MANAJEMEN KEUANGAN DAN KESEJAHTERAAN … · MANAJEMEN KEUANGAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA ......
Transcript of MANAJEMEN KEUANGAN DAN KESEJAHTERAAN … · MANAJEMEN KEUANGAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA ......
MANAJEMEN KEUANGAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
NELAYAN PENERIMA BANTUAN LANGSUNG SEMENTARA
MASYARAKAT (BLSM)
SHOIMATUL MAGHFIROH
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manajemen
Keuangan dan Kesejahteraan Keluarga Nelayan Penerima Bantuan
Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) adalah benar karya saya dengan
arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Shoimatul Maghfiroh
NIM I24100115
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan
pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK
SHOIMATUL MAGHFIROH. Manajemen Keuangan dan Kesejahteraan
Keluarga Nelayan Penerima Bantuan Langsung Sementara Masyarakat
(BLSM). Dibimbing oleh TIN HERAWATI dan ISTIQLALIYAH
MUFLIKHATI.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik
keluarga dan manajemen keuangan terhadap kesejahteraan keluarga nelayan
penerima Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Desain
penelitian menggunakan cross sectional study, dilakukan di Desa Pantai
Mekar, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Sebanyak 53
keluarga terlibat dalam penelitian ini yang dipilih secara purposive. Data
dikumpulkan dengan wawancara dan dianalisis menggunakan analisis
regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari
separuh keluarga (54,7%) memiliki manajemen keuangan pada kategori
rendah. Tingkat kesejahteraan keluarga baik objektif maupun subjektif
berada pada kategori sedang. Faktor yang mempengruhi kesejahteraan
objektif secara nyata adalah pendapatan per kapita dan faktor yang
mempengaruhi kesejahteraan subjektif secara nyata adalah manajemen
keuangan tahap pelaksanaan.
Kata kunci : keluarga nelayan, kesejahteraan keluarga, manajemen
keuangan
ABSTRACT
SHOIMATUL MAGHFIROH. Financial Management and Fishermen
Family Well-Being Recipients BLSM. Supervised by TIN HERAWATI and
ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI.
This study aims to analyze the effect of family characteristics and
financial management of the family well-being recipients fishermen
conditional cash transfer or BLSM. Cross sectional study applied as the
design of research that the location took place at Pantai Mekar village,
Muara Gembong sub-district, Bekasi district. As many as 53 families
involved were selected purposively. The data were collected by interview
and were analyzed using linier regression analysis. The result showed that
more than half of the families (54,7%) had financial management in the
lower category. Level of family well-being both objective and subjective in
the middle category. Factor that significantly affect the objective werlfare is
income per capita and factor that significantly affect subjective well-being is
financial management on implementation phase
Keywords : family well-being, financial management, fishermen family
MANAJEMEN KEUANGAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
NELAYAN PENERIMA BANTUAN LANGSUNG SEMENTARA
MASYARAKAT (BLSM)
SHOIMATUL MAGHFIROH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 sampai Juni 2014 ini
ialah keluarga, dengan judul Manajemen Keuangan dan Kesejahteraan
Keluarga Nelayan Penerima Bantuan Langsung Sementara Masyarakat
(BLSM).
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, pada kesempatan ini penyusun
ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Dr. Tin Herawati, SP., M.Si., dan Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati,
M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi satu dan dua, atas bimbingan,
arahan, bantuan, dan dukungan dalam menyelesaikan proposal penelitian
ini. Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA., selaku dosen pemandu dalam seminar
hasil, serta Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS. dan Ir. MD. Djamaludin, M.Sc.,
selaku dosen penguji dalam ujian skripsi atas kritik dan saran yang diberikan
kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini. Alfiasari, SP., M.Si., selaku
dosen pembimbing akademik yang selalu mendukung dan mengarahkan
dalam hal akademik selama perkuliahan.
Penulis juga tak lupa untuk berterimakasih kepada kedua orangtua
tercinta Ali Mahmudi dan Sri Santoso, serta adik tersayang Mia Ayu
Munfarida atas segala bentuk kasih sayang, dukungan, motivasi, dan doa
yang telah diberikan. Cecep Hidayat S.Hut., atas dukungan, perhatian, dan
motivasi kepada penulis. Terimakasih juga penulis ucapkan untuk Keluarga
Bapak Manan dan Ibu Sarniah, Pak Darman selaku Kepala Desa Pantai
Mekar, serta para Ketua RT 1, 2, dan 3 (Dusun 1) Desa Pantai Mekar yang
telah banyak membantu penulis dalam pengambilan data penelitian.
Kartiyem selaku teman satu tim dalam penelitian yang banyak memberikan
masukan, serta teman-teman tersayang Rachmaniar, Yenni, dan Zulfa yang
selalu memberikan motivasi dan masukan untuk penulis. Seluruh teman-
teman seperjuangan IKK 47 yang telah memberikan dukungan dan
semangat selama proses penyusunan skripsi ini, serta semua pihak yang
belum disebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini dapat bermafaat.
Bogor, September 2014
Shoimatul Maghfiroh
xi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 3
Tujuan 4
Manfaat Penelitian 4
KERANGKA PEMIKIRAN 4
METODE PENELITIAN 6
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 6
Teknik Penarikan Contoh 6
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 7
Pengolahan dan Analis Data 8
Definisi Operasional 9
HASIL 10
Karakteristik Keluarga Nelayan 10
Manajemen Keuangan 12
Kesejahteraan Objektif 14
Kesejahteraan Subjektif 15
Pengaruh Karakteristik Keluarga dan Manajemen Keuangan terhadap
Kesejahteraan Keluarga 16
PEMBAHASAN 17
SIMPULAN DAN SARAN 19
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 22
RIWAYAT HIDUP 29
xii
DAFTAR TABEL
1. Jenis data, variabel, skala data, dan kategori data 7
2. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga 11
3. Sebaran contoh berdasarkan status pekerjaan suami dan jenis perahu 12
4. Sebaran contoh berdasarkan kategori manajemen keuangan 12
5. Sebaran contoh berdasarkan jawaban manajemen keuangan 13
6. Sebaran tingkat kesejahteraan objektif contoh berdasarkan 14 kriteria
kemiskinan menurut BPS 15
7. Sebaran responden berdasarkan kategori kesejahteraan subjektif 16
8. Pengaruh karakteristik keluarga dan manajemen keuangan terhadap
kesejahteraan objektif 16
9. Pengaruh karakteristik keluarga dan manajemen keuangan terhadap
kesejahteraan subjektif 17
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran 6
2. Tahap penarikan contoh 7
DAFTAR LAMPIRAN
1. Penelitian terdahulu terkait topik penelitian 23
2. Sebaran kesejahteraan objektif keluarga berdasarkan 14 kriteria
kemiskinan menurut BPS 26
3. Sebaran contoh berdasarkan jawaban kesejahteraan subjektif 27
4. Uji korelasi seluruh variabel 28
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang dan keluarga yang memiliki
sumberdaya, waktu berlebih, namun memiliki pengaturan sumberdaya yang
sangat rendah dibanding dengan rata-rata individu atau komunitas keluarga
ditempat dimana ia tinggal, baik dalam komunitas lokal, nasional, dan bahkan
internasional (Townsend 1962). Kemiskinan merupakan suatu hal yang dapat
menghambat tercapainya kesejahteraan keluarga. Menurut Chaudry et al. (2009)
terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi kemiskinan, yaitu
ketergantungan rumah tangga, kepemilikan tanah, dan angka harapan hidup.
Kondisi kemiskinan di Indonesia salah satunya terjadi karena adanya kenaikan
harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. BBM sendiri merupakan sumber
bahan bakar dari kegiatan masyarakat sehari-hari. Data BPS (2013) menyebutkan
bahwa sejak Maret 2013 inflasi di Indonesia terus terjadi karena harga berbagai
komoditas naik dan disusul pula dengan kenaikan harga bahan bakar minyak
(BBM) bersubsidi pada Juni 2013. Kondisi tersebut menyebabkan angka
kemiskinan periode Maret hingga September meningkat. Jumlah penduduk miskin
pada September 2013 sebesar 28,55 juta orang atau 11,47 persen, meningkat jika
dibandingkan Maret 2013 yang berjumlah 28,07 juta orang. Hal ini mengalami
peningkatan sekitar 480 ribu orang.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi angka
kemiskinan melalui program–program pengentasan kemiskinan dan
pemberdayaan keluarga. Program yang terkait sebagai kompensasi dari naiknya
harga BBM bersubsidi yaitu penyaluran beras miskin (raskin), Program Keluarga
Harapan (PKH), Bantuan Siswa Miskin (BSM), dan Bantuan Langsung
Sementara Masyarakat (BLSM). Bantuan ini ditujukan untuk kelompok keluarga
miskin yang pada dasarnya mereka jarang memiliki tabungan ataupun akses
terhadap pinjaman saat terjadi ketidakstabilan ekonomi (Hermawan 2013).
Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) merupakan salah satu
bantuan kompensasi dari kenaikan harga BBM bersubsisi yang ditujukan untuk
seluruh keluarga miskin di Indonesia termasuk yang berada di wilayah pesisir.
Wilayah pesisir diketahui memiliki karakteristik yang unik dan memiliki
keragaman potensi sumberdaya alam baik hayati maupun nonhayati yang sangat
tinggi. Potensi sumberdaya yang ada dapat dimanfaatkan oleh penduduk yang
tinggal di wilayah tersebut untuk mencapai kesejahteraan (Muflikhati et al. 2010).
Namun menurut Hanafri (2009) kemiskinan dapat terjadi pada warga termasuk
yang tinggal di wilayah pesisir dan berprofesi sebagai nelayan. Terdapat dua
aliran besar yang melihat faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan pada
nelayan. Pertama, aliran modernisasi yang selalu menganggap persoalan
kemiskinan disebabkan faktor internal masyarakat. Dalam aliran ini, kemiskinan
nelayan terjadi sebagai akibat faktor budaya (kemalasan), keterbatasan
manajemen sumberdaya keluarga serta kondisi sumberdaya alam. Umumnya,
kemiskinan jenis ini disebut dengan kemiskinan kultural dan alamiah. Kedua,
aliran struktural yang selalu menganggap faktor eksternal yang menyebabkan
kemiskinan nelayan. Jadi, menurut aliran ini kemiskinan nelayan bukan karena
budaya atau terbatasnya modal, melainkan karena faktor eksternal yang
menghambat proses mobilitas vertikal mereka.
