Marāh labīd 2 2
-
Upload
sida-el-nurya -
Category
Data & Analytics
-
view
44 -
download
1
Transcript of Marāh labīd 2 2
![Page 1: Marāh labīd 2 2](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022071723/55c6e897bb61eb49148b46a5/html5/thumbnails/1.jpg)
MARĀḤ LABĪD
KARYA MONUMENTAL IMAM NAWAWĪ AL-BANTANY
Oleh:
Fia Afriani
Istiqomah,
Khomsidah,
Lubbil Muna
I. Pendahuluan
Tafsir merupakan penjelasan atau uraian dari al-Qur’an yang terungkap.
Tafsir dijelaskan melalui perkataan Nabi atas pertanyaan yang disampaikan
sahabat kepadanya. Para sahabat juga melakukan penafsir terhadap al-Qur’an,
baik dengan mengkaitkan ayat lain atau menggunakan rasio meski nabi
Muhammad Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallama mengoreksinya atau
membenarkanya. Bahkan selain sahabat, para tabi’in juga melakukan
penafsiran. Cara penafsiran mereka dengan mengkaitkan al-Qur’an, hadith ,
perkataan sahabat dan rasio.
Cara penafsiran menggunakan rasio (ra’yi) menjadi perdebadan hangat
dikalangan para ulama. Sebagian ada yang setuju dengan bil ra’yi dan sebagian
yang lain tidak setuju. Masing-masing dari mereka memiliki hujjah yang
menguatkan argumenya. Ulama yang setuju berdalil dengan do’a nabi
Muhammad Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallama atas Ibnu Abbas, اللهم عباس البن
التأوي�ل وعلم�ه ال�دين Sementara mereka yang tidak setuju berdalil dengan .1فقه�ه
hadith Nabi النار من مقعده فليتبوأ علم بغير القرآن في قال .2من
Tafsir berkembang ke penjuru dunia dengan tersebar luasnya Islam,
sehingga memunculkan tokoh mufassir terkemuka serta karya-karyanya. Sekitar
abad ketiga metode tafsir masih kental dengan metode bil ma’thur. Namun
1 Ahmad bin Hambal abu Abdullah al-Shaybanī, Faḍail al-Ṣahābat, (Baeirut, Muassasah al-Risālah:1983), 2:846. 2 Muhammad bin Isa Abu Isa al-Tirmidhiā, Sunan al-Tirmidhiā, (Beirut: Dār Ihyā’ al-thurās al-Arabī, tth), 5:199.
1
![Page 2: Marāh labīd 2 2](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022071723/55c6e897bb61eb49148b46a5/html5/thumbnails/2.jpg)
dengan berkembanganya zaman dan ilmu pengetahuan, metode bil ma’thur
menjadi sedikit digunakan. Para mufassir lebih banyak menggunakan metode bil
ra’yi dari pada metode bil ma’thur. Meski demikian, tidak berarti mereka
menafikan metode bil ma’thur dalam tafsirnya. Tetapi lebih dominan dengan
ra’yinya.
Negara kita, Indonesia juga tidak kalah dengan Negara lain yang
melahirkan tokoh mufassir. Salah satu tokoh mufassir di Indonesia yang
terkemuka adalah Imam Nawawī al-Bantany. Disini penulis akan membedah
kitab tafsir serta latar belakang penulisan dengan dilengkapi biografi pengarang,
dengan harapan dapat menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi
penulis.
