Materi Ajar PPh Badan

33
1. Pengertian PPh Badan. PPh Badan, yaitu pajak atas penghasilan yang diperoleh atau diterima badan usaha yang bertempat kedudukan di Indonesia. Besarnya PPh yang terutang bergantung pada jumlah besarnya laba sebelum pajak. Laba sebelum pajak dapat diketahui secara akurat jika pembukuan yang dilakukan oleh WP telah sesuai dengan ketentuan prinsip akuntansi berlaku umum. 2. Pembukuan Sebagai Dasar Perhitungan Pajak. Pembukuan sebagai dasar perhitungan pajak menurut UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU NO. 36 Tahun 2008, dalam pasal 16 menyebutkan bahwa salah satu cara untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak adalah: Penghasilan bruto dikurangi dengan biaya dan beban seperti yang dimaksud pada pasal 4 ayat (1), pasal 6 dan pasal 9, dan untuk bentuk usaha tetap (BUT) disebutkan pada pasal 5 ayat (2) dan ayat (3). Pasal ini secara tegas menyatakan bahwa dasar yang dapat digunakan untuk memperoleh besaran laba kena pajak (penghasilan kena pajak) adalah dengan cara penghasilan bruto dikurangi dengan biaya dan beban, cara demikian ini tidak lain adalah pembukuan. Dalam pembukuan ini informasi yang terpenting untuk menghitung PPh yang terutang, yaitu penghasilan dan biaya. Proses mat-ching antara penghasilan dengan biaya terrefleksikan dalam laporan perhitungan Laba- Rugi Badan Usaha. copyright@siskapurwanti PERTEMUAN 1 & PERTEMUAN 2

description

PPh badan pajak peraturan

Transcript of Materi Ajar PPh Badan

Page 1: Materi Ajar PPh Badan

1. Pengertian PPh Badan.

PPh Badan, yaitu pajak atas penghasilan yang diperoleh atau diterima badan usaha

yang bertempat kedudukan di Indonesia. Besarnya PPh yang terutang bergantung pada

jumlah besarnya laba sebelum pajak. Laba sebelum pajak dapat diketahui secara akurat

jika pembukuan yang dilakukan oleh WP telah sesuai dengan ketentuan prinsip akuntansi

berlaku umum.

2. Pembukuan Sebagai Dasar Perhitungan Pajak.

Pembukuan sebagai dasar perhitungan pajak menurut UU No. 7 Tahun 1983 tentang

Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU NO. 36 Tahun 2008,

dalam pasal 16 menyebutkan bahwa salah satu cara untuk menghitung besarnya

penghasilan kena pajak adalah:

Penghasilan bruto dikurangi dengan biaya dan beban seperti yang dimaksud pada

pasal 4 ayat (1), pasal 6 dan pasal 9, dan untuk bentuk usaha tetap (BUT)

disebutkan pada pasal 5 ayat (2) dan ayat (3).

Pasal ini secara tegas menyatakan bahwa dasar yang dapat digunakan untuk

memperoleh besaran laba kena pajak (penghasilan kena pajak) adalah dengan cara

penghasilan bruto dikurangi dengan biaya dan beban, cara demikian ini tidak lain adalah

pembukuan. Dalam pembukuan ini informasi yang terpenting untuk menghitung PPh yang

terutang, yaitu penghasilan dan biaya. Proses mat-ching antara penghasilan dengan biaya

terrefleksikan dalam laporan perhitungan Laba-Rugi Badan Usaha.

3. Klasifikasi Penghasilan Dan Biaya.

1. Penghasilan di dalam perpajakan dapat membedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:

a. Penghasilan, Obyek Pajak Penghasilan.

b. Penghasilan, bukan Obyek Pajak Penghasilan.

c. Penghasilan Kena Pajak secara Final.

2. Sedangkan biaya dikalsifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu:

a. Pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya.

b. Pengeluaran yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya.

copyright@siskapurwanti

PERTEMUAN 1 & PERTEMUAN 2

Page 2: Materi Ajar PPh Badan

1. Subyek PPh Badan sebagai berikut.

1. PT (Perseroan Terbatas).

2. Perseroan Komanditer.

3. Perseroan lainnya.

4. BUMD dengan nama dan bentuk apa pun.

5. Firma.

6. Kongsi.

7. Koperasi.

8. Dana Pensiun.

9. Persekutuan (CV)

10. Perkumpulan.

11. Yayasan.

12. Organisasi Masa.

13. Organisasi Sosial Politik.

14. Lembaga

15. BUT (Bentuk Usaha Tetap).

16. Reksadana.

17. Dll.

2. Unit tertentu dari pemerintah yang memenuhi kriteria berikut ini adalah yang

tidak termasuk sebagai Subyek Pajak adalah:

1. Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN dan APBD.

3. Penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat

maupun Daerah.

4. Pengawasannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

3. Pembagian Subyek Pajak Badan

Uraian SPDN

(Subyek Pajak Dalam Negeri)

SPLN

(Subyek Pajak Luar Negeri)

Definisi Badan yang didirikan atau Badan yang tidak didirikan

copyright@siskapurwanti

PERTEMUAN 3 & PERTEMUAN 4

Page 3: Materi Ajar PPh Badan

bertempat kedudukan di Indonesia

Saat dimulainya

dan berakhirnya

kewajiban

subyektif

Dimulai pada saat badan tersebut

didirikan atau bertempat

kedudukan di Indonesia

Dimulai secara otomatis pada

saat menjalankan usaha

melalui BUT ataupun pada

saat menerima dan

memperoleh penghasilan

Berakhir pada saat badan tersebut

dibubarkan atau tidak lagi

bertempat kedudukan di Indonesia

Berakhir pada saat tidak lagi

menjalankan usaha di

Indonesia dengan melalui BUT

atau tidak lagi menerima atau

memperoleh penghasilan

Obyek Pajak Penghasilan baik yang diterima

atau diperoleh dari Indonesia dan

dari luar Indonesia

Penghasilan yang berasal dari

sumber penghasilan di

Indonesia

Dasar Pengenaan

Pajak

Penghasilan netto dengan tarif

umum

Penghasilan bruto dengan tarif

pajak sepadan

Kewajiban

Pelaporan

Menyampaikan SPT sebagai

sarana untuk menetapkan Pajak

yang terutang dalam suatu tahun

pajak

Tidak wajib menyampaikan

SPT, karena kewajiban

pajaknya dipenuhi melalui

pemotongan pajak yang

bersifat final.

4. Non Subyek Pajak

Non Subyek Pajak Badan, yaitu:

1. Badan Perwakilan Negara Asing

2. Organisasi-organsasi internasional dengan syarat:

- Indonesia menjadi salah satu organisasi tersebut.

- Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari

Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal

dari iuran para anggota.

copyright@siskapurwanti

Page 4: Materi Ajar PPh Badan

Pertemuan ke 4

5. Obyek PPh Badan / Penghasilan Badan Usaha (Pasal 4 UU PPh).

Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau

diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang

dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang

bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dalam konteks wajib pajak

badan, maka berikut ini termasuk pengertian penghasilan meliputi.

1. Laba Usaha.

2. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta.

3. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

4. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian

utang.

5. Deviden, dengan nama dan bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan

asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

6. Royalty

7. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

8. Keuntungan karena pembebasan utang.

9. Keuntungan karena selisih krus mata uang asing.

10. Keutungan lebih karena penilaian kembali aktiva.

11. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan

pajak.

12. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.

No. Jenis Obyek Pajak Keterangan Tarif

1. Hadiah langsung Non Obyek Pajak -

2. Hadiah undian Dipotong PPh Final 25%

3.

Hadiah penghargaan sehubungan

dengan pekerjaan, kegiatan atau

perlombaan uang

diperoleh/diterima oelh WP

Orang pribadi.

Dipotong PPh Pasal 21 Tarif progresif

sesuai dengan

pasal 17 UU

PPh

copyright@siskapurwanti

Page 5: Materi Ajar PPh Badan

4.

Hadiah/peghargaan sehubungan

dengan kegiatan, atau perlombaan

yang diperoleh/diterima oleh WP

Badan.

Dipotong PPh Pasal 23 15%

5.Hadiah penghargaan yang

diperoleh/diterima oleh WPLN.

Dipotong PPh Pasal 26 20%

6. Penghasilan Bukan Obyek Pajak.

1. Bantuan atau sumbangan, dan harta hibahan yang diterima.

2. Warisan.

3. Harta setoran tunai sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

4. Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas dari

penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di

Indonesia.

5. Bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana.

6. Bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura dari

perusahaaan pasangannya.

7. Pengeluaran yang Dapat Dibebankan Sebagai Biaya.

Biaya adalah pengeluaran yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha

atau kegiatan usaha dalam rangka untuk memperoleh, mendapatkan, menagih dan

memelihara penghasilan. Karena penghasilan ada yang dikelompokkan sebagai

penghasilan bukan obyek pajak, maka penghasilan yang dimasukkan dikurangi biaya ini

adalah penghasilan yang merupakan obyek pajak, dan pembebanannya dapat dilakukan

dalam tahun pengeluaran atau selama manfaat dari pengeluaran tersebut. Berikut

pengeluaran-pengeluaran yang diperkenankan mengurangi penghasilan bruto, meliputi.

1. Biaya untuk mendapatkan atau memperoleh, menagih dan memelihara penghasilan.

2. Penyusutan.

3. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam

perusahaan.

4. Kerugian karena selisih krus mata uang asing.

5. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.

6. Biaya beasiswa, magang, pelatihan.

8. Pengeluaran yang Tidak Diperkenankan Mengurangi Penghasilan Bruto.

copyright@siskapurwanti

Page 6: Materi Ajar PPh Badan

Pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto atau tidak dapat

dibebankan sebagai biaya adalah pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan

memelihara penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak, atau pengeluaran tidak

dilakukan tidak dalam batas-batas kewajaran sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang

baik. Berikut pengeluaran-pengeluaran yang tidak diperkenankan mengurangi penghasilan

bruto.

1. Pembagian laba dalam bentuk apapun.

2. Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu/anggota.

3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali bank, leasing dengan hak opsi,

usaha pertambangan, dan asuransi.

4. Premi asuransi yang dibayar oleh WP Orang Pribadi, kecuali dibayar pemberi kerja.

5. Pemberian dalam bentuk natura.

6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak yang punya hubungan

istimewa dengan pekerjaan.

7. Harta yang dihibahkan, bantuan/sumbangan dan warisan.

8. PPh.

9. Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi yang menjadi tanggungannya.

10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan firma dan CV yang modalnya tidak

terbagi atas saham.

11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda di bidang perpajakan.

copyright@siskapurwanti

Page 7: Materi Ajar PPh Badan

1. Wajib Pajak Badan.

Sebyek pajak badan dapat dikategorikan sebagai berikut.

a. Sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan

usaha maupun tidak melakukan usaha.

b. Badan yang tidak didirikan/bertempat kedudukan di Indonesia dan beroperasi

melalui Badan Usaha Tetap (BUT).

2. Kewajiban perpajakan Wajib Pajak Badan.

a. Kewajiban mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak Badan.

Dalam hal ini mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP (Nommor Pokok Wajib

Pajak) dan apabila wajib pajak badan melakukan kegiatan penyerahan barang kena

pajak atau ekspor barang kena pajak yang terutang PPN berdasarkan UU PPN 1984,

maka wajib pajak badan tersebut memiliki kewajiban untuk dikukuhkan menjadi

pengusaha kena menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

b. Kewajiban untuk Menyelenggarakan Pembukuan.

Sebagaimana terdapat pada pasal 28 ayat (1) UU KUP, yaitu WP orang pribadi

melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan WP badan di Indonesia, wajib

menyelenggarakan pembukuan.

Pembukuan:

Menurut UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,

Pembukuan adalah proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mendapatkan

data & informasi keuangan yang meliputi keadaan harta, kewajiban atau utang, modal,

penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang

terutang maupun tidak terutang PPN, yang dikenakan PPNdengan tariff 0% (nol persen)

dan dikenakan PPnBM, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca

dan perhitungan rugi/laba pada saat tahun pajak berakhir.

copyright@siskapurwanti

PERTEMUAN 5 & PERTEMUAN 6

Page 8: Materi Ajar PPh Badan

Ketentuan Pembukuan:

Pembukuan tersebut harus diselenggarakan dengan:

a. Memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang

sebenarnya.

b. Harus diselenggarakan di Indonesia, dengan menggunakan huruf latin, angka Arab,

satuan maata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing yang

diizinkan oleh Menkeu.

c. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dengan stetsel akrual dan stetsel kas.

d. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun harus mendapatkan

persetujuan dari Dirjen Pajak.

Prinsip Taat Asas:

Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan

tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah pergeseran laba atau rugi. Misalnya, dalam

penerapan : stetsel pengakuan penghasilan, tahun buku, metode penilaian, metode

penyusutan dan amortisasi.

3. Kewajiban Melakukan Pemotongan dan Pemungutan, diantarannya yaitu:

a. Kewajiban pajak sendiri (seperti PPh Pasal 25/29);

b. Kewajiban memotong atau memungut (pot/put) pajak atas penghasilan orang lain

misalnya, PPh pasal 21/26, PPh pasal 22, PPh pasal 23/26, dan PPh Final); dan

c. Kewajiban memungut PPN dan atau PPnBm (jika ada) yang khusus berlaku bagi

Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Jenis-jenis pajak yan menjadi kewajiban Wajib Pajak Badan secara umum bisa

diuraikan sebagai berikut.

1) PPh Pasal 21/Pasal 26, yaitu PPh yang wajib dipotong atas penghasilan sehubungan

dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang diterima atau diperoleh orang pribadi,

sesuai dengan ketentuan Pasal 21 UU PPh. Wajib Pajak Badan wajib melakukan

pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan para karyawan yang bekerja di

perusahaan tersebut maupun penghasilan orang pribadi lainnya, seperti tenaga ahli

yang dibayar atau terutang oleh perusahaan. Dalam hal terdapat pembayaran

penghasilan, yang termasuk obyek PPh Pasal 21, kepada orang pribadi yang

copyright@siskapurwanti

Page 9: Materi Ajar PPh Badan

berstatus WP luar negeri, PPh yang dipotong mengacu pada ketentuan pasal 26 UU

PPh atau berdasarkan tax treaty.