2
Tujuan utama dari upaya pemerintah selain menurunkan angka kemiskinan
yaitu agar tercapainya kesejahteraan keluarga. Keluarga sejahtera adalah keluarga
yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi
kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota
dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya (Sunarti 2009).
Mencapai kesejahteraan keluarga penting karena merupakan tujuan utama dan
akhir keluarga. Keluarga harus mengelola sumberdaya keluarga serta
menanggulangi masalah keluarga secara efektif agar tercapai kesejahteraan
(Sunarti 2013).
Deacon dan Firebaugh (1988) mendefinisikan sumberdaya sebagai segala
sesuatu yang berada dalam kontrol keluarga yang dapat memenuhi tuntutan
keluarga atau mengantarkan keluarga untuk mencapai tujuan. Berdasarkan
jenisnya, sumberdaya dibagi menjadi dua, yaitu sumberdaya manusia dan
sumberdaya materi. Sumberdaya materi terdiri dari barang atau benda, jasa,
waktu, dan energi. Manajemen keuangan merupakan salah satu komponen dari
manajemen sumberdaya keluarga. Proses manajemen mencakup perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan (monitoring) dan evaluasi. Manajemen keuangan
adalah kegiatan keluarga dalam merencanakan, mengatur penggunaan,
mengawasi, dan mengevaluasi keuangan dan aset keluarga (Sunarti 2013).
Menurut Firdaus (2008), manajemen keuangan keluarga mencakup komunikasi
dalam menggunakan pendapatan. Tujuan dari manajemen keuangan keluarga
adalah menggunakan sumberdaya pribadi dan keuangan untuk menghasilkan
tingkat kepuasan hidup dan membangun cadangan keuangan untuk memenuhi
kebutuhan di masa depan dan mendadak.
Adanya bantuan pemerintah guna meningkatkan kesejahteraan keluarga
seharusnya didukung dengan kemampuan keluarga untuk mengatur dan
mengelola sumberdaya keluarga terutama sumberdaya keuangan dengan baik.
Iskandar (2007) menyatakan bahwa sumberdaya yang dimiliki keluarga maupun
bantuan dari pemerintah tidak akan efektif mencapai tujuan jika sumberdaya
tersebut tidak diatur secara baik melalui manajemen sumberdaya keluarga yang
didalamnya termasuk manajemen keuangan keluarga. Agar pemanfaatan
sumberdaya uang yang terbatas dapat mencapai optimum diperlukan suatu
manajemen keuangan yang baik dan efektif.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS 2008) faktor yang mempengaruhi
kesejahteraan yaitu pendidikan, pendapatan, kepemilikan aset, dan perencanaan.
Sementara itu menurut Hooghe dan Vanhoutte (2011) kesejahteraan subjektif
dipengaruhi oleh usia, modal sosial, dan hidup bersama pasangan. Hasil penilitian
Fajrin (2011) menyebutkan bahwa pengelolaan keuangan keluarga yang baik
berhubungan dengan tingkat pendidikan. Semakin tinggi pendidikan yang
ditempuh oleh anggota keluarga maka akan semakin baik manajemen keuangan
keluarga. Dengan demikian semakin baik manajemen keuangan yang dilakukan
keluarga maka cenderung meningkatkan kesejahteraan keluarga subyektif.
Penelitian tentang nelayan sudah banyak dilakukan. Namun, belum banyak yang
meneliti tentang manajemen keuangan dan kesejahteraan keluarga nelayan
terutama bagi yang menerima BLSM. Berdasarkan hal tersebut, perlu diadakan
penelitian tentang bagaimana keluarga nelayan yang berada di wilayah pesisir
mengatur keuangan keluarga, baik yang bersumber dari pendapatan keluarga dan
3
yang bersumber dari dana BLSM (bantuan pemerintah), serta melihat bagaimana
kesejahteraan keluarga nelayan penerima BLSM.
Rumusan Masalah
Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) ditujukan untuk 15,5
juta keluarga miskin di Indonesia. Keluarga nelayan yang berada di wilayah
pesisir termasuk dalam sasaran dari program BLSM. Data BPS (2010)
menyebutkan bahwa jumlah nelayan miskin di seluruh Indonesia mencapai 25
persen dari total seluruh penduduk miskin di Indonesia. Hal ini disebabkan karena
pendapatan nelayan yang tidak menentu setiap bulannya. Pendapatan nelayan
sangat tergantung pada banyaknya hasil tangkapan yang sangat berfluktuasi sesuai
dengan musim.
Masyarakat pesisir, terutama nelayan tradisional, pada kenyataannya
termasuk pada masyarakat miskin dan tertinggal diantara kelompok masyarakat
lainnya. Kondisi ini tercermin dari masih banyaknya kemiskinan yang dijumpai
pada masyarakat nelayan dan kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah
(Saleha 2008). Adanya faktor musim yang mempengaruhi pendapatan nelayan
dan adanya bantuan dari pemerintah seperti BLSM seharusnya diimbangi dengan
pengelolaan atau manajemen sumberdaya keluarga yang baik, dalam hal ini
manajemen sumberdaya keuangan. Pentingnya mengatur sumberdaya keluarga
dengan baik adalah agar keluarga dapat bertahan dalam menjalankan kegiatannya
sehari-hari terutama saat masa krisis datang, sehingga dengan adanya sumberdaya
yang terbatas maupun sumberdaya tambahan dari program bantuan pemerintah
dapat bermanfaat secara optimal dengan pengelolaan yang baik (Herawati 2012).
Namun pada kenyataannya keluarga miskin masih jarang melakukan pengelolaan
sumberdaya keluarga dengan baik (Rusydi 2011). Hal ini dipengaruhi oleh
minimnya pengetahuan keluarga miskin tentang pentingnya mengelola
sumberdaya keluarga, sehingga kehidupan keluarga miskin cenderung tidak
banyak mengalami perubahan.
Adanya bantuan juga seharusnya dapat membantu keluarga untuk
mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih baik dari sebelumnya jika dapat
melakukan pengelolaan keuangan dengan baik dan efektif. Negara berkembang
yang lain pun sudah menerapkan program serupa BLSM dengan nama yang
berbeda-beda pula. Program serupa di negara lain dikenal dengan istilah cash
conditional transfer (CCT). Di Meksiko sebagai contoh terdapat program
PROGRESSA yang bertujuan untuk memperbaiki bidang pendidikan, kesehatan,
dan status gizi keluarga miskin, terutama bagi anak dan ibunya. Hasilnya
menunjukkan bahwa CCT PROGRESSA dapat memberikan insentif yang dinilai
cukup efektif untuk perkembangan sumberdaya manusia pada kelompok keluarga
miskin (de Janvry dan Sadoulet 2004).
Sebanyak 23 Kecamatan di Kabupaten Bekasi yang mendapatkan dana
BLSM termasuk di Kecamatan Muara Gembong yang merupakan daerah pesisir.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan yang tinggal di wilayah pesisir juga
dapat dikatakan memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan rendahnya tingkat
pendidikan, produktivitas dan pendapatan. Salah satu wilayah pesisir yang cukup
memprihatinkan yaitu di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa
Barat. Sebanyak 3.605 keluarga di daerah ini mendapatkan BLSM.
4
Sehubungan dengan penyaluran dana BLSM ke keluarga nelayan tersebut
maka perlu dilakukan penelitian untuk menjawab beberapa pertanyaan seperti :
1. Bagaimana karakteristik keluarga nelayan penerima BLSM?
2. Bagaimana manajemen keuangan keluarga nelayan penerima BLSM?
3. Bagaimana kesejahteraan keluarga nelayan penerima BLSM?
4. Bagaimana pengaruh karakteristik dan manajemen keuangan terhadap
kesejahteraan keluarga nelayan?
Tujuan
Tujuan umum dari peneilitian ini yaitu untuk menganalisis manajemen
keuangan dan kesejahteraan keluarga nelayan penerima Bantuan Langsung
Sementara Masyarakat (BLSM). Adapun tujuan khususnya adalah sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga nelayan penerima BLSM.
2. Mengidentifikasi manajemen keuangan keluarga nelayan penerima BLSM.
3. Mengidentifikasi kesejahteraan keluarga nelayan penerima BLSM.
4. Menganalisis pengaruh karakteristik dan manajemen keuangan terhadap
kesejahteraan keluarga nelayan.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menyediakan informasi di
bidang penelitian keluarga mengenai manajemen keuangan keluarga dan
kesejahteraan keluarga nelayan. Selain itu penelitian juga diharapkan dapat
memberikan informasi bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan dan
menghasilkan solusi yang lebih efektif dalam pengambilan tindakan terhadap
keluarga nelayan.
KERANGKA PEMIKIRAN
Pembangunan nasional pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan keluarga. Namun dengan adanya kenaikan harga Bahan Bakar
Minyak (BBM) bersubsidi ini semua harga bahan pangan menjadi naik akibat
biaya transportasi yang juga meningkat. Akibatnya semakin memperparah
terjadinya kemiskinan. Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dapat
menghambat tujuan utama keluarga yaitu kesejahteraan keluarga. Pemerintah
Indonesia mengeluarkan program kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan
akibat kenaikan harga BBM bersubsidi guna meningkatkan kesejahteraan
keluarga, yakni program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).
BLSM juga diberikan untuk keluarga nelayan.
Karakteristik keluarga merupakan input bagi proses manajemen, dalam hal
ini terutama manajemen keuangan, dan kesejahteraan merupakan output dari
proses manajemen. Proses manajemen berlangsung jika ada perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian atas penggunaan input serta evaluasi terhadap
tindakan manajemen secara keseluruhan. Menurut Deacon dan Firebaugh (1988)
manajemen merupakan alat dasar untuk mencapai tujuan dengan menggunakan
sumberdaya yang tersedia. Suatu proses manajemen dikatakan berhasil jika
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan, dengan melakukan manajemen
5
kehidupan seseorang bisa teratur dan efektif. Manajemen sumberdaya keluarga
(dalam penelitian ini adalah manajemen keuangan) dikatakan berhasil jika
keluarga dapat mencapai tujuan dengan menggunakan sumberdaya yang ada.
Manajemen keuangan mencerminkan kemampuan keluarga dalam mengelola
sumberdaya materi yang dimiliki. Proses manajemen ini penting untuk dilakukan
keluarga agar keluarga dapat bertahan dalam situasi krisis.
