MAKNA DAN NILAI TARI PADUPPA DALAM TRADISI SUKU BUGIS …
Transcript of MAKNA DAN NILAI TARI PADUPPA DALAM TRADISI SUKU BUGIS …
1
MAKNA DAN NILAI TARI PADUPPA DALAM TRADISI SUKU BUGIS
DI KABUPATEN SOPPENG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana
Jurusan pada Program Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
ANISAH AAH MARFUAH 10538331915
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI SEPTEMBER, 2019
2
3
4
AHMOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Perempuan itu harus terdidik dan berintelektual, Universitas pertama
dan terbaik untuk manusia adalah Rahim perempuan
Setiap penulis akan mati, hanya karyanya yang akan abadi.
Maka tulislah yang membahagiakan dirimu di akhirat nanti
-Ali bin Abi Thalib-
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Karya sederhana ini ku
persembahahkan untuk :
Ibu dan Bapakku, yang telah mendukung dan memberikan
motivasi, serta memberikan kasih sayang yang teramat besar
yang tak mungkin bias ku balas, yang selama ini beliau berikan.
Keluarga dan Teman-teman yang selalu memberikanku
semangat dan do‟a yang tiada hentinya.
5
ABSTRAK
Anisah Aah Marfuah. 2019. Makna dan Nilai Tari Paduppa dalam Tradisi Suku Bugis di Kabupaten Soppeng. Skripsi. Program Studi Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammdiyah Makassar. Pembimbing I Dr. H. Andi Sukri Syamsuri, M.Hum. dan Pembimbing II Dr. Muhajir, M.Pd.
Tari Paduppa merupakan tarian penjemputan tamu yang sekarang ini masih jarang dilakukan karna Tari Paduppa di Soppeng itu hanya dilakukan pada keturunan bangsawan atau yang memliki keturunan Arung. Masyarakat Soppeng itu sendiri masih ada yang belum paham tentang tata pelaksanan Tari Paduppa dan juga belum memahami apa makna dan nilai yang terkadung dalam Tari Paduppa.Tentu hal ini akan menimbulkan pengaruh yang luas pada sistem sosial dan budaya masyakat, tanpa disadari secara perlahan kebudayaan yang dari leluhur mulai luntur.
Skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui makna dan nilai Tari Paduppa. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Soppeng dalam penelitian ini terdiri dari tiga informan yang paham akan makna dan nilai Tari Paduppa. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga teknik yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sementara analisis data dalam penelitian ini menggunakan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian dari eksistensi Tari Paduppa di Kabupaten Soppeng tentang pelaksanaan Tari Paduppa itu dari sejak zaman dahulu dilaksanakan, hanya saja orang-orang bangsawan yang bisa melaksanakannya tetapi sekarang ini sudah banyak yang mengadakan Tari Paduppa, bukan hanya dari bangsawan tapi dari berbagai kalangan, baik itu di acara perkawinan atau acara kantor yang kedatangan tamu dari luar Sulawesi.
Makna dan nilai di setiap gerakan Tari Paduppa memiliki banyak makna di dalamnya sehingga menarik untuk dipahami. Adapun yang menjadi makna keseluruhan dari Tari Paduppa ada makna yang terkandung yaitu makkasiriwing yang artinya gerakan penobaan, akkalabbing artinya penghargaan pada raja, soro sappu yaitu istiadat bangsawan, dilanjutkan gerakan mappasoro anjangan artinya mengakhiri tarian dan massimang artinya mohon diri. Tari paduppa mempunyai nilai yang terkandung yang bersifat moral, budaya, religius.
Kata Kunci : Budaya, Suku Bugis, dan Tari Paduppa
6
ABSTRACT
Anisah Aah Marfuah. 2019. The Meaning and Value of Paduppa Dance in the Bugis Tribe Tradition in Soppeng Regency. Thesis. Sociology Study Program Faculty of Teacher Training and Education Muhammdiyah University Makassar. Supervisor I Dr. H. Andi Sukri Syamsuri, M.Hum. and Supervisor II Dr. Muhajir, M.Pd.
Paduppa Dance is a guest pickup dance which is still rare because the dance of Paduppa in Soppeng was only done on the descendants of nobility or who had a descendant of Arung. The Soppeng community itself still has no idea about the implementation of dance Paduppa and also has not understood what the meaning and value of the dance in Paduppa. Of course this will lead to a wide influence on social and cultural systems, Without slowly realizing the culture of the ancestors began to fade. This thesis uses qualitative research aimed at knowing the meaning and value of dance Paduppa. The location of this research is done in Soppeng Regency in this study consists of three informant that understands the meaning and value of dance Paduppa. The collection of data in this study uses three techniques: observation, interviews, and documentation. While analysis of data in this study uses data reduction, data presentation, and withdrawal of conclusions. The results of the research from the existence of dance Paduppa in Soppeng regency about the implementation of the dance Paduppa since ancient times executed, only those noblemen who can do it but now there are many who hold dance Paduppa, not only from the nobility but from various circles, either at the wedding event or office events that guests coming from outside Sulawesi. The meaning and value in each movement dance Paduppa has a lot of meaning in it so it is interesting to understand. As for the overall meaning of the Paduppa dance there is the meaning of the makkasiriwing which means the movement of the Penobaan, akkalabbing means appreciation to the king, the Sappu of the palace of nobility, continued movement Mappasoro enlargement means to end the dance and the Massimang means please yourself. Dance Paduppa has a value that is of moral, cultural, religious. Keywords: culture, Bugis tribe, and Paduppa dance
7
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis ucapkan atas kepada Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga dan sahabatnya. Selanjutnya
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua
pihak yang membantu kelancaraan penulisan skripsi ini, baik berupa dorongan
moril maupun material. Karena penulis yakin tanpa bantuan dan dukungan
tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Disamping
itu, izinkan penulis untu menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada :
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar Bapak Prof. Dr. Abdul
Rahman Rahim, SE., M.M.
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bapak Erwin Akib, S.Pd.,
MPd., Ph.D sserta para Wakil Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
3. Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi Bapak Drs. H. Nurdin, M.Si
dan Sekertaris Program Studi Pendidikan Sosiologi Bapak Kaharuddin,
S.Pd., M.Pd., Ph.D, beserta seluruh stafnya
4. Bapak Dr. H. Andi Sukri Syamsuri, M.Hum. sebagai pembimbing I (satu)
dan Bapak Dr. Muhajir, M.Pd. sebagai pembimbing II (dua) yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan
skrispsi ini
5. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan ilmunya kepada
penulis, semoga Bapak dan Ibu dosen selalu dalam rahmat dan lindungan
ALLAH SWT. Sehingga ilmu yang telah diajarkan dapat bermanfaat
dikemudian hari.
