Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB
-
Upload
arrumaisha-kartika -
Category
Documents
-
view
210 -
download
0
Transcript of Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB
5/6/2018 Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mendefinisikan-ulang-target-group-program-kb 1/21
1
Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB:
Kompromi Strategis Kepentingan dan Peran Aktor dalam Manajemen
Program KB Nasional menurut Perspektif New Public Service1
Oleh Asep Sopari2
Latar belakang
Setidaknya ada empat isu strategis global dan nasional yang menjadi perhatian
pemerintah dalam mengelola urusan publik. Keempatnya akan dan sedang diinisiasi bahkan
sudah mulai dilaksanakan untuk menjadi bagian integral atau paling tidak mewarnai setiap
pembuatan dan proses kebijakan yang menyangkut urusan publik. Keempat isu stragis
tersebut dalam analisis kebijakan menurut perspektif Walt dan Gilson (2005, dalam Darwin,
2010) merupakan konteks (context ), yaitu kondisi strategis faktual--baik lokal maupun
internasional--yang dapat dijadikan acuan bertindak oleh setiap aktor yang memiliki
kepentingan terhadap suatu masalahan/isu publik sehingga memutuskan untuk terlibat dalam
pembuatan dan proses kebijakan. Keempat isu strategis tersebut adalah: (1) demokrasi/hak
asasi manusia (HAM), (2) desentralisasi, (3) transisi demografis dan pengentasan
kemiskinan, dan (4) kerusakan lingkungan/pembangunan berkelanjutan.
Keempat isu strategis tersebut harus direspons sebagai bagian dari responsiveness (daya
tanggap) pengelola program KB Nasional atas perubahan lingkungan strategis dalam
mengelola urusan publik yang berhubungan dengan program KB. Dua dari keempat isu
strategis tersebut (demokrasi/HAM dan desentralisasi) dalam pengelolaan program KB
merupakan prasyarat yang harus ada dan terimplementasikan dalam setiap aspek manajemen
program KB Nasional. Sedangkan dua isu strategis yang lainnya (transisi demografis dan
pengentasan kemiskinan serta kerusakan lingkungan/pembangunan berkelanjutan) merupakan
dampak dan kontrsibusi yang dapat disumbangkan atas pelaksanaan program KB yang sudah
mengadopsi dan melaksanakan dua isu strategis sebelumnya.
Untuk dapat mengadopsi dan melaksanakan dua isu strategis tersebut maka perlu
dilakukan perubahan dalam manajemen program KB Nasional. Salah satu manajemen urusan
publik yang sudah mengadopsi isu demokrasi/HAM serta terbuka dan prospektif untuk
dilakukan dalam era desentralisasi adalah New Public Service (NPS). Prinsip mendasar yang
menjadi pondasi NPS adalah demokratic-citizenship (Denhardt & Denhardt, 2003). Aplikasi
1 Tulisan ini adalah makalah tugas akhir mata kuliah Manajemen Publik pada Magister Studi Kebijakan,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
2 Staf pada Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
5/6/2018 Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mendefinisikan-ulang-target-group-program-kb 2/21
2
prinsip tersebut tercermin dalam dua hal. Pertama, NPS memandang publik (pihak yang
dilayani) sebagai citizen (warga negara) dengan segala hak dan kewajibannya. Kedua,
sebagai implementasi dari demokrasi, NPS membuka ruang bagi citizen dan elemen
masyarakat lain (termasuk civil society dan privat sector ) yang memiliki kepentingan dengan
urusan publik untuk berpartisipasi dalam mengelola urusan tersebut sejak proses
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Motif utama NPS dalam manajemen urusan publik
adalah kualitas pelayanan sebagaimana yang diinginkan publik (yang mengetahui persis
masalah yang menyangkut kepentingan publik adalah publik itu sendiri). Mekanisme yang
inklusif dan partisipatoris tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan melakukan
desentralisasi kepada unit-unit pemerintahan yang lebih kecil dalam lingkup daerah (Norton,
1994, dalam Muluk, 2008).
Dengan demikian, konsekuensi logis dari implementasi manajemen New Public Service
untuk mengadopsi isu strategis demokrasi/HAM serta desentralisasi dalam program KB
Nasional yang paling mendasar adalah dengan mendefinisikan ulang kelompok sasaran
(target group) program KB dari hanya pasangan usia subur (PUS) menjadi semua warga
negara. Hal ini tentu berdampak pada semakin luas dan banyaknya cakupan target group
yang menjadi sasaran program dan berimplikasi pada luasnya bidang garapan dan beban
anggaran. Untuk itu diperlukan pembahasan tentang urgensi program KB dalam mendukung
upaya global dan nasional dalam hal mengentaskan kemiskinan dan meminimalisir dampak
ledakan penduduk terhadap kerusakan lingkungan. Upaya tersebut dilakukan untuk menarik
interest berbagai pihak terhadap program KB sehingga mau terlibat di dalamnya dengan
berbagai kepentingan yang menjadi motivasinya. Langkah selanjutnya adalah
mengkompromikan berbagai kepentingan tersebut dalam pembuatan dan proses kebijakan
program KB.
Urgensi Redefinisi Target Group sebagai Respons atas Demokrasi dan HAM terhadap
Pelaksanaan Program KB
Setelah pelaksanaan Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD)
di Kairo tahun 1994, yang diselenggarakan untuk meninjau ulang kebijakan kependudukan
dalam kaitannya dengan pembangunan yang diselaraskan dengan gelombang arus global
demokrasi dan hak asasi manusia, arah dan kebijakan program KB mengalami perubahan
paradigma dari yang semula menekankan pada pengendalian penduduk ( population control)
menjadi pemenuhan hak-hak kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual. Perubahan ini
berpengaruh pada pelaksanaan program KB dari yang semula terfokus pada pencapaian target
5/6/2018 Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mendefinisikan-ulang-target-group-program-kb 3/21
3
demografis (peningkatan partisipasi masyarakat dalam ber-KB untuk meningkatkan CPR dan
menurunkan unmet need dalam upaya menurunkan TFR) menjadi lebih ke perluasan akses
masyarakat terhadap KB dan peningkatan kualitas pelayanan dengan memperhatikan aspek
Hak Asasi Manusia.
Salah satu hak individu yang diakui dalam dokumen HAM adalah hak atas kesehatan
reproduksi. Yang termasuk dalam hak kesehatan reprduksi adalah hak atas kontrasepsi
sebagai rasionalisasi dari hak atas hamil atau tidak hamil (termasuk dalam paya pengaturan
kehamilan), hak seksualitas, hak terbebas dari PMS dan HIV serta AIDS, dan hak hidup
(terbebas dari kematian yang disebabkan oleh aborsi tidak aman karena kehamilan tidak
diinginkan sebagai konsekuensi logis dari tidak adanya akses terhadap kontarasepsi). Dalam
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan sudah disebutkan bahwa
kontrasepsi merupakan aspek kesehatan reproduksi sebagai bagian dari upaya pengaturan
kehamilan dan kesehatan seksual (pencegahan penularan IMS melalui hubungan seksual).
Sehubungan dengan perubahan tersebut, ada beberapa aspek yang secara konseptual
harus dilaksanakan dalam operasionalisasi program KB sebagai implementasi diadopsinya
demokrasi dan HAM kedalam program KB, yaitu redefinisi target group sebagai
implementasi atas pengakuan hak individu, terutama hak atas kesehatan reproduksi dan
seksual. Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga menyebutkan kontrasepsi sebagai bagian dari keluarga berencana.
Penggunaan istilah “keluarga berencana (KB)” berarti hanya diperuntukkan bagi pasangan
usia subur (PUS) sebagai target group program KB karena Keluarga Berencana adalah upaya
mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui
promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan
keluarga yang berkualitas. Dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (bagian ketujuh
mengenai keluarga berencana, pasal 78 ayat [1]) disebutkan bahwa “Pelayanan kesehatan
dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia
subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas”. Artinya, dalam
kebijakannya, negara masih memandang kontrasepsi (hanya) sebagai kebutuhan individu
(laki-laki dan perempuan) yang sudah terikat perkawinan (pasangan yang sah). Dengan tidak
diakomodirnya (secara eksplisit) individu selain pasangan yang sah dalam kebijakan,
meskipun dalam kenyataannya kepada mereka disediakan fasilitas untuk mengakses, secara
hukum dapat dikatakan bahwa negara tidak melindungi dan menjamin akses mereka terhadap
kontrasepsi.
5/6/2018 Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mendefinisikan-ulang-target-group-program-kb 4/21
4
Jika tetap pada target group pasangan usia subur (PUS), yaitu laki-laki dan perempuan
usia reproduksi (15-49) tahun dan sudah menikah atau usia kurang dari 15 tahun tetapi sudah
menikah, dengan sendirinya program KB telah mengabaikan hak penduduk lain yang tidak
termasuk dalam kategori PUS seperti remaja dan penduduk usia reproduksi tetapi belum
menikah untuk mengakses produk program KB, yaitu obat dan alat kontrasepsi (komoditi
berupa barang) dan pelayanan kontrasepsi, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, dan
konseling kesehatan reproduksi (komoditi berupa jasa) (Soesilo, 1996, dalam Dwiyanto dan
Darwin, 1996, dan dalam Juliantoro, 2000). Padahal ketiadaan akses remaja terhadap
kontrasepsi, misalnya, menjadi penyebab kehamilan tidak diinginkan (unwanted pregnancy)
yang 25 persen dari kasus tersebut diakhiri dengan aborsi tidak aman (unsafe abortion) yang
berpotensi menimbulkan kematian.
Data menunjukkan bahwa sebanyak 30 persen dari 213.375.287 jiwa (BPS, SUPAS
2005) penduduk Indonesia adalah remaja, yaitu penduduk yang berusia antara 12-24 tahun
dan belum menikah (berdasarkan kriteria WHO). Dari sumber data yang sama juga diketahui
bahwa laki-laki usia reproduktif 3
mencapai 59.022.964 (55 persen dari total penduduk pria),
sementara perempuan usia reproduktif berjumlah
59.646.078 jiwa atau 56 persen dari total penduduk
wanita (BPS, SUPAS 2005). Dari total laki-laki
usia reproduktif tersebut, hanya 59 persen yang
berstatus kawin, dan perempuan yang kawin
sebanyak 67 persen dari total perempuan usia
reproduktif (Gambar 1dan 2). Dengan demikian,
jika pemerintah tetap menjadikan PUS yang
menjadi target group kontrasepsi, pemerintah
dengan sengaja mengabaikan hak-hak reproduksi
24.227.453 laki-laki dan 19.649.669 wanita usia
reproduktif yang tidak/belum kawin, terutama
dalam mengakses alat/obat/cara kontrasepsi berikut
komoditi jasanya.
Jika total perempuan usia reproduktif yang
menggunakan alat/obat/cara kontrasepsi sebanyak 61,4 persen dari 59.646.078 jiwa (BPS,
SDKI 2007), berarti terdapat 38,6 persen wanita usia reproduktif yang tidak menggunakan
3 Meskipun dalam beberapat literatur disebutkan tidak ada batasan usia laki-laki reproduktif bagi laki-laki.
Dengan rasionalisasi, laki-laki mampu menghasilkan sperma sepanjang hidupnya.
kawin
67%
belum/tidak
kawin
33%
Gambar 4Perempuan Usia Reproduktif Berdasarkan Status
Perkawinan (dari total 59.68.078 jiwa atau 56 persen daritotal penduduk perempuan)
sumber: BPS, SUPAS 2005
Kawin
59%
belum/tidak kawin
41%
Gambar 3Laki-laki Usia Reproduktif Berdasarkan Status
Perkawinan (dari total 59.022.964 jiwa atau 55 persen daritotal penduduk pria)
sumber: BPS, SUPAS 2005
5/6/2018 Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mendefinisikan-ulang-target-group-program-kb 5/21
5
kontrasepsi, dengan sebaran 40 persen di pedesaan dan 37 persen di perkotaan (BKKBN,
dalam Marlina 2008). Sedangkan di antara 59.022.964 laki-laki yang termasuk usia
reproduktif dan berstatus menikah hanya sebagian kecil saja yang dapat mengakses
alat/obat/cara kontrasepsi, yaitu hanya 1,5 persen (SDKI 2007). Artinya, jumlah laki-laki
yang tidak terlayani kontrasepsi jauh lebih banyak. Padahal, data dunia menunjukkan bahwa
85 dari 100 wanita yang aktif secara seksual (catatan: tidak harus terlebih dahulu melalui
perkawinan atau dengan pasangan yang sah) dan tidak menggunakan metode kontrasepsi
apapun, berpotensi hamil dalam waktu satu tahun (Sjarief, dalam Marlina, 2009). Sumber lain
menyebutkan sebanyak 56,5 persen akan hamil pada satu bulan pertama dan 78,9 persen akan
hamil pada enam bulan pertama (Alit, dalam Anshor, 2009). Jika 38,6 persen dari 59.646.078
jiwa perempuan usia reproduktif yang tidak menggunakan kontrasepsi dan ia aktif secara
seksual dengan tidak menggunakan alat kontrasepsi, sudah dapat dibayangkan jumlah
kehamilan dan kelahiran yang akan terjadi.
Dengan demikian, secara demografis, implikasi dari kebijakan tidak diakomodirnya
akses remaja dan penduduk usia reproduktif lain selain PUS terhadap kontrasepsi karena
tidak dimasukkan sebagai target group program KB akan menyebabkan penambahan jumlah
penduduk. Hal tersebut menjadi kontraproduktif dengan arah dan kebijakan program KB,
terutama dalam upaya mengontrol kelahiran (birth control). Selain itu, kontraproduktif juga
dengan sasan pembangunan millenium (menurunkan AKI). Sebab, jika status kehamilan
tersebut tidak dikehendaki (unwanted pregnancy), terutama pada remaja yang masih
bersekolah atau penduduk usia reproduktif lain yang dalam status bekerja/berkarier, akan
lebih membahayakan karena lebih dari 25 persen di antaranya memilih melakukan aborsi. Di
pihak lain, “pelarangan” aborsi (sebagaimana terdapat dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan pasal 75) berdampak pada banyaknya kasus aborsi tidak aman (unsafe abortion)
yang mengakibatkan kematian. Data WHO menyebutkan, 15-50 persen kematian ibu
‘maternal mortality rate /MMR’ disebabkan oleh pengguguran kandungan yang tidak aman.
Dari 20 juta pengguguran kandungan tidak aman yang dilakukan tiap tahun, ditemukan
70.000 perempuan meninggal dunia. Artinya 1 dari 8 ibu meninggal akibat aborsi yang tidak
aman.
Bagi remaja, tidak dimasukkannya mereka kedalam target program KB lebih
mengkhawatirkan lagi, terutama yang dipicu oleh pengabaian hak mereka atas informasi
kesehatan reproduksi dan akses terhadap kontrasepsi. Data SDKI 2007 menunjukkan, hanya
17,1 persen remaja perempuan dan 10,4 persen remaja laki-laki yang mengetahui secara
benar tentang masa subur dan risiko kehamilan. Data tersebut juga menunjukkan remaja
5/6/2018 Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mendefinisikan-ulang-target-group-program-kb 6/21
6
perempuan dan laki-laki usia 15– 24 tahun yang mengetahui kemungkinan hamil dengan
hanya sekali berhubungan seks masing-masing berjumlah 55,2 persen (perempuan) dan 52
persen (laki-laki). Hal ini yang kemudian menyebabkan remaja terjerumus pada masalah-
masalah seks yang berisiko seperti hubungan seks pra-nikah dan berganti-ganti pasangan
yang dilakukan tanpa menggunakan kontrasepsi. Fakta menunjukkan banyak remaja yang
telah terinfeksi penyakit menular seksual, kehamilan dini, serta kehamilan yang tidak
diinginkan yang berujung aborsi tidak aman (unsafe abortion). Data yang dilansir BKKBN
(dalam www.bkkbn.go.id) tahun 2006, sebanyak 15 persen remaja sudah melakukan
hubungan seks di luar nikah, sebanyak 46,19 persen dari jumlah penderita HIV/AIDS tahun
2005 adalah remaja (usia 15-29 tahun) dimana 43,5 persen terinfeksi melalui hubungan seks
yang tidak aman dan 50 persen tertular lewat jarum suntik.
Lebih jauh lagi, hampir semua indikator kesehatan tersebut—yang keberhasilannya
dipengaruhi oleh kinerja pelaksanaan program KB melalui produk barang dan jasanya—
masuk dalam indikator pencapaian MDGs ( Millenium Development Goals) yang harus
dicapai pada tahun 2015.
Peluang Desentralisasi dan Adopsi New Public Service dalam Manajemen Program KB
Desentralisasi merupakan proses transfer otoritas dan kewenangan perencanaan,
manajemen, dan pengambilan keputusan dari pengendali organisasi di tingkat atas kepada
tingkat yang ada di bawahnya (Saltman, dalam Wilopo, 2007). Pentingnya pelaksanaan
desentralisasi program KB selain sebagai manifestasi responsibilitas/daya tanggap atas
perubahan lingkungan strategis (arus demokratisasi dan HAM serta delegasi kewenangan
pemerintahan dalam beberapa bidang), juga sangat penting dalam rangka: (1) mendekatkan
pelayanan publik kepada pengguna layanan publik, yaitu warga negara sehingga
memungkinkan terjadinya peningkatan kualitas pelayanan program KB yang bukan hanya
sesuai dengan prosedur medis dan operasional lainnya tetapi juga kualitas pelayanan
sebagaimana yang dikehendaki publik melalui penciptaan mekanisme dialog/interaksi antara
public servant dengan citizen; (2) memeratakan (distribusi) pelayanan program KB sehingga
dapat memperkecil kesenjangan akses publik yang berada di daerah tertentu dengan daerah
lainnya; (3) memungkinkan diakomodirnya strategi dan cara-cara tetentu dalam
operasionalisasi program KB, terutama penggerakkan dalam upaya menciptakan demand
terhadap program KB, yang disesuaikan dengan kondisi kesejarahan, kultur, dan geografis
setempat; (4) memungkinkan penyelenggaraan program KB yang inklusif dan melibatkan
banyak aktor (sektor) sehingga lebih prospektif dalam pencapaian sasaran bersama serta
5/6/2018 Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mendefinisikan-ulang-target-group-program-kb 7/21
7
menjadi terintegrasinya program KB dengan program pembangunan lainnya di daerah; (5)
efisiensi dalam pendanaan karena operasionalisasi program disesuaikan dengan kebutuhan
dan kondisi lokal (bottom-up); (6) memperpendek alur birokrasi sehingga mudah dan cepat
dalam pengambilan keputusan dan mempermudah dalam manajemen supervisi dan informasi.
Desentralisasi program KB sebenarnya telah dimulai sejak dikeluarkannya Keputusan
Presiden No. 103 tahun 2001 yang menyatakan bahwa kewenangan di bidang keluarga
berencana diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota. Hal tersebut dilakukan sebagai
implementasi desentralisasi dan manifestasi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
ketika itu (yang kemudian diperbaharui menjadi UU No. 32 tahun 2004). Undang-undang
tersebut memberikan kewenangan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menentukan
program-program pembangunan yang diperlukan daerah sesuai dengan kebutuhan, aspirasi,
kemampuan, maupun sumberdaya yang tersedia. Namun permasalahan yang berkembang
dalam pelaksanaan program KB pada era desentralisasi adalah menurunnya kapasitas
kelembagaan Program KB karena melemahnya komitmen politis dan komitmen operasional
di tingkat kabupaten/kota karena KB bukan merupakan urusan wajib di daerah sehingga
bentuk institusi yang menangani KB di kabupaten/kota sangat beragam, jumlah institusi KB
di tingkat lini lapangan berkurang, dan jumlah serta kualitas tenaga pengelola dan pelaksana
program KB di tingkat lapangan menurun karena banyak yang dimutasi dan pensiun, serta
dukungan sarana, prasarana, dan anggaran yang kurang memadai.
Walaupun kebijakan tersebut diperbarui melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan
Pemerintahan Kabupaten/Kota dan PP No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah dimana KB sudah menjadi urusan wajib dan kelembagaannya menjadi satu rumpun
dengan urusan Pemberdayaan Perempuan, pada kenyataannya kapasitas kelembagaan KB di
kabupaten/kota belum optimal. Sampai dengan akhir Juni 2009, sekitar 81,95 persen
kelembagaan KB di kabupaten/kota berbentuk badan, 16,08 persen berbentuk kantor, dan
1,96 persen berbentuk dinas. Sedangkan jika dilihat dari utuh/mergernya, sekitar 90,87 persen
bergabung (merger) dengan 1 atau 2 bidang lain dan hanya 9,13 persen yang utuh menangani
Program KB. Beberapa kabupaten/kota bahkan tidak memiliki institusi untuk melaksanakan
program KB. Data lain menunjukkan hingga saat ini hanya 29,8 persen kabupaten/kota yang
mempunyai lembaga khusus yang menangani program KB, selebihnya (70,2 persen) tidak
memiliki lembaga khusus, melainkan merger/gabung dengan program lainnya (BKKBN,
2009).
5/6/2018 Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mendefinisikan-ulang-target-group-program-kb 8/21
8
Banyak pihak, terutama dari kalangan internal pengelola dan pelaksana program KB,
melakukan analisis bahwa “kemunduran” tersebut karena lemahnya komitmen politis
pemerintah daerah yang disebabkan oleh motivasi politisnya dalam melakukan desentralisasi
yang lebih menekankan pada ekonomi penganggaran sehingga lebih fokus pada peningkatan
PAD (Wilopo, 2010; Syarief, 2010; Sulistyo, 2009; BKKBN, UNFPA, UNICEF, AusAID,
2009). Program KB, menurut analisis tersebut, karena merupakan bagian dari program
pembangunan manusia serta dampaknya jangka panjang menjadi kurang diminati karena
hanya akan menguras APBD tanpa ada kontribusi pada peningkatan PAD. Padahal, menurut
hemat penulis, ada penyebab lain yang sepertinya akan bijak apabila diperhitungkan, yaitu
karena desentralisasi program KB kurang diikuti dengan perubahan dalam manajemen
program. Sebagian besar konsep dan praktik pengelolaan program KB masih menggunakan
manajemen administrasi publik lama, dan hanya sebagian kecil yang sudah mengadopsi New
Public Management (NPM). Meskipun untuk yang NPM ini juga masih pada tataran
konseptual.
Salah satu wujud dari masih digunakannya pola manajemen lama adalah dalam
mendefinisikan target group yang masih pada PUS dan masih berlakunya sistem target
pencapaian indikator program seperti peningkatan jumlah akseptor baru, penurunan unmet
need , penurunan TFR, dll. Pola manajemen tersebut jelas masih menggunakan pola lama
karena indikator keberhasilan program ditentukan sepihak oleh pelaksana program (tidak
terlebih dulu menggali kebutuhan warga negara atau paling tidak mengkompromikan target
capaian tersebut dengan kepentingan publik yang akan dilayani) dan masih memandang
warga negara sebagai obyek (sasaran program) yang pasif, padahal desentralisasi menuntut
adanya partisipasi masyarakat yang bukan hanya berupa keikutsertaan menjadi akseptor
melainkan terlibat dalam menentukan jumlah dan jenis kontrasepsi yang harus disediakan,
menentukan jenis dan mekanisme pelayanan yang dibutuhkan, terlibat dalam melakukan
sosialisasi dan advokasi (penggerakkan) kepada masyarakat lain yang belum/tidak ikut KB,
serta ikut melakukan pengawasan terhadap distribusi kontrasepsi dan kualitas pelayanan yang
diberikan.
Untuk dapat bangkit dari kemunduran, hal yang harus dilakukan adalah mengubah
manajemen program KB lama dengan manajemen baru yang lebih sesuai dengan pelaksanaan
desentralisasi program KB yang sudah berjalan hampir sepuluh tahun ini. Salah satu
manajemen publik yang sudah mengadopsi isu demokrasi dan hak asasi manusia serta
terbuka dan prospektif untuk dilakukan dalam era desentralisasi adalah New Public Service
(NPS). Prinsip mendasar yang menjadi pondasi NPS adalah demokratic-citizenship (Denhardt
5/6/2018 Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mendefinisikan-ulang-target-group-program-kb 9/21
9
& Denhardt, 2003). Aplikasi prinsip tersebut tercermin dalam dua hal. Pertama, New Public
Service memandang publik (pihak yang dilayani) sebagai citizen (warga negara) dengan
segala hak dan kewajibannya. Kedua, sebagai implementasi dari demokrasi, New Public
Service membuka ruang bagi citizen dan elemen masyarakat lain (termasuk civil society dan
privat sector ) yang memiliki kepentingan dengan urusan publik untuk berpartisipasi dalam
mengelola urusan tersebut sejak proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Karena motif
utama manajemen NPS dalam melakukan manajemen urusan publik adalah kualitas
pelayanan sebagaimana yang diinginkan publik maka logika yang dipakai adalah bahwa yang
mengetahui persis masalah yang menyangkut kepentingan publik adalah publik itu sendiri.
Secara ringkas, manajemen publik perspektif NPS dapat dilihat dari beberapa prinsip
berikut ini (Denhardt & Denhardt, 2000; Denhardt & Denhardt, 2003; Muluk, 2008).
Pertama adalah serve citizens, not customers. NPS memandang publik yang akan dilayani
sebagai warga negara dengan segenap hak dan kewajibannya, bukan sebagai pelanggan.
Karena publik yang akan dilayani adalah publik sebagai representasi dari warga negara yang
banyak (bukan individu), berimplikasi pada cara public servant memaknai pelayanannya
yang tidak semata-mata merespons tuntutan pelanggan tetapi justeru memusatkan perhatian
untuk membangun kepercayaan dan kolaborasi dengan dan di antara warga negara. Kedua,
seek the public interest . Dalam melakukan pelayanan publik, public servant harus berusaha
memberikan pelayanan sebagaimana yang dibutuhkan publik sesuai dengan kepentingannya.
Untuk itu public servant terlebih dahulu harus mengetahui kebutuhan/kepentingan publik
melalui mekanisme dialog. Dengan demikian, kebutuhan/kepentingan publik adalah
konsensus antara dirinya dengan publik sehingga kebutuhan/kepentingan publik menjadi
kebutuhan/ kepentingan dan tanggungjawab bersama. Ketiga, value citizenship over
entrepreneurship. Dalam melakukan pelayanan publik, public servant harus mengedepankan
nilai-nilai kewarganegaraan (memaknai dan memahami dirinya dan publik yang dilayani
sebagai warga negara). Hal berimplikasi pada cara public servant memandang pelayanan
yang diberikannya sebagai bagian dari sumbangsih dirinya kepada warga negara lain, bukan
demi uang dan prinsip untung-rugi. Keempat, think strategically, act democratically. Dalam
melakukan pelayanan publik, public servant harus berupaya berpikir strategis dengan
memperhatikan kondisi dan situasi yang ada melalui upaya kolektif dan proses kolaboratif
antara dirinya dengan publik sehingga kebutuhan/kepentingan publik dapat dicapai secara
efektif. Kelima, recognize that accountability is not simple. Dalam melakukan pelayanan
publik, public servant harus mengakui dan memahami bahwa segala yang dilakukannya harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Oleh karena itu, ia harus memahami dan
5/6/2018 Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mendefinisikan-ulang-target-group-program-kb 10/21
10
mematuhi peraturan perundang-undangan, nilai-nilai kemasyarakatan, norma politik, standar
profesional, dan kebutuhan/kepentingan warga negara yang akan dilayaninya. Keenam, serve
rather than steer . Sebagai pelayan publik, public servant harus memahami bahwa yang
dilakukannya untuk memenuhi kebutuhan/kepentingan bersama dan merupakan hasil dari
kesepakatan/konsensus yang diwujudkan dengan pembagian peran bersama. Hal tersebut
berarti bahwa public servant berperan untuk memenuhi kebutuhan/kepentingan tersebut,
bukan mengontrol atau mengarahkan publik untuk melakukan sesuatu sebagaimana
keinginan/kepentingannya ( public servant ). Ketujuh, value people, not just productivity.
Organisasi publik beserta jaringannya lebih memungkinkan mencapai keberhasilan dalam
jangka panjang jika dijalankan melalui proses kolaborasi dan kepemimpinan bersama yang
didasarkan pada penghargaan kepada semua orang. Dengan demikian, keberhasilan tidak
semata dilihat dari produktivitas dengan pencapaian indikator-indikator tertentu sesuai
dengan kepentingannya tanpa mempertimbangkan aspek-aspek kemanusiaan lainnya.
Dari paparan tersebut diketahui bahwa manajemen publik perspektif New Public Service
mengedepankan posisi publik sebagai warga negara dalam konteks penyelenggaraan
pemerintahan (Muluk, 2008). Perspektif ini membawa upaya demokratisasi administrasi
publik yang selaras dengan isu startegis global dan nasional tentang demokrasi di segala
aspek kehidupan. Selain itu, perspektif ini menjadikan penyelenggaraan pemerintahan lebih
inklusif sehingga terbuka kesempatan bagi berbagai aktor dengan berbagai kepentingan untuk
partisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan demikian, perspektif ini mengakui
bahkan menuntut adanya partisipasi publik, tidak hanya sebagai partisipan pasif yang hanya
menuruti atau menyesuaikan kepentingannya dengan kemauan dan kepentingan pemerintah,
tetapi ikut terlibat dalam pembuatan dan proses kebijakan yang menyangkut urusan publik.
Pemetaan Target Group dan Kompromi Strategis Kepentingan dan Peran Aktor
Paling tidak terdapat dua tantangan dalam pelaksanaan program KB yang dalam
pelaksanaannya sudah mengimplementasikan isu strategis demokrasi/demokratisasi dan hak
asasi manusia serta desentralisasi yang diwujudkan dengan mengubah target group dari
semula hanya PUS menjadi semua individu dalam keluarga. Namun, tantangan tersebut dapat
diubah menjadi peluang jika pelaksanaan program KB menggunakan manajemen NPS dalam
mengimpelementasikan kedua isu stragis tersebut. Kedua tantangan tersebut adalah: (1)
semakin luas dan beragamnya cakupan sasaran program KB berimplikasi pada luas dan
beragamnya bidang garapan, dan (2) semakin luas dan beragamnya cakupan sasaran dan
beragamnya bidang garapan berimplikasi pada semakin besarnya anggaran yang dibutuhkan.
5/6/2018 Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mendefinisikan-ulang-target-group-program-kb 11/21
11
Implementasi program KB yang sudah mengadopsi dan memperhatikan prinsip-prinsip
demokrasi dan hak asasi manusia adalah dengan menjadikan semua individu dalam keluarga
menjadi target group program. Prinsip demokrasi dan hak asasi manusia juga menuntut
pelayanan program KB dapat diakses oleh semua warga negara tanpa memandang jenis
kelamin, usia, status sosial ekonomi, dan kondisi sosiodemografis tempat domisili (termasuk
ras, agama, kultur, suku bangsa, dll). Dengan demikian, berdasarkan penggolongan tersebut,
target group program KB dapat dipetakan menjadi sebagai berikut.
Tabel 1
Klasifikasi Traget Group Program KB
No. Aspek
Klasifikasi
Target Group Subtarget-group Pelayanan umum dan spesifik
yang dibutuhkan*1. Jenis kelamin Laki-laki Pengetahuan ttg sistem, fungsi, dan
proses reproduksi; kontrasepsi pria;
pelayanan konseling dan medis
kespro
Perempuan SDA, ditambah dengan kontrasepsi
wanita; pelayanan konseling danmedis kespro yang lebih kompleks
dan beragam dibanding laki-laki
2. Usia Bayi dan anak-anak Vaksin, imunisasi, pemeriksaan dan
pelayanan kesehatan, ASI, Gizi,
Remaja Pengetahuan ttg sistem, fungsi, dan
proses reproduksi; kontrasepsi;pelayanan konseling dan medis
kespro (tidak menutup kemungkinan
untuk membutuhkan pelayanan medis
kespro sebelum kehamilan, selama
kehamilan, saat melahirkan, setelah
melahirkan), perawatan anak, dll.
Dewasa Pengetahuan ttg sistem, fungsi, dan
proses reproduksi; kontrasepsi;
pelayanan konseling dan medis
kespro (tidak menutup kemungkinan
untuk membutuhkan pelayanan medis
kespro sebelum kehamilan, selamakehamilan, saat melahirkan, setelahmelahirkan), perawatan anak, dll.
Lansia Pengetahuan ttg sistem, fungsi, dan
proses reproduksi terutama tentang
gangguan kespro pada Lansia seperti
dispareuni, osteoporosis, menopause,
andropause,
5/6/2018 Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mendefinisikan-ulang-target-group-program-kb 12/21
12
Tabel 1
Klasifikasi Traget Group Program KB(lanjutan)
No.Aspek
KlasifikasiTarget Group Subtarget-group
Pelayanan umum dan spesifik
yang dibutuhkan*
3. Statusperkawinan
Kawin Sama dengan remaja denganpenekanan pada hal tertentu
Tidak kawin SDA
4. Status sosial
ekonomi
keluarga
Keluarga Pra sejahtera SDA
Keluarga Sejahtera I SDA
Keluarga Sejahtera II SDA
Keluarga Sejahtera SDA
5. Geografis Terpencil/desa SDA
Terisolir/perbatasan SDA
Perkotaan Bantaran kali SDA
Pemukiman
kumuh dan padat
penduduk
SDA
Sepanjang
rel/dilewati rel
kereta api
SDA
*kemungkinan pelayanan yang dibutuhkan. Penentuan tersebut harus melalui mekanisme dialog.
Tantangan tersebut dapat menjadi peluang ketika dalam pelaksanaannya menggunakan
manajemen NPS dengan membuka kesempatan kepada warga negara dan aktor lain yang
memiliki kepentingan untuk terlibat. Wujud keterlibatan tersebut, sebagaimana yang sudah
dijelaskan sebelumnya, adalah partisipasi aktif dalam pembuatan dan proses kebijakan,
termasuk dalam hal penganggaran. Namun kunci untuk membuat pihak lain terlibat menjadi
aktor dalam pembuatan dan proses kebijakan (termasuk di dalamnya pelaksanaan dan
evaluasi) adalah menawarkan prospektif isu publik (dalam hal ini program KB) dalam
kontribusinya terhadap aspek yang lebih luas yang memungkinkan di dalamnya terdapat
kepentingan aktor lain. Dua isu strategis global dan nasional transisi demografis dalam
hubungan dengan pengentasan kemiskinan serta kerusakan lingkungan dan pembangunan
berkelanjutan dapat diadopsi menjadi isu stragis program KB mengingat besarnya kontribusi
yang dapat diberikan program KB terhadap kedua isu strategis tersebut.
1. Program KB, Transisi Demografis, dan Pengentasan Kemiskinan
Dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar tetap dalam bidang ekonomi
kependudukan, Sri Moertiningsih Adioetomo menyatakan telah berakhirnya perdebatan
setelah lebih dari setengah abad (1950-2000) terjadi pertentangan pemikiran antara penganut
faham Malthusian/Neo-Malthusian (aliran tradisional) dan kaum revisionis. Malthusian/Neo-
Malthusian berpandangan pertumbuhan penduduk yang cepat akan mengurangi tingkat
kesejahteraan penduduk dan pada akhirnya memperlambat pertumbuhan ekonomi. Kelompok
5/6/2018 Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mendefinisikan-ulang-target-group-program-kb 13/21
13
penentangnya berpandangan bahwa pertumbuhan penduduk tidak menjadi sumber maupun
penghambat pertumbuhan ekonomi. Menurut Julian Simon (dalam Adioetomo, 2005), salah
seorang revisionis, dalam buku The Ultimate Resources, pertumbuhan penduduk justru akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurutnya, apabila sumberdaya alam tidak
mampu mencukupi kebutuhan manusia, manusia sendirilah yang akan bergerak mengatasinya
dengan segenap akal dan pikirannya menemukan cara untuk mengatasi persoalan hidupnya
melalui pendidikan formal, peningkatan pengetahuan, peningkatan pengalaman dan
pekerjaan, yang akan mempengaruhi tingkat penguasaan teknologi.
Pada pertemuan simposium tentang Population Change and Economic Development di
Bellagio pada November 1998, dilakukan evaluasi tentang hubungan antara pertumbuhan
penduduk dengan pembangunan ekonomi. Pertanyaan yang dilontarkan dalam evaluasi
tersebut tentang dampak penurunan mortalitas, fertilitas, dan perubahan demografi terhadap:
(1) pertumbuhan ekonomi, (2) kemiskinan dan ketimpangan, (3) pemakaian sumberdaya alam
untuk pertanian dan keberlanjutan, dan (4) implikasi terhadap kebijakan dan program
ekonomi, sosial, dan kependudukan. Menjelang tahun 2000, melalui pertemuan ahli ekonomi
dan demografer diperoleh kesimpulan bahwa: (1) pertumbuhan penduduk mempunyai
hubungan kuat-negatif dan signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi, dan (2) penurunan
pesat dari fertilitas memberikan kontribusi yang relevan terhadap penurunan kemiskinan.
Dengan demikian, teori Neo-Malthusian (dengan akomodasi kebijakan kontrasepsi
sebagai bentuk upaya pencegahan kelahiran/pembatasan pertumbuhan penduduk) terbukti
secara empiris. Di negara-negara berkembang, fertilitas yang tinggi merupakan salah satu
penyebab kemiskinan yang endemik, baik pada tingkat keluarga maupun makro (Birdsall dan
Sinding, 2001), disamping karena adanya ketidakadilan akses dan kesempatan terhadap
perempuan (Todaro, 2006). Hasil temuan Kelley dan Schmidt (2001) menunjukan bahwa
penurunan fertilitas dan mortalitas telah berkontribusi sebesar 22 persen dalam meningkatkan
pertumbuhan output . Variabel penduduk dan ekonomi yang disertakan dalam persamaan
Kelley dan Schmidt adalah GDP per kapita (paritas daya beli/PPP), GDP per kapita/persen
laju pertumbuhan penduduk, usia harapan hidup, TFR, persen laju pertumbuhan penduduk,
persen perubahan jumlah penduduk usia kerja, CBR, CDR, rasio ketergantungan anak muda
( youth dependency ratio), rasio ketergantungan lansia (older dependency ratio), kepadatan
penduduk, dan jumlah penduduk (Adioetomo, 2005).
Pengaruh aspek penduduk dalam pertumbuhan ekonomi ini dimanifestasikan dalam
konsep bonus demografi (demographic dividend atau demographic gift ). Konsep bonus
demografi menjelaskan tentang pengaruh penurunan fertilitas dan mortalitas dalam jangka
5/6/2018 Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mendefinisikan-ulang-target-group-program-kb 14/21
14
panjang yang menyebabkan transisi demografi dan perubahan komposisi dan struktur
penduduk menjadi penduduk usia kerja (produktif) yang berusia antara 15-64 tahun dan
penduduk usia non-produktif, yaitu yang berusia muda (0-14 tahun) dan usia lanjut (usia 65
tahun ke atas): perbandingan di antara keduanya menghasilkan ratio beban ketergantungan
(dependency ratio). Asumsinya, penduduk usia produktif adalah penduduk usia kerja yang
menghasilkan secara ekonomi, sedangkan penduduk usia non-produktif tidak/belum
menghasilkan secara ekonomi. Oleh karena itu, penduduk usia produktif menanggung beban
penduduk lain yang tidak produktif. Semakin besar proporsi penduduk usia produktif
terhadap usia non-porduktif, akan semakin kecil beban yang harus ditanggung penduduk usia
produktif.
Konsep bonus demografi tersebut sejalan dengan teori para ekonom tentang tabungan
(saving) terhadap peningkatan pendapatan per kapita yang dibuktikan oleh Lee, Mason, dan
Miller (2001) melalui Life Cycle Model of Saving Behaviour . Life Cycle model Lee dkk.
dipengaruhi oleh perubahan rasio ketergantungan. Besarnya proporsi penduduk usia produktif
dibanding usia non-produktif (sebagai akibat dari transisi demografi) akan menyebabkan
angka rasio ketergantungan kecil, dan berdampak pada adanya saving (dengan asumsi tingkat
suku bunga, return to capital, dan tingkat produktivitas konstan). Dengan demikian, pada
akhir masa transisi akan dihasilkan tingkat tabungan dan rasio kekayaan dan pendapatan yang
lebih tinggi dibanding dengan awal masa transisi. Ini berakibat pada peningkatan
pertumbuhan ekonomi yang stabil dengan tingkat fertilitas dan mortalitas yang rendah.
Pada level rumah tangga, jika fertilitas rendah (anak yang dilahirkan sedikit dengan
jarak yang cukup: minimal 3 tahun, maksimal 4-5 tahun) sebagai representasi penduduk usia
non-produktif yang sedikit, biaya yang dikeluarkan akan lebih sedikit dibanding jika anak
yang dilahirkan banyak. Selain itu, kemungkinan segala kebutuhan anak (seperti pangan/gizi,
kesehatan, pendidikan, dan rekreasi) akan terpenuhi. Dengan demikian, kelebihan dari
pendapatan dapat disimpan sebagai tabungan yang jika dimanfaatkan untuk hal produktif
akan meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga.
Transisi demografis (sebagai variabel penduduk dalam kaitannya dengan pertumbuhan
ekonomi) dalam jangka panjang berdampak pada: (1) peningkatan jumlah tenaga kerja yang
apabila mendapatkan kesempatan kerja yang produktif akan meningkatkan total output ; (2)
akumulasi kekayaan yang lebih besar apabila ada tabungan masyarakat yang diinvestasikan
secara produktif; dan (3) tersedianya modal manusia (human capital) yang jumlahnya lebih
besar (dibanding sebelum terjadi transisi) apabila ada kebijakan investasi yang khusus
5/6/2018 Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mendefinisikan-ulang-target-group-program-kb 15/21
15
diarahkan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas sumberdaya manusia (Bongaarts,
Birdsall dan Sinding, dalam Adioetomo, 2005).
Penjelasan tersebut memberi gambaran pada aktor-aktor tertentu tentang penting dan
prospektif kontribusi program KB sehingga mereka berkepentingan untuk ikut terlibat dalam
pembuatan dan proses kebijakan program KB. Misalnya perusahaan kontrasepsi dan
perusahaan lain yang membutuhkan tenaga terampil yang hanya dapat dipenuhi jika akses
terhadap pendidikannya maksimal. Keluarga yang memiliki jumlah anak tertentu yang
berpotensi dapat mencukupi kebutuhan pendidikan anak-anaknya. Bagi pemerintah daerah
yang selama ini menganggap jika melaksanakan program KB berarti membatasi jumlah
generasi suku tertentu (alasan nasionalisme kesukuan/sempit) padahal mereka memiliki
wilayah yang masih luas dan kekayaan alam yang melimpah tetapi penduduknya masih
sedikit dengan kualitas kesehatan yang rendah (seperti provinsi/kabupaten/kota di kawasan
timur Indonesia) berpotensi untuk berpikir sebaliknya karena program KB tidak hanya
mencakup pengendalian kelahiran melainkan juga pemenuhan hak kesehatan reproduksi dan
seksual yang dapat meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan.
2. Program KB, Kerusakan Lingkungan, dan Pembangunan Berkelanjutan
Salah satu kesepakatan yang dihasilkan Deklarasi Rio tahun 1992 adalah mengenai
pemaknaan pembangunan berkelanjutan (sustainable development ), yaitu sustainable
development is development that meets the needs of the present without compromising the
ability of future generations to meet their own needs. Dengan demikian, secara umum
pembangunan berkelanjutan dipahami sebagai proses pembangunan yang berprinsip untuk
memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa
depan (Lampiran Peraturan Presiden No. 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2010–2014). Lebih spesifik, Wilopo (2010),
Tjiptoherijanto (2004), dan Pranandji (2004) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan
sebagai upaya terencana untuk menjamin kesejahteraan umat manusia secara adil dan merata
antara generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Dengan demikian, dalam
pelaksanaannya, pembangunan berkelanjutan perlu mempertimbangkan aspek penduduk,
sumberdaya, lingkungan, dan pertumbuhan ekonomi.
Argumentasi penganut paham revisionis tentang akumulasi modal manusia akan
menghasilkan eksternalitas, terutama dengan pendidikan formal, peningkatan pengetahuan,
peningkatan pengalaman dan pekerjaan, yang akan mempengaruhi tingkat penguasaan
teknologi untuk “memperdaya” dalam memenuhi kebutuhan manusia pada akhirnya
5/6/2018 Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mendefinisikan-ulang-target-group-program-kb 16/21
16
berdampak pada keterbatasan alam. Kondisi saat ini, ketika penduduk dunia bertambah empat
kali lipat dalam satu abad (dalam sehari lahir 200.000 jiwa), diikuti dengan peningkatan
ekonomi dunia 14 kali lipat, peningkatan hasil industri 40 kali lipat, dan pertambahan luas
lahan pertanian menjadi lima kali lipat, tetapi juga diiringi dengan peningkatan pemakaian
sumberdaya alam yang juga berlipat seperti mineral, logam, bijih besi, dan energi.
Amerika, misalnya, sebagai negara berpenduduk terbesar di dunia (lebih dari 300 juta
jiwa) dengan kualitas penduduk yang mumpuni serta pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
tetapi juga diiringi dengan pemakaian energi yang besar. Menurut para pemerhati lingkungan
dan penduduk yang tergabung dalam National Geographic Society, saat ini, 23 persen dari
total energi dunia dikonsumsi oleh Amerika yang penduduknya hanya 5 persen dari populasi
dunia ( National Geographic, 2010). Artinya, ketika setiap negara di dunai digenjot untuk
maju dengan indikator semata pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi, akan diikuti oleh
pola konsumsi terhadap energi yang juga tinggi, padahal ketersediaannya terbatas dan tak
terbarukan. Jika 95 persen populasi dunia lainnya akan mengikuti pola konsumsi energi
seperti orang Amerika, energi yang dibutuhkan setara dengan energi yang ada pada 5,4 kali
bumi: artinya akan terjadi defisit energi. Akibatnya adalah yang mengakibatkan Laporan
International Bank for Reconstruction and Development , Bank Dunia, menyebutkan tingkat
konsumsi dalam rumah tangga (pada paritas daya beli/PPP tahun 1995) China dan India
berada jauh di bawah Amerika, tetapi karena penduduknya yang besar menyebabkan
keduanya termasuk dalam peringkat konsumsi (konsumsi total meliputi pangan, barang, dan
bahan bakar) 10 besar dunia ( National Geographic, 2010).
Kebutuhan akan pangan dan pemukiman yang terus meningkat searah dengan
peningkatan populasi menyebabkan area hutan disulap jadi area pertanian dan perumahan.
Luas Gurun Gobi di Cina bertambah lebih dari 10.000 kilometer persegi per tahun (mengubur
area hutan dan pemukiman di sekitarnya) akibat perluasan pertanian dan penggembalaan
(aktivitas merumput) ternak yang jumlahnya terus bertambah untuk memenuhi kebutuhan
manusia akan protein hewani. Pemanasan global telah menyebabkan peningkatan suhu
global, bahkan di bagian utara Alaska terjadi kenaikan sebesar 3 derajat celcius dalam
puluhan tahun terakhir yang menyebabkan mencairnya es dan permafrost dan berdampak
pada mengganasnya badai, gelombang pasang laut yang tinggi, naiknya permukaan air laut
dan menenggelamkan pulau-pulau yang berdataran rendah. Mencairnya permafrost bahkan
dapat meluluhlantakkan pondasi rumah ( National Geographic, 2010).
Fakta tersebut menunjukkan bahwa penduduk yang besar menjadi penyebab tidak
langsung dari kerusakan lingkungan. Hal tersebut didukung oleh hasil telaah Algore (dalam
5/6/2018 Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mendefinisikan-ulang-target-group-program-kb 17/21
17
film dokumenter monumental tentang kondisi bumi), ada tiga faktor utama penyebab
kerusakan lingkungan secara global, yaitu: (1) jumlah penduduk dunia yang terlampau besar
akibat pertumbuhan yang juga terlampau cepat; (2) kapasitas teknologi yang melampaui
kemampuan manusia sehingga lebih mampu mengeksploitas sumberdaya alam dengan cepat
dibanding dengan tanpa teknologi atau dengan teknologi yang sederhana; dan (3) rendahnya
kualitas moral manusia sehingga menjadikannya rakus dan eksploitatif tanpa
memperhitungkan akibat jangka panjangnya. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa dunia
internasional dan negara-negara maju memandang penting pengendalian pertumbuhan
penduduk, tidak hanya penduduk di negaranya melainkan juga di negara-negara berkembang
dan miskin.
Alasan tersebut setidaknya ada dua. Pertama, efek serius dari dampak pesatnya
pertumbuhan penduduk dunia yang salah satunya pemanasan global yang pasti dirasakan
seluruh populasi bumi, termasuk mereka. Oleh karenanya mereka berkepentingan untuk
mendukung program pengendalian penduduk di negara berkembang yang potensial
mengalami ledakan penduduk dan memiliki sesuatu yang dapat memperkecil efek pemanasan
global, yakni hutan tropis. Indonesia memiliki hal itu yang tersebar hampir di sebagian besar
provinsi. Di sisi lain, bagi negara maju yang memiliki saham di perusahaan tambang di
daerah tertentu di Indonesia (seperti Freeport dan Newmont) juga berkepentingan agar lahan
yang di dalamnya terdapat kandungan barang tambang tertentu tidak dijadikan area
pemukiman sebagai konsekuensi dari pertambahan penduduk.
Kedua, dunia internasional dan negara-negara maju berkepentingan untuk memajukan
kesejahteraan negara berkembang dan miskin melalui kebijakan pengendalian penduduk
untuk menghindari masuknya migran dari negara berkembang yang ingin meningkatkan
kualitas hidupnya atau sebagai kompensasi dari eksploitasi sumberdaya alam di negaranya
yang telah dikeruk negara maju (Soedjatmoko, 2010). Selain itu sebagai upaya preventif
masuknya migran dalam jumlah besar yang disebabkan oleh bencana alam yang disebabkan
efek pemanasan global ( National Geographic, 2010). Paling tidak ada dua catatan penting
yang mengangkat tren migrasi internasional saat ini yang menjadi indikasi kekhawatiran
dunia internasional dari efek ledakan penduduk, yaitu (1) laporan UNDP tentang Human
Development Report tahun 2009 yang mengangkat topik tentang Human Mobilty and
Development sebagai salah satu cara untuk mengatasi rintangan (overcoming barriers) untuk
mencapai kemakmuran (kesejahteraan), dan (2) pemerhati populasi yang tergabung dalam
National Geographic Society yang dalam salah satu edisinya mengangkat tema Era Migrasi
Global pada fenomena kependudukan dan lingkungan global tahun 2010.
5/6/2018 Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mendefinisikan-ulang-target-group-program-kb 18/21
18
Namun di sisi lain, bisa jadi terjadi dualisme di antara negara-negara maju, yang
bertolak belakang dengan dua kepentingan di atas. Mereka juga berkepentingan untuk tidak
mendukung upaya pengendalian penduduk karena untuk kepentingan industri: perspektif
kapitalisme memandang populasi yang besar sangat menguntungkan karena tenaga kerja
melimpah sehingga dapat dibayar murah serta sebagai konsumen bagi produk-produk
mereka.
Penjelasan tersebut akan memberi wawasan pada aktor-aktor tertentu tentang prospek
kontribusi program KB terhadap beberapa isu global dan nasional seperti pertumbuhan
ekonomi, pembangunan manusia, pembangunan berkelanjutan, mengurangi kerusakan
lingkungan, mengurangi arus migrasi nasional dan internasional, dan sebagainya. Dari
penjelasan tersebut masing-masing aktor menimbang dan mengukur kepentingan dan peran
apa yang dapat diberikan dalam pelaksanaan program KB sebagai konsekuensi logis dari
realisasi atas kepentingannya tersebut. Namun prinsip demokrasi dari inklusifitas
penyelenggaraan pemerintahan harus dipahami oleh masing-masing aktor untuk
mengkompromikan kepentingannya tersebut dengan kepentingan aktor lain. Hal yang pasti
dituntut dalam kompromi tersebut, di antaranya, adalah menurunkan ekspektasi/kepentingan/
kebutuhan ideal yang diharapkan dengan yang kemungkinan terealisasi untuk dibagi dengan
ekspektasi/kepentingan/kebutuhan aktor lain. Misalnya, pemerintah (dalam hal ini BKKBN)
yang berkepentingan untuk mencapai target-target demografis dengan jumlah tertentu, harus
bersedia menurunkannya ketika aktor lain (misalnya publik) mengharapkan pelayanan
berkualitas dengan menyampaikan kelebihan dan kekekurangan serta efek samping dari
masing-masing alat/obat kontrasepsi. Target pemerintah harus diturunkan karena besar
kemungkinannya publik untuk tidak memilih salah satu alat/obat/cara KB karena mereka
mengetahui kekekurangan dan efek samping kontrasepsi yang ditawarkan tersebut.
Demikian seterusnya hingga setiap kebijakan program KB adalah kebijakan bersama
yang harus dijalankan secara bersama melalui perannya masing-masing. Perluasan target
group dari hanya PUS menjadi semua individu dalam keluarga sebagai implementasi atas
demokrasi dan hak asasi manusia menjadi penyelesaian atas kemunduran program KB dalam
sepuluh tahun belakangan ini.
Kesimpulan
Kemunduran (untuk tidak menyebut kegagalan) pelaksanaan program KB nasional di
era desentralisasi dinilai banyak pihak sebagai akibat dari lemahnya komitmen politis
pemerintah daerah yang disebabkan oleh motivasi politisnya dalam melakukan desentralisasi
5/6/2018 Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mendefinisikan-ulang-target-group-program-kb 19/21
19
menekankan pada ekonomi penganggaran sehingga lebih fokus pada peningkatan PAD.
Karena program KB merupakan bagian dari program pembangunan manusia serta
dampaknya jangka panjang, menjadikannya kurang diminati. Melaksanakan program KB
karena hanya akan menguras APBD tanpa ada kontribusi pada peningkatan PAD.
Padahal, penyebab lain yang bijak untuk diperhitungkan, di antaranya adalah karena
desentralisasi program KB yang dimulai sejak sepuluh tahun lalu itu (sejak terbit Keppres
No. 301 tahun 2001) tidak banyak diikuti dengan perubahan dalam manajemen program.
Sebagian besar konsep dan praktik pengelolaan program KB masih menggunakan manajemen
administrasi publik lama, dan hanya sebagian kecil yang secara konseptual sudah mengadopsi
NPM. Salah satu contoh dari masih digunakannya pola manajemen lama adalah dalam
mendefinisikan target group yang masih pada PUS dan masih berlakunya sistem pencapaian
target indikator demografis tertentu seperti peningkatan jumlah akseptor baru, penurunan
unmet need , penurunan TFR, dll. Pola manajemen tersebut dianggap masih menggunakan
pola lama karena indikator keberhasilan program ditentukan sepihak oleh pelaksana program
(tidak terlebih dulu menggali kebutuhan warga negara atau paling tidak mengkompromikan
target capaian tersebut dengan kepentingan publik yang akan dilayani) dan masih
memandang warga negara sebagai obyek (sasaran program) yang pasif, padahal desentralisasi
menuntut adanya partisipasi masyarakat.
Untuk dapat bangkit dari kemunduran, diperlukan perubahan manajemen program KB
lama dengan manajemen baru yang lebih sesuai dengan pelaksanaan desentralisasi. Salah satu
manajemen publik yang sudah mengadopsi isu demokrasi dan hak asasi manusia serta
terbuka dan prospektif untuk dilaksanakan di era desentralisasi adalah New Public Service.
Prinsip mendasar yang menjadi pondasi New Public Service adalah demokratic-citizenship.
Perubahan target group dari semula hanya PUS menjadi semua individu dalam
keluarga menyebabkan semakin luas dan beragamnya cakupan sasaran program KB
berimplikasi pada luas dan beragamnya bidang garapan dan semakin besarnya anggaran
yang dibutuhkan. Tantangan tersebut dapat menjadi peluang ketika dalam pelaksanaannya
menggunakan manajemen New Public Service dengan membuka kesempatan kepada warga
negara dan aktor lain yang memiliki kepentingan untuk terlibat. Wujud keterlibatan tersebut,
sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya, adalah partisipasi aktif dalam pembuatan
dan proses kebijakan, termasuk dalam hal penganggaran.
5/6/2018 Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mendefinisikan-ulang-target-group-program-kb 20/21
20
Daftar Pustaka
Adieotomo, Sri Moertiningsih. 2005. Bonus Demografi: Menjelaskan Hubungan antara
Pertumbuhan Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi (naskah pidato pengukuhan guru
besar dalam bidang ekonomi kependudukan pada FEUI. Jakarta: LDUI
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2001. Jaminan dan Pelayanan Keluarga
Berencana (Kebijakan Teknis). Jakarta: BKKBN.
----------------------------------------------------------. UNFPA, UNICEF, AusAID. 2009. Analisis
Situasi Program KB di Papua dan Papua Barat . Jakarta: UNFPA.
Badan Pusat Statistik (BPS) dan Macro International. 2007. Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia 2007 . Calverton, Maryland, USA: BPS dan Macro International.
--------------------------. 2006. Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2005. Jakarta: BPS
Darwin, Muhadjir. 2010. “Situasional Analysis of Children” (softfile materi kuliah
Manajemen Kependudukan pada Magister Studi Kebijakan, UGM)
Denhardt, J.V. & Denhardt, R.B. 2000. “The New Public Service: Serving Rather than
Steering”, dalam Jurnal Public Administration Review edisi November/Desember 2000,
Vol. 60, No. 6.
-------------------------------------2004. The New Public Service: Serving, Not Steering. New
York: M.E. Sharpe.
Marlina. 2008. “Salah Persepsi tentang Kesehatan Reproduksi”, dalam Koran Tempo edisi 11
Agustus 2008.
Muluk, Khairul. 2008. “ New Public Service dan Pemerintahan Lokal Partisipatif”
National Geographic Indonesia edisi spesial “Bumi Kita Kini 2010”, tahun 2009, Jakarta:
Gramedia.
National Geographic Indonesia edisi spesial “Laporan Khusus tentang Tren Global”, tahun
2007. Jakarta: Gramedia.
Norton, A. 1994. International Handbook of Local and Regional Government: a
Comparative Analysis of Advanced Democracies, dalam Khairul Muluk, 2008, “ New
Public Service dan Pemerintahan Lokal Partisipatif”
Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2010-2014.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintahan Kabupaten/Kota
Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
5/6/2018 Mendefinisikan Ulang Target Group Program KB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mendefinisikan-ulang-target-group-program-kb 21/21
21
Pranandji, Tri. 2004. “Penduduk dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan di Era
Otonomi Daerah”, dalam Jurnal Analisis CSIS Vol. 33 No.4, Desember 2004.
Soedjatmoko. 2010. “Hubungan Kebudayaan Internasional untuk Hari Depan”, dalam Andre
Hero Triman (ed) Asia Di Mata Soedjatmoko. Jakarta: Kompas.
Susilo, Zoemrotin K. 1996. “Hak-hak Konsumen KB”, dalam Agus Dwiyanto dan Muhadjir
Darwin (Ed), 1996, Seksualitas, Kesehatan Reproduksi, dan Ketimpangan Gender ,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Susilo, Zoemrotin K. 2000. “Hak Konsumen KB”, dalam Dadang Juliantoro (Ed), 2000, 30
Tahun Cukup: Keluarga Berencana dan Hak Konsumen, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Tjiptoherijanto, Prijono. “Kebijakan Kependudukan dan Pembangunan Berkelanjutan”,
dalam Jurnal Analisis CSIS Vol. 33 No.4, Desember 2004.
Todaro, Michael dan Stephen Smith. 2006. Economic Development (9 edition). United
Kingdom: Pearson Education Limited.
Undang-Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang-Undang RI Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga.
United Nation Development Programme. 2010. Human Development Report 2009
(Overcoming Barriers: Human Mobility and Development). New York: Palgrave
Mcmillan.
Wilopo, Siswanto A. 2010. “Kependudukan dan Pembangunan Berkelanjutan”
------------------------. 2010. “Revitalisasi Program KB Nasional di Era Desentralisasi”