Menurut Puspitawati (2012) terdapat tiga tahapan dalam manajemen
keuangan keluarga, yaitu perencanaan, pelaksanaan, serta monitoring dan
evaluasi. Menurut Deacon dan Firebaugh (1988) perencanaan berarti serangkaian
pengambilan keputusan yang berorientasi masa depan. Pelaksanaan merupakan
aktivitas menjalankan perencanaan. Pelaksanaan juga mencakup pengawasan
terhadap aktivitas. Proses terakhir yaitu monitoring dan evaluasi untuk
pengawasan terhadap aktivitas dan menilai pencapaian tujuan (rencana). Faktor
yang mempengaruhi manajemen keuangan adalah usia, pendidikan, dan
pendapatan. Semakin matang usia dan semakin tinggi pendidikan akan
memberikan peluang bagi seseorang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih
baik sehingga pendapatan keluarga meningkat dan manajemen keuangan semakin
baik.
Secara umum, tujuan dari keluarga adalah terciptanya kesejahteraan
keluarga yang merupakan hasil akhir dari proses manajemen. Menurut
Puspitawati (2012) dimensi kesejahteraan keluarga sangat luas dan kompleks.
Taraf kesejahteraan tidak hanya berupa ukuran yang terlihat (fisik dan kesehatan)
tapi juga yang tidak dapat dilihat (spiritual). Oleh karenanya, indikator
kesejahteraan keluarga dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kesejahteraan
keluarga objektif yang dapat terlihat secara kuantitatif, dan kesejahteraan keluarga
subjektif yang terlihat secara kualitatif. Konsep kesejahteraan juga dapat dikaitkan
dengan konsep kebutuhan (needs), khususnya mengenai pemenuhannya.
Keterkaitan antara konsep kesejahteraan dan konsep kebutuhan adalah dengan
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka seseorang sudah dapat dinilai
sejahtera karena tingkat kebutuhan tersebut secara tidak langsung sejalan dengan
indikator kesejahteraan.
Kesejahteraan objektif dipengaruhi oleh pendapatan (Muflikhati et al.
2010). Sementara itu, kesejahteraan subjektif dipengaruhi oleh pendidikan, usia,
pendapatan, dan manajemen keuangan. Semakin tinggi pendidikan maka
manajemen keuangan semakin baik, semakin tinggi pendidikan dan pendapatan
maka kesejahteraan keluarga semakin baik, dan semakin baik manajemen
keuangan maka kesejahteraan keluarga (objektif dan subjektif) semakin
meningkat (Rambe 2008, Fajrin 2011, dan Rusydi 2011). Kerangka pemikiran
terkait karakteristik keluarga, dan manajemen keuangan dalam hubungannya
dengan kesejahteraan keluarga dapat dilihat dalam Gambar 1.
6
Gambar 1. Kerangka pemikiran
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Desain penelitian ini adalah cross sectional study yaitu penelitian yang
dilakukan dalam satu waktu tertentu, tidak berkesinambungan dalam jangka
waktu yang panjang. Lokasi atau tempat penelitian dilaksanakan di Desa Pantai
Mekar, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi
penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena beberapa alasan. Pertama,
Kabupaten Bekasi merupakan kabupaten yang mengalami peningkatan angka
kemiskinan hingga dua kali lipat per tahun akibat adanya bencana alam seperti
banjir, dengan adanya bencana tersebut menyebabkan terhambatnya aktifitas
produksi ekonomi keluarga, sehingga keluarga dapat dikatakan miskin. Kedua,
Kecamatan Muara Gembong merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten
Bekasi yang berada di wilayah pesisir utara dan termasuk ke dalam salah satu
kecamatan yang menjadi rawan terhadap bencana banjir. Ketiga, Desa Pantai
Mekar memiliki jumlah penduduk berprofesi sebagai nelayan yang tinggal
menetap (tidak berpindah-pindah). Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada
bulan April - Mei 2014.
Teknik Penarikan Contoh
Populasi penelitian ini adalah seluruh keluarga nelayan yang mendapatkan
Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Penarikan contoh
menggunakan metode non-probability sampling dengan teknik purposive, yaitu
contoh dipilih berdasarkan pekerjaan utama sebagai nelayan dan mendapatkan
dana BLSM minimal satu kali pada tahun 2013. Jumlah contoh dalam penelitian
ini yaitu sebanyak 53 keluarga. Adapun tahapan penarikan contoh dapat dilihat
pada Gambar 2.
Karakteristik Keluarga
Nelayan:
- Usia istri
- Usia suami
- Status pekerjaan istri
- Status pekerjaan suami
- Lama pendidikan istri
- Lama pendidikan suami
- Besar keluarga
- Pendapatan keluarga
- Jenis alat tangkap
- Jenis perahu
Manajemen keuangan :
- Perencanaan
- Pelaksanaan - Monitoring dan
evaluasi
Kesejahteraan
Keluarga :
- Objektif
- Subjektif
7
Gambar 2. Tahap penarikan contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer. Data primer yaitu data yang
diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner. Kuesioner berisi
karakteristik keluarga yang terdiri dari usia, status pekerjaan, lama pendidikan,
besar keluarga, dan pendapatan keluarga. Adapun variabel dan skala data dapat
terlihat dalam Tabel 1.
Tabel 1 Jenis data, variabel, skala data, dan kategori data Variabel Skala data Keterangan
Karakterisitk keluarga :
- Usia suami-istri Rasio
- Status pekerjaan istri Nominal [1] = Bekerja
[2] = Tidak bekerja
- Status pekerjaan suami Nominal [1] = Nelayan pemilik
[2] = Nelayan buruh
- Lama pendidikan Rasio
- Besar keluarga Rasio
- Pendapatan keluarga Rasio
Manajemen Keuangan Keluarga Ordinal
[1] = Tidak pernah
[2] = Kadang-kadang
[3] = Sering
Kesejahteraan Keluarga :
- Kesejahteraan Objektif Ordinal [0] = Tidak
[1] = Ya
- Kesejahteraan Subjektif Ordinal [1] = Sangat Tidak Puas
[2] = Tidak puas
[3] = Cukup puas
[4] = Puas
[5] = Sangat Puas
Kabupaten Bekasi
Kecamatan Muara Gembong
(5 desa)
Desa Pantai Mekar (8 RW)
RW 01
n = 53
Purposive
Purposive
Purposive
Purposive
Purposive
8
Kuesioner juga berisi tentang manajemen keuangan keluarga yang diacu
dan dimodifikasi dari Puspitawati (2012) dengan Cronbach Alpha sebesar 0,777,
kesejahteraan objektif yang diukur dari 14 kriteria kemiskinan menurut BPS, dan
kesejahteraan subjektif keluarga nelayan yang diacu dan dimodifikasi dari
Simanjuntak (2010) dengan Cronbach Alpha sebesar 0,801.
Pengolahan dan Analis Data
Data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan proses editing, coding,
scoring, entry, cleaning, serta analyzing menggunakan Microsoft Excel dan SPSS
for windows. Instrumen penelitian di uji validitas dan reliabilitasnya
menggunakan SPSS for Windows. Analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu :
1. Analisis statistik deskriptif (minimum, maksimum, rata-rata, standar deviasi,
dan frekuensi) digunakan untuk menggambarkan :
a) Karakteristik keluarga (usia suami-istri, pekerjaan istri, status pekerjaan
suami, lama pendidikan suami-istri, besar keluarga, dan pendapatan per
kapita).
b) Manajemen keuangan keluarga, terdiri atas 3 subitem level yaitu
perencanaan (13 pertanyaan), pelaksanaan (14 pertanyaan), serta monitoring
dan evaluasi (4 pertanyaan). Setiap butir pertanyaan disediakan 3 jawaban,
yaitu tidak pernah diberi skor 1, kadang-kadang diberi skor 2, dan sering
diberi skor 3. Oleh karena ketiga subitem level memiliki jumlah pertanyaan
yang tidak sama, maka masing-masing skor ditransformasikan ke dalam
bentuk indeks, dengan rumus sebagai berikut:
Indeks = Skor yang dicapai – skor terendah x 100
skor tertinggi – skor terendah
Selanjutnya indeks masing-masing subitem level dirata-ratakan jumlahnya,
sehingga diperoleh skor total indeks manajemen keuangan. Secara
keseluruhan penerapan manajemen keuangan keluarga dikelompokkan
menjadi tiga kelompok dengan cut off yang digunakan pada setiap selang
kategori untuk variabel ini yaitu:
a. Rendah : < 60
b. Sedang : 60-80
c. Tinggi : > 80
c) Kesejahteraan keluarga objektif terdiri dari 14 pertanyaan semi tertutup
berdasarkan modifikasi dari 14 kriteria kemiskinan penerima Bantuan
Langsung Tunai (BLT) menurut BPS. Jika kriteria terpenuhi (Ya) skor
adalah 1, dan jika kriteria tidak terpenuhi (Tidak) skor adalah 0, sehingga
dapat dikatakan bahwa rentang skor 1-14 adalah miskin hingga sangat
miskin. Kemudian skor tersebut diinvers untuk mengetahui tingkat
kesejahteraan dan dihitung nilai indeksnya menggunakan rumus indeks
yang sama dengan variabel manajemen keuangan. Jika memenuhi 14
kriteria maka tingkat kesejahteraan adalah sama dengan 0 atau sangat tidak
sejahtera, dan apabila tidak memenuhi kriteria sama sekali maka tingkat
kesejahteraan adalah 100 atau sangat sejahtera. Cut off yang digunakan
dalam variabel ini pun sama dengan cut off yang digunakan pada variabel
manajemen keuangan.
9
d) Kesejahteraan keluarga subjektif, terdiri atas 20 pertanyaan berdasarkan
modifikasi dari instrumen Simanjuntak (2010). Setiap butir pertanyaan
disediakan 5 jawaban terkait kepuasan, yaitu sangat tidak puas diberi skor 1,
tidak puas diberi skor 2, cukup puas diberi skor 3, puas diberi skor 4, dan
sangat puas diberi skor 5. Selanjutnya skor masing-masing dijumlahkan dan
diperoleh skor total. Berdasarkan skor yang diperoleh selanjutnya skor
ditransformasikan ke dalam bentuk indeks, dengan rumus yang sama seperti
pada variabel manajemen keuangan. Secara keseluruhan kesejahteraan
subjektif dikelompokkan menjadi tiga kelompok dengan cut off yang
digunakan pada setiap selang kategori untuk variabel ini sama dengan cut
off pada variabel manajemen keuangan.
