsi Jawa Timur
Bidang Rekomendasi Usulan Program
Peraturan Perundangan Daerah
Melengkapi berbagai Peraturan Perundangan
Daerah yang melandasi praktik pengelolaan
keuangan daerah sebagaimana diamanatkan
oleh kerangka hukum nasional, antara lain: Perda
mengenai SPM dan Analisis Standar Belanja
Menyusun Peraturan Perundangan Daerah
mencakup ketentuan-ketentuan untuk
meningkatkan transparansi dan partisipasi
masyarakat
(i) Pelatihan tentang kerangka peraturan daerah yang komprehensif terkait Pengelolaan Keuangan Daerah
(ii) Pendampingan Teknis untuk melengkapi berbagai Peraturan Perundangan Daerah yang belum dibuat dan disahkan
Perencanaan dan Penganggaran
Menyusun dokumen Analisis Standar Belanja
Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pemantauan dan evaluasi kegiatan yang
dilaksanakan oleh SKPD
(i) Pelatihan dan pendampingan Teknis untuk penyusunan Analisis Standar Belanja
(ii) Pelatihan dan pendampingan teknis untuk fasilitasi proses perencanaan, pemantauan, dan evaluasi partisipatif
93
Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur
Bidang Rekomendasi Usulan Program
Pengelolaan Kas Mempertahankan kinerja dalam bidang
pengelolaan kas
Pemerintah Provinsi Jawa Timur: Bendahara
Umum Daerah perlu untuk mulai melakukan
rekonsiliasi harian terhadap rekening bank yang
terkait dengan pendapatan daerah
Untuk 3 Kabupaten/Kota: memperbaiki
mekanisme penyusunan Perda mengenai pajak
dan retribusi agar tidak terjadi penolakan oleh
pemerintah
Pendampingan teknis untuk penyusunan Perda mengenai pajak dan retribusi daerah
Pengadaan Barang dan Jasa
Mempertahankan kinerja dalam bidang pengadaan barang dan jasa
Penerapan sistem pengawasan/audit oleh Penanggung Jawab Anggaran atas pengadaan barang yang dilaksanakan melalui swakelola
Pelatihan dan pendampingan teknis untuk penyusunan ketentuan mengenai pengadaan barang melalui proses swakelola
Akuntansi dan Pelaporan
Meningkatkan kapasitas SDM berlatarbelakang
pendidikan akuntansi pada posisi penting
pengelolaan keuangan daerah
Mempertahankan sistem informasi yang sudah
terintegrasi di Pemerintah Provinsi Jawa Timur
dan menerapkannya di kabupaten/kota
(i) Peningkatan jumlah SDM berlatarbelakang akuntansi
(ii) Pelatihan dan pendampingan teknis pada bidang akuntansi
(iii) Pelatihan dan pendampingan teknis untuk sistem informasi akuntansi dan manajemen yang terintegrasi
Internal Audit Mempertahankan kinerja bidang audit internal yang sudah bagus di level Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan memanfaatkannya untuk diterapkan di kabupaten/kota
Meningkatkan kapasitas SDM berlatarbelakang pendidikan akuntansi dan memiliki kualifi kasi Jabatan Fungsional Auditor
(i) Pelatihan bersertifi kat untuk menghasilkan staf dengan kualifi kasi Jabatan Fungsional Auditor
(ii) Penambahan SDM berlatarbelakang akuntansi
(iii) Pendampingan teknis oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur kepada kabupaten/kota pada bidang audit internal
Hutang, Hibah, dan Investasi
Mempertahankan kinerja bidang hutang, hibah, dan investasi yang sudah bagus di level Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan kabupaten/kota lainnya untuk membantu Kabupaten Tulungangung
Peningkatan kinerja Kabupaten Tulungagung, melalui: (i) publikasi informasi terhadap penerimaan dan kegiatan yang dibiayai dari Hibah; (ii) pencantuman dana pendamping hibah dalam DPA SKPKD; (iii) pembuatan peraturan daerah mengenai penerimaan, pencatatan, pengelolaan dan pelaporan hibah, baik penerimaan hibah maupun pemberian hibah; (iv) pencatatan transaksi hibah
Pendampingan teknis oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur kepada Kabupaten Tulungagung terkait dengan: (i) publikasi informasi terhadap penerimaan dan kegiatan yang dibiayai dari hibah; (ii) pencantuman dana pendamping hibah dalam DPA SKPKD; (iii) pembuatan peraturan daerah mengenai penerimaan, pencatatan, pengelolaan dan pelaporan hibah, baik penerimaan hibah maupun pemberian hibah; (iv) pencatatan transaksi hibah.
Pengelolaan Aset Mempertahankan kinerja bidang pengelolaan aset yang sudah bagus di Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kota Surabaya untuk membantu kabupaten/kota lainnya
Membuat dan mengimplementasikan kebijakan dan peraturan daerah yang mengatur penggunaan dan pemanfaatan aset daerah yang mendukung tertib pengelolaan aset daerah
(i) Pendampingan teknis untuk pembuatan dan implementasi peraturan daerah tentang penggunaan dan pemanfaatan aset daerah
(ii) Program mitra belajar (peer learning) antara daerah yang sudah maju dalam bidang tertentu dengan daerah dan bidang lain
Audit Eksternal Melakukan publikasi informasi Laporan
Penyelenggaran Pemerintah Daerah (LPPD) dan
Laporan Keuangan Daerah pada media massa
setempat atau media elektronik atau pada papan
pengumuman resmi atau melalui website
(i) Pelatihan dan pendampingan teknis untuk pembuatan media publikasi bagi informasi Laporan Penyelenggaran Pemerintah Daerah (LPPD) dan Laporan Keuangan Daerah dalam berbagai format media informasi
Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik
96Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik
6.1 Perkembangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Jawa Timur
Perkembangan jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Jawa Timur mengalami fl uktuasi dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2006 jumlah PNS mencapai 381.205 orang meningkat menjadi 448.170 orang pada tahun 2007, kemudian turun menjadi 440.219 orang pada tahun 2008. Setahun kemudian meningkat empat persen hingga mencapai 457.732. Sedangkan pada tahun 2010, jumlah PNS secara nominal turun sebesar 1,5 persen atau menjadi 450.868 orang. Penurunan jumlah PNS tersebut diharapkan dapat menjadi pendorong bagi pemerintah Jawa Timur untuk lebih efi sien dan efektif dalam memberikan layanan publik.
Gambar 6.1. Jumlah anggota PNS mengalami penurunan pada tahun terakhir dan persentase PNS perempuan yang berpendidikan tinggi meningkat.
381.205
448.170
440.219
457.732
450.868
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
450000
500000
Jum
lah
PNS
(Jiw
a)
9
22
4348
9
18
42
49
10
15
41
50
0
10
20
30
40
50
60
Pers
enta
se P
erem
puan
PN
S (%
)
Sumber: BPS, Jawa Timur Dalam Angka, 2010 dan BKD Kabupaten/Kota Se Jawa Timur dan Provinsi.
Partisipasi PNS perempuan di Pemerintah Daerah Jawa Timur mengalami peningkatan kuantitas dan kualitas. Menurut Laporan Keterangan Pertangggungjawaban (LKPJ) Gubernur Jawa Timur tahun 2011, pada tahun 2010 jumlah perempuan PNS di Jawa Timur meningkat sebesar 3,4 persen dibandingkan tahun 2009. Proporsi perempuan PNS pada tahun 2009 mencapai 44 persen, kemudian meningkat menjadi 45 persen pada tahun 2010. Dari sisi pendidikan, terjadi peningkatan persentase perempuan PNS yang berpendidikan tinggi (akademi atau lebih tinggi). Jumlah perempuan PNS berpendidikan tinggi meningkat dari 48 persen tahun 2008 menjadi 50 persen tahun 2010. Data ini menunjukkan keterlibatan perempuan sebagai PNS tidak hanya meningkat dari sisi jumlahnya saja tapi juga dalam sisi kualitasnya.
Komposisi PNS berdasarkan golongannya di Jawa Timur menunjukkan kondisi yang relatif ideal. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah total PNS Jawa Timur pada tahun 2010 sebanyak 450.868 orang, dengan PNS golongan III mencapai 40 persen. Sementara jumlah terbanyak kedua ditempati PNS golongan IV yang mencapai 31 persen. Bagian terkecil dari jumlah tersebut adalah PNS golongan I yang hanya mencapai 4 persen. Kondisi tersebut akan berdampak baik pada peningkatan kinerja pemerintahan dalam memberikan pelayanan publik. Kinerja pelayanan publik diharapkan dapat lebih optimal dengan komposisi golongan PNS di Jawa Timur yang cukup ideal.
Gambar 6. 2. Komposisi PNS Berdasarkan Golongan tahun 2010
Gol. I4%
Gol.II25%
Gol. III40%
Gol. IV31%
Sumber: Kantor Regional II BKN Surabaya. Dikutip dari BKD Jawa Timur.
97
Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik
Rasio PNS per seribu penduduk cenderung menurun meskipun penurunannya relatif kecil. Jumlah PNS kabupaten dan kota per 1000 penduduk pada 2010 menurun sebesar 0,07 poin dibanding tahun 2007. Hal yang sama dialami jumlah PNS Provinsi Jawa Timur yang mengalami penurunan sebesar 0,08 poin pada 2010 dibanding tahun 2007. Kondisi tersebut mengindikasikan upaya optimalisasi peran PNS dalam melayani penduduk.
6.2 Reformasi PNS Di Jawa Timur
Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah memiliki komitmen untuk mereformasi PNS dalam bentuk kebijakan “Reformasi Birokrasi”. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jawa Timur 2006-2008 dan RPJMD Jawa Timur 2009-2014 secara spesifi k menetapkan program dan kegiatan reformasi birokrasi. Meski demikian, masing-masing RPJMD menetapkan target yang berbeda. RPJMD 2006-2008 ditetapkan pada masa kepemimpinan Gubernur Imam Utomo. Dokumen RPJMD 2006-2008 menetapkan agenda reformasi birokrasi sebagai instrumen dalam merevitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah. Reformasi birokrasi tidak menjadi target utama dalam kerangka pembangunan 2006-2008 tetapi menjadi target RPJMD 2009-2014.
Reformasi birokrasi dalam kerangka kebijakan revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah di Jawa Timur pada dasarnya berupaya meningkatkan efi siensi kelembagaan dalam melakukan pelayanan publik. Terdapat dua sasaran penting dalam kebijakan revitalisasi tersebut. Pertama, terbentuknya kelembagaan pemerintah daerah yang efektif, efi sien, dan akuntabel. Kedua, meningkatnya kapasitas pengelolaan sumberdaya aparatur pemerintah daerah yang profesional dan kompeten. Adapun kegiatan yang ditetapkan untuk mencapai sasaran pembangunan tersebut, yaitu: 1). Penataan kelembagaan pemerintahan daerah agar sesuai dengan beban pelayanan kepada masyarakat; 2). Peningkatan kinerja kelembagaan daerah berdasarkan prinsip-prinsip organisasi modern dan berorientasi pelayanan masyarakat.
Gambar 6. 3. PNS Per 1000 Penduduk tahun 2007 – 2010
0,7 0,7 0,7 0,6
11,4 11,2 11,6 11,4
0%
200%
400%
600%
800%
1000%
1200%
1400%
2007 2008 2009 2010
Provinsi Kab/Kota
Sumber: BPS, Jawa Timur Dalam Angka, 2010.
98Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik
Kotak 6.1. Reformasi Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor Jawa Timur
Bayar Pajak di Mal
Di kalangan masyarakat pemilik kendaraan bermotor sering muncul keluhan tatkala waktunya membayar pajak kendaraan bermotor (PKB), “Mau ngasih uang saja kok dipersulit”. Keluhan tersebut muncul karena sulitnya prosedur pembayaran PKB. Belum lagi prosedur yang rumit itu berimplikasi pada lamanya waktu pelayanan. Maka, tidak heran banyak pemilik kendaraan yang enggan datang ke kantor bersama sistem administrasi satu atap (Samsat) baik sekadar untuk membayar PKB maupun mengurus surat-surat kendaraan.
Namun, itu dulu, kejadian lebih dari lima tahun lalu, sekarang berbeda. Pelayanan pembayaran PKB di Jawa Timur sangat mudah dan cepat. Bahkan membayar pajak PKB sama seperti membeli makanan siap saji (fast food). Wajib pajak tidak perlu turun dari kendaraan (drive thru).
Kondisi perbaikan pelayanan itu tidak mustahil diwujudkan karena Dinas Pendapatan Daerah (dispenda) Provinsi Jawa Timur getol melakukan perbaikan pelayanan. Dispenda terus mengutak-atik Sistem dan Prosedur Pelayanan PKB dalam lima tahun terakhir untuk memudahkan dan memuaskan wajib pajak.
Pada 2006 Dispenda berupaya mengimplementasikan Pelayanan Prima dengan menerapkan 10 sendi pelayanan. Pada tahun itu, 11 kantor bersama Samsat berhasil menjalankannya. Kemudian, tahun 2007 dan 2008 Dispenda menerapkan sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 pada tujuh Kantor Bersama Samsat. Setahun kemudian, enam Kantor Bersama Samsat menjalankan standar mutu pelayanan serupa. Terakhir, pada tahun 2010 empat Kantor Bersama Samsat meraih sertifi kasi ISO 9001:2008.
Selain itu, untuk semakin memudahkan wajib pajak, Dispenda memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Maka, digelarlah pelayanan Samsat Link. Wajib pajak tidak lagi perlu membayar pajak terbatas pada lokasi domisilinya, melainkan bisa dilakukan pada kantor Samsat di daerah lain. Hingga 2010 telah tersedia 84 titik Samsat Link di seluruh Jawa Timur.
Bagi wajib pajak yang terbatas waktu dan jarak yang jauh ke lokasi Kantor Bersama Samsat, Dispenda melakukan terobosan pro-aktif atau Jemput Bola. Melalui penempatan Samsat Corner di pusat-pusat perbelanjaan, wajib pajak bisa membayar PKB sambil berbelanja. Samsat corner yang sudah aktif melayani wajib pajak, yaitu di Royal Plaza Surabaya, Mal Olympic Garden Malang, Giant Pondok Candra Sidoarjo, Kediri Mall, Pusat Grosir ITC Surabaya, Carrefour Rungkut Surabaya dan Galaxy Mall Surabaya, dan 52 Unit mobil Samsat Keliling yang tersebar pada seluruh Kantor UPT Dispenda Provinsi Jawa Timur.
Sumber: Dikutip dari laporan Public Sector Jatim Award (PUJA): Gagasan Kemajuan Jawa Timur. LPPM UB – Bapperprov Jatim, 2011).
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Jawa Timur dalam mewujudkan reformasi birokrasi dan peningkatan pelayanan publik.16 Reformasi birokrasi menjadi salah satu dari sembilan agenda utama pembangunan dan salah satu dari 15 prioritas pembangunan 2009-2014. Agenda utama menetapkan upaya “Mewujudkan percepatan reformasi birokrasi, dan meningkatkan pelayanan publik”. Sementara pada butir sepuluh prioritas pembangunan menetapkan Percepatan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dan Peningkatan Pelayanan Publik. Untuk mewujudkannya, arah kebijakan prioritas ini adalah: (i) mempercepat perwujudan perubahan pola berpikir dan orientasi birokrasi dari dilayani menjadi melayani masyarakat; (ii) mempercepat perwujudan birokrasi yang efi sien, kreatif, inovatif, bertanggungjawab, dan profesional untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme; (iii) meningkatkan efektivitas dan efi siensi ketatalaksanaan dan prosedur pada semua tingkat dan lini pemerintahan; (iv) meningkatkan kualitas pelayanan publik menjadi pelayanan prima; dan (v) mendorong partisipasi masyarakat untuk turut merumuskan program dan kebijakan layanan publik.
Evaluasi kinerja PNS secara berkala di Pemerintahan Jawa Timur dilakukan dalam upaya meningkatkan kinerja aparatur pemerintahan. Evaluasi kinerja PNS di Jawa Timur menerapkan evaluasi kinerja individu dan kelembagaan. Evaluasi individu dilakukan melalui penilaian kinerja staf oleh atasannya. Setiap akhir tahun kepala SKPD memberikan penilaian kinerja kepada stafnya melalui pengisian DP3. Selain itu, tidak ada kegiatan lain untuk penilaian kinerja individu PNS. Secara kelembagaan, kinerja PNS Provinsi
16 Reformasi PNS Jawa Timur dalam RPJMD 2009-2014 ditetapkan secara spesifi k dalam Bab XV dengan tajuk Reformasi Birokrasi dan Peningkatan Pelayanan Publik.
99
Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik
Jawa Timur dan PNS kabupaten dan kota dinilai melalui pembuatan LAKIP (Laporan Akuntabilitas dan Kinerja Instansi Pemerintah) oleh setiap SKPD. Seluruh SKPD melaporkan capaian kinerjanya setiap tahun kepada kepala daerah. Capaian kinerja itu didasarkan pada indikator pencapaian program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam satu tahun anggaran oleh SKPD. Berbagai upaya evaluasi kinerja telah dilakukan oleh beberapa daerah dengan kebijakan yang berbeda-beda antar daerah seperti di Kota Probolinggo, Bappeda Provinsi, dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Dengan berbagai evaluasi kinerja tersebut diharapkan pembangunan daerah dapat berjalan secara efektif dan dapat dinikmati oleh masyarakat secara luas.
Kotak 6. 2. Evaluasi Kinerja Khas Jawa Timur
Kota Probolinggo menerapkan kontrak kinerja antara kepala SKPD dan walikota di setiap awal tahun anggaran sejak 2009. Walikota mewajibkan setiap kepala SKPD untuk mempresentasikan program dan kegiatan satu tahun anggaran. Kemudian kepala SKPD menandatangani kontrak atas program dan kegiatan yang akan diterapkan dalam satu tahun anggaran.
Bappeda Provinsi Jawa Timur menyusun model pengukuran kinerja satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Provinsi Jawa Timur yang diberi nama Public Sector Jatim Award (PUJA) sejak 2009. PUJA mengukur kinerja SKPD berdasar inisiatif reform yang digagas dan dilaksanakan SKPD untuk mendorong kemajuan Jawa Timur. PUJA dilaksanakan pada 2010 dan menghasilkan rangking kinerja SKPD.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur berupaya mendirikan Unit Kerja Gubernur Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKG-P3) Provinsi Jawa Timur sejak 2010. UKG-P3 merupakan lembaga yang bertanggungjawab pada gubernur guna memastikan pencapaian tujuan pembangunan dan solusi atas permasalahan yang menghambat pembangunan yang dihadapi SKPD Provinsi Jawa Timur. UKG-P3 dikoordinasi oleh seluruh Asisten Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur sesuai bidang pemerintahan dan pembangunan yang menjadi tugas dan wewenangnya.
6.3 PNS Dan Kesejahteraan Masyarakat
Peningkatan kesejahteraan aparatur pemerintah merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah Provinsi Jawa Timur mencantumkan program perbaikan remunerasi sejak tahun 2006. Dalam dokumen RPJMD Provinsi Jawa Timur 2006-2008 ditetapkan program pengelolaan sumber daya manusia aparatur. Salah satu kegiatan utamanya, yaitu menyempurnakan sistem manajemen pengelolaan sumber daya manusia aparatur terutama pada sistem karier dan remunerasi. RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009-2014 menetapkan hal yang sama. Hanya saja perbaikan remunerasi merupakan bagian dari program penunjang berupa Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur. Salah satu kegiatan utamanya yaitu penyempurnaan sistem manajemen pengelolaan sumber daya manusia aparatur, terutama pada sistem karier dan remunerasi. Dalam praktiknya Pemerintah Provinsi Jawa Timur belum melaksanakan kegiatan tersebut. Tidak ditemukan kegiatan spesifi k berupa perbaikan remunerasi aparatur provinsi. Perbaikan remunerasi yang ada justru dilakukan di kabupaten dan kota, yaitu melalui pemberian tunjangan sertifi kasi bagi guru yang telah memiliki sertifi kat pendidik. Hanya saja, program ini merupakan implementasi dari kebijakan pemerintah pusat sebagai pelaksanaan UU Guru dan Dosen.
Sebaran antara rata-rata gaji per kapita dengan tingkat kemiskinan yang terjadi di kabupaten/kota tidak memiliki pola yang saling terkait. Misalnya, tingkat kesejahteraan PNS Kota Mojokerto menempati posisi tertinggi, dan tingkat kemiskinan Kota Mojokerto menempati posisi ketujuh terendah di Jawa Timur, dengan capaian sekitar 9 persen . Sebaliknya, rata-rata gaji PNS di Kabupaten Sampang relatif tinggi dengan jumlah penduduk miskinnya menempati posisi tertinggi di Jawa Timur. Sedangkan Kota Malang, tingkat kemiskinannya merupakan yang terendah jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Jawa Timur, namun remunerasi di Kota Malang juga termasuk yang terendah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan kesejahteraan PNS nampaknya belum mencerminkan peningkatan efektivitas pelayanan publik.
100Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik
Gambar 6.4. Sebaran PNS berdasarkan rata-rata gaji pegawai per kapita dan tingkat kemiskinan kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2007 – 2010
Pacitan
Ponorogo
Trenggalek
Tulungagung
Blitar
Kediri
Malang
Lumajang
JemberBanyuwangi
SitubondoProbolinggo
Pasuruan
Sidoarjo
Mojokerto
Jombang
Nganjuk
Madiun
Magetan
Ngawi
Bojonegoro
TubanLamongan
Gresik
BangkalanSampang
PamekasanSumenep
Kota Malang
Kota Surabaya
Kota KediriKota Blitar
Kota ProbolinggoKota Pasuruan
Kota Mojokerto
Kota Madiun
Batu
0
5
10
15
20
25
30
0 50 100 150 200 250 300
Kem
iski
nan
( Per
sen)
Rata-rata Enumerasi PNS ( Juta Rupiah/PNS)
Bondowoso
Sumber : Diolah dari Database PEA Jawa Timur, Universitas Brawijaya dan JPIP, 2011 serta Susenas berbagai tahun.
Kotak 6. 3. PNS dan Inovasi Daerah
Inovasi-inovasi daerah di Jawa Timur tidak terlepas dari baiknya kinerja PNS. Kapasitas profesional yang dimiliki PNS mampu mendorong lahirnya berbagai terobosan dalam memanfaatkan keunggulan atau mengatasi persoalan daerah. Berdasarkan hasil studi The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP) pada 2007, pengambilan kebijakan inovasi daerah di Jawa Timur sebanyak 73,2 persen ditentukan kepala daerah. Namun demikian, sebanyak 50 persen inovasi idenya berawal dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Dengan kata lain, kreativitas dan kinerja PNS punya peranan cukup besar dalam mendorong lahirnya inovasi daerah.
Contoh kasus di Kabupaten Blitar. Kesungguhan Dinas Pertanian dan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Kecamatan Wonotirto mampu mendorong terobosan metode pertanian untuk kawasan Blitar Selatan yang didominasi lahan kering. Sejak 2007, Dinas Pertanian Kabupaten Blitar beserta PPL Kecamatan mendorong upaya pengembangan cabe besar di lahan kering.
Salah satu contoh terjadi di Desa Sumber Boto Kecamatan Wonotirto Kabupaten Blitar. Kreativitas PPL yang difasilitasi Dinas Pertanian dan bekerjasama dengan masyarakat kelompok tani mampu menyulap daerah tandus menjadi lahan tanam cabe yang bernilai ekonomis.
Keberhasilan tanam cabe di lahan kering, salah satunya karena temuan PPL dan masyarakat kelompok tani untuk mengembangkan sistem irigasi tetes pada cabe dan bantuan pembangunan embung oleh Dinas Pertanian. Sehingga cabe bisa ditanam dengan teknik penanaman yang berbeda dari model penanaman cabe konvensional seperti sawah. Sekarang hasilnya sudah bisa dinikmati masyarakat Blitar Selatan, khususnya di wilayah Kecamatan Wonotirto.
Dampak ekonomi yang paling menonjol dari terobosan tersebut yakni perbaikan taraf kehidupan ekonomi masyarakat. Selain itu, muncul dampak sosial dengan semakin berkurangnya jumlah TKI. Desa Sumber Boto Kecamatan Wonotirto dulunya terkenal sebagai kantong kemiskinan dan TKI, saat ini, kondisinya jauh berbeda. Menurut Keterangan Kepala Desa Sumber Boto, saat ini tidak ada satupun warganya yang menjadi TKI di luar negeri. Pun kasus-kasus perceraian karena menjadi tenaga kerja migran sangat jauh berkurang dari periode sebelumnya.
Sumber: Dikutip dari: Hasil Studi The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP), 2011).
101
Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik
Gaji pegawai per kapita tidak berkaitan dengan IPM dari kabupaten/kota. Hal tersebut dapat dilihat dari sebaran PNS dari rata-rata pendapatan per kapita dan IPM di masing-masing kabupaten/kota di Jawa Timur. Sebanyak 31 kabupaten/kota memiliki rata-rata gaji pegawai yang rendah, dan sebanyak 19 kabupaten/kota di antaranya memiliki IPM yang sangat tinggi, seperti Kota Surabaya, Kota Malang dan Kabupaten Sidoarjo. Hal tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan kesejahteraan PNS tidak berdampak langsung pada peningkatan kualitas Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dengan demikian, peningkatan kesejahteraan PNS melalui peningkatan gaji hanyalah meningkatkan beban APBD, dan justru mengurangi porsi peningkatan akses masyarakat terhadap fasilitas dan pelayanan publik daerah.
Gambar 6.5. Sebaran PNS berdasarkan rata-rata gaji pegawai per kapita dan IPM kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2006 – 2010
Pacitan
TrenggalekTulungagungBlitar
Kediri
Sidoarjo
Mojokerto
Jombang Magetan
Gresik
Kota MalangKota Surabaya
PonorogoMalang
Lumajang
Jember
Banyuwangi
Situbondo
Probolinggo
Pasuruan
NganjukMadiun
Ngawi
Bojonegoro
Tuban
Lamongan
Bangkalan
Sampang
Pamekasan
Sumenep
Kota Kediri
Kota Blitar
Kota Probolinggo
Kota Pasuruan
Kota MojokertoKota Madiun
Kota Batu
55
60
65
70
75
80
05 0 100 150 200 250 300
IPM
(Per
sen)
Rata-rata Enumerasi PNS Per Tahun (Juta Rupiah?PNS)
Bondowoso
Sumber : Diolah dari Database PEA Jawa Timur, Universitas Brawijaya dan JPIP, 2011 Indikator Makro Ekonomi serta Susenas berbagai tahun.
6.4 Kesimpulan Dan Rekomendasi
Pengelolaan jumlah PNS secara efi sien dan efektif diperlukan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan dan stabilitas anggaran daerah. Perkembangan jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Jawa Timur mengalami fl uktuasi dengan tren meningkat dalam empat tahun terakhir. Dengan jumlah PNS yang relatif besar baik di daerah maupun tingkat provinsi, maka diperlukan pengelolaan PNS secara baik sehingga terjadi optimalisasi peran PNS dalam melakukan pelayan publik. Pengelolaan PNS bisa dilakukan melalui penataan karir berbasis kinerja. Dengan ukuran dan ketegasan pelaksanaannya, maka PNS akan terpacu untuk meningkatkan kinerjanya, terutama dalam melayani masyarakat.
Penetapan ukuran peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap penyediaan kebutuhan dasar dapat dijadikan sebagai langkah strategis dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Penetapan tersebut berkaitan dengan reformasi birokrasi yang dijalankan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Hal ini dikarenakan apabila pemerintah provinsi lebih menekankan pada peningkatan kesejahteraan PNS kemungkinan besar tidak akan berdampak secara nyata terhadap penurunan kemiskinan dan peningkatan
102Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik
angka IPM. Sebaliknya, peningkatan kesejahteraan PNS telah memperbesar belanja pegawai dan mengurangi porsi belanja untuk masyarakat. Untuk itu, pemerintah provinsi dan kabupaten dan kota di Jawa Timur perlu mereformulasi strategi dan target reformasi birokrasi. Salah satunya melalui penetapan ukuran peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap penyediaan kebutuhan dasar oleh pemerintah provinsi dan kabupaten dan kota, yakni meliputi pelayanan kesehatan dan pendidikan dan pengembangan ekonomi masyarakat.
Kebijakan achievement based remuneration merupakan solusi alternatif dalam meningkatkan kinerja aparatur pemerintahan di tengah keterbatasan anggaran di berbagai level pemerintahan. Kebijakan ini merupakan terobosan reformasi yang bisa dilakukan melalui perbaikan remunerasi berbasis kinerja inovatif PNS. Kepada setiap PNS yang berhasil menemukan inovasi berupa teknik/metode/model atau alat tertentu yang mempunyai dampak perbaikan hasil ekonomi atau situasi sosial pada masyarakat berhak mendapat perbaikan remunerasi. Pemerintah daerah mengapresiasi setiap inovasi PNS agar manfaat perbaikan kinerjanya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
103
Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik
Bab 7 Pengarusutamaan Gender
106Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 7 Pengarusutamaan Gender
7.1 Pengarusutamaan Gender di Jawa Timur
Pemerintah Provinsi Jawa Timur memiliki perhatian besar dalam upaya pengarusutamaan gender. Hal ini diindikasikan oleh salah satu strategi pokok pembangunan dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009-2014 yaitu pembangunan pro-gender. Selanjutnya agenda utama yang harus dituntaskan dalam program Gubernur Jawa Timur periode 2009-2014 juga menekankan pengarusutamaan gender melalui peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan, serta terjaminnya kesetaraan gender.
Kebijakan pengelolaan keuangan daerah Provinsi Jawa Timur mulai 2009 menganggarkan belanja untuk pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Kebijakan umum anggaran yang dilaksanakan urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak adalah meningkatkan penguatan kelembagaan PUG dan PUA, keserasian kebijakan peningkatan kualitas anak dan perempuan, peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan, peningkatan peran serta dan kesetaraan gender dalam pembangunan, dan pengembangan model operasional BKB-Posyandu-PADU. Selain itu, peningkatan peluang dan keterwakilan perempuan dalam posisi-posisi strategis juga mulai ditingkatkan.
Keterwakilan perempuan di parlemen Jawa Timur mengalami peningkatan persentase dari pemilihan umum periode sebelumnya. Selama 2 periode terakhir, terjadi peningkatan wakil perempuan sebagai anggota DPRD di Jawa Timur. Pada periode 2004-2009 keterwakilan perempuan di legislatif sebesar 9,17 persen persen meningkat menjadi sebesar 15,4 persen pada periode 2009-2014. Walaupun sudah terjadi peningkatan, namun angka tersebut masih jauh di bawah kuota untuk perempuan dalam partai politik yaitu minimal 30 persen, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 2002 tentang Parpol dan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003.
Dalam bidang pendidikan tinggi, terdapat kecenderungan lulusan laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan. Pada tahun 2010, jumlah penduduk laki-laki yang lulus S1/S2/S3 sebesar 357 orang per 10.000 penduduk jauh lebih tinggi dari penduduk perempuan yang hanya sebanyak 321 orang per 10.000 penduduk. Meski demikian, disparitas ini terus mengalami penurunan seperti yang dapat dilihat pada perkembangan sex ratio yang menurun sebesar satu persen, yaitu dari 112 persen pada tahun 2009, menjadi 111 persen pada tahun 2010.
Gambar 7.1. Persentase anggota DPRD Jawa Timur menurut jenis kelamin periode 2004/2009 dan 2009/2014
90,8
9,2
84,6
15,4
0102030405060708090
100
Laki-Laki Perempuan
Jum
lah
Ang
gota
DPR
D (%
)
2004-2009 2009-2014
Sumber: DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota Se Jawa Timur. (INMAKRO 2010).
Gambar 7.2. Jumlah lulusan pendidikan tinggi menurut jenis kelamin per 10.000 penduduk di Jawa Timur
448357
399
321
0
100
200
300
400
2009 2010
Jum
lah
Lulu
san
(Ora
ng)
Laki-laki Perempuan
Sumber: BKD Provinsi dan Kabupaten/Kota Se-Jawa Timur. (INMAKRO 2010).
107
Bab 7 Pengarusutamaan Gender
7.2 Perkembangan Pembangunan Gender
Pembangunan seringkali dianggap kurang berpihak kepada perempuan. Program-program pembangunan secara formal serta sumberdaya penting seringkali dikuasai oleh laki-laki. Oleh karena itu, sampai saat ini gender masih menjadi isu strategis dalam kehidupan masyarakat di berbagai negara termasuk di Indonesia. Fakta menunjukkan bahwa ketimpangan gender masih sering terjadi di semua aspek kehidupan terutama pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Kesenjangan di bidang pendidikan merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap bidang lain. Konsep kesetaraan gender pada prinsipnya memposisikan perempuan dan laki-laki setara dalam memperoleh kesempatan dan hak-haknya, dimana perempuan dan laki-laki menikmati status yang sama, berada dalam kondisi setara dalam mengakses sumberdaya, berpartisipasi dalam pembangunan, dan mendapat kesempatan yang sama pula untuk dapat merealisasikan potensinya secara optimal sebagai hak-hak asasinya.
Indeks Pembangunan Gender (IPG) merupakan salah satu alat ukur yang dianggap dapat merefl eksikan kesetaraan gender. IPG mengukur dimensi-dimensi dengan menggunakan indikator-indikator yang sama dengan IPM, tetapi menangkap ketidaksetaraan dalam pencapaian antara perempuan dan laki-laki yang diukur melalui tiga sektor strategis, yakni: (1) tingkat pendidikan, (2) kualitas kesehatan, dan (3) ekonomi. IPG dimaksudkan untuk melihat pencapaian perempuan dan laki-laki di ketiga bidang tersebut. Dengan demikian nilai IPG kabupaten/kota di Jawa Timur harus dibandingkan dengan nilai IPM-nya untuk mengetahui apakah pembangunan di kabupaten/kota di Jawa Timur sudah berbasis gender.
Perbandingan IPM dan IPG di seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur menunjukkan tren yang relatif konstan, namun tahun 2010 perbandingan capaian IPG menyentuh angka paling tinggi yaitu 10 poin. Perbandingan capaian IPM dan IPG pada tahun 2005 – 2006 yang mencapai 9 poin, sempat menurun di tahun 2007 menjadi 8 poin. Namun angka ini meningkat lagi pada tahun 2008, mencapai 10 poin. Hal ini menunjukkan masih adanya kesenjangan dan inkonsistensi dalam pola penyusunan dan pelaksanaan program pembangunan yang terkait gender.
Gambar 7.4. Grafi k IPM dan IPG di seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur
25
45
65
85
Sam
pang
Bond
owos
o
Prob
olin
ggo
Situ
bond
o
Pam
ekas
an
Bang
kala
n
Jem
ber
Sum
enep
Bojo
nego
ro
Pasu
ruan
Lum
ajan
g
Tuba
n
Bany
uwan
gi
Nga
wi
Lam
onga
n
Mad
iun
Pono
rogo
Mal
ang
Nga
njuk
Kedi
ri
Paci
tan
Mag
etan
Jom
bang
Tren
ggal
ek
Tulu
ngag
ung
Moj
oker
to
Kota
Pas
urua
n
Blita
r
Kota
Pro
bolin
ggo
Kota
Bat
u
Gre
sik
Kota
Ked
iri
Sido
arjo
Kota
Mad
iun
Kota
Moj
oker
to
Kota
Mal
ang
Kota
Sur
abay
a
Kota
Blit
ar
IPM IPG
Sumber: Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2010.
Gambar 7.3. Grafi k IPM dan IPG di Jawa Timur Tahun 2006-2008
54
56
58
60
62
64
66
68
70
72
2005 2006 2007 2008
IPGI PM
Sumber: Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2010.
108Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 7 Pengarusutamaan Gender
7.3 Kemiskinan dan Tenaga Kerja Wanita (TKW)
Kemiskinan merupakan akar permasalahan yang memiliki dampak luas terhadap peningkatan kualitas hidup perempuan, karena ketertinggalan perempuan dari laki-laki berdampak pada ketidakadilan gender. Kebutuhan riil perempuan sering dipahami hanya sebatas kebutuhan rumah tangga/keluarga dan kesehatan. Hal ini menimbulkan persoalan baru bagi perempuan yaitu adanya beban ganda perempuan, dimana perempuan didorong untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan, namun peran tradisional sebagai istri dan ibu tetap dibebankan kepadanya, sehingga muncul sub ordinasi, marjinalisasi, diskriminasi, dan eksploitasi bahkan kekerasan terhadap perempuan. Sempitnya lapangan kerja, tingginya angka kemiskinan serta masih rendahnya kepedulian pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan, memicu banyaknya warga perempuan di provinsi ini pergi mengadu nasib ke luar negeri sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW).
Setidaknya terdapat empat alasan utama pemicu tingginya minat perempuan menjadi TKW: Assymetric Information; terwujud dalam bentuk adanya informasi yang tidak sepenuhnya mencerminkan realitas yang terjadi. Cerita-cerita sukses yang didengar dari keluarga, kerabat, dan teman yang telah lebih dulu menjadi TKW di luar negeri, sangat besar dampaknya pada pembentukan minat.
Tata nilai keluarga yang dijunjung tinggi oleh seluruh anggota keluarga; yang memberikan andil yang sangat besar bagi perempuan untuk menjadi TKW manakala telah terjadi degradasi nilai dalam keluarga tersebut.
Tata nilai masyarakat/sosial. Daerah-daerah kantong TKW di Jawa Timur pada umumnya merupakan daerah pertanian dan perbukitan yang tandus; dimana akses perempuan terhadap lapangan kerja dan ekonomi sangat sempit.
Kemudahan akses terhadap kebutuhan-kebutuhan pokok seperti sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan, diyakini mempunyai peran terbesar dalam bermigrasinya perempuan di daerah-daerah kantong TKW. Tidak adanya akses ke sektor-sektor tersebut merupakan konsekuensi yang harus ditanggung keluarga karena kungkungan kemiskinan. Itulah sebabnya, mereka rela mengadu nasib di negeri orang dengan menjadi TKW.
Gambar 7.6. Wilayah yang menjadi kantong tenaga kerja wanita di Jawa Timur tahun 2009-2010
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
TKI (
Ora
ng)
2009
Laki-laki Perempuan
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
TKI (
Ora
ng)
2010
Laki-laki Perempuan
Sumber: Diolah dari Dinas Tenaga, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi .Jawa Timur, 2009 - 2010.
Gambar 7.5. Alasan Perempuan Menjadi TKW
Ekspektasi Perubahan Kondisi
Sosial Ekonomi yang lebih baik
Aksessabilitas Kebutuhan
Pokok
Tata Nilai Masyarakat
Asymmetric Information
Tata Nilai Keluarga
Sumber: Ilustrasi Peneliti.
109
Bab 7 Pengarusutamaan Gender
Selama dua tahun terakhir, daerah kantong TKW asal Jawa Timur sebagian besar berada di daerah selatan Jawa Timur. Hal ini tidak mengherankan karena daerah selatan Jawa Timur seperti Kabupaten Malang, Blitar, dan Banyuwangi merupakan daerah dengan tingkat kemiskinan yang relatif tinggi. Kabupaten Malang merupakan daerah pengirim TKW terbesar di Jawa Timur pada tahun 2009 dan 2010 diikuti oleh Kabupaten Blitar. Kondisi ini menunjukan upaya pengentasan kemiskinan di daerah tersebut dipastikan akan menurunkan minat penduduk, khususnya TKW, untuk bekerja ke luar negeri.
Gambar 7.7. Negara tujuan TKI laki-laki dan perempuan di Jawa Timur Tahun 2009-2010
0
3.000
6.000
9.000
12.000
15.000
TKI (
Ora
ng)
2010
Laki-laki Perempuan
0
3.000
6.000
9.000
12.000
15.000
TKI (
Ora
ng)
2009
Laki-laki Perempuan
Sumber: Dinas Tenaga, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur, 2009 – 2010.
Hongkong dan Taiwan merupakan negara tujuan yang paling diminati oleh TKW Jawa Timur. Pada tahun 2009 tercatat TKW yang diberangkatkan ke Hongkong sebesar 14.010 orang, sedangkan Taiwan sebesar 11.526 orang. Pada tahun 2010, terjadi peningkatan jumlah TKW yang bekerja di Hongkong dan Taiwan masing-masing sebesar 14.653 orang dan 12.443 orang. Peningkatan ini juga terjadi di hampir semua negara tujuan, kecuali Malaysia yang mengalami penurunan. Penurunan jumlah pemberangkatan TKW ke Malaysia dikarenakan terdapat banyak kasus terutama yang menyangkut permasalahan HAM TKW Indonesia di Malaysia. Selain itu, pemilihan negara penempatan TKW banyak juga dipengaruhi oleh cerita sukses saudara atau tetangganya di negara tujuan tersebut (Kotak 7.2.).
110Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 7 Pengarusutamaan Gender
Gambar 7.8. Penempatan TKI formal dan informal ke luar negeri.
0
4.000
8.000
12.000
16.000TK
I (O
rang
)
2009
Formal Laki-laki Formal Perempuan Informal Laki-laki Informal Perempuan
0
4.000
8.000
12.000
16.000
TKI (
Ora
ng)
2010
Formal Laki-laki Formal Perempuan Informal Laki-laki Informal Perempuan
Sumber: Dinas Tenaga, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur, 2009 - 2010.
Penempatan TKW ke luar negeri lebih didominasi oleh sektor informal. Kondisi tersebut sebagian besar terjadi di Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Sementara itu, TKW dengan pekerjaan formal didominasi oleh TKW yang bekerja di Malaysia dan Brunei Darussalam. Hal ini sesuai juga dengan hasil identifi kasi lapangan bahwa sebagian besar TKW lebih dilihat dari keterampilan atau skill-nya (Kotak 7.1).
Kotak 7.1. Perbedaan persyaratan menjadi TKW formal dan informal
Nadia, pengelola sebuah PJTKI di Kota Malang menuturkan: “Kalau informal kita kan lihat dari skill-nya, kalau formal kita lihat dari ijazahnya. Kan ada syarat-syarat yang resmi dari pemerintah seperti G2G, kalau yang informal kita bisa kontrol terus, sampai dengan masa kontrak habis. Kalau yang formal, kontrolnya kita lepas ke perusahaan, jadi kita kan hanya perantara seperti itu, jadi langsung kita serahkan ke pabrik, ke pelayaran, perhotelan dan itu riskan bagi PJTKI untuk memegang formal karena ini kebanyakan hanya sebagai batu loncatan saja istilahnya, setelah mereka sampai di sana kabur, dan kita kan nggak bisa kontrol itu, tapi kalau informal, bisa kontrol terus, karena semuanya lewat agency, majikan komplain atau apapun kita punya datanya, kalau formal itu, kita juga nggak tahu tempat tinggalnya dimana, kita hanya menyalurkan ke perusahaan tersebut.”
Jumlah TKW yang bekerja sebagai penata laksana rumah tangga terus menurun, sementara pekerja formal (worker) meningkat. Pada tahun 2009 persentase TKW sebagai penata laksana rumah tangga sebesar 46 persen menurun menjadi 37 persen pada tahun 2010. Sedangkan TKW sebagai care taker mengalami peningkatan persentase pada tahun 2010 sebesar 22 persen atau meningkat 2 persen. Berbeda dengan persentase worker yang semula 32 persen menjadi 40 persen di tahun 2010, hal ini menunjukkan TKW yang bekerja formal semakin banyak.
111
Bab 7 Pengarusutamaan Gender
Gambar 7.9. TKW Jawa Timur berdasarkan jenis pekerjaannya 2009 – 2010.
46%
2%
20%
32%Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT)
Tenaga Kerja Mekanik
Caretaker
Pekerja formal
Tahun 2009
37 %
1 %21 %
40 % Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT)
Tenaga Kerja Mekanik
Caretaker
Pekerja formal
Tahun 2010
Sumber: Dinas Tenaga, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur, 2009 – 2010).
Dari sisi jumlah remittance-nya, Hongkong dan Taiwan merupakan negara tujuan TKI dengan penyumbang remittance terbesar. Hal ini sejalan dengan fakta bahwa kedua wilayah tersebut merupakan tujuan terbesar penempatan TKI Jawa Timur yaitu Hongkong dan Taiwan. Jumlah remittance dari Hongkong pada tahun 2009 sebesar Rp 1.118 miliar meningkat menjadi sebesar Rp. 1.170 miliar pada tahun 2010. Besarnya remittance seharusnya berbanding lurus dengan kondisi TKI di negara tujuan.
Gambar 7.10. Jumlah remittance dari negara tujuan TKI Indonesia tahun 2009-2010
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
Trili
un R
upia
h
Sumber: Dinas Tenaga, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur, 2009 - 2010.
Besarnya sumbangan devisa TKW luar negeri, nampaknya belum diimbangi oleh penurunan permasalahan/kasus TKW. Permasalahan TKW dimulai sejak mengurus keberangkatan, pada waktu berada di karantina, dan di tempat kerja mereka di luar negeri. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam kasus TKW, peran pemerintah kepada TKW sebagai penyumbang devisa masih sangat minim. Selain itu berbagai kasus yang melilit TKI/TKW banyak dan belum tertangani seperti penganiayaan, majikan bermasalah, pelecehan seksual, serta TKI hamil.
112Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 7 Pengarusutamaan Gender
Gambar 7.11. Beragam permasalahan yang dihadapi TKI
Membawa anak 0%TKI Hamil 1%
Komunikasi Tidak Lancar 1%Majikan Meninggal 2%
Tidak Mampu Bekerja 2%Kecelakaan Kerja 2%
Pekerjaan Tidak sesuai PK 3%
Sakit Bawaan 5%
Dokumen Tidak Lengkap 6%
Pelecehan Seksual8%
Gaji tidak dibayar9%
Majikan bermasalah
11%Penganiayaan
13%
Sakit Akibat Kerja37%
Total TKI : 49.023 TKI (Data periode 1 Januari 2010-November 2010).Sumber: Kompas, 22 Juni 2011.
Kotak 7.2. Persepsi TKW terhadap peran pemerintah
Hasil penelitian lapangan mengemukakan berbagai fakta menarik mengenai persepsi TKW terhadap peran pemerintah dalam pembinaan TKW. Berdasarkan hasil eksplorasi di lapangan diketahui bahwa TKW yang bekerja di luar negeri kebanyakan memang mempunyai keterampilan yang rendah. Pemerintah menurut kaca mata TKW tidak pernah memberikan edukasi apapun terkait dengan keterampilan. Calon TKW oleh agen dibawa ke Jakarta untuk karantina. Selama karantina menunggu visa, mereka hanya diajari bagaimana menyelesaikan administrasi terkait dengan surat-surat dan tata cara bekerja di LN dalam waktu tiga hari. Begitu visa sudah didapat (rata-rata sekitar dua bulan) mereka langsung diterbangkan ke negara tujuan masing-masing. Marni yang bekerja di kilang Sony menyatakan sebagai berikut:
“Ada PAP satu hari, semacam training untuk pembuatan kartu tenaga kerja, sedikit training tentang kerja di Malaysia itu seperti ini”.
Pendapat di atas mengindikasikan bahwa peran pemerintah dalam memberikan edukasi baik melalui peningkatan keterampilan maupun tentang sistem dan prosedur selama ini tidak pernah ada. Hal yang sama juga bagi perusahan jasa tenaga kerja (PJTKI) yang akan memberangkatkan calon TKW ke LN. Seluruh TKW menyatakan hal ini ketika dilakukan interview. Yuni yang bekerja di kilang Hitachi di Malaysia tentang peran pemerintah dalam proses pemberangkatan mereka ke negara tujuan sebagai berikut :
“Tidak ada sama sekali. Semua keberangkatan diurus oleh agen”.
Pernyataan di atas diperkuat oleh Wiarsih, pekerja di kilang Canon di Malaysia berikut ini :
“Tidak ada, adanya malah kita dipancing, di sana lebih enak, lebih banyak gajinya, di situlah penasarannya”.
Secara keseluruhan, isu-isu yang terjadi pada TKW sangat bervariasi. Bagi TKW non PRT, isu utama yang muncul adalah ketidaksesuaian tempat kerja, perbedaan sistem penggajian yang diberikan oleh perusahaan yang berdampak pada gaji yang diterima lebih rendah dari TKW non PRT dari negara lain. Sedangkan isu-isu yang sering terjadi pada TKW PRT adalah eksploitasi, gaji yang ditahan bahkan tidak diberikan, pelecehan seksual, pemerkosaan, penyiksaan/penganiayaan, hingga pembunuhan oleh majikannya. Beberapa kasus yang terjadi pada TKW PRT memberi gambaran bahwa di balik gemilangnya kehidupan TKW yang berhasil, ada segores peristiwa pahit yang terjadi pada TKW di negara penempatan. Namun demikian, peran pemerintah melalui dana perlindungan nampaknya belum dioptimalkan untuk melindungi TKW yang bekerja di luar negeri.
113
Bab 7 Pengarusutamaan Gender
Kotak 7.3. Belum Optimalnya Pemanfaatan Dana Perlindungan yang Dibayar TKW
Analisis kebijakan Migran Care, organisasi non-pemerintah yang aktif membela hak buruh migran, Wahyu Susilo, mengungkapkan bahwa: “Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi memperoleh penerimaan negara bukan pajak rata-rata Rp 750 miliar per tahun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 500 miliar berasal dari dana perlindungan TKI ........., pemerintah semestinya memanfaatkan dana tersebut untuk lebih melindungi TKI di negara penempatan.”
Meski banyak TKI yang mengalami masalah di negara penempatan, namun lebih banyak lagi yang justru memetik untung dari keputusan mereka bekerja di negeri orang; yaitu keluar dari lingkar kemiskinan di negara sendiri. Terkait hal ini, program pengentasan kemiskinan harus lebih gencar lagi dijalankan pemerintah dengan menggunakan strategi pengarusutamaan gender. Berdasarkan, target penurunan kemiskinan minimal 50 persen pada tahun 2015, dan juga harapan agar pengentasan kemiskinan dapat menuai hasil dengan baik, maka perlu memperhatikan elemen-elemen yang ada dalam masyarakat khususnya peran perempuan.
Anggaran responsif gender merupakan salah satu strategi mengentaskan kemiskinan dalam perspektif gender; dengan cara mengintegrasikan isu gender ke dalam proses perencanaan dan penganggaran, dan menerjemahkan komitmen pemerintah sehingga anggaran memberikan dampak dan manfaat yang setara antara perempuan dan laki-laki. Kriteria umum anggaran responsif gender yang disusun berdasarkan target-target dalam MDGs serta konvensi pengurangan kekerasan terhadap perempuan (CEDAW) terdiri dari : Memprioritaskan pembangunan manusia, dengan menyediakan alokasi yang memadai pada sektor
pendidikan dan kesehatan dibandingkan dengan sektor lainnya. Alokasi yang memadai digunakan untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah, baik laki-laki maupun perempuan terutama untuk jenjang pendidikan SMP ke atas serta untuk mengatasi tingginya Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Ibu Melahirkan, gizi buruk, dan penyakit menular (Malaria, HIV, TBC, dan lain-lain).
Memprioritaskan upaya-upaya untuk mengurangi kesenjangan gender antara laki-laki dengan perempuan, dengan meningkatkan alokasi anggaran agar tingkat partisipasi siswa perempuan di setiap jenjang pendidikan, partisipasi politik perempuan, kapasitas pegawai perempuan di pemerintahan, serta partisipasi angkatan kerja perempuan juga meningkat.
Memprioritaskan upaya penyediaan pelayanan publik yang berkualitas bagi masyarakat, yang ditandai dengan adanya alokasi yang memadai untuk Puskesmas, Posyandu, rumah sakit, penyediaan air bersih.Memprioritaskan upaya-upaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat yang ditandai dengan adanya alokasi yang memadai untuk bantuan modal keluarga miskin, dengan memberikan perhatian khusus kepada perempuan kepala keluarga.
Berbagai langkah dan strategi pengarusutamaan gender telah diformalkan oleh pemerintah melalui berbagai aturan. Peraturan tersebut tertuang dalam UU No 7 tahun 1984 tentang CEDAW, UU No 39 tahun 1999 tentang HAM, PP No 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Perencanaan Rencana Pembangunan Daerah, Inpres No 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, dan Permendagri No 15 tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah sudah memiliki komitmen yang kuat untuk melaksanakan strategi pengarusutamaan gender. Namun, dalam pelaksanaannya masih diperlukan petunjuk langkah-langkah yang konkret yang bisa diikuti seluruh komponen pemerintah dan masyarakat, sehingga dampak keberhasilan program cepat dirasakan oleh masyarakat.
114Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 7 Pengarusutamaan Gender
Kesimpulan dan Rekomendasi
Komitmen yang kuat dan aplikatif dari berbagai unsur pemerintahan dan masyarakat diperlukan dalam upaya peningkatan kualitas perempuan dalam perspektif pengarusutamaan gender. Pengarusutamaan gender merupakan salah satu kebijakan utama dalam pembangunan di Jawa Timur, terlihat pada berbagai kebijakan dan strategi seperti yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009 – 2014 bahwa pembangunan daerah harus pro gender. Selain itu, pengarusutamaan gender menjadi agenda utama yang harus dituntaskan dalam program Gubernur Jawa Timur periode 2009-2014 melalui peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan, serta terjaminnya kesetaraan gender. Hal ini menunjukan komitmen yang tinggi dari pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam upaya pengarusutamaan gender. Namun demikian, komitmen tersebut harus terimplementasi melalui program kesetaraan gender yang konsisten dan dapat langsung dirasakan oleh kaum perempuan dan menjadi gerakan bersama masyarakat serta seluruh SKPD di berbagai tingkatan pemerintahan.
Diperlukan upaya pengarusutamaan gender sebagai suatu gerakan di masyarakat untuk mencapai kesetaraan gender. Terdapat gap yang relatif besar antara pencapaian Indeks Pembangunan Manusia dengan Indeks Pembangunan Gender. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kualitas hidup sebagian kaum perempuan masih berada di bawah standar pembangunan. Berbagai kebijakan harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan khususnya melalui pendidikan dan kesehatan yang berkualitas, serta penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan perempuan.
Pengarusutamaan gender melalui pemberdayaan perempuan akan menjadi hal yang sangat penting dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan. Banyaknya TKW dari daerah kantong kemiskinan menunjukan bahwa bekerja di luar negeri masih menjadi harapan bagi sebagian penduduk untuk keluar dari kemiskinan. Kebijakan pengurangan kemiskinan dan pengarusutamaan gender seharusnya dilakukan secara simultan, karena saling terkait satu sama lain. Oleh karena itu, berbagai program pengentasan kemiskinan seharusnya dilihat dari perspektif gender.
Anggaran responsif gender perlu ditingkatkan dan dioptimalkan untuk mengentaskan kemiskinan khususnya dalam perspektif gender. Salah satu isu strategis pembangunan gender di Jawa Timur adalah masih banyaknya permasalahan TKW di luar negeri yang notabene adalah kaum perempuan miskin. Oleh karena itu diperlukan suatu kebijakan pemerintah daerah di Jawa Timur. seperti anggaran responsif gender yang diarahkan pada pembinaan calon maupun TKW baik sebelum berangkat, training, maupun setelah kembali dari bekerja di luar negeri. Selain itu perluasan lapangan kerja di daerah dengan suasana kondusif dalam perspektif gender harus juga menjadi agenda utama dalam meningkatkan kualitas perempuan.
• Dalam upaya mengoptimalkan pelaksanaan anggaran responsif gender, pemerintah daerah Jawa Timur masih perlu lebih tegas menerapkan pengisian Gender Budget Statement (GBS)17 pada semua program di SKPD, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. GBS, sesuai dengan Permendagri No. 67/2011, adalah dokumen yang menginformasikan suatu output kegiatan telah responsif gender terhadap isu gender yang ada, dan/atau suatu biaya telah dialokasikan pada output kegiatan untuk menangani permasalahan kesenjangan gender. Hasil analisis gender dalam GBS ini, nantinya dijadikan dasar SKPD-SKPD untuk menyusun kerangka acuan kegiatan dan merupakan bagian dari dokumen RKA/DPA SKPD. Kepala daerah menunjuk SKPD yang membidangi tugas pemberdayaan perempuan sebagai koordinator penyelenggaraan pengarusutamaan gender, yang bertugas mengoptimalkan kinerja POKJA PUG, Focal Point PUG dan tim teknis di tingkat provinsi dan kabupaten kota, sesuai dengan Permendagri No. 67/2011, sehingga target pelaksanaan anggaran resposif gender di provinsi ini bisa segera tercapai.
17 Contoh formulir Gender Budget Statement (GBS) dapat dilihat dilampiran.
115
Bab 7 Pengarusutamaan Gender
Lampiran: Format GBS dan Cara Penyusunannya
GENDER BUDGET STATEMENT
(Pernyataan Anggaran Gender)
Nama K/L : (Nama Kementerian Negara/Lembaga) Unit Organisasi : (Nama Unit Eselon I sebagai KPA) Unit Eselon II/Satker : (Nama Unit Eselon II di Kantor Pusat yang bukan sebagai Satker/Nama Satker baik di Pusat atau Daerah)
Program Nama Program hasil restrukturisasi
Kegiatan Nama Kegiatan hasil restrukturisasi
Indikator Kinerja Kegiatan Nama Indikator Kinerja Kegiatan hasil restrukturisasi atau diciptakan indikator kinerja kegiatan yang mengandung isu gender
Output Kegiatan Jenis,volume, dan satuan dari suatu output kegiatan hasil Restrukturisasi
Analisa Situasi Uraian ringkas yang menggambarkan persoalan yang akan ditangani/dilaksanakan oleh kegiatan yang menghasilkan output. Uraian tersebut meliputi: data pembuka wawasan, faktor kesenjangan, dan penyebab permasalahan kesenjangan gender. Dalam hal data pembuka wawasan (berupa data terpilah) untuk kelompok sasaran baik laki-laki maupun perempuan tidak tersedia (data kuantatif ) maka, dapat menggunakan data kualitatif berupa �rumusan� hasil dari focus group discussion (FGD). Output/suboutput kegiatan yang akan dihasilkan mempunyai pengaruh kepada kelompok sasaran tertentu
Isu gender pada suboutput 1 / komponen 1
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………… Isu gender pada suboutput 2 / komponen 2
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
116Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Bab 7 Pengarusutamaan Gender
Rencana Aksi (Dipilih hanya suboutput/komponen yang secara langsung mengubah kondisi kearah kesetaraan gender. Tidak semua suboutput/Komponen dicantumkan)
Suboutput 1
Bagian dari suatu Output. Suboutput ini harus relevan dengan Output Kegiatan yang dihasilkan. Dan diharapkan dapat menangani/mengurangi permasalahan kesenjangan gender yang telah diidentifi kasi dalam analisa situasi
Tujuan Sub Output 1
Uraian mengenai tujuan adanya suboutput setelah dilaksanakan analisis gender. Jika penyusun GBS menggunakan analisis Gender Analisis Pathway (GAP) maka, dapat menggunakan hasil jawaban kolom 6 (enam) pada Format GAP.
Komponen 1 Uraian mengenai tahapan pelaksanaan suboutput
Komponen 2 Uraian mengenai tahapan pelaksanaan suboutput
Komponen 3 Uraian mengenai tahapan pelaksanaan suboutput
Anggaran Suboutput 1
Rp…
Suboutput 2
…………………………………………………………………..
Tujuan Sub- Output 2
…………………………………………………………………………………
Komponen 1 …………………………………………………………………………………
Komponen 2 …………………………………………………………………………………
Komponen 3 …………………………………………………………………………………
Anggaran Suboutput 2
Rp……………………
Alokasi Anggaran Output kegiatan
(Jumlah anggaran (Rp) yang dialokasikan untuk mencapai Output kegiatan)
Dampak/hasil Output Kegiatan
Dampak/hasil secara luas dari Output Kegiatan yang dihasilkan dan dikaitkan dengan isu gender serta perbaikan ke arah kesetaraan gender yang telah diidentifi kasi pada analisisi situasi.
Sumber: Panduan Pelatihan Pengarusutamaan Gender, Kementerian Keuangan (September 2010)
117
Daftar Pustaka
Badan Pemeriksa Keuangan. 2010. “Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2011”. BPK. Jakarta
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. jatim.bps.go.id
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. 2006. “Jawa Timur Dalam Angka 2006”. BPS. Surabaya
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. 2007. “Jawa Timur Dalam Angka 2007”. BPS. Surabaya
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. 2008. “Jawa Timur Dalam Angka 2008”. BPS. Surabaya
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. 2009. “Jawa Timur Dalam Angka 2009”. BPS. Surabaya
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. 2010. “Jawa Timur Dalam Angka 2010”. BPS. Surabaya
Badan Pusat Statistik. 2011. “Perkembangan Beberapa Indikator Sosial-Ekonomi Indonesia” diakses melalui http://www.bps.go.id/booklet/Boklet%20November_2011.pdf. BPS. Jakarta
Badan Pusat Statistik (BPS). Sensus Potensi Ekonomi Desa (PODES), berbagai tahun
Badan Pusat Statistik (BPS). Survey Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), berbagai tahun
Badan Pusat Statistik (BPS). Survey Ekonomi dan Sosial Nasional (SUSENAS), berbagai tahun
Decentralization Support Facility. 2008. “Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM).” Decentralization Support Facility, The World Bank. Jakarta
Suara Surabaya (2010). “Tahun Ini DAU Surabaya Turun”, 14 Agustus 2010, diakses melalui http://kelanakota.suarasurabaya.net/?id=06beeec285d6dfbb145ed8414ac61408201080861 pada 13 Oktober 2011. Surabaya
Website Arsip Jawa Timur.
Website Pemerintah Provinsi Jawa Timur. www.jatimprov.go.id
Wikipedia. www.wikipedia.org
World Bank. 2005. “Indonesia: Local Government Financial Management. A Measurement Framework.” The World Bank. Jakarta
World Bank in cooperation with Ministry of Home Aff airs. 2005. Conference Procedings Part 1. “Strengthening Public Services in Decentralizing Indonesia: Approaches for Measuring Performance of Local Governments.” Bali, August 28-29, 2005.
World Bank. 2009 “Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah – Edisi Lokakarya”. The World Bank. Jakarta
World Bank. 2010. “Indonesia Agriculture Public Expenditure Review 2010”. The World Bank. Jakarta (unpublished)
World Bank. 2011. Indonesia Sub-National Public Expenditure Review, Policy Note 6: Financing Infrastructure Projects. The World Bank. Jakarta (unpublished)
World Bank. 2011. “Diagnosa Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur”. The World Bank. Jakarta
Lampiran
120Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Lampiran
Lampiran A. Apakah yang dimaksud dengan Analisis Keuangan Publik Pemerintah Jawa Timur?
Melihat pengalaman dari pelaksanaan Public Expenditure Analysis and Capacity Harmonization (PEACH) di berbagai daerah di Indonesia, Pemerintah Jawa Timur berinisiatif untuk melakukan program serupa.
Pengalaman PEACH di provinsi lain menunjukkan bahwa analisis partisipatif atas belanja pemerintah merupakan titik awal yang baik untuk memperbaiki kualitas pengelolaan belanja pemerintah agar dapat melaksanakan fungsi dan tanggung jawab yang baru diperoleh pemerintah daerah di Indonesia yang mulai terdesentralisasi.
Sebagai tanggapan, Bank Dunia bekerja sama dengan tim peneliti yang diorganisir oleh Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan (PKDSP) Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya melakukan analisis menyeluruh atas pengelolaan belanja pemerintah, yang dihubungkan dengan suatu program kegiatan untuk memperkuat kapasitas pemerintah-pemerintah daerah. Tujuan yang diharapkan dari PEACH Jawa Timur adalah perbaikan alokasi sumber daya anggaran yang mengarah pada penyediaan barang umum yang lebih baik di tingkat daerah yang disesuaikan dengan preferensi dan pertimbangan di tingkat daerah. Hal tersebut dapat dicapai dengan keterlibatan para pengambil keputusan di tingkat daerah serta para pemangku kepentingan lainnya dalam pengidentifi kasian prioritas belanja pemerintah dan pengelolaan keuangan. Tujuan utama dari komponen PEA adalah:
i. memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang pengelolaan belanja pemerintah di suatu provinsi khususnya sehubungan dengan proses perencanaan dan penganggaran parsitipatif dan penyediaan layanan dasar.
ii. memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang reformasi kepegawaian negeri sipil yang saat ini sedang dijalankan, khususnya sehubungan dengan pelaksanaan tunjangan kesejahteraan daerah;
iii. mengembangkan strategi-strategi untuk memperbaiki pengelolaan keuangan Jawa Timur untuk mencapai layanan umum dan penanaman modal umum yang lebih baik untuk merangsang pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
iv. membentuk sistem yang lebih baik untuk menganalisis dan mengawasi anggaran daerah. Sistem tersebut dapat berupa:• membentuk jaringan rekan imbangan dari universitas-universitas lokal di Jawa Timur dan instansi
pemerintah daerah yang akan memimpin pelaksanaan PEACH Jawa Timur dan dengan demikian akan membangun kapasitas untuk dapat melaksanakan analisis belanja pemerintah secara mandiri di masa mendatang;
• memberikan bantuan teknis/peningkatan kapasitas pada jaringan ini untuk melakukan analisis serupa di masa mendatang.
121
Lampiran
Lampiran B. Catatan Metodologi
B.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Seluruh analisis anggaran dan belanja di dalam laporan Analisis Keuangan Publik (Public Expenditure Analysis atau PEA) Jawa Timur 2011 dibuat mengacu pada Tabel Konsolidasi Anggaran yang disebut Budget Master Table (BMT). BMT disusun oleh tim peneliti dari UNIBRAW dan JPIP.
Sumber data yang digunakan oleh BMT adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang merupakan anggaran tahunan yang dialokasikan dan/atau dibelanjakan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Anggaran tersebut terdiri dari dua kategori: rencana atau alokasi, yang disebut dengan APBD murni atau pokok; dan APBD realisasi (pengeluaran yang sebenarnya atau laporan pertanggungjawaban dari kepala daerah). Seluruh sumber data tersebut di kumpulkan dan dimasukkan ke dalam BMT oleh tim peneliti.
Selain itu, seluruh analisis anggaran dalam laporan ini adalah berdasarkan BMT yang telah disesuaikan menjadi angka riil dengan tahun 2009 sebagai tahun dasar (2009=100). Hal ini dilakukan untuk meminimalkan dampak pergerakan harga terhadap anggaran. Treatment ini memungkinkan adanya perbedaan antara angka BMT yang digunakan dalam analisis dengan data anggaran yang dimiliki oleh pemerintah daerah.Rentang data yang digunakan dalam analisis ini adalah dari tahun 2006 hingga 2010 dan diperoleh dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur. Data yang berasal dari Kementerian Keuangan digunakan sebagai data perbandingan skala nasional.
B.2 Kerangka kerja Pengelolaan Keuangan Publik (PFM): Bidang Strategis, Hasil, dan Indikator
Analisis yang digunakan di Bab 5 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagian besar berdasarkan sebuah survei kapasitas pengelolaan keuangan daerah (survei PFM), kecuali kalau disebutkan secara khusus.
Bank Dunia bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri telah mengembangkan sebuah metodologi untuk menilai kapasitas pengelolaan keuangan dari pemerintah daerah. Kerangka kerja ini adalah suatu acuan sederhana untuk menilai berbagai elemen yang terkait/relevan dengan proses pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Kerangka kerja ini terdiri dari seperangkat bidang strategis dari siklus Pengelolaan Keuangan Daerah. Kerangka kerja tersebut terbagi dalam sembilan bidang yang menjadi kunci pengelolaan keuangan pemerintah oleh pemerintah kabupaten/kota:
(1) Kerangka Peraturan Perundangan Daerah, (2) Perencanaan dan Penganggaran, (3) Pengelolaan Kas, (4) Pengadaan, (5) Akuntansi dan Pelaporan, (6) Pengawasan Internal, (7) Hutang dan Investasi Publik, (8) Pengelolaan Aset, dan (9) Audit dan Pengawasan Eksternal.
Setiap bidang strategis dibagi menjadi antara 1 sampai 5 hasil, dan daftar indikator dicantumkan untuk setiap hasil. Hasil mewakili pencapaian yang dikehendaki dalam setiap bidang strategis, dan indikator digunakan untuk menilai bagaimana kinerja pemerintah kabupaten/kota dalam bidang tersebut. Perlu dicatat bahwa praktik-praktik internasional yang terbaik belum diterapkan untuk menetapkan dasar-dasar bagi hasil-hasil tersebut karena pada praktiknya, jarak antara hasil-hasil tersebut dan kenyataan yang ada saat ini terlalu besar untuk dapat membuahkan hasil yang nyata.
122Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Lampiran
Para responden diminta untuk menjawab “ya” atau “tidak” untuk setiap pernyataan yang diwakili oleh masing-masing indikator.Jawaban setuju ditambahkan untuk setiap hasil, dan skor dihitung berdasarkan persentase jawaban “ya”.
Beberapa bidang strategis memiliki indikator lebih banyak daripada bidang-bidang lainnya, sehingga bidang-bidang tersebut memiliki bobot lebih dalam hasil keseluruhan. Misalnya, perencanaan dan penganggaran mencakup 49 indikator, tetapi hutang dan investasi publik meliputi hanya 8 indikator. Indikator strategis lainnya yang berbobot lebih termasuk pengadaan (41 indikator) dan pengelolaan kas (31 indikator).
Lokasi survei kerangka kerja PFM diterapkan di Jawa Timur, dan meliputi pemerintah provinsi dan 3 kabupaten/kota terpilih yaitu Kabupaten Tulungagung, Kota Surabaya dan Kota Batu. Universitas Hassanudin dilibatkan dalam penelitian untuk survei tersebut diwakili oleh Bapak Syahrir Colle. Pada akhir tahun 2011, survei PFM telah diadakan di sekitar 75 kabupaten/kota di seluruh indonesia.
Metodologi
Hasil diperoleh melalui wawancara dan FGD (diskusi kelompok terfokus) dengan perwakilan pemerintah daerah dari departemen terkait. Diskusi-diskusi ini melibatkan bappeda, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD); DPRD, Dinas Pendapatan Daerah; kantor bendahara daerah; Dinas Pekerjaan Umum; dan badan pengawas pemerintah daerah. Untuk menjamin akurasi data, maka setiap jawaban “ya” harus didukung dengan dokumen terkait dan/atau diperiksa silang dengan responden tambahan.
Interpretasi hasil
Skor diberikan untuk setiap bidang strategis dan lokasi survei, dan skor menyeluruh diberikan untuk setiap lokasi survei. Akan tetapi, interpretasi hasil berisiko menimbulkan subyektivitas, karena hasilnya sangat bergantung pada interpretasi pihak yang mengadakan survei. Ini adalah kelemahan yang dimiliki oleh kerangka kerja ini. Saat ini, Bank Dunia dan Kementerian Dalam Negeri bekerja sama untuk memperbaiki survei tersebut, khususnya dalam upaya memperkecil risiko subyektivitas.
Survei PFM dan Audit BPK
Kerangka kerja survei PFM adalah sebuah komplemen dari Audit BPK. Kerangka kerja ini tidak didesain untuk menggantikan audit yang dilakukan setiap tahun oleh BPK karena perbedaan tujuan dari kedua metode ini. Selain itu, kerangka kerja ini adalah sebuah metode penilaian sederhana yang bertujuan untuk melihat aspek-aspek yang masih membutuhkan perbaikan dan peningkatan kapasitas.
123
Lampiran
Nilai Survei PFM Jawa Timur: Pemerintah Provinsi, Kota Surabaya, Kota Batu, Tulungagung
Tabel indikator dan hasil survei pengelolaan keuangan daerah di pemerintah provinsi dan 3 daerah (kota dan kabupaten) di Jawa Timur
No Nama Bidang Nama Indikator
Pemerintah Daerah
Pro
vin
si J
aw
a T
imu
r
Ko
ta S
ura
ba
ya
Ko
ta B
atu
Tu
lun
ga
gu
ng
1Kerangka Peraturan Perundangan Daerah
Diterapkannya struktur organisasi pengelola keuangan yang terpadu (berbentuk Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah -DPPKAD)
1 0,75 0 1
Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) TA 2012 telah dibuat dalam suatu Nota Kesepakatan
0 0 0 0
Masyarakat memiliki akses terhadap sidang-sidang DPRD mengenai APBD 1 0 0 0
Peraturan Daerah mengenai SOTK (Struktur Organisasi dan Tata Kerja) Pemda sebagai tindak lanjut dari PP 41/ 2007 dan PP 38/2007 telah disahkan
1 1 1 1
Peraturan Daerah tentang SPM 0 0 0 0
Peraturan kepala daerah mengenai sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah telah ditetapkan
1 1 0 1
Peraturan kepala daerah tentang Analisis Standar Belanja telah ditetapkan 0 0 0 0
Peraturan kepala daerah tentang kebijakan akuntansi pemerintah daerah telah ditetapkan 1 1 1 1
Peraturan Kepala Daerah tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) TA 2012 telah disahkan 0 0 0 0
Peraturan kepala daerah tentang Standar Biaya telah ditetapkan 1 0 1 0
Peraturan perundangan daerah mengenai APBD TA 2011 ditetapkan tepat waktu (sesuai dengan kalender anggaran)
1 0 0 1
Peraturan perundangan daerah mengenai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) 1 1 0 1
Peraturan perundangan daerah mengenai partisipasi telah disahkan 0 0 0 0
Peraturan perundangan daerah mengenai penanaman modal daerah telah disahkan 1 1 0 1
Peraturan perundangan daerah mengenai pengelolaan barang daerah telah disahkan 1 0 1 1
Peraturan perundangan daerah mengenai pengelolaan keuangan daerah disosialisasikan( 1 1 1 1
Peraturan perundangan daerah mengenai pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah telah disahkan 1 1 1 1
124Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Lampiran
No Nama Bidang Nama Indikator
Pemerintah Daerah
Pro
vin
si J
aw
a T
imu
r
Ko
ta S
ura
ba
ya
Ko
ta B
atu
Tu
lun
ga
gu
ng
Peraturan perundangan daerah mengenai RPJMD telah disahkan 1 0 1 1
Peraturan perundangan daerah mengenai transparansi telah disahkan 0 0 0 0
Peraturan perundang-undangan daerah tentang Standar Harga telah ditetapkan sebelum atau bersamaan dengan RKA—Rencana Kerja dan Anggaran TA 2011
1 1 1 1
Renja disahkan setelah tanggal RKPD 1 1 0 1
Rata-rata bidang 1 71,4% 46,4% 38,1% 61,9%
2 Perencanaan dan Penganggaran
Dalam anggaran satuan kerja (RKA-SKPD 2.2) TA-2011 terdapat indikator-indikator hasil yang terukur dan merujuk pada KUA/PPA
1 1 1 1
Dokumen perencanaan dan penganggaran mudah diakses oleh masyarakat 0,8 0,05 0,2 0
Kebijakan Umum APBD (KUA) dan PPAS (Prioritas dan Plapon Anggaran) TA 2011 mencakup indikatoryang dapat diukur
1 1 1 1
KUA dan Prioritas dan plafon anggaran (PPA) TA 2011 disusun sebelum proses RKA (Rencana Kegiatan dan Anggaran) di SKPD dimulai TA 2011
1 1 1 1
Masyarakat dilibatkan dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan yang dilaksanakan di SKPD 0 0,9 0 0
Perbedaan antara APBD induk dan ABPD-P TA 2010 untuk kelompok belanja langsung kurang dari 10%. 0 1 1 0
Perbedaan antara total anggaran belanja dengan realisasi APBD tahun lalu kurang dari 10% 0 0 0 1
Perubahan anggaran tahun berjalan dilakukan berdasarkan alasan yang jelas sesuai dengan peraturan yang didukung oleh LRA semester I
1 1 1 1
Program dan kegiatan dalam RPJMD merupakan dokumen yang dapat diukur secara kuantitatif 0,6 1 0,6 0
Proses perencanaan anggaran mencakup komponen partisipatif 0 0,75 0,75 0
Rata-rata defi sit realisasi anggaran selama 3 tahun terakhir antara 0 sampai 3% dari PDRB 0 1 0 0
Renstra dan Renja SKPD memuat Pagu indikatif (proyeksi biaya) dan mempertimbangankan keterbatasan sumber daya.
1 1 1 1
Telah disusun Analisis Standar Biaya (PPP05) untuk APBD TA tahun 2011 0 0 0 0
Terdapat proses evaluasi atas RKA-SKPD dalam hal kesesuaian dengan KUA dan PPAS 1 1 1 1
125
Lampiran
No Nama Bidang Nama Indikator
Pemerintah Daerah
Pro
vin
si J
aw
a T
imu
r
Ko
ta S
ura
ba
ya
Ko
ta B
atu
Tu
lun
ga
gu
ng
Rata-rata bidang 2 52,9% 76,4% 61,1% 50,0%
3 Pengelolaan Kas Ada peningkatan realisasi penerimaan pajak dan retribusi daerah selama 3 tahun terakhir secara riil 1 1 1 1
Anggaran kas dibuat berdasarkan rancangan DPA dan rencana waktu pelaksanaan Kegiatan (Dokumen Pelaksanaan Anggaran)
1 1 1 1
Dasar penetapan pajak pendapatan daerah (SKP Daerah/SKR Daerah) diverifi kasi setiap tahun 1 1 1 1
Ditetapkan prosedur membuka rekening bank 1 1 0 1
Laporan Realisasi Anggaran Kas dibuat setiap bulan 1 0 1 0
Pejabat Penatusahaan Keuangan (PPK) SKPD mengisi register pengesahan Surat Pertanggungjawan (SPJ )dan SPM
1 1 1 1
Pelatihan manajemen pendapatan daerah telah diberikan kepada staf pengelola keuangan daerah 1 1 1 1
Pelatihan teknis fungsional kebendaharaan diikuti oleh staf bendaharawan diadakan dalam 1 (satu) tahun terakhir
1 1 1 1
Pemda telah menganalisis potensi PAD untuk perhitungan target pendapatan 1 1 1 1
Rekonsiliasi atas rekening koran bank dengan Buku Bank dilakukan setiap bulan 1 1 1 1
Rekonsiliasi harian dilakukan oleh BUD terhadap rekening bank yang terkait dengan pendapatan daerah 0 1 1 1
Sanksi tegas telah dikenakan kepada para Wajib Pajak/Restribusi yang melanggar ketentuan 1 1 1 0
Seluruh pendapatan asli daerah disetor ke rekening kas umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja 1 1 1 1
Seluruh pendapatan asli daerah disetorkan ke dalam rekening kas umum daerah 1 1 1 1
Semua tempat menyempan uang SKPD merupakan rekening atas nama pemerintah daerah 1 1 1 1
Sistem penatapan dan penagihan terintegrasi 1 1 1 1
SPJ Fungsional Bendahara mencakup BKU, Bukti-bukti dan rekap perincaian objek 1 1 0 1
Surat Penyediaan Dana (SPD) dibuat berdasarkan Anggaran Kas 0,5 1 1 1
Surat Perintah Membayar (SPM) diterbitkan paling lama 2 (dua) hari setelah diterimanya SPP 1 1 1 1
Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) diterbitkan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya pengajuan SPM
1 1 1 1
126Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Lampiran
No Nama Bidang Nama Indikator
Pemerintah Daerah
Pro
vin
si J
aw
a T
imu
r
Ko
ta S
ura
ba
ya
Ko
ta B
atu
Tu
lun
ga
gu
ng
Surplus kas yang ada ditempatkan dalam investasi jangka pendek dan dicairkan jika diperlukan 1 1 0 1
Terdapat Buku Rekapitulasi Penerimaan Harian 1 1 1 1
Terdapat ketentuan tentang mekanisme tentang pelaksanaan anggaran belanja bantuan sosial dan hibah
1 1 1 1
Terdapat Perkada tentang prosedur/mekanisme pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBD 1 1 1 1
Terdapat rincian informasi atau data pendukung penetapan dan penagihan pajak untuk setiap pembayar pajak tersedia
1 1 1 0
Terdapat verifi kasi SPJ fungsional oleh BUD/DPKD 1 1 1 1
Tersedia Unit Layanan menanggapi pertanyaan para pembayar pajak 1 1 1 0
Tidak ada rancangan peraturan mengenai pajak dan retribusi daerah yang ditolak oleh pemerintah (depdagri atau Depkeu)
1 0 0 0
Rata-rata bidang 3 94,6% 92,9% 85,7% 82,1%
4 Pengadaan Barang dan Jasa
Ada catatan dan tindak lanjut atas sanggahan dari peserta tender 1 1 1 1
Calon pemenang tender diumumkan di papan pengumuman resmi dan atau internet 1 1 1 1
Harga perkiraan sendiri (HPS) disusun dengan harga yang wajar untuk setiap pengadaan barang dan jasa 1 1 1 1
Hasil audit BPK terhadap LKPD terakhir tidak memuat temuan yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa
0 1 1 0
Kontrak mengatur dengan jelas uang jaminan pelaksanaan, sanksi dan proses pelaksanaan 1 1 1 1
Pejabat pengadaan (PPK dan Unit Layanan Pengadaan) memiliki sertifi kat pengadaan barang/jasa 1 1 1 1
Pejabat pengadaan dan panitia pengadaan dan penyedia barang/ jasa menandatangani pakta integritas.
1 1 1 1
Penawaran tender diumumkan di koran atau website pengadaan nasional 1 1 1 1
Penerima hasil pekerjaan dan penyedia barang/jasa menandatangani berita acara serah terima akhir barang/jasa
1 1 1 1
127
Lampiran
No Nama Bidang Nama Indikator
Pemerintah Daerah
Pro
vin
si J
aw
a T
imu
r
Ko
ta S
ura
ba
ya
Ko
ta B
atu
Tu
lun
ga
gu
ng
Penjelasan lelang dilakukan dengan terbuka dan dihadiri oleh seluruh peserta yang dibuktikan dengan daftar hadir
1 1 1 1
Penyerahan dokumen lelang semuanya tepat waktu sesuai jadwal, tidak ada dokumen yang diterima oleh panitia setelah semua dokumen penawaran tender dibuka
1 1 1 1
Proses pengadaan barang/jasa telah menggunakan sistem e-procurement 1 1 0 0
Terdapat catatan rekam jejak (Daftar Hitam) yang dibuat oleh ULP mengenai rekanan yang nakal dan dilaporkan ke LKPP setiap tahun.
1 1 0 0
Terdapat sistem pengawasan/audit oleh Penanggung jawab Anggaran atas pengadaan barang yang dilaksanakan melalui swakelola
0 0 0 0
Terdapat Unit Layanan Pengadaan yang melaksanakan pengadaan barang dan jasa di pemda 1 1 0 0
Terdapat usulan kebutuhan barang daerah yang dibahas bersama antara pengguna barang (SKPD) dan pengelola barang dengan memperhatikan spesifi kasi barang, dan standar harga
1 1 0 1
Rata-rata bidang 4 87,5% 93,8% 68,8% 68,8%
5 Akuntansi dan Pelaporan
Dilakukan pelatihan akuntansi dan Penatausaan Keuangan Daerah secara rutin kepada Staf Keuangan SKPD
1 1 1 1
Laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) menggambarkan tentang pencapaian target pada tahun berjalan
1 1 1 1
Laporan keuangan dan laporan kinerja dihasilkan dari satu sistem 1 0,5 0 0,5
Laporan keuangan disusun dan disajikan berdasarkan standar akuntansi pemerintahan 1 1 1 1
Masing-masing kepala bagian/bidang dalam DPPKAD adalah berlatar belakang pendidikan akuntansi atau manajemen keuangan
0,5 0,5 0 0
Paling tidak /minimal 10 persen dari staf DPPKAD merupakan lulusan D3 akuntansi atau lebih tinggi 0 0 1 0
Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD berlatar belakang pendidikan akuntansi 0 0 0 0
Setiap SKPD menyusunan Laporan Kinerja 1 1 1 1
Telah dilaksanakan praktik akuntansi berpasangan (double entry accounting) 1 1 1 1
128Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Lampiran
No Nama Bidang Nama Indikator
Pemerintah Daerah
Pro
vin
si J
aw
a T
imu
r
Ko
ta S
ura
ba
ya
Ko
ta B
atu
Tu
lun
ga
gu
ng
Terdapat Buku Jurnal, Buku Besar, Buku Besar Pembantu, dan Neraca Saldo 1 1 1 1
Terdapat kartu kendali kegiatan dan belanja 1 1 0 0
Terdapat laporan kemajuan pelaksanaan kegiatan dan program 1 1 1 1
Terdapat manual akuntansi sebagai pedoman pelaksanaan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan
0 0 0 0
Terdapat neraca awal SKPD 1 1 1 1
Terdapat Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) di setiap SKPD. 1 1 0 1
Terdapat rincian pos-pos laporan keuangan pada tahun minimal 2010. 1 1 1 1
Terdapatnya perhitungan stock opname kas dan persedian pada akhir tahun anggaran 0,5 1 1 1
Terdapatnya ketentuan batas waktu pencairan SP2D dan pengakuan transaksi/SPJ pada akhir tahun anggaran
1 1 1 1
Rata-rata bidang 5 77,8% 77,8% 66,7% 69,4%
6 Internal Audit Audit internal dilaksanakan sesuai dengan Program dan Prosedur Audit yang telah dibuat 1 1 0,75 1
Bawasda memiliki lebih dari 50% staf yang mempunyai latar belakang akuntansi 0 0 0 0
Bawasda memiliki lebih dari 50% staf yang berkualifi kasi Jabatan Fungsional Auditor 0 1 0 0
Bawasda memiliki manual program dan prosedur audit internal 1 1 1 1
Bawasda memiliki Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) 1 1 1 1
Bawasda memiliki sumber daya pendukung tugas operasional yang cukup. 1 0 0 0
Bawasda mengaudit seluruh kegiatan pemerintah daerah, termasuk kegiatan komersial yang dilakukan 1 0 0 1
Bawasda menggunakan standar audit internal 1 1 0 1
Bawasda secara reguler menguji sistem pengendalian intern yang ada dan implementasinya 1 1 1 1
Inspektorat melakukan review laporan keuangan sebelum diserahkan ke BPK. 1 1 1 0
Laporan audit internal dikirimkan kepada Walikota/Bupati dengan tembusan ke Bawasda Provinsi dan BPK 0,5 0 0 1
129
Lampiran
No Nama Bidang Nama Indikator
Pemerintah Daerah
Pro
vin
si J
aw
a T
imu
r
Ko
ta S
ura
ba
ya
Ko
ta B
atu
Tu
lun
ga
gu
ng
Laporan audit internal menyatakan ruang lingkup pemeriksaan sebelum memberikan pendapat/kesimpulan
1 1 1 1
Laporan internal audit ditujukan kepada Kepala Daerah dan ditembuskan ke pihak-pihak yang terkait 1 1 1 1
Pelatihan rutin yang relevan dilakukan minimal 2 kali setahun 1 1 1 1
Peran dan tanggung jawab Bawasda ditetapkan secara jelas dalam Peraturan Daerah 1 1 1 1
Program dan prosedur audit secara reguler dikaji ulang dan direvisi 1 1 1 1
Temuan audit telah ditindaklanjuti oleh walikota/bupati setelah diterimanya Laporan Hasil Pemeriksaan/LHP
1 1 1 1
Rata-rata bidang 6 85,3% 76,5% 63,2% 76,5%
7 Hutang, Hibah, dan Investasi
Dana pendamping pelaksanaan penerimaan hibah tercantum dalam DPA SKPKD 0 1 1 0
Dilakukan publikasi informasi terhadap penerimaan dan kegiatan yang dibiayai dari Hibah 0 0 1 0
DPRD harus memberikan persetujuan atas transaksi investasi jangka panjang dengan keputusan DPRD 1 1 1 1
Kebijakan pengelolaan investasi daerah dilaksanakan sesuai kerangka kebijakan nasional 1 1 1 1
Kebijakan pengelolaan pinjaman daerah dilaksanakan sesuai dengan kerangka kebijakan nasional (PP No. 54 tahun 2005)
1 1 0 1
Terdapat peraturan mengenai penerimaan, pencatatan, pengelolaan dan pelaporan hibah, baik penerimaan hibah maupun pemberian hibah
1 1 1 0
Total pinjaman tidak melebihi 2,5% dari debt service coverage ratio 1 1 0 1
Transaksi hibah dicatat berdasarkan dokumen yang valid (akta hibah) 1 1 1 0
Transaksi hibah dicatat dalam laporan realisasi anggaran dan catatan atas laporan keuangan 1 1 1 0
Transaksi pinjaman dan investasi ke BUMD disajikan dalam Laporan Keuangan 1 1 1 1
Rata-rata bidang 7 80,0% 90,0% 80,0% 50,0%
8 Pengelolaan Aset Aset/barang daerah telah diberi kode lokasi dan kode barang 1 1 1 1
Bukti kepemilikan aset diadministrasikan dan disimpan dengan baik. 1 1 1 1
130Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Lampiran
No Nama Bidang Nama Indikator
Pemerintah Daerah
Pro
vin
si J
aw
a T
imu
r
Ko
ta S
ura
ba
ya
Ko
ta B
atu
Tu
lun
ga
gu
ng
Hasil pemanfaatan barang daerah disetor ke rekening kas daerah 1 1 1 1
Laporan barang daerah yang disiapkan oleh pengelola barang daerah merupakan sumber utama pelaporan aset dalam neraca daerah
0,5 1 1 1
Pemanfaatan barang milik daerah, kerjasama pemanfaatan atau bangun serah guna, bangun guna serah dilaksanakan melalui proses tender
0 0 0 0
Pencatatan barang daerah telah menggunakan sistem informasi barang daerah (SIMBADA) berbasis komputer 1 1 1 0
Pengguna barang melakukan inventarisasi persediaan (di level SKPD) sekali setahun 1 1 0 0
Pengguna/pengelola barang melakukan inventarisasi barang (aset tetap) sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun
0 1 0 1
Penghapusan barang daerah dilakukan dengan alasan yang jelas dan tepat serta untuk nilai tertentu atas persetujuan bupati/walikota
1 1 1 1
Perda Pengelolaan Barang Daerah disosialisasikan ke seluruh SKPD 1 0 1 1
Telah dilakukan penilaian Aset Daerah khususnya terhadap barang yang akan di manfaatkan dalam rangka bangun serah guna atau bangun guna serah
0 0 0 0
Terdapat Kartu Inventaris Ruangan yang mencantumkan informasi pemeliharan Aset 1 1 0 1
Terdapat laporan barang milik daerah yang disiapkan oleh pengelola barang daerah 1 1 1 1
Terdapat laporan barang pengguna semesteran dan tahunan 1 1 1 1
Terdapat laporan tahunan hasil pemeliharaan barang pada di setiap SKPD 0,5 1 0 0,1
Terdapat Pedoman Penatusahaan Barang Daerah dalam bentuk SK Kepala Daerah 1 0 0 0
Terdapat pencatatan barang milik daerah dalam bentuk daftar barang pengguna (DBP), sesuai penggolongan dan kodifi kasi barang
1 1 1 1
Terdapat peraturan daerah yang mengatur tentang sanksi terhadap pengelola, pembantu pengelola, pengguna/kuasa pengguna, dan penyimpan dan/atau pengurus barang berupa Tuntutan Ganti Rugi (TGR) yang karena perbuatannya merugikan daerah.
1 1 0 0
131
Lampiran
No Nama Bidang Nama Indikator
Pemerintah Daerah
Pro
vin
si J
aw
a T
imu
r
Ko
ta S
ura
ba
ya
Ko
ta B
atu
Tu
lun
ga
gu
ng
Terdapat rencana tahunan kebutuhan pemeliharaan barang daerah pada setiap SKPD 1 1 1 1
Terdapat SK Kepala Daerah mengenai status penggunaan barang 1 1 0 0
Rata-rata bidang 8 80,0% 80,0% 55,0% 60,5%
9 Audit EksternalDPRD memberikan persetujuan terhadap rancangan peraturan daerah tentang Perubahan APBD setelah Perda LPJ disetujui
1 1 1 1
DPRD melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi atau dukungan atas tindak lanjut terhadap temuan BPK
1 1 1 1
DPRD melakukan analisa dan evaluasi terhadap laporan realisasi semester pertama dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya
1 1 1 0
DPRD mengadakan rapat koordinasi dengan setiap SKPD dalam rangka pengawasan pelaksanaan APBD 1 1 1 1
DPRD telah memberikan persetujuan terhadap rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebelum tgl 31 Agustus
1 0 0 1
Gubernur/Bupati/walikota menindaklanjuti temuan audit BPK 1 1 1 1
Informasi Laporan Penyelenggaran Pemerintah Daerah (LPPD) dipublikasikan pada media masa setempat dan elektronik
0 0 0 0
Laporan audit eksternal minimal berstatus wajar dengan pengecualian 1 1 0 1
Laporan Keuangan dipublikasikan misalnya melalui media massa setempat dan pada papan pengumuman resmi atau melalui web site
0 0 0 0
Laporan keuangan tahunan disampaikan kepada BPK paling lambat tanggal 31 Maret pada tahun anggaran berikutnya
1 1 1 1
Masyarakat dapat menghadiri sidang DPRD yang mendiskusikan laporan pertanggungjawaban dan hasil audit BPK
1 0 0 0
Rata-rata bidang 9 81,8% 63,6% 54,5% 63,6%
SCORE SURVEI PFM 79,0% 77,5% 63,7% 64,8%
132Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Lampiran
La
mp
ira
n C
. M
atr
iks
Te
mu
an
, R
ek
om
en
da
si d
an
Re
nc
an
a A
ksi
Ba
bT
em
ua
n
Re
ko
me
nd
asi
R
en
ca
na
Ak
si
Pend
ahul
uan
Ja
wa
Tim
ur s
elam
a in
i dik
enal
seb
agai
sal
ah s
atu
prov
insi
di I
ndon
esia
yan
g m
emili
ki p
osis
i str
ateg
is,
baik
dar
i asp
ek g
eogr
afi s
, eko
nom
i, m
aupu
n da
ri si
si
dem
ogra
fi sny
a. S
ecar
a lo
kasi
, pro
vins
i ini
terle
tak
di K
awas
an B
arat
Indo
nesi
a ya
ng m
emili
ki a
kses
la
ngsu
ng k
e Ka
was
an T
imur
Indo
nesi
a. S
ecar
a ek
onom
i, pr
ovin
si in
i mer
upak
an p
engh
ubun
g an
tara
kaw
asan
Tim
ur d
an B
arat
Indo
nesi
a,
khus
usny
a se
baga
i pin
tu g
erba
ng p
erda
gang
an
anta
r pul
au d
an d
aera
h.
Pote
nsi p
rovi
nsi i
ni te
rleta
k pa
da p
erek
onom
iann
ya
dan
sum
ber d
aya
man
usia
nya.
Saa
t ini
Jaw
a Ti
mur
ad
alah
kek
uata
n ek
onom
i ked
ua te
rbes
ar d
i In
done
sia
sete
lah
DKI
Jaka
rta
deng
an b
asis
sum
ber
daya
man
usia
terb
esar
ked
ua s
etel
ah Ja
wa
Bara
t.
Seiri
ng d
enga
n po
tens
inya
yan
g be
sar,
Jaw
a Ti
mur
juga
mili
ki ta
ntan
gan
pem
bang
unan
yan
g be
sar.
Tan
tang
anny
a ad
alah
(i)k
ualit
as s
umbe
r da
ya m
anus
ia d
an k
emis
kina
n; (i
i) ko
ordi
nasi
ant
ar
pem
erin
tah
daer
ah; (
iii) k
ualit
as in
fras
truk
tur y
ang
mer
upak
an p
endu
kung
per
tum
buha
n ek
onom
i ya
ng in
klus
if.
Pend
apat
an d
an
Pem
biay
aan
S
um
be
r d
ay
a fi
sk
al
Jaw
a T
imu
r m
en
ga
lam
i
pe
nin
gk
ata
n y
an
g c
uk
up
sig
nifi
ka
n b
aik
di
tin
gk
at
pro
vin
si d
an
ka
bu
pa
ten
/ko
ta. R
uang
fi s
kal m
empe
rliha
tkan
kec
ende
rung
an y
ang
men
urun
, khu
susn
ya d
i tin
gkat
pro
vins
i, k
aren
a ko
mpo
nen
bela
nja
bagi
has
il da
n ba
ntua
n ke
uang
an k
e da
erah
baw
ahan
yan
g m
enga
lam
i pe
ning
kata
n. D
ana
DAU
mem
perli
hatk
an
kece
nder
unga
n ya
ng m
enur
un k
aren
a ad
anya
ko
mpo
nen
PAD
seb
agai
kom
pone
n pe
rhitu
ngan
D
AU m
enga
lam
i pen
ingk
atan
. Ini
ber
arti
Jaw
a Ti
mur
m
empu
nyai
pot
ensi
unt
uk m
enin
gkat
kan
PAD
nya
dim
asa
depa
n da
n m
engu
rang
i ket
eran
tung
an
pend
apat
an p
ada
tran
sfer
.
M
ek
an
ism
e e
stim
asi
pe
ng
an
gg
ara
n y
an
g l
eb
ih
ba
ik s
eh
ing
ga
da
pa
t m
em
pe
rke
cil
pe
rbe
da
an
an
tara
re
ali
sasi
da
n a
ng
ga
ran
ya
ng
dib
ua
t.
K
ua
lita
s p
en
ge
lola
an
PB
B y
an
g a
ka
n d
ise
rah
ka
n
ke
da
era
h h
en
da
kn
ya
dit
ing
ka
tka
n. S
eper
ti ka
sus
di K
ota
Sura
baya
, ada
nya
pela
tihan
peg
awai
paj
ak
dala
m im
plem
enta
si s
iste
m p
engu
mpu
lan
paja
k se
rta
krite
ria p
ajak
yan
g je
las
mer
upak
an p
oten
si
besa
ran
untu
k pe
ning
kata
n pe
ndap
atan
dae
rah.
A
lok
asi
DA
K h
en
da
kn
ya
pe
rlu
dil
iha
t le
bih
la
nju
t.
Se
ba
gia
n b
esa
r D
AK
dit
uju
ka
n u
ntu
k s
ek
tor
pe
nd
idik
an
.
M
empe
rcep
at p
emba
haru
an d
ata
yang
dig
unak
an d
alam
asu
msi
-asu
msi
pe
ngan
ggar
an te
rseb
ut. S
elai
n itu
, pe
mba
haru
an d
ata
men
gena
i obj
ek
paja
k ju
ga h
arus
lebi
h se
ring
dila
kuka
n se
hing
ga d
ata
yang
dig
unak
an u
ntuk
pe
ngan
ggar
an te
rseb
ut m
erup
akan
dat
a te
rkin
i.
pela
tihan
peg
awai
paj
ak d
alam
im
plem
enta
si s
iste
m p
engu
mpu
lan
paja
k se
rta
krite
ria p
ajak
yan
g je
las
mer
upak
an p
oten
si b
esar
unt
uk
peni
ngka
tan
pend
apat
an d
aera
h.
Perlu
dik
aji l
ebih
jaua
h ap
akah
m
eman
g al
okas
i yan
g be
sar i
ni s
udah
m
engh
asilk
an p
enca
paia
n-pe
ncap
aian
ya
ng s
igni
fi kan
di s
ekto
r pen
didi
kan,
m
engi
ngat
bel
anja
pen
didi
kan
adal
ah
sala
h sa
tu k
ompo
nen
bela
nja
terb
esar
.
133
Lampiran
Ba
bT
em
ua
n
Re
ko
me
nd
asi
R
en
ca
na
Ak
si
Bela
nja
Dae
rah
M
ela
lui
an
ali
sis
be
lan
ja d
ae
rah
di
Jaw
a T
imu
r,
terl
iha
t b
ah
wa
te
rda
pa
t ti
da
k t
erj
ad
i p
eru
ba
ha
n
ya
ng
cu
ku
p s
ign
ifi k
an
pa
da
ko
mp
osi
si b
ela
nja
sek
tora
l Ja
wa
Tim
ur.
Pem
erin
tah
prov
insi
m
enga
loka
sika
n se
bagi
an b
esar
dan
anya
mel
alui
be
lanj
a ba
gi h
asil
dan
bant
uan
keua
ngan
bag
i da
erah
baw
ahan
unt
uk s
ekto
r-se
ktor
sos
ial,
pend
idik
an, k
eseh
atan
dan
lain
nya.
Di t
ingk
at
kabu
pate
n/ko
ta, b
elan
ja te
rbes
ar d
ialo
kasi
kan
kepa
da b
elan
ja p
egaw
ainy
a. B
elan
ja p
endi
dika
n m
erup
akan
sek
tor u
tam
a al
okas
i bel
anja
pe
mer
inta
h ka
bupa
ten/
kota
. Nam
un, p
erlu
dite
liti
lebi
h la
njut
alo
kasi
bel
anja
pen
didi
kan
yang
cuk
up
besa
r dan
men
ingk
at d
i kab
upat
en/k
ota.
Alo
kasi
be
lanj
a da
erah
unt
uk s
ekto
r inf
rast
rukt
ur m
asih
m
inim
, khu
susn
ya d
i tin
gkat
kab
upat
en/k
ota.
Pe
mer
inta
h ka
bupa
ten/
kota
per
lu m
engk
aji l
ebih
la
njut
alo
kasi
bel
anja
sek
tora
l, kh
usus
nya
untu
k se
ktor
infr
astr
uktu
r, se
baga
i sal
ah s
atu
sekt
or y
ang
men
jadi
isu
utam
a
B
ela
nja
be
rda
sark
an
kla
sifi
ka
si e
ko
no
mi,
kh
usu
sny
a d
itin
gk
at
ka
bu
pa
ten
/ko
ta p
erl
u d
ika
ji
leb
ih m
en
da
lam
. Bel
anja
peg
awai
men
empa
ti po
rsi
yang
cuk
up b
esar
sed
angk
an b
elan
ja m
odal
mau
pun
bara
ng d
an ja
sa m
asih
min
im.
P
em
eri
nta
h p
erl
u m
en
gk
aji
le
bih
da
lam
alo
ka
si
be
lan
ja s
ek
tora
lny
a. B
elan
ja p
emer
inta
h ya
ng
cuku
p be
sar d
i sek
tor p
endi
dika
n cu
kup
kont
ras
deng
an k
eciln
ya b
elan
ja in
fras
truk
tur,
yang
just
ru
mer
upak
an s
alah
sat
u ha
mba
tan
utam
a di
Jaw
a Ti
mur
. Unt
uk it
u, a
loka
si b
elan
ja s
ekto
ral p
erlu
lebi
h di
prio
ritas
kan
pada
sek
tor-
sekt
or y
ang
sela
ma
ini
men
jadi
isu
utam
a da
lam
mas
alah
pem
bang
unan
Ja
wa
Tim
ur, s
eper
ti m
isal
nya
sekt
or in
fras
truk
tur.
P
em
eri
nta
h p
usa
t m
asi
h b
erp
era
n b
esa
r d
ala
m
sek
tor
stra
teg
is d
an
te
rde
sen
tra
lisa
si s
ep
ert
i
pe
nd
idik
an
me
lalu
i b
ela
nja
de
ko
nse
ntr
asi
ny
a.
Seha
rusn
ya p
eran
pem
erin
tah
daer
ah p
rovi
nsi
mau
pun
kabu
pate
n/ko
ta le
bih
besa
r dar
i pem
erin
tah
pusa
t.
Pe
me
rin
tah
pe
rlu
me
ng
ka
ji l
eb
ih d
ala
m a
lok
asi
be
lan
ja p
en
did
ika
n d
i Ja
wa
Tim
ur.
Dan
a un
tuk
sekt
or p
endi
dika
n di
Jaw
a Ti
mur
sud
ah c
ukup
be
sar.
Nam
un p
erlu
dik
aji l
ebih
men
dala
m a
loka
si
di s
ekto
r ter
sebu
t. M
asal
ah u
tam
a pe
ndid
ikan
di
Jaw
a Ti
mur
ada
lah
rend
ahny
a po
pula
si p
endi
dika
n tin
gkat
men
enga
h se
rta
men
ingk
atka
n pe
ran
dan
fung
si le
mba
ga p
endi
dika
n no
n-fo
rmal
dan
kej
urua
n un
tuk
men
ghas
ilkan
tena
ga-t
enag
a ke
rja y
ang
lebi
h te
ram
pil (
Dia
gnos
a Pe
rtum
buha
n Ja
wa
TIm
ur,
Wor
ld B
ank,
201
1). S
ehin
gga
yang
per
lu d
ilaku
kan
pem
erin
tah
adal
ah m
embe
ri du
kung
an d
an b
antu
an
lebi
h pa
da p
endi
dika
n tin
gkat
men
enga
h da
n le
mba
ga-le
mba
ga p
endi
dika
n no
n-fo
rmal
ser
ta
keju
ruan
seh
ingg
a le
bih
aktif
ber
pera
n da
lam
pe
ning
kata
n ku
alita
s su
mbe
r day
a m
anus
ia d
i Jaw
a Ti
mur
.
U
ntuk
lebi
h m
enun
jang
pem
bang
unan
ek
onom
i di J
awa
Tim
ur, p
emer
inta
h pe
rlu m
embe
rikan
per
hatia
n le
bih
pada
is
u ut
ama
di Ja
wa
Tim
ur y
aitu
mas
alah
in
fras
truk
tur.
Pem
bang
unan
jala
n ya
ng
men
jadi
pen
ghub
ung
anta
r titi
k-tit
k ek
onom
i di J
awa
Tim
ur m
embu
tuhk
an
mod
al y
ang
cuku
p tin
ggi s
ehin
gga
dapa
t men
gata
si s
alah
sat
u m
asal
ah
kone
ktiv
itas
di Ja
wa
Tim
ur.
Ko
ordi
nasi
pem
bagi
an tu
gas
anta
ra
pusa
t dan
dae
rah
perlu
lebi
h di
tingk
atka
n se
hing
ga d
ana
yang
di
tuju
kan
untu
k be
rbag
ai s
ekto
r pe
laya
nan
kepa
da m
asya
raka
t tid
ak
tum
pang
tind
ih d
an te
rkon
sent
rasi
di
satu
sek
tor s
aja.
134Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Lampiran
Ba
bT
em
ua
n
Re
ko
me
nd
asi
R
en
ca
na
Ak
si
Sekt
or S
trat
egis
In
fras
truk
tur
In
fra
stru
ktu
r a
da
lah
se
kto
r y
an
g m
em
eg
an
g
pe
ran
an
pe
nti
ng
un
tuk
pe
rtu
mb
uh
an
ya
ng
ink
lusi
f. Se
cara
eko
nom
i, da
n se
cara
pen
yedi
aan
akse
s te
rhad
ap p
elay
anan
pub
lik. H
al in
i di
tunj
ukka
n ol
eh b
elan
ja in
fras
truk
tur y
ang
teru
s m
enin
gkat
sec
ara
riil w
alau
pun
seca
ra p
ropo
rsi
men
gala
mi p
enur
unan
. Yan
g pa
tut d
iper
hatik
an
dari
bela
nja
infr
astr
uktu
r ada
lah
pors
i bel
anja
yan
g di
guna
kan
untu
k op
eras
i dan
pem
elih
araa
n ya
ng
mas
ih te
rbat
as d
an k
uran
g ko
nsis
ten
dari
tahu
n ke
tahu
n. L
ebih
jauh
lagi
, sel
ain
tingk
at b
elan
ja
infr
astr
uktu
r yan
g ja
uh d
ibaw
ah d
ari k
ontr
ibus
i PD
RB, t
ingk
at p
ertu
mbu
hann
ya p
un re
latif
rend
ah
diba
ndin
gkan
per
tum
buha
n PD
RB.
T
an
tan
ga
n i
nfr
ast
ruk
tur
ya
ng
dih
ad
ap
i Ja
wa
Tim
ur
ad
ala
h k
ua
lita
s in
fra
stru
ktu
r ja
lan
ya
ng
ma
sih
ha
rus
dit
ing
ka
tka
n. S
ecar
a um
um, k
iner
ja
infr
astr
uktu
r dap
at m
engi
mba
ngi k
iner
ja ra
ta-r
ata
nasi
onal
nam
un m
asih
mem
iliki
tant
anga
n da
lam
in
fras
truk
tur j
alan
. Wal
aupu
n se
bagi
an b
esar
des
a te
lah
mem
iliki
aks
es ja
lan,
nam
un s
ebag
ian
besa
r m
enga
lam
i ker
usak
an s
etid
ak-t
idak
nya
sepe
rlim
a da
ri ju
mla
h ja
lan
kabu
pate
n/ko
tany
a. S
ebag
ai
prov
insi
yan
g m
emili
ki p
anja
ng ja
lan
terp
anja
ng
kedu
a di
Indo
nesi
a, in
i mer
upak
an p
erm
asal
ahan
be
sar d
iman
a pe
mel
ihar
aan
jala
n tid
ak b
erja
lan
seca
ra o
ptim
al.
U
ntu
k m
en
du
ku
ng
pe
rtu
mb
uh
an
ya
ng
in
klu
sif,
ku
ali
tas
infr
ast
ruk
tur
ha
rus
dit
ing
ka
tka
n,
khus
usny
a in
fras
truk
tur j
alan
yan
g m
emili
ki p
eran
pe
ntin
g da
lam
upa
ya p
enye
diaa
n ak
ses
terh
adap
pe
laya
nan
publ
ik, b
aik
pend
idik
an, k
eseh
atan
, da
n la
inny
a. S
elai
n itu
, inf
rast
rukt
ur ja
lan
juga
di
butu
hkan
unt
uk m
engh
ubun
gkan
dae
rah-
daer
ah
yang
mer
upak
an s
entr
a-se
ntra
pro
duks
i dan
dae
rah-
daer
ah te
rpen
cil a
tau
kant
ung-
kant
ung
kem
iski
nan.
Pe
rlu
ad
an
ya
ko
nsi
ste
nsi
be
lan
ja y
an
g d
igu
na
ka
n
un
tuk
pe
me
lih
ara
an
sa
ran
a d
an
pra
sara
na
infr
ast
ruk
tur.
Men
urun
nya
kual
itas
infr
astr
uktu
r, kh
usus
nya
infr
astr
uktu
r jal
an, m
enun
jukk
an
bahw
a ku
alita
s pe
mel
ihar
aan
sara
na d
an p
rasa
rana
m
asih
har
us d
iting
katk
an le
bih
jauh
. Keb
utuh
an
pem
elih
araa
n sa
rana
dan
pra
sara
na in
fras
truk
tur
mer
upak
an k
ebut
uhan
yan
g ru
tin d
ilaku
kan
seca
ra
berk
ala
sehi
ngga
mem
butu
hkan
bia
ya p
emel
ihar
aan
yang
kon
sist
en d
an ti
dak
berla
lu b
erfl u
ktua
si.
P
en
ing
ka
tan
in
ve
sta
si i
nfr
ast
ruk
tur
dip
erl
uk
an
da
lam
up
ay
a m
en
do
ron
g p
ert
um
bu
ha
n e
ko
no
mi
ya
ng
le
bih
tin
gg
i. S
ebar
an p
ertu
mbu
han
ekon
omi
dan
peng
elua
ran
infr
astr
uktu
r men
unju
kkan
su
atu
pola
yan
g sa
ling
terk
ait.
Jika
pen
gelu
aran
in
fras
truk
tur r
elat
if re
ndah
, mak
a pe
rtum
buha
n ek
onom
inya
pun
rela
tif re
ndah
. Mes
kipu
n pe
mba
ngun
an in
fras
truk
tur t
idak
sec
ara
lang
sung
m
empe
ngar
uhi p
ertu
mbu
han
ekon
omi n
amun
se
baga
i pen
doro
ng u
ntuk
pen
ingk
atan
inve
stas
i. O
leh
kare
na it
u pe
ning
kata
n in
fras
truk
tur b
agi
daer
ah d
enga
n pe
rtum
buha
n ek
onom
i ren
dah
diha
rapk
an d
apat
men
jadi
stim
ulus
dal
am
peni
ngka
tan
inve
stas
i dae
rah
yang
dam
pakn
ya a
kan
men
ingk
atka
n pe
rtum
buha
n ek
onom
inya
.
M
ereh
abili
tasi
kon
disi
jala
n-ja
lan
yang
m
engh
ubun
gkan
kan
tong
-kan
tong
pr
oduk
si m
aupu
n ka
nton
g-ka
nton
g ke
mis
kina
n at
au d
aera
h ya
ng te
rpen
cil.
Pera
n pe
mer
inta
h ka
bupa
ten/
kota
sa
ngat
pen
ting
disi
ni k
aren
a se
bagi
an
besa
r inf
rast
rukt
ur y
ang
haru
s di
reha
bilit
asi a
dala
h ja
lan
akse
s de
sa.
Pe
mer
inta
h pr
ovin
si d
apat
mem
berik
an
inse
ntif
kepa
da p
emer
inta
h ka
bupa
ten/
kota
unt
uk m
enin
gkat
kan
infr
astr
uktu
r ja
lan,
khu
susn
ya y
ang
mem
berik
an
akse
s ke
des
a-de
sa.
Pe
mer
inta
h pr
ovin
si h
arus
men
gam
bil
inis
iatif
dal
am m
engk
aji l
ebih
dal
am
tent
ang
tran
spor
tasi
mul
ti m
oda
sehi
ngga
dap
at m
engh
ubun
gkan
da
erah
-dae
rah
di Ja
wa
Tim
ur d
enga
n si
stem
tran
spor
tasi
lain
.
Men
cari
alte
rnat
if pe
mbi
ayaa
n
pem
bang
unan
/ pem
elih
araa
n in
fras
truk
tur,
baik
dar
i sum
ber-
sum
ber
swas
ta, p
emer
inta
h pu
sat,
mau
pun
alte
rnat
if-al
tern
atif
lain
nya.
135
Lampiran
Ba
bT
em
ua
n
Re
ko
me
nd
asi
R
en
ca
na
Ak
si
Pe
ndid
ikan
P
rov
insi
Ja
wa
Tim
ur
me
lih
at
ba
hw
a p
en
ing
ka
tan
ku
ali
tas
sum
be
r d
ay
a m
an
usi
a a
da
lah
sa
lah
sa
tu
ku
nc
i d
ala
m u
pa
ya
me
nd
uk
un
g p
ert
um
bu
ha
n
ek
on
om
i d
an
pe
me
rata
an
pe
mb
an
gu
na
n.
Ole
h ka
rena
itu,
Pem
erin
tah
Prov
insi
Jaw
a Ti
mur
m
empr
iorit
aska
n pe
mba
ngun
an p
endi
dika
n m
elal
ui p
enin
gkat
an k
ualit
as d
an a
kses
pen
didi
kan
bagi
mas
yara
kat s
ecar
a lu
as y
ang
tert
uang
dal
am
RPJM
D P
rovi
nsi J
awa
Tim
ur ta
hun
2009
-201
4. S
alah
sa
tu p
enye
bab
utam
a re
ndah
nya
angk
a pa
rtis
ipas
i se
kola
h pa
da ti
ngka
t SM
P da
n SM
A a
dala
h de
saka
n ek
onom
i. Ad
a de
saka
n ba
gi a
nak
usia
rem
aja
untu
k ik
ut m
emba
ntu
pere
kono
mia
n ke
luar
ga, k
husu
snya
di
dae
rah-
daer
ah y
ang
tert
ingg
al a
tau
terp
enci
l.
T
an
tan
ga
n u
tam
a p
en
did
ika
n d
i Ja
wa
Tim
ur
ad
ala
h b
ag
aim
an
a m
en
ing
ka
tka
n k
ua
lita
s
sum
be
r d
ay
a m
an
usi
a y
an
g m
eru
pa
ka
n s
ala
h
satu
po
ten
si u
tam
an
ya
. Pe
ning
kata
n ku
alita
s su
mbe
r day
a m
anus
ia a
dala
h sa
lah
satu
car
a un
tuk
men
ingk
atka
n pr
oduk
tifi ta
s. Se
kita
r 55
pers
en
dari
tena
ga k
erja
di J
awa
Tim
ur h
anya
men
geca
p pe
ndid
ikan
Sek
olah
Das
ar. H
al in
i jug
a di
tunj
ukka
n da
ri re
ndah
nya
angk
a pa
rtis
ipas
i sek
olah
ting
kat
SMP/
SMA
dib
andi
ngka
n de
ngan
ting
kat S
ekol
ah
Das
ar. S
ebag
ian
besa
r dar
i ten
aga
kerja
ters
ebut
m
asuk
ke
duni
a ke
rja h
anya
den
gan
pend
idik
an
Seko
lah
Das
ar.
B
ela
nja
pe
nd
idik
an
ad
ala
h b
ela
nja
ya
ng
pa
lin
g s
ign
ifi k
an
pe
nin
gk
ata
nn
ya
. S
elam
a ku
run
wak
tu 2
006-
2010
, bel
anja
pen
didi
kan
bai
k ya
ng m
erup
akan
kon
solid
asi b
elan
ja p
emer
inta
h pu
sat d
an d
aera
h, m
aupu
n ya
ng m
erup
akan
be
lanj
a pe
mer
inta
h da
erah
saj
a, m
enin
gkat
sa
ngat
sig
nifi k
an. S
ecar
a rii
l, pe
ning
kata
n te
rseb
ut
ham
pir m
enca
pai d
ua k
ali l
ipat
dal
am k
urun
wak
tu
ters
ebut
. Leb
ih d
ari 8
0 pe
rsen
bel
anja
pem
erin
tah
daer
ah d
ialo
kasi
kan
untu
k be
lanj
a pe
gaw
ai ti
dak
lang
sung
, yai
tu y
ang
men
caku
p ga
ji gu
ru d
an g
aji
pega
wai
SKP
D te
rkai
t.
pe
ning
kata
n ku
alita
s da
n ak
ses
pend
idik
an b
agi
mas
yara
kat s
ecar
a lu
as y
ang
tert
uang
dal
am R
PJM
D
Prov
insi
Jaw
a Ti
mur
tahu
n 20
09 –
201
4.
M
enen
tuka
n pr
iorit
as p
emba
ngun
an s
ekto
r pe
ndid
ikan
yan
g se
suai
den
gan
kebu
tuha
n da
n ki
nerja
sek
tor p
endi
dika
n da
n m
enye
suai
kan
angg
aran
aga
r dap
at m
eres
pon
kebu
tuha
n te
rseb
ut.
pe
nunt
asan
pel
aksa
naan
Waj
ib B
elaj
ar
Pend
idik
an D
asar
Sem
bila
n Ta
hun,
dan
Pe
ndid
ikan
Men
enga
h 12
Tah
un
Mem
berik
an in
sent
if ek
onom
i (ba
gi
kelu
arga
mis
kin)
ata
u pe
ndid
ikan
kh
usus
yan
g da
pat l
angs
ung
digu
naka
n di
dun
ia k
erja
seb
agai
inse
ntif
bag
i pe
ndud
uk u
sia
seko
lah,
khu
susn
ya u
sia
SMP
dan
SMA
unt
uk te
tap
men
erus
kan
pend
idik
anny
a.
136Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Lampiran
Ba
bT
em
ua
n
Re
ko
me
nd
asi
R
en
ca
na
Ak
si
Ke
seha
tan
D
ala
m r
an
gk
a m
en
do
ron
g p
en
ing
ka
tan
IP
M,
Pe
me
rin
tah
Da
era
h d
i Ja
wa
Tim
ur
pe
rlu
te
rus
me
lak
uk
an
pe
nin
gk
ata
n i
nd
ek
s A
ng
ka
Ha
rap
an
Hid
up
(A
HH
). S
ejak
5 ta
hun
tera
khir,
ind
eks
AH
H
Jaw
a tim
ur ti
dak
men
gala
mi p
erge
sera
n po
sisi
yan
g be
rart
i, ya
kni p
ada
posi
si k
e-11
sec
ara
nasi
onal
. M
engi
ngat
pen
urun
an A
ngka
Kem
atia
n Ba
yi (A
KB)
berp
eran
san
gat s
igni
fi kan
dal
am p
enin
gkat
an
AH
H.
Pe
ning
kata
n IP
M d
enga
n m
embe
rikan
prio
ritas
te
rhad
ap u
paya
pen
ingk
atan
Ang
ka H
arap
an H
idup
da
n pe
nuru
nan
Ang
ka K
emat
ian
Bayi
.
Me
nin
gk
atk
an
ca
ku
pa
n p
en
eri
ma
fa
sili
tas
ke
seh
ata
n g
rati
s d
ari
ke
lom
po
k m
asy
ara
ka
t
term
isk
in.
Di J
awa
Tim
ur, b
aru
40pe
rsen
kel
ompo
k m
asya
raka
t ter
mis
kin
yang
men
erim
a fa
silit
as
kese
hata
n gr
atis
. Ang
ka in
i mas
ih c
ukup
kec
il ji
ka
diba
ndin
g N
TT, G
oron
talo
, dan
Ace
h ya
ng s
udah
m
enca
pai 7
0per
sen.
Pe
nin
gk
ata
n b
ela
nja
ke
seh
ata
n t
eru
tam
a d
i
be
be
rap
a k
ab
up
ate
n/k
ota
de
ng
an
be
lan
ja
ke
seh
ata
n p
er
ka
pit
a t
ere
nd
ah
. Be
bera
pa
kabu
pate
n m
emili
ki b
elan
ja p
er k
apita
yan
g sa
ngat
re
ndah
, yak
ni k
uran
g da
ri Rp
. 65.
000
perk
apita
per
ta
hun.
Ang
ka in
i kur
ang
dari
sete
ngah
rata
-rat
a be
lanj
a ke
seha
tan
per k
apita
kab
/kot
a di
Jaw
a Ti
mur
ya
ng s
udah
men
capa
i Rp.
148
.000
. Beb
erap
a da
erah
de
ngan
bel
anja
kes
ehat
an p
er k
apita
tere
ndah
ad
alah
dae
rah
deng
an p
ropo
rsi b
elan
ja k
eseh
atan
ya
ng ju
ga re
ndah
, sep
erti
Kota
Mal
ang,
Kot
a Ba
tu,
dan
Situ
bond
o ya
ng k
uran
g da
ri 6p
erse
n.
M
en
ing
ka
tka
n e
fesi
en
si a
lok
ati
f d
ala
m
be
lan
ja k
ese
ha
tan
. B
elan
ja d
aera
h pe
r kap
ita
untu
k ke
seha
tan
di Ja
wa
timur
teru
s m
enga
lam
i pe
ning
kata
n, n
amun
bel
um c
ukup
ber
peng
aruh
te
rhad
ap p
enur
unan
pen
gelu
aran
rum
ah ta
ngga
un
tuk
kese
hata
n.
Be
bera
pa u
paya
yan
g da
pat d
ilaku
kan
untu
k pe
nuru
nan
AKB
ada
lah
mel
alui
pe
ning
kata
n ca
kupa
n im
unis
asi d
an
caku
pan
pert
olon
gan
kela
hira
n ol
eh
tena
ga k
eseh
atan
. Be
bera
pa d
aera
h se
pert
i Ka
bupa
ten
Sam
pang
, Ban
gkal
an,
Pam
ekas
an, P
robo
lingg
o, B
ondo
wos
o,
Situ
bond
o, Je
mbe
r, Su
men
ep, d
an K
ota
Pasu
ruan
, per
lu m
embe
ri pe
rhat
ian
lebi
h te
rhad
ap k
edua
hal
ters
ebut
.
Perlu
per
hatia
n le
bih
dala
m m
enge
nai
alok
asi i
ntra
-sek
tor d
alam
bel
anja
ke
seha
tan
sehi
ngga
pen
ingk
atan
be
lanj
a ke
seha
tan
per k
apita
dap
at
betu
l-bet
ul b
erda
mpa
k pa
da p
enur
unan
pe
ngel
uara
n ru
mah
tang
ga u
ntuk
ke
seha
tan.
137
Lampiran
Ba
bT
em
ua
n
Re
ko
me
nd
asi
R
en
ca
na
Ak
si
Pe
rtan
ian
D
ari
sis
i n
ila
i p
rod
uk
si b
ruto
, k
ine
rja
pe
rta
nia
n
Jaw
a T
imu
r c
uk
up
ba
ik,
na
mu
n p
erl
u p
erb
aik
an
pa
da
su
b-s
ek
tor
no
n-t
an
am
an
pa
ng
an
. Pe
rtum
buha
n rii
l sek
tor p
erta
nian
yan
g te
tap
posi
tif, d
an k
ontr
ibus
i sek
tor p
erta
nian
terh
adap
pe
reko
nom
ian
daer
ah y
ang
mas
ih c
ukup
ting
gi
men
unju
kkan
kin
erja
sek
tor s
ecar
a m
akro
mas
ih
cuku
p ba
ik.
M
asa
lah
ke
seja
hte
raa
n p
eta
ni
ma
sih
me
rup
ak
an
tan
tan
ga
n y
an
g c
uk
up
tin
gg
i d
i se
kto
r
pe
rta
nia
n.
Seb
agai
man
a te
rjadi
pad
a um
umny
a di
pro
vins
i lai
n, ti
ngka
t upa
h pe
kerja
di s
ekto
r pe
rtan
ian
di Ja
wa
Tim
ur s
ecar
a ra
ta-r
ata
mas
ih
palin
g re
ndah
dib
andi
ng s
ekto
r lai
nnya
. Dis
ampi
ng
itu, p
erso
alan
pen
ingk
atan
har
ga p
rodu
k pe
rtan
ian
yang
tida
k se
band
ing
deng
an p
enin
gkat
an h
arga
ba
rang
inpu
t per
tani
an (c
onto
h : p
upuk
, ben
ih, d
ll)
dan
harg
a-ha
rga
kebu
tuha
n po
kok
men
gaki
batk
an
peni
ngka
tan
prod
uksi
per
tani
an k
uran
g be
rdam
pak
seca
ra la
ngsu
ng p
ada
peni
ngka
tan
kese
jaht
eraa
n pe
tani
.
Be
lan
ja p
ert
an
ian
se
ca
ra r
iil
cen
de
run
g s
tag
na
n
de
ng
an
pro
po
rsi
ya
ng
me
nu
run
. D
i sat
u si
si
bela
nja
daer
ah (p
rov+
kab/
kota
) unt
uk p
erta
nian
m
enin
gkat
, nam
un d
i sis
i lai
n be
lanj
a pe
rtan
ian
yang
ber
sum
ber d
ari D
ekon
/TP
men
gala
mi
penu
runa
n. K
ondi
si in
i yan
g m
enga
kiba
tkan
be
lanj
a pu
blik
(yan
g be
rsum
ber d
ari s
elur
uh
tingk
atan
pem
erin
taha
n) u
ntuk
sek
tor p
erta
nian
ce
nder
ung
stag
nan
pada
kis
aran
Rp.
1,8
trili
un.
Kond
isi i
ni b
elum
sei
ring
deng
an p
etum
buha
n to
tal
bela
nja
pem
erin
tah
di Ja
wa
Tim
ur y
ang
tiap
tahu
n m
enin
gkat
, seh
ingg
a se
cara
pro
pors
iona
l bel
anja
pe
rtan
ian
men
jadi
men
urun
.
Seba
gai p
rovi
nsi y
ang
mem
iliki
kon
trib
usi p
erta
nian
ya
ng b
esar
, Jaw
a Ti
mur
mas
ih b
erga
ntun
g si
stem
iri
gasi
yan
g la
ma.
M
erev
italis
asi s
ekto
r per
tani
an, p
emer
inta
h da
erah
di
Jaw
a Ti
mur
per
lu m
elak
ukan
beb
erap
a pe
rbai
kan
seba
gai b
erik
ut :
(i) M
empe
rtah
anka
n ki
nerja
pr
oduk
si s
ub-s
ekto
r tan
aman
pan
gan,
teru
tam
a pa
di
yang
sud
ah m
emili
ki ti
ngka
t pro
dukt
ivita
s pe
r hek
tar
tert
ingg
i di I
ndon
esia
; (ii)
mel
akuk
an re
vita
lisas
i pa
da s
ub-s
ekto
r per
ikan
an d
an p
eter
naka
n ya
ng
men
gala
mi p
enur
unan
ang
ka p
ertu
mbu
han
pada
dua
tahu
n te
rakh
ir; (i
ii) m
enja
ga s
tabi
litas
pe
rtum
buha
n pr
oduk
si s
ekto
r keh
utan
an d
an
perk
ebun
an m
elal
ui p
enge
lola
an b
udid
aya
hasi
l hu
tan
dan
perk
ebun
an y
ang
lebi
h be
rkel
anju
tan.
Dib
utuh
kan
upay
a-up
aya
lebi
h ko
nkrit
unt
uk
men
ingk
atka
n ke
seja
hter
aan
peta
ni p
erlu
dila
kuka
n,
mis
alny
a m
elal
ui p
enin
gkat
an n
ilai t
amba
h pr
oduk
si
pert
ania
n, m
enja
ga m
ata
rant
ai p
emas
aran
pro
duk
pert
ania
n, m
endo
rong
pen
ingk
atan
kua
litas
ke
lem
baga
an p
erta
nian
, dll.
Dal
am ra
ngka
men
ingk
atka
n ni
lai i
nves
tasi
, pe
mer
inta
h da
erah
per
lu m
enin
gkat
kan
bela
nja
pert
ania
n, m
inim
al d
enga
n m
enja
ga p
ropo
rsi b
elan
ja
pert
ania
n pa
da k
isar
an 4
pers
en, s
ehin
gga
bela
nja
pert
ania
n da
pat t
etap
men
ingk
at s
eirin
g de
ngan
pe
ning
kata
n be
lanj
a to
tal p
emer
inta
h di
Jaw
a Ti
mur
.
Str
uk
tur
be
lan
ja s
ek
tor
pe
rta
nia
n d
i Ja
wa
Tim
ur
sud
ah
did
om
ina
si o
leh
be
lan
ja l
an
gsu
ng
,
na
mu
n m
asi
h p
erl
u p
erb
aik
an
da
lam
ko
mp
osi
si
be
lan
ja l
an
gsu
ng
. Pr
opor
si b
elan
ja la
ngsu
ng
(unt
uk p
rogr
am/k
egia
tan)
sek
tor p
erta
nian
di J
awa
Tim
ur y
ang
suda
h ja
uh le
bih
tingg
i (75
%) d
iban
ding
be
lanj
a un
tuk
gaji
pega
wai
(25%
). N
amun
dem
ikia
n,
alok
asi b
elan
ja m
odal
dal
am b
elan
ja la
ngsu
ng m
asih
sa
ngat
min
im. I
nves
tasi
mod
al s
anga
t dip
erlu
kan
dala
m p
emba
ngun
an s
ekto
r per
tani
an, t
erut
ama
untu
k m
enin
gkat
kan
nila
i tam
bah
prod
uk p
erta
nian
se
rta
pem
asar
an.
P
erl
u p
en
ing
ka
tan
ke
rja
sam
a D
ina
s P
ert
an
ian
da
n D
ina
s P
ek
erj
aa
n U
mu
m u
ntu
k m
en
an
ga
ni
ma
sala
h p
em
eli
ha
raa
n i
rig
asi
di
Jaw
a T
imu
r.
Dal
am ra
ngka
men
ingk
atka
n pr
oduk
tivita
s pa
di d
i Ja
wa
Tim
ur, p
emer
inta
h da
erah
di J
awa
Tim
ur p
erlu
m
endo
rong
ker
jasa
ma
dan
koor
dina
si y
ang
baik
an
tara
Din
as P
erta
nian
den
gan
Din
as P
eker
jaan
U
mum
, khu
susn
ya y
ang
men
anga
ni p
enga
iran
dan
pem
elih
araa
n iri
gasi
.
138Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Lampiran
Ba
bT
em
ua
n
Re
ko
me
nd
asi
R
en
ca
na
Ak
si
Peng
elol
aan
Keua
ngan
Dae
rah
Se
cara
kes
elur
uhan
Pem
da P
rovi
nsi J
awa
Tim
ur d
an
Pem
da K
ota
Sura
baya
mem
iliki
kin
erja
PKD
yan
g le
bih
baik
dar
ipad
a ka
b/ko
ta la
inny
a. O
leh
kare
na
itu, p
entin
g un
tuk
dike
mba
ngka
n m
ekan
ism
e pe
ndam
ping
an te
knis
kep
ada
kab/
kota
yan
g m
asih
m
emili
ki k
iner
ja y
ang
kura
ng. D
i sam
ping
itu,
be
bera
pa d
aera
h le
bih
baik
dar
ipad
a da
erah
lain
da
lam
bid
ang
tert
entu
dan
seb
alik
nya
lebi
h bu
ruk
dala
m b
idan
g la
inny
a. O
leh
kare
na it
u pe
ntin
g ju
ga
untu
k di
kem
bang
kan
prog
ram
mitr
a be
laja
r (pe
er
lear
ning
) ant
ar d
aera
h.
Pe
ratu
ran
Peru
ndan
gan
Dae
rah
M
elen
gkap
i ber
baga
i Per
atur
an P
erun
dang
an D
aera
h ya
ng m
elan
dasi
pra
ktik
pen
gelo
laan
keu
anga
n da
erah
seb
agai
man
a di
aman
atka
n ol
eh k
eran
gka
huku
m n
asio
nal,
anta
ra la
in: P
erda
men
gena
i SPM
da
n A
nalis
is S
tand
ar B
elan
ja
Men
yusu
n Pe
ratu
ran
Peru
ndan
gan
Dae
rah
men
caku
p ke
tent
uan-
kete
ntua
n un
tuk
men
ingk
atka
n tr
ansp
aran
si d
an p
artis
ipas
i m
asya
raka
t
Pe
latih
an te
ntan
g ke
rang
ka p
erat
uran
da
erah
yan
g ko
mpr
ehen
sif t
erka
it Pe
ngel
olaa
n Ke
uang
an D
aera
h
Pend
ampi
ngan
Tekn
is u
ntuk
mel
engk
api
berb
agai
Per
atur
an P
erun
dang
an D
aera
h ya
ng b
elum
dib
uat d
an d
isah
kan
Pe
renc
anaa
n da
n Pe
ngan
ggar
an
Men
yusu
n do
kum
en A
nalis
is S
tand
ar B
elan
ja
Men
ingk
atka
n pa
rtis
ipas
i mas
yara
kat d
alam
pe
man
taua
n da
n ev
alua
si k
egia
tan
yang
di
laks
anak
an o
leh
SKPD
Pe
latih
an d
an P
enda
mpi
ngan
Tekn
is
untu
k pe
nyus
unan
Ana
lisis
Sta
ndar
Be
lanj
a
Pela
tihan
dan
Pen
dam
ping
an Te
knis
un
tuk
Fasi
litas
i Pro
ses
Pere
ncan
aan,
Pe
man
taua
n, d
an E
valu
asi P
artis
ipat
if
Pe
ngel
olaa
n Ka
s
Mem
pert
ahan
kan
kine
rja d
alam
bid
ang
peng
elol
aan
kas
Pe
mer
inta
h Pr
ovin
si Ja
wa
Tim
ur: B
enda
hara
Um
um
Dae
rah
perlu
unt
uk m
ulai
mel
akuk
an re
kons
ilias
i ha
rian
terh
adap
reke
ning
ban
k ya
ng te
rkai
t den
gan
pend
apat
an d
aera
h
Unt
uk 3
Kab
/Kot
a: m
empe
rbai
ki m
ekan
ism
e pe
nyus
unan
Per
da m
enge
nai p
ajak
dan
retr
ibus
i aga
r tid
ak te
rjadi
pen
olak
an o
leh
pem
erin
tah
Pe
ndam
ping
an Te
knis
unt
uk
peny
usun
an P
erda
men
gena
i paj
ak d
an
retr
ibus
i dae
rah
Pe
ngad
aan
Bara
ng d
an Ja
sa
M
empe
rtah
anka
n ki
nerja
dal
am b
idan
g pe
ngad
aan
bara
ng d
an ja
sa
Pene
rapa
n si
stem
pen
gaw
asan
/aud
it ol
eh
Pena
nggu
ng Ja
wab
Ang
gara
n at
as p
enga
daan
ba
rang
yan
g di
laks
anak
an m
elal
ui s
wak
elol
a
Pe
latih
an d
an P
enda
mpi
ngan
Tekn
is
untu
k pe
nyus
unan
ket
entu
an m
enge
nai
peng
adaa
n ba
rang
mel
alui
pro
ses
swak
elol
a
Ba
bT
em
ua
n
Re
ko
me
nd
asi
R
en
ca
na
Ak
si
A
kunt
ansi
dan
Pel
apor
an
Men
ingk
atka
n ka
pasi
tas
SDM
ber
lata
rbel
akan
g pe
ndid
ikan
aku
ntan
si p
ada
posi
si p
entin
g pe
ngel
olaa
n ke
uang
an d
aera
h
Mem
pert
ahan
kan
sist
em in
form
asi y
ang
suda
h te
rinte
gras
i di P
empr
ov Ja
wa
Tim
ur d
an
men
erap
kann
ya d
i kab
/kot
a
Pe
ning
kata
n ju
mla
h SD
M
berla
tarb
elak
ang
akun
tans
i
Pela
tihan
dan
Pen
dam
ping
an Te
knis
pa
da b
idan
g ak
unta
nsi
Pe
latih
an d
an P
enda
mpi
ngan
Tekn
is
untu
k si
stem
info
rmas
i aku
ntan
si d
an
man
ajem
en y
ang
terin
tegr
asi
In
tern
al A
udit
M
empe
rtah
anka
n ki
nerja
bid
ang
audi
t int
erna
l ya
ng s
udah
bag
us d
i lev
el P
empr
ov Ja
wa
Tim
ur d
an
mem
anfa
atka
nnya
unt
uk d
itera
pkan
di k
ab/k
ota
M
enin
gkat
kan
kapa
sita
s SD
M b
erla
tarb
elak
ang
pend
idik
an a
kunt
ansi
dan
mem
iliki
kua
lifi k
asi
Jaba
tan
Fung
sion
al A
udito
r
Pe
latih
an b
erse
rtifi
kat u
ntuk
m
engh
asilk
an s
taf d
enga
n ku
alifi
kasi
Ja
bata
n Fu
ngsi
onal
Aud
itor
Pe
nam
baha
n SD
M b
erla
tarb
elak
ang
akun
tans
i
Pend
ampi
ngan
Tekn
is o
leh
Pem
prov
Ja
wa
Tim
ur k
epad
a ka
b/ko
ta p
ada
bida
ng a
udit
inte
rnal
H
utan
g, H
ibah
, dan
Inve
stas
i
Mem
pert
ahan
kan
kine
rja b
idan
g hu
tang
, hib
ah, d
an
inve
stas
i yan
g su
dah
bagu
s di
leve
l Pem
prov
Jaw
a Ti
mur
dan
kab
/kot
a la
inny
a un
tuk
mem
bant
u Ka
b.
Tulu
ngan
gung
Pe
ning
kata
n ki
nerja
Kab
. Tul
unga
gung
, mel
alui
: (i)
pub
likas
i inf
orm
asi t
erha
dap
pene
rimaa
n da
n ke
giat
an y
ang
dibi
ayai
dar
i Hib
ah; (
ii) p
enca
ntum
an
dana
pen
dam
ping
Hib
ah d
alam
DPA
SKP
KD; (
iii)
pem
buat
an p
erat
uran
dae
rah
men
gena
i pen
erim
aan,
pe
ncat
atan
, pen
gelo
laan
dan
pel
apor
an h
ibah
, bai
k pe
nerim
aan
hiba
h m
aupu
n pe
mbe
rian
hiba
h; (i
v)
penc
atat
an tr
ansa
ksi h
ibah
Pe
ndam
ping
an Te
knis
ole
h Pe
mpr
ov
Jaw
a Ti
mur
kep
ada
kab.
Tul
unga
gung
te
rkai
t den
gan:
(i) p
ublik
asi i
nfor
mas
i te
rhad
ap p
ener
imaa
n da
n ke
giat
an y
ang
dibi
ayai
dar
i Hib
ah; (
ii) p
enca
ntum
an
dana
pen
dam
ping
Hib
ah d
alam
DPA
SK
PKD
; (iii
) pem
buat
an p
erat
uran
dae
rah
men
gena
i pen
erim
aan,
pen
cata
tan,
pe
ngel
olaa
n da
n pe
lapo
ran
hiba
h, b
aik
pene
rimaa
n hi
bah
mau
pun
pem
beria
n hi
bah;
(iv)
pen
cata
tan
tran
saks
i hib
ah
Pe
ngel
olaa
n A
set
M
empe
rtah
anka
n ki
nerja
bid
ang
peng
elol
aan
aset
ya
ng s
udah
bag
us d
i Pem
prov
Jaw
a Ti
mur
dan
Kot
a Su
raba
ya u
ntuk
mem
bant
u ka
b/ko
ta la
inny
a
Mem
buat
dan
men
gim
plem
enta
sika
n ke
bija
kan
dan
pera
tura
n da
erah
yan
g m
enga
tur p
engg
unaa
n da
n pe
man
faat
an a
set d
aera
h ya
ng m
endu
kung
tert
ib
peng
elol
aan
aset
dae
rah
Pe
ndam
ping
an Te
knis
unt
uk p
embu
atan
da
n im
plem
enta
si p
erat
uran
dae
rah
tent
ang
peng
guna
an d
an p
eman
faat
an
aset
dae
rah
Pr
ogra
m m
itra
bela
jar (
peer
lear
ning
) an
tara
dae
rah
yang
sud
ah m
aju
dala
m
bida
ng te
rten
tu d
enga
n da
erah
dan
bi
dang
lain
Au
dit E
kste
rnal
M
elak
ukan
pub
likas
i inf
orm
asi L
apor
an
Peny
elen
ggar
an P
emer
inta
h D
aera
h (L
PPD
) dan
La
pora
n Ke
uang
an D
aera
h pa
da m
edia
mas
sa
sete
mpa
t ata
u m
edia
ele
ktro
nik
atau
pad
a pa
pan
peng
umum
an re
smi a
tau
mel
alui
web
site
Pe
latih
an d
an P
enda
mpi
ngan
Tekn
is
untu
k pe
mbu
atan
med
ia p
ublik
asi b
agi
info
rmas
i Lap
oran
Pen
yele
ngga
ran
Pem
erin
tah
Dae
rah
(LPP
D) d
an L
apor
an
Keua
ngan
Dae
rah
dala
m b
erba
gai
form
at m
edia
info
rmas
i
139
Lampiran
Ba
bT
em
ua
n
Re
ko
me
nd
asi
R
en
ca
na
Ak
si
Biro
kras
i dan
Ke
pega
wai
an
Pe
ng
elo
laa
n j
um
lah
PN
S s
ec
ara
efi
sie
n d
an
efe
kti
f d
ipe
rlu
ka
n d
ala
m u
pa
ya
me
nin
gk
atk
an
ku
ali
tas
pe
lay
an
an
da
n s
tab
ilit
as
an
gg
ara
n
da
era
h.
Perk
emba
ngan
jum
lah
Pega
wai
Neg
eri
Sipi
l (PN
S) d
i Jaw
a Ti
mur
men
gala
mi fl
ukt
uasi
de
ngan
tren
men
ingk
at d
alam
em
pat t
ahun
te
rakh
ir. D
enga
n ju
mla
h PN
S ya
ng re
latif
bes
ar
baik
di d
aera
h m
aupu
n tin
gkat
pro
vins
i, m
aka
dipe
rluka
n pe
ngel
olaa
n PN
S se
cara
bai
k se
hing
ga
terja
di o
ptim
alis
asi p
eran
PN
S da
lam
mel
akuk
an
pela
yan
publ
ik.
Pe
ngel
olaa
n PN
S bi
sa d
ilaku
kan
mel
alui
pen
ataa
n ka
rir b
erba
sis
kine
rja. D
enga
n uk
uran
dan
ket
egas
an
pela
ksan
aann
ya, m
aka
PNS
akan
terp
acu
untu
k m
enin
gkat
kan
kine
rjany
a, te
ruta
ma
dala
m m
elay
ani
mas
yara
kat.
P
en
eta
pa
n u
ku
ran
pe
nin
gk
ata
n a
kse
sib
ilit
as
ma
sya
rak
at
terh
ad
ap
pe
ny
ed
iaa
n k
eb
utu
ha
n
da
sar
da
pa
t d
ija
dik
an
se
ba
ga
i la
ng
ka
h s
tra
teg
is
da
lam
me
nin
gk
atk
an
ku
ali
tas
hid
up
ma
sya
rak
at.
Pene
tapa
n te
rseb
ut b
erka
itan
deng
an re
form
asi
biro
kras
i yan
g di
jala
nkan
pem
erin
tah
Prov
insi
Jaw
a Ti
mur
. Hal
ini d
ikar
enak
an a
pabi
la p
emer
inta
h pr
ovin
si le
bih
men
ekan
kan
pada
pen
ingk
atan
ke
seja
hter
aan
PNS
kem
ungk
inan
bes
ar ti
dak
akan
be
rdam
pak
seca
ra n
yata
terh
adap
pen
urun
an
kem
iski
nan
dan
peni
ngka
tan
angk
a IP
M. S
ebal
ikny
a,
peni
ngka
tan
kese
jaht
eraa
n PN
S te
lah
mem
perb
esar
be
lanj
a pe
gaw
ai d
an m
engu
rang
i por
si b
elan
ja
untu
k m
asya
raka
t.
Pe
mer
inta
h Pr
ovin
si d
an K
abup
aten
dan
Ko
ta d
i Jaw
a Ti
mur
per
lu m
eref
orm
ulas
i st
rate
gi d
an ta
rget
refo
rmas
i biro
kras
i. Sa
lah
satu
nya
mel
alui
pen
etap
an u
kura
n pe
ning
kata
n ak
sesi
bilit
as m
asya
raka
t te
rhad
ap p
enye
diaa
n ke
butu
han
dasa
r ol
eh P
emer
inta
h Pr
ovin
si d
an K
abup
aten
da
n Ko
ta, y
akni
mel
iput
i pel
ayan
an
kese
hata
n da
n pe
ndid
ikan
dan
pe
ngem
bang
an e
kono
mi m
asya
raka
t.
Ke
bij
ak
an
ach
iev
em
en
t b
ase
d
rem
un
era
tio
n m
eru
pa
ka
n s
olu
si
alt
ern
ati
f d
ala
m m
en
ing
ka
tka
n
kin
erj
a a
pa
ratu
r p
em
eri
nta
ha
n
di
ten
ga
h k
ete
rba
tasa
n a
ng
ga
ran
di
be
rba
ga
i le
ve
l p
em
eri
nta
ha
n.
Kebi
jaka
n in
i mer
upak
an te
robo
san
refo
rmas
i yan
g bi
sa d
ilaku
kan
mel
alui
pe
rbai
kan
rem
uner
asi b
erba
sis
kine
rja
inov
atif
PNS.
Kep
ada
setia
p PN
S ya
ng
berh
asil
men
emuk
an in
ovas
i ber
upa
tekn
ik/m
etod
e/m
odel
ata
u al
at te
rten
tu
yang
mem
puny
ai d
ampa
k pe
rbai
kan
hasi
l eko
nom
i ata
u si
tuas
i sos
ial p
ada
mas
yara
kat b
erha
k m
enda
pat p
erba
ikan
re
mun
eras
i. Pe
mer
inta
h da
erah
m
enga
pres
iasi
set
iap
inov
asi P
NS
agar
m
anfa
at p
erba
ikan
kin
erja
nya
bisa
di
rasa
kan
lang
sung
ole
h m
asya
raka
t.
140Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Lampiran
Ba
bT
em
ua
n
Re
ko
me
nd
asi
R
en
ca
na
Ak
si
Peng
arus
utam
aan
Gen
der
K
om
itm
en
ya
ng
ku
at
da
n a
pli
ka
tif
da
ri b
erb
ag
ai
un
sur
pe
me
rin
tah
an
da
n m
asy
ara
ka
t d
ipe
rlu
ka
n
da
lam
up
ay
a p
en
ing
ka
tan
ku
ali
tas
pe
rem
pu
an
da
lam
pe
rsp
ek
tif
pe
ng
aru
suta
ma
an
ge
nd
er.
Peng
arus
utam
aan
gend
er m
erup
akan
sal
ah s
atu
kebi
jaka
n ut
ama
dala
m p
emba
ngun
an d
i Jaw
a Ti
mur
, ter
lhat
pad
a be
rbag
ai k
ebija
kan
dan
stra
tegi
se
pert
i yan
g te
rtua
ng d
alam
RPJ
MD
Pro
vins
i Jaw
a Ti
mur
200
9 –
2014
bah
wa
pem
bang
unan
dae
rah
haru
s pr
o ge
nder
. Sel
ain
itu, p
enga
rusu
tam
aan
gend
er m
enja
di a
gend
a ut
ama
yang
har
us
ditu
ntas
kan
dala
m p
rogr
am G
uber
nur J
awa
Tim
ur p
erio
de 2
009-
2014
mel
alui
pen
ingk
atan
ku
alita
s ke
hidu
pan
dan
pera
n pe
rem
puan
, ser
ta
terja
min
nya
kese
tara
an g
ende
r. H
al in
i men
unju
kan
kom
itmen
yan
g tin
ggi d
ari p
emer
inta
h Pr
ovin
si
Jaw
a Ti
mur
dal
am u
paya
pen
garu
suta
maa
n ge
nder
. Nam
un d
emik
ian,
kom
itmen
ters
ebut
ha
rus
terim
plem
enta
si m
elal
ui p
rogr
am k
eset
araa
n ge
nder
yan
g ko
nsis
ten
dan
dapa
t lan
gsun
g di
rasa
kan
oleh
kau
m p
erem
puan
dan
men
jadi
ge
raka
n be
rsam
a m
asya
raka
t ser
ta s
elur
uh S
KPD
di
berb
agai
ting
kata
n pe
mer
inta
han.
Pe
ng
aru
suta
ma
an
ge
nd
er
me
lalu
i
pe
mb
erd
ay
aa
n p
ere
mp
ua
n a
ka
n m
en
jad
i h
al
ya
ng
sa
ng
at
pe
nti
ng
da
lam
up
ay
a m
en
uru
nk
an
tin
gk
at
ke
mis
kin
an
. Ba
nyak
nya
TKW
dar
i dae
rah
kant
ong
kem
iski
nan
men
unju
kan
bahw
a be
kerja
di
luar
neg
eri m
asih
men
jadi
har
apan
bag
i seb
agia
n pe
ndud
uk u
ntuk
kel
uar d
ari k
emis
kina
n. K
ebija
kan
peng
uran
gan
kem
iski
nan
dan
peng
arus
utam
aan
gend
er s
ehar
usny
a di
laku
kan
seca
ra s
imul
tan,
ka
rena
sal
ing
terk
ait s
atu
sam
a la
in. O
leh
kare
na
itu, b
erba
gai p
rogr
am p
enge
ntas
an k
emis
kina
n se
haru
snya
dili
hat d
ari p
ersp
ektif
gen
der.
D
ipe
rlu
ka
n u
pa
ya
pe
ng
aru
suta
ma
an
ge
nd
er
seb
ag
ai
sua
tu g
era
ka
n d
i m
asy
ara
ka
t u
ntu
k
me
nc
ap
ai
ke
seta
raa
n g
en
de
r. T
erda
pat g
ap y
ang
rela
tif b
esar
ant
ara
penc
apai
an In
deks
Pem
bang
unan
M
anus
ia d
enga
n In
deks
Pem
bang
unan
Gen
der.
Kond
isi t
erse
but m
enun
jukk
an b
ahw
a ku
alita
s hi
dup
seba
gian
kau
m p
erem
puan
mas
ih b
erad
a di
ba
wah
sta
ndar
pem
bang
unan
. Ber
baga
i keb
ijaka
n ha
rus
dila
kuka
n un
tuk
men
ingk
atka
n ku
alita
s hi
dup
pere
mpu
an k
husu
snya
mel
alui
pen
didi
kan
dan
kese
hata
n ya
ng b
erku
alita
s, se
rta
peny
edia
an s
aran
a da
n pr
asar
ana
yang
men
duku
ng p
enge
mba
ngan
pe
rem
puan
.
An
gg
ara
n r
esp
on
sif
ge
nd
er
pe
rlu
dit
ing
ka
tka
n
da
n d
iop
tim
alk
an
un
tuk
me
ng
en
task
an
ke
mis
kin
an
kh
usu
sny
a d
ala
m p
ers
pe
kti
f g
en
de
r.
Sala
h sa
tu is
u st
rate
gis
pem
bang
unan
gen
der d
i Ja
wa
Tim
ur a
dala
h m
asih
ban
yakn
ya p
erm
asal
ahan
TK
W d
i lua
r neg
eri y
ang
nota
bene
ada
lah
kaum
pe
rem
puan
mis
kin.
Ole
h ka
rena
itu
dipe
rluka
n su
atu
kebi
jaka
n pe
mer
inta
h da
erah
di J
awa
Tim
ur.
sepe
rti a
ngga
ran
resp
onsi
f gen
der y
ang
diar
ahka
n pa
da p
embi
naan
cal
on m
aupu
n TK
W b
aik
sebe
lum
be
rang
kat,
trai
ning
, mau
pun
sete
lah
kem
bali
dari
beke
rja d
i lua
r neg
eri.
Sela
in it
u pe
rluas
an la
pang
an
kerja
di d
aera
h de
ngan
sua
sana
kon
dusi
f dal
am
pers
pekt
if ge
nder
har
us ju
ga m
enja
di a
gend
a ut
ama
dala
m m
enin
gkat
kan
kual
itas
pere
mpu
an.
141
Lampiran
La
mp
ira
n D
. B
ud
ge
t M
ast
er
Ta
ble
La
mp
ira
n D
.1 K
on
soli
da
si A
ng
ga
ran
Pe
me
rin
tah
Ja
wa
Tim
ur
Ta
be
l D
.1.1
. P
en
da
pa
tan
Be
rda
sark
an
Su
mb
er
(da
lam
Ru
pia
h)
Pro
vin
si2
00
62
00
72
00
82
00
92
01
0
PAD
4.4
84
.66
9.2
27
.51
0
4.7
31
.82
5.1
99
.05
1
5.4
01
.00
5.2
75
.19
1
5.7
08
.04
0.3
37
.08
1
5.9
61
.94
0.2
13
.47
9
Paja
k D
aera
h3.
940.
621.
693.
610
4.06
2.13
2.22
5.88
5 4.
644.
032.
397.
519
4.89
1.81
6.30
2.93
9 4.
975.
832.
086.
761
Retr
ibus
i Dae
rah
320.
446.
757.
865
296.
687.
899.
014
320.
520.
873.
641
75.6
09.0
05.6
74
50.6
13.3
38.7
25
Has
il Pe
ngel
olaa
n Ke
kaya
an D
aera
h ya
ng D
ipis
ahka
n74
.110
.598
.193
11
3.07
3.85
7.16
1 20
2.47
5.84
6.32
6 22
7.44
6.22
5.64
1 22
7.70
5.00
3.13
9
Lain
-lain
Pen
dapa
tan
Asl
i Dae
rah
Yang
Sah
149.
490.
177.
842
259.
931.
216.
990
233.
976.
157.
706
513.
168.
802.
827
707.
789.
784.
854
DA
NA
PER
IMBA
NG
AN
1.6
65
.76
7.4
02
.94
6
1.9
95
.21
9.2
46
.37
6
1.8
63
.24
4.0
69
.27
6
2.0
93
.55
6.4
08
.98
0
2.2
55
.27
0.8
53
.35
9
Dan
a Ba
gi H
asil
Paja
k67
2.69
0.38
0.31
8 91
2.12
1.86
1.22
7 80
3.35
5.88
7.57
9 95
7.07
7.05
8.98
0 1.
067.
988.
724.
526
Bagi
Has
il Bu
kan
Paja
k -
- -
- -
Dan
a A
loka
si U
mum
993.
077.
022.
628
1.06
5.94
1.91
6.35
0 1.
059.
888.
181.
697
1.11
8.47
8.35
0.00
0 1.
134.
007.
820.
681
Dan
a A
loka
si K
husu
s -
17.1
55.4
68.7
99
- 18
.001
.000
.000
53
.274
.308
.153
PEN
DA
PATA
N L
AIN
YA
NG
SA
H2
8.1
13
.89
0.8
37
2
2.6
13
.82
6.9
35
6
6.9
74
.88
4.1
29
2
6.0
98
.06
9.4
71
4
5.0
39
.91
3.0
52
Pend
apat
an H
ibah
- 22
.613
.826
.935
24
.648
.574
.379
22
.032
.919
.471
16
.454
.749
.439
Dan
a D
arur
at -
- -
- -
Dan
a Ba
gi H
asil
Paja
k da
ri Pr
ovin
si d
an P
emer
inta
h D
aera
h La
inny
a -
- -
- -
Dan
a Pe
nyes
uaia
n da
n O
tono
mi K
husu
s -
- 42
.326
.309
.750
4.
065.
150.
000
28.5
85.1
63.6
13
Bant
uan
Keua
ngan
dar
i Pro
vins
i ata
u Pe
mer
inta
h D
aera
h La
inny
a 1
50.7
97.5
42
- -
- -
Bagi
Has
il Bu
kan
Paja
k da
ri Pr
ovin
si d
an P
emer
inta
h D
aera
h La
inny
a27
.963
.093
.295
-
- -
-
Pend
apat
an la
inny
a -
- -
- -
TOTA
L PE
ND
APAT
AN6
.17
8.5
50
.52
1.2
92
6
.74
9.6
58
.27
2.3
62
7
.33
1.2
24
.22
8.5
97
7
.82
7.6
94
.81
5.5
32
8
.26
2.2
50
.97
9.8
90
Cata
tan:
Sem
ua a
ngka
dal
am M
aste
r Tab
le m
erup
akan
ang
ka re
al d
enga
n ta
hun
dasa
r 200
9=10
0.
142Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Lampiran
Ka
bu
pa
ten
/Ko
ta2
00
62
00
72
00
82
00
92
01
0
PAD
2.6
15
.31
1.0
60
.18
02
.83
8.6
85
.65
4.3
33
3.0
22
.90
0.6
49
.15
03
.35
7.2
24
.03
7.5
25
3.5
11
.86
2.7
16
.20
0
Paja
k D
aera
h99
1.77
4.56
5.03
31.
028.
259.
214.
611
1.07
5.97
7.83
6.41
91.
147.
710.
979.
236
1.25
0.40
0.12
3.82
5
Retr
ibus
i Dae
rah
974.
890.
564.
212
1.12
3.82
5.37
0.90
11.
147.
323.
191.
747
1.10
8.47
1.57
1.72
01.
017.
865.
299.
259
Has
il Pe
ngel
olaa
n Ke
kaya
an D
aera
h ya
ng D
ipis
ahka
n88
.380
.063
.901
129.
967.
577.
805
151.
490.
807.
942
162.
512.
985.
668
185.
045.
975.
569
Lain
-lain
Pen
dapa
tan
Asl
i Dae
rah
Yang
Sah
560.
265.
867.
033
556.
633.
491.
015
648.
108.
813.
043
938.
528.
500.
902
1.05
8.55
1.31
7.54
7
DA
NA
PER
IMBA
NG
AN
22
.74
0.5
12
.29
1.4
24
24
.53
2.1
83
.10
6.9
04
24
.97
5.1
71
.28
0.3
97
25
.15
3.8
82
.16
0.1
16
24
.02
2.2
37
.94
1.1
34
Dan
a Ba
gi H
asil
Paja
k2.
510.
204.
732.
719
2.80
3.11
1.90
0.88
82.
603.
851.
774.
449
3.03
1.72
8.62
5.76
83.
520.
622.
459.
459
Bagi
Has
il Bu
kan
Paja
k12
.605
.000
.018
75.1
10.9
07.4
0238
3.20
5.90
4.22
923
7.94
3.28
0.34
8-
Dan
a A
loka
si U
mum
19.1
12.0
22.1
29.6
5520
.137
.094
.511
.365
20.2
19.3
95.5
33.4
5919
.763
.938
.166
.000
18.7
85.6
58.0
20.9
42
Dan
a A
loka
si K
husu
s1.
105.
680.
429.
032
1.51
6.86
5.78
7.24
91.
768.
718.
068.
260
2.12
0.27
2.08
8.00
01.
715.
957.
460.
733
PEN
DA
PATA
N L
AIN
YA
NG
SA
H1
.74
5.0
76
.12
7.5
13
1.8
34
.06
7.1
16
.47
62
.04
9.6
24
.35
6.6
14
3.6
29
.75
1.0
13
.12
46
.41
4.7
00
.44
9.1
78
Pend
apat
an H
ibah
224.
043.
040
29.8
44.9
43.3
5614
0.61
0.79
7.64
568
.856
.097
.388
146.
420.
272.
969
Dan
a D
arur
at3.
337.
563.
360
53.6
51.8
68.5
8010
7.30
7.31
7.70
019
.987
.902
.923
5.81
1.97
2.70
0
Dan
a Ba
gi H
asil
Paja
k da
ri Pr
ovin
si d
an P
emer
inta
h D
aera
h La
inny
a69
.392
.588
.477
189.
905.
834.
915
743.
742.
028.
067
673.
378.
917.
037
1.77
9.49
4.80
3.93
8
Dan
a Pe
nyes
uaia
n da
n O
tono
mi K
husu
s10
3.74
0.88
224
.560
.297
.743
224.
759.
792.
625
178.
892.
399.
800
2.97
1.39
6.04
0.95
9
Bant
uan
Keua
ngan
dar
i Pro
vins
i ata
u Pe
mer
inta
h D
aera
h La
inny
a1.
530.
122.
607.
797
12.0
66.3
36.6
6584
.517
.749
.539
306.
449.
690.
335
1.43
6.05
1.10
8.40
6
Bagi
Has
il Bu
kan
Paja
k da
ri Pr
opin
si d
an P
emer
inta
h D
aera
h La
inny
a25
.420
.705
.879
-3.
545.
147.
103
19.5
08.5
05.0
0075
.526
.250
.205
Pend
apat
an la
inny
a11
6.47
4.87
8.07
8-
745.
141.
523.
936
2.36
2.67
7.50
0.64
1-
TOTA
L PE
ND
APAT
AN2
7.1
00
.89
9.4
79
.11
62
9.2
04
.93
5.8
77
.71
33
0.0
47
.69
6.2
86
.16
13
2.1
40
.85
7.2
10
.76
53
3.9
48
.80
1.1
06
.51
2
Cata
tan:
Sem
ua a
ngka
dal
am M
aste
r Tab
le m
erup
akan
ang
ka re
al d
enga
n ta
hun
dasa
r 200
9=10
0.
143
Lampiran
Tabel D.1.2. Belanja Berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi (dalam Rupiah)
Provinsi 2006 2007 2008 2009 2010
Belanja pegawai 1.233.112.254.946 - - - -
Tidak langsung - 1.244.704.083.678 1.023.751.248.708 1.075.189.345.905 1.269.166.274.424
Langsung - 335.590.781.962 500.912.898.361 483.187.940.619 637.548.860.398
Belanja barang & jasa - 1.176.648.457.465 1.558.040.692.744 1.962.652.642.711 2.589.803.558.638
Barang & jasa 1.578.650.358.797 - - - -
Perjalanan dinas 283.388.519.472 - - - -
Pemeliharaan 215.217.432.824 - - - -
Belanja modal 748.138.656.620 710.339.715.984 604.283.550.965 837.299.991.689 895.385.718.604
Belanja lain-lain 2.144.247.555.880 2.525.064.304.251 3.456.781.650.216 3.243.709.886.603 4.432.425.398.693
Total 6.202.754.778.539 5.992.347.343.340 7.143.770.040.994 7.602.039.807.527 9.824.329.810.757
Catatan: Semua angka dalam Master Table merupakan angka real dengan tahun dasar 2009=100.
Kabupaten/Kota 2006 2007 2008 2009 2010
Belanja pegawai 12.047.093.231.352 - - - -
Tidak langsung - 12.238.004.179.741 13.982.031.877.551 15.728.648.096.249 19.844.946.225.370
Langsung - 1.875.038.429.819 1.660.525.022.712 1.456.020.384.821 1.480.759.883.368
Belanja barang & jasa - 4.840.118.522.052 4.583.979.892.662 4.740.862.103.721 5.497.440.114.215
Barang & jasa 3.775.611.296.789 - - - -
Perjalanan dinas 429.342.435.430 - - - -
Pemeliharaan 1.524.845.295.181 - - - -
Belanja modal 4.378.052.153.465 6.253.366.649.270 6.705.309.339.069 7.328.942.670.997 6.574.256.502.894
Belanja lain-lain 2.516.929.227.186 2.837.122.831.291 3.128.104.495.348 3.735.506.460.889 4.459.320.028.269
Total 24.671.873.639.403 28.043.650.612.174 30.059.950.627.341 32.989.979.716.677 37.856.722.754.114
Catatan: Semua angka dalam Master Table merupakan angka real dengan tahun dasar 2009=100.
144Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Lampiran
Tabel D.1.3. Belanja berdasarkan bidang (dalam Rupiah)
Provinsi 2006 2007 2008 2009 2010
Bidang Administrasi Umum Pemerintahan
3.753.732.092.771 3.503.699.274.193 4.491.696.526.512 4.298.711.176.337 5.821.039.233.168
Bidang Pertanian 151.561.348.588 194.282.163.350 427.844.053.829 241.024.403.642 388.875.296.491
Bidang Perikanan dan Kelautan 69.504.627.474 77.413.071.585 75.361.091.083 184.592.575.512 180.389.469.925
Bidang Pertambangan dan Energi
32.060.283.190 27.929.238.914 29.904.861.473 41.092.470.467 28.010.828.872
Bidang Kehutanan dan Perkebunan 66.107.168.527 30.003.230.014 30.201.574.469 36.747.296.800 36.045.728.584
Bidang Perindustrian dan Perdagangan 62.810.419.700 216.852.888.643 82.373.061.989 141.402.070.550 171.482.513.899
Bidang Perkoperasian 25.009.661.722 28.905.450.533 31.153.624.989 83.793.373.691 123.484.902.973
Bidang Penanaman Modal 14.969.923.484 13.289.882.174 12.388.345.411 20.311.011.941 31.592.097.513
Bidang Ketenagakerjaan 73.328.314.771 67.816.475.657 78.060.873.581 107.558.044.244 142.098.664.434
Bidang Kesehatan 671.705.848.129 593.798.221.966 745.128.848.164 936.712.780.103 1.397.091.833.364
Bidang Pendidikan dan Kebudayaan 354.747.255.876 237.329.163.612 228.843.470.292 310.239.795.226 310.226.423.775
Bidang Sosial 81.625.425.195 75.863.712.147 92.417.975.956 126.788.452.569 124.005.124.620
Bidang Penataan Ruang - - - - 7.811.331.339
Bidang Permukiman 104.155.853.571 130.525.109.044 127.924.545.343 157.098.103.084 109.082.624.252
Bidang Pekerjaan Umum 559.846.275.230 593.518.572.794 455.684.121.269 567.971.067.627 589.113.581.713
Bidang Perhubungan 90.364.952.211 105.540.617.307 152.508.623.232 292.053.315.202 270.143.058.470
Bidang Lingkungan Hidup 25.841.537.461 18.583.643.366 20.967.020.341 26.627.843.390 36.242.135.697
Bidang Kependudukan 17.280.064.411 30.220.124.003 15.605.781.322 - 2.758.040.389
Bidang Olah Raga 19.276.122.459 17.771.716.564 15.339.567.512 29.316.027.142 36.372.074.607
Bidang Kepariwisataan 28.827.603.770 29.004.787.474 30.366.074.224 - 18.464.846.672
Bidang Pertanahan - - - - -
Bidang Lain-Lain - - - - -
Total 6.202.754.778.539 5.992.347.343.340 7.143.770.040.994 7.602.039.807.527 9.824.329.810.757
Catatan: Semua angka dalam Master Table merupakan angka real dengan tahun dasar 2009=100.
145
Lampiran
Provinsi 2006 2007 2008 2009 2010
Bidang Administrasi Umum Pemerintahan
7.787.511.965.461 8.685.375.290.464 8.595.450.529.837 9.456.662.494.391 10.930.338.780.340
Bidang Pertanian 490.882.137.023 572.393.170.076 622.151.546.590 606.752.867.809 632.335.841.891
Bidang Perikanan dan Kelautan 159.243.912.684 163.159.002.420 159.041.666.225 154.777.511.621 184.108.206.334
Bidang Pertambangan dan Energi
26.082.398.841 36.602.574.977 95.930.509.270 74.443.148.903 31.857.319.746
Bidang Kehutanan dan Perkebunan 102.178.047.140 76.396.576.856 104.491.964.139 104.866.884.994 128.098.154.282
Bidang Perindustrian dan Perdagangan
185.155.134.095 205.102.652.798 229.781.490.147 298.640.667.539 254.837.174.892
Bidang Perkoperasian 78.042.197.742 116.710.607.550 124.583.912.188 147.289.618.870 176.995.861.174
Bidang Penanaman Modal 9.691.873.907 71.164.654.167 34.274.973.582 36.546.426.668 50.819.775.585
Bidang Ketenagakerjaan 118.711.320.851 115.253.948.713 111.789.856.966 125.947.061.363 145.223.637.903
Bidang Kesehatan 2.011.705.494.460 2.525.931.147.225 2.831.227.824.083 3.590.205.128.497 3.797.983.554.998
Bidang Pendidikan dan Kebudayaan 8.261.173.320.650 9.614.744.611.137 11.267.319.532.297 11.884.570.437.555 15.404.666.067.693
Bidang Sosial 260.108.930.477 217.091.782.091 163.302.699.898 222.984.727.913 257.661.739.061
Bidang Penataan Ruang 147.876.415.214 47.207.764.328 315.824.719.048 511.393.463.799 454.628.656.418
Bidang Permukiman 852.535.854.008 382.270.734.101 206.900.758.512 240.370.029.630 261.569.808.661
Bidang Pekerjaan Umum 2.922.465.770.493 3.885.972.937.329 3.806.018.531.813 4.232.423.533.733 3.704.562.552.159
Bidang Perhubungan 281.768.496.867 260.779.004.270 315.656.034.094 387.785.770.960 393.492.518.086
Bidang Lingkungan Hidup 551.311.538.047 573.714.954.981 637.332.724.823 560.763.447.380 675.956.152.430
Bidang Kependudukan 232.211.055.139 181.526.811.796 159.173.770.720 142.894.965.868 150.995.124.541
Bidang Olah Raga 6.975.405.557 220.012.444.410 82.912.404.117 139.179.899.707 130.401.470.093
Bidang Kepariwisataan 103.711.591.655 77.925.522.969 99.640.147.689 49.286.751.915 59.333.868.158
Bidang Pertanahan - 14.314.419.517 97.145.031.305 22.194.877.562 30.856.489.669
Bidang Lain-Lain 82.530.779.092 - - - -
Total 24.671.873.639.403 28.043.650.612.174 30.059.950.627.341 32.989.979.716.677 37.856.722.754.114
Catatan: Semua angka dalam Master Table merupakan angka real dengan tahun dasar 2009=100.
146Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Lampiran
Lampiran D.2 Belanja Pemerintah Pusat di Provinsi Jawa Timur
Tabel D.2.1. Belanja Pemerintah Pusat yang Terdekonsentrasi ke Provinsi Jawa Timur (dalam Rupiah)
2006 2007 2008 2009 2010
Pendidikan 4.458.785.855.095 2.508.031.161.634 6.479.974.842.267 10.326.889.126.398 7.355.830.333.757
Kesehatan 575.784.366.217 491.041.210.205 284.913.206.727 292.999.625.935 185.267.092.608
Pertanian 519.059.535.906 685.760.740.120 432.603.423.146 443.813.910.137 266.588.612.565
Infrastruktur 194.464.190.590 318.815.841.624 744.655.208.799 1.550.188.924.218 326.307.532.971
Catatan: Semua angka dalam Master Table merupakan angka real dengan tahun dasar 2009=100.
Lampiran D.3 Anggaran Daerah Berdasarkan Kabupaten/Kota
Tabel D.3.1. Pendapatan Riil Perkapita Daerah berdasarkan Kabupaten/Kota tahun 2009 (dalam Rupiah)
PAD DANA PERIMBANGAN
PENDAPATAN LAIN YANG SAH
TOTAL PENDAPATAN
Kota Surabaya 307.754 550.396 158.600 1.016.750
Kota Probolinggo 173.933 1.432.569 441.182 2.047.684
Kota Pasuruan 204.844 1.707.120 203.877 2.115.842
Kota Mojokerto 248.439 2.572.174 346.900 3.167.513
Kota Malang 112.658 729.737 130.783 973.179
Kota Madiun 244.560 1.864.795 212.905 2.322.260
Kota Kediri 325.922 1.905.903 234.097 2.465.923
Kota Blitar 298.789 2.170.169 465.749 2.934.707
Kota Batu 91.700 1.504.948 346.758 1.943.406
Kab. Tulungagung 82.985 776.306 153.999 1.013.291
Kab. Tuban 96.168 629.833 56.390 782.391
Kab. Trenggalek 59.837 854.319 143.291 1.057.447
Kab. Sumenep 43.546 712.341 44.929 800.815
Kab. Situbondo 54.271 854.451 68.616 977.337
Kab. Sidoarjo 157.886 514.714 108.897 781.498
Kab. Sampang 40.401 625.215 72.763 738.378
Kab. Probolinggo 40.746 616.348 86.406 743.500
Kab. Ponorogo 53.440 759.992 93.256 906.688
Kab. Pasuruan 60.352 591.996 27.583 679.931
Kab. Pamekasan 47.224 681.314 74.874 803.412
Kab. Pacitan 49.525 931.990 84.470 1.065.985
Kab. Ngawi 30.556 805.020 117.401 952.976
Kab. Nganjuk 72.092 713.664 113.944 899.701
Kab. Mojokerto 58.811 630.785 87.260 776.856
147
Lampiran
PAD DANA PERIMBANGAN
PENDAPATAN LAIN YANG SAH
TOTAL PENDAPATAN
Kab. Malang 63.302 479.027 46.118 588.447
Kab. Magetan 77.994 947.877 126.565 1.152.436
Kab. Madiun 46.858 867.265 185.018 1.099.141
Kab. Lumajang 63.555 628.787 55.824 748.166
Kab. Lamongan 60.063 615.105 121.205 796.374
Kab. Kediri 53.604 565.251 77.888 696.742
Kab. Jombang 69.318 547.567 60.938 677.823
Kab. Jember 58.000 470.158 46.844 575.001
Kab. Gresik 138.452 584.855 74.827 798.134
Kab. Bondowoso 56.597 755.636 145.176 957.409
Kab. Bojonegoro 55.264 621.162 53.852 730.278
Kab. Blitar 54.434 708.188 124.620 887.242
Kab. Banyuwangi 56.637 597.205 90.894 744.736
Kab. Bangkalan 35.409 639.513 63.609 738.531
Tabel D.3.2. Belanja Riil Perkapita Daerah Kabupaten/kota berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi tahun 2009 (dalam Rupiah)
PEGAWAI MODAL BARANG dan JASA LAINNYA TOTAL BELANJA
Kota Surabaya 359.600 452.317 282.046 94.559 1.188.522
Kota Probolinggo 909.729 578.455 425.777 60.344 1.974.305
Kota Pasuruan 1.044.783 656.583 324.754 340.867 2.366.987
Kota Mojokerto 1.341.669 1.059.498 955.380 164.789 3.521.336
Kota Malang 500.696 276.196 123.588 84.640 985.120
Kota Madiun 1.364.210 414.383 338.520 54.843 2.171.956
Kota Kediri 1.093.498 723.679 423.925 340.631 2.581.733
Kota Blitar 1.389.511 831.290 496.398 169.458 2.886.657
Kota Batu 828.745 754.745 284.051 217.969 2.085.510
Kab. Tulungagung 619.647 132.483 152.260 116.071 1.020.461
Kab. Tuban 417.470 237.844 75.615 91.098 822.027
Kab. Trenggalek 621.051 169.307 122.588 169.842 1.082.788
Kab. Sumenep 494.197 145.815 114.990 104.048 859.050
Kab. Situbondo 590.658 187.433 96.659 131.384 1.006.134
Kab. Sidoarjo 356.793 139.056 138.931 126.008 760.787
Kab. Sampang 366.942 279.488 83.668 87.553 817.650
Kab. Probolinggo 404.671 158.189 97.429 88.485 748.774
Kab. Ponorogo 550.525 167.907 103.771 82.191 904.394
Kab. Pasuruan 344.738 130.906 118.511 72.167 666.322
148Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Lampiran
PEGAWAI MODAL BARANG dan JASA LAINNYA TOTAL BELANJA
Kab. Pamekasan 348.910 152.473 109.137 83.062 693.581
Kab. Pacitan 661.060 173.974 134.793 101.910 1.071.738
Kab. Ngawi 640.192 136.378 134.254 151.343 1.062.166
Kab. Nganjuk 526.943 206.634 118.989 52.620 905.186
Kab. Mojokerto 487.496 137.814 102.278 92.677 820.265
Kab. Malang 315.234 116.814 66.688 78.350 577.086
Kab. Magetan 715.043 222.100 135.968 93.835 1.166.946
Kab. Madiun 657.062 215.669 134.412 98.789 1.105.932
Kab. Lumajang 440.519 83.047 91.959 133.133 748.658
Kab. Lamongan 440.563 173.378 107.050 104.829 825.819
Kab. Kediri 397.745 174.617 75.540 54.663 702.565
Kab. Jombang 383.681 105.268 119.860 100.858 709.668
Kab. Jember 335.399 97.407 78.186 63.295 574.288
Kab. Gresik 384.754 86.912 103.022 195.069 769.757
Kab. Bondowoso 578.736 157.998 169.579 89.164 995.477
Kab. Bojonegoro 402.256 169.338 62.785 106.975 741.354
Kab. Blitar 528.372 177.070 103.812 60.609 869.863
Kab. Banyuwangi 376.749 195.134 68.491 121.981 762.355
Kab. Bangkalan 426.013 160.487 105.143 43.277 734.920
Tabel D.3.3. Belanja Riil Perkapita Daerah Kabupaten/kota berdasarkan Urusan tahun 2009 (dalam Rupiah)
Urusan Wajib Urusan Pilihan
Kota Surabaya 1.166.651 21.870
Kota Probolinggo 1.861.436 112.869
Kota Pasuruan 2.303.083 63.904
Kota Mojokerto 3.452.349 68.987
Kota Malang 958.627 26.493
Kota Madiun 2.103.803 68.153
Kota Kediri 2.549.489 32.244
Kota Blitar 2.780.171 106.486
Kota Batu 1.925.268 160.242
Kab. Tulungagung 995.885 24.576
Kab. Tuban 773.727 48.300
Kab. Trenggalek 1.033.892 48.896
Kab. Sumenep 816.640 42.410
149
Lampiran
Urusan Wajib Urusan Pilihan
Kab. Situbondo 960.236 45.898
Kab. Sidoarjo 742.407 18.380
Kab. Sampang 779.171 38.479
Kab. Probolinggo 723.770 25.004
Kab. Ponorogo 872.303 32.091
Kab. Pasuruan 644.651 21.671
Kab. Pamekasan 677.577 16.004
Kab. Pacitan 1.017.577 54.161
Kab. Ngawi 1.023.037 39.130
Kab. Nganjuk 871.530 33.656
Kab. Mojokerto 792.641 27.623
Kab. Malang 549.358 27.728
Kab. Magetan 1.112.244 54.702
Kab. Madiun 1.061.338 44.594
Kab. Lumajang 720.789 27.869
Kab. Lamongan 771.850 53.969
Kab. Kediri 681.873 20.692
Kab. Jombang 686.257 23.410
Kab. Jember 541.036 33.252
Kab. Gresik 752.568 17.189
Kab. Bondowoso 942.260 53.216
Kab. Bojonegoro 713.040 28.314
Kab. Blitar 852.863 17.001
Kab. Banyuwangi 738.415 23.939
Kab. Bangkalan 703.328 31.592
150Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011
Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif
Lampiran