6. Ungakapan terima kasih dan penghargaan yang sangat spesial penulis
hanturkan dengan rendah hati dan rasa hormat kepada kedua orang tua
penulis yang tercinta, Ayahanda Drs. H. Pannaco M.Si dan Ibunda Hj.
8
Marwa S.Pd. serta kakak dan adik penulis yang dengan segala
pengorbanannya tak akan pernah penulis lupakan atas jasa-jasa mereka.
Doa restu, nasehat dan petunjuk dari mereka yang merupakan dorongan
moril yang paling efektif bagi kelanjutan studi penulis hingga saat ini.
7. Sanggar Seni Naurah yang telah memberikan bantuan kepada penulis
untuk mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan yang diberikan
kepada penulis untuk mendapatkan referensi yang mendukung
penyelesaian skripsi ini.
8. Bapak pemimpinan beserta staf Perpustakaan Pusat, Perpustakaan Fakultas
dan Keguruan, atas segala kemudahan yang diberikan kepada penulis
untuk mendapatkan referensi yang mendukung penyelesaian skripsi ini.
9. Teman-teman Mahasiswa program studi pendidikan Sosiologi khususnya
teman-teman seperjuangan Kelas D yang selalu memberikan support
kepada penulis
10. Sahabat terdekat penulis yang selalu mendukung penyelesaian skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapatkan balasan
pahala dari rahmat Allah SWT. Semoga apa yang telah ditulis dalam
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin ya Rabbal a‟lamin
Unismuh Makassar, 03 September 2019
Anisah Aah Marfuah
9
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN .................................................................................... iv
SURAT PERJANJIAN ....................................................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
ABSTRAK BAHASA INDOSNESIA ................................................................ vii
ABSTRAK BAHASA INGGRIS .....…………………………………………viii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
DAFTAR TABEL................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 7
C. Manfaat Penelitian .................................................................................... 7
D. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7
E. Defini Operasional .................................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 10
A. Kajian Konsep ........................................................................................... 10
1. Budaya................................................................................................. 10
2. Suku Bugis .......................................................................................... 11
3. Tari Paduppa ....................................................................................... 16
10
B. Kajian Teori .............................................................................................. 20
C. Kerangka Pikir .......................................................................................... 25
D. Kajian Relevan .......................................................................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 29
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian................................................................ 29
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... 30
C. Informan penelitian ................................................................................... 30
D. Fokus dan Subjek Fokus Penelitian .......................................................... 31
E. Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 31
F. Instrumen Penelitian.................................................................................. 31
G. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 32
H. Teknik Analisis Data ................................................................................. 35
I. Keabsahan Data ......................................................................................... 36
J. Etika Penelitian ......................................................................................... 39
BAB IV GAMABARAN HISTORIS LOKASI PENELITIAN ...................... 41
A. Sejarah Lokasi Penelitian .......................................................................... 41
B. Letak Geografi .......................................................................................... 42
C. Keadaan Sosial .......................................................................................... 45
D. Keadaan Pendidikan ................................................................................. 48
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 51
A. Hasil penelitian.......................................................................................... 51
1. Eksisten Tari Paduppa di Kabupaten Soppeng .................................. 51
2. Makna dan Nilai Tari Paduppa ........................................................... 56
B. Pembahasan ............................................................................................... 60
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 74
A. Kesimpulan ............................................................................................... 74
B. Saran .......................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 76
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
11
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk kecamatan ............................................................ 45
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk menurut agama ................................................... 47
12
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berfikir .............................................................. 25
Gambar. 4.1 Lokasi ........................................................................................... 42
Gambar 5.1 Gendang ........................................................................................ 62
Gambar 5.2 Kecapi............................................................................................ 62
Gambar 5.3 Suling ............................................................................................ 63
Gambar 5.4 Pui-Pui ........................................................................................... 63
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki beraneka ragam kebudayaan yang terdiri atas
ragam suku, budaya, ras, daerah. Kebudayaan merupakan hasil pemikiran
manusia berdasarkan kehidupannya yang sangat eratdengan aspek
kehidupan karena tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Kebudayaan berarti hal-hal yang berhubungan dengan akal atau budi yang
merupakan buah usaha manusia. Kebutuhan akan nilai seni yang bersifat
pribadi atau kelompok akan menghasilkan bentuk seni yang berbeda-beda
yang terpengaruhi oleh nilai-nilai sosial budaya.
Suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang diwariskan dari generasi ke generasi. kebudayaan
terbentuk dari unsur yang rumit, termasuk, sistem agama, politik, bahasa,
adat istiadat dan karya seni. Kebudayaan bagian tak terpisahkan dari diri
manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan
secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-
orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Kebudayaan bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Unsur- unsur
sosial budaya ini meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Beberapa alasan
mengapa orang mengalami kesulitanketika berkomunikasi dengan orang
lain terlihat dalam definisi kebudayaan. Makna yang terkandung dalam
kebudayaan sangat luas yang merupakan manifestasi serta implementasi
1
14
buah pikiran. Kebudayaan sebagai perwujudan ungkapan kreatifitas dari
berbagai aspek manusia yang terdiri atas berbagai corak dan ragam bersifat
material dan kebendaan maupun yang bersifat rohaniah. Yang bersifat
material tentunya yang menyangkut pengadaan bentuk sandang, pangan dan
perumahan serta sifat kebendaan lainnya. Sedangkan kebutuhan yang
bersifat rohaniah menyangkut hal-hal yang bersifat abstrak seperti masalah
keindahan.
Masalah keindahan yang tertuang dalam bentuk kesenian merupakan
bagian yang terpenting dalam kebudayaan. Kesenian adalah daya akal
pikiran naluri manusia yang bersifat indah. Manusia sebagai makhluk hidup
yang berbudaya tentunya butuh akan hal-hal yang bersifat keindahan. Sebab
keindahan itu adalah unsur konsumtif dari kehidupan rohaniah dan perlu
dibina dan dipelihara agar ada keseimbangan pertumbuhan antara kehidupan
jasmaniah dan rohaniah. Keindahan menjadi kebutuhan dari manusia tidak
disertakan keindahan, maka akan mengalami kehampaan.
Ditinjau dari konteks kebudayaan bahwa ternyata berbagai corak
ragam kesenian yang ada di Indonesia ini terjadi karena adanya lapisan-
lapisan kebudayaan yang berumpuk dari zaman ke zaman. Di samping itu,
keanekaragaman corak kesenian terjadi karena adanya berbagai lingkungan
budaya yang hidup berdampingan dalam satu masa sekarang ini. Ditinjau
dalam konteks kemasyarakatan, bahwa jenis-jenis kesenian tertentu
mempunyai kelompok-kelompok pendukung tertentu. Perbedaan fungsi dan
perubahan bentuk pada hasil-hasil seni dan disebabkannya oleh dinamika
masyarakat.(Damono, 2010)
15
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-
anggota dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan
dunia makna dan logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang
paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan
hidup mereka.Dengan demikian budayalah yang menyediakan suatu
kerangka untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinnya
meramal perilaku orang lain. Kepercayaan yang tertanam (believe sytem)
yang mengakar dan menjadi kerangka acuan dalam bertindak berperilaku
(tidak terlihat).
Setiap kebudayaan mempunyai suku yang berbeda-beda salah
satunya adalah Suku Bugis yang berasal dari Sulawesi Selatan. Suku yang
ada di Sulawesi Selatan terbagi menjadi 3 suku yaitu Suku Makassar, Suku
Mandar, Suku Toraja. Suku Bugis juga termasuk dalam Suku Melayu Muda.
Kebudayaan Suku Bugis Makassar dapat dijumpai diberbagai pulau di
Sulawesi bagian selatan. Orang Bugis mendiami beberapa kabupten seperti
Bulukumba, Sinjai, Bone, Sopppeng, Wajo. Sedangkan orang Makassar
mendiami Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Maros.
Kebudayaan daerah khususnya tarian mencerminkan kekayaan dan
keanekaragaman suku bangsa dan budaya. Tarian meruapakan gerak tubuh
yang dilakukan secara berirama dan di lakukan pada waktu dan tempat
tertentu guna untuk keperluan pergaulan, mengungkapkan sebuah perasaan,
maksud, serta pikiran yang disertai dengan musik pengiring guna untuk
mengatur gerakan sang penari dan juga memperkuat maksud yang di
sampaikan.
16
Suku Bugis Makassar memiliki Tarian khas seperti Tari Gandrang
Bulo, Tari Pakarena, Tari Paduppa. Tari Gandrang Bulo memiliki arti
pukulan atau tabuhan dab bulo memilki arti bambu. Tarian ini biasa
ditampilkan bebrapa orang dengan suasana ramai dan ceria diiringi tabung
gendang dan tabuan bambu. TariPakarena merupakan tari pertama kali ada
di abad ke-17 tahun 1930 pada saat Panali Raja dilantik menjadi Raja
Gantarang Lalang Bata. Meski memang tidak ada data pasti kemunculan
tarian ini, namun masyarakat setempat beranggapan jika tari ini memiliki
hubungan dengan Tumanurung.
Kabupaten Soppeng sangat di kenal juga dengan berbagai
kebudayaan yang masih sangat kental, Ada bermacam-macam tarian dan
kesenian tradisional yang terus bertahan sampai saat ini. Adapun juga tarian
yang di Kabupaten Soppeng yaitu Pakkuru Sumange. Sumange itu sukma
jadi, Pakkuru Sumange artinya memanggil Sukma. Yang bersimbol tentang
kehidupan agar damai kehidupannya, tenang banyak rezekinya dan
diberkahi Tuhan. Tarian ini masih sering di tarikan pada masyarakat
Soppeng itu sendiri. Tarian-tarian yang ada di Sulawesi Selatan sangatlah
bagus untuk di bahas, namun bagi peneliti yang menarik untuk diteliti yaitu
Tari Paduppa yang merupakan tarian yang sangat sakral untuk ditarikan.
Tari Paduppa merupakan sebuah tarian yang menggambarkan
bahwa orang bugis kedatangan atau dapat dikatakan sebagai tari selamat
dari Suku Bugis. Orang Bugis jika kedatangan tamu biasanya
menghidangkan bosara seperti tanda kehormatan yang berisikan kue-kue
khas masyarakat Bugis seperti cucuru, songolo, bandang-bandang, kue
17
lapis. Bosara sendiri merupakan piring khas suku bugis Makassar di
Sulawesi Selatan. Bahan dasar bosara berasal dari besi dan dilengkapi
dengan penutup khas seperti kobokan besar, yang dibalut kain berwarna
terang, seperti warna merah, biru, hijau, atau kuning, yang diberi ornament
kembang keemasan disekelilingnya.
Tari Paduppa ditarikan oleh para gadis-gadis cantik yang berjumlah
ganjil dan sering ditarikan untuk menjamu orang terhomat, menyambut
tamu, pesta adat, dan pesta perkawinan. Busana yang digunakan dalam
Tarian Paduppa adalah baju bodo (pakaian adat bugis), sarung sutra,
lengkap dengan aksesorisnya (bando bunga, anting, gelang serta kalung).
Sebagai musik pengiringan Tari Paduppa menggunakan alat musik gendang
Makassar, pui-pui, suling, serta kecapai.
Melihat berbagai perkembangan sekarang ini banyak masyarakat
Suku Bugis hanya melihat tarian penyambutan sebagai tarian biasa, padahal
di dalam tarian tersebut terdapat nilai dan makna. Masih banyak di kalangan
masyarakat yang kurang paham tentang Tari Paduppadengan kecanggihan
teknologi membuat tari-tari tradisional memulai memudar dengan hadirnya
komunitas yang meniru budaya barat salah satunya itu yang
merupakanKomunitas Freestyle yang merupakan komunitas tari modern
atau biasa disebut Shuffle Dance.
Tari Paduppa sekarang ini di Soppeng masih jarang dilakukan karna
Tari Paduppa di Soppeng itu hanya dilakukan pada keturunan bangsawan
atau yang memliki keturunan andi. Padahal Tari Paduppa ini adalah Tarian
penyambutan tamu. Masyarakat Soppeng itu sendiri masih ada yang belum
18
paham tentang tata pelaksanan Tari Paduppa dan juga belum memahami apa
makna yang terkadung dan dalam Tari Paduppa.Tentu hal ini akan
menimbulkan pengaruh yang luas pada sistem sosial dan budaya masyakat,
tanpa disadari secara perlahan kebudayaan yang dari leluhur mulai luntur.
Rendahnya pengetahuan menyebabkan alkulturasi kebudayaan yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai luhur yang terkandung.
Tari Paduppa ini perlu dijaga agar tidak hilang atau tersingkirkan
dengan tarian-tarian modern yang ada saat ini. Dilihat sekarang ini begitu
banyak jenis tarian yang masuk di Indonesia yang tariannya itu tidak
mencerminkan kebudayaan. Agar kebudayaan yang sekarang kita miliki
terjaga dan bisa diwarisi secara turun menurun itu khususnya Tari Paduppa
dan di dapat diwarisi oleh penerus berikutnya.
Penulis tertarik mengetahui budaya Suku Bugis pada proses
penyambutan tamu di Kabupaten Soppeng, agar setiap ada penyambutan
tamu di acara, khususnya di Kabupaten Soppeng mementaskan atau
menampilkan tarian ini. Untuk lebih mengetahui secara mendalam peneliti
berinisiatif melakukan peneltian yang berjudul “Makna Dan Nilai Tari
Paduppa Dalam Tradisi Suku Bugis di Kabupaten Soppeng”, sebagai
pelestarian kesenian Tari Paduppa Di Suku Bugis.
B. Rumusan Masalah
Banyak hal yang terkandung dalam Tari Paduppa pada proses
penyambutan tamu yang perlu dikaji lebih mendalam dan ditinjau dari aspek
kebudayaan. Dari latar belakang yang dijelaskan dapat diambi beberapa
identifikasi masalah yang sekaligus menjadi batasan masalah.
19
1. Bagaimana eksistensi Tari Paduppa di Kabupaten Soppeng ?
2. Bagaimana makna dan nilai Tari Paduppa di Kabupaten Soppeng?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujusn untuk mengumpulkan data
memecahkan masalah yang ditemukan dalam penelitian ini. Secara khusus
penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui ekstensi Tari Paduppa di Kabupaten Soppeng
2. Untuk mengetahui makna dan nilai Tari Paduppa di Kabupaten Soppeng
D. Manfaat Penelitian
1. Ada dua hal yang di terapkan akan mendapatkan manfaat dari hasil
penelitian anatar lain :Secara teoritis dengan adanya penelitian ini
diharapkan bisa memberi dukungan dalam pengembangan ilmu
penegtahuan khususnya mengenai Makna dan Nilai Tari Paduppa Suku
Bugis
2. Secara Praktis :
a. Untuk pemeritah sebagai masukan untuk mengembangkan kebudayaan
kesenian Tari Paduppa Suku Bugis Makassar di berbagai sanggar seni.
b. Untuk pembaca, hasil penelitian ini menjadi informasi bagi pembaca
tentang kebudayaan kesenian Tari Paduppa Suku Bugis di Soppeng
c. Untuk peneliti, penelitian ini dilakukan untuk menambah wawasan tentang
kebudayaan kesenian tari paduppa suku bugis Makassar dan menyusun
skripsi sebagai syarat memperoleh gelar sarjana di Pendidikan Sosiologi,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah
Makassar
20
E. Definisi Operasional
1. Makna dan Nilai
Pemaknaan terhadap nilai itu sendiri tergantung pada presektif
masing-masing orang berbeda yang membuat dan menjalaninya,
sedangkan nilai ini sangat tergantung dari sudut pandang mana si peniliai
meniliai.
2. Tari Paduppa
Tarian yang menggambarkan bahwa orang bugis jika kedatangan
tamu, senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran dan
kehormatan.
3. Tradisi
Kebiasan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih
dijalankan oleh masyarakat; penilaian atau anggapan bahwa cara-cara
yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar.
4. Suku Bugis Makassar
Suku bangsa Indonesia yang mendiami sebagian besar wilayah di
Sulawesi Selatan yang dikenal sebagai suku perantau yang banyak
meninggalkan wilayah aslinya untuk menyebar ke daerah-daerah lain.
5. Kabupaten Soppeng
Nama Soppeng berasal dari nama buah Caloppeng, buah bundar da
n lebih basar dari buah anggur dan mungkin satu spesises dengananggur.
Cang berwarna ungu. Warna ungu adalah warna pakaian kaum ibuyang
dipakai pada upacara perkawinan. Sedang warna merah ad
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Budaya
Budaya atau kebudyaan secara etimologi berasal dari Bahasa
Sansekerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi
(budi atau akal) yang kemudian diartikansebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, budaya disebut
culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan atau dapat pula diartiakan sebagai mengolah atau
mengerjakan, dapat pula diartikan sebagai mengolah tanah atau bertani.
Kata culture juga kadang diterjamahkan sebagai “kultur” bahasa Indonesia.
a. Menurut Soelaiman Soemardi & Selo Soemardjan
Suatu kebudayaan merupakan buah atau hasil karya cipta & rasa
masyarkat. Suatu kebudayaan memang mempunyai hubungan yang amat
erat dengan perkembangan yang ada di masyarkat.
b. Menurut Lukman
Budaya adalah karakteristik unik yang melekat pada kehidupan
kesehari-hari suatu suku bangsa (Saskia, 2018). Menurut Elly Setiadi
bahwa:Budaya adalah bentuk jamak dari kata “budi” dan “daya”yang berarti
cinta, karsa, dan rasa”. Kata “budaya” sebenarnya berasal dari bahasa
Sanskerta, budhayah, yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau
10
22
akal. Dalam bahasa inggris, kata budaya berasal dari kata culture. Dalam
bahasa Belanda diistilahkan dengan kata cultuur. Dalam bahasa latin,
berasal dari kata colera. Colera berarti mengolah, dan mengerjakan,
menyuburkan, dan mengembangkan tanah(bertani).
c. Menurut Edward Burnett Taylor
Budaya adalah kompleksitas yang menyeluruh dari pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, hukum, moral, kebiasaan dal lain-lain yang
diperoleh individu sebagai anggota masyarakat.
Dapat di simpulkan dari beberapa ahli diatas menjukkan defiinisi
budaya terdapat fase yang tepat barangkali adalah produk akal budi manusia
yang tentu saja selalu mengandung simbol-simbol dan pemaknaannya.
2. Suku Bugis
Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Melayu
Deutero. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari
daratan Asia tepatnya Yunani. Kata "Bugis" berasal dari kata To Ugi, yang
berarti orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan
Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu
LaSattumpugi. Ketika rakyat LaSattumpugi menamakan dirinya, maka
mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai ToUgi
atau orang-orang atau pengikut dari LaSattumpugi.
LaSattumpugi adalah ayah dari WeCudai dan bersaudara dengan
BataraLattu, ayah dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami
dari WeCudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang
membuat karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000
23
halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah
kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat
Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk,
Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.
Orang Bugis zaman dulu menganggap nenek moyang mereka adalah
pribumi yang telah didatangi titisan langsung dari “dunia atas” yang “turun”
(manurung) atau dari “dunia bawah” yang “naik” (tompo) untuk membawa
norma dan aturan sosial ke bumi (Pelras, The Bugis: 2006).
Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan membentuk
beberapa kerajaaan. Masyarakat ini kemudian mengembangkan kebudayaan,
bahasa, aksars dan pemerintah itu sendiri. Beberapa kerajaan bugis klasik
anatara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenrang dan
Rappang. Meski tersebar dan membuat suku Bugis, tapi proses pernikahan
menyebabkan adanya perlatian darah dengan Makassar dan Mandar.
Saat ini orang Bugis tersebut dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu,
Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan. Daerah
perlihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang.
Kerjaaan Luwu adalah kerjaaan yang dianggap tertua bersama kerjaan Cina
(yang kelak menjadi Pammana). Mario (kelak menjadi bagian Soppeng) dan
Siang (daeah di Pangkajene Kepulauan)
a. Letak Geografis
Kabupaten Soppeng merupakan salah satu bagian dari Provinsi Sulawesi
Selatan yang terletak antara Lintang Selatan dan Lintang Selatan dan antara
Bujur Timur dan Bujur Timur. Letak Kabupaten Soppeng di depresiasi Sungai
24
Walanae yang terdiri dari daratan dan perbukitan. Dengan luas daratan 700 km
2 berada pada ketinggian rata-rata kurang lebih 60 m di atas permukaan laut.
Perbukitan yang luasnya 800 km 2 berada pada ketinggian rata-rata 200 m di
atas permukaan laut. Ibukota kabupaten Soppeng yaitu Kota Watansoppeng
berada pada ketinggian 120 m di atas permukaan laut.(Mangiri,2018)
b. Bahasa Suku Bugis
Membahas tentang bahasa Bugis adalah hal yang sangat kompleks.
Lontara Bugis-Makassar merupakan sebuah huruf yang sakral bagi masyarakat
bugis klasik itu dikarenakan epos la galigo di tulis menggunakan huruf lontara
juga digunakan oleh masyarakat-masyarakat dan masyarakat Luwu. Dahulu
kala para penyair-penyair Bugis menuangkan fikiran dan hatinya diatas daun
lontara dan dihiasi dengan huruf-huruf yang begitu cantik sehingga tersusun ata
yang apik diatas daun lontara dan karya-karya itu bernama La Galigigo.
Bahasa Bugis merupakan bahasa yang digunakan etnik Bugis di Sulawesi
Selatan, yang tersebar di kabupaten sebahagian Kabupaten Maros, sebagian
Kabupaten Pangkep, sebagian Kabupaten Majene, Kabupaten Luwu,
Kabupaten Sidenrengrappang, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Wajo,
Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten
Bantaeng. Masyarakat Bugis memiliki penulisan tradisional memiliki aksara
Lontara. Pada dasarnya, suku kaum ini kebudayaannya beragam Islam dari segi
aspek budaya, suku kaum Bugis menggunakan dialek sendiri dikenali sebagai
„Bahasa Ugi’ dan mempunyi tulisanhuruf Bugis yang dipanggil „aksara‟ Bugis.
Aksara ini telah wujud sejenak abad ke-12 lagi sewaktu melebarnya pengaruh
Hindu di Kepulauan Indonesia.
25
c. Kesenian Suku Bugis
1) Alat Musik
Kecapi adalah Salah satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan
khususnya suku Bugis, Bugis Makassar dan Bugis Manda Menurut
sejarahnya kecapi ditemukan atau diciptakan oleh seorang pelaut, sehingga
bentuknya menyerupai perahu yang memiliki dua dawai, diambil karena
penemuannya dari tali layar perahu. Biasanya ditampilkan pada acara
penjemputan para tamu, perkawinan, hajatan, bahkan hiburan pada hari ulang
tahun.
Seruling adalah Alat musik yang menyerupai biaola cuman kalau biola
dimainkan dengan membaingkan di pundk sedang singrili dimainkan dalam
keadaan pemain duduk dan alat diletakkan tegak didepan pemainnya.
Gendang adalah Musik yang mempunyai dua bentuk dasar yakni bulat
panjang dan bunar seperti rebana
Suling Suling adalah Suling bambu/buluh memiliki 8 lubang nada yang
biasanya digunakan pada acara karnaval dan acara penyambutan tamu.
2) Seni Tari
Tari Pelangi, tarian pabbakkama lajina atau biasa disebut tari meminta hujan.
Tari Paduppa Bosara, tarian adat yang menggambarkan bahwa orang bugis
jika kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda
kesyukuran an kehormatan.
Tari Pattennung tarian yang menggagmbarkan kesabaran perempuan-
perempuan bugis dan ketegunannya.
26
Tari Pakkuru Sumange tarian yang bersimbol tentang kehidupan, agar damai
kehidupannya, tenang banyak rezekinya, diberkahi tuhan
3) Pakaian Adat
Baju Tutu (Baju Adat Pria Suku Bugis)
Pakaian adat untuk kaum laki-laki disebut dengan Tutu. Jenis pakaian ini
adalah jas dan biasa disebut dengan Jas Tutu. Pakaian adat ini dipadukan
dengan celana atau paroci, dan juga kain sarung atau lipa garusuk, serta tutup
kepalanya yakni berupa songkok
Baju Bodo (Baju Adat Wanita Suku Bugis)
Bila pada pakaian adat laki-laki dinamakan Tutu, maka pakaian adat
perempuan dinamakan Baju Bodo. Ciri khas Baju Bodo adalah berbentuk segi
empat dan memiliki lengan yang pendek, yakni setengah atas dari bagian siku
lengan. Baju bodo sudah ada sejak zaman dulu dan dapat ditelusuri seratus
tahun ke belakang. Tidak hanya itu, pakaian ini dikenal dengan salah satu baju
atau busana yang memiliki umur tertua di Indonesia.
Pattuqduq Towaine
Pattuqduq Towaine adalah baju adat dari Suku Mandar yang dikenakan pada
saat pernikahan serta pada saat menari pattiqtuq. Baju/busana pattuqdu yang
dipakai untuk menari adalah terdiri dari 18 potong, sementara busana untuk
orang yang sedang menikah adalah 24 potong.
Baju Pokko
Baju Pokko adalah baju adat Toraja yang digunakan oleh kaum wanita.
Pakaian adat Sulawesi Selatan ini memiliki ciri-ciri lengan yang pendek
dengan didominasi warna kuning, merah, dan putih
27
Baju Seppa Tallung
Pakaian adat ini merupakan pakaian adat Sulawesi Selatan yang berasal dari
Suku Toraja. Ciri khas pakaian ini adalah memiliki panjang hingga sampai
menyentuh bagian lutut. Baju Seppa Talung merupakan sebuah pakaian adat
yang dikenakan oleh kaum laki-laki. Beberapa aksesoris yang melengkapinya
yakni, kandaure, gayang, lipa‟, dll.
3. Tari Paduppa
Menurut Aristoteles menyatakan bahwa seni tari yaitu sebuah gerakan
ritmis yang mempunyai tujuan untuk menghadirkan sebuah karakter manusia,
yang sebagaimana mereka bertindak. Tari adalah gerak indah berirama yang
merupakan perwujudan budaya manusia. Tari merupakan salah satu unsur
kebudayaan. Sebagai ahli seni, berpendapat bahwa ada dua unsure penting
dalam tari, yaitu gerak dan irama. Gerak merupakan gejala primer manusia
dan juga bentuk refleksi spontan dari kehendak yang terdapat dalam jiwa.
Tari merupakan gerak berirama yang mengandung keindahan atau nilai
estetika yang berbeda dengan gerak biasa.(Badriya, 2018).
Seni tari adalah seni menggerakkan tubuh secara berirama dengan
iringan musik. Gerakannya dapat sekedar dinikmati sendiri, merupakan
ekspresi suatu gagasan atau emosi, dan cerita (kisah). Setiap tari juga
digunakan untuk mencapai ekskatase (bermacam masuk atau tak sadar diri)
bagi yang melakukannya.Tari paduppa bosara adalah tarian yang
mengambarkan bahwa orang bugis jika kedatangan tamu senantiasa
menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran dan kehormatan. Pada
zaman dahulu tarian ini sering ditarikan untuk menjamu raja, menyambut
28
tamu agung, pesta adat, dan pesta perkawinan.
Gerakan tarian ini sangat luwes sehingga enak untuk dilihat.
Bosara sendiri merupakan piring khas suku bugis-Makassar di Sulawesi
Selatan. Bahan dasar bosara berasal dari besi dan dilengkapi dengan penutup
khas seperti kobokan besar, yang dibalut kain berwarna terang, seperti warna
merah, biru, hijau atau kuning, yang diberi ornamen kembang keemasan di
sekelilingnya. Bosara biasanya diletakkan di meja dalam rangkaian acara
tertentu, khususnya acara yang bersifat tradisional dan sarat dengan nilai-nilai
budaya. Selain digunakan sebagai salah satu alat yang digunakan para penari
tarian daerah, bosara juga biasanya menjadi tempat sajian aneka kue
tradisional yang diletakkan di meja pada acara resmi pemerintahan sebagai
simbol adat Sulsel, khususnya pada acara-acara sakral seperti pesta
pernikahan adat.
Bosara yang digunakan sebagai wadah kue tradisional maupun lauk,
dijejer rapi di atas meja berkaki pendek, biasanya disebut meja Oshin. Untuk
melengkapi sajian dalam wadah bosara itu, diletakkan baki kecil yang di
atasnya dilapisi kain yang berwarna mirip dengan warna bosara dan meja. Di
atas baki kecil tersebut, diletakkan alas dan piring ceper berukuran kecil yang
digunakan untuk meletakkan kue tradisional yang diambil dari bosara,
kemudian cangkir untuk minuman teh serta tutupnya, ditambah gelas untuk
air putih. Oleh karena itu, tidak heran jika setiap pesta pernikahan adat
bugisMakassar sangat lekat dengan bosara, bahkan ini mentradisi hingga
sekarang.sehingga tradisi tersebut tidak dapat punah dan acara tari paduppa
akan selalu di kenang oleh generasi penerus bangsa, cara yang baik yaitu
29
mengenalkan anak sejak dini tentang apa itu baju adat bodo dan bagaimana
cara memakainya.
Tari Paduppa Bosara sering ditarikan pada setiap acara penting untuk
menyambut raja dengan suguhan kue-kue sebanyak dua kasera. Tarian ini
juga sering ditarikan saat menyambut tamu agung, pesta adat dan pesta
perkawinan. Ini menggambarkan bahwa suku Bugis jika kedatangan tamu
akan senantiasa menghidangkan bosara sebagai tanda syukur dan
penghormatan. Budaya Bosara merupakan peninggalan budaya khas
Sulawesi Selatan dari jaman kerajaan dulu, khusunya kerajaan Gowa dan
kerajaan Bone. Kata bosara tidak terlepas dari kue-kue tradisional sebagai
hal yang saling melengkapi. Bosara merupakan piring khas suku
BugisMakasar di Sulawesi Selatan. Biasanya Bosara diletakan ditengah meja
dalam acara tertentu, terutama dalam acara tradisional yang sarat dengan
nilai-nilai budaya. Bosara terbuatdari besi dengan tutupan seperti kobokan
besar, yang dibalut kain berwarna terang, yang diberi ornamen kembang
keemasan di sekelilingnya.
Menyebut Bosara sebenarnya meliputi satu kesatuan yaitu piring, yang
diatasnya diberi alas kain rajutan dari wol, lalu diatasnya diletakan piring
sebagai tempat kue dan diberi penutup Bosara. Kue-kue yang biasanya
disajikan dengan menggunakan bosara adalah Kue Cucur, Brongko, Kue
Lapis, Biji Nangka dan sebagainya, yang umumnya terbuat dari tepung beras.
Dan berbagai kue kering seperti Banang-Banang, Umba-Umba, Rook-Roko,
dan berbagai macam kue Putu. Kue tersebut biasanya disajikan dalam acara-
acara adat. Bosara pada awalnya terbuat dari kerangka bambu yang emudian
30
diisikan piringsebagai tempat kue atau makanan penutup lainnya sedangkan
penutup bosara terbuat dari keranga bambu yang kemudian di lapisi dengan
kain di tambah manik manik pada pinggir penutup bosara sehingga terlihat
sangat menarik dan mewah ditambah dengan tarian paduppa.
Tari Padupa Bosara merupakan sebuah tarian yang mengambarkan
bahwa orang bugis kedatangan atau dapat dikatakan sebagai tari selamat
datang dari Suku Bugis. Orang Bugis jika kedatangan tamu senantisa
menghidangkan bosara sebagai tanda kehormatan. yang berisikan kue kue
khas masyarakat bugis seperti Cucuru, Songolo, Bandang Bandang, Kue
Lapis, selain itu Tari Paduppa Bosaran merupakan tarian yang di bawakan
oleh wanita wanita manis yang membawa kue yang hantarkan ke pada tamu
sebagai tanda penghormatan Tari Paduppa Bosara kini mempunyai banyak
tari kreasi\sudah di kreasikan oleh sebagian masyarakat bugis. Tari Paduppa
Bosara menggunakan busana adat bodo dengan hiasan lengkap seperti kalung
rantai motif bunga, gelang, hiasa rambut atau bando, anting, dan pinggiran
lengan pergelangan tangan yang sangat glamour. (Rizal: 2015)
Berdasarkan penjelasan tersbut dapat di simpulkan bahwa Tari
Paduppa yang di tarikan pada proses penyambutan tamu atau menjemput
tamu yang di laksanakan pada acara-acara tertentu. Tari Paduppa kini juga
sudah mempunyai banyak kraesi di dalamnya yang di kreasikan orang bugis.
B. Kajian Teori
Menurut George Herbert Mead menyatakan bahwa manusia termotivasi
untuk bertindak berdasarkan pemaknaan yang mereka berikan kepada orang lain,
31
benda, dan kejadian. Pemaknaan ini diciptakan melalui bahasa yang digunakan
olehmanusia ketika berkomunikasi dengan pihak lain yakni dalam
konteks komunikasi antar pribadi atau komunikasi interpersonal dan
komunikasi
intrapersonalatau self-tal atau dalaranah pemikiran pribadi mereka. Bahasa
sebagai alat komunikasi memungkinkan manusia mengembangkan sense
of self dan untuk berinteraksi dengan pihak lain dalam suatu masyarakat.
Teori interaksi simbolik adalah teori yang dibangun sebagai respon
terhadap teori-teori psikologi aliran behaviorisme, behaviorisme, etnologi, serta
struktural-fungsionalis. Teori ini sejatinya dikembangkan dalam bidang psikologi
sosial dan sosiologi dan memiliki seperangkat premis tentang bagaimana seorang
diri individu (self) dan masyarakat (society) didefinisikan melalui interaksi
dengan orang lain dimana komunikasi dan partisipasi memegang peranan yang
sangat penting.
Teori interaksi simbolik bermula dari interaksionisme simbolik yang
digagas oleh George Herbert Mead yakni sebuah perspektif sosiologi yang
dikembangkan pada kisaran pertengahan abad 20 dan berlanjut menjadi beberapa
pendekatan teoritis yaitu aliran Chicago yang diprakarsai oleh Herbert Blumer,
aliran Iowa yang diprakarsai oleh Manford Kuhn, dan aliran Indiana yang
diprakarsai oleh Sheldon Stryker.
Teori interaksi simbolik memiliki tiga konsep utama, yaitu :
1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia
32
Teori interaksi simbolik mengasumsikan bahwa makna diciptakan
melalui interaksi dan dimodifikasi melalui interpretasi. Teori ini juga
mengasumsikan bahwa bagaimana manusia berinteraksi dengan manusia
lainnya tergantung pada makna yang diberikan oleh oleh manusia
lainnya. Komunikasi yang efektif tidak akan terjadi tanpa adanya makna
yang dibagikan. Kita akan mudah berkomunikasi dengan mereka yang
memiliki kesamaan bahasa dengan kita dibandingkan dengan jika kita
berkomunikasi dengan mereka yang tidak memiliki kesamaan bahasa
dengan kita.
Misalnya dalam konteks komunikasi antar budaya. Orang jawa
menggunakan kata “jangan” untuk merujuk kata “sayur”. Namun jika orang
Betawi ketika sedang makan ditawari sayur oleh orang jawa dengan menyebut
“jangan” maka orang Betawi tersebut justru merasa tidak boleh mengambil sayur
tersebut. Akibatnya komunikasi menjadi tidak efektif.
2. Pentingnya konsep diri
Teori interaksi simbolik mengasumsikan bahwa konsep diri dikembangkan
melalui interaksi dengan orang lain dan memberikan motif dalam berperilaku.
Menurut William D. Brooks, konsep diri merupakan persepsi tentang diri kita
yang bersifat psikologi, sosial, dan fisik yang diperoleh melalui pengalaman dan
interaksi dengan orang lain.
Memiliki konsep diri memaksa orang untuk membangun tindakan dan
pikiran mereka secara positif dibandingkan hanya sekedar mengekspresikannya
kepada orang lain. Tema ini mempertimbangkan pula validitas self-fulfilling
33
prophecy atau kepercayaan bahwa orang akan berperilaku dengan cara tertentu
untuk memenuhi harapan mereka sendiri.
3. Hubungan antara individu dan masyarakat
Teori ini juga mengasumsikan bahwa budaya dan proses sosial mempengaruhi
manusia dan kelompok dan karenanya struktur sosial ditentukan melalui jenis-
jenis interaksi sosial. Teori ini mempertimbangkan bagaimana norma masyarakat
dan budaya menjadi perilaku individu. Sebagaimana teori konstruksi
sosial atau konstruksi realitas sosial, teori interaksi simbolik atau interaksionisme
simbolik dibangun berdasarkan asumsi ontologi yang menyatakan bahwa realitas
dibentuk secara sosial. Apa yang kita yakini benar didasarkan atas bagaimana
kita dan orang lain berbicara tentang apa yang kita percaya untuk menjadi benar.
Realitas selanjutnya didasarkan pada pengamatan, interpretasi, persepsi, dan
konklusi yang dapat kita sepakati melalui pembicaraan. Dari pernyataan di atas
dapat dikatakan bahwa teori interaksi simbolik tidak seperti teori
komunikasi lainnya yang mengasumsikan komunikasi secara sederhana sebagai
sebuah pertukaran pesan atau transmisi pesan yang terjadi diantara dua individu
sebagaimana digambarkan dalam berbagai model komunikasi yang telah kita
kenal sebelumnya. Teori interaksi simbolik berpendapat bahwa diri (self) dan
masyarakat (society) dibentuk, dikonsep ulang, dan diciptakan ulang dengan dan
melalui proses komunikatif.
Menurut Herbert Blumer, teori interaksi simbolis menitikberatkan pada tiga
prinsip utama komunikasi yaitu meaning, language, dan thought.
Meaning
34
Berdasarkan teori interaksi simbolis, meaning atau makna tidak inheren ke
dalam obyek namun berkembang melalui proses interaksi sosial antar
manusia karena itu makna berada dalam konteks hubungan baik keluarga
maupun masyarakat. Makna dibentuk dan dimodifikasi melalui proses
interpretatif yang dilakukan oleh manusia.
Language
Sebagai manusia, kita memiliki kemampuan untuk menamakan sesuatu. Bahasa
merupakan sumber makna yang berkembang secara luas melalui interaksi
sosial antara satu dengan yang lainnya dan bahasa disebut juga sebagai alat
atau instrumen. Terkait dengan bahasa, Mead menyatakan bahwa dalam
kehidupan sosial dan komunikasi antar manusia hanya mungkin dapat terjadi
jika kita memahami dan menggunakan sebuah bahasa yang sama.
Thought
Thought atau pemikiran berimplikasi pada interpretasi yang kita berikan
terhadap simbol. Dasar dari pemikiran adalah bahasa yaitu suatu proses mental
mengkonversi makna, nama, dan simbol. Pemikiran termasuk imaginasi yang
memiliki kekuatan untuk menyediakan gagasan walaupun tentang sesuatu yang
tidak diketahui berdasarkan pengetahuan yang diketahui. Misalnya adalah
berpikir.
Teori interaksi simbolik sebagai teori yang mengungkapkan dimana
manusia atau individu hidup dalam suatu lingkungan yang di penuhi oleh simbol-
simbol. Tiap individu yang hidup akan memberikan tanggapan terhadap simbol-
simbol yang ada Seperti penilaian individu menanggapi suatu rangsangan dari
35
suatu yang bersifat fisik. Pemahaman individu terhadap symbol-simbol
merupakan suatu hasil pembelajaran dalam berinteraksi di tengah masyarakat,
dengan mengkomunikasikan simbol-simbol yang ada di sekitar mereka,baik
secara verbal maupun perilaku non verbal. Pada akhirnya, proses kemampuan
berkomunikasi, belajar, serta memahami suatu makna di balik simbol-simbol yang
ada menjadi keistimewaan tersendiri bagi manusia di bandingkan makhluk hidup
lainnya (binatang).
Teori interaksi simbolik adalah hubungan antara simbol dan interaksi.
Orang bertindak berdasarkan makna simbolik yang muncul dalam sebuah situasi
tertentu. Sedangkan simbol adalah reprensati dari sebuah fenomena, dimana
simbol sebelumnya sudah disepakati bersama dalam sebuah kelompok dan
digunakan untuk mencapai sebuah kesamaan makna bersama. Simbol dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1 .Simbol Verbal (penggunaan kata-kata atau bahasa, contohnya kata motor itu
mempresentasikan tentang sebuah kendaaraan beroda dua).
2. Simbol non verbal (lebih menekannya pada bahasa tubuh atau bahasa isyarat)
contoh: lambaikan tangan, anggukan kepala, gelengan kepala. Semua itu tadi
mempunyai makna sendiri-sendiri yang dapat dipahami oleh individuindividu.
Yang dimaksudkan penulis adalah adanya hubungan antara teori simbolik dan
kesenian Tari Paduppa di Sanggar Seni. Jika dilihat dari setiap bentuk gerakan,
sya‟ir, pola lantai, kostum, serta properti yang mengandung makna simbol tertentu
didalamnya
36
C. Kerangka Pikir
Kerangka pikir sesuai skema tersebut bahwa peneliti ingin mengetahui
tentang kebudayaan bahwa ternyata berbagai corak ragam kesenian yang ada ini
terjadi karena adanya lapisan-lapisan kebudayaan yang berumpuk dari zaman ke
zaman. Di samping itu, keanekaragaman corak kesenian terjadi karena adanya
berbagai lingkungan budaya yang hidup berdampingan dalam satu masa sekarang
ini. Ditinjau dalam konteks kemasyarakatan, bahwa jenis-jenis kesenian tertentu
mempunyai kebudayaan suku bugis di Soppeng yang perlu untuk lestarikan dari
kebudayaan ini. Ada beberapa kesenian yang ada di Soppeng apakah masih di
terapkan dikalangan manasyrakat yaitu kesenian Tari Paduppa. Tari paduppa
bosara adalah tarian yang mengambarkan bahwa orang bugis jika kedatangan
tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran dan
kehormatan. Pada zaman dahulu tarian ini sering ditarikan untuk menjamu raja,
menyambut
tamu agung, pesta adat, dan pesta perkawinan. Gerakan tarian ini sangat
luwes sehingga enak untuk dilihat. Tari Paduppa sekarang ini di Soppeng masih
jarang dilakukan karna Tari Paduppa di Soppeng itu hanya dilakukan pada
keturunan bangsawan atau yang memliki keturunan arung. Padahal Tari Paduppa
ini adalah Tarian penyambutan tamu. Masyarakat Soppeng itu sendiri masih ada
yang belum paham tentang tata pelaksanan Tari Paduppa dan juga belum
memahami apa makna dan nilai yang terkadung dalam Tari Paduppa. Untuk
meremuskan kerangka pikir di atas atas apa temuan atau hasil dari makna dan
nilai tersebut.
37
Budaya Suku Bugis di Kab.
Soppeng
Bagan 2.1 Kerangka Pikir
D. Penelitian Relevan
1. M.Zulham pada tahun 2018 pada penelitian yang berjudul Makna Simbol
Tari Paduppa (Tari Selamat Datang ) Kota Palopo,
HasilpenelitianiniadalahSetelah penulis mengadakan penelitian dengan
pembahasan melalui observasi, studi pustaka, wawancara, dan
dokumentasi mengenai Makna Simbol Tari Paduppa (Tari Selamat
Datang) Kota Palopo, penulis dapat membuat simpulan berdasarkan
deskripsi yang disajikan pada bab sebelumnya, yaitu: Tari Paduppa yaitu
tari yang dibuat untuk menjemput para raja-raja, bangsawan, tamu-tamu
penting, yang Bosaranya berisikan beras dan lilin. Beras diartikan sebagai
pakkuru sumange sedangkan lilin diartikan sebagai pencerah atau petunjuk
jalan menuju kebahagian rumah tangga. Baju bodo merupakan baju
Kesenian Tari Paduppa Eksistensi
Makna dan Nilai
38
tradisional bugis, baju bodo juga merupakan baju tertua di dunia. Untuk
pasangan baju bodo digunakan sarung sutera dan assesoris lainnya
digunakan perhiasan lainya seperti bando bunga, gelang panjang, kalung,
dan anting-anting.
2. Sukman, F. F. pada tahun 2014 pada penelitian yang berjudul Makna
Simbolik Tari Paolle Dalam Upacara Adat Akkawaru Di Kecamatan
Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan Dalam hasil
penelitian ini akan menganalisis makna simbolik struktur Tari Paolle,
tentunya tidak terlepas dari unsur-unsur yang berkaitan tekstual Tari
Paolle. Kajian tekstual adalah fenomena tari dipandang sebagai bentuk
secara fisik (teks) yang relatif berdiri sendiri dan dapat dibaca, ditelaah,
atau dianalisis secara tekstual sesuai dengan konsep pemahamannya (Hadi,
2007:23). Kajian tekstual dalam suatu pertunjukan tari dapat dibagi
menjadi tiga bagian yaitu: a) analisis koreografis yaitu mendeskripsikan
atau mencatat secara analitis fenomena tari yang nampak dari segi bentuk
luarnya. Dalam menganalisis sebuah tarian, dