MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN...

94
MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN PACIRAN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh Rizky Subagia NIM: 1112032100053 PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019

Transcript of MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN...

Page 1: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT

DESA PACIRAN KECAMATAN PACIRAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh

Rizky Subagia

NIM: 1112032100053

PRODI STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/2019

Page 2: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

i

LEMBAR PERSETUJUAN

MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYA RAKAT DESA PACIRAN

KECAMATAN PACIRAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Agama (S.Ag)

Oleh

Rizky Subagia

NIM : 1112032100053

Di bawah Bimbingan

Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si

NIP : 19651129 199403 1 002

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TAHUN 2019

Page 3: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Rizky Subagia

NIM : 1112032100053

Fakultas : Ushuluddin

Jurusan/ Prodi : Studi Agama-Agama

Telp/HP : 085730449167

Judul Skripsi : Makna Tradisi Kupatan Bagi Masyarakat Desa Paciran

Kecamatan Paciran

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan Skripsi ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.

Jakarta, 26 Juli 2019

RIZKY SUBAGIA

Page 4: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

Skripsi ini berjudul MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT

DESA PACIRAN KECAMATAN PACIRAN telah diujikan dalam sidang

munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini telah

diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Prodi

Studi Agama-Agama.

Ciputat, 31 Juli 2019

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota,

Syaiful Azmi, MA

NIP: 19751019 200312 1 003

Sekretaris Merangkap Anggota,

Aktobi Gozali, MA.

NIP: 19730520 200501 1 003

Anggota,

Penguji I,

Dra. Halimah SM, MA.

NIP: 19590413 199603 2 001

Penguji II,

Dra. Marjuqoh, MA.

NIP: 19680901 199403 2 002

Pembimbing,

Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si

NIP : 19651129 199403 1 002

Page 5: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

iv

ABSTRAK

“Makna Tradisi Kupatan Bagi Masyarakat Desa Paciran Kecamatan Paciran”

Rizky Subagia

Skripsi ini akan mendeskripsikan tentang makna tradisi kupatan bagi

masyarakat Desa Paciran, Kecamatan Paciran. Kupatan adalah tradisi keagamaan yang

berhubungan dengan tradisi Islam. Tradisi ini merupakan salah satu bentuk warisan

budaya leluhur yang sampai sekarang masih dilestarikan oleh masyarakat Desa Paciran

Kabupaten Lamongan. Selain itu tradsi kupatan merupakan kegiatan sosial yang

melibatkan seluruh masyarakat dalam usaha untuk memperoleh keselamatan dan

ketentraman. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis ingin mengetahui

bagaimana makna yang terkandung dalam tradisi kupatan desa paciran kabupaten

lamongan?.

Untuk menjawab pertanyaan di atas, penulis akan melakukan penelitian dengan

jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan historis, dengan

menjelaskan sejarah, perkembangan dan eksistensi tradisi kupatan di Desa Paciran,

Kabupaten Lamongan. Kemudian pendekatan fenomenologi, dengan cara

mendeskripsikan fenomena-fenomena keagamaan serta realitas yang terjadi di

masyarakat Desa Paciran. Untuk menperkuat penelitian penulis mendapatkan data dari

hasil kepustakaan, serta melakukan wawancara terhadap tokoh Masyarakat, tokoh

Agama dan pejabat pemerintahan desa. Selain itu penulis juga melakukan observasi

langsung kelapangan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Berdasarkan hasil analisis tentang makna yang terkandung dalam tradisi

kupatan di Desa Paciran Kabupaten Lamongan ada beberapa aspek diantaranya adalah

Aspek Spiritual, Aspek Sosial dan Aspek Ekonomi.

Kata Kunci: Makna, Tradisi Kupatan, Desa Paciran.

Page 6: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

v

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan iman,

islam, dan ihsan, serta kesehatan yang tidak terhingga akhirnya penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Makna Tradisi Kupatan Bagi Masyarakat Desa

Paciran Kabupaten Lamongan” Shalawat serta salam tidak lupa dihaturkan kepada

Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari zaman kegelapan

sampai zaman terang benderang seperti ini, kelak semoga mendapatkan syafaat

darinya.

Penulis menyadari bahwa skripsi yang jauh dari kata sempurna ini tidak akan

dapat selesai tanpa adanya dukungan dari banyak pihak baik seacara materil maupun

moril. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih

kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada

yang terhormat:

1. Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang

memberikan arahan, motivasi, serta bimbingan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini.

2. Dra. Marjuqoh, M.A selaku penasehat akademik yang memberikan arahan dan

persetujuan dalam penulisan skripsi ini.

3. Zaenal Muttaqin, MA yang telah banyak memberikan masukan masukan

sehingga sampai kepada judul yang ditetapkan dan diberlakukan.

4. Syaiful Azmi, M.A selaku Ketua Jurusan Studi Agama-agama dan Lisfa

Sentosa Aisyah, S.Ag., M.A selaku Sektretaris Jurusan Studi Agama-agama

Page 7: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

vi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan pelayanan kepada

mahasiswanya dengan baik.

5. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Hj. Amani Lubis, MA atas

kesempatan belajar dan fasilitas yang diberikan pada Fakultas Ushuluddin.

Tidak lupa kepada Dr. Yusuf Rahman, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin.

6. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin, para staff Akademik Fakultas Ushuluddin

khususnya Sahabat Jamil, serta para staff Perpustakaan Fakultas Ushuluddin

dan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Ayahanda dan Ibunda tercinta Bapak Ali Usman dan Ibu Suhartining yang

telah memberikan kesempatan berjuang hingga akhir masa studi dan tidak lupa

kepada adik tercinta M. Wildan Firdaus yang memberikan dukungan sampai

saat ini dan selamanya.

8. KH. Salim Azhar, serta masyarakat desa Paciran khususnya para informan yang

telah membantu dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini.

9. Adik sekaligus kekasih terbaik Ghania Ahsani Rahmadhani yang selalu ada dan

mensupport hingga skripsi ini bisa terselesaikan.

10. Keluarga Besar Paramuda Travel terkhusus H. Abdullah Mas’ud, Hj Margaret

Aliyatul Maimunah sebagai orang tua kedua selama di Jakarta yang selalu

mensupport hingga skripsi ini bisa terselesaikan, tak lupa untuk Hazimatul

layyinah, Whasfi Vella Sulfa.

11. Karyawan Paramuda dan Paramudaris, Yugotri Prasetyo, Erlangga, Oki Radita,

Amelia Rossa, Zizi Mubaroq, M. Zaky Mubarok, Majius Sulthoni sebagai

teman seperjuangan dalam meniti karir selama ini.

Page 8: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

vii

12. Senior serta Mbak terbaik Zaimah Imamatul Baroroh yang telah membimbing

dan mensupport hingga bisa menyelesaikan skripsi ini.

13. Keluarga Besar NU Kota Tangsel bapak Himam Muzahir, bapak Suhud Isnadi,

bapak Asmawi yang selalu memberikan semangat untuk segera menyelesaikan

skripsi ini.

14. Keluarga Besar Wasiat Jakarta sebagai tempat pijakan pertama ketika sampai

di Jakarta.

15. Teman-teman seperjuangan Prodi Studi Agama-agama angkatan 2012,

Khususnya Hidayatulloh, Ahmad Fauzi, Jarkasih, Elvita Fatchiyatus Sa’adah

16. Teman-teman KKN Galeri yang telah memberikan warna baru dalam

kehidupan.

Tiada kata yang dapat melukiskan rasa syukur dan terima kasih atas semua yang

membantu kelancaran proses penulisan skripsi ini, semoga Allah SWT membalas

kebaikan kalian semua.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan yang

masih perlu disempurnakan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan yang

sifatnya membangun dari semua pihak, demi peningkatan dari skripsi ini. Akhirnya

kepada Allah SWT penulis berserah diri, semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua,

terutama bagi penulis sendiri. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Jakarta, 26 Juli 2019

Penulis

Page 9: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................................ i

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iii

ABSTRAK .................................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ................................................................................................. v

DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii

BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 7

C. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 7

D. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 8

E. Tinjauan Pustaka ............................................................................................... 8

F. Kerangka Teori................................................................................................ 10

G. Metodologi Penetitian ..................................................................................... 14

H. Sistematika Penulisan ..................................................................................... 17

BAB II : GAMBARAN UMUM DESA PACIRAN LAMONGAN ...................... 19

A. Sejarah Desa Paciran ....................................................................................... 19

B. Kondisi Geografis ........................................................................................... 20

1. Luas Wilayah ............................................................................................ 21

2. Kesuburan Tanah ...................................................................................... 23

3. Curah Hujan dan Tinggi Tempat............................................................... 23

4. Orbitasi ...................................................................................................... 24

C. Keadaan Sosial ................................................................................................ 24

1. Kependudukan........................................................................................... 24

2. Ketenagakerjaan ........................................................................................ 26

3. Pendidikan ................................................................................................. 27

4. Agama ....................................................................................................... 28

D. Keadaan Ekonomi ........................................................................................... 30

Page 10: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

ix

BAB III : TRADISI KUPATAN DI DESA PACIRAN KABUPATEN

LAMONGAN ............................................................................................................ 32

A. Sejarah Munculnya Kupatan ........................................................................... 32

1. Pengertian Kupatan .................................................................................. 32

2. Sejarah Munculnya Tradisi Kupatan ......................................................... 35

B. Prosesi Pelaksanaan Kupatan ......................................................................... 40

BAB IV : ANALISA TENTANG MAKNA DAN TUJUAN TRADISI KUPATAN

MASYARAKAT DESA PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN ..................... 47

A. Makna Tradisi Kupatan ................................................................................... 47

1. Aspek Spiritual .......................................................................................... 47

2. Aspek Sosial .............................................................................................. 51

3. Aspek Ekonomi ......................................................................................... 52

B. Tujuan Tradisi Kupatan Paciran...................................................................... 53

1. Sebagai Sarana Komunikasi dan Silaturrahmi .......................................... 53

2. Sebagai Sarana Sedekah ............................................................................ 55

3. Sebagai Sarana Memuliakan Tamu ........................................................... 57

4. Sebagai Sarana Melestarikan Tradisi Leluhur ......................................... 60

C. Pandangan Masyarakat tentang Kupatan Paciran ........................................... 62

1. Tokoh Agama ........................................................................................... 62

2. Pemerintah ................................................................................................ 62

3. Masyarakat ................................................................................................ 63

BAB V : PENUTUP .................................................................................................. 65

A. Kesimpulan ..................................................................................................... 65

B. Saran ................................................................................................................ 68

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................

LAMPIRAN-LAMPIRAN ...........................................................................................

Page 11: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, adat

istiadat dan agama, sehingga bangsa Indonesia adalah masyarakat yang majemuk.

Keragaman tersebut adalah salah satu struktur yang membentuk pola pikir masyarakat

Indonesia baik itu masyarakat yang baru tumbuh atau berkembang. Bagi masyarakat

yang baru tumbuh corak tersebut akan mewarnai pertumbuhan mereka untuk mencari

jati diri mereka dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

Mereka harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya untuk tumbuh dan

mempertahankan diri. Dalam hidup bermasyarakat manusia akan selalu dihadapkan

pada kelompok masyarakat lain yang mempunyai masalah-masalah ataupun

kepentingan kelompok mereka. Dalam menghadapi persoalan ini manusia

membutuhkan sarana penunjang dalam perkembangan hidupnya untuk

mempertahankan eksistensinya. Dengan kata lain pastilah manusia membutuhkan

kekuatan yang berada di luar kuasanya baik itu didalam kehidupan sosial atau

spiritualnya. Dalam hal spiritual yaitu agama adalah bagian dari struktur sosial yang

mempunyai peranan penting dalam masyarakat.

Agama mempengaruhi sikap-sikap praktis manusia terhadap berbagai aktifitas

kehidupan sehari-hari manusia. Dalam salah satu teori sosiologi yakni teori fungsional

memandang agama terkait dengan aspek pengalaman yang mentransendenkan

Page 12: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

2

2

sejumlah peristiwa eksistensi sehari-hari yakni melibatkan kepercayaan dan tanggapan

kepada sesuatu yang berada di luar jangkauan manusia. Oleh karena itu secara

sosiologis, agama menjadi penting dalam kehidupan manusia ketika pengetahuan dan

keahlian tidak berhasil memberikan sarana untuk melakukan adaptasi atau mekanisme

yang dibutuhkan.1

Adat atau tradisi biasanya diartikan sebagai suatu ketentuan yang berlaku dalam

masyarakat tertentu, dan menjelaskan satu keseluruhan cara hidup dalam

bermasyarakat.2 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tradisi mempunyai dua arti:

Pertama, adat kebiasaan turun temurun yang masih dijalankan masyarakat. Kedua,

penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang paling

baik dan benar.3 Dengan demikian, tradisi merupakan istilah generik untuk menunjuk

segala sesuatu yang hadir menyertai kekinian.4

Tradisi adalah kebiasaan yang turun temurun dalam suatu masyarakat. Tradisi

merupakan mekanisme yang dapat membantu untuk memperlancar perkembangan

pribadi anggota masyarakat, misalnya dalam membimbing anak menuju kedewasaan.

Tradisi juga penting sebagai pembimbing pergaulan bersama di dalam masyarakat.

W.S. Rendra menekankan pentingnya tradisi dengan mengatakan bahwa tanpa tradisi,

pergaulan bersama akan menjadi kacau, dan hidup manusia akan menjadi biadab.

1 Thomas F.O’Dea, Sosiologi Agama Suatu Pengantar Awal (Jakarta: PT raja Grafindo

Persada, 1995), h. 25. 2 Husni Thamrin, Orang Melayu : Agama, Kekerabatan, Prilaku Ekonomi (Lpm : Uin

Suska Riau, 2009), h. 1. 3 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta

: Balai Pustaka 1998), h. 589. 4 Rumadi,Post-Tradisionalisme Islam, Wacana Intelektualisme Dalam Komunitas NU,

(Jakarta : Depag RI 2007), h. 9.

Page 13: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

3

3

Namun demikian, jika tradisi mulai bersifat absolut, nilainya sebagai pembimbing akan

merosot. Jika tradisi mulai absolut bukan lagi sebagai pembimbing, melainkan

merupakan penghalang kemajuan. Oleh karena itu, tradisi yang kita terima perlu kita

renungkan kembali dan kita sesuaikan dengan zamannya.5

Tradisi (Bahasa Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam pengertian

yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan

menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu

negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari

tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis

maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.

Secara terminologi perkataan tradisi mengandung suatu pengertian

tersembunyi tentang adanya kaitan antara manusia masa lalu dan masa kini. Ia

menunjuk kepada sesuatu yang diwariskan oleh masa lalu tetapi masih berwujud dan

berfungsi pada masa sekarang. Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat

bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal

yang bersifat ghaib atau keagamaan.

Di dalam tradisi diatur bagaimana manusia berhubungan dengan manusia yang

lain atau satu kelompok manusia dengan kelompok manusia yang lain, bagaimana

manusia bertindak terhadap lingkungannya, dan bagaimana perilaku manusia terhadap

alam yang lain. Ia berkembang menjadi satu sistem, memiliki pola dan norma yang

5 Mardimin Johanes, Jangan Tangisi Tradisi (Yogyakarta: Kanisius, 1994), h. 12-13.

Page 14: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

4

4

sekaligus juga mengatur penggunaan saksi dan ancaman terhadap pelanggaran dan

penyimpangan.

Pada era modern ini, masih banyak tradisi yang tetap dipertahankan secara

turun temurun dari nenek moyang hingga ke anak cucu pada suatu masyarakat.

Demikian juga yang terjadi di desa Paciran kecamatan Paciran kabupaten Lamongan.

Di antara tradisi yang masih dilaksanakan oleh masyarakat desa Paciran adalah Tradisi

Kupatan

Kupatan sendiri adalah tradisi keagamaan yang berhubungan dengan hari besar

Islam. Tradisi kupatan merupakan salah satu bentuk warisan budaya leluhur yang

sampai sekarang masih dilestarikan oleh masyarakat desa Paciran kabupaten

Lamongan, Jawa Timur. Tradisi tersebut merupakan kegiatan sosial yang melibatkan

seluruh masyarakat dalam usaha bersama untuk memperoleh keselamatan, dan

ketentraman bersama. Tradisi Kupatan di kabupaten lamongan khusunya di daerah

pesisir pantai utara di laksanakan dua kali dalam setahun. Kupatan yang pertama

dilaksanakan menjelang Ramadhan atau tepat nya dua minggu menjelang Ramadhan

tradisi ini disebut Megengan. Kupatan kedua dilaksanakan tujuh hari setelah hari raya

idul fitri, tepatnya pada tanggal 8 Syawal. Tradisi ini disebut kupatan6

Masyarakat desa Paciran terdiri dari beberapa organisasi masyarakat diantara

nya Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Front Pembela Islam (FPI), dari ketiga

ormas islam tersebut hanya dari kalangan Nahdlatul Ulama yang secara aktif

melaksanakan tradisi kupatan tersebut.

6 Wawancara dengan Abdul Hakim, Masyarakat Desa Paciran, 22 Maret 2019

Page 15: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

5

5

Masyarakat Paciran memaknai kupatan sebagai bagian dari melestarikan

budaya yang sudah di bawa oleh sunan Drajat dan sunan Sendang bukan hanya itu saja,

tetapi berkat kegigihan beliau berdua Islam tersebar di pesisir pantai utara. Ada banyak

cara yang dilakukan oleh masyarakat Paciran untuk merayakan kupatan diantaranya

adalah membuat ketupat dan berbondong-bondong membawanya ketempat ibadah

seperti mushola dan masjid untuk di panjatkan doa oleh sesepuh desa kemudian saling

bertukar ketupat, sebisa mungkin pulang dari masjid atau mushola tidak membawa

ketupat yang sama ketika dibawa dari rumah. Siang harinya suasana kupatan semakin

menarik dengan adanya peserta arak-arakan yang mengenakan pakaian adat Jawa

dengan lakon sebagai sunan Sendang dan sunan Drajat dengan iringan musik

tradisional. Arak-arakan ketupat ini sendiri dimulai dari Terminal Angkutan Sungai

dan Pelabuhan (ASDP) melewati Goa Maharani dan berakhir di Tanjung Kodok yang

berada di dalam Wisata Bahari Lamongan.7 Arak-arakan ketupat ini merupakan tradisi

sejarah peninggalan Sunan Sendang Duwur yang merupakan murid Sunan Drajat, saat

itu Sunan Sendang Duwur memberi jamuhan kepada santri-santrinya berupa kupat dan

lepet saat silaturahmi pada saat setelah lebaran. Darisitulah tercetus tradisi kupatan

yang hingga sekarang masih terus terpelihara.

Ketupat adalah makanan khas dari bahan baku beras, dibungkus dengan

selongsong dari janur/daun kelapa yang dianyam berbentuk segi empat (diagonal),

kemudian direbus. Dalam filosofi jawa ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau

7 Wawancara dengan Munaji, Masyarakat Desa Paciran, 22 April 2019

Page 16: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

6

6

kupat merupakan kependekan dari ngaku lepat dan laku papat. Ngaku lepat artinya

mengakui kesalahan. Laku papat artinya empat tindakan.

Di samping ketupat makanan lain yang ikut disajikan adalah lepet, lepet

mempunyai arti silep kang rapet. Mari kita kubur/tutup yang rapat. Jadi setelah

mengaku lepat, meminta maaf, menutup kesalahan yang sudah dimaafkan, jangan

diulang lagi, agar persaudaraan semakin erat seperti lengketnya ketan dalam lepet.

Menurut Clifford Geertz, kupatan adalah tradisi selametan kecil yang

dilaksanakan pada hari ketujuh bulan syawal. Hanya mereka yang memiliki anak kecil

dan telah meninggal saja, yang dianjurkan untuk mengadakan selametan ini. Hal ini

tentu mencakup hampir semua orang yang telah berkeluarga di Jawa, walaupun

kenyataannya selametan ini tidak sering diadakan.8 Clifford Geertz membagi Islam

Jawa dalam 2 varian yakni abangan, dan santri. Menurut dia selametan adalah tradisi

yang dilaksanakan oleh varian abangan, salah satu tradisi slametan yang dilaksanakan

oleh abangan adalah kupatan.

Budaya merupakan hasil teologis yang kemudian menjadi kebiasaan individu

dan secara alami menjadi kebiasaan masyarakat, atau budaya merupakan kebiasaan-

kebiasaan positif dan negatif di dalam suatu masyarakat yang kemudian menjadi

budaya.9

Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti mengunakan teori fenomenologi

dan antropologi untuk meneliti secara mendalam tentang makna dan tujuan tradisi

8 Clifford Geertz, Agama Jawa, Abangan, Santri, Priyayi dalam Kebudayaan Jawa (Terj), ed.

Aswab Mahasin dan Bur Rasuanto (Jakarta, 2013), h. 105. 9 Nurcholish Madjid, Nilai-nilai Dasar Perjuangan (Jakarta: PB. HMI, 2016), h. 2.

Page 17: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

7

7

kupatan yang terdapat pada desa Paciran tersebut. Peneliti ingin meneliti tradisi

kupatan di desa Paciran karena memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan

tradisi kupatan pada umumnya. Keunikan tradisi kupatan desa Paciran adalah dengan

adanya perayaan arak-arakan yang menyuguhkan beberapa kesenian khas kabupaten

lamongan seperti Jaran Jenggo, Musik Tongklek, Jidor dipadukan dengan fragmen

kolosal yang menceritakan sejarah nama desa Paciran dan sejarah tradisi kupatan yang

diperankan oleh remaja-remaja desa Paciran.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas fokus penulis adalah tentang makna

yang terkandung dalam tradisi kupatan desa Paciran maka dapat dihasilkan rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana makna dan tujuan yang terkandung dalam tradisi kupatan?

2. Seperti apakah tatacara dan praktik perayaan tradisi kupatan?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Memenuhi persyaratan akhir memperoleh gelar Sarjana Strata Satu

Theologi Islam pada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Mengetahui Makna dan Tujuan yang terkandung dalam tradisi Kupatan

3. Mengetahui tatacara dan praktik perayaan tradisi Kupatan.

Page 18: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

8

8

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua kalangan baik penulis

sendiri maupun pembaca. Sehingga manfaat yang dapat diambil dari penelitian sebagai

berikut.

a. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan ilmu,

memperluas pengetahuan, memberikan referensi lanjutan, khususnya dibidang studi

agama-agama.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk

mengembalikan Islam kejalan yang benar.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam melakukan penelitian, penulis mencari informasi tentang judul terkait.

Untuk itu maka perlu dikemukakan tulisan yang terkait dengan judul penelitian yang

akan dilaksanakan. Tulisan yang serupa dengan judul penelitian tersebut diantaranya

adalah:

Tradisi Bulan Ramadhan dan Kearifan Budaya Lokal Komunitas Jawa di Desa

Tanah Datar Kecamatan Rangat Barat Kabupaten Indragiri Hulu10 ditulis oleh

Yuhana membahas tentang beberapa macam tradisi kearifan lokal jawa, salah satunya

yaitu kupatan. Menurut Peneliti penelitian ini bersifat deskriptif sehingga hanya

10Yuhana, Tradisi Bulan Ramadhan dan Kearifan Budaya Lokal Komunitas Jawa di Desa

Tanah Datar Kecamatan Rangat Barat Kabupaten Indragirihulu, Jom FISIP, Vol. 3 No. 1 -

Februari 2016, 1

Page 19: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

9

9

penjelasan inti dari tujuan msyarakat melaksanakan Kupatan untuk membangun sifat

saling tolong menolong dan gotong royong. Dalam penjelasannya sangat sedikit sekali

menjelaskan tentang tradisi kupatan karena fokus dari karya ini tidaklah hanya pada

tradisi kupatan, akan tetapi lebih tertuju kepada tradisi kearifan lokal lainnya.

Diantaranya adalah Punggahan, Selikuran, Pudunan, dan Riyoyo.

Literatur yang kedua adalah Kearifan Lokal Dalam Menjaga Lingkungan

Hidup (Studi Kasus Masyarakat Di Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus11)

di tulis oleh Hendro Ari Wibowo, Wasino, dan Dewi Lisnoor Setyowati. Penelitian ini

membahas tentang beberapa tradisi kearifan lokal salah satunya tradisi kupatan. Dalam

penjelasannya tradisi kupatan adalah tradisi yang mengarah kepada sebuah peringatan

ibadah yang berhubungan dengan masyarakat. Dalam masyarakat desa Colo tardisi ini

biasa disebut dengan tradisi seribu kupat. Terdapat dimensi nilai lokal dalam kupatan,

dimana nilai lokal untuk mengatur kehidupan bersama antar warga masyarakat. Maka

setiap masyarakat memiliki aturan atau nilai-nilai lokal yang ditaati dan disepakati

bersama. Dimensi solidaritas kelompok lokal dari kupatan adalah suatu masyarakat

umumnya dipersatukan oleh ikatan komunal untuk membentuk komunitas lokal. Setiap

masyarakat mempunyai media-media untuk mengikat warganya misalnya dilakukan

melalui ritual keagamaan atau acara dan upacara adat lainnya. Masing- masing anggota

masyarakat saling memberi dan menerima sesuai dengan bidang dan fungsinya

masing-masing.

11 Hendro Ari Wibowo, Wasino & Dewi Lisnoor Setyowati, Kearifan Lokal Dalam Menjaga

Lingkungan Hidup (Studi Kasus Masyarakat Di Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus)

Journal of Educational Social Studiesh JESS 1 (1) – 2012, 1.

Page 20: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

10

10

Peranan Kupatan di Desa Colo lebih ke pesta desa yang cenderung

melestarikan budaya mereka. Dengan masyarakat desa Colo melestarikan tradisi

kupatan mereka mampu menjaga dan mengembangkan hasil hutan dan hasil bumi,

sehingga tradisi menjaga lingkungan hidup di kawasan Muria dapat terwujud.

Sedangkan tradisi Kupatan di Desa Colo mengarah kepada sebuah peringatan ibadah

yang berhubungan dengan masyarakat. Namun dalam hal ini, kupatan di Desa Colo

sudah di kemas sedemikian rupa menjadi Parade Sewu Kupat. Dalam peneletian yang

di bahas ini tentunya sangatlah berbeda dengan penelitian yang akan peneliti bahas

nantinya, yang akan peneliti bahas adalah fokus dengan satu tradisi yakni kupatan yang

menggali lebih dalam terkait tentang makna tradisi kupatan tersebut.

F. Kerangka Teori

Dalam fokus penelitian ini peneliti menggunakan teori fenomenologi karena

sangat relevan dengan tema yang akan peneliti teliti. Fenomenologi berasal dari bahasa

Yunani, Phainoai, yang berarti ‘menampak’ dan phainomenon merujuk pada ‘yang

menampak’. Istilah ini diperkenalkan oleh Johann Heirinckh. Istilah fenomenologi

apabila dilihat lebih lanjut berasal dari dua kata yakni; phenomenon yang berarti realitas

yang tampak, dan logos yang berarti ilmu. Maka fenomenologi dapat diartikan sebagai

ilmu yang berorientasi unutk mendapatan penjelasan dari realitas yang tampak. Lebih

lanjut, Kuswarno menyebutkan bahwa Fenomenologi berusaha mencari pemahaman

bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan konsep penting dalam kerangka

intersubyektivitas (pemahaman mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan

Page 21: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

11

11

orang lain).12 Alfred Schutz merupakan orang pertama yang mencoba menjelaskan

bagaimana fenomenologi dapat diterapkan untuk mengembangkan wawasan ke dalam

dunia sosial. Schutz memusatkan perhatian pada cara orang memahami kesadaran orang

lain, akan tetapi ia hidup dalam aliran kesadaran diri sendiri. Perspektif yang digunakan

oleh schutz untuk memahami kesadaran itu dengan konsep intersubyektif. Yang

dimaksud dengan dunia intersubyektif ini adalah kehdupan-dunia (life-world) atau dunia

kehidupan sehari-hari.13

Dunia kehidupan sehari-hari ini membawa Schutz mempertanyakan sifat

realitas sosial para sosiolog dan siswa yang hanya peduli dengan diri mereka sendiri.

Dia mencari jawaban dalam kesadaran manusia dan pikirannya. Baginya, tidak ada

seorang pun yang membangun realitas dari pengalaman intersubjective yang mereka

lalui. Kemudian, Schutz bertanya lebih lanjut, apakah dunia sosial berarti untuk

setiap orang sebagai aktor atau bahkan berarti baginya sebagai seorang yang

mengamati tindakan orang lain?. Apa arti dunia sosial untuk aktor/subjek yang

diamati, dan apa yang dia maksud dengan tindakannya di dalamnya?. Pendekatan

semacam ini memiliki implikasi, tidak hanya untuk orang yang dipelajari, tetapi juga

untuk diri kita sendiri yang mempelajari orang lain.14 Instrument yang dijadikan alat

penyelidikan oleh Schutz adalah memeriksa kehidupan bathiniyah individu yang

12 Engkus Kuswarno, Fenomenologi; fenomena pengemis kota bandung. (Bandung: Widya

Padjadjaran, 2009), 2. 13 George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, terj Alimandan, (Jakarta:

Kencana, 2007), h. 94 14 Ajiboye, Emmanuel Olanrewaju, Social Phenomenologi of Alfred Schutz and the

Development of African Sociology, (British Journal of Arts and Social Sciences, Vol.4. No.1 2012).

Page 22: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

12

12

direfleksikan dalam perilaku sehari-harinya.15

Schutz meletakkan manusia dalam pengalaman subjektif dalam bertindak dan

mengambil sikap dalam kehidupan sehari-hari. Dunia tersebut adalah kegiatan praktis.

Manusia mempunyai kemampuan untuk menentukan akan melakukan apapun yang

berkaitan dengan dirinya atau orang lain. Apabila ingin menganalisis unsur-unsur

kesadaran yang terarah menuju serentetan tujuan yang bertkaitan dengan proyeksi

dirinya. Jadi kehidupan sehari-hari manusia bisa dikatakan seperti proyek yang

dikerjakan oleh dirinya sendiri. Karena setiap manusia memiliki keinginan-keinginan

tertentu yang itu mereka berusaha mengejar demi tercapainya orientasi yang telah

diputuskan.16

Lebih lanjut, Schutz menyebutnya dengan konsep motif, yang oleh Schutz

dibedakan menjadi dua pemakmanaan dalam konsep motif. Pertama, In Order to

Motive, kedua, motif Because of Motive. In Order to Motive ini motif yang dijadikan

pijakan oleh sesorang untuk melakukan sesuatu yang bertujuan mencapai hasil,

sedangkan Because of Motive merupakan motif yang melihat kebelakang. Secara

sederhana bisa dikatakan pengidentifikasian masa lalu sekaligus menganalisisnya,

sampai seberapa memberikan kontribusi dalam tindakan selanjutnya.17

Teori selanjutnya adalah teori Antropologi, Antropologi sendiri secara harfiah

berasal dari bahasa Yunani, dari kata anhtropos yang berarti manusia dan logos yang

15 Tom Campbell, Tujuh Teori Sosial, Sketsa, Penilaian, dan Perbandingan, (Yogyakarta:

Kanisius, 1994), h. 233. 16 Tom Campbell, Tujuh Teori Sosial, Sketsa, Penilaian, dan Perbandingan, (Yogyakarta:

Kanisius, 1994), h. 235-237. 17 Tom Campbell, Tujuh Teori Sosial, Sketsa, Penilaian, dan Perbandingan, (Yogyakarta:

Kanisius, 1994), h. 270.

Page 23: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

13

13

berarti ilmu. Antropologi adalah ilmu yang membahas tentang manusia.18

Antropologi berusaha untuk mengkaji sitem-sistem yang berkaitan dengan kehidupan

manusia, masyarakat, serta budayanya. Mengkaji agama dengan menggunakan

pendekatan antropologi membuahkan ilmu yang dikenal dengan istilah antropologi

agama.

Kajian agama melalui tinjauan antropologi dapat diartikan sebagai salah satu

upaya untuk memahami agama dengan melihat wujud praktik keagamaan

(tindakan/perilaku) yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Kajian ini

diperlukan sebab elemen-elemen agama bisa dijelaskan dengan tuntas melalui

pendekatan antropologi dan juga ilmu sosial lainnya. Artinya, dalam memahami

ajaran agama manusia dapat dijelaskan melalui bantuan ilmu antropologi, dengan

menggunakan (bantuan) teori-teori di dalamnya. Hal ini bertujuan untuk

mendeskripsikan bahwa agama mempunyai fungsi, melalui simbol-simbol atau

nilainilai yang dikandungnya dan “hadir di mana-mana”. Oleh karenanya, agama ikut

mempengaruhi, bahkan membentuk stuktur sosial, budaya, ekonomi, politik dan

kebijakan umum. Dengan pendekatan ini kajian studi agama dapat dikaji secara

komprehensif melalui pemahaman atas makna terdalam dalam kehidupan beragama di

18 Koentjaraningrat menyebutkan Antropologi atau “Ilmu tentang manusia” sebagai suatu

istilah yang pada awalnya mempunyai makna yang lain, yaitu “ilmu tentang ciri-ciri tubuh manusia”.

Dalam fase ke tiga perkembangan antropologi, istilah ini terutama mulai dipakai di Inggris dan Amerika

dengan arti yang sama seperti etnology pada awalnya. Di Inggris, istilah antropologi kemudian malahan

mendesak istilah etnology, sementara di Amerika, antropologi mendapat pengertian yang sangat luas

karena meliputi bagian-bagian fisik maupun sosial dari “ilmu tentang manusia” Di Eropa Barat dan

Eropa Tengah istilah antropologi hanya diartikan sebagai “ilmu tentang manusia dipandang dari ciri-ciri

fisiknya”, Untuk lebih jelasnya Lihat Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi. (Jakarta ; Rineka Cipta.

1996), h. 18.

Page 24: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

14

14

masyarakat. Kemudian dapat terlihat bahwa ada korelasi antara agama dengan berbagai

elemen kehidupan manusia/masyarakat. Meski demikian, tulisan ini hanya memberi

gambaran pentingnya kajian studi agama dari sudut pandang antropologi. Teori inilah

yang akan penulis gunakan sebagai teori analisis untuk mengungkap makna dan esensi

terhadap fenomena tradisi kupatan Paciran Lamongan.

G. Metodologi Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan atau studi kasus dengan tema

Tradisi Keagamaan.

2. Jenis Data

Untuk melakukan penelitian tersebut maka penulis mengumpulkan data primer

dan sekunder yang sesuai dengan tema penelitian.

3. Sumber Data

Berdasarkan jenis data yang ditentukan sebelumnya maka dalam penelitian ini

sumber data berasal dari sumber primer dan sekunder. Sumber Primer artinya data yang

didapat dari sumber pertama, seperti wawancara kepada seseorang atau pengamat

peneliti langsung pada obyek penelitian. Sumber sekunder artinya data yang diperoleh

dari hasil penelitian orang lain yang sudah diolah menjadi data, buku, koran, majalah

dan lain-lain, atau juga pandangan, komentar orang di luar lokasi penelitian tentang

kondisi masyarakat di Desa Paciran Lamongan.

4. Tehnik Pengumpulan Data

Page 25: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

15

15

Dalam penelitian ini ada beberapa tehnik yang akan digunakan untuk

mengumpulkan data, diataranya yaitu:

a. Tehnik Wawancara

Wawancara merupakan proses interaksi atau komunikasi secara langsung

antara pewawancara atau peneliti dengan responden. Peneliti melakukan wawancara

dengan responden ditempat penelitian yakni Desa Paciran Kabupaten Lamongan.

Dengan tehnik wawancara ini peneliti akan memperoleh data yang bersifat fakta.

Peneliti melakukan wawancara terhadap warga Desa Paciran diantaranya

beberapa perangkat desa, Pemuka agama, dan masyarakat umum yang sudah dianggap

mewakili pemikiran Masyarakt desa Paciran.

b. Tehnik Observasi

Observasi merupakan salah satu tehnik pengumpulan data yang menggunakan

pertolongan indra mata. Tehnik ini bertujuan untuk lebih mendalami situasi sosial

sebagaimana yang diperoleh lewat wawancara, mengukur kebenaran jawaban pada

wawancara dan untuk memperoleh data yang tidak bisa didapatkan dengan wawancara

atau yang lainnya.

c. Tehnik Dokumentasi

Teknik dokumentasi diakukan dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen

yang bisa memberikan informasi tentang judul terkait. Teknik dokumen mencakup

buku, laporan, surat-surat antar kelompok, foto dan lain sebagainya.

Page 26: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

16

16

5. Langkah-langkah pengumpulan data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan, penulis mengambil langkah-langkah

sebagai berikut:

a. Tempat penelitian

Lokasi penelitan ini di desa Paciran Kecamatan Paciran Kab. Lamongan.

Paciran adalah sebuah desa yang terletak di Kabupaten Lamongan bagian Pesisir pantai

utara tepatnya Kecamatan Paciran. Lokasi ini dipilih sebagai tempat penelitian dengan

pertimbangan peduduknya melaksanakan tradisi kupatan.

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan Bulan April – Juni 2019.

6. Pendekatan

Ada beberapa Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini, pendekatan-

pendekatan tersebut adalah sbagai berikut:

a. Pendekatan Fenomenologi

Dengan pendekatan ini peneliti dapat mengetahui fenomena-fenomena

keagamaan serta realitas-realitas yang terjadi di masyarakat.

b. Pendekatan Sosiologis

Dengan pndekatan ini peneliti bisa mengetahui hubungan sosial

kemasyarakatan antar pemeluk agama. Bagaimana mereka saling mempengaruhi

dalam hidup bermasyarakat. Dan untuk mengetahui proses sosial yang terjadi di

kalangan umat yang berbeda beragama baik di dalam acara internal kelompok maupun

antar kelompok.

Page 27: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

17

17

c. Pendekatan Historis

Selain dua pendekatan di atas, dalam penelitian ini juga digunakan pendekatan

historis unuk mengetahui alur sejarah dan lain-lain sebagai pelengkap data penelitian.

7. Teknik analisa data

Berdasarkan jenis data yang dikumpulkan maka teknik analisa data yang akan

digunakan oleh penulis adalah analisis kualitatif.19 Penulis akan berusaha

menggabungkan data-data serta menafsirkan data untuk menjelaskan pola kerukunan

umat beragama di lokasi penelitian.

H. Sistematika Penulisan

Secara garis besar penulisan pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari lima

bab, dengan uraian sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikasi penelitian, tinjauan pustaka,

kerangka teoritik, metodolgi penelitian dan diakhiri dengan sistematika penulisan.

BAB II: GAMBARAN UMUM TENTANG OBJEK PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, maka pada bab ini peneliti

haruslah menguasai dahulu tentang kondisi lapangan wilayah desa tersebut,

yang nantinya memuat letak geografis, keadaan demografis, yang meliputi

keadaan penduduk, keadaan pendidikan, keadaan ekonomi, keadaan sosial, dan

keadaan keagamaan masyarakat.

19 Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, cet 8 (Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama, 1994) h. 269

Page 28: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

18

18

BAB III PENGERTIAN, SEJARAH, DAN PELAKSANAAN KUPATAN

DESA PACIRAN

Sebelum menuju ke pembahasan lebih dalam tentunya perlu menggali data

sebanyak-banyaknya yang berkaitan dengan tradisi kupatan masyarakat Paciran,

bab ini membahas apa itu kupatan, bagaimana bentuk pelaksanaan tradisi kupatan

masyarakat desa Paciran dan siapa para pelaksananya, serta keunikan-keunikan

pada tradisi tersebut yang kemudian dilanjutkan dengan menggunakan metode

observasi kemudian metode wawancara terhadap tokoh setempat yang

berpengaruh sebagai pondasi utama, serta diikuti dengan metode dokumentasi

untuk mengkaitkan data-data yang sudah ada dengan data yang lainnya

BAB IV ANALISA TENTANG MAKNA DAN TUJUAN TRADISI

KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KABUPATEN

LAMONGAN

Dalam bab ini merupakan isi pembahasan penelitian dimana bahan- bahan

yang sudah terkumpul pada bab sebelumnya untuk dianalisis lebih mendalam.

Diantaranya membahas tentang makna dan tujuan pelaksanaan tradisi kupatan

serta pemaknaan menurut masyarakat yang melaksanakannya. Dengan

menggunakan teori fenomenologi yang di tawarkan oleh Alfred Schutz.

BAB V PENUTUP

Bab ini adalah penutup yang berisi kesimpulan, saran-saran dan kata

penutup.

Page 29: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

19

BAB II

GAMBARAN UMUM DESA PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

A. Sejarah Desa Paciran

Desa Paciran adalah salah satu desa pesisir yang terletak di kecamatan

Paciran kabupaten Lamongan. Di desa tersebut terdapat tiga dusun yaitu dusun

Penanjan, dusun Jetak, dan dusun Paciran. Kehidupan masyarakat desa Paciran

tidak bisa dipisahkan dengan letak keberadaan desanya yang bersebelahan langsung

dengan laut Jawa. Letaknya yang langsung berhadapan dengan laut membuat

sebagian besar masyarakat Paciran memilih bekerja sebagai nelayan, khususnya

penduduk dusun Jetak dan dusun Paciran. Jiwa pelaut sudah tertanam dan sangat

melekat dalam diri masyarakat setempat sehingga jumlah nelayan tidak pernah

berkurang walaupun sektor pariwisata dan sektor industri sudah mulai masuk di

desa Paciran.

Sebagai masyarakat yang tinggal di daerah pesisir, penduduk setempat

mempunyai karakteristik sosial tersendiri yang berbeda dengan masyarakat yang

tinggal di wilayah daratan. di beberapa kawasan pesisir yang relatif berkembang

pesat, struktur masyarakatnya bersifat heterogen, memiliki etos kerja tinggi,

solidaritas sosial yang kuat, serta terbuka terhadap perubahan dan interaksi sosial.

Menurut kepala desa Paciran Bapak Khusnul Khuluq, sejarah desa Paciran

bermula dengan datangnya seorang ulama yang berasal dari keturunan timur

tengah, yakni Raden Noer Rahmat. Beliau termasuk salah satu penyebar agama

Islam di daerah Pantura (pantai utara). Dalam usahanya, dia berkeinginan

mendirikan tempat untuk pengajaran dan pendidikan serta penyebaran agama Islam

(pondok pesantren). Oleh karenanya, dia berkeinginan mendirikan tempat

Page 30: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

20

pendidikan tersebut. Mula-mula, sebuah bangunan atau surau yang terletak di

daerah Demak Bintoro hendak di pindah ke sebuah tempat yang jauh untuk

dijadikan pusat pendidikan dan pengajaran, serta penyebaran agama Islam. Dengan

izin Allah, ulama tersebut mampu memindahkan bangunan tersebut ke tempat lain.

Tetapi sayangnya, dalam proses pemindahan surau tersebut tidak berjalan lancar,

karena salah satu pintu bangunan ada yang terjatuh, dan dalam bahasa Jawa jatuh

disebut dengan cicir. Maka dari kejadian cicir inilah, muncul kata Paciran yang

kemudian dijadikan sebagai nama desa tempat jatuhnya pintu tersebut.1

B. Kondisi Geografis

Desa Paciran merupakan desa yang sekaligus menjadi kecamatan di

kabupaten Lamongan, Kecamatan Paciran merupakan salah satu bagian Kabupaten

Lamongan yang terletak di bagian Utara (Pantura) dan letaknya yang sangat srategis

juga berhadapan dengan luasnya lautan. Paciran bisa dikatakan sentra pariwisata

dari Kabupaten Lamongan, karena di daerah ini terdapat banyak obyek pariwisata.

Potensi yang dimiliki oleh kecamatan Paciran dibidang pariwisata antara lain: desa

Drajat terdapat Makam Sunan Drajat, desa Sendangduwur terdapat Makam Sunan

Nur Rochmad, desa Paciran terdapat terdapat Pantai Tanjung Kodok yang sekarang

menjadi Wisata Bahari Lamongan (WBL) dan Goa Maharani yang sekarang sudah

berubah menjadi Maharani Zoo Lamongan (Mazola), serta pemandian air hangat

Brumbun di desa Kranji.2 Desa Paciran juga di lewati oleh jalan penghubung antara

Gresik-Tuban, dengan batas desa dan kecamatan yaitu :

- Sebelah utara : Laut Jawa

1 Wawancara dengan Khusnul Khuluq, Pemerintah desa Paciran, pada 12 Juni 2019 2 Profil Desa Paciran diakses pada 26 April 2019 dari

https://www.lamongankab.go.id/portal/58-uncategorised/245-Paciran

Page 31: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

21

- Sebelah selatan : Desa Sumur Gayam

- Sebelah timur : Desa Tunggul

- Sebelah barat : Desa Kandang Semangkon

- Sebelah Selatan : Kecamatan Solokuro

- Sebelah Timur : Kecamatan Brondong

- Sebelah Barat : Kecamatan Paciran

- Sebelah Utara : -

Gambar Peta Desa Paciran

1. Luas Wilayah

Luas wilayah Desa Paciran 633,5 Ha, yang terdiri dari pemukiman,

pertanian sawah, ladang/tegalan, perkebunan, padang rumput/gembalaan, Hutan,

bangunan (perkantoran, pertokoan, sekolah, pasar, jalan, tempat olahraga, dan

tambak)3. Dengan rincian sebagai berikut :

No Nama Wilayah Luas Wilayah

Pemukiman 65 ha/m2

1 Pejabat Pemerintah N/a ha/m2

3 Profil Desa Paciran diakses pada 26 April 2019 dari

https://www.lamongankab.go.id/portal/58-uncategorised/245-Paciran

Page 32: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

22

2 Real Estate N/a ha/m2

3 Pemukiman Umum 65 ha/m2

Pertanian Sawah 15 ha/m2

1 Sawah Irigasi N/a ha/m2

2 Sawah ½ Teknis N/a ha/m2

3 Sawah Tada Hujan 15 ha/m2

4 Sawah Pasang Surut N/a ha/m2

Ladang/Tegalan 298,6 ha/m2

Perkebunan N/a ha/m2

Padang Rumput/Gembalaan N/a ha/m2

1 Tanaman Ternak N/a ha/m2

Hutan N/a ha/m2

Untuk Bangunan 17,10 ha/m2

1 Perkantoran 0,5 ha/m2

2 Sekolah 17 ha/m2

3 Pertokoan 0,5 ha/m2

4 Pasar 1 ha/m2

Page 33: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

23

5 Jalan 24,4 ha/m2

Rekreasi dan Olahraga 4 ha/m2

1 Lapangan Sepak Bola 2 ha/m2

2 Lapangan Bola Volley/Basket 2 ha/m2

Perikanan Darat/Air Tawar N/a ha/m

1 Tambak N/a ha/m

2 Kolam N/a ha/m

Rawa/Waduk N/a ha/m

Sumber : Profil Desa Paciran

2. Kesuburan Tanah

Desa Paciran memiliki tingkat kesuburan tanah dengan rincian sebagai

berikut:

a. Tanah subur : 12 Ha

b. Tanah tidak subur : 476,100 Ha

c. Tanah sangat subur : 0 Ha

d. Lahan Terlantar : 5 Ha

3. Curah Hujan dan Tinggi Tempat

Desa Paciran mempunyai curah hujan 0,15 mm dengan ketinggian dari

permukaan laut 3 m, topografi atau bentang lahan untuk dataran 312,5 ha,

Perbukitan/Pegunungan : 111,5 ha.

Page 34: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

24

4. Orbitasi

a. Jarak ke ibu kota Kecamatan : 0,5 Km

b. Lama tempuh ke ibu kota Kecamatan : 1 Menit

c. Jarak ke Kabupaten : 45 Km

d. Lama tempuh ke Kabupaten : 90 Menit

C. Keadaan Sosial

1. Kependudukan

Desa Paciran memiliki 2.827 Kepala keluarga (KK). Jumlah penduduk desa

Paciran 14.817 jiwa. Ada beberapa kelompok keluarga sejahtera penduduk desa

Paciran4 (lihat tabel 1)

Tabel 1

Prosentase Bidang Kesejahteraan Penduduk Desa Paciran

No Kelompok Kesejahteraan Jumlah

(Kepala Keluarga)

Prosentase (%)

1 Prasejahtera 1742 46,1

2 Keluarga Sejahtera I 987 26

3 Keluarga Sejahtera II 578 15,2

4 Keluarga Sejahtera III 276 7,3

5 Keluarga Sejahtera III Plus 202 5,4

Sumber : Profil Desa Paciran

Jumlah Penduduk desa Paciran berdasarkan jenis kelamin. (lihar tabel 2)

4 Dokumen Profil Desa Paciran

Page 35: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

25

Tabel 2

No Jenis Kelamin Jumlah Penduduk

1 Laki-laki 7038 orang

2 Perempuan 7779 orang

Sumber : Profil Desa Paciran

Dari jumlah penduduk tersebut, desa Paciran terbagi dalam tiga dusun yaitu

: (lihat tabel 3)

Tabel 3

Nama-Nama Dusun Yang Ada di Desa Paciran

No Nama Dusun Nama Desa Nama Kecamatan

1 Paciran Paciran Paciran

2 Penanjan Paciran Paciran

3 Jetak Paciran Paciran

Sumber : Profil Desa Paciran

Dari ketiga dusun tersebut, desa Paciran terdiri dari 11 rukun warga (RW)

dan 51 rukun tetangga (RT). Desa Paciran termasuk daerah yang padat

penduduknnya. Keadaan topografi yang mayoritas daratan sangat cocok di jadikan

lahan pertanian dan usaha tambak. Tidak hanya itu, desa Paciran terletak di kawasan

jalur pantai utara (pantura). Pantai yang ada di sepanjang kecamatan Paciran,

dimanfaatkan oleh masyarakat Paciran untuk mencari nafkah sebagai nelayan.

Page 36: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

26

2. Ketenagakerjaan

Mata pencaharian di desa Paciran bermacam-macam, mulai dari berprofesi

sebagai petani, pedagang, pegawai, TNI, guru hingga dokter. Untuk mengetahui

mata pencaharian penduduk desa Paciran. (lihat tabel 4)

No Mata Pencaharian Jumlah Orang Prosentase (%)

1 Buruh Tani 4.688 25

2 Dokter/Bidan 12 2,3

3 Pedagang/Wiraswata/Pengusaha 271 6

4 Pengrajin 472 8

5 PNS 204 6

6 TNI/POLRI 21 2

7 Penjahit 19 1

8 Montir 7 0,4

9 Supir 67 4

10 Karyawan Swasta 592 11

11 Kontraktor 2 0,3

12 Tukang Kayu 482 8

13 Tukang Batu 592 11

Page 37: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

27

14 Guru Swasta 998 15

Sumber : Profil Desa Paciran

3. Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu proses di dalam menemukan perubahan, baik

dalam diri, maupun komunitas. Maka dari itu, pendidikan adalah merupakan

elemen yang sangat signifikan dalam menjalani kehidupan. Karena dari sepanjang

perjalanan manusia pendidikan merupakan barometer untuk mencapai nilai-nilai

kehidupan. Tingkat pendidikan desa Paciran dapat kita lihat di bawah ini. (lihat

tabel 5)

Tabel 5

Jumlah Tingkat pendidikan di Desa Paciran

No Keterangan Jumlah

1 Penduduk Usia 10 tahun ke atas yang buta

huruf

0 orang

2 Penduduk tidak tamat SD/sederajat 387 orang

3 Penduduk tamat SD/sederajat 4.362 orang

4 Penduduk tamat SLTP/sederajat 4.105 orang

5 Penduduk tamat SLTA/sederajat 2.907 orang

6 Penduduk tamat D1 93 orang

7 Penduduk tamat D2 85 orang

Page 38: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

28

8 Penduduk tamat D3 68 orang

9 Penduduk tamat S1 817 orang

10 Penduduk tamat S2 36

11 Penduduk tamat S3 2

Sumber : Profil Desa Paciran

Dilihat dari pendidikan masyarakat desa Paciran memiliki pendidikan

ditingkat SD, SLTP, SLTA, dan perguruan tinggi. Sekolah dasar terletak di dusun

Paciran yaitu SDN 1 Paciran. Sedangkan sekolah menengah pertama (SMP) antara

lain SMP Karangasem dan SMP modern. Sekolah menengah atas (SMA) antara lain

SMA Muhammadiyah karangasem, SMA Mazroatul Ulum, MA modern, MA

Mazroatul ulum, MA Muhammadiyah Karangasem, SMK Muhammadiyah

karangasem. Sedangkan perguruan tinggi antara lain STIT/STIE Muhammadiyah

Paciran dan STAIM Paciran. Hal ini menandakan bahwa masyarakat desa Paciran

tidak lagi memiliki pemikiran yang primitif dan selalu berfikir untuk maju.

4. Agama

Dilihat dari aspek agama, masyarakat Paciran yang berjumlah 14817 orang

seluruhnya beragama Islam. Itu artinya 100% masyarakat Paciran menganut agama

Islam. Di Paciran terdapat Masjid, Musholla dan Taman Pendidikan Al Quran

(TPQ).

Daerah pesisir pantai utara pulau jawa yang merupakan sejarah panjang

dalam perkembangan agama Islam ditanah jawa ini dimana kawasan tersebut

sebagai salah satu basis para walisongo dalam mensyiarkan agama Islam pada

Page 39: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

29

waktu itu sehingga dalam perkembangannya banyak bermunculan pondok

pesantren baru dan modern.

Pondok pesantren yang terdapat di kecamatan Paciran jumlahnya sangat

banyak tidak terkecuali di desa Paciran. Di kawasan Paciran sendiri terdapat lima

Pondok Pesantren (PONPES) antara lain:

1. Pondok Pesantren Karangasem

2. Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah,

3. Pondok Pesantren Mazro’atul Ulum,

4. Pondok Pesantren Manarul Quran dan

5. Pondok Pesantren Al Ibrahimi.5

Pesantren merupakan tempat di mana anak-anak muda dan dewasa belajar

lebih mendalam dan lebih lanjut ilmu agama Islam yang diajarkan secara sistematis,

langsung dari dalam bahasa arab serta berdasarkan pembacaan kitab-kitab klasik

karangan ulama besar. Mereka yang berhasil dalam belajarnya, memang kemudian

diharapkan menjadi kyai, ulama, muballigh, setidaknya guru agama dan ilmu

agama.6

Pesantren memiliki karakteristik tersendiri yang khas yang hingga saat ini

menunjukkan kemampuannya yang cemerlang melewati berbagai episode zaman

dengan kemajemukan masalah yang dihadapinya. Bahkan dalam perjalanan

sejarahnya, Ia telah memberikan andil yang sangat besar dalam ikut serta

mencerdaskan kehidupan Bangsa dan memberikan pencerahan terhadap

masyarakat serta dapat menghasilkan komunitas intelektual.

5 Dokumen profil desa/kelurahan.

6 Dawam Rahardjo, Pesantren Dan Pembaharuan, (Jakarta : LP3ES, 1985), h. 2.

Page 40: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

30

Dari jumlah penduduk yang seluruhnya beragama Islam, di desa Paciran

terdapat berbagai organisasi Islam seperti Muhammadiyah, Nahdhotul Ulama’

(NU), dan Fron Pembela Islam (FPI). Masyarakat Paciran sangat teguh dalam

memegang faham yang dianutnya namun tetap satu idiologi dan bertauhid. Walau

terdiri dari berbagai faham namun kerukunan tetap terjaga, sehingga banyak

pondok yang berdiri di desa Paciran di samping sekolah-sekolah yang bertaraf

tinggi.

Pembangunan pondok pesantren juga banyak didirikan karena keprihatinan

para tokoh agama terhadap nasib pendidikan dan perkembangan kehidupan

keagamaan.

D. Keadaan Ekonomi

Masyarakat desa Paciran memiliki banyak mata pencaharian. Selain

berprofesi sebagai petani dan nelayan, ada beberapa mata pencaharian yang lain

seperti disektor jasa atau perdagangan sebanyak 1.041 orang dan pekerja disektor

industri sebanyak 27 orang. Dari sekian banyak mata pencaharian tersebut, rata-rata

masyarakat Paciran bermata pencaharian sebagai petani dan peternak. Dalam

bidang pertanian untuk hasil tanaman dan luas lahan yang digunakan adalah sebagai

berikut : (lihat tabel 1)

Tabel 1

Sumber Daya Alam Bidang Pertanian

No Komoditi Luas Lahan

1 Kacang Tanah 117 ha

2 Jagung 210 ha

Page 41: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

31

3 Ubi Kayu 70 ha

4 Mangga 20 ha

5 Sawo 0,5 ha

6 Pisang 3 ha

Sumber : Profil Desa Paciran

Dalam bidang Peternakan macam-macam hewan dan jumlah hewan yang

ada adalah sebagai berikut : (lihat tabel 2)

Tabel 2

Sumber Daya Alam Bidang Peternakan

No Hewan Jumlah

1 Kambing 1469 ekor

2 Domba 1276 ekor

3 Ayam Buras 4091 ekor

4 Ayam Ras 1800 ekor

Sumber : Profil Desa Paciran

Page 42: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

32

BAB III

TRADISI KUPATAN DI DESA PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

A. Sejarah Munculnya Kupatan

1. Pengertian Tradisi Kupatan

Dalam tradisi Jawa, hari raya pasca Ramadlan atau biasa di sebut dengan

sebutan Bhada atau Riyaya itu ada dua macam. Bhada lebaran dan bhada kupat. Kata

Bhada di ambil dari bahasa Arab “ba’da” yang artinya sudah. Sedangkan riyaya

berasal dari bahasa Indonesia “ria” yang artinya riang gembira atau suka cita.

Selanjtnya kata lebaran berasal dari akar kata lebar yang berarti selesai. Maksud kata

lebar di sini adalah sudah selesainyanya pelaksanaan ibadah puasa dan memasuki bulan

Syawwal/Idul Fithri. Relevansinya, hari ini di sebut “riyaya” karena umat Islam merasa

bersuka cita sebagai ekspresi kegembiraan mereka lantaran menyandang predikat

kembali ke fitrah/asal kesucian.1

Adapun dalam bahasa Jawa, kupat berasal dari kata “papat” atau empat, dan

juga bentuknya yang “persegi empat”. Hal ini adalah simbol yang hendak mengarahkan

kepada esensi rukun ajaran agama Islam yang keempat, yaitu puasa bulan Ramadhan.

Kupat dalam bahasa Jawa juga konon merupakan kependekan dari kalimat ngaku lepat

yang berarti “mengakui kesalahan”. Karena itu, saling berbagi dan memberi kupat di

hari raya lebaran idul fitri dan lebaran ketupat adalah simbol atas pengakuan kesalahan

dan kekurangan diri masing-masing terhadap Allah, terhadap keluarga, dan juga

1 Diakses pada 11 Juni 2019 https://www.nu.or.id/post/read/39434/lebaran-ketupat-dan-tradisi-

masyarakat-jawa

Page 43: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

33

terhadap sesama.2 Sedangkan Kupat merupakan bentuk jamak dari kafi, yaitu kuffat

yang berarti cukup, jelasnya cukup akan pengharapan hidup ini setelah berpuasa satu

bulan di bulan Ramadhan3

Menurut KH. Salim Azhar tokoh masyarakat desa Paciran mengatakan bahwa

kupat berasal dari bahasa arab Huffat, yang sesuai dengan hadis Nabi SAW.

حفت الجنة بالمكاره وحفت النار بالشهوات

“Surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) dan neraka itu

diliputi perkara-perkara yang disukai syahwat.”(HR. Muslim)

Dengan mengambil kata huffat dari hadist tersebut, KH. Salim menjelaskan

lebih lanjut bahwa lebaran ketupan mempunyai nasehat filosofi yang sangat penting.

Yakni, dimana setelah melakukan puasa Ramadhan selama satu bulan penuh,

hendaknya tetap berhati-hati menjaga diri dari kesenangan nafsu yang menyesatkan

dan tetap istiqomah dalam menghiasi diri dengan sifat-sifat yang terpuji. 4

Ketupat adalah simbolisasi makna permohonan ampun dan maaf yang

berhubungan dengan hak-hak Allah (habl min Allâh) dan juga hak-hak manusia (habl

min al-nâs). Karena itulah, keberadaan kupat banyak dijumpai saat hari raya lebaran

yang merupakan hari raya kembali pensucian diri dan momen saling memaaf-maafkan

antar sesama. Ketupat seolah-olah manifestasi dari ungkapan do’a yang lazim

dipanjatkan saat hari raya Idul Fitri, yaitu “kullu ‘âm wa nahnu ilâ Allâh wa al-hasanât

aqrab. Taqabbalallâhu minnâ wa minkum” (semoga setiap tahun kita semakin dekat

2 Komaruddin Amin dan M. Arskal Salim GP, Ensiklopedi Islam Nusantara edisi budaya

(Jakarta:Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementrian Agama RI, 2018), h. 213. 3 Diakses pada 29 Agustus 2012 https://www.nu.or.id/post/read/39477/kupatan 4 Wawancara dengan KH Salim Azhar, Tokoh Masyarakat desa Paciran, 25 November 2018.

Page 44: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

34

dengan Allah dan kebaikan-kebaikan. Semoga Allah memaafkan kita semua dan

menerima amal kita).

Kupat juga merupakan kependekan dari “laku papat” atau “empat tindakan”

yang merupakan etape stasiun spiritual” (al-maqâmât al-rûhiyyah al-arba’ah), yaitu :

a. Tindakan pertama adalah “lebaran”, yang berasal dari kata lebar (usai atau

selesai). Di sini, lebaran menandakan sudah usai dan berakhirnya waktu

menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh di bulan Ramadhan.

b. Tindakan kedua adalah “luberan”, yang berasal dari kata luber (meluap atau

melimpah). Dalam hal ini luberan diartikan sebagai ajakan untuk saling

berbagi limpahan rizki dengan berzakat dan bersedekah untuk kaum miskin

dan mereka yang berhak menerimanya.

c. Tindakan ketiga adalah “leburan”, yang berasal dari kata lebur (melebur atau

menghilangkan). Artinya mengakui kesalahan, memohon maaf dan memberi

maaf. Manusia dituntut untuk saling memaafkan antar satu sama lain. Dengan

demikian, dosa-dosa dan kesalahan pun menjadi lebur.

d. Adapun tindakan yang keempat adalah “laburan”, yang berasal dari kata labur,

atau kapur untuk memutihkan dinding rumah dan menjernihkan air. Dalam hal

ini, leburan memaksudkan agar manusia selalu menjaga kesucian lahir dan

batinnya.5

Dilihat dari sisi kuliner, ketupat merupakan makanan khas Indonesia yang

terbuat dari beras dan dibungkus dengan selongsong yang berbahan dari janur/daun

5 Komaruddin Amin dan M. Arskal Salim GP, Ensiklopedi Islam Nusantara edisi budaya

(Jakarta:Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementrian Agama RI, 2018), h. 213.

Page 45: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

35

kelapa yang dianyam berbentuk segi empat (diagonal), kemudian direbus. Pada

umumnya kupat dihidangkan oleh umat muslim tepat di hari ke delapan lebaran Idul

Fitri yang biasa di sebut dengan “KUPATAN” atau “RIYAYA KUPAT”.6

Dibungkusnya ketupat dengan daun kelapa muda yang dianyam juga memiliki

nilai filosofi tersendiri. Dalam bahasa Jawa, daun kelapa muda pembungkus ketupat

dikenal juga dengan nama janur. Kata janur berasal dari bahasa Arab, yaitu jâ’a nûr,

yang atinya “telah datang seberkas cahaya terang”. Filosofi makna yang tersimpan di

balik janur sebagai bungkus kupat adalah bahwa manusia senantiasa mengharapkan

datangnya cahaya petunjuk dari Allah SWT. yang maha memberikan petunjuk dan

membimbing mereka pada jalan kebenaran yang diridhai oleh-Nya. Janur7 juga

merupakan sebuah simbolisasi atas harapan yang dipanjatkan umat Islam dan

manifestasi atas do’a yang termaktub dalam surat al-Fâtihah; “ihdinâ-s shirâth-al

mustaqîm. Shirât-alladzîn-a an’amta ‘alaihim ghair-il maghdhûbi ‘alaihim wa lâdh-

dhâllîn” (tunjukilah kami jalan yang lurus yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau

beri nikmat kepadanya, bukan jalan mereka yang dimurkai, dan bukan pula jalan

mereka yang sesat).8

2. Sejarah Munculnya Tradisi Kupatan

Tradisi adalah kebiasaan yang turun temurun dalam suatu masyarakat. Tradisi

juga merupakan mekanisme yang dapat membantu untuk memperlancar perkembangan

6 Wawancara dengan Munaji, Masyarakat desa Paciran, pada 22 April 2019. 7 Menurut kamus besar Bahasa Indonesia janur adalah daun kelapa muda yang berwarna

kuning. 8 Komaruddin Amin dan M. Arskal Salim GP, Ensiklopedi Islam Nusantara edisi budaya,h.

214.

Page 46: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

36

pribadi anggota masyarakat, misalnya dalam membimbing anak menuju kedewasaan.

Tradisi juga penting sebagai pembimbing pergaulan bersama di dalam masyarakat.

W.S. Rendra menekankan pentingnya sebuah tradisi dengan mengatakan bahwa, tanpa

tradisi pergaulan bersama akan menjadi kacau, dan hidup manusia akan menjadi

biadab. Namun demikian, jika tradisi mulai bersifat absolut, nilainya sebagai

pembimbing akan merosot. Jika tradisi mulai absolut bukan lagi sebagai pembimbing,

melainkan merupakan penghalang kemajuan. Oleh karena itu, tradisi yang kita terima

perlu kita renungkan kembali dan kita sesuaikan dengan zamannya.9

Sedangkan tradisi menurut Bahasa Indonesia adalah adat kebiasaan turun-

temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat penilaian atau

anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar.10

Menurut Bahasa Latin, Tradisi disebut traditio yang bermakna diteruskan atau

kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah

dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok

masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama.

Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari

generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini,

suatu tradisi dapat punah.

Secara terminologi perkataan tradisi mengandung suatu pengertian

tersembunyi tentang adanya kaitan antara manusia masa lalu dan masa kini. Ia

menunjuk kepada sesuatu yang diwariskan oleh masa lalu tetapi masih berwujud dan

9 Mardimin Johanes, Jangan Tangisi Tradisi (Yogyakarta: Kanisius, 1994), h. 12-13. 10 Kamus Besar Bahasa Indonesia, lihat: https://kbbi.web.id/tradisi.

Page 47: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

37

berfungsi pada masa sekarang. Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat

bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal

yang bersifat ghaib atau keagamaan.11

Di dalam tradisi diatur bagaimana manusia berhubungan dengan manusia yang

lain atau satu kelompok manusia dengan kelompok manusia yang lain, bagaimana

manusia bertindak terhadap lingkungannya, dan bagaimana perilaku manusia terhadap

alam yang lain. Ia berkembang menjadi satu sistem, memiliki pola dan norma yang

sekaligus juga mengatur penggunaan saksi dan ancaman terhadap pelanggaran dan

penyimpangan.

Pada era modern ini, masih banyak tradisi yang tetap dipertahankan secara

turun temurun dari nenek moyang hingga ke anak cucu pada suatu masyarakat.

Demikian juga yang terjadi di desa Paciran kecamatan Paciran kabupaten Lamongan. .

Di antara tradisi yang masih dilaksanakan oleh masyarakat desa Paciran adalah Tradisi

Kupatan.

Kupatan merupakan salah satu bentuk budaya leluhur yang sampai sekarang

masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat desa Paciran Kabupaten Lamongan, pada

hakikatnya pelaksanaan tradisi ini adalah semata-mata melestarikan budaya leluhur

karena dalam pelaksanaan tradisi kupatan berdampak positif bagi kehidupan

masyarakat, sehingga masyarakat dari generasi kegenerasi masih melaksanakan,

menjaga serta melestarikan tradisi kupatan ini.12

11 Siti Rodliyah, Pandangan Masyarakat Terhadap Tradisi Nglangkahi Pasangan Sapi Dalam

Prosesi Perkawinan di Desa Kepuh Kecamatan Papar Kabupaten Kediri (skripsi: UIN Malang 2010) ,

h.56 12 Wawancara dengan KH Salim Azhar, Tokoh Masyarakat desa Paciran, pada 25 April 2019.

Page 48: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

38

Tradisi Kutupatan menurut sejarah telah berlangsung sejak abad ke 15 di

kerajaan Islam Demak Bintoro. Tradisi ini diyakini berasal dari Sunan Kalijaga, salah

satu dari kesembilan wali (wali songo) yang termashur sebagai penyebar agama Islam

di tanah Nusantara.13

Di desa Paciran sendiri konon tradisi kupatan dimulai sejak zaman Sunan

Sendang duwur. beliau adalah seorang tokoh yang turut berperan dalam menyebarkan

agama Islam di pulau jawa khususnya di daerah Paciran dan sekitarnya, nama asli

beliau adalah Raden Noer Rahman yang merupakan putra dari Abdul Qohar bin Malik

Bin Sultan Abu Yazid yang berasal dari Bahgdad, menurut pendapat KH Salim Azhar

tokoh agama desa Paciran, awal mula tradisi Kupatan di praktekan oleh beliau dalam

rangka untuk menjamu tamu-tamu dan santri beliau seusai menjalankan puasa syawal

selama enam hari.14

Dahulu tradisi Kupatan ini tidak dirayakan secara besar-besaran hanya dalam

lingkup keluarga, namun seiring berjalannya waktu tradisi kupatan berkembang

menjadi tradisi dilingkup masyarakat kecil, tidak lagi hanya di rumah namun ketika

tanggal 8 syawal setelah menjalankan puasa syawal selama 6 hari, masyarakat kerap

membawa ketupat ke mushola-mushola dan masjid-masjid untuk didoakan secara

bersama-sama kemudian setelahnya ketupat tersebut dibagikan kepada masyarakat.