2. Analisis inferensia yang digunakan adalah uji regresi linier berganda yang
digunakan untuk melihat pengaruh karakteristik keluarga dan manajemen
keuangan terhadap kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif. Adapun
persamaan regresi linier berganda dalam penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut :
a. Model regresi kesejahteraan objektif :
Y = β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+β5X5+β6X6+β7X7+β8X8+D1+D2+E
b. Model regresi kesejahteraan subjektif :
Y = β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+β5X5+β6X6+β7X7+D1+E
Keterangan :
Y = Kesejahteraan Objektif (skor 14 kriteria kemiskinan)
β = koeffisien regresi
E = error
X1 = usia suami (tahun)
X2 = lama pendidikan istri (tahun)
X3 = lama pendidikan suami (tahun)
X4 = besar keluarga (orang)
X5 = pendapatan per kapita (rupiah/bulan)
X6 = manajemen keuangan tahap perencanaan (skor)
X7 = manajemen keuangan tahap pelaksanaan (skor)
X8 = manajemen keuangan tahap monitoring dan evaluasi (skor)
D1 = status pekerjaan istri (0=tidak bekerja; 1=bekerja)
D2 = status pekerjaan suami (0=nelayan buruh; 1=nelayan pemilik)
Definisi Operasional
Keluarga nelayan adalah keluarga yang suami atau kepala keluarga bekerja sebagai nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seharai-hari.
Usia adalah lama hidup responden yang dinyatakan dalam tahun.
10
Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di
suatu unit usaha atau kegiatan yang diukur berdasarkan bekerja dan tidak
bekerja (untuk istri) serta nelayan pemilik dan nelayan buruh (untuk suami).
Lama pendidikan adalah jumlah waktu yang telah ditempuh oleh individu dalam
keluarga untuk memperoleh pendidikan yang diukur dalam tahun.
Besar keluarga adalah banyaknya individu dalam satu keluarga dimana
dikatakan sedikit jika terdiri dari 1-4 orang, dikatakan sedang jika terdiri
dari 5-7 orang, dan dikatakan besar jika terdiri lebih dari 7 orang.
Pendapatan keluarga adalah imbalan yang diterima oleh keluarga dari pekerjaan
yang dilakukannya untuk mencari nafkah dalam bentuk uang (rupiah) yang
diukur dari semua pendapatan yang diterima oleh semua anggota keluarga
dalam rupiah per bulan.
Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) adalah salah satu program
kompensasi karena terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
bersubsidi.
Manajemen keuangan adalah kegiatan keluarga dalam membuat perencanaan,
pelaksanaan, dan melakukan monitoring dan evaluasi keuangan atau
pendapatan yang diukur berdasarkan kusioner manajemen keuangan dalam
setiap tahapan dengan skala ordinal.
Kesejahteraan objektif adalah tingkat pemenuhan kebutuhan dasar dan
perkembangan secara objektif, yaitu mengacu pada standar normatif dan
ideal yang diukur dari 14 kriteria kemiskinan berdasarkan penerima Bantuan
Langsung Tunai (BLT) menurut BPS dimana semakin memenuhi 14
kriteria, maka keluarga semakin miskin.
Kesejahteraan subjektif adalah kepuasan istri terhadap tingkat pemenuhan
kesejahteraan yang ditunjukkan secara objektif yang diukur menggunakan
indikator kesejahteraan berdasarkan skala ordinal.
HASIL
Karakteristik Keluarga Nelayan
Hasil penelitian dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata usia istri
adalah 40,46 tahun dan rata-rata usia suami adalah 47,41 tahun. Menurut BPS
(2012) rataan usia tersebut termasuk dalam tahapan usia produktif untuk
kelompok usia 40-44 tahun dan 45-49 tahun. Lebih dari tiga per empat istri
(88,8%) dan suami (88,7%) memiliki tingkat pendidikan rendah, mulai dari tidak
tamat Sekolah Dasar (SD) hingga tamat SD. Besar keluarga rata-rata adalah 5,44
orang. Menurut BKKBN (2005) rataan tersebut termasuk dalam kategori keluarga
sedang.
Pendapatan keluarga nelayan tidak menentu karena bergantung dengan
lamanya musim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan
nelayan saat musim banyak ikan adalah sebesar Rp14.200.000, rata-rata
pendapatan saat musim biasa adalah Rp9.460.000, dan rata-rata pendapatan saat
musim paceklik (susah mendapatkan ikan) adalah Rp3.710.000. Sementara itu
11
rata-rata total pendapatan keluarga nelayan dalam penelitian ini yaitu sebesar
Rp3.280.000 per bulan, sedangkan pendapatan per kapita keluarga per bulan rata-
rata sebesar Rp647.930 angka tersebut cukup jauh diatas garis kemiskinan
Kabupaten Bekasi yaitu sebesar Rp300.013. Namun jika dilihat dari nilai
minimum sebaran (Rp116.670) masih terdapat keluarga (16,7%) yang berada
dibawah garis kemiskinan.
Lebih dari seperempat responden atau istri (28,3%) memiliki pekerjaan
yaitu dengan membuka warung. Alasan mereka membuka warung adalah untuk
membantu keadaan ekonomi keluarga. Sementara sisanya (71,7%) memilih untuk
tidak bekerja (ibu rumah tangga) dengan alasan tidak memiliki modal serta tidak
memiliki kemampuan untuk membuka warung atau usaha.
Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga
Variabel Minimum Maksimum Rata-rata ±
Standar Deviasi
Usia istri (tahun) 24 67 40,2 ± 9,8
Usia suami (tahun) 26 75 47,1 ± 10,4
Pendidikan istri (tahun) 0 12 4,4 ± 2,8
Pendidikan suami (tahun) 0 12 4,2 ± 2,7
Besar keluarga (orang) 2 14 5,4 ± 2,1
Pendapatan keluarga (Rp/bulan) 525.000 10.000.000 3.280.000 ± 2.169.636
Pendapatan per kapita (Rp/bulan) 116.670 2.143.500 647.930 ± 440.088,8
Status pekerjaan nelayan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu
nelayan pemilik dan nelayan buruh. Hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukkan
bahwa lebih dari tiga per empat suami responden (86,8%) berstatus sebagai
nelayan pemilik dan 13,2 persen suami responden berstatus sebagai nelayan
buruh. Perahu yang digunakan kebanyakan adalah Perahu Motor Tempel (PMT)
dengan mesin 5 hingga 22 PK (Paarden Kracht atau Daya Kuda). Ada pula yang
menggunakan Kapal Motor dengan mesin 5 hingga 20 gross ton (GT) namun
kebanyakan adalah nelayan buruh. Alat tangkap yang digunakan juga beragam
sesuai dengan jenis perahu. Semakin besar perahu, maka alat tangkapnya semakin
besar dan banyak seperti jaring rampus, jaring rajungan, jaring ikan kakap, dan
jaring kepiting.
Hasil penelitian menunjukkan semakin kecil perahu maka alat tangkap
yang digunakan jumlahnya juga semakin sedikit. Contohnya seperti jaring ramat
saja, atau jaring rajungan saja, atau bubu saja (alat untuk menangkap kepiting).
Hasil penelitian juga menemukan bahwa rata-rata nelayan dengan usaha perahu
kecil tidak memiliki penghasilan yang cukup besar. Hal ini dikarenakan perahu
dan alat tangkap mereka hanya dapat menjangkau daerah pinggiran saja. Beberapa
suami responden yang berprofesi sebagai nelayan kecil dan nelayan buruh
terkadang juga melakukan pekerjaan sampingan selain menjadi nelayan.
Pekerjaan sampingan yang ditekuni yaitu seperti menjadi ketua RT, menjadi
buruh nelayan, berdagang, dan membuka usaha lain seperti bengkel. Hal ini
dilakukan kepala keluarga untuk menambah penghasilan yang terkadang sangat
minim.
12
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan status pekerjaan suami dan jenis
perahu Jenis Perahu Status Pekerjaan
Total Nelayan
Pemilik
Nelayan
Buruh
n % n % n %
Kapal Motor 5,5-20 GT 1 1,9 2 3,8 3 5,7
Perahu Motor Tempel 5,5-22 PK 27 50,9 5 9,4 32 60,3
Perahu Motor Tempel 5 PK 15 28,3 0 0 15 28,3
Perahu Tanpa Motor 3 5,7 0 0 3 5,7
Total 46 86,8 7 13,2 53 100
Manajemen Keuangan
Manajemen Keuangan Keluarga
Manajemen keuangan keluarga terdiri dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan monitoring dan evaluasi. Hasil penelitian pada Tabel 4
menunjukkan lebih dari separuh responden (54,7%) melakukan manajemen
keuangan tahap perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring dan evaluasi dengan
kategori rendah dan sebanyak 41,5 persen responden melakukan manajemen
keuangan tahap perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring dan evaluasi dengan
kategori sedang. Manajemen keuangan keluarga termasuk dalam kategori rendah
apabila keluarga tidak pernah melakukan ketiga tahap manajemen keuangan,
dikatakan sedang apabila keluarga melakukan ketiga tahap manajemen keuangan
dalam intensitas kadang-kadang, dan dikatakan tinggi apabila melakukan ketiga
tahap manajemen keuangan dalam intensitas sering.
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan kategori manajemen keuangan
Kategori Manajemen
Keuangan tahap
Perencanaan
Manajemen
Keuangan tahap
Pelaksanaan
Manajemen
Keuangan tahap
Monitoring dan
Evaluasi
Total
n % n % n % n %
Rendah (<60) 29 54,7 29 54,7 29 54,7 29 54,7
Sedang (60-80) 22 41,5 22 41,5 22 41,5 22 41,5
Tinggi (>80) 2 3,8 2 3,8 2 3,8 2 3,8
Total 53 100 53 100 53 100 53 100
Min - Maks. 15 – 96 30 – 83 37 – 100 35-93
Rataan ± SD 56,8 ± 15,4 51,5 ± 15,5 71,9 ± 13,1 59,9 ± 11,3
Berdasarkan hasil penelitian dalam manajemen keuangan tahap
perencanaan menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga (50,9%) tidak
pernah merencanakan menabung untuk masa depan, lebih dari tiga per empat
keluarga tidak pernah melaksanakan perencanaan warisan (75,5%), dan tidak
pernah memiliki anggaran tertulis setiap minggu atau setiap bulan (86,8%).
Meskipun demikian sebesar 90,6 persen keluarga sering membuat prioritas
kebutuhan yang paling utama dan lebih dari tiga per empat keluarga (75,5%)
sering membuat perencanaan keuangan dan sering memikirkan resiko dalam
mengambil hutang atau kredit (Tabel 5).