II. Marāḥ Labīd Karya Monumental Imam Nawawī al-Bantany
A. Biografi Imam Nawawī al-Bantany
Imam Nawawī merupakan salah seorang diantara tokoh dan ulama klasik
yang mewariskan karya ilmiah di bidang tafsir dan tasawuf dari kalangan fiqih
Shafi’i.3 Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Umar Nawawī al Jāwī al
Bantany. Melalui karya-karyanya yang tersebar di pesantren-pesantren tradisional
yang sampai sekarang masih banyak dikaji, nama Imam Nawawī asal Banten ini
seakan masih hidup dan terus menyertai umat memberikan wejangan ajaran Islam
yang menyejukkan. Keberadaan Nawawī ini mengungguli ulama pada zamannya.4
Nawawī ini lebih dikenal di dunia arab dengan nama al Shaikh Muhammad
Nawawī al Jāwī al Makkī, sedangkan di Indonesia lebih masyhur dengan nama
kiai Nawawī Banten.5 Ia dilahirkan di kampung Tanara Serang Banten pada tahun
1815 M/ 1230 H dari pasangan K.H Umar dan Zubaidah dengan latar belakang
pesantren. Ia wafat di Makkah pada tanggal 25 Shawal 1314 H/ 1897 M dan
dimakamkan dipemakaman Ma’la di Makkah .6
3 Muhammad bin Umar Nawawī al-Jawī al-Bantanī, Tarjamah al Muallif Marāḥ Labīd, (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1971), 4. 4 Biografi hal 8435 Mustamin Arsyad, Signifikansi Tafsir Marāḥ Labīd Terhadap Perkembangan Studi Tafsir di Nusantara, vol. 1, No. 3, 2006, 616. 6 Ibid., 621.
2
![Page 3: Marāh labīd 2 2](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022071723/55c6e897bb61eb49148b46a5/html5/thumbnails/3.jpg)
Pada masa kecilnya, Nawawī belajar ilmu pengetahuan agama Islam
bersama kedua saudaranya, yaitu mencakup ilmu pengetahuan dasar bahasa arab
(naḥwu-ṣaraf), fiqih, tauhid, dan tafsir. Disamping itu, ia juga menimba ilmu pada
seorang ulama karismatik di Banten yaitu kiai Sahal. Pada usia 15 tahun, tepatnya
pada tahun 651 H ia mendapat kesempatan untuk pergi ke Makkah untuk
menunaikan ibadah haji bersama ayahnya7. Di sana ia memanfaatkan hari-harinya
untuk belajar ilmu kalam, bahasa dan sastra arab, ilmu hadith, tafsir, dan yang
paling ditekuninya adalah ilmu fiqih. Setelah tiga tahun belajar di Makkah ia
kembali ke daerahnya pada tahun 1833 M dengan khazanah ilmu keagamaan yang
relatif cukup lengkap untuk membantu ayahnya mengajar para santri. Nawawī
yang sejak kecil telah menunjukkan kecerdasannya langsung mendapat simpati
dari masyarakat. Kedatangannya membuat pesantren yang dibina ayahnya
membludak didatangi oleh santri yang datang dari berbagai pelosok. Namun
hanya beberapa tahun kemudian ia memutuskan berangkat lagi ke Makkah sesuai
dengan impiannya untuk bermukim dan menetap di sana.
Pada tahun 1860 M, Nawawī mulai mengajar di lingkungan Masjid al-
Haram. Prestasi mengajarnya cukup memuaskan karena dengan kedalaman
pengetahuan agamanya, ia tercatat sebagai ulama di sana. Pada tahun 1870 M,
kesibukannya bertambah karena ia harus banyak menulis kitab. Inisiatif menulis
banyak datang dari desakan sebagian koleganya yang meminta untuk menuliskan
beberapa kitab. Nawawī merupakan sosok yang sangat gigih dalam menuntut
keilmuan. Ilmu adalah segala-galanya baginya yang sudah digeluti sejak kecil
hingga meningkat dewasa. Ia telah menulis banyak dari berbagai kitab, baik itu
mengenai kitab-kitab hadith, tafsir, tauhid, dan akidah. Adapun salah satu kitab
tafsir yang ia tulis adalah Marāḥ Labīd li Kashaf Ma’na al Qur’an al Majīd yang
kemudian lebih dikenal dikalangan ulama dengan nama al Tafsir al Munīr li
Ma’alim al Tanzīl.
Disamping itu, Nawawī juga menjabat sebagai dosen pengajar yang ulet
dan juga sebagai seorang yang faqih dan mufti dalam madhab Shafi’i, serta sangat
produktif menulis buku dalam bidang tersebut. Di Indonesia hampir semua
7 Riyadhus salihin,
3
![Page 4: Marāh labīd 2 2](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022071723/55c6e897bb61eb49148b46a5/html5/thumbnails/4.jpg)
pesantren mempelajari karya fiqihnya, terutama pesantren yang berciri salafiyah.
Para pengarang buku-buku biografi (kutub al tarajim) sepakat, bahwa Imam
Nawawī merupakan ujung tombak di dalam sikap zuhud, teladan di dalam sifat
wara’ serta merupakan tokoh tanpa tanding di dalam menasehati para penguasa
dan beramar ma’ruf nahi munkar.8
Karya-karya Imam Nawawī :
1. Marāḥ Labīd li Kashaf Ma’anī al Qur’an al Majīd
2. Marāqī al ‘Ubūdiyah
3. Waqāi’u al Ṭughyān ‘alā Manẓūmah Shu’b al Īmān
4. Qaṭr al Ghaith fī Sharḥ Masāil abī al Laith
5. ‘Uqūd al Lujaiyn fī Bayān Ḥuqūq al Zaujain
6. Nihāyah al Zain bī Sharḥ Qurrah al ‘Ain
7. Sharḥ Futuḥ al Raḥmān
8. Nūr al Ẓalām
9. Maraqāh Ṣu’ūd al Taṣdīq
10. Kāshafah al Sujā fī Sharḥ Safīnah al Najā
B. Latar Belakang Penulisan Kitab Marāḥ Labīd
Dalam penulis karya tulis tentang tafsir, para tokoh ilmuan kebanyakan
tidak terlepas dari alasan yang melatarbelakanginya, seperti al-Baiḍāwī. Ia
menulis tafsir Anwār At-Tanzīl Wa Asrār Al-Ta`wīl karena ia beranggapan bahwa
ilmu tafsir lebih penting dibanding ilmu-ilmu lain. Sehingga ia mengerahkan
kemampuanya untuk menulis kitab tafsir atas bekal ilmu yang dipelajari. Senada
dengan al-Baiḍāwī, Nawawī juga beranggapan bahwa ilmu tafsir merupakan ilmu
yang paling penting selain ilmu agama. Karena tafsir mencakup hukum-hukum
illahi9, dimana didalamnya terdapat beberapa disiplin ilmu yang tidak akan
didapat tanpa mempelajari tafsir. Oleh karena itu, sebagai umat Islam harus
menaati perintah Allah Subhānahu wa Ta’alā untuk mempelajari bacaan dan tafsir
dari kitab yang diturunkan kepada nabi Muhammad Ṣalla Allah ‘Alayhi wa
Sallama. Alasan kedua Nawawī menulis kitab tafsir adalah karena permitaan dari
8 Buku biografi hal 8539 Muhammad bin Umar Nawawī al-Jawī al-Bantanī, Muqoddimah marāh Labīd, 1:3.
4
![Page 5: Marāh labīd 2 2](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022071723/55c6e897bb61eb49148b46a5/html5/thumbnails/5.jpg)
para tokoh terkemuka di masanya. Berikut kutipan yang terdapat dalam
muqaddimahnya :
Ketika hal tersebut berlangsung saya sangat bingung dan ragu selama
beberapa waktu yang lama. Karena saya takut termasuk dari orang
yang dijelaskan dalam hadith من قال فى القران برايه dan فقد اصاب فق��د اخط��ا hadith من ق��ال في .القرآن بغير علم فليتبوأ مقعده من الن��ار Setelah
beberapa lama akhirya saya menjawab permintaan mereka sebagai
iqtidā’ pada ulama salaf dalam membukukan ilmu supaya tetap bisa
dibaca. Dalam hal tersebut saya tidak menambahkan tafsri atas dasar
saya sendiri tetapi dalam setiap generasi terjadi pembaharuan. Dalam
hal penafsiran saya mengambil atau merujuk pada kitab Futuhāt
Ilahiyyah, Mafātih al-Ghaib, Sirāj al-Munīr, Tanwīr al-Miqbās dan
tafsir Ibnu Abbas10.
Demikian alasan Nawawī menulis kitab tafsir Marāḥ Labīd yang
diungkapakan dalam muqaddimah kitab tersebut. Kemudian ia berharap, dengan
karyanya ini mudah-mudahan Allah memberikan fatwa dan maghfirahnya atas
kesalahan yang diperbuat11 dalam menafsirkan al-Qur’an.
C. Pengenalan tentang kitab tafsir Marāḥ Labīd
Marāḥ Labīd, penamaan lengkap kitab tersebut adalah Marāḥ Labīd li
Kashaf Ma’na al-Qur’an al-Majīd. Kitab tersebut lebih dikenal dengan tafsir
Munīr li Ma’alim al-Tanzīl diterbitkan di Kairo oleh penerbit ‘Abd al-Razzāq
pada tahun 1305, kemudian pada tahun 1355 tafsir ini dicetak kembali di Kairo
dengan penerbit yang berbeda yaitu al-Bābī al-Ḥalabī. Di Saudi Arabia tafsir ini
juga dicetak dengan judul Tafsir al-Nawawī yang terdiri dua jilid yang diterbitkan
oleh al-Maymanah. Dari perubahan-perubahan judul kitab ini para penerbit
inisiatif ingin menisbatkan mu’alifnya, karena tradisi penamaan tafsir dengan
penisbatkan mu’alifnya merupakan trend dalam dunia tafsir. Seperti tafsir Jāmi’
al-Bayān fī Tafsīr al-Qur’an karya Ibn Jarīr al-Ṭabarī yang lebih terkenal dengan
10 Ibid., 5.11 Ibid., 3.
5
![Page 6: Marāh labīd 2 2](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022071723/55c6e897bb61eb49148b46a5/html5/thumbnails/6.jpg)
nama Tafsir al-Ṭabarī, kemudian tafsir Rūḥ al-Ma’ānī fī Tafsīr al-Qur’an
al-‘Aḍīm karya al-Alūsī yang lebih populer dengan Tafsir al-Alūsī dan masih
banyak seperti tafsir Ibn Kathīr, Tafsir al-Jamāl, tafsir Ibn ‘Aṭiyah, tafsir Abū al-
Su’ūd12.
Selain itu Marāh Labīd juga diterbitkan oleh Darul Kutub al-‘Ilmiyah
tepatnya di kota Beirut Lebanon dengan jumlah jilid yang sama yaitu dua jilid.
Pada bagian jilid pertama memuat tafsiran dari surat al-Fātiḥah sampai surat al-
Kahfi, sementar jilid yang kedua memuat tafsiran dari surat Maryam hingga surat
al-Nās.
D. Contoh Penafsiran Ayat al-Qur’an dalam Kitab Marāh Labīd
سورة النساء
مدني��ة، مائ��ة وس��ت وس��بعون آي��ة، ثالث��ة آالف وسبعمائة واثنتان وستون كلمة، ستة عشر ألف
وثالثمائة وثمانية وعشرون حرفا
<م= بالتناس��ل @ق@ك ل DذBي خ@ <م< ال Dك ب Dق<وا ر@ Dاس< ات Fه@ا الن ي@ يا أ
=ه��ا أي من ق@ مBن ل��@ @ف=سJ واحBد@ةJ أبيكم آدم و@خ@ مBن= نو=ج@ها أمكم حواء. روي أنه تعالى لما نفس آدم ز@
خلق آدم وأسكنه الجنة ألقى عليه النوم، فبينما هو بين النائم واليقظان خلق حواء من ضلع من
وق��ال أضالعه اليسرى فلما انتبه وجدها عن��ده. النبيY صلYى الله عليه وسلYم: »إن المرأة خلقت من ضلع أعوج ف��إن ذهبت تقيمه��ا كس��رتها وإن=ه<م��ا @ثD مBن تركتها وفيها عوج اس��تمتعت به��ا«. و@ب أي نشر من تلك النفس وزوجها بطريق التوال��دBس��اءa كث��يرة. روى ابن جري��ر عن a و@ن يرا Bث��@ رBجاالa ك ابن إس��حاق إن ب��ني آدم لص��لبه أربع��ون في
12Musta’min Arshad, Signifikasi Tafsir Marāh Labīd terhadap Perkembangan Studi Tafsir Nusantara, (Jurnal ), 624.
6
![Page 7: Marāh labīd 2 2](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022071723/55c6e897bb61eb49148b46a5/html5/thumbnails/7.jpg)
عشرين بطن��ا فمم��ا حف��ظ من ذك��ورهم قابي��ل وهابيل، وأباذ وشبوبه، وهن��د وم��رانيس وفح��ور وس��ند، وب��ارق وش��يث. ومن نس��ائهم أقليم��ة
ق��ال ابن عس��اكر: وأش��وف وج��زروه وع��زورا. وق��د روي أن من ب��ني آدم لص��لبه عب��د المغيث وتوأمت��ه أم��ة المغيث وودا، وس��واعا ويغ��وث ويعقوب، ونسرا وجميع أنس��اب ب��ني آدم ترج��ع إلى شيث وسائر أوالده انقرض��ت أنس��ابهم من. حام@ ر=
@ BهB و@األ= @ل<ون@ ب @سائ DذBي ت Dه@ ال Dق<وا الل الطوفان و@ات ق��رأ عاص��م وحم��زة والكس��ائي »تس��اءلون« ب��التخفيف. والب��اقون بالتش��ديد. وق��رأ حم��زة وحده »واألرحام« بج��ر الميم. والتق��دير واتق��وا الله ال��ذي تس��اءلون ب��ه وباألرح��ام. ألن الع��ادة ج��رت في الع��رب ب��أن أح��دهم ق��د يس��تعطف غ��يره ب��الرحم فيق��ول: أس��ألك بالل��ه وال��رحم.
أس��ألك ب��الرحم وأم��ا وربم��ا أف��رد ذل��ك فق��ال ق��راءة األرح��ام بالنص��ب فمعن��اه واتق��وا الل��ه بالتزام طاعته واجتناب معاصيه واتق��وا األرح��ام بوص���لها وع���دم قطعه���ا فيم���ا يتص���ل ب���البر واإلحسان واإلعطاء. أو يقال: والزم��وا األرح��ام وص��لوها. وق��د دلت اآلي��ة على ج��واز المس��ألة
روى مجاهد فيما بيننا بالله كقوله: بالله أسألك. عن عمر قال: قال رسول الله صلYى الل��ه علي��هه@ Dالل�� DنB وسلYم: »من س��ألكم بالل��ه ف��أعطوه«. إ
( a قBيب��ا <م= ر@ =ك @ي ( أي حافظ��ا مطلع��ا على1ك��ان@ ع@ل جمي��ع م��ا يص��در عنكم من األفع��ال واألق��وال وعلى م���ا في ض���مائركم من الني���ات مري���دا@تامى ال��ذين بلغ��وا =ي <وا ال لمجازاتكم على ذلك و@آت@ه<م= التي عندكم. روي عن عروة أن��ه ق��ال: م=وال
@ أ<م= ف=ت Bن= خB قلت لعائشة: ما معنى قول��ه تع��الى: و@إ@ت��امى. ق��الت: ي��ا ابن أخ��تي، =ي <ق=سBط<وا فBي ال @الD ت أ هذه اليتيمة تك��ون في حج��ر وليه��ا ف��يرغب في
7
![Page 8: Marāh labīd 2 2](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022071723/55c6e897bb61eb49148b46a5/html5/thumbnails/8.jpg)
جماله��ا وماله��ا، ويري��د أن ينكحه��ا ب��أدنى من صداقها، ثم إذا تزوج بها عامله��ا معامل��ة رديئ��ة لعلمه بأنه ليس له��ا من ي��ذب عنه��ا. فنه��وا عن نك��احهن إال أن يقس��طوا في إكم��ال الص��داق
وق��ال الحس��ن: وأمروا أن ينكحوا م��ا س��واهن. كان الرجل من أهل المدينة تكون عنده األيت��ام وفيهن من يحل له نكاحها فيتزوجها ألجل مالها، وهي ال تعجب��ه وإنم��ا تزوجه��ا كراه��ة أن ي��دخل غريب فيش��اركه في ماله��ا، ثم يس��يء ص��حبتها ويتربص به��ا إلى أن تم��وت فيرثه��ا فع��اب الل��ه
13عليهم ذلك وأنزل هذه اآلية.