Awal pelestarian tradisi Kupatan sempat mengalami pro dan kontra. Ada yang

beranggapan perayaan Kupatan itu tidak boleh. Karena urusan Agama itu tidak boleh

13 Diakses pada 01-07-2017 https://www.beritamerdekaonline.com/2017/07/01/lebaran-

ketupat-warga-adakan-doa-bersama/. 14 Wawancara dengan KH Salim Azhar, tokoh Agama desa Paciran, 25 April 2019.

Page 49: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

39

dicampurkan dengan urusan budaya. Namun pendapat dari ulama yang lain

mengatakan tidak apa-apa untuk melakukannya. Karena di dalam tradisi Kupatan

mengandung nilai-nilai kearifan dan ibadah kepada Tuhan yang Maha Esa.15

Seiring pergeseran zaman tradisi perayaan ketupat sudah tidak lagi menjadi

kebiasan yang dilakukan oleh masyarakat lingkup kecil, namun tradisi tersebut telah

meluas ke masyarakat luar, dan dikokohkan oleh masyarakat desa Paciran sebagai

perayaan besar tahunan. Perayaaan tersebut tetap berlangsung hingga saat ini, dan

dengan kreatifitas masyarakat perayan tersebut semakin berkembang dari tahun ke

tahun. Masyarakat berusaha menjadikan perayaan kupatan semakin dikenal generasi

selanjutnya dengan mengemas kegitaan tersebut agar terlihat lebih menarik dan

dinikmati semua kalangan tanpa mengurangi atau menodai nilai kerifan kupatan yang

diajarkan oleh Raden Noer Rahman.16

Sejak sepuluh tahun terakhir tradisi perayaan kupatan di desa Paciran dijadikan

momen perayaan hari besar yang dirayakan setiap tahunnya. Dimana ketupat sudah

tidak lagi di bawa ke musshola-mushola namun ketupat dibentuk semenarik mungkin

dan disusun menjadi gunungan yang kemudian di arak dari Terminal ASDP melewati

Goa Maharani dan berakhir di Tanjung Kodok. Menurut masyarakat setempat arak-

arakan tersebut bermaksud memperingati napak tilas Sunan Sendang yang dianggap

sebagai pencetus tradisi kupatan di daerah Paciran Kabupaten Lamongan.17

15 Wawancara dengan Munaji, Masyarakat Desa Paciran, pada 22 November 2018 16 Wawancara dengan KH Salim Azhar, Tokoh Agama desa Paciran, pada 25 April 2019

17 Wawancara dengan, Khusnul khuluq, Pemerintah desa Paciran, pada 12 Juni 2019

Page 50: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

40

3. Prosesi Pelaksanaan Perayaan Tradisi Kupatan

Seperti yang telah dijelaskan, masyarakat desa Paciran seluruhnya menganut

agama Islam, sehingga kegiatan masyarakat sehari-hari mengacu pada nilai ajaran

Islam yaitu al-Qur’an dan Hadist. Masyarakat desa Paciran juga masih kental akan

tradisi-tradisi warisan dari nenek moyang, yang dianggap sakral dan harus dilestarikan

oleh budaya-budaya yang ada tersebut. Adapun beberapa macam tradisi yang

dilakukan masyarakat desa Paciran seperti : Mauludan, Isra’ Mi’raj, Rajaban dan

Kupatan.

Tradisi kupatan dilaksanakan oleh seluruh warga desa Paciran, dari anak-anak,

remaja sampai orang tua, mereka ada yang terlibat langsung dalam prosesi dan ada juga

sebagai peserta yang ikut memeriahkan tradisi tersebut. Keterlibatan anak-anak tidak

hanya sebagai penggembira saja, tetapi secara tidak langsung anak-anak diperkenalkan

dengan tradisi yang sudah ada sejak dulu yakni kupatan.

Dalam melaksanakan tradisi kupatan ada beberapa tahapan yang terbagi

menjadi tiga yaitu:

a. Persiapan

Pada Tahap persiapan masyarakat membuat ketupat yang dibungkus dengan

janur dan disusun dalam berbagai bentuk dan ukuran. Di samping persiapan membuat

ketupat sebagian masyarakat ada yang bertugas untuk membuat hiasan-hiasan

tambahan guna menyemarakkan perayaan dan arak-arakan kupatan. Setelah semua

bahan sudah siap kemudian kupat dan lepet serta bahan yang lain di susun menjadi

gunungan-gunungan ketupat untuk nantinya di doakan dan diperebutkan saat perayaan

tradisi kupatan.

Page 51: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

41

b. Waktu dan Tempat Perayaan

Waktu perayaan kupatan biasanya dilakukan 7 hari setelah Hari Raya Idul Fitri,

karena merupakan perwujudan rasa syukur setelah mengerjakan puasa satu bulan

penuh dan disempurnakan dengan puasa sunah enam hari di bulan syawal.

Sebagaimana dikatakan oleh kyai Salim Azhar tokoh agama desa Paciran Sebagai

berikut:

"Bahwa setelah masyarakat mengerjakan puasa Ramadlan satu bulan penuh,

mereka menyempurnakan dengan puasa syawal enam hari, kemudian ditutup dengan

perayaan kupatan", Beliau juga mengutarakan acuan dengan hadits Nabi yang

diriwayatkan oleh Muslim, dari Abi Ayyub Al-Anshari, bahwasanya Rosulullah Saw,

telah bersabda, yang artinya "Barang siapa puasa Ramadlan kemudian ia sempurnakan

dengan puasa enam dari pada bulan syawal, pahalanya seperti puasa setahun penuh",18

Sedangkan tempat pelaksanaan kupatan biasanya adalah tempat-tempat yang

dahulu pernah digunakan Sunan Sendang dan Sunan Drajat dalam menimba ilmu

secara natural sebagai bentuk napak tilas perjuangan, seperti : Goa, Pesisir Pantai,

Lereng Gunung, makam dan tempat-tempat lain yang dianggap keramat.

Tempat-tempat tersebut di atas masih dianggap mempunyai nilai-nilai keramat

sebagai petilasan atau bekas tempat menimba ilmu dengan berbagai cara misalnya

duduk bersila.

Adapun tempat yang digunakan untuk prosesi perayaan tradisi kupatan antara

lain:

18 Wawancara dengan KH Salim Azhar, Tokoh Agama Desa Paciran, 25 April 2019

Page 52: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

42

1. Goa

Goa yang biasanya digunakan untuk perayaan tradisi kupatan desa Paciran

adalah goa maharani yang terletak tidak jauh dari pusat pemerintahan desa Paciran, goa

maharani merupakan petilasan Sunan Sendang dan juga tempat keramat yang sekarang

menjadi tempat wisata desa Paciran.

2. Pesisir Pantai

Pantai yang digunakan dalam perayaan tradisi kupatan ini adalah tanjung

kodok. Pantai ini terkenal unik dengan adanya batu besar yang berbentuk menyerupai

hewan kodok, yang menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat desa Paciran. Selain

itu, pantai sendiri merupakan sumber kehidupan masyarakat nelayan desa Paciran, dan

pemberian sedekah untuk alam dalam suatu perayaan kupatan di pantai bertujuan untuk

memohon kepada yang maha kuasa agar memberikan keselamatan dan hasil tangkapan

ikan yang melimpah, serta dijauhkan dari segala macam bencana baik berupa angin

barat (angin kencang) maupun air pasang.

Pesisir pantai tanjung kodok dipilih sebagai salah satu tempat perayaan tradisi

kupatan karena, di tanjung kodok inilah Sunan Drajat dan Sunan Sendang pertama kali

singgah dan memulai menyebarkan agama Islam di desa Paciran dan sekitarnya.

Sebagai bentuk napak tilas perjuangan yang telah dilakukan oleh Sunan Sendang dan

Sunan Drajat sehingga Islam di desa Paciran dan sekitarnya bisa tersebar.

3. Tempat Ibadah

Tempat ibadah yang digunakan adalah masjid-masjid dan mushola yang ada di

desa Paciran, masjid dan mushola merupakan tempat berkumpulnya orang-orang

muslim guna melaksanakan rukun Islam yang ke dua, juga sebagai tempat

Page 53: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

43

berkumpulnya masyarakat desa Paciran untuk melaksanakan perayaan keagamaan

sehingga silaturrahmi tetap terjalin diantara masyarakat.

4. Makam atau kuburan

Kuburan yang di ziarahi oleh masyarakat Paciran sebagai salah satu tempat

perayaan tradisi kupatan adalah makam Sunan Sendang dan Sunan Drajat yang dikenal

sebagai penyebar ajaran agama Islam di wilayah pesisir pantai utara. Juga sebagai

pencetus adanya tradisi kupatan yang sampai sekarang masih dilaksanakan.

Sedangkan makna yang diambil dari ziarah makam Sunan Sendang dan Sunan

Drajat adalah mencari keberkahan dari para waliyullah yang sudah berjasa dalam

penyebaran agama Islam di desa Paciran dan sekitarnya, di samping itu agar senantiasa

ingat bahwa kematian adalah hal yang pasti akan terjadi pada setiap manusia.

Sedangkan untuk lokasi arak-arakannya sendiri di mulai dari terminal ASDP

berjalan melewati Goa Maharani dan berakhir di pesisir pantai Tanjung Kodok Paciran.

c. Pelaksanaan

Pelaksanaan Tradisi kupatan dimulai sejak malam harinya, masyarakat

berbondong-bondong membawa sebagian ketupat ke tempat-tempat ibadah untuk

berdoa bersama dan saling bertukar ketupat dengan tetangga kemudian masing-masing

pulang kerumah dengan membawa ketupat yang sudah ditukar dengan yang lain. Ada

juga yang malam harinya ziarah makam Sunan Sendang dan Sunan Drajat untuk

memanjatkan do’a seraya membaca yasin dan tahlil. Mereka berkeyakinan dengan

berziarah ke makam seorang yang dianggap wali akan mendapatkan berkah. Kemudian

pada pagi harinya dimulailah perayaan besar tradisi Kupatan. Biasanya acara dimulai

Page 54: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

44

dengan pembukaan yang dibuka oleh pemerintah setempat dan pemuka agama

kemudian setelahnya adegan arak-arakan dimulai.

Arak-arakan sendiri mempunyai makna meluapkan kegembiraan atas

terlaksananya tradisi kupatan, arak-arakan boleh dibilang rangkaian acara dalam tradisi

kupatan yang paling meriah karena menampakkan kepada publik dan melibatkan

partisipasi banyak orang.19 Ketupat yang sudah dihias menjadi gunungan-gunungan

diarak mulai dari Terminal ASDP berjalan melewati Goa Maharani dan berakhir di

pesisir Tanjung Kodok. Sesampainya di Tanjung kodok arak-arakan ketupat disambut

dengan parade perahu hias yang menjadikan perayaan tradisi kupatan di desa Paciran

semakin ramai. Dalam perayaan kupatan di desa Paciran juga terdapat sebuah

pertunjukan drama, drama tersebut menceritakan tentang “Madeke Masjid sendang

Agung” pembuatan Masjid Agung Sendang Dhuwur sebagai tonggak awal

berlangsungnya tradisi kupatan di pantura desa Paciran. Drama diawali kirab

kedatangan rombongan Sunan Sendang dan Sunan Drajat dari dua arah yang berbeda.

Setiap rombongan beranggotakan kelompok musik kendang tanjidor. Sejumlah

perempuan membawa ketupat, lepet, dan buah-buahan.

Kedua rombongan bertemu di Pantai Tanjung Kodok. Selanjutnya adegan

berlanjut dengan menunggu kedatangan kapal yang membawa utusan Mbok Rondo

Mantingan dari Jawa Tengah. Rombongan Mbok Rondo Mantingan membawa bahan

bangunan berupa kayu, yang akan digunakan untuk membangun Masjid Agung

Sendang Dhuwur. Dalam adegan ini juga digambarkan rombongan ini diserang

19 Wawancara dengan Khusnul Khuluq, pemerintah desa Paciran, pada 12 Juni 2019.

Page 55: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

45

perompak. Namun, perompak bisa dikalahkan dengan bantuan Sunan Sendang dan

Sunan Drajat sehingga para perompak masuk Islam.

Setelah pertunjukan drama selesai gunungan ketupat akan dipanjatkan do’a

oleh pemuka agama kemudian gunungan ketupat diperebutkan oleh ratusan masyarakat

yang menginginkan keberkahan dari gunungan ketupat tersebut. Acaara diakhiri

dengan kenduri ketupat, yakni makan beramai-ramai ketupat dengan berbagai sayur

dan olahan sayur oleh seluruh masyarakat yang hadir dalam acara perayaan tradisi

kupatan secara gratis.

Hasil observasi penulis terdapat juga beberapa kesenian asli lamongan yang

ikut menyemarakkan perayaan kupatan diantaranya tongklek, jaran jenggo dan jedor.

Tongklek adalah tradisi membangunkan warga untuk mempersiapkan makan sahur saat

bulan ramadhan dengan suara kentongan dari bambu. Biasanya warga melakukan

dengan cara bergerombol, ramai-ramai keliling kampung, secara bersama-sama

mereka memukul alat tradisional kentongan sehingga muncul suara Tong dan Klek.

Sedangkan kesenian jaran jenggo adalah seni kuda yang dilatih njenggo,yang berarti

mengangguk-anggkan kepala sambil menari/berjoget menurut panduan seorang

pawang yang disesuaikan dengan irama musik. Kesenian Jaran Jenggo di Solokuro

Kabupaten Lamongan. Jaran Jenggo sendiri memiliki makna jaran goyang atau kuda

goyang.

Terdapat pula macam-macam perlombaan yang di selenggarakan oleh panitia

diantaranya adalah, lomba cipta ketupat yang di ikuti oleh ibu-ibu yang terdiri dari

empat sampai lima orang dalam satu kelompok nya, dalam perlombaan tersebut yang

Page 56: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

46

dilombakan adalah keunikan dalam menghias makanan ketupat dan yang pasti cita rasa

nya. Lomba lainnya adalah perahu hias, keterangan dari panitia kenapa perahu hias,

karena mayoritas penduduk desa Paciran bekerja sebagai seorang nelayan, dalam

perlombaan ini diikuti oleh sepuluh perahu hias yang sudah dihias sedemikian rupa

sehingga turut serta menyemarakkan perayaan kupatan.

Page 57: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

47

BAB IV

ANALISA TENTANG MAKNA DAN TUJUAN TRADISI KUPATAN BAGI

MASYARAKAT DESA PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

A. Makna Tradisi Kupatan

Ada beberapa aspek yang terkandung dalam makna tradisi kupatan. Makna tradisi

kupatan sangat berpengaruh dalam kehidupan orang yang menjalankan tradisi tersebut,

adapun beberapa aspek tersebut adalah sebagai berikut:

1. Aspek Spirirtual

Beberapa dampak secara spiritual yang yang menjadikan masyarakat desa Paciran

lebih semangat dalam menjalankan hal-hal yang terkait dengan keagamaan diantaranya

adalah

a. Saling Bermaaf Memaafan

Makna yang paling terlihat ketika perayaan tradisi kupatan dari aspek spiritual

adalah saling bermaaf-maafan, makna ini diambil dari arti kata Kupat dalam Bahasa

jawa, yang berarti ngaku lepat atau mengakui kesalahan dengan cara saling bermaaf-

maafan yang biasa dipraktekkan oleh masyrakat desa Paciran dengan Sungkeman.

Dampak positifnya dari makna ini adalah masyarakat yang biasanya enggan untuk

bermaaf-maafan dengan tetangga menjadi lebih semangat untuk melaksanakannya.

Seperti yang dikatakan oleh Munaji masyarakat desa Paciran bahwa,

“masyarakat desa Paciran ketika kupatan berlangsung semuanya pada guyub rukun dan

Page 58: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

48

keluar rumah masing-masing untuk sungkeman serta saling bermaaf-maafan dengan

tetangga dan orang terdekatnya.”1

Dikuatkan juga oleh zaky masyarakat desa Paciran, “hanya ketika lebaran idul

fitri dan lebaran ketupat jalanan desa diramaikan oleh masyarakat guna saling

sungkeman dan bermaaf-maafan. Sangat berbeda sekali dengan hari-hari biasa di luar

perayaan tradisi kupatan dan lebaran idul fitri masyarakat enggan untuk guyub rukun

ramai-ramai keluar rumah untuk saling sapa dan bermaaf-maafan satu dengan

lainnya.”2

Dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 134 yang artinya “(yaitu) orang yang

berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan

amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang

berbuat kebaikan.” (QS Ali Imran: 134) ayat tersebut menerangkan bahwa pentingnya

saling bermaaf-maafan kepada sesama manusia karena Allah tidak akan menerima

permintaan maaf hambanya jika orang yang disakitinya belum memberikan maaf atas

kesalahan yang diperbuat.

Oleh karena itu, syariat secara prinsip mengajarkan bahwa seseorang yang

memohon maaf atas kesalahnnya kepada orang lain agar terlebih dahulu menyesali

perbuatannya, bertekad untuk tidak mengulanginya lagi, serta memohon maaf sambil

mengembalikan hak yang pernah diambilnya. Kalau berupa materi, maka materinya

1 Wawancara dengan Munaji, Masyarakat desa Paciran, pada 22 April 2019 2 Wawancara dengan Zaky, Masyarakat desa Paciran, pada 12 Juni 2019

Page 59: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

49

dikembalikan, dan kalau bukan materi, maka kesalahan yang dilakukan itu dijelaskan

kepada yang dimohonkan maafnya.3

Kupat juga kepanjangan dari laku papat berarti al-Qur’an, hadits, ijma’ dan

qiyas yang merupakan sumber hukum islam.4 Di samping itu ada yang memberikan

makna berbeda dari laku papat yaitu sebagai empat tindakan meliputi lebaran, luberan,

leburan, dan laburan.5 Makna saling mengakui kesalahan ditunjukkan dengan

bersalam-salaman dan saling bermaaf-maafan setelah melaksanakan puasa Ramadhan

dan puasa syawal.

b. Mendatangkan Cahaya

Dampak selanjutnya dari segi spriritual adalah mendatangkan cahaya atau

mendatangkan ketenangan dan keberkahan, yang diambil dari arti kata Janur,

Kepanjangan dari Ja’a Nur yang artinya “telah datang seberkas cahaya terang”.

Filosofi makna yang tersimpan di balik “janur” sebagai bungkus “kupat” adalah bahwa

manusia senantiasa mengharapkan datangnya cahaya petunjuk dari Allah yang

memberikan petunjuk dan membimbing mereka pada jalan kebenaran yang diridhai

oleh-Nya, bukan pada jalan yang tidak disukai oleh-Nya.6 Janur sendiri adalah pupus

dari daun kelapa atau daun kelapa yang masih muda, daun yang dipakai untuk

membungkus lepet.7

3 Diakses pada Sabtu 24 Juni 2017 https://www.nu.or.id/post/read/79180/perihal-maaf-

memaafkan 4 Wawancara dengan KH. Salim Azhar, Tokoh agama desa Paciran, pada 25 April 2019 5 Komaruddin Amin dan M. Arskal Salim GP, Ensiklopedi Islam Nusantara edisi budaya

(Jakarta:Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementrian Agama RI, 2018), h. 213. 6 Komaruddin Amin dan M. Arskal Salim GP, Ensiklopedi Islam Nusantara edisi budaya

(Jakarta:Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementrian Agama RI, 2018), h. 213. 7 Kamus besar Bahasa Indonesia, lihat: https://kbbi.web.id/janur

Page 60: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

50

Dengan adanya kegiatan perayaan tradisi kupatan berdampak juga pada segi

beragama, yang sebelumnya ketika hari-hari biasa enggan untuk melaksanakan sholat

berjamaah di masjid-masjid tetapi dengan adanya tradisi ini masyarakat menjadi lebih

semangat dalam menjalankan sholat berjamaah di masjid-masjid dan mushola, terbukti

dengan jumlah jamaah yang bertambah ketika menjelang perayaan tradisi kupatan. Di

samping itu sebagian besar masyarakat juga ikut menjalankan puasa Sunnah selama

enam hari dibulan syawal yang sudah di contohkan oleh para leluhur dan tokoh

masyarakat setempat sebelum perayaan tradisi kupatan dilaksanakan.

Mendatangkan cahaya yang dimaksudkan adalah ketika kita telah

melaksanakan ibadah puasa selama bulan Ramadhan dan disempurnakan dengan puasa

enam hari bulan syawal, dari situ masyarakat yang melaksanakan tradisi kupatan

berharap mendapatkan cahaya atau petunjuk dari Allah atas yang sudah dikerjakan

selama bulan Ramadhan dan bulan syawal.

c. Menutup Aib Orang Lain

Dampak yang terakhir dari spiritual adalah pandai-pandai dalam menjaga aib

orang lain yang di ambil dari arti kata Lepet, kepanjangan dari silep seng rapet artinya

jika mengetahui kesalahan orang lain hendaknya jangan di kabarkan kepada yang lain

nya, pandai-pandailah menutupi kesalahan orang lain. Lepet sendiri adalah makanan

khas jawa yang selalu ada ketika perayaan tradisi kupatan.8

Dalam sebuah hadits Nabi bersabda yang artinya “Tidaklah seseorang

menutupi aib orang lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari

8 Wawancara dengan KH. Salim Azhar, Tokoh Agama desa Paciran, pada 25 April 2019

Page 61: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

51

kiamat kelak.” (HR Muslim).9 Dari hadits tersebut sudah sangat jelas bahwa kita

dianjurkan untuk menjaga aib kepada sesama manusia.

Fakta dilapangan ketika sedang berkumpul dengan banyak orang yang harus

dijaga adalah aib orang lain, karena kedatangannya mengikuti acara perayaan tradisi

kupatan adalah saling bermaaaf maafan bukan saling membuka aib orang lain.

2. Aspek Sosial

Adapun dampak yang dirasakan oleh masyarakat desa Paciran dalam aspek

sosial dengan adanya perayaan tradisi kupatan adalah sebagai berikut :

a. Gotong Royong

Makna gotong royong sebagai yang paling terlihat dalam aspek sosial ketika

perayaan tradisi kupatan, makna gotong royong diambil dari makna Rontar atau

Lontar, daun siwalan yang dipakai untuk membungkus ketupat, daun ini sangat

istimewa dari bentuknya yang panjang dan sangat kuat serta mengeluarkan bau yang

sedap. Daun rontar ditata rapi dengan model anyaman, selang seling kadang di atas

dan kadang dibawah, serta saling menguatkan satu sama lainnya. Makna yang

terkadung adalah dalam menjalani kehidupan manusia sering kali berada pada posisi

yang berubah-ubah, kadang di atas dan kadang juga di bawah, tetapi antara satu dengan

yang lainnya harus tetap saling gotong royong dan menguatkan.10

Dengan adanya perayaan tradisi kupatan yang dilaksanakan setiap setahun

sekali ini sangat berdampak kepada kebersamaan warga dalam rangka gotong royong

9 Diakses pada 10 Agustus 2016 https://www.republika.co.id/berita/dunia

islam/fatwa/16/08/10/obooky313-membuka-aib-pasangan-apa-hukumnya. 10 Wawancara dengan KH. Salim Azhar, Tokoh Agama desa Paciran, pada 25 April 2019

Page 62: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

52

menyiapkan acara kupatan dari persiapan hingga pelaksanaan dilapangan, bukan hanya

dari kalangan bapak-bapak saja, tetapi semua kalangan seperti, ibu-ibu, remaja sampai

anak-anak ikut andil dan bersama-sama untuk mensukseskan acara perayaan tradisi

kupatan terserbut.

Bapak-bapak sibuk mempersiapkan matrial untuk gunungan ketupat dan

mengatur suSunan acara pelaksanaan perayaan tradisi kupatan sedangkan ibu-ibu sibuk

mempersiapkan ketupat dan makanan yang lain seperti, lepet, buah-buahan, sayur-

sayuran dan lain-lain sebagai hiasan untuk gunungan ketupat. Untuk anak-anak dan

remaja mereka sibuk dengan berlatih drama kolosal yang akan dipersembahkan dalam

acara perayaan tradisi kupatan.

2. Aspek Ekonomi

Dalam aspek Ekonomi tradisi kupatan sangat berdampak pada para masyarakat

desa Paciran yang bermata pencaharian sebagai penjual daun lontar maupun daun janur

yang digunakan sebagai bahan utama membuat ketupat dan lepet. Dua bahan pokok ini

ketika menjelang pelaksanaan tradisi kupatan mengalami kenaikan harga disamping

permintaan banyak dan stok barang terbatas yang menjadikan barang tersebut

mengalami kenaikan harga.

Bukan hanya itu ketika perayaan tradisi kupatan berlangsung juga mempunyai

dampak ekonomi yang sangat besar dibuktikan dengan banyaknya para penjual

dadakan yang membuka lapak nya di pinggir-pinggir jalan yang digunakan sebagai rute

perayaan arak-arakan gunungan ketupat guna menjajakan barang dagangannya kepada

para peserta arak-arakan dan pengunjung yang sengaja datang untuk melihat meriahnya

perayaan tradisi kupatan desa Paciran.

Page 63: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

53

Salah satu informan mengatakan ”kalau tidak ada perayaan tradisi kupatan

seperti ini ya saya tidak jualan, biasanya saya jualan hanya di rumah saja itupun

hasilnya tidak seberapa tetapi ketika ada perayaan tradisi kupatan seperti ini saya bisa

mendapatkan hasil lebih banyak dari biasanya.”11

3. Tujuan Tradisi Kupatan

Ada beberapa tujuan dilaksanakannya tradisi kupatan diantaranya adalah:

1. Sebagai Sarana Komunikasi Dan Silaturrahmi

Silaturahmi menjadi hal yang sangat diutamakan oleh masyarakat desa Paciran

melalui praktik kupatan. Melalui tradisi inilah silaturahmi antara warga, santri, dan

Kyai terjalin lebih kuat. Sebagaimana ditekankan dalam hadist nabi yang artinya

“Barangsiapa ingin dibentangkan pintu rizki untuknya dan dipanjangkan ajalnya

hendaknya ia menyambung tali silaturrahmi.(HR.Bukhori)”, dengan tujuan

mendapatkan banyak manfaat, sebagaimana diakui oleh Ismunawan bahwa “Acara ini

adalah adat yang baik, adat yang Islami, warga semangat menjalankan agar mendapat

barokah.”12 Dengan kata lain, melalui tradisi kupatan inilah diyakini akan tercipta

ukhuwah Islamiyah yang semakin kuat.

Kata silaturahmi terbentuk dari dua kosa kata; silahun dan ar-rahm. Shilah

artinya hubungan dan ar-rahm artinya kasih sayang, persaudaraan atau rahmat Allah

ta’ala. Ada yang suka menyebut silaturrohim atau silaturrahmi pada dasarnya

mengandung maksud yang sama. Silaturahmi adalah hubungan persaudaraan yang

11 Wawancara dengan fariha, pedagang desa Paciran, pada 12 Juni 2019. 12 Wawancara dengan Ismunawan, pejabat pemerintahan kabupaten Lamongan, pada 12 Juni

2019.

Page 64: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

54

terikat atas dasar kebersamaan, persaudaraan, saling mengasihi, melindungi, sehingga

rahmat Allah menyertai ditengah ikatan persaudaraan itu.13

Ibn al Mandzur mengutip pendapat Ibn al Atsir mengatakan bahwa silaturrahmi

adalah istilah lain dari berbuat baik, menyayangi, mengasihi dan memperhatikan

keadaan kaum kerabat. Silaturahmi bukan sekedar kunjung mengunjung, akan tetapi

yang lebih penting adalah upaya seseorang yang bersilaturrahmi untuk menanamkan

dan menumbuhkan rasa persaudaraan yang mendalam sehingga dapat saling

mengetahui, memahami dan tolong menolong antar sesama tanpa membedakan

kedudukan, jabatan ataupun kekayaan.14 Dengan demikian, silaturahmi berarti

menghubungkan tali persaudaraan merupakan salah satu pesan moral yang dapat

menumbuhkan kepedulian dan kepekaan terhadap orang lain.

Selain itu bapak Munaji mengatakan bahwa “Orang yang saling bersilaturahmi

itu akan dipanjangkan umurnya oleh Gusti Allah”.15 Bahkan ajaran Islam sendiri

memberikan catatan akan pentingnya menjaga tali silaturahmi, dan memberikan

penegasan (ancaman) bagi siapa saja yang memutuskan tali silaturahmi kepada

sesamanya.16

Pendapat tersebut di kuatkan oleh bapak Ismunawan, ia mengatakan bahwa

“spirit yang dibawa oleh masyarakat desa Paciran adalah spirit silaturrahmi seperti

13 Fatihuddin, Dahsyatnya Silaturohmi, hal. 13. 14 Abu Bakar, “Shilaturrahmi Dalam Sunnah Nabawiyah”, Dialogia, 3 (Juli-Desember, 2005),

hal. 29. 15 Wawancara dengan Munaji, Tokoh Masyarakat desa Paciran, pada 22 April 2019 16 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak (Jakarta: LPPI, 2007), hal. 189-190.

Page 65: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

55

yang sudah dicontohkan oleh para sesepuh terdahulu tentang betapa pentingnya

silaturrahmi untuk menjaga persatuan dan kesatuan antar masyarakat desa”.17

Dari observasi penulis melihat bahwa makna silaturrahmi yang terkandung

dalam perayaan tradisi kupatan desa Paciran kabupaten Lamongan benar-benar di

aplikasikan, dengan bukti banyaknya masyarakat desa Paciran yang berbondong-

bondong untuk ikut serta meramaikan perayaan kupatan tersebut. Bukan hanya dari

kalangan dewasa saja, tetapi anak-anak dan remaja pun ikut serta dan berbaur menjadi

satu. Dengan adanya perayaan tradisi kupatan ini bisa menyatukan seluruh elemen

masyarakat desa Paciran sehingga silaturrahim dan komunikasi antar warga tetap

terjaga.

2. Sebagai Sarana Sedekah

Makna yang melekat dari tradisi kupatan adalah berbagi dengan sesama yang di

kuatkan dengan salah satu dari wejangan kanjeng Sunan Drajat yaitu “menehono

mangan marang wong kang luweh” yang artinya berilah makan kepada orang yang

lapar. Wejangan tersebut bisa dirujuk sebagai dasar bagi masyarakat desa Paciran

dalam mempraktikkan tradisi open house saat acara kupatan. Sehingga, meski tamu

yang berkunjung ke rumahnya sangat banyak, tidak lantas membuat mereka terbebani.

Justru, semakin banyak tamu yang berkunjung ke rumah mereka untuk menikmati

hidangan kupat, diyakini akan semakin banyak pula berkah yang mereka dapatkan.

Sebagaimana diakui oleh Mustaqimah, “Kita masyarakat Paciran ikhlas memberikan

17 Wawancara dengan Ismunawan, pemerintah Kabupaten Lamongan, 12 Juni 2019

Page 66: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

56

hidangan kupat kepada para tamu. Kalau kita memberi ke orang lain insyaalloh rejeki

kita bisa makin banyak”.18

Sedekah berasal dari kata bahasa Arab yaitu صدقة yang berarti suatu pemberian

yang diberikan oleh seorang kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa

dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Juga berarti suatu pemberian yang diberikan

oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap ridho Allah SWT dan pahala

semata. Sedekah secara bahasa berasal dari huruf ق ,د ,ص serta dari unsur al-Sidq yang

berarti benar atau jujur, artinya sedekah adalah membenarkan sesuatu. Sedekah

menunjukkan kebenaran penghambaan seseorang kepada Allah SWT.19

Dalam tradisi Kupatan di desa Paciran, wejangan tentang sedekah terwujud

dalam bentuk praktik open house. Masyarakat mempraktikkan wejangan tersebut

dalam bentuk hidangan ketupat yang mereka berikan kepada siapapun yang berkunjung

ke rumahnya. Meski ada juga dari warga desa Paciran tidak mengetahui bahwa yang

mereka praktikkan sejalan dengan wejangan kanjeng Sunan Drajat, tetapi mereka

meyakini bahwa yang mereka lakukan adalah sesuai dengan yang sudah di syari’atkan

oleh agama.

Dari observasi yang dilakukan oleh penulis melihat bahwa semangat

masyarakat desa Paciran dalam rangka bersedekah dengan cara menyiapkan hidangan

berupa ketupat, lepet dan berbagai macam buah-buahan adalah bentuk rasa syukur

mereka karena sudah diberi kenikmatan berupa kesempatan untuk bisa menjalankan

18 Wawancara dengan Mustaqimah, masyarakat desa Paciran, 13 Juni 2019 19 Taufiq Ridha, Perbedaan Ziwaf (Jakarta: Tabung Wakaf Indonesia, tt), Hal. 01

Page 67: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

57

puasa selama enam hari pada bulan syawal dan ditutup dengan perayaan tradisi

kupatan.

3. Sebagai Sarana Memuliakan Tamu

Realitas bahwa masyarakat desa Paciran sangat antusias dalam menyambut dan

memuliakan para tamu yang datang ke rumahnya saat pelaksanaan tradisi kupatan,

didasari adanya keyakinan itu terkait dengan pemahaman mereka tentang konsep

sedekah.

Memuliakan tamu, mereka wujudkan dalam bentuk sambutan hangat, serta

senantiasa menampakkan kerelaan dan rasa senang atas pelayanan yang diberikan.

Sikap ramah terhadap tamu jauh lebih berkesan di hati mereka. Melayani tamu

dengan berbagai macam hidangan ketupat itulah yang mereka maknai sebagai sikap

memuliakan tamu. Bahkan mereka mempersilahkan siapapun yang lewat di depan

rumahnya untuk menikmati hidangan yang sudah disiapkan, sampai ada pula

sebagian dari mereka yang tidak segan untuk ‘merayu’ para tamunya supaya mau

menambah makanan yang sudah dihabiskan. Biasanya mereka mengatakan dengan

istilah “monggo, ditanduk kupatipun” (silahkan ditambah ketupatnya). Masyarakat

desa Paciran menganggap, siapapun yang melintasi rumah, bahkan jalan raya Paciran

sebagai tamu mereka, tanpa memandang asal, bahkan agamanya. Masyarakat non-

muslim pun turut berkunjung ke rumah-rumah warga.20 Di sinilah terlihat wujud

nyata dari praktik memuliakan tamu. Tanpa mengenal istilah tamu khusus, warga

mana, dan agamanya apa. Dengan kata lain, tradisi ini mendorong orang untuk lebih

20 Observasi penulis, pada 12 Juni 2019

Page 68: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

58

mengedepankan prinsip kearifan lokal, tidak hanya menunjukkan wajah dan orientasi

agama, tetapi juga berwajah dan berorientasi sosial. Sebagaimana terjadi dalam

praktik tradisi lokal masyarakat di Jawa yang sudah mengalami akulturasi dengan

budaya Islam.21 Sekat agama dan status sosial melebur menjadi satu, ke dalam prinsip

menghormati dan memuliakan tamu.

Tuan rumah wajib memberikan pelayanan berupa makanan sesuai dengan

kemampuan, tanpa ada unsur paksaan. Masyarakat pun tidak pernah merasa terbebani

dengan adanya tradisi ini. Bahkan atas keinginan sendiri, mereka menabung jauh-

jauh hari sebelum diselenggarakannya acara tersebut, dengan tujuan agar saat tiba

hari raya kupatan mereka bisa memberikan jamuan terbaik kepada para tamunya.

Sebaliknya, orang yang bertamu pun harus senantiasa memperlihatkan akhlak yang

baik, agar orang yang menerimanya pun senang untuk melayani. Meskipun tamu

tersebut tidak dikenal sebelumnya oleh sang pemilik rumah sekalipun. Hal terpenting

bagi warga desa Paciran adalah memberikan sambutan yang hangat kepada siapapun.

Ada sebuah filosofi jawa yang berbunyi “Gupuh Aruh Rengkuh Rengkuh

Lungguh Suguh”22 adapun makna yang dari filosofi itu adalah yang pertama Gupuh

secara harfiah artinya tergesa gesa atau tergopoh gopoh. Makna yang luas dari gupuh

ini adalah perasaan gembira ketika menyambut kehadiran tamu. Arti lainnya adalah

ketika menerima kehadiran tamu tuan rumah hendaknya bersikap ramah, hangat dan

21 M Aly Haedar, “Pergeseran Pemaknaan Ritual ‘Merti Dusun’; Studi Atas Ritual Warga

Dusun Celengan, Tuntang, Semarang,” Al-A’raf: Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat XIII, no. 1 (2016),

hal. 1–23. 22 Diakses Pada 13 April 2016 http://pakuspedia.blogspot.com/2016/04/aruh-gupuh-rengkuh-

lungguh-suguh.html

Page 69: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

59

antusias saat menyambut kehadirannya. Seorang tuan rumah harus rela meninggalkan

kegiatannya dan harus bisa menekan amarah dalam hatinya. Misalnya berusaha

menyembunyikan raut wajah yang tadinya cemberut menjadi lebih berseri-seri atau

yang semula berpakaian seadanya menjadi lebih rapi.

Makna kedua adalah Aruh yang berarti menyapa. Maksud dari aruh ini adalah

membuka diri melalui percakapan agar seseorang yang diajak bicara tidak merasa

canggung dan bisa bertukar fikiran secara terbuka. Mari kita lestarikan khazanah

budaya agar tetap terjaga sepanjang masa. Makna selanjutnya adalah Rengkuh berarti

dengan lapang dada menerima kehadiran tamu, meskipun hal itu tidak kita harapkan.

Ibarat kata legowo (menerima dengan penuh kesadaran), hal ini wajib dilakukan oleh

tuan rumah kepada tamu yang datang.

Makna yang keempat adalah Lungguh berarti mempersilahkan seseorang untuk

segera masuk kelingkungan tempat kita untuk segera duduk. Dalam budaya kita,

tamu tidak akan duduk sebelum dipersilahkan untuk duduk, istilahnya belum

"dimanggakne". Biasanya sambil mempersilahkan duduk tuan rumah memberi

sambutan basa-basi sebagai bumbu penyedap agar suasana menjadi lebih gayeng atau

semarak misalnya : wah kok masih awet muda saja ataupun njanur gunung (tumben

jauh-jauh datang kesini) dan menanyakan kabar, hal semacam ini adalah sebuah

pembukaan sehingga seseorang yang datang bisa merasa nyaman sebelum masuk

kedalam suasana percakapan yang lebih serius.

Makna yang terakhir adalah Suguh berarti memberi suguhan atau memberikan

hidangan. Hidangan ini bisa sekadarnya ataupun hidangan besar. Dalam budaya

Suguh ini ada sedikit penekanan bagi tuan rumah untuk berkorban secara finansial

Page 70: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

60

dengan sedikit “memaksakan diri” demi menghormati tamu. Bagi seseorang yang

sedang berkunjung pun juga harus bisa menyikapi suguh ini, jika belum dipersilahkan

mencicipi hidangan maka jangan pernah serta merta mengambil makanan yang

disuguhkan, tamu harus sabar menunggu hingga tuan rumah mempersilahkan untuk

mencicipi hidangan dan tamu pun harus rela untuk sedikit mencicipi hidangan

meskipun tidak merasa lapar semua demi sebuah penghormatan.

Hadis Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Malik, al Bukhori,

Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibn Majah yang artinya : “Barangsiapa yang

beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya,

masa bertamu yang dibolehkan adalah satu hari dan satu malam, dan penjamuan

tamu itu tiga hari, maka selebihnya adalah sedekah, dan tidak halal bagi tamu untuk

menginap disisinya hingga menyebabkan tuan rumah berdosa (karena melakukan

ghibah dan lain-lain).”23 dari hadis tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa tradisi

memuliakan tamu yang dilakukan oleh masyarakat desa Paciran ketika perayaan

tradisi kupatan adalah baik dan sesuai dengan yang di ajarkan oleh Rosulullah.

4. Sebagai sarana merawat tradisi leluhur

Seperti yang sudah disampaikan dalam bab sebelumnya bahwa tradisi kupatan

adalah tradisi yang turun temurun dari dulu hingga sekarang, Tradisi kupatan ini

merupakan tradisi sejarah peninggalan Sunan Sendang Duwur. Ia adalah murid dari

Sunan Drajat, pada waktu itu Sunan Sendang Duwur memberi jamuan kepada santri-

23 Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Shohih At-Targhib Wa Tarhib.(Jakarta:Pustaka

Sahifa, 2008). hal.76

Page 71: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

61

santrinya berupa kupat dan lepet ketika silaturahmi setelah lebaran. Darisitulah tercetus

tradisi kupatan yang hingga sekarang masih terus terpelihara.

Masyarakat Paciran memaknai kupatan sebagai bagian dari merawat tradisi

yang sudah di bawa oleh Sunan Drajat dan Sunan Sendang bukan hanya itu saja, tetapi

berkat kegigihan beliau berdua Islam tersebar di pesisir pantai utara. Ada banyak cara

yang dilakukan oleh masyarakat Paciran untuk merayakan kupatan diantaranya adalah

membuat ketupat dan berbondong” membawanya ketempat ibadah seperti mushola dan

masjid untuk di panjatkan doa oleh sesepuh desa kemudian saling bertukar ketupat,

sebisa mungkin pulang dari masjid atau mushola tidak membawa ketupat yang sama

ketika dibawa dari rumah. Siang harinya suasana kupatan semakin menarik dengan

adanya peserta arak-arakan yang mengenakan pakaian adat Jawa dengan lakon sebagai

Sunan Sendang dan Sunan Drajat dengan iringan musik tradisional. Di samping itu

terdapat pula kesenian-kesenian khas kabupaten Lamongan diantaranya musik

tongklek, jaran jenggo, dan tanjidor Arak-arakan ketupat ini sendiri dimulai dari Goa

Maharani hingga menuju Tanjung Kodok yang berada di dalam Wisata Bahari

Lamongan.24

Seiring berjalannya waktu pemerintah desa Paciran ikut andil dalam rangka

perayaan kupatan tersebut. Yang sebelumnya murni di pegang oleh masyarakat tanpa

ada andil dari pemerintah setempat. Sehingga semakin tahun semakin semarak

perayaan tradisi kupatan desa Paciran. Menjadi daya Tarik juga bagi masyarakat di luar

desa Paciran untuk ikut dalam kemeriahan perayaan tradisi kupatan tersebut.

24 Wawancara dengan Munaji, Masyarakat desa Paciran, Pada 22 April 2019

Page 72: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

62

4. Pandangan Masyarakat Tentang Tradisi Kupatan

a. Tokoh Agama

Dalam wawancara yang penulis lakukan kepada KH Salim Azhar, penulis

menanyakan pertanyaan terkait pandangan terhadap perayaan tradisi kupatan desa

Paciran kabupaten Lamongan, beliau mengatakan:

“Tradisi kupatan di desa Paciran ini sudah sejak lama di lakukan oleh

masyarakat dan memiliki filosofi yang cukup tinggi yakni sebagai simbol

permohonan maaf antar umat beragama Islam setelah menjalani bermasyarakat

selama setahun, kemudian ditandai dengan saling bermaaf-maafaan seperti

melekat pada istilah kupat yakni ngaku lepat atau mengaku salah. Jadi tidak ada

salahnya untuk tetap dilestarikan sebagai bentUk merawat tradisi yang sudah

ada.”25

Dalam melaksanakan tradisi kupatan ini tidak ada suatu keharusan bagi

masyarakat untuk melakukan, tetapi dalam prakteknya kebanyakan masyarakat selalu

ikut serta dalam memeriahkan tradisi kupatan di desa Paciran. Karena sebagai bentuk

rasa syukur atas nikmat dan karunia yang telah diberikan oleh Allah serta sebagai

bentuk saling maaf memaafkan antar sesama masyarakat.

b. Pemerintahan

Wawancara yang penulis lakukan selanjutnya di tujukan kepada masyarakat

desa, salah satunya yaitu Bapak Ismunawan:

”Tradisi kupatan yang sudah ada ini harus tetap dilestarikan karena tradisi ini

adalah tradisi yang baik, tradisi yang Islami, warga semangat menjalankan agar

mendapat barokah. Kami juga selaku pemerintah setempat akan terus

mensupport pelaksanaan tradisi kupatan ini sehingga bisa menjadi daya tarik

25Wawancara dengan KH Salim Azhar, Tokoh agama desa Paciran, pada 12 Juni 2019

Page 73: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

63

bagi masyarakat yang lainnya untuk ikut serta dalam melestarikan tradisi

leluhur kita.”26

Dalam perayaan tradisi kupatan di desa Paciran tiga tahun terakhir pemerintah

setempat juga ikut andil guna menambah meriahnya acara yang sebelumnya murni

dilakukan oleh masyarakat mulai dari persiapan, pengumpulan dana hingga

pelaksanaan semuanya di laksanakan langsung oleh masyarakat.

Pernyataan di atas diperkuat oleh bapak Khusnul Khuluq selaku kepala desa

Paciran, ia mengatakan:

“Tradisi kupatan ini menjadi fokus kerja pemerintah untuk mengembangkan

sisi pariwisata, sehingga dengan adanya tradisi perayaan kupatan ini bisa

menarik minat wisatawan untuk bisa melihat, meramaikan serta mencicipi

berbagai masakan khas perayaan kupatan.”27

c. Masyarakat

Wawancara yang penulis lakukan selanjutnya di tujukan kepada masyarakat

desa, salah satunya yaitu Bapak Munaji:

“selaku masyarakat desa Paciran sangat senang dengan adanya perayaan tradisi

kupatan, di samping saya bisa bersilaturrahmi dengan tetangga dekat dan

tetangga jauh yang bisajadi ketika hari biasa tidak pernah ketemu ketika

perayaan kupatan jadi kita bisa bertemu dan saling maaf memaafkan. Tradisi

kupatan ini tidak ada paksaan untuk mengikuti tetapi masyarakat memang ingin

menghargai dan merawat tradisi yang penuh akan makna yang terkandung

didalamnya.”28

Dari responden lain mengatakan bahwa :

26 Wawancara dengan Ismunawan, Pemerintah kabupaten Lamongan, pada 12 Juni 2019 27 Wawancara dengan, Khusnul khuluq, Pemerintah desa Paciran, pada 12 Juni 2019 28 Wawancara dengan Munaji, masyarakat desa Paciran, pada 22 April 2019

Page 74: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

64

“Tradisi kupatan yang dilakukan setahun sekali ini sangat di nantikan karena

menyajikan banyaknya kesenian dan makanan-makanan khas yang bisa di

santap secara gratis, selain itu kupatan yang di tunggu-tunggu adalah royokan

gunungan ketupat (berebut gunungan ketupat) yang diyakini membawa

keberkahan bagi yang mendapatkannya.”29

Dari dua keterangan informan bisa diambil kesimpulan bahwa masyarakat

sendiri sangat menanti-nanti tradisi kupatan ini, di samping mencari keberkahan

dengan memperebutkan gunungan ketupat, juga bisa saling maaf memaafkan serta

bersilaturrahim antar sesama warga.

29 Wawancara dengan Zaky, Masyarakat desa Paciran, pada 12 Juni 2019

Page 75: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

65

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai makna dan tujuan tradisi kupatan bagi

masyarakat desa Paciran kabupaten lamongan, maka penulis menyimpulkan bahwa

penelitian ini dibagi menjadi beberapa kesimpulan diantaranya sebagai berikut:

Penulis membagi beberapa aspek makna tradisi kupatan diantaranya adalah:

1. Aspek Spiritual

Aspek pertama adalah secara spiritual dengan bertambah semangat masyarakat

desa Paciran dalam menjalankan ibadah seperti sholat berjamaah di masjid dan

musholla kemudian puasa enam hari dibulan syawal, bukan hanya saja tetapi semangat

untuj silaturrahmi dan saling bermaaf-maafan juga bertambah dengan dibuktikan

banyak nya masyarakat yang keluar rumah untuk mengunjungi sanak saudara dan

tetangga guna silaturrahmi dan saling bermaaf-maafan.

2. Aspek Sosial

Aspek yang kedua adalah dari segi sosial kemasyarakatan makna yang sangat

terlihat adalah semangat masyarakat dalam rangka gotong royong untuk

mempersiapkan perayaan tradisi kupatan mulai dari persiapan materi hingga persiapan

pelaksanaa tradisi tersebut. Semua dilaksanakan oleh masyarakat desa Paciran dari

anak-anak, remaja, hingga dewasa semua ikut serta dalam mensukseskan acara

perayaan tradisi kupatan.

Page 76: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

66

3. Aspek Ekonomi

Aspek yang terakhir adalah dari segi ekonomi sangat terlihat sekali perbedaan

antara ketika adanya perayaan tradisi kupatan dan tidak, yang paling diuntugkan adalah

para penjual bahan pokok untuk membuat ketupat dan lepet yakni daun janur dan

lontar. Para penjual tersebut meraup penghasilan yang lebih banyak dari hari-hari biasa.

Bukan hanya penjual daun lontar dan janur tetapi bagi para penjual jajanan juga

mengalami peningkatan penjualan ketika perayaan tradisi kupatan berlangsung dengan

bukti banyaknya para pedagang dadakan yang membuka lapak dagangannya di

seppanjang jalan rute perayaan tradisi kupatan dilaksanakan.

Sedangkan tujuan dilaksanakannya tradisi kupatan adalah:

1. Sebagai Sarana Komunikasi dan silaturrahmi

Pada perayaan tradisi kupatan ini komunikasi dan silaturrahim masyarakat desa

Paciran Kabupaten Lamongan benar-benar terjalin, hal ini ditunjukkan dengan

banyaknya masyarakat yang hadir meramaikan perayaan tradisi kupatan tersebut,

bukan hanya dari kalangan dewasa saja, tetapi anak-anak dan remaja juga ikut serta

merayakan tradisi kupatan. Sebagaimana pengertian kupat dalam filosofi jawa yang

mempunyai arti ngaku lepat (mengakui kesalahan) bahwa pelaksanaan tradisi kupatan

juga sebagai sarana untuk saling maaf memaafkan.

2. Sebagai Sarana Sedekah

Tradisi kupatan juga mempunyai makna sebagai sarana untuk bersedekah, hal ini

ditunjukkan dengan semangat masyarakat desa Paciran dalam menyiapkan

hidangan berupa ketupat, lepet dan aneka buah-buahan sebagai wujud rasa syukur

Page 77: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

67

mereka karena sudah diberikan kenikmatan berpuasa selama enam hari pada bulan

syawwal.

3. Sebagai Sarana Memuliakan Tamu

Selanjutnya dalam tradisi kupatan, masyarakat desa Paciran memberikan jamuan

yang sudah disediakan oleh tuan rumah kepada setiap tamu yang berkunjung.

Meskipun tamu tersebut tidak dikenal sebelumnya oleh tuan, ia akan disambut

dengan dan diterima dengan baik.

4. Sebagai Sarana Merawat Tradisi Leluhur

Sebagaimana yang sudah dideskripsikan bahwa tradisi kupatan adalah tradisi yang

turun temurun dari dulu hingga sekarang, Tradisi kupatan ini merupakan tradisi

sejarah peninggalan Sunan Sendang Duwur. Ia adalah murid dari Sunan Drajat,

pada waktu itu Sunan Sendang Duwur memberi jamuan kepada santri-santrinya

berupa kupat dan lepet ketika silaturahmi setelah lebaran. Darisitulah tercetus

tradisi kupatan yang hingga sekarang masih terus terpelihara.

Adapun tatacara dan praktik tradisi kupatan desa Paciran dimulai sejak malam hari,

dengan melaksanakan doa bersama di tempat-tempat ibadah sambil membawa ketupat

yang sudah disiapkan dari rumah masing-masing. Pada pagi harinya pelaksanaan

tradisi kupatan dilanjutkan dengan arak-arakan yang menjadi rangkaian acara paling

ramai dan meriah dalam setiap perayaan tradisi kupatan. Arak-arakan dimulai dari

terminal ASDP berjalan melewati Goa Maharani dan berakhir di Pesisir Pantai Tanjung

Kodok. Ada beberapa perlombaan dan pertunjukan diantaranya adalah lomba cipta

ketupat dan lomba perahu hias. Sedangkan untuk pertunjukannya adalah fragmen

kolosal yang berjudul “Madeke Masjid Sendang Duwur” yang artinya berdirinya

Page 78: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

68

masjid sendang duwur. Perayaan tradisi kupatan ditutup dengan doa dan dilanjutkan

memperebutkan gunungan ketupat.

b. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini penulis berharap besar kepada pemerintah

kabupaten Lamongan agar tradisi ini bisa di perkenalkan ke masyarakat luas, supaya

tidak hanya masyarakat desa Paciran yang melaksanakan tradisi serupa. Karena tradisi

ini merupakan warisan luhur dan memiliki nilai budaya yang harus dilestarikan,

dirawat serta diperkenalkan kepada generasi muda. Bagi pengembangan ilmiah,

sebaiknya penelitian ini digunakan untuk menambah khazanah keilmuan.

Page 79: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakar, “Shilaturrahmi Dalam Sunnah Nabawiyah”, Dialogia, 3, 2005

Ajiboye, Emmanuel Olanrewaju, Social Phenomenologi of Alfred Schutz and the

Development of African Sociology, British Journal of Arts and Social Sciences,

2012

Clifford Geertz, Agama Jawa, Abangan, Santri, Priyayi dalam Kebudayaan Jawa

(Terj), ed. Aswab Mahasin dan Bur Rasuanto Jakarta, 2013

Dawam Rahardjo, Pesantren Dan Pembaharuan, Jakarta : LP3ES, 1985

Dokumen Profil Desa Paciran

Engkus Kuswarno, Fenomenologi; fenomena pengemis kota bandung. Bandung:

Widya Padjadjaran, 2009

Fatihuddin, Dahsyatnya Silaturohmi, Delta Prima Press 2010

George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, terj Alimandan,

Jakarta: Kencana, 2007

Husni Thamrin, Orang Melayu : Agama, Kekerabatan, Prilaku Ekonomi Lpm : Uin

Suska Riau, 2009

Hendro Ari Wibowo, Wasino & Dewi Lisnoor Setyowati, Kearifan Lokal Dalam

Menjaga Lingkungan Hidup (Studi Kasus Masyarakat Di Desa Colo

Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Journal of Educational Social Studiesh

JESS 1 (1) – 2012

Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, cet 8 Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama, 1994

Komaruddin Amin dan M. Arskal Salim GP, Ensiklopedi Islam Nusantara edisi

budaya Jakarta:Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementrian

Agama RI, 2018

Kamus besar Bahasa Indonesia, lihat: https://kbbi.web.id/janur

Mardimin Johanes, Jangan Tangisi Tradisi Yogyakarta: Kanisius, 1994

Nurcholish Madjid, Nilai-nilai Dasar Perjuangan Jakarta: PB. HMI, 2016

Page 80: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

M Aly Haedar, “Pergeseran Pemaknaan Ritual ‘Merti Dusun’; Studi Atas Ritual Warga

Dusun Celengan, Tuntang, Semarang,” Al-A’raf: Jurnal Pemikiran Islam dan

Filsafat XIII, no. 1 2016

NU Online, 2008, Lebaran Ketupat, dari Mana Tradisi ini Berasal? diakses pada 29

November 2018 http://www.nu.or.id/post/read/14238/lebaran-ketupat-dari-

mana-tradisi-ini-berasal

NU Online, Lebaran Ketupat dan Tradisi Masyarakat Jawa, diakses pada 11 Juni 2019

https://www.nu.or.id/post/read/39434/lebaran-ketupat-dan-tradisi-masyarakat-

jawa

NU Online, Kupatan, Diakses pada 29 Agustus 2012

https://www.nu.or.id/post/read/39477/kupatan

“Profil Desa Paciran” di akses pada 26 April 2019 dari

https://www.lamongankab.go.id/portal/58-uncategorised/245-paciran

Rumadi, Post-Tradisionalisme Islam, Wacana Intelektualisme Dalam Komunitas NU,

Jakarta : Depag RI 2007

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Shohih At-Targhib Wa

Tarhib.Jakarta:Pustaka Sahifa, 2008

Thomas F.O’Dea, Sosiologi Agama Suatu Pengantar Awal Jakarta: PT raja Grafindo

Persada, 1995

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta

: Balai Pustaka 1998

Tom Campbell, Tujuh Teori Sosial, Sketsa, Penilaian, dan Perbandingan, Yogyakarta:

Kanisius, 1994

Taufiq Ridha, Perbedaan Ziwaf Jakarta: Tabung Wakaf Indonesia, tt

Yuhana, Tradisi Bulan Ramadhan dan Kearifan Budaya Lokal Komunitas Jawa di Desa

Tanah Datar Kecamatan Rangat Barat Kabupaten Indragirihulu, Jom FISIP,

Vol. 3 No. 1 - Februari 2016,

Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak Jakarta: LPPI, 2007

Page 81: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

Wawancara:

Wawancara dengan KH Salim Azhar, Tokoh Masyarakat desa Paciran, pada 25 April

2019

Wawancara dengan Abdul Hakim, Desa Paciran, 22 Maret 2019

Wawancara dengan Munaji, Desa Paciran, 22 April 2019

Wawancara dengan Ismunawan, pemerintah kabupaten Lamongan, pada 12 Juni 2019

Wawancara dengan Mustaqimah, masyarakat desa Paciran, 13 Juni 2019

Wawancara dengan, Khusnul khuluq, Pemerintah desa Paciran, pada 12 Juni 2019

Wawancara dengan Zaky, Masyarakat desa Paciran, pada 12 Juni 2019

Page 82: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN
Page 83: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN
Page 84: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN
Page 85: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN
Page 86: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN
Page 87: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN
Page 88: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

Lampiran II

1. Wawancara dengan Bapak Hakim, tokoh masyarakat desa Paciran, 22

Maret 2019

Pertanyaan:

A. Kapan dilaksanakannya tradisi kupatan di desa Paciran Lamongan ?

Kupatan sendiri adalah tradisi keagamaan yang berhubungan dengan

hari besar Islam. Tradisi kupatan merupakan salah satu bentuk warisan budaya

leluhur yang sampai sekarang masih dilestarikan oleh masyarakat desa Paciran

kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Tradisi tersebut merupakan kegiatan sosial

yang melibatkan seluruh masyarakat dalam usaha bersama untuk memperoleh

keselamatan, dan ketentraman bersama. Tradisi Kupatan di kabupaten

lamongan khusunya di daerah pesisir pantai utara di laksanakan 2 kali dalam

setahun. Kupatan yang pertama dilaksanakan menjelang Ramadhan atau tepat

nya 2 minggu menjelang Ramadhan tradisi ini disebut Megengan. Kupatan

kedua dilaksanakan 7 hari setelah hari raya idul fitri, tepatnya pada tanggal 8

Syawal.

B. Dimana lokasi pelaksanaan tradisi kupatan?

Pelaksanaan kupatan dilaksanakan di pesisir pantai tanjung kodok, yang

biasanya dimulai dari terminal ASDP (Angkutan Sungai dan Pelabuhan)

kemudian melewati goa Maharani dan berakhir di tanjung kodok paciran

lamongan

2. Wawancara dengan Bapak Munaji, Tokoh Masyarakat desa Paciran, 22

Maret 2019

Pertanyaan:

A. Bagaimana rangkaian acara tradisi kupatan?

Ada banyak cara yang dilakukan oleh masyarakat paciran untuk

merayakan kupatan diantaranya adalah membuat ketupat dan berbondong”

membawanya ketempat ibadah seperti mushola dan masjid untuk di panjatkan

Page 89: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

doa oleh sesepuh desa kemudian saling bertukar ketupat, sebisa mungkin

pulang dari masjid atau mushola tidak membawa ketupat yang sama ketika

dibawa dari rumah. Siang harinya suasana kupatan semakin menarik dengan

adanya peserta arak-arakan yang mengenakan pakaian adat Jawa dengan lakon

sebagai sunan Sendang dan sunan Drajat dengan iringan musik tradisional.

Arak-arakan ketupat ini sendiri dimulai dari terminal ASDP kemudian

melewati Goa Maharani hingga menuju titik akhir Tanjung Kodok yang berada

di dalam Wisata Bahari Lamongan.

B. Bagaimana Pandangan tentang kupatan?

Selaku masyarakat desa Paciran sangat senang dengan adanya perayaan

tradisi kupatan, di samping saya bisa bersilaturrahmi dengan tetangga dekat dan

tetangga jauh yang bisa jadi ketika hari biasa tidak pernah ketemu ketika

perayaan kupatan jadi kita bisa bertemu dan saling maaf memaafkan. Tradisi

kupatan ini tidak ada paksaan untuk mengikuti tetapi masyarakat memang ingin

menghargai dan merawat tradisi yang penuh akan makna yang terkandung

didalamnya.

C. Apa tujuan dilaksanakannya tradisi kupatan

Kupatan sebagai bagian dari merawat tradisi yang sudah di bawa oleh

Sunan Drajat dan Sunan Sendang bukan hanya itu saja, tetapi berkat kegigihan

beliau berdua Islam tersebar di pesisir pantai utara. Ada banyak cara yang

dilakukan oleh masyarakat Paciran untuk merayakan kupatan diantaranya

adalah membuat ketupat dan berbondong” membawanya ketempat ibadah

seperti mushola dan masjid untuk di panjatkan doa oleh sesepuh desa kemudian

saling bertukar ketupat, sebisa mungkin pulang dari masjid atau mushola tidak

membawa ketupat yang sama ketika dibawa dari rumah. Siang harinya suasana

kupatan semakin menarik dengan adanya peserta arak-arakan yang

mengenakan pakaian adat Jawa dengan lakon sebagai Sunan Sendang dan

Sunan Drajat dengan iringan musik tradisional. Di samping itu terdapat pula

kesenian-kesenian khas kabupaten Lamongan diantaranya musik tongklek,

jaran jenggo, dan tanjidor Arak-arakan ketupat ini sendiri dimulai dari Goa

Page 90: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

Maharani hingga menuju Tanjung Kodok yang berada di dalam Wisata Bahari

Lamongan.

3. Wawancara dengan KH Salim Azhar, Tokoh Agama, desa Paciran, 22

Maret 2019

Pertanyaan :

A. Kapan tradisi kupatan ini dilaksanakan?

Waktu perayaan kupatan biasanya dilakukan 7 hari setelah Hari Raya

Idul Fitri, karena merupakan perwujudan rasa syukur setelah mengerjakan

puasa satu bulan penuh dan disempurnakan dengan puasa sunah enam hari di

bulan syawal.

Bahwa setelah masyarakat mengerjakan puasa Ramadlan satu bulan

penuh, mereka menyempurnakan dengan puasa syawal enam hari, kemudian

ditutup dengan perayaan kupatan", Beliau juga mengutarakan acuan dengan

hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Muslim, dari Abi Ayyub Al-Anshari,

bahwasanya Rosulullah Saw, telah bersabda, yang artinya "Barang siapa puasa

Ramadlan kemudian ia sempurnakan dengan puasa enam dari pada bulan

syawal, pahalanya seperti puasa setahun penuh".

B. Dimana lokasi pelaksanaan tradisi kupatan?

Tempat pelaksanaan kupatan biasanya adalah tempat-tempat yang

dahulu pernah digunakan Sunan Sendang dan Sunan Drajat dalam menimba

ilmu secara natural sebagai bentuk napak tilas perjuangan, seperti : Goa, Pesisir

Pantai, Lereng Gunung, makam dan tempat-tempat lain yang dianggap

keramat. Tempat-tempat tersebut di atas masih dianggap mempunyai nilai-nilai

keramat sebagai petilasan atau bekas tempat menimba ilmu dengan berbagai

cara misalnya duduk bersila.

C. Apa Pengertian dari kupat ?

kupat berasal dari bahasa arab Huffat, yang sesuai dengan hadis Nabi SAW.

حفت الجنة بالمكاره وحفت النار بالشهوات

Page 91: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

“Surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) dan neraka itu

diliputi perkara-perkara yang disukai syahwat.”(HR. Muslim) Dengan

mengambil kata huffat dari hadist tersebut, bahwa lebaran ketupan mempunyai

nasehat filosofi yang sangat penting. Yakni, dimana setelah melakukan puasa

Ramadhan selama satu bulan penuh, hendaknya tetap berhati-hati menjaga diri

dari kesenangan nafsu yang menyesatkan dan tetap istiqomah dalam menghiasi

diri dengan sifat-sifat yang terpuji.

D. Bagaimana sejarah tradisi kupatan di desa Paciran?

Di desa Paciran sendiri konon tradisi kupatan dimulai sejak zaman

Sunan Sendang duwur. beliau adalah seorang tokoh yang turut berperan dalam

menyebarkan agama Islam di pulau jawa khususnya di daerah Paciran dan

sekitarnya, nama asli beliau adalah Raden Noer Rahman yang merupakan putra

dari Abdul Qohar bin Malik Bin Sultan Abu Yazid yang berasal dari Bahgdad,

menurut pendapat KH Salim Azhar tokoh agama desa Paciran, awal mula

tradisi Kupatan di praktekan oleh beliau dalam rangka untuk menjamu tamu-

tamu dan santri beliau seusai menjalankan puasa syawal selama enam hari.

Dahulu tradisi Kupatan ini tidak dirayakan secara besar-besaran hanya

dalam lingkup keluarga, namun seiring berjalannya waktu tradisi kupatan

berkembang menjadi tradisi dilingkup masyarakat kecil, tidak lagi hanya di

rumah namun ketika tanggal 8 syawal setelah menjalankan puasa syawal

selama 6 hari, masyarakat kerap membawa ketupat ke mushola-mushola dan

masjid-masjid untuk didoakan secara bersama-sama kemudian setelahnya

ketupat tersebut dibagikan kepada masyarakat.

Page 92: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

Awal pelestarian tradisi Kupatan sempat mengalami pro dan kontra.

Ada yang beranggapan perayaan Kupatan itu tidak boleh. Karena urusan

Agama itu tidak boleh dicampurkan dengan urusan budaya. Namun pendapat

dari ulama yang lain mengatakan tidak apa-apa untuk melakukannya. Karena

di dalam tradisi Kupatan mengandung nilai-nilai kearifan dan ibadah kepada

Tuhan yang Maha Esa.

Seiring pergeseran zaman tradisi perayaan ketupat sudah tidak lagi

menjadi kebiasan yang dilakukan oleh masyarakat lingkup kecil, namun tradisi

tersebut telah meluas ke masyarakat luar, dan dikokohkan oleh masyarakat desa

Paciran sebagai perayaan besar tahunan. Perayaaan tersebut tetap berlangsung

hingga saat ini, dan dengan kreatifitas masyarakat perayan tersebut semakin

berkembang dari tahun ke tahun. Masyarakat berusaha menjadikan perayaan

kupatan semakin dikenal generasi selanjutnya dengan mengemas kegitaan

tersebut agar terlihat lebih menarik dan dinikmati semua kalangan tanpa

mengurangi atau menodai nilai kerifan kupatan yang diajarkan oleh Raden

Noer Rahman.

E. Apa Tujuan dilaksanakannya kupatan?

Kupatan merupakan salah satu bentuk budaya leluhur yang sampai

sekarang masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat desa Paciran Kabupaten

Lamongan, pada hakikatnya pelaksanaan tradisi ini adalah semata-mata

melestarikan budaya leluhur karena dalam pelaksanaan tradisi kupatan

berdampak positif bagi kehidupan masyarakat, sehingga masyarakat dari

generasi kegenerasi masih melaksanakan, menjaga serta melestarikan tradisi

kupatan ini.

Page 93: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

4. Wawancara dengan Ismunawan, Pejabat Pemerintah Kabupaten

Lamongan, 12 Juni 2019

Pertanyaan:

a. Bagaimana Pandangan bapak tentang tradisi kupatan?

Tradisi kupatan yang sudah ada ini harus tetap dilestarikan karena

tradisi ini adalah tradisi yang baik, tradisi yang Islami, warga semangat

menjalankan agar mendapat barokah. Kami juga selaku pemerintah setempat

akan terus mensupport pelaksanaan tradisi kupatan ini sehingga bisa menjadi

daya tarik bagi masyarakat yang lainnya untuk ikut serta dalam melestarikan

tradisi leluhur kita.

b. Apa Tujuan dilaksanakannya tradisi kupatan?

Acara ini adalah adat yang baik, adat yang Islami, warga semangat

menjalankan agar mendapat barokah. Dengan kata lain, melalui tradisi kupatan

inilah diyakini akan tercipta ukhuwah Islamiyah yang semakin kuat. spirit yang

dibawa oleh masyarakat desa Paciran adalah spirit silaturrahmi seperti yang

sudah dicontohkan oleh para sesepuh terdahulu tentang betapa pentingnya

silaturrahmi untuk menjaga persatuan dan kesatuan antar masyarakat desa.

5. Wawancara dengan Zaky, Masyarakat desa Paciran, 12 Juni 2018

Pertanyaan:

a. Bagaimana Pandangan bapak tentang tradisi kupatan?

Tradisi kupatan yang dilakukan setahun sekali ini sangat di nantikan

karena menyajikan banyaknya kesenian dan makanan-makanan khas yang bisa

di santap secara gratis, selain itu kupatan yang di tunggu-tunggu adalah royokan

gunungan ketupat (berebut gunungan ketupat) yang diyakini membawa

keberkahan bagi yang mendapatkannya.

Page 94: MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46587/1/RIZKY...MAKNA TRADISI KUPATAN BAGI MASYARAKAT DESA PACIRAN KECAMATAN

Lampiran III

Foto Kesenian Tongklek Foto Kesenian Tanjidor

Foto Pertunjukan Fragmen Kolosal Pemeran Sunan Sendang dan Sunan Drajat

Foto arak-arakan gunungan ketupat Foto kesenian jaran jenggo