Makalah Pph Final&Badan Finish

59
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia. Eksistensi pajak merupakan sumber pendapatan utama sebuah negara, karena itu merupakan isu strategis yang selalu menjadi pantauan masyarakat. Apalagi sekarang telah dilakukanUU Pajak yang baru yang akan menggantikan UU No. 16/2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Urgensi pajak bagi kelangsungan pembangunan tak lagi disangsikan. Karena itu wajar jika pemerintah terus berupaya menggali berbagai potensi tax coverage (lingkup/cakupan pajak) sekaligus menekankan tax compliance (kepatuhan pajak)

Transcript of Makalah Pph Final&Badan Finish

Page 1: Makalah Pph Final&Badan Finish

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran

serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban

perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-

undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi

merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran

serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas

kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan di bidang

perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut.

Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan

Indonesia. Eksistensi pajak merupakan sumber pendapatan utama sebuah negara, karena

itu merupakan isu strategis yang selalu menjadi pantauan masyarakat. Apalagi sekarang

telah dilakukanUU Pajak yang baru yang akan menggantikan UU No. 16/2000 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Urgensi pajak bagi kelangsungan pembangunan tak lagi disangsikan. Karena itu

wajar jika pemerintah terus berupaya menggali berbagai potensi tax coverage

(lingkup/cakupan pajak) sekaligus menekankan tax compliance (kepatuhan pajak) dari

masyarakat. Namun demikian, kepatuhan pajak yang bersumber dari kesadaran

masyarakat terhadap penunaian kewajiban membayar pajak itu tentu bukan sesuatu yang

berdiri sendiri. Berbagai persoalan perpajakan yang kerap muncul, baik yang bersumber

dari wajib pajak (masyarakat), aparatur pajak (fiscus), maupun yang bersumber dari

sistem perpajakan itu sendiri menunjukkan bahwa persoalan pajak merupakan hal yang

kompleks. Oleh karena itu, penanganannya perlu diupayakan secara sinergis dan

komprehensif.Dengan sendirinya, berbagai upaya untuk menciptakan masyarakat agar

memiliki apresiasi yang baik terhadap kewajiban membayar pajak tidak terpaku pada

wajib pajak belaka, tapi perlu mempertimbangkan aspek-aspek lainnya secara korelatif.

Dengan pertimbangan yang simultan, solusi alternatif yang signifikan akan lebih

memungkinkan. Dari begitu banyak dan keanekaragaman hak dan kewajiban wajib pajak,

Page 2: Makalah Pph Final&Badan Finish

salah satunya adalah wajib pajak orang pribadi yaitu orang yang memperoleh

penghasilan.

Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak

Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah

Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak – Departemen

Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah

Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Beberapa jenis pajak dapat

dibagi menjadi :

1. Pajak Penghasilan (PPh) : PPH adalah pajak langsung dari pemerintah pusat yang

dipungut atas penghasilan dari semua orang yang berada di wilayah Republik

Indonesia. Pajak penghasilan terkait terdapat dalam pasal-pasal sebagai berikut:

Pph pasal 21

Pph pasal 22

Pph pasal 23

Pph pasal 24

Ppa pasal 25

Pph pasal 26 dan,

Pph pasal 4 ayat 2

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi

Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi,

perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa

Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang

Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.

3. PajakPenjualan atas Barang Mewah (PPn BM) Selain dikenakan PPN, atas

barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM.

4. Bea Meterai Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, dengan

menggunakan benda materai atau benda lainya contohnya dengan menggunakan

mesin teraan, pemeteraian, kemudian dan surat setoran pajak bentuk KPU 35 Kode

006.

5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) PBB adalah atas harta tak bergerak yang terdiri

atas tanah dan bangunan (property tax).

6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)BPHTB adalah pajak

yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB,

Page 3: Makalah Pph Final&Badan Finish

walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan

BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun

Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.

Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dipungut setiap akhir tahun atau setelah

tahun pajak berakhir. Pajak penghasilan diatur dalam undang-undang diantaranya

adalahUndang-undang nomor:42 tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas

undang0undang nomor 8 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan

pajak penjualan atas barang mewah dan undang-undang nomor 28 tahun 2009 tentang

pajak daerah dan retribusi dearah.Menyikapi kewajiban pajak berdasarkan undang-

undang ini, Dalam konteks itulah makalah ini ditulis. Makalah ini akan membahas

tentang"pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 dan badan".

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pembahasan dari pph pasal 4 ayat 2 dan pph badan.

2. Bagaimana wajib pajak yang terkena pph pasal 4 ayat 2 (final)

3. Bagaimana badan usaha yang dikenakan pph badan, baik badan usaha dalam negeri

maupun luar negeri.

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pembahasan dari pph pasal 4 ayat 2 dan pph badan.

2. Untuk mengetahui wajib pajak yang terkena pph pasal 4 ayat 2 (final)

3. Untuk mengetahui badan usaha yang dikenakan pph badan, baik badan usaha dalam

negeri maupun luar negeri.

Page 4: Makalah Pph Final&Badan Finish

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PPH PASAL 4 AYAT 2 (PPH FINAL)

A. PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2 (PPh BERSIFAT FINAL)

SECARA UMUM

PPh Final adalah pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu bahwa

setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang

dikenakan pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan

lain yang terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Pajak jenis ini dapat

dikenakan terhadap jenis penghasilan, transaksi atau usaha tertentu. Laba

Akuntansi adalah laba atau rugi bersih.

Pasal 4 ayat 2 undang-undang pajak penghasilan menyebutkan bahwa :

“atas penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan-tabungan lainnya,

penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan

dari pengalihan harta berupa tanah dan bangunan serta penghasilan tertentu

lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Penghasilan yang termasuk penghasilan pasal 4 ayat (2) perlu diberikan

perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajaknya berdasarkan beberapa

pertimbangan-pertimbangan diantaranya adalah kesederhanaan dalam

pemungutan pajak, mengurangi administrative costs dan salah satu komponen

compliance costs, pemerataan pengenaan pajak dan sesuai dengan perkembangan

ekonomi dan moneter.

B. JENIS PENGHASILAN TERTENTU YANG PENGENAAN PAJAKNYA

BERSIFAT FINAL DALAM PPh PASAL 4 AYAT 2

Pengenaan pajak atas penghasilan tertentu tidak didasarkan atas ketentuan

umum penghitungan Penghasilan Kena Pajak maupun penerapan Norma

Penghitungan, melainkan berdasarkan penerapan tarif efektif  atas peredaran atau

penghasilan bruto atau dasar pengenaan pajak lainnya ( presumptive tax ) yang

diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.

Page 5: Makalah Pph Final&Badan Finish

Jenis penghasilan tertentu yang pengenaan PPh-nya diatur dengan Peraturan

Pemerintah untuk memudahkan proses pemungutannya dan bersifat final (atas

penghasilannya tidak digunggungkan lagi dalam menghitung PPh terutang setahun

dan PPh yang telah dipotong tidak dapat dikreditkan lagi) adalah sebagai berikut :

1. PPh atas Bunga Deposito, Tabungan, dan Diskonto Sertifikat Bank Indonesia

(SBI).

Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa bunga deposito dan

tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) diatur dengan peraturan

Pemerintah No. 13 tahun 2000. Menurut PP No.131 tahun 2000, atas penghasilan

berupa bunga yang berasal dari deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang

diterima oleh wajib pajak dalam negeri dab BUT dikenakan pajak dikenakan

Pajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya PPh yang dipotong adalah 20%

dari jumlah bruto.

a. Subjek Pajak : Nasabah.

b. Pemotong Pajak : Bank dan Bank Indonesia.

c. Objek PPh : Bunga deposito/tabungan, Jasa Giro, dan Diskonto SBI.

d. Pengecualian :

1) Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI sepanjang jumlah pokok

deposito dan tabungan serta SBI nya tidak melebihi Rp.7.500.000,00 dan

bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;

2) Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di

Indonesia atau cabang Bank luar negeri di Indonesia;

3) Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau

diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri

Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sbb:

iuran pemberi kerja;

iuran peserta;

hasil investasi; dan

pengalihan dari Dana Pensiun lain.

4) Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka

pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun

untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana

sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.

e. Tarif PPh :

Page 6: Makalah Pph Final&Badan Finish

20% dari Penghasilan Bruto (untuk WP dalam negeri dan BUT)

20% dari Penghasilan Bruto atau tarif berdasarkan perjanjian penghindaran

pajak berganda yang disebut juga Tax Treaty (untuk WP luar negeri).

2. PPh atas Bunga dan Diskonto Obligasi yang diperdagangkan di Bursa Efek

Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa bunga atau diskonto

obligasi yang dijual di bursa efek diatur dengan peraturan pemerintah no. 6 tahun

2002. Menurut PP No. 6 tahun 2002, atas penghasilan yang diterima wajib pajak

berupa bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan di

bursa efek dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final.

a. Subjek Pajak : Wajib Pajak penerima bunga atau diskonto obligasi, Wajib

pajak penjual obligasi.

b. Pemotong Pajak :

Penerbit obligasi (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen

pembayaran, atas bunga yang diterima atau diperoleh pemegang obligasi

dengan kupon pada saat jatuh tempo bunga/obligasi, dan atas diskonto

yang diterima atau diperoleh pemegang obligasi dengan kupon/obligasi

tanpa bunga pada saat jatuh tempo obligasi.

Perusahaan efek (broker0 atau bank selaku pedagang perantara (dealer),

atas bunga dan diskonto obligasi yang diterima atau diperoleh penjual

obligasi pada saat transaksi.

Perusahaan Efek (broker), bank, dana pensiun, dan reksadana, selaku

pembeli obligasi langsung tanpa melalui pedagang perantara, atas bunga

dan diskonto obligasi yang diterima atau diperoleh penjual obligasi pada

saat transaksi.

c. Objek PPh : Penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak berupa

bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan dan atau dilaporkan

perdagangannya di bursa efek.

d. Tarif PPh :

1) Atas bunga obligasi dengan kupon (interest bearing bond) sebesar :

o 20% bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT

Page 7: Makalah Pph Final&Badan Finish

o 20% atau Tarif sesuai Tax Treaty yang berlaku bagi wajib pajak

penduduk/berkedudukan di luar negeri, dari jumlah bruto bunga sesuai

dengan masa kepemilikan (holding period) obligasi.

2) Atas diskonto obligasi dengan kupon sebesar :

20% bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT

20% atau Tarif sesuai Tax Treaty yang berlaku, bagi wajib pajak

penduduk/berkedudukan di luar negeri, dari selisih lebih harga jual

pada saat transaksi atau nilai nominal pada saat jatuh tempo obligasi di

atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan (accured

interest).

3) Atas diskonto obligasi tanpa bunga (zero coupon bond) sebesar :

20% bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT

20% atau Tarif sesuai Tax Treaty yang berlaku, bagi wajib pajak

penduduk/berkedudukan di luar negeri, dari selisih lebih harga jual

pada saat transaksi atau nilai nominal pada saat jatuh tempo obligasi di

atas harga perolehan obligasi.

e. Pengecualian :

1) Atas bunga dan diskonto obligasi yang diterima atau diperoleh wajib

pajak:

Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di

Indonesia

Dana Pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disyahkan

menteri keuangan

Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal

(BAPEPAM), selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian

perusahaan atau pemberian izin usaha.

2) Tidak dikenakan pemotongan PPh

Pemotongan PPh atas atas bunga dan diskonto obligasi yang diperoleh

wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang seluruh penghasilannya

termasuk penghasilan bunga dan diskonto obligasi tersebut dalam satu

tahun pajak tidak melebihi jumlah PTKP, tidak bersifat final. Wajib

pajak orang pribadi tersebut dapat mengajukan permohonan restitusi

atas PPh yang telah dipotong ke Kantor Pelayanan Pajak.

Page 8: Makalah Pph Final&Badan Finish

Obligasi yang tidak diperdagangkan dan tidak dilaporkan

perdagangannya di bursa efek, pemotongan PPh oleh para pemotong

pajaknya dilakukan berdasarkan ketentuan pasal 23 atau pasal 26 UU-

PPh.

3. PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan

a. Subjek Pajak : Penjual atau pihak yang mengalihkan hak selaku penerima

penghasilan.

b. Pemotong Pajak : Pembeli atau pihak yang menerima pengalihan hak.

c. Objek PPh : Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan

(penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,

penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak

lain atau dengan pemerintah).

d. Pengecualian :

o Transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan

oleh WP Badan termasuk Koperasi yang usaha pokoknya melakukan

transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan (perusahaan real

estate) tidak dikenakan PPh yang bersifat final melainkan PPh dengan

ketentuan umum.

o Orang Pribadi atau badan yang melakukan pengalihan tanah dan atau

bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada keluarga

sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan

keagamaan/ pendidikan/ sosial/ pengusaha kecil termasuk koperasi yang

ditetapkan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada

hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan

antara pihak-pihak yang bersangkutan;

o Orang Pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari

pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan yang jumlah brutonya kurang

dari Rp.60.000.000,00 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;

o Pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan kepada pemerintah guna

pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan

persyaratan khusus seperti pembebasan tanah oleh pemerintah untuk

Page 9: Makalah Pph Final&Badan Finish

proyek jalan umum, saluran pembuangan air, waduk, saluran irigrasi,

pelabuhan laut, Bandar udara, tanggul, dan fasilitas ABRI;

o Pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan sehubungan dengan warisan.

e. Tarif PPh : 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan (nilai yang tertinggi antara

nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak) hak

atas tanah dan atau bangunan.

4. PPh atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan

a. Subjek Pajak : Pihak yang menyewakan sebagai penerima penghasilan.

b. Pelunasan Pajak :

Pemotongan oleh penyewa (jika pihak penyewa Badan Pemerintah, Subjek

Pajak Badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, KSO, perwakilan

perusahaan luar negeri lainnya, dan Orang Pribadi yang ditetapkan oleh

Direktur Jenderal Pajak;

Penyetoran sendiri oleh yang menyewakan dalam hal penyewa adalah Orang

Pribadi dan Subjek Pajak lainnya.

c. Objek PPh : Penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan.

d. Tarif PPh : 10% dari jumlah bruto nilai persewaan (semua jumlah yang

dibayarkan atau terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam

bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan atau bangunan yang disewa,

termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan dan service

charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan

dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan).

Contoh :

PT. ABC menyewa sebuah ruko dari Tuan Wibawa untuk dijadikan kantor

dengan nilai sewa sebesar Rp 40.000.00,00.

PPh pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh PT. ABC adalah:

10% x Rp 40.000.000,00 = Rp 4.000.000,00

5. PPh atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi

Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi

diatur dengan peraturan pemerintah No. 51 tahun 2008. Berikut ini adalah

beberapa pengertian menurut PP No. 51 tahun 2008 :

Page 10: Makalah Pph Final&Badan Finish

Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan

konstruksi, layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan pekerjaan

konstruksi.

Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan

perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup

pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan

masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan

atau bentuk fisik lain.

Perencanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan

yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi

yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan

bangunan fisik lain.

Pelaksanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi pribadi atau

badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa

konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan

suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain,

termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan

fungsi layanan dalam model penggabungan, perencanaan, pengadaan, dan

pembangunan (engineering, procurement and construstion).

Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan

yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi,

yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan

pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.

Penyedia jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap,

yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi, pelaksana

konstruksi dan pengawas konstruksi maupun sub-subnya.

Atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan

yang bersifat final. Dan berikut ini adalah ketentuan dari PPh final atas

penghasilan usaha jasa konstruksi :

a. Subjek Pajak : Kontraktor Kecil (yang memenuhi kualifikasi sebagai usaha

kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga yang berwenang,

serta yang mempunyai nilai pengadaan sampai dengan Rp.1.000.000.000,00.

b. Pelunasan Pajak :

Page 11: Makalah Pph Final&Badan Finish

Pemotongan oleh pengguna jasa (jika pihak pengguna jasa Badan

Pemerintah, Subjek Pajak Badan dalam negeri, BUT, atau Orang Pribadi

sebagai WP dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak);

Penyetoran sendiri oleh penyedia jasa dalam hal pemberi penghasilan

adalah pengguna jasa selain yang disebutkan di atas.

c. Objek PPh : Penghasilan yang diterima penyedia jasa konstruksi.

d. Pengecualian : Untuk kontraktor besar (dengan nilai pengadaan lebih dari

Rp.1.000.000.000,00) tidak terkena PPh bersifat final melainkan PPh Pasal 23.

e. Tarif PPh Terutang :

2% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang

memilki kualifikasi usaha kecil :

PPh Final = 2% x Jumlah Jasa

4% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang

tidak memiliki kualifikasi usaha :

PPh (final) = 4% x jumlah usaha

3% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa

sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2.

PPh (final) = 3% x jumlah jasa

4% untuk perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang

dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki kuaifikasi usaha.

PPh (final) = 4% x jumlah jasa

6% untuk perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang

dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

PPh (final) = 6% x jumlah jasa

Pajak penghasilan atas jasa konstruksi :

Dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran, dalam hal pengguna jasa

merupakan pemotong pajak.

Disetor sendiri oleh penyedia jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan

pemotong pajak.

6. PPh atas Penghasilan tertentu berupa Diskonto Surat Perbendaharaan Negara

(SPN)

a. Subjek Pajak : Wajib pajak yang menerima penghasilan berupa diskonto SPN

Page 12: Makalah Pph Final&Badan Finish

b. Pemotong Pajak : - Penerbit SPN (emiten) atau custodian yang ditunjuk selaku

agen pembayar, atas diskonto SPN yang diterima pemegang SPN saat jatuh

tempo

c. Objek PPh : Diskonto SPN.

d. Tarif PPh :

20% bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT

20% atau tarif sesuai Tax Treaty (P3B) yang berlaku bagi wajib pajak

penduduk/berkedudukan di luar negeri.

e. Pengecualian :

Tidak dikenakan terhadap diskonto SPN yang diterima atau diperoleh

wajib pajak : Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar

negeri di Indonesia

Dana pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disyahkan oleh

menteri keuangan

Reksadana yang terdaftar pada BAPEPAM-LK selama 5 (lima) tahun

pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.

7. Bunga Simpanan Koperasi

a. Subjek Pajak : Anggota koperasi penerima bunga simpanan koperasi

b. Pemotong Pajak : Koperasi

c. Objek PPh : Bunga simpanan koperasi di atas Rp. 240.000,-

d. Tarif PPh : 10% dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan bunga simpanan

lebih dari Rp. 240.000,-

8. PPh atas Hadiah Undian

Pengenaan pajak penghasilan berupa hadiah undian diatur dalam peraturan

pemerintah no. 132 tahun 2000. Menurut ketentuan peraturan tersebut penghasilan

berupa undian dengan nama dan dalam bentuk apapun dipotong atau dipungut

pajak penghasilan yang bersifat final. Besarnya pajak penghasilan yang wajib

dipotong atau dipungut adalah sebesar 25% dari jumlah bruto undian. Berikut

adalah ketentuannya :

a. Subjek Pajak : Penerima Undian.

b. Pemotong Pajak : Penyelenggara Undian.

c. Objek PPh : Hadiah Undian (diundi didepan notaris).

Page 13: Makalah Pph Final&Badan Finish

d. Tarif PPh Terutang : 25% dari jumlah bruto hadiah undian atau nilai pasar

apabila

hadiah tersebut diserahkan dalam bentuk natura.

PPh (final) = 25% x Bruto

Contoh :

PT. CINTA dalam rangka mempromosikan produk barunya menyelenggarakan

undian dengan hadiah berupa uang tunai senilai Rp 100.000.000,00.

PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh PT.CINTA adalah :

25% x Rp 100.000.000,00 = Rp 25.000.000,00

2.2 PPH BADAN

Badan yaitu sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik

yang melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,

perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam

bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,

yayasan, organisasi masa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis,

lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.

Objek PPh bagi Wajib Pajak Badan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

penghasilan Badan dalam negeri dan penghasilan Badan luar negeri (BUT maupun

tidak). Pada prinsipnya Objek PPh adalah penghasilan itu sendiri yaitu setiap

tambahan kemampuan ekonomis yang diterima oleh Wajib Pajak.

Objek Pajak Badan dalam negeri adalah semua penghasilan yang diterima atau

diperoleh oleh Badan tersebut dengan prinsip WWI (World Wide Income), yang

diterima baik dari dalam maupun luar negeri. Hal ini diatur: dalam pasal 4 ayat (1)

UU No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan. Dalam pasal 5 UU PPh diatur

tentang Objek Pajak BUT yaitu :

1. Penghasilan dan usaha atau kegiatan BUT dan dari harta yang dimiliki atau

dikuasai

2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau

pemberian jasa Di Indonesia yang sejenisnya dengan yang dilakukan atau

dijalankon oleh BUT di Indonesia

Page 14: Makalah Pph Final&Badan Finish

3. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia dan premi asuransi (posal 26 ayat

(2)), yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan

efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan

tersebut.

Tidak semua penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak adalah

Objek PPh. Pasal 4 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2000 mengatur penghasilan yang tidak

menjadi objek pajak, antara lain:

1. Bantuan, sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau

lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para\

penerima zakat yang berhak.

2. Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT sebagai Wajib Pajak

Dalam Negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD dari penyertaan modal pada badan

usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

a. deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan

b. bagi PT, BUMN, dan BUMD yang menerima deviden, kepemilikan saham

pada badan yang memberikan deviden paling rendah 25% dari jumlah yang

disetor dan harus mempunyai usaha efektif di luar kepemilikan saham

tersebut.

3. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 tahun

pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha.

a. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu

yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

b. Selanjutnya PP yang dimaksud adalah PP No. 130 Tahun 2000 tanggal 15

Desember 2000 yang mengatur bahwa yang dapat dibebaskan dari PPh adalah

utang debitur kecil, yaitu utang usaha yang jumlahnya tidak lebih dari 350

juta, termasuk:

Kukesra (Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera

KUT( Kredit Usaha Tani)

KPRSS (Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana)

KUK( Kredit Usaha Kecil)

Kredit lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan BI dalam rangka

mengembangkan usaha kecil dan koperasi (yang merupakan jumlah kumulatif

dari satu atau beberapa bank/ kreditur).

Page 15: Makalah Pph Final&Badan Finish

Pembebasan utang terhadap Wajib Pajak Badan yang melakukan

restrukturisasi perusahaan dengan melaksanakan program Pemerintah mengikuti

ketentuan yang ditetapkan INDRA, IBRA, dan Prakarsa Jakarta diatur dalam KEP

28/PJ/1999, SE-05/PJ.42/1999, SE 2.2/PJ-42/2000 yang menetapkan bahwaWajib

Pajak tersebut dapar memilih pengakuan penghasilan :

o sekaligus dalam tahun diperolehnya pembebasan utang

o dialokasikan dalam jangka waktu 5 tahun dalam jumlah yang sama besar (20 %

per tahun)

o Wajib Pajak memberitahukan ke KPP dengan formulir yang sudah disediakan,

selambatlambatnya pada saat SPT Tahunan PPh disampaikan ke KPP, tidak

memberitahukan berarti diakui sekaligus.

A. Laba komersial vs laba kena pajak

Laba komersial (accounting income) merupakan pengukuran laba yang lazim

digunakan dalam dunia bisnis baik untuk kepentingan pasar modal (bursa efek),

perbankan, Rapat Umum Pemegang Saham, dan kepentingan lainnya.

Laba komersial ini dihitung berdasarkan standar akuntansil yang berlaku.

Sejak tahun 1995 standar akuntansi yang berlaku di Indonesia adalah Standar

Akuntansi Keuangan (SAK). Penghitungan laba komersial bertumpu pada prinsip

matching cost against revenue (persandingan antara pendapatan dengan biaya-biaya

yang terkait). Dalam salah satu prinsip tersebut terdapat konsep bahwa pengeluaran

perusahaan yang tidak mempunyai manfaat untuk masa yang akan datang, bukanlah

merupakan aset sehingga harus dibebankan sebagai biaya. Dengan demikian dalam

akuntansi seluruh pengeluaran/beban perusahaan sepanjang memang harus

dikeluarkan oleh perusahaan diakui sebagai biaya/beban.

Laba Kena Pajak/Penghasilan Kena Pajak (Taxable Income] merupakan laba

yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku. Peraturan yang berlaku

di Indonesia saat ini adalah UU No. 7/1983 yang diubah dengan UU No. 10/1994 dan

diubah terakhir dengan UU No. 17/2000 mengenai Pajak Penghasilan, beserta

peraturan pelaksanaannya.

Penghitungan laba kena pajak dalam kaitannya dengan karyawan didasarkan

atas prinsip umum taxability deductibility. Dengan prinsip ini, biaya-biaya baru dapat

dikurangkan dari penghasilan bruto apabila pihak/orang yang menerima pengeluaran

Page 16: Makalah Pph Final&Badan Finish

uang atas biaya perusahaan tersebut melaporkannya sebagai penghasilan dan

penghasilan tersebut dikenakan pajak (taxable). Dengan demikian akan selalu ada

pihak dapat dikenakan pajak sebagaimana dijelaskan di atas.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa laba komersial yang

lazim digunakan dalam dunia bisnis berbeda dengan laba kena pajak. Banyak sekali

biaya-biaya yang diakui oleh akuntansi tetapi tidak diakui oleh perpajakan, seperti:

sumbangan, pemberian natura kepada karyawan, biaya representasi tertentu, biaya

kelancaran dan sebagainya. Agar dapat melakukan penghitungan PhKP dengan benar

dan tepat, Wajib Pajak perlu memahami:

1. Penghasilan yang menjadi obyek (taxable) dan bukan obyek pajak (non taxable).

2. Penghasilan yang pajaknya dikenakan secara final.

3. Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible expenses).

4. Biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (non deductible

exepneses).

1. Penghasilan yang menjadi obyek dan bukan obyek pajak

Penghasilan yang menjadi obyek pajak diatur dalam Pasal 4 ayat 1 UU No.

17/2000 yang pada prinsipnya merupakan setiap tambahan kemampuan

ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari

Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau

menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,

komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk

lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

c. laba usaha;

d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

1) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,

dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

2) keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya

karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau

anggota;

Page 17: Makalah Pph Final&Badan Finish

3) keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan, atau pengambilalihan usaha;

4) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau

sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam

garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan

pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi

yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada

hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan

antara pihak-pihak yang bersangkutan;

e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai

biaya;

f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang;

g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari

perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil

usaha koperasi;

h. royalti;

i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah

tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

l. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;

m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

n. premi asuransi;

o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang

terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum

dikenakan pajak.

Penghasilan yang bukan obyek pajak (diatur dalam Pasal 4 ayat 3):

a. (1) bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat

atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan

para penerima zakat yang berhak;

Page 18: Makalah Pph Final&Badan Finish

(2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan

lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau

badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh

Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,

kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

b. warisan;

c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai

pengganti penyertaan modal;

d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib

Pajak atau Pemerintah;

e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan

dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi

dwiguna, dan asuransi bea siswa;

f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas

sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/P, dari penyertaan modal

pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia

dengan syarat:

1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

2) bagi perseroan terbatas, BUMN/D yang menerima dividen, kepemilikan

saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari

jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar

kepemilikan saham tersebut;

g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah

disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja

maupun pegawai;

h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana

dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan

Keputusan Menteri Keuangan (KMK);

i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer

yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,

firma, dan kongsi; bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan

Page 19: Makalah Pph Final&Badan Finish

reksadana selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian

ijin usaha;

j. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa

bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha

atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

1) merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan

dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan KMK; dan

2) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

2. Penghasilan yang pajaknya dikenakan PPh bersifat final

(lihat penjelasan mengenai PPh Final Pasal 4 ayat 2 dan PPh Pasal 15)

3. Biaya-biaya yang boleh dikurangkan (Deductible Expenses)

Biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, diatur pada Pasal 6

UU No. 17/2000 antara lain sebagai berikut:

a. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk

biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk

upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam

bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah,

premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan;

b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi

atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai

masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun;

c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menkeu;

d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan

dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan;

e. kerugian dari selisih kurs mata uang asing;

f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;

g. biaya bea siswa, magang, dan pelatihan;

h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :

1) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;

2) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau

BUPLN atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan

piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;

Page 20: Makalah Pph Final&Badan Finish

3) telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan

4) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih

kepada, Direktorat Jenderal Pajak, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut

dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Apabila penghasilan bruto

setelah dikurangi biaya fiskal didapat kerugian, maka kerugian tersebut

dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya

berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.

4. Biaya yang tidak boleh dikurangkan (Non Deductible Expenses)

Biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto diatur dalam Pasal 9

UU No.17/2000 sebagai berikut:

a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,

termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang

polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang

saham, sekutu, atau anggota;

c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak

tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan

untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha

pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan KMK;

d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi

dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang

pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung

sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;

e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang

diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan

dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam

bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan

pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan KMK;

f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham

atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan

sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;

g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas

penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi

Page 21: Makalah Pph Final&Badan Finish

pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki

oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat

yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;

h. Pajak Penghasilan;

i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib

Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;

j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;

k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana

berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di

bidang perpajakan

l. Pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun tidak boleh

dibebankan sekaligus melainkan dibebankan melalui penyusutan dan

amortisasi;

m. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan

merupakan Objek Pajak;

n. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang

pengenaan pajaknya bersifat final;

o. Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali PPh

Pasal 26 ayat (1) UU PPh tetapi tidak termasuk dividen sepanjang Pajak

Penghasilan tersebut ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk

pemotongan pajak;

B. Perhitungan Penghasilan Kena Pajak

1. Perhitungan penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Badan

Penghasilan kena pajak dari wajib pajak badan dihitung hanya

menggunakan pembukuan, yaitu dengan memperhitungan penghasilan neto

dengan koreksi fiskal. Koreksi fiskal adalah koreksi yang terjadi karena adanya

perbedaan antara perhitungan, pengakuan, metode akuntansi, dasar penggunaan,

dalam perhitungan pada pembukuan secara komersial dengan secara fiskal.

Page 22: Makalah Pph Final&Badan Finish

Rekonsiliasi fiskal adalah sebuah lampiran SPT tahunan PPh Badan

berupa kertas kerja yang berisi penyesuaian antara laba/rugi sebelum pajak

menurut komersial/pembukuan dengan laba/rugi menurut SPT Tahunan.

Perbedaan pada koreksi fiskal dapat dibedakan menjadi seperti berikut :

a. Koreksi karena perbedaan waktu

Koreksi beda waktu timbul karena perbedaan metode perhitungan

pendapatan dan/atau biaya antara komersial dengan fiskal. Dengan demikian

total biaya atau pendapatan menurut komersial dan fiskal adalah saran besar,

yang berbeda adalah lamanya waktu pengalokasian pendapatan dan atau biaya

tersebut. Contoh koreksi beda waktu :

Biaya penyusutan dan amortisasi, kecuali untuk aktiva yang termasuk

kriteria pemberian natura, hibah, sumbangan atau kenikmatan

Penilaian persediaan

b. Koreksi karena perbedaan tetap

Koreksi beda tetap timbul karena adanya perbedaan pengakuan

pendapatan antara komersial dan fiscal serta adanya perbedaan pengakuan

besarnya waktu secara akuntansi komersial dibanding dengan secara fiskal,

misalnya dalam ketentuan masa manfaat dari aktiva yang akan dilakukan

penyusutan atau amortisasi. Beda tetap terjadi apabila terdapat transaksi yang

diakui oleh wajib pajak sebagai penghasilan atau sebagai biaya dalam

akuntansi secara komersial yang diatur dalam SAK, namun demikian

berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan, atas transaksi tersebut bukan

merupakan penghasilan atau bukan merupakan biaya, atau sebagian

merupakan penghasilan atau sebagian merupakan biaya. Koreksi beda tetap

terdiri dari:

a. Beda tetap atas penghasilan yang bukan obyek PPh

Seperti bantuan, sumbangan, harta hibahan yang diterima sepanjang tidak

ada hubungan usaha dengan pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan

antara pihak-pihak yang bersangkutan dan dari pemerintah.

b. Beda tetap murni yaitu:

Biaya yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, memeliha

penghasilan yang bukan obyek pajak.

Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang

diberikan dalam bentuk natura/kenikmatan.

Page 23: Makalah Pph Final&Badan Finish

Sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan. PPh Pasal

23/26 yang ditanggung oleh perusahaan.

c. Beda tetap yang disebabkan tidak dipenuhinya syarat-syarat khusus yaitu:

Berhubungan dengan kegiatan langsung perusahaan.

Adanya bukti pendukung yang kuat.

Karena lokasi.

Penggunaan praktek -praktek akuntansi yang tidak sehat.

c. Koreksi karena pengenaan pajak final

Koreksi ini terdiri dari :

Pendapatan yang telah dipotong pajak final oleh pihak yang membayarkan

penghasilan seperti pendapatan bunga deposito, pendapatan jasa giro,

penghasilan sewa tanah dan atau bangunan, pendapatan karena pengalihan

hak atas tanah dan/atau bangunan

bagi orang pribadi dan yayasan (khusus untuk Wajib Pajak badan (selain

yayasan) tidak bersifat final).

Biaya untuk mendapatkan, memelihara, menagih penghasilan yang telah

dikenakan PPh final seperti biaya yang berhubungan dengan penghasilan

dari sewa tanah dan atau bangunan, biaya yang berhubungan dengan

penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan.

Apabila dilihat akibat dari terjadinya koreksi fiskal, maka koreksi fiskal

juga dapat dibedakan menjadi :

Koreksi Positif

Koreksi positif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya

pengurangan biaya yang diakui dalam laporan laba rugi komersial menjadi

semakin kecil, atau yang berakibat adanya penambahan penghasilan. Beberapa

transaksi yang dapat mengakibatkan adanya koreksi fiskal positif antara lain

transaksi yang berkaitan dengan kegiatan berikut :

- Biaya yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan

untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan.

- Biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang penghasilan kena

pajak.

- Biaya yang diakui lebih kecil.

Page 24: Makalah Pph Final&Badan Finish

- Biaya yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak.

- Biaya yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan pph final.

Koreksi Negatif

Koreksi negatif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya

penambahan biaya yang telah diakui dalam laporam laba rugi komersial yang

semakin besar, atau yang mengakibatkan adanya pengurangan penghasilan.

Beberapa transaksi yang dapat mengakibatkan adanya koreksi fiskal negatif

antara lain mengenai :

a. Biaya yang diakui lebih besar.

b. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek

pajak.

c. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan pph

final.

Bentuk kertas kerja rekonsiliasi fiskal

Sampai saat ini belum ada bentuk baku kertas kerja rekonsiliasi fiskal. Di

bawah ini disajikan bentuk kertas kerja yang sering digunakan dalam bentuk sehari-

hari:

PT FORMASI Rekonsiliasi

komersial – fiskal

Laba komersial sebelum pajak

Ditambah koreksi positif: XX

Sumbangan X

Iklan dan promosi XX

Kenikmatan X

Biaya dalam bentuk natura XX

Biaya pemeliharaan gedung yang disewakan X

Biaya penyusutan XX

Biaya penyisihan kerugian piutang X

Dikurangi koreksi negatif: XX

Biaya penyusutan X

Pendapatan sewa gedung XX

Pendapatan dividen X

Page 25: Makalah Pph Final&Badan Finish

Pendapatan bunga deposito XX

Pendapatan jasa giro X

Laba/rugi fiskal sebelum pajak XX

Bentuk lain dari Rekonsiliasi Fiskal :

Uraian I/R

Komersial

Beda

tetap

Beda

waktu

Obyek

PPh final

L/K

fiskal

Pendapatan usaha

Pendapatan bukan obyek PPh

Biaya berkaitan dengan penghasilan

bukan obyek PPh

Pendapatan obyek PPh final

Biaya berkaitan dengan pendapatan

obyek PPh final

(1000)

(150)

50

(350)

350

(150)

50

(350)

350

(1000)

Gross profit on sales (1100) (100) - (1000)

Personel expenses

1. Gaji

2. Bonus

3. Biaya pengobatan

4. Tunjangan transportasi

5. Asuransi kesehatan, kecelakaan kerja

6. Konsumsi rutin

7. Seragam

8. Kesejahteraan lainnya

9. Premi asuransi (JHT/THT)

20

30

10

10

10

10

10

10

10

10

10

20

30

10

10

10

10

10

Total personal expenses 120 20 100

Building expenses

10. Pajak bumi & bangunan

11. Perbaikan & pemeliharaan

12. Asuransi bangunan

10

10

10

10

10

10

Building expenses total 30 30

Motor car expenses

Page 26: Makalah Pph Final&Badan Finish

13. Kendaraan operasioanal

14. Kendaraan non operasional

10

10 5

10

5

Motor cars expenses total 20 5 - 15

Selling expenses

15. Marketing/iklan

16. Penelitian & pengembangan Produk

17. Sewa gedung

50

50

70

50

50

70

Selling expenses total 170 - - - 170

General administration expenses

18. Stationeries/Office supllies

19. Lawyer, Accountant & Consultant

20. Represaentasi & entertainment

21. Asuransi peralatan kantor

22. Listrik dan telephone

20

10

10

10

10

20

10

10

10

10

General adm expenses total 70 10 - . 60

Depreciation & amotization

23. Total penyusutan dan amortisasi 20 10 10

Profit on sales 70 35 10 - (125)

Other income

24. Bunga giro

25. Deviden, kepemi'ikan > 25 %

26. Bunga deposito

27. Sewa ruangan gedung

28. Sewa peralatan kantor

29. Laba selisih kurs

(10)

(10)

(10)

(10)

(20)

(20)

(10)

(10)

(10)

(10) (20)

(20)

Other income total (80) (110) . (30) (40)

Non operating expense

30. B.aya bunga

31. Rug: sslisih kurs

30

30

Non operating exoenses total 60 - . 60

Special income and Losses

32. Rugi ( laba ) Penjualan aktiva tetap (10)

Special income and losses total (10) . (10)

Page 27: Makalah Pph Final&Badan Finish

Net profit before tax (100) 25 10 (30) (115)

Corporate income tax 10% x 50 = 5

15% x 50 = 7.5

30% x 15 = 4.5

17

Corporate income tax previous year

PPh pasal 22 2

PPh Pasal 23 2

PPh Pasal 25 . 2 .

6 .-

11

Keterangan:

3 Sepanjang dibayarakan langsung ke rumah sakit

7 Sepanjang karena diharuskan dalam pekerjaan/kemanan dan keselamatan bekerja

8 Kecuali jika disajikan untuk seluruh pegawai dan dilakukan secara bersama - sama 20

Sepanjang berhubungan dengan usaha dan didukung oleh daftar bukti nominatif 23

hanya bagi aktiva yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.

Biaya Fiskal

Prinsip biaya yang tidak diakui secara fiskal adalah :

Biaya-biaya sebagaimana diatur dalam pasal 9 ayat (1) UU PPh:

1. biaya tersebut dikeluarkan untuk 3M. ( mendapatkan, menagih, dan memelihara )

penghasilan yang bukan Objek Pajak.

2. biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan

yang bersifat final

3. biaya yang biasa diterapkan di luar praktek akuntansi yang sehat (kondisi tidak wajar)

4. biaya yang tidak dapat dibuktikan pengeluarannya (antara lain tidak meniggunakan

bukti, daftar nominatif, dan tanpa dokumen)

Page 28: Makalah Pph Final&Badan Finish

5. Pajak Masukan yang memenuhi kriteria:

a. Faktur Pajak atas perolehan BKP/JKP termasuk Faktur Pajak cacat kecuali dapat

dibuktikan bahwa atas Pajak Masukan. tersebut benar-benar telah dibayar oleh

PKP.

b. Faktur Pajak yang dibuat atas perolehan BKP/JKP yang berkaitan dengan pasal 9

ayat (1) UU PPh

6. Biaya untuk 3M penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan

Penghasilan Netto dan Norma Penghitungan Khusus

7. Kerugian dari harta atau utang yang dimiliki dan tidak dipergunakan untuk 3M Objek

Pajak.

8. PPh ditanggung pemberi kerja, tidak termasuk deviden sepanjang PPh tersebut

ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk pemotongan pajak.

Terdapat beberapa point penting/perubahan yang diatur dalam UU PPh yang baru,

khususnya yang berkaitan dengan biaya yang dapat dikurangkan untuk menghitung

Penghasilan Kena Pajak, seperti :

a. Pemasukan kriteria piutang yang tidak dapat ditagih yang diberlakukan sebagai biaya,

(pasal 6 ayat (1) huruf h UU No. 17 Tahun 2000 ) yaitu:

1) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan R/L komersial.

2) telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau BUPLN

atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang

antar debitur dan kreditur yang bersangkutan.

3) Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus

4) Wajib Pajak .harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada

DJP, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Kep Dirjen.

b. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang tak tertagih

untuk usaha.