E. Metode dan Sistematika Penulisan Kitab Marāh Labīd
Dalam menafsirkan al-Qur’an Imam Nawawī al-Bantani menyajikanya
menggunakan metode taḥlili, dimana menafsiran disusun sesuai dengan urutan
mushaf mulai dari surat al-Fatiḥah hingga surat al-Nās. Berdasarkan analisis
penulis atas kitab Marāh Labīd yang di terbitkan Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah, dapat
diambil kesimpulan bahwa Imam Nawawī dalam menyusun kitab tersebut
menggunakan sistematika sebagai berikut:
1) Menjelaskan katagori surat apakah Makki atau Madani dan menyebutkan
keduanya bila terjadi kontroversi serta menyebutkan jumlah bilangan ayat
seperti dalam contoh yang telah dipaparkan di atas. Adapun contoh
kedudukan surat yang kontroversi adalah surat al-Taubah diamana ayat
dua terakhir merupakan Madani dan ayat lain Makki di awal permulaan
surat. Selain itu, juga menjelaskan jumlah bilangan huruf yang terhimpun
dalam surat.
2) Dalam menjelaskan makna ayat al-Qur’an, beliau sering kali mengambil
penjelasan dari al-Qur’an, dari nabi, seperti penafsiran tentang
13 Muhammad bin Umar Nawawī al-Jawī al-Bantanī, Marāh Labīd, 1: 180-181.
8
![Page 9: Marāh labīd 2 2](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022071723/55c6e897bb61eb49148b46a5/html5/thumbnails/9.jpg)
Jف=س@ <م= مBن= ن @ق@ك ل DذBي خ@ <م< ال Dك ب Dق<وا ر@ Dاس< ات Fه@ا الن ي@ @ا أ ي
ه@ا و=ج@ =ه@ا ز@ ل@ق@ مBن 14و@احBد@ةJ و@خ@
dengan mengkaitkan sabda nabi:
إن المرأة خلقت من ضلع أعوج فإن ذهبت تقيمها كسرتها وإن تركتها وفيها عوج استمتعت
بها Serta penjelasan para sahabat nabi dan tabiin serta pendapatnya.
3) Selain menggunakan menggunakan metode bil ma’thur, yaitu penafsiran
yang diambil dari ayat, hadith nabi, qaul sahabat dan tabiin, bel iau juga
menggunakan tafsir bil ra’yi. Karena antara keduanya dalam sebuah kajian
tafsir sangat sulit untuk dipisahkan15. Akibatnya klasifikasi kita tafsir yang
hanya menggunakan tafsir bil ma’thur sangat sulit dibuktikan. Seperti
contoh kitab tafsir al-Dūr al-Manthūr fī al-Tafsīr bi al-Ma’thur karya al-
Suyūṭī. Bila kita mendengar tafsir tersebut, terkesan didalamnya hanya
menggunakan metode bil ma’thur. Padahal, didalamnya ditemukan banyak
sekali pandangan atau pendapat dari mufassirnya.
4) Terkadang juga menyebutkan asbāb nuzūl dari ayat dan meyebutkan
perbedaan qira’āt antar qāri. Dalam contoh di atas disebutkan asbāb nuzūl
tetang diperbolehkanya menikah lebih dari satu yang riwayat Aisyah RA.
Sedangkan contoh perbedaan qiro’āt diapresiasikan dalam kata
<ون@ @ل @سائ .ت ‘Aṣim, Ḥamzah dan kasāī membacanya dengan takhfīf
sementara ulama qāri lain membacanya dengan bertashdīd.
5) Dalam tafsirnya, Imam Nawawī juga menyebutkan munāsabah antar ayat.
Tetapi tidak semua beliau mengkorelasikan antara ayat dalam al-Qur’an.
Sehingga ditemukan sedikit sekali contoh munāsabah16 di dalam tafsirnya.
Salah satu contoh yang penulis dapat dalam kitab tersebut adalah tafsiran
surat al-Baqarah ayat 6.
@م= @م= ل @ه<م= أ ت =ذ@ر= ن@ @أ =هBم= أ @ي و@اءv ع@ل وا س@ @ف@ر< DذBين@ ك BنD ال إ
<ون@ <ؤ=مBن ه<م= ال@ ي =ذBر= <ن ت17
14 Al-Qur’an 4:1. 15 Mustamin Arsyad 63316 Suhailid, Tafsir Marāh Labīd Karya Imam Nawawī, ( dalam makalah), 8. 17 Al-Qur’an 2:6.
9
![Page 10: Marāh labīd 2 2](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022071723/55c6e897bb61eb49148b46a5/html5/thumbnails/10.jpg)
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.
Dalam ayat di atas Allah menjelaskan tentang orang kafir yang tidak
mengetahui tentang Allah Subhānahu wa Ta’alā menentang peringatan nabi
Muhammad Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallama dan tidak beriman dengan apa yang
dibawanya18. Menurut Nawawī, alasan orang kafir yang tidak beriman dengan apa
yang dibawa nabi Muhammad Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallama dijelaskan dalam
ayat setelahnya yaitu:
م=عBهBم= و@ع@ل@ى BهBم= و@ع@ل@ى س@ <وب Dه< ع@ل@ى ق<ل @م@ الل ت خ@vيمBع@ظ vه<م= ع@ذ@اب@ او@ةv و@ل =ص@ارBهBم= غBش@ @ب 19أ
Menurutnya, mereka tidak beriman disebabkan karena Allah telah
menutup hati mereka. Oleh karna itu, keimanan tidak akan masuk kedalam
hati mereka. Begitu juga Allah telah menutup pendengaran mereka
sehingga apa yang mereka dengar20, sama sekali tidak membesak di dalam
relung hatinya.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Imam Nawawī dalam
mentafsirkan al-Qur’an menggunakan metode bil ma’thur dan bil ra’yi. Seperti
halnya dilakukan para mufassir sebelumnya. Namun ia lebih banyak
menggunakan tafsir bil ra’yi dari pada tafsir bil ma’thur, terbukti dengan
rujukanya kepada tafsir Futuhāt Ilahiyyah, Mafātih al-Ghaib, Sirāj al-Munīr,
Tanwīr al-Miqbās dan tafsir Ibnu Abbas yang kemudian dikolaborasikan dengan
pendapatnya.
III. Kesimpulan
Muhammad bin Umar Nawawī al Jāwī al Bantany merupakan sosok ulama
madhab shafi’i yang terkenal dengan ilmu tafsirnya, yaitu Marāḥ Labīd li Kashaf
Ma’na al Qur’an al Majīd yang merupakan satu-satunya kitab tafsir karangannya
yang terdapat berbagai karakteristik dengan beragam aspek di dalamnya. Prestasi
Nawawī dalam tafsirnya tersebut secara umum adalah mendeskripsi kemampuan
18 Muhammad bin Umar Nawawī al-Jawī al-Bantanī, Marāh Labīd, 1:9. 19 Al-Qur’an 2:7. 20 Ibid.,
10
![Page 11: Marāh labīd 2 2](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022071723/55c6e897bb61eb49148b46a5/html5/thumbnails/11.jpg)
yang dimilikinya dalam membahasakan hasil telaahnya terhadap beberapa
referensi tafsir yang pernah ia pelajari.
Nawawī juga termasuk mufassir yang menempuh tradisi penafsiran dan
memahami ayat-ayat al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan ilmu qira’at,
sehingga jarang ditemukan ayat yang tidak dikomentari terkait dengan perbedaan
qira’at. Marāḥ Labīd li Kashaf Ma’na al Qur’an al Majīd merupakan kitab tafsir
karangannya dengan menggunakan metode taḥlili serta pendekatan tafsir bil
ma’thur dan tafsir bil ra’yi sebagaimana kitab tafsir yang ditulis berdasarkan tata
urutan ayat dan surah al Qur’an. Antara metode tafsir bil ma’thur dan bil ra’yi
dalam sebuah karya tafsir sulit dipisahkan, akibatnya klasifikasi kitab tafsir yang
berkategori tafsir bil ma’thur dan bil ra’yi tidak dapat dibuktikan jika yang
dimaksud dengan kitab tafsir bil ma’thur adalah yang hanya menggunakan atsar
dalam menafsirkan dan menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an.
Kitab tafsir tersebut sangat berjasa dalam merintis dan mengembangkan
tafsir di Indonesia, terutama jika dilihat dari sisi peran tafsir ini sebagai rujukan
utama di berbagai lembaga pendidikan Islam yang paling dominan di lembaga
pesantren.
11
![Page 12: Marāh labīd 2 2](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022071723/55c6e897bb61eb49148b46a5/html5/thumbnails/12.jpg)
Daftar Pustaka
12