13
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jawaban manajemen keuangan
No. Pernyataan
Pilihan jawaban
TP
(%)
KK
(%)
S
(%)
Perencanaan 1. Membuat perencanaan keuangan keluarga 9,4 15,1 75,5 2. Memiliki tujuan keuangan (jangka pendek, menengah dan panjang)
seperti belanja makanan sehari-hari, biaya sekolah anak, membeli
perabotan/kendaraan dan naik haji
7,5 41,5 50,9
3. Melakukan diskusi dengan anggota keluarga (suami atau anak) dalam perencanaan keuangan
13,2 22,6 64,2
4. Membuat prioritas kebutuhan yang paling utama 3,8 5,7 90,6
5. Menetapkan anggaran belanja maksimal dalam pengalokasian
keuangan
22,6 45,3 32,1
6. Memperkirakan biaya hidup sehari-hari 15,1 15,1 69,8
7. Membuat biaya anggaran tidak terduga, seperti kegiatan sosial,
orang yang membutuhkan, sakit, dll.
41,5 37,7 20,8
8. Menetapkan alokasi biaya pengeluaran yang cukup besar seperti biaya anak sekolah, pernikahan, khitanan, syukuran, dll.
20,8 52,8 26,4
9. Menganggarkan biaya pendidikan dan kesehatan anak 26,4 43,4 30,2
10. Memikirkan resiko dalam mengambil hutang/kredit sebelum
pengambilan keputusan
5,7 18,9 75,5
11. Merencanakan menabung untuk masa depan 50,9 35,8 13,2
12. Memiliki perencanaan warisan 75,5 17,0 7,5
13. Memiliki anggaran tertulis setiap minggu atau setiap bulan 86,8 1,9 11,3
Pelaksanaan 1. Mencatat semua pendapatan dan pengeluaran sehari-hari 86,8 0 13,2
2. Membeli barang dan atau jasa yang sudah direncanakan. 13,2 18,9 67,9 3. Menghemat anggaran belanja untuk hal-hal khusus seperti membeli
alat elektronik, dll.
20,8 52,8 26,4
4. Memasukkan/memisahkan uang kedalam amplop-amlop/tempat
yang sudah dikategorikan
66,0 5,7 28,3
5. Menyisihkan sebagian uang belanja untuk menabung 28,3 34,0 37,7
6. Menabung pada saat musim banyak ikan (uang dan barang) 37,7 34,0 28,3
7. Menabung untuk masa depan (misalkan khusus untuk pendidikan) 49,1 39,6 11,3
8. Membeli sesuatu yang sebenarnya tidak perlu* 30,2 34,0 35,8 9. Menyimpan tabungan sendiri untuk hari tua 90,6 5,7 3,8
10. Membeli barang untuk berinvestasi (perhiasan, kendaraan, rumah,
lahan yang bernilai ekonomi, perahu, dll)
43,4 32,1 24,5
11. Melakukan penghematan keuangan 3,8 54,7 41,5
12. Memilih berhutang dengan resiko yang paling rendah 3,8 17,0 79,2
13. Menabungkan segera uang sisa pendapatan tidak terduga/bonus 24,5 24,5 51,0
14. Membayar barang sewaan/gadaian dan biaya hidup lainnya tepat
waktu setiap bulannya (misal SPP anak, listrik, dll)
17,0 9,4 73,6
15. Mengajarkan pengelolaan keuangan kepada anggota keluarga 20,8 9,4 69,8
Monitoring dan Evaluasi 1. Melakukan diskusi untuk menyelesaikan masalah keuangan dengan
keluarga (suami, istri, anak)
5,7 5,7 88,6
2. Membandingkan antara pendapatan dan pengeluaran 3,8 24,5 71,7
3. Mengevaluasi pengeluaran keuangan sesuai dengan rencana 11,3 47,2 41,5
4. Merubah perencanaan anggaran yang tidak sesuai 22,6 58,5 18,9
Keterangan : TP = Tidak Pernah ; KK = Kadang-kadang ; S = Sering
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam tahap pelaksanaan manajemen
keuangan lebih dari tiga per empat keluarga (86,8%) tidak pernah mencatat
pendapatan dan pengeluaran sehari-hari, lebih dari tiga per empat keluarga (90,6%) tidak pernah menyimpan tabungan sendiri untuk hari tua. Meskipun
demikian, lebih dari dua per tiga keluarga (67,9%) sering membeli barang dan
atau jasa yang sudah direncanakan, sering memilih berhutang dengan resiko yang
paling rendah (79,2%), dan sering membayar barang sewaan/gadaian dan biaya
14
hidup tepat waktu setiap bulan (73,6%), dan sering mengajarkan pengelolaan
keuangan kepada anggota keluarga (69,8%).
Manajemen keuangan dalam tahap monitoring dan evaluasi menunjukkan
bahwa lebih dari dua per lima keluarga (47,2%) kadang-kadang mengevaluasi
pengeluaran keuangan sesuai dengan rencana dan kadang-kadang merubah
perencanaan anggaran yang tidak sesuai. Meskipun demikian lebih dari dua per
tiga keluarga sering melakukan diskusi untuk menyelesaikan masalah keuangan
dengaan keluarga (88,6%), dan sering membandingkan antara pendapatan dan
pengeluaran (71,7%). Hal ini dapat dilihat dalam Tabel 5.
Pemanfaatan Dana Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM)
Sebaran frekuensi keluarga yang mendapatkan dana BLSM dalam
penelitian ini yaitu sebanyak 84,9 persen responden pernah mendapatkan dana
BLSM dua kali sejumlah masing-masing Rp300.000, sedangkan 15,1 persen
responden mendapatkan dana BLSM satu kali. Hampir seluruh responden (94,3%)
memakai dana BLSM untuk membeli kebutuhan pokok sehari-hari, sisanya
digunakan untuk kebutuhan pendidikan, bayar hutang, membeli barang (untuk
modal nelayan atau alat tangkap nelayan), untuk usaha warung, dan untuk
beramal dengan dibagikan kepada anak-anak atau orang tua.
Sebanyak 56,6 persen responden menghabiskan dana BLSM dalam waktu
satu hingga dua hari dari saat mendapatkan dana. Dana tersebut langsung
digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari dan untuk pendidikan anak.
Sebanyak 22,7 persen menghabiskan dana dalam waktu tiga hingga lima hari, dan
20,7 persen keluarga menghabiskan dana dalam waktu tujuh hingga 14 hari.
Seluruh responden merasakan manfaat dari dana BLSM, meskipun dana BLSM
hanya mendukung rata-rata sebesar 6,4 persen dari total pendapatan keluarga per
bulan. Manfaat yang dirasakan responden yaitu dengan adanya dana BLSM maka
berguna sebagai tambahan untuk membeli dan mencukupi kebutuhan sehari-hari
serta terbantu untuk biaya pendidikan. Keluhan yang berkaitan dengan dana
BLSM dirasakan oleh sebanyak sebelas responden (20,8%). Keluhan yang
dirasakan oleh responden yaitu terkait jumlah yang sedikit, tempat pengambilan
yang jauh, dan administrasi yang rumit. Selain itu juga responden merasa
pembagian dana tidak merata dan dana tersebut sudah tidak turun lagi atau
bantuan tidak diberikan secara berkelanjutan.
Kesejahteraan Objektif
Kesejahteraan objektif dalam penelitian ini dilihat berdasarkan 14 kriteria
kemiskinan menurut BPS. Hasil penelitian (Tabel 6) menunjukkan bahwa lebih
dari separuh keluarga (50,9%) memiliki tingkat kesejahteraan objektif pada
kategori sedang. Berdasarkan hasil penelitian, kriteria kemiskinan tentang luas
lantai per anggota rumah tangga rata-rata memiliki luas kurang dari 8m2
yaitu
sebanyak 47,2 persen. Lebih dari dua per tiga keluarga (62,3%) memiliki jenis
lantai rumah berupa tanah. Hal ini dikarenakan tempat tinggal yang sangat dekat
dengan sungai yang juga dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga jika air
pasang akan masuk ke dalam rumah dan membuat keluarga cenderung enggan
memperbaikinya. Sebanyak 32,1 persen keluarga memiliki rumah dengan dinding
yang terbuat dari papan, tembok yang belum diplester, dan tembok. Lebih dari
dua per tiga (83,0%) keluarga tidak memiliki MCK. Keluarga menggunakan
15
sungai sebagai tempat MCK karena letaknya yang cukup dekat. Hampir seluruh
keluarga (96,2%) membeli galon sebagai air minum keluarga karena kondisi air
sumur payau sehingga tidak dapat digunakan untuk minum dan memasak, hanya
beberapa keluarga saja yang menggunakan air sumur dan terkadang air hujan
sebagai sumber air minum.
Seluruh keluarga sudah menggunakan listrik sebagai sumber penerangan
utama. Hampir seluruh keluarga (94,3%) menggunakan gas sebagai bahan bakar
untuk memasak. Sementara itu lebih dari dua per tiga keluarga (73,6%) memiliki
frekuensi makan kurang dari 2 kali sehari. Lebih dari separuh keluarga (54,7%)
tidak mampu membeli daging/ayam/susu dalam seminggu. Sebanyak 96,2 persen
keluarga mampu membeli pakaian baru dalam satu tahun untuk anggota rumah
tangga minimal satu kali dalam setahun.
Tabel 6 Sebaran tingkat kesejahteraan objektif keluarga berdasarkan 14
kriteria kemiskinan menurut BPS Kategori Jumlah responden %
Rendah (<60) 24 45,3
Sedang (60-80) 27 50,9
Tinggi (>80) 2 3,8
Total 53 100,0
Min – Max 28,0 – 85,0
Rataan ± SD 60,8 ± 13,1
Hampir seluruh keluarga (98,1%) mampu berobat ke puskemas saat sakit
karena adanya kartu jaminan kesehatan untuk berobat secara gratis. Seluruh
kepala rumah tangga memiliki pekerjaan sebagai nelayan. Namun, sebanyak 73,6
persen termasuk dalam kelompok nelayan kecil. Lebih dari separuh kepala rumah
tangga (62,3%) memiliki pendidikan rendah atau tidak tamat SD. Hampir seluruh
keluarga (96,2%) memiliki aset berharga lebih dari Rp500.000. Sebaran keluarga
berdasarkan 14 kriteria kemiskinan menurut BPS dapat dilihat dalam Lampiran 2.
Kesejahteraan Subjektif
Hasil penelitian (Tabel 7) menunjukkan bahwa lebih dari separuh
responden (64,2%) memiliki kesejahteraan subjektif dalam kategori sedang dan
35,8 persen responden memiliki kesejahteraan subjektif dalam kategori rendah.
Rata-rata responden atau istri sudah puas dengan ketentraman keluarga (69,8%),
kesehatan fisik keluarga (75,5%), hubungan dan komunikasi dengan suami
(79,2%), lebih dari dua per tiga istri (77,4%) merasa puas dengan menyatakan
bahagia dalam perkawinan, dan merasa puas dengan dukungan dorongan, serta
motivasi yang diberikan suami (73,6%). Selain itu juga lebih dari dua per tiga istri
(73,6%) merasa puas memiliki hubungan yang baik dengan tetangga.
Responden masih memiliki ketidak puasan dalam beberapa hal seperti
kondisi keadaan tempat tinggal (35,9%). Sebanyak lebih dari satu per tiga
responden (39,6%) merasa tidak puas dengan keadaan keuangan keluarga.
Sementara itu lebih dari dua per lima responden (41,5%) tidak puas dengan
kondisi kebersihan rumah yang selalu kotor saat air pasang, dan hampir separuh
dari responden (49,1%) merasa tidak puas dengan kondisi materi atau aset yang
16
dimiliki keluarga saat ini. Selain itu juga sebanyak 45,3 persen responden tidak
puas dengan pendidikan yang ditempuh oleh anggota keluarga (Lampiran 3).
Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan kategori kesejahteraan subjektif Kategori Jumlah responden %
Rendah (<60) 19 35,8
Sedang (60-80) 34 64,2
Tinggi (>80) 0 0
Total 53 100,0
Min – Max 40,0 – 77,0
Rataan ± SD 62,4 ± 7,7
Pengaruh Karakteristik Keluarga dan Manajemen Keuangan terhadap
Kesejahteraan Keluarga
Hasil analisis regresi linier berganda dalam Tabel 8 menunjukkan bahwa
Adjusted R square untuk kesejahteraan objektif pada penelitian ini adalah sebesar
0,377. Artinya, sebesar 37,7 persen faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kesejahteraan objektif dapat dijelaskan oleh model. Sisanya sebesar 62,3 persen
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Variabel pendapatan per kapita
(B=0,01349;p<0,01) berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan
objektif. Hal ini berarti, setiap kenaikan pendapatan per kapita sebesar satu rupiah
akan meningkatkan kesejahteraan objektif sebesar 0,01349 poin.
Tabel 8 Pengaruh karakteristik keluarga dan manajemen keuangan
terhadap kesejahteraan objektif Variabel Kesejahteraan objektif
Koefisien tidak
terstandarisasi
Koefisien
terstanda-
risasi
Sig.
B Standar
error
Beta (β)
Usia suami (tahun) -0,181 0,188 -0,144 0,340
Pendidikan istri (tahun) 0,261 0,789 0,057 0,742
Pendidikan suami (tahun) 0,844 0,728 0,175 0,253
Besar keluarga (orang) -0,372 0,751 -0,059 0,623
Pendapatan per kapita (rupiah/bulan) 0,01349 0,000 0,452 0,001**
Manajemen keuangan tahap perencanaan (skor) -0,024 0,125 -0,028 0,849
Manajemen keuangan tahap pelaksanaan (skor) -0,056 0,129 -0,066 0,664
Manajemen keuangan tahap monitoring dan
evaluasi (skor)
0,125 0,129 0,124 0,340
Status pekerjaan istri (1=bekerja; 0=tidak bekerja) 6,012 3,738 0,204 0,115
Status pekerjaan suami (1=nelayan pemilik;
0=nelayan buruh)
-0,798 4,659 -0,021 0,865
R2 0,497
Adjusted R Square 0,377
Sig 0,001 Ket : *signifikan pada p<0,05; **signifikan pada p<0,01
Hasil analisis regresi linier berganda dalam Tabel 9 menunjukkan bahwa
Adjusted R square untuk kesejahteraan subjektif pada penelitian ini adalah sebesar
17
0,103. Artinya, sebesar 10,3 persen faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kesejahteraan subjektif dapat dijelaskan oleh model. Sisanya sebesar 85,6 persen
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Variabel manajemen keuangan
tahap pelaksanaan (β=0,475;p<0,01) berpengaruh positif sangat signifikan
terhadap kesejahteraan subjektif. Hal ini berarti, manajemen keuangan tahap
pelaksanaan mempengaruhi kesejahteraan subjektif sebesar 47,5 persen.
Tabel 9 Pengaruh karakteristik keluarga dan manajemen keuangan
terhadap kesejahteraan subjektif Variabel Kesejahteraan subjektif
Koefisien tidak
terstandarisasi
Koefisien
terstanda-
risasi
Sig.
B Standar
error
Beta (β)
Usia suami (tahun) -0,015 0,132 -0,020 0,913
Pendidikan istri (tahun) -0,724 0,554 -0,267 0,198
Pendidikan suami (tahun) 0,168 0,508 0,059 0,743
Pendapatan per kapita (rupiah/bulan) 0,003072 0,000 0,174 0,259
Manajemen keuangan tahap perencanaan (skor) -0,081 0,085 -0,160 0,349
Manajemen keuangan tahap pelaksanaan (skor) 0,239 0,087 0,475 0,008**
Manajemen keuangan tahap monitoring dan
evaluasi (skor)
-0,069 0,089 -0,115 0,446
Status pekerjaan istri (1=bekerja; 0=tidak bekerja) 3,412 2,649 0,195 0,205
R2 0,241
Adjusted R Square 0,103
Sig 0,115 Ket : *signifikan pada p<0,05; **signifikan pada p<0,01
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan per kapita keluarga per
bulan rata-rata sebesar Rp647.930 angka tersebut dapat dikatakan cukup jauh
diatas garis kemiskinan Kabupaten Bekasi yaitu sebesar Rp300.013. Namun
meskipun berada diatas garis kemiskinan tetapi mereka masih cukup kesulitan
untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini dikarenakan adanya sistem
hutang. Ketika nelayan membutuhkan bekal untuk pergi ke laut biasanya nelayan
akan berhutang terlebih dahulu. Setelah pulang dari laut maka pendapatan yang
diperoleh nelayan sebagian digunakan untuk melunasi hutang di warung atau
pedagang. Hal ini sesuai dengan penelitian Hanafri (2009) yang menyebutkan
bahwa kesejahteraan pada masyarakat nelayan berada pada kondisi yang kurang
aman. Selain itu juga menurut Muflikhati et al. (2010) nelayan memiliki
kebiasaan untuk menyenangkan dirinya sendiri sehingga uang yang seharusnya
diberikan kepada istri dan keluarga menjadi berkurang.
Penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari dua separuh keluarga
melakukan manajemen keuangan dalam kategori rendah (54,7%). Artinya,
keluarga sudah cukup baik dalam melakukan manajemen keuangan, namun
keluarga cenderung berfokus dalam pelaksanaan saja tanpa melakukan
perencanaan dengan cukup baik. Menurut Simanjuntak (2010) menyebutkan
bahwa hal ini disebabkan karena pendapatan yang diperoleh tidak menentu dan
18
cukup sedikit sehingga tidak ada sumberdaya uang yang dapat dikelola dengan
baik. Prinsipnya adalah berapapun jumlah uang yang didapatkan pada hari itu,
maka itulah yang dikelola. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Skogrand et
al. (2011) pada keluarga di Amerika menyebutkan bahwa pengelolaan keuangan
rumah tangga yang baik adalah dilakukan oleh masing-masing pasangan secara
bersama, dengan kata lain pasangan memiliki peran penting dalam mengelola
keuangan agar tercapai kesepakatan bersama menuju kualitas pernikahan yang
baik.
Hampir seluruh responden memakai dana BLSM untuk membantu
memenuhi keperluan sehari-hari, sisanya digunakan untuk kebutuhan pendidikan,
bayar hutang, membeli barang, dan untuk usaha. Hal ini sesuai dengan penelitian
Herawati et al. (2006) pada keluarga miskin penerima Subsidi Langsung Tunai
(SLT) bahwa dana SLT dapat digunakan untuk keperluan pangan, pedidikan,
membayar hutang, dan dijadikan modal usaha (diacu dari Lampiran 1). Namun,
hal ini tidak sesuai dengan penelitian Gertler et al. (2012) tentang program cash
conditional transfer PROGRESSA di Meksiko menyebutkan bahwa masyarakat
dapat mengelola dana bantuan terutama untuk ditabung atau menginvestasikan
untuk kebutuhan yang akan datang dan sisanya dimanfaatkan sesuai dengan
keperluan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan objektif
keluarga berada pada kategori sedang (50,9%). Hal seperti ini diduga terjadi
karena keluarga mulai dapat memperbaiki kondisi atau membeli aset rumah.
Meskipun dengan cara berhutang dan tidak semua kondisi fisik rumah dapat
diperbaiki, namun kesadaran untuk memperbaiki rumah sudah mulai ada. Selain
itu dengan adanya listrik maka mereka cenderung untuk membeli alat elektronik
baru meskipun dengan berhutang, sehingga aset yang mereka miliki mulai
bertambah. Adanya jaminan kesehatan juga membuat keluarga mampu berobat ke
puskesmas.
Kesejahteraan keluarga subjektif responden dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa lebih dari dua pertiga responden (64,2%) memiliki
kesejahteraan subjektif pada kategori sedang. Hal ini berarti responden sudah
merasa cukup puas terhadap kesejahteraan subjektif. Menurut Lever (2004)
kepuasan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu hubungan
dengan pasangan, perkembangan diri individu, kegiatan sosial, dan kegiatan
rekreasi. Sementara itu menurut Turner dan Kaye (2006) kesejahteraan subjektif
juga dapat berdampak pada interaksi dengan tetangga atau keluarga lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan per kapita berpengaruh
positif signifikan terhadap kesejahteraan objektif. Artinya, semakin meningkatnya
pendapatan per kapita maka kesejahteraan objektif semakin meningkat. Hal ini
sesuai dengan penelitian Muflikhati et al. (2010) yang menyebutkan bahwa faktor
yang dapat memengaruhi kesejahteraan salah satunya adalah pendapatan.
Kesejahteraan keluarga akan meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan.
Semakin meningkatnya pendapatan per kapita diduga daya beli keluarga semakin
meningkat sehingga kesejahteraan objektif juga meningkat.
Hasil uji pengaruh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hanya
manajemen keuangan keluarga tahap pelaksanaan saja yang berpengaruh terhadap
kesejahteraan subjektif. Hasil tersebut tidak sesuai dengan penelitian Iskandar
(2007) yang menyebutkan bahwa faktor yang dapat memengaruhi kesejahteraan
19
salah satunya adalah perencanaan sumberdaya. Sementara itu menurut Fajrin
(2011) perencanaan keuangan yang baik dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Hal
ini diduga karena responden rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang rendah,
sehingga merasa cukup puas telah melaksanakan pengelolaan keuangan dan
mereka juga merasa telah melakukan pelaksanaan pengelolaan keuangan dengan
baik tanpa harus melakukan perencanaan sebelumnya.
Menurut Syarief dan Hartoyo (1993) perasaan cepat puas ini diduga bahwa
suatu keluarga meskipun berada dalam kondisi di bawah kemiskinan mungkin
merasa lebih sejahtera, karena merasa lebih bersyukur atas karunia-Nya, merasa
semua keinginannya sudah cukup terpenuhi, dan merasa telah hidup selaras
dengan alam. Namun sebaliknya suatu keluarga mungkin merasa kurang sejahtera
walau sudah berada di atas garis kemiskinan, karena masih ada saja keinginan
yang belum terpenuhi serta alasan lainnya. Menurut Deacon dan Firebough (1988)
pelaksanaan merupakan tindakan nyata yang dilakukan berdasarkan rencana yang
telah dibuat sebelumnya. Mereka (keluarga nelayan) melakukan perencanaan
sebelumnya, namun hanya dalam beberapa hal tertentu untuk jangka pendek,
bukan jangka panjang, seperti dalam hal berbelanja atau untuk pendidikan anak.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Suami dan istri memiliki rata-rata usia yang berada pada kelompok usia
produktif menurut BPS. Suami dan istri rata-rata memiliki tingkat pendidikan
yang rendah (tidak tamat SD dan SD). Besar keluarga rata-rata termasuk dalam
kategori keluarga sedang (5-7 orang). Pendapatan keluarga rata-rata berada diatas
garis kemiskinan Kabupaten Bekasi. Hampir sebagian suami berstatus sebagai
nelayan pemilik. Manajemen keuangan keluarga nelayan penerima BLSM berada
pada kategori sedang. Tingkat kesejahteraan objektif keluarga berada pada
kategori sedang. Kesejahteraan subjektif responden rata-rata berada pada kategori
sedang. Faktor yang mempengruhi kesejahteraan objektif secara nyata adalah
pendapatan per kapita dan faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif
secara nyata adalah manajemen keuangan tahap pelaksanaan.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen keuangan
keluarga masih dalam kategori rendah. Hal ini seharusnya dapat ditingkatkan
melalui penyuluhan tentang cara pengelolaan sumberdaya keuangan keluarga
yang baik meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring dan evaluasi.
Berdasarkan hasil penelitian menabung untuk masa depan adalah hal yang tidak
pernah dilakukan oleh hampir seluruh contoh. Oleh karenanya, perlu diadakan
program koperasi. Program koperasi dapat dibentuk untuk membantu keluarga
meningkatkan kesejahteraan, untuk melatih keluarga dalam mengelola keuangan
dan memudahkan akses simpan pinjam. Penelitian ini pun tidak luput dari adanya
batasan karena hanya melihat dari sisi manajemen keuangan dan kesejahteraan
keluarga. Disarankan untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan melihat
sumberdaya keluarga secara keseluruhan (manajemen sumberdaya manusia,
manajemen waktu, dan manajemen keuangan) dan kesejahteraan subjektif dari sisi
suami.
20
DAFTAR PUSTAKA
[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2005. Opini
Pembangunan Keluarga Sejahtera. Jakarta (ID) : BKKBN.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Berita Resmi Statistik. Jakarta (ID) : BPS.
________. 2010. Berita Resmi Statistik. Jakarta (ID) : BPS.
________. 2012. Booklet : perkembangan beberapa indikator utama sosial-
ekonomi indonesia. Jakarta (ID) : BPS.
________. 2013. Berita Resmi Statistik. Jakarta (ID) : BPS.
Chaudhry IS, Malik S, dan Hassan AU. 2009. The impact of socioeconomic and
demographic variables on poverty: a village study. The Lahore Journal of
Economics 14(1) : 39-68.
de Janvry A dan Sadoulet E. 2004. Conditional cash transfer programs: are they
really magic bullets?. Department of Agricultural and Resource Economics
University of California at Berkeley.
Deacon RE, Firebaugh FM. 1988. Family Resource Management : Principle and
Aplication (2nd ed.). United State of America (US): Allyn and Bacon Inc.
Dharmawan L. 2008. Analisis pengaruh program pemerintah terhadap tingkat
kemiskinan rumah tangga di pedesaan melalui program Bantuan Langsung
Tunai (BLT) dan Raksa Desa (kasus Desa Cibatok Satu, Kecamatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Fajrin F. 2011. Manajemen keuangan dan kesejahteraan keluarga perempuan
buruh pabrik di Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian
Bogor.
Firdaus. 2008. Hubungan antara tekanan ekonomi, manajemen keuangan, dan
mekanisme koping dengan kesejahteraan keluarga wanita pemetik teh
[skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Gertler JP, Martinez SW, dan Codina MR. 2012. Investing cash transfers to raise
long-term living standards. American Economic Journal: Applied
Economics 4(1) : 164–192.
Hanafri MI. 2009. Hubungan modal sosial dengan kemiskinan masyarakat
nelayan di Desa Panimbang Jaya, Pandeglang [skripsi]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor.
Herawati T. 2012. Manajemen sumberdaya keluarga dan ketahanan keluarga
peserta program pemberdayaan masyarakat di pedesaan (kasus di
Kabupaten Bogor) [disertasi]. Bogor (ID) : Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
________, Puspitawati H, Sarma M. 2006. Laporan Penelitian : Dampak Subsidi
Langsung Tunai (SLT) - BBM Pada Kesejahteraan Keluarga Miskin di Kota
dan Kabupaten Bogor - Jawa Barat. Bogor (ID) : IPB Press.
Hermawan I. 2013. Bantuan langsung sementara masyarakat. Info Singkat
Ekonomi dan Kebijakan Publik 5 : 13-16.
Hooghe M dan Vanhoutte B. 2011. Subjective well-being and social capital in
Belgian communities : the impact of community characteristics on
21
subjective well-being indicators in Belgium. Journal of Social Indicator
Research 100 : 17-36
Iskandar A. 2007. Analisis praktek manajemen sumberdaya keluarga dan
dampaknya terhadap kesejahteraan keluarga di Kabupaten dan Kota Bogor
[disertasi]. Bogor (ID) : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Lever JA. 2004. Poverty and subjective well-being in Mexico. Journal of Social
Indicators Research 68 : 1-34.
Muflikhati I, Hartoyo, Sumarwan U, Fahrudin A, dan Puspitawati H. 2010.
Kondisi sosial ekonomi dan tingkat kesejahteraan keluarga: kasus di
wilayah pesisir Jawa Barat. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen 3(1) : 1-
10.
Puspitawati H. 2012. Gender dan Keluarga : konsep dan realita di Indonesia.
Bogor (ID) : IPB press.
Rambe A, Hartoyo, Karsin ES. 2008. Analisis aloksi pengeluaran rumah tangga
dan tingkat kesejahteraan (kasus di Kecamatan Medan Kota, Sumatera
Utara). Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen 1(1) : 1-12.
Rusydi LN. 2011. Analisis Perbandingan Manajemen Sumberdaya dan
Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin [skripsi].
Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Saleha Q, Hartoyo, dan Hastuti D. 2008. Manajemen Sumberdaya Keluarga :
Suatu Analisis Gender dalam Kehidupan Keluarga Nelayan di Pesisir
Bontang Kuala, Kalimantan Timur. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen
1(1) : 1-13.
Simanjuntak M. 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga
dan prestasi belajar anak pada keluarga penerima Program Keluarga
Harapan (PKH) [tesis]. Bogor (ID) : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Skogrand L, Johnson AC, Horrocks AM, dan DeFrain J. 2011. Financial
management practices of couples with great marriages. Journal Fam Econ
Iss 32 : 27–35.
SMERU. 2013. Pemantauan cepat pelaksanaan bantuan langsung sementara
mayarakat (BLSM) 2013 [terhubung berkala]. http://www.smeru.or.id. [12
Februari 2014].
Sunarti E. 2009. Indikator keluarga sejahtera : sejarah pengembangan, evaluasi
dan keberlanjutannya. Bogor (ID) : IPB Press.
________. 2013. Ketahanan Keluarga (Penjelasan Materi Family Kit). Bogor
(ID) : IPB Press.
Syarief H dan Hartoyo. 1993. Beberapa aspek dalam kesejahteraan keluarga.
Seminar Keluarga Menyongsong Abad 21 dan Peranannya dalam
Pengembangan Sumberdaya Manusia Indonesia. Bogor (ID) : GMSK,
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian dan BKKBN.
Townsend P. 1962. The meaning of poverty. The British Journal of Sociology
13(3) : 210-227.
Turner MA dan Kaye DR. 2006. How does family well-being vary across
different types of neighborhoods?. Paper The Urban Institute 6 : 1-44.
22
LAMPIRAN
23
Lampiran 1 Penelitian terdahulu terkait topik penelitian
No. Tahun Penulis Judul Hasil
1. 2006 Herawati et
al.
Dampak Subsidi
Langsung Tunai (SLT)
- BBM Pada
Kesejahteraan Keluarga
Miskin Di Kota dan
Kabupaten Bogor -
Jawa Barat
Dampak atau manfaat
yang dirasakan oleh
keluarga miskin
adalah bahwa
keluarga merasakan
manfaat dana segar
SLT, secara mental,
stres keluarga terkurangi, dana
dapat digunakan
untuk keperluan
pangan, perumahan,
pendidikan,
kesehatan, membayar
hutang, modal,dll.
Namun dampak atau
manfaat yang
dirasakan oleh
keluarga hanya sesaat
saja, yaitu kurang
dari waktu seminggu
dana SLT sudah
habis, sedangkan
setelah seminggu
keluarga penerima
SLT kembali miskin.
2. 2007 Iskandar A. Analisis praktek
manajemen
sumberdaya keluarga
dan dampaknya
terhadap kesejahteraan
keluarga di Kabupaten
dan Kota Bogor
Faktor yang
berpengaruh terhadap
kesejahteraan adalah
pendidikan istri,
pendapatan, pekerjaan
suami bukan buruh,
kepemilikan aset, dan
perencanaan
Faktor yang mempengaruhi
praktek manajemen
sumberdaya keluarga
adalah pendidikan
kepala keluarga dan
pendapatan
3. 2008 Rambe A Alokasi Pengeluaran
Rumah Tangga dan
Tingkat
Kesejahteraan
Faktor yang mempengaruhi
kesejahteraan
subyektif adalah
24
pendidikan kepala
rumah tangga, umur
kepala rumah tangga
dan pendapatan
4. 2008 Firdaus Hubungan antara
tekanan ekonomi,
manajemen keuangan,
dan mekanisme koping
dengan kesejahteraan
keluarga wanita
pemetik teh
Terdapat hubungan yang nyata dan positif
antara pendidikan
suami dengan
manajemen keuangan
keluarga.
Terdapat hubungan negatif antara
kesejahteraan
keluarga dan besar
keluarga.
Terdapat hubungan
nyata dan positif
antara manajemen
keuangan keluarga
dengan kesejahteraan
keluarga.
5. 2010 Muflikhati I Kondisi Sosial
Ekonomi dan Tingkat
Kesejahteraan
Keluarga: Kasus Di
Wilayah Pesisir Jawa
Barat
Faktor-faktor yang berpengaruh secara
positif dan signifikan
terhadap
kesejahteraan
keluarga adalah mata
pencaharian utama
keluarga (nelayan dan
bukan nelayan),
tingkat pendidikan
kepala keluarga, nilai
aset, pengeluaran
keluarga, relasi
gender, dan kualitas
sumberdaya manusia
dalam keluarga.
Kesejahteraan keluarga akan
meningkat seiring
dengan meningkatnya
pendapatan/pengeluar
an keluarga, aset
keluarga, pendidikan
kepala rumah tangga,
dan kualitas
sumberdaya manusia
yang dimiliki oleh
25
keluarga.
6. 2011 Fajrin F Manajemen Keuangan
dan Kesejahteraan
Keluarga Perempuan
Buruh Pabrik di
Kabupaten Bogor
Manajemen keuangan keluarga yang baik
dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan,
sehingga semakin
baik manajemen
keuangan yang
dilakukan cenderung
meningkatkan
kesejahteraan
keluarga subjektif.
7. 2011 Rusydi LN Analisis Perbandingan
Manajemen
Sumberdaya dan
Kesejahteraan Keluarga
pada Keluarga Miskin
dan Tidak Miskin
Manajemen waktu dan keuangan pada
keluarga miskin dan
tidak miskin
tergolong rendah.
Pada keluarga
miskin, usia
berhubungan negatif
terhadap manajemen
waktu dan keuangan.
Pendidikan, MSDK, dan kesejahteraan
fisik memiliki
hubungan nyata dan
positif.
26
Lampiran 2 Sebaran kesejahteraan objektif keluarga berdasarkan 14 kriteria
kemiskinan menurut BPS
No. Kriteria Ya
(%)
Tidak
(%)
1. Luas lantai per anggota rumah tangga/keluarga adalah
kurang dari 8m2
47,2 52,8
2. Jenis lantai rumah terdiri dari tanah/ papan/ kualitas
rendah
62,3 37,7
3. Jenis dinding rumah terbuat dari bambu, papan kualitas
rendah
67,9 32,1
4. Tidak memiliki fasilitas tempat buang air besar
(jamban)
83,0 17,0
5. Sumber air minum bukan dari air yang bersih 3,8 96,2
6. Penerangan yang digunakan bukan listrik 0 100
7. Bahan bakar yang digunakan seperti kayu/arang 5,7 94,3
8. Frekuensi makan dalam sehari adalah kurang dari dua
kali dalam sehari
73,6 26,4
9. Tidak memiliki kemampuan untuk membeli
daging/ayam/susu dalam seminggu
54,7 45,3
10. Tidak memiliki kemampuan untuk membeli pakaian
baru bagi setiap Anggota Rumah Tangga (ART)
3,8 96,2
11. Tidak memiliki kemampuan untuk berobat ke
puskesmas/poliklinik
1,9 98,1
12. Lapangan pekerjaan kepala rumah tangga seperti
petani gurem, nelayan, pekebun
73,6 26,4
13. Pendidikan kepala rumah tangga yaitu belum pernah
sekolah atau tidak tamat SD
62,3 37,7
14. Tidak memiliki aset/barang berharga minimal senilai
Rp500.000
3,8 96,2
27
Lampiran 3 Sebaran contoh berdasarkan jawaban kesejahteraan subjektif
No. Perasaan terhadap Pernyataan STP
(%)
TP
(%)
CP
(%)
P
(%)
SP
(%)
1. Keadaan keuangan keluarga 3,8 39,6 32,1 22,6 1,9
2. Keadaan makanan keluarga 0 13,2 35,8 43,4 7,5
3. Keadaan tempat tinggal keluarga 3,8 32,1 18,9 35,8 9,4
4. Kebersihan rumah 1,9 41,5 28,3 24,5 3,8
5. Kondisi materi/aset keluarga 0 49,1 22,6 24,5 3,8
6. Kondisi ketentraman keluarga 0 5,7 20,8 69,8 3,8
7. Keadaan kesehatan fisik keluarga 0 5,7 18,9 75,5 0
8. Pendidikan anggota keluarga 1,9 45,3 13,2 32,1 7,5
9. Perilaku anggota keluarga 0 5,7 24,5 66,0 3,8
10. Pekerjaan suami 1,9 11,3 22,6 60,4 3,8
11. Penghasilan suami 1,9 15,1 32,1 49,1 1,9
12. Hubungan/komunikasi dengan suami 0 3,8 9,4 79,2 7,5
13. Perilaku suami dalam membantu
pekerjaan rumah tangga
1,9 15,1 22,6 50,9 9,4
14. Kebahagiaan dalam perkawinan 0 0 17,0 77,4 5,7
15. Dukungan, dorongan, dan motivasi
yang diberikan oleh suami
0 7,5 15,1 73,6 3,8
16. Hubungan/komunikasi dengan
orangtua/mertua
1,9 11,3 9,4 64,2 13,2
17. Hubungan/komunikasi dengan
saudara/kerabat
0 5,7 9,4 66,0 18,9
18. Hubungan/komunikasi dengan
tetangga
0 3,8 15,1 73,6 7,5
19. Keterlibatan keluarga dengan kegiatan
sosial
0 0 24,5 67,9 7,5
20. Pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki oleh setiap anggota keluarga
0 9,4 7,5 79,2 3,8
Keterangan : STP = Sangat Tidak Puas; TP = Tidak Puas; CP = Cukup Puas; P = Puas; SP = Sangat Puas
28
Lampiran 4 Uji korelasi seluruh variabel
*signifikan pada p<0,05; **signifikan pada p<0,01
Keterangan : 1=usia istri; 2=usia suami; 3=lama pendidikan istri; 4=lama pendidikan suami; 5=besar keluarga; 6=status istri bekerja;
7=status pekerjaan suami; 8=pendapatan suami; 9=pendapatan istri; 10=pendapatan anak; 11=pendapatan keluarga; 12=pendapatan per
kapita; 13=manajemen keuangan tahap perencanaan; 14=manajemen keuangan tahap pelaksanaan; 15=manajemen keuangan tahap
monitoring dan evaluasi; 16=manajemen keuangan keluarga; 17=kesejahteraan objektif; 18=kesejahteraan subjektif; 19=jenis perahu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
1 1
2 .922** 1
3 -.544** -.563** 1
4 -.411** -.422** .623** 1
5 .112 .164 -.148 -.121 1
6 -.082 .036 .093 .005 -.181 1
7 .039 -.026 .037 .080 -.271* .107 1
8 -.207 -.268 .134 .072 .039 .119 .149 1
9 -.071 .085 .066 .064 -.029 .830** .039 .107 1
10 .245 .254 -.227 -.325* .573** -.202 -.225 -.040 -.239 1
11 -.110 -.113 .051 -.043 .248 .277* .057 .903** .304* .280* 1
12 -.203 -.219 .119 .023 -.250 .412** .172 .834** .382** -.021 .846** 1
13 -.346* -.356** .258 .261 .051 .103 -.082 .190 -.036 -.019 .150 .099 1
14 -.087 -.149 .357** .194 -.101 .093 .147 .166 -.089 -.234 .029 .035 .533** 1
15 -.056 -.205 .105 .259 .043 -.121 -.140 .194 -.092 -.122 .097 .102 .307* .311* 1
/16 -.222 -.310* .319* .305* -.005 .045 -.027 .240 -.088 -.158 .125 .105 .819** .814** .667** 1
17 -.380** -.357** .310* .300* -.246 .376** .090 .496** .329* -.204 .460** .598** .151 .071 .198 .181 1
18 .086 .085 -.064 -.074 -.018 .283* .159 .120 .111 .037 .154 .217 .048 .297* -.032 .142 .052 1
19 -.151 -.193 .092 .122 .106 -.068 -.426** .467** .030 .054 .444** .406** .132 .084 .272* .209 .278* -.149 1
29
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bojonegoro pada tanggal 24 Maret 1992 dari
ayah Ali Mahmudi dan ibu Sri Santoso. Penulis adalah putri pertama dari 2
bersaudara. Pada tahun 2010 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 Cilegon. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD)
pada program Mayor Ilmu Keluarga dan Konsumen di Departemen Ilmu
Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor. Selain itu, penulis mengambil program Minor Manajemen
Fungsional di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai macam
kegiatan di kampus baik organisasi maupun kegiatan kepanitiaan, seperti
menjadi anggota Klub Bahasa Asrama TPB (2010-2011) dan sekretaris
Divisi Family Club Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen
(HIMAIKO) (2012-2013). Adapun kepanitiaan yang diikuti penulis antara
lain sekretaris Hari Keluarga Nasional (HARGANAS) 2012, anggota Divisi Konsumsi Family and Consumer Day (2012 dan 2013), anggota Divisi
Konsumsi Masa Perkenalan Fakultas (MPF FEMA 2012), dan anggota
Divisi Penanggung Jawab Kelompok Masa Perkenalan Departemen IKK
(MPD FAMOUS 2012). Prestasi yang pernah ditorehkan penulis yaitu juara
1 Lomba Senam Aerobik tim antar kelas pada Ujian Akhir Mata Kuliah
Olahraga TPB (2010).