Bank dan SGU dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan

cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-

syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Contoh perhitungan penghasilan kena pajak wajib badan

Contoh1 :

PT. Baruna Taqwa Idaman memperoleh penghasilan pada tahun2009 sebagai berikut :

Page 29: Makalah Pph Final&Badan Finish

Penjualan Rp 8.000.000.000,00

HPP Rp 4.800.000.000,00

Laba Kotor Rp

3.200.000.000,00

Biaya Usaha :

Gaji,tunjangan,THR Rp 1.280.000.000,00

Biaya Administrasi kantor Rp 100.000.000,00

Biaya telepon,listrik,air Rp 50.000.000,00

Perawatan mesin Rp 30.000.000,00

Penyusutan Rp 250.000.000,00

Sewa bangunan Rp 30.000.000,00

Sewa kendaraan Rp 150.000.000,00

Zakat Rp 10.000.000,00

Setoran modal PT.Dewa-dewi Rp 500.000.000,00

Hibah ke Masjid Alfalah Rp 100.000.000,00

Penelitian Rp 100.000.000,00

Sumbangan sosial Rp 100.000.000,00

Promosi Rp 50.000.000,00

Jumlah biaya Rp 2.700.000.000,00

Laba Bersih Usaha Rp 500.000.000,00

Penghasilan lain-lain :

Laba penjualan harta Rp 45.000.000,00

Laba hibah Rp 100.000.000,00

Laba selisih kurs Rp 100.000.000,00

Pajak diterima kembali Rp 10.000.000,00

Laba pertukaran harta Rp 20.000.000,00

Sewa mesin Rp 260.000.000,00

Diskonto obligasi Rp 10.000.000,00

Bunga obligasi Rp 100.000.000,00

Jumlah penghasilan lain Rp 645.000.000,00

Penghasilan luar negeri :

BUT di Singapura Rp 800.000.000,00

Dividen Arcorito Rp 200.000.000,00

Dividen Yasindo Rp 75.000.000,00

Page 30: Makalah Pph Final&Badan Finish

Bunga Zaricho Rp 100.000.000,00

Rp 1.175.000.000,00

Total Laba Bersih Rp 2.320.000.000,00

Contoh2 :

PT. Baruna Taqwa Idaman, sesuai contoh1, mempunyai penghasilan neto sebesar Rp

2.320.000.000,00. Terdapat beberapa penjelasan berkaitan dengan penghasilan dan biaya

yang diakui, yaitu sebagai berikut :

Diskonto dan bunga obligasi sudah terkena PPh final dan penghasilan dari luar negeri

sudah dipotong tax income masing-masing 15%, 20%, 25%, dan 30%.

Besarnya penghasilan kena pajak dihitung seperti berikut ini :

Penghasilan neto Rp 2.320.000.000,00

Koreksi positif :

Setoran modal PT.Dewa-dewi Rp 500.000.000,00

Hibah ke Masjid Alfalah Rp 100.000.000,00

Sumbangan sosial Rp 50.000.000,00

Jumlah koresi positif Rp 650.000.000,00

Koreksi negatif :

Diskonto Obligasi Rp 10.000.000,00

Bunga Obligasi Rp 100.000.000,00

Jumlah koreksi negatif Rp 110.000.000,00

Penghasilan kena Pajak Rp 2.860.000.000,00

2. Penghasilan Kena Pajak pada Bentuk Usaha Tetap

Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang

pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka

waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di

Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

BUT dapat berupa :

1. Tempat kedudukan manajemen

2. Cabang perusahaan

3. Kantor perwakilan

4. Gedung kantor

Page 31: Makalah Pph Final&Badan Finish

5. Pabrik

6. Bengkel

7. Gudang

8. Ruang untuk promosi dan penjualan

9. Pertambangan dan penggalian sumber alam

10. Wilayah kerja pertmanbangan minyak dan gas bumi

11. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan

12. Proyek konstruks, instalasi, atau proyek perakitan

13. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang

dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan

14. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas

15. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat

kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di

Indonesia, dan

16. Computer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau

digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha

melalui internet.

Bentuk Usaha Tetap (BUT) dikenakan pajak atas penghasilan baik yang berasal

dari usaha atau kegiatan, maupun yang berasal dari harta yang dimiliki atau dikuasainnya.

Dengan demikian semua penghasilan tersebut dikenakan pajak penghasilan di Indonesia.

Penghasilan kena pajak bagi wajib pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dalam suatu tahun

pajak dihitung dengan cara mengurangkan dari penghasilan dengan biaya – biaya.

Penghasilan pada BUT, antara lain dapat berasal dari :

Usaha atau kegiatan dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai.

Contoh, Communitel Ltd. yang bergerak dalam usaha penjualan satelit komunikasi

mempunyai cabang di Jakarta dengan nama Communitel Indonesia. Apabila

Communitel Indonesia memperoleh laba melalui usaha penjualan satelit komunikasi,

maka atas laba penjualan tersebut dikenakan pajak penghasilan sebagai pajak atas

penghasilan wajib pajak BUT.

Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian

jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh

bentuk usaha tetap di Indonesia.

Page 32: Makalah Pph Final&Badan Finish

Contoh, NewYork Bank mempunyai cabang di Jakarta (NewYork Bank-Indonesia).

Apabila NewYork Bank memperoleh penghasilan berupa bunga atas pinjaman yang

diberikan tanpa melalui NewYork Bank-Indonesia, maka penghasilan bunga tersebut

tetap dianggap sebagai penghasilan BUT (NewYork Bank-Indonesia).

Penghasilan sebagaimana tersebut dalam pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor

pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta

atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.

Contoh, Foodz Inc. membuat perjanjian dengan PT.Lezzat untuk menggunakan merek

dagang Foodz Inc. Atas penggunaan hak tersebut Foodz Inc. menerima imbalan

berupa royalty dari PT.Lezzat. Dalam rangka pemasaran produk, Foodz Inc. juga

memberikan jasa manajemen kepada PT.Lezzat melalui Foodz-Indonesia (BUTnya di

Indonesia). Dalam hal demikian, pengguanaan merek dagang oleh PT.Lezzat

mempunyai hubungan efektif dengan BUT di Indonesia. Oleh karena itu, penghasilan

Foodz Inc. yang berupa royalty diperlukan sebagai penghasilan BUT (Foodz-

Indonesia).

Biaya yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan pada BUT antara

lain biaya-biaya seperti berikut :

Biaya-biaya berkenaan dengan penghasilan kantor pusat yang diakuinya

Biaya administrasi kantor pusat yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk

usaha tetap.

Biaya-biaya dan kerugian seperti yang diakui wajib pajak pada wajib pajak dalam

negeri.

Contoh :

Frenlin sebagai BUT yang kantor pusatnya ada di Singapura mempunyai kegiatan usaha

penjualan alat-alat berat. Pada tahun 2006 peredaran usahanya sebesar Rp

1.000.000.000,00 dengan biaya usaha sebesar Rp 700.000.000,00, penghasilan bunga

bank yang sudah dikenakan PPh final sebesar Rp 10.000.000,00. Penjualan langsung

barang yang sejenis dari Frenlin International pusat sebesar Rp 500.000.000,00 dengan

biaya usaha sebesar Rp 350.000.000,00 dividen dari kantor pusat yang punya hubungan

efektif sebesar Rp 5.000.000,00 dan biaya administrasi ke kantor pusat sebesar Rp

10.000.000,00.