Kewajiban:

a) SPT Masa PPh pasal 21/26 pada setiap Masa Pajak. Merupakan pelaporan atas

PPh pasal 21 yang telah dihitung dan disetor oelh WP Pajak Badan, yang

terutang pada setiap masa pajak. PPh Pasal 26 yang terutang atas pembayaran

kepada orang pribadi yang berstatus Wajib Pajak Luar Negeri juga wajib

dilaporkan pada SPT Masa PPh Pasal 21. Pada dasarnya, PPh pasal 21 yang

dilaporkan dalam SPT masa merupakan angsuran atau pajak dibayar di muka

untuk PPh Pasal 21 yang terutang pada akhir tahun pajak yang bersangkutan.

b) SPT Masa PPh Pasal 21/26 pada setiap masa pajak.

Merupakan pelaporan atas PPh Pasal 21 yang telah dihitung dan dilunasi pada

suatu tahun pajak, termasuk PPh pasal 26 yang terutang atas penghasilan orang

pribadi berstatus WP luar negeri. SPT masa PPh pasal 21 untuk akhir tahun

pajak sebenarnya merupakan perhitungan ulang atas PPh pasal 21 yang telah

dilaporkan dalam SPT Masa PPh pasal 21 untuk masa pajak Januari sampai

dengan Desember. Bisa jadi, pada SPT Masa PPh pasal 21 pada akhir tahun

pajak nantinya timbul kurang bayar, atau lebih bayar, atau mungkin juga nihil

(PPh Pasal 21 yang terutang).

2) PPh pasal 23, yaitu PPh yang dipotong atas penghasilan berupa deviden, royalty,

bunga, hadiah dan penghargaan selain yang telah dikenakan PPh pasal 21, sewa dan

penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, serta imbalan jasa

sehubungan dengan jasa-jasa seperti jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan,

dan jasa lain, yang ditetapkan dalam ketentuan pasal 23 UU PPh.

3) PPh pasal 26, yaitu PPh yang dipotong atas penghasilan berupa deviden: bunga,

royalty, sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan

sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, serta

pension dan pembayaran berkala lainnya yang diterima/diperoleh WP luar negeri.

Ketentuan ini diatur dalam pasal 26 UU PPh.

Perhitungan dan penyetoran PPh pasal 26 sebaiknya tetap dilakukan secara

tersendiri, meskipun untuk pelaporannya digabungkan dengan PPh pasal 21 atau

PPh pasal 23, tergantung pada jenis obyek pajaknya serta penerima penghasilannya;

copyright@siskapurwanti

Page 10: Materi Ajar PPh Badan

a) Jika obyek pajaknya cenderung sama dengan PPh pasal 21 dan peneria

penghasilannya adalah orang pribadi berstatus WP luar negeri, maka

pelaporannya melalui SPT Masa PPh pasal 21 dan atau Pasal 26;

b) Jika penerima penghasilannya berbentuk badan dan berstatus WP Luar negeri,

pelaporannya melalui SPT Masa PPh Pasal 23 dan atau Pasal 26.

4) PPh Final, yaitu PPh yang dipotong atas jenis penghasilan tertentu atau jenis usaha

tertentu yang diatur secara khusus (special treatment) melalui peraturan pemerintah.

Misalnya, PPh final atas persewaan tanah dan atau bangunan. Jadi, seandainya WP

Badan menyewa gedung dari pihak lain untuk dipergunakan sebagai kantor, maka

WP Badan wajib memotong, menyetor, dan melaporkan PPh Final yang terutang

atas sewa kantor tersebut.

5) PPh Pasal 25, yaitu pembayaran angsuran PPh dalam tahun berjalan yang harus

dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan. Besarnya PPh pasal 25 yang wajib

disetor setiap bulan dihitung berdasarkan ketentuan pasal 25 UU PPh beserta

ketentuan pelaksanaannya.

6) PPh Pasal 29, yaitu kewajian untuk melunasi kekurangan pembayaran pajak yang

terutang pada akhir tahun pajak, dengan memperhitungkan kredit pajak berupa

angsuran PPh pasal 25 yang telah disetor setiap bulan dan PPh telah

dipotong/dipuntut oleh pihak lain.

7) PPN, yaitu pemungutn pajak atas penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) atau JKP

(Jasa Kena Pajak) yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) di dalam

Daerah Pabean, yang meliputi suatu masa pajak. Dalam hal BKP tergolong barang

mewah, terdapat Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn Bm) yang juga terutang

sesuai dengan ketentuan berlaku.

7. Kewajiban Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).

8. Kewajiban Membayar dan Menyetorkan Pajak.

9. Kewajiban Membuat Faktur Pajak.

10. Kewajiban Melunasi Bea Materai.

11. Kewajiban menaati pemeriksaaan pajak.

copyright@siskapurwanti

Page 11: Materi Ajar PPh Badan

KASUS PERHITUNGAN KOMPENSASI KERUGIAN

PT Sejahtera

Laba-Rugi fiskal

Tahun 2000-2007

Tahun

PajakLaba/Rugi Rp

Kompensasi Kerugian

2000 2001 2002

2000 (1.100.000.000) - - -

2001 ( 300.000.000) (1.100.000.000) - -

2002 ( 150.000.000) (1.100.000.000) (300.000.000) -

2003 100.000.000 (1.000.000.000) (300.000.000) (150.000.000)

2004 200.000.000 (800.000.000) (300.000.000) (150.000.000)

2005 300.000.000 (500.000.000) (300.000.000) (150.000.000)

2006 400.000.000 - - (50.000.000)

2007 500.000.000 - - -

Penjelasan:

RUGI FISKAL TAHUN 2000

Rugi fiskal tahun 2000 mulai dikompensasikan di tahun 2001, karena tahun 2001-

2002 PT Sejahtera masih mengalami rugi, sisa rugi fiskal 2000 diakhir tahun 2000

masih tetap Rp1.100.000.000,00.

Pada tahun 2003 sisa rugi fiskal tahun 2000 berkurang menjadi sebesar

Rp1.000.000.000,00.

Untuk tahun 2004 rugi fiskal tahun 2000 juga menurun menjadi Rp800.000.000,00,

karena laba fiskal PT Sejahtera sebesar Rp200.000,00.

Untuk tahun 2005 rugi fiskal tahun 2000 menurun lagi menjadi Rp500.000.000,00,

karena laba fikal PT Sejahtera sebesar Rp300.000.000,00.

Untuk tahun 2006, sisa rugi fiskal tahun 2000 sebesar Rp500.000.000,00 tidak bisa

diperhitungkan lagi karena pengompensasiannya sudah lebih dari 5 tahun.

copyright@siskapurwanti

PERTEMUAN 10 & PERTEMUAN 11

Page 12: Materi Ajar PPh Badan

RUGI FISKAL TAHUN 2001

Rugi fiskal tahun 2001 mulai bisa dikompensasikan di tahun 2002.

Pada tahun 2003-2005 sisa rugi fiskal masih tetap Rp300.000.000,00 meskipun tahun

2004-2005 PT Sejahtera sudah mengalami laba. Akan, tetapi laba tersebut sudah

terpakai untuk menutupi kerugian fiskal tahun 2000.

Pada tahun 2006 sisa rugi fiskal 2000 sebesar Rp300.000.000,00 habis terpakai karena

dikompensasikan ke laba tahun 2006 yang nilainua Rp400.000.000,00.

RUGI FISKAL TAHUN 2002

Rugi fiskal tahun 2002 mulai dapat dikompensasikan pada tahun 2003 dan baru

berkurang menjadi Rp50.000.000,00. Pada tahun 2006 karena sisa laba fiskal tahun

2006 setelah dikompensasikan dengan rugi fiskal 2001 sebesar Rp100.000.000,00.

Pada tahun 2007 rugi fiskal telah habis dikompensasikan dan PT Sejahtera sudah

harus membayar PPh Badan.

copyright@siskapurwanti

Page 13: Materi Ajar PPh Badan

1. Laba Fiskal adalah laba yang dihitung berdasarkan ketentuan dan peraturan undang-

undang perpajakan. Laba fiskal ini juga dikenal sebagai laba kena pajak atau penghasilan

kena pajak. Laba kena pajak ini digunakan untuk menghitung pajak penghasilan yang

terutang.

2. Koreksi Fiskal, bertujuan untuk menyesuaikan laba komersial (yaitu, laba yang dihitung

menurut Prinsip Akuntansi Berlaku Umum/PABU) dengan ketentuan-ketentuan

perpajakan sehingga diperoleh laba fiskal. Laporan perhitungan laba-rugi yang dibuar

perusahaan merupakan laporan keuangan yang disusun berdasarkan PABU. Oleh karena

itu, agar dapat agar dapat menghitung besarannya pajak penghasilan yang terutang,

perusahaan harus melakukan penyesuaian laporan perhitungan laba-rugi tersebut agar

sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan. Langkah

penyesuaian ini dilakukan dengan cara mencari pos-pos rekening yang berbeda perlakuan

antara prinsip akuntansi berlaku umum dengan ketentuan peraturan undang-undang

perpajakan. Pos-pos rekening ini yang berlaku dilakukan koreksi fiskal.

3. Timbulnya Koreksi Fiskal, hal-hal yang menimbulkan perbedaan antara PABU dengan

UU Perpajakan antara lain:

a. Perbedaan Konsep Penghasilan;

Contoh:

(1) Deviden yang diterima oleh PT, Yayasan, Koperasi, BUMN, BUMD,

(2) Sisa cadangan kerugian piutang bagi Bank, Leasing, dan Asuransi.

b. Perbedaan Cara Pengukuran Penghasilan.

Contoh :

Penjualan diukur sebesar jumlah yang dibebankan kepada pembeli tidak melihat apakah

ada hubungan istimewa atau tidak.

c. Perbedaan Konsep Biaya.

Pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah semua pengorbanan ekonomis

dalam rangka memperoleh barang dan jasa. Tidak terbatas hanya biaya untuk

mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan saja. Singkatannya, biaya menurut

copyright@siskapurwanti

PERTEMUAN 10 & PERTEMUAN 11

Page 14: Materi Ajar PPh Badan

pajak adalah pengeluaran-pengeluaran yang ada kaitan langsung dengan perolehan

penghasilan.

d. Perbedaan Cara Pengukuran Biaya.

Sama dengan cara pengukuran penghasilan, jika ada transaksi yang tidak wajar karena

hubungan istimewa maka transaksi tersebut harus dikoreksi.

e. Perbedaan Cara Pembebanan atau Alokasi Biaya.

Contoh :

(1) Penyusutan, hanya metode garis Lurus dan Saldo Menurun dengan tarif yang telah

ditentukan.

(2) Pengakuan kerugian piutang hanya dengan metode langsung.

(3) Penilaian persediaan hanya menggunakan metode rata-rata dan FIFO.

f. Adanya penghasilan yang kena pajak penghasilan secara final. Penghasilan yang

dikenakan pajak secara final berarti telah diperhitungkan pajak penghasilannya

sehingga tidak perlu diperhitungkan lagi dalam menghitung pajak penghasilan di akhir

tahun maka harus dikeluarkan dari laporan perhitungan laba-rugi.

4. Jenis Koreksi Fiskal.

a. Koreksi Fiskal Positif.

Koreksi fiskal positif (FKP) adalah koreksi fiskal yang menambah besarnya laba kena

pajak.

b. Koreksi Fiskal Negatif.

Koreksi fiskal negatif (FKN) adalah koreksi fiskal yang mengurangi laba kena pajak.

5. Kertas Kerja

No. Nama RekeningLap. Keu

Komersial

Koreksi Fiskal Lap. Keu.

FiskalPositif Negatif

copyright@siskapurwanti

Page 15: Materi Ajar PPh Badan

6. Contoh Kasus

PT MICHELIN Tbk yang berdiri 1 Januari 2005 berusaha di bidang pertemuan. Berikut

ini laporan laba-rugi yang berakhir 31 Desember 2009:

PT MICHELIN Tbk

Laporan Perhitungan Laba-Rugi

Per 31 Desember 2009

Penjualan Rp765.300.000,00

HPP (450.000.000,00)

Laba Kotor Rp315.300.000,00

Total Biaya Usaha (212.900.000,00)

Laba Sebelum Pajak Rp102.400.000,00

Pajak Penghasilan ( 13.220.000,00)

Laba Setelah Pajak Rp 89.180.000,00

Total Biaya Usaha tersebut teridiri dari :

a. Gaji Karyawan Rp120.000.000,00

b. Penyusutan mesin Rp 10.000.000,00

c. Penyusutan gedung Rp 25.000.000,00

d. Penyusutan tanah Rp 2.000.000,00

e. Biaya pengeluaran saham Rp 500.000,00

f. Premi asuransi kebakaran Rp 200.000,00

g. Sumbangan korban Merapi Rp 100.000,00

h. Piutang ragu-ragu Rp 500.000,00

i. Cadangan umum Rp 20.000.000,00

j. Deviden yang dibayar Rp 30.000.000,00

k. PPh Pasal 25 yang dibayar Rp 4.600.000,00

Rp212.900.000,00

Informasi Tambahan:

1) Dalam jumlah gaji karyawan sebesar Rp120.000.000,00 termasuk juga pengeluaran

pribadi direktur utama sebesar Rp150.000,00 sebulan untuk biaya sopir dan iuran

copyright@siskapurwanti

Page 16: Materi Ajar PPh Badan

asuransi kecelakaan dan kematian karyawan Rp10.000.000,00 dan beras yang

dibagikan kepada karyawan Rp2.000.000,00.

2) Hasil stock opname ditemukan nilai persediaan akhir lebih tinggi Rp50.000.000,00

dari nilai yang dilaporkan dalam laporan laba-rugi.

3) Harga perolehan mesin adalah Rp50.000.000,00 dan disusutkan setahun 20% (metode

saldo menurun), mesin tersebut memiliki masa manfaat 4 tahun.

4) Gedung dengan harga perolehan Rp250.000.000,00 disusutkan sebesar 10% setahun

(metode garis lurus).

5) Tanah disusutkan 2% setahun (metode garis lurus).

6) Piutang ragu-ragu dihapuskan karena yang bersangkutan ternyata telah meninggalkan

Indonesia untuk selamanya tanpa diketahui alamatnya.

7) Cadangan umum adalah penyisihan laba untuk tujuan umum (merupakan

pembentukan cadangan).

Diminta : buatlah laporan rekonsiliasi fiskal, dan hitunglah PPh yang masih harus dibayar.

(a) Buatlah kertas kerja koreksi untuk menghitung laba-rugi fiskal PT MICHELIN Tbk

per 31 Desember 2009!

(b) Tentukan besarnya PPh yang terutang dan PPh yang masih harus dibayar oleh PT

MICHELIN Tbk untuk masa pajak 2009!

copyright@siskapurwanti

Page 17: Materi Ajar PPh Badan

Tarif pajak PPh Badan digunakan untu menghitung PPh Badan terutang. Tarif paja PPh

Badan adalah berdasarkan pasal 17 dan pasal 31 E UU No. 36 Tahun 2008 tentang pajak

penghasilan, yaitu sebagai berikut.

- Tarif pajak untuk tahun pajak 2009 adalah sebesar 28%.

- Tariff pajak untuk tahun pajak 2010 dan 2011 serta tarif pajak penghasilan badan (PPh

Badan) SPT Tahunan PPh Badan 2012 dan seterusnya adalah sebesar 25%.

- Wajib pajak dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40%

(empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di

bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperolej

tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif tersebut yang diatur dengan

atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

- Wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan

Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan

tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif tersebut (28% atau 25%) yang

dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan

Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus rupiah).

- Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah penghasilan kena pajak dibulatan ke

bawah dalam ribuan rupiah penuh.

copyright@siskapurwanti

PERTEMUAN 12 & PERTEMUAN 13

Page 18: Materi Ajar PPh Badan

1. Untuk peredaran usaha bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 tarif PPh Badan

dikenakan sebesar 25% x 50% x Penghasilan Kena Pajak.

Contoh Perhitungan:

PT ABC yang bergerak dibidang perdagangan dalam Tahun Pajak 2012 mempunyai

data sebagai berikut.

Peredaran Bruto dari Penghasilan yang :

- Dikenai PPh bersifat final 1.500.000.000,00

- Bukan obyek pajak 500.000.000,00

- Dikenai PPh tidak bersifat final 2.500.000.000,00

Jumlah 4.500.000.000

Kompensasi kerugian tahun 2011 700.000.000

Kredit Pajak:

- PPh Pasal 22

- PPh Pasal 23

- PPh Pasal 25

22.000.000

25.000.000

3.000.000

Jumlah 50.000.000,00

Maka Perhitungan PPh Badan adalah sebagai berikut.

Peredaran Bruto dari Penghasilan yang :

- Dikenai PPh bersifat final 1.500.000.000,00

- Bukan obyek pajak 500.000.000,00

- Dikenai PPh tidak bersifat final 2.500.000.000,00

Jumlah 4.500.000.000

Biaya untuk mendapatkan, menagih,

dan memelihara penghasilan usaha

yang:

- Dikenai PPh bersifat final ( 450.000.000,00)

- Bukan obyek pajak ( 200.000.000,00)

- Dikenai PPh tidak bersifat final (1.350.000.000,00)

Jumlah (2.000.000.000,00)

copyright@siskapurwanti

PERTEMUAN 14 & PERTEMUAN 15

Page 19: Materi Ajar PPh Badan

Laba Usaha (Penghasilan Netto Usaha) 2.500.000.000,00

Penghasilan dari Luar Usaha yang:

- Dikenai PPh bersifat final 50.000.000,00

- Dikenai PPh tidak bersifat final 100.000.000,00

Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan dari luar usaha

yang:

- Dikenai PPh bersifat final ( 25.000.000,00)

- Dikenai PPh tida bersifat final ( 50.000.000,00)

Penghasilan neto dari luar usaha 75.000.000,00

Jumlah Seluruh Penghasilan Netto 2.575.000.000

Koreksi Fiskal:

Peredaran bruto dari penghasilan yang dikenai

PPh bersifat final

(1.500.000.000,00)

Peredaran bruto dari penghasilan yang bukan

obyek pajak

( 500.000.000,00)

Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan usaha yang dikenai

PPh bersifat final.

450.000.000,00

Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan usaha bukan obyek

pajak.

200.000.0000,00

Peredaran dari luar usaha yang dikenai PPh

bersifat final

( 50.000.000,00)

Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan dari luar usaha yang

dikenai PPh bersifat final.

25.000.000,00

Jumlah (1.375.000.000,00)

Jumlah seluruh penghasilan netto setelh

koreksi fiskal

1.200.000.000

Kompensasi kerugian (700.000.000)

PKP 500.000.000,00

PPh terutang (50% x 25%) x 500.000.000,00 62.500.000,00

Kredit Pajak :

- PPh Pasal 22

- PPh Pasal 23

22.000.000,00

25.000.000,00

copyright@siskapurwanti

Page 20: Materi Ajar PPh Badan

- PPh Pasal 25 3.000.000,00

Jumlah 50.000.000,00

PPh Kurang Bayar/PPh Pasal 29

(62.500.000 ,00 – 50.000.000,00)

12.500.000,00

- Untuk peredaran Usaha di atas Rp4.800.000.000,00 sampai dengan

Rp50.000.000.000,00.

Tariff PPh Badan dikenakan sebesar:

1. Bagian peredaran usaha bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00.

25% x 50% x penghasilan kena pajak (bagian peredaran bruto

Rp4.800.000.000,00)

2. Bagian peredaran usaha bruto di atas Rp4.800.000.000,00 sampai dengan

Rp50.000.000.000,00.

25%% x PKP (bagian peredaran usaha bruto di atas Rp4.800.000.000,00 sampai

dengan Rp50.000.000.000,00)

Contoh :

PT ABC yang bergerak dibidang perdagangan dalam tahun pajak 2012 mempunyai data

sebagai berikut.

Peredaran Bruto dari Penghasilan yang :

- Dikenai PPh bersifat final 1.500.000.000,00

- Bukan obyek pajak 500.000.000,00

- Dikenai PPh tidak bersifat final 5.500.000.000,00

Jumlah 7.500.000.000,00

Kompensasi kerugian tahun 2011 700.000.000,00

Kredit Pajak:

- PPh Pasal 22

- PPh Pasal 23

- PPh Pasal 25

22.000.000,00

25.000.000,00

3.000.000,00

Jumlah 50.000.000,00

Maka Perhitungan PPh Badan adalah sebagai berikut.

Peredaran Bruto dari Penghasilan yang :

copyright@siskapurwanti

Page 21: Materi Ajar PPh Badan

- Dikenai PPh bersifat final 1.500.000.000,00

- Bukan obyek pajak 500.000.000,00

- Dikenai PPh tidak bersifat final 5.500.000.000,00

Jumlah 7.500.000.000,00

Biaya untuk mendapatkan, menagih,

dan memelihara penghasilan usaha

yang:

- Dikenai PPh bersifat final ( 450.000.000,00)

- Bukan obyek pajak ( 200.000.000,00)

- Dikenai PPh tidak bersifat final ( 3.350.000,00)

Jumlah (4.000.000.000,00)

Laba Usaha (Penghasilan Netto Usaha) 3.500.000.000,00

Penghasilan dari Luar Usaha yang:

- Dikenai PPh bersifat final 50.000.000,00

- Dikenai PPh tidak bersifat final 100.000.000,00

Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan dari luar usaha

yang:

- Dikenai PPh bersifat final (25.000.000,00)

- Dikenai PPh tida bersifat final (50.000.000,00)

Penghasilan neto dari luar usaha 75.000.000,00

Jumlah Seluruh Penghasilan Netto 3.575.000.000,00

Koreksi Fiskal:

Peredaran bruto dari penghasilan yang dikenai

PPh bersifat final

(1.500.000.000,00)

Peredaran bruto dari penghasilan yang bukan

obyek pajak

( 500.000.000,00)

Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan usaha yang dikenai

PPh bersifat final.

450.000.000,00

Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan usaha bukan obyek

pajak.

200.000.000,00

copyright@siskapurwanti

Page 22: Materi Ajar PPh Badan

Peredaran dari luar usaha yang dikenai PPh

bersifat final

( 50.000.000,00)

Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan dari luar usaha yang

dikenai PPh bersifat final.

25.000.000,00

Jumlah (1.375.000.000,00)

Jumlah seluruh penghasilan netto setelh

koreksi fiskal

2.200.000.000,00

Kompensasi kerugian ( 700.000.000,00)

PKP 1.500.000.000,00

PPh terutang (50% x 25%) x

((4.800.000.000/5.500.000.000) x

1.500.000.000)) = XY

XY +YZ

XYZ

Kredit Pajak :

- PPh Pasal 22

- PPh Pasal 23

- PPh Pasal 25

22.000.000,00

25.000.000,00

3.000.000,00

Jumlah 50.000.000,00

PPh Kurang Bayar/PPh Pasal 29 (XYZ –

50.000.000,00)

PPh Pasal 29

- Untuk peredaran usaha bruto di atas Rp50.000.000.000,00.

Tarif PPh Badan dikenakan sebesar :

25% x PKP

Setelah dihitung dan diketahui nilai PPh Badan yang masih harus dibayar maka hasil

perhitungan tersebut dapat dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan 2012 paling lambat 30

April 2012.

copyright@siskapurwanti