Perhitungan penghasilan kena pajak :

Peredaran bruto Rp 1.000.000.000,00

Page 33: Makalah Pph Final&Badan Finish

Biaya yang diperkenankan Rp 700.000.000,00

Laba usaha Rp 300.000.000,00

Penghasilan bunga Rp 0,00

Penjualan langsung barang oleh kantor Rp 500.000.000,00

Biaya penjualan kantor pusat Rp 350.000.000,00

Laba penjualan kantor pusat Rp 150.000.000,00

Dividen yang diperoleh dari kantor pusat Rp 5.000.000,00

Rp 460.000.000,00

Biaya administrasi kantor pusat Rp 10.000.000,00

Penghasilan Kena Pajak Rp 445.000.000,00

3. Penghasilan Kena Pajak Orang Pribadi

Penghasilan kena pajak orang pribadi, baik yang diperoleh dari pekerjaan bebas

atau dari satu dari pemberi kerja, dihitung dari penghasilan neto dalam negeri maupun

luar negeri, yang diperoleh dirinya maupun keluarganya serta dari kegiatan usaha usaha

utamanya maupun usaha lainnya dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

Contoh 7.4.2

Bambang mempunyai usaha dagang eceran dan pada tahun 2006 mempunyai laba neto

sebesar Rp 57.504.000, dan Pph pasal 25 setahun adalah Rp 1.819.200. Tanggungan

keluarga pasangan tersebut adalah 3 orang anak kandung.

Perhitungan Pph pasal 21-nya adalah sebagai berikut :

Penghasilan neto Bambang Rp 57.504.000

PTKP untuk dirinya : Rp 15.840.000

Status kawin Rp 1.320.000

Tanggungan Rp 3.960.000

Rp 21.120.000

Penghasilan kena pajak Rp 36.384.000

Page 34: Makalah Pph Final&Badan Finish

Penghasilan istri dari satu pemberi kerja

Karyawati kawin yang bekerja pada satu pemberi kerja yang sudah dipotong

pajak, dan yang berhubungan dengan pekerjaan bebas suami atau keluarganya, maka

penghasilan netonya digabungkan dengan penghasilan suami. Besarnya PTKP untuk

menghitung besarnya Pph pasal 21 atas penghasilan suami dan istri tersebut adalah

untuk suami ditambah dengan status kawin,dan tanggungannya,serta ditambah status

istri yang bekerja.

Contoh 7.5:

Esti Winarsih bekerja pada PT.Bontang Transporindo dengan gaji Rp 2.000.000

dengan membayar iuran pension sebesar Rp 50.000 per bulan pada dana pension yang

diakui oleh menteri keuangan. Rizki, suami Esti, adalah pemilik PT.Bontang

Transporindo dimana Esti bekerja. Pada tahun 2006, PT.Bontang Transporindo

mempunyai laba neto sebesar Rp 57.504.000 dan Pph pasal 25 setahun adalah Rp

1.369.200. tanggungan keluarga pasangan tersebut adalah 3 orang anak kandung.

Perhitungan pasal 21-nya adalah sebagai berikut:

Pph pasal 21 Esti

Penghasilan kotor sebulan Rp 2.000.000

Pengurang :

Biaya jabatan 5% x Rp 2.000.000 Rp 100.000

Iuran pensiun Rp 50.000

Rp 150.000

Penghasilan neto sebulan Rp 1.850.000

Penghasilan neto setahun 12x Rp 1.850.000 Rp 22.200.000

PTKP untuk dirinya Rp 15.840.000

Penghasilan kena pajak Rp 6.360.000

Page 35: Makalah Pph Final&Badan Finish

Pph terutang setahun (dipotong)

5%x Rp 6.360.000 Rp 318.000

Pph pasal 21 Rizki dan Esti

Penghasilan neto Rizki Rp 57.504.000

Penghasilan neto Esti Rp 22.200.000

Penghasilan neto suami istri setahun Rp 79.704.000

PTKP untuk dirinya Rp 15.840.000

Status kawin Rp 1.320.000

Tanggungan Rp 3.960.000

Istri kerja Rp 15.840.000

Rp 36.960.000

Penghasilan kena pajak Rp 42.744.000

Pph terutang setahun (dipotong)

5%x Rp 42.744.000 = Rp 2.137.200

Pph dikreditkan:

Esti Rp 318.000

Rizki Rp 1.369.200

Rp 1.687.200

Pph kurang dibayar Rp 450.000

Page 36: Makalah Pph Final&Badan Finish

Penghasilan Tidak Kena Pajak

Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) adalah batasan penghasilan bagi wajib

pajak orang pribadi yang menentukan perlu tidaknya atas penghasilan wajib pajak

perseorangan dikenakan pajak penghasilan.

Besarnya PTKP selalu diadakan pembaharuan, sesuai dengan perkembangan

ekonomi, terutama berkaitan dengan besarnya penghasilan dan besarnya biaya

minimum dari wajib pajak.

Menteri keuangan sejak awal 2006 telah mengubah besarnya PTKP menjadi

sebagai berikut :

Tabel PTKP

No Status PTKP No Status PTKP

1 TK/0 15.840.000 7 K/2 19.800.000

2 TK/1 17.160.000 8 K/3 21.120.000

3 TK/2 18.480.000 9 K/I/0 33.000.000

4 TK/3 19.800.000 10 K/I/1 34.320.000

5 K/0 17.160.000 11 K/I/2 35.640.000

6 K/1 18.480.000 12 K/I/3 36.960.000

Page 37: Makalah Pph Final&Badan Finish

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari makalah yang kami buat mengenai pph pasal 4 ayat 2 dan pph badan dapat kami

simpulkan bahwa PPh Final adalah pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu setelah

pelunasannya, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang dikenakan pajak

penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang terkena pajak

penghasilan yang bersifat tidak final. Pengenaan pajak atas penghasilan tertentu tidak

didasarkan atas ketentuan umum penghitungan penghasilan kena pajak maupun penerapan

norma penghitungan, melainkan berdasarkan penerapan tarif efektif  atas peredaran atau

penghasilan bruto atau dasar pengenaan pajak lainnya ( presumptive tax ) yang diatur

tersendiri dengan Peraturan Pemerintah. Jenis penghasilan yang dikenakan pph final:

1. PPh atas Bunga Deposito, Tabungan, dan Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

2. PPh atas Bunga dan Diskonto Obligasi yang diperdagangkan di Bursa Efek

3. PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan

4. PPh atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan

5. PPh atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi

6. PPh atas Penghasilan tertentu berupa Diskonto Surat Perbendaharaan Negara (SPN)

7. Bunga Simpanan Koperasi

8. PPh atas Hadiah Undian

Pph badan yaitu sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang

melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,

badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi,

koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi

sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan

lainnya. Objek PPh bagi Wajib Pajak Badan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penghasilan

Badan dalam negeri dan penghasilan Badan luar negeri (BUT maupun tidak). Laba komersial

(accounting income) merupakan pengukuran laba yang lazim digunakan dalam dunia bisnis

Page 38: Makalah Pph Final&Badan Finish

baik untuk kepentingan pasar modal (bursa efek), perbankan, Rapat Umum Pemegang

Saham, dan kepentingan lainnya.

Laba komersial ini dihitung berdasarkan standar akuntansil yang berlaku. Sejak tahun

1995 standar akuntansi yang berlaku di Indonesia adalah Standar Akuntansi Keuangan

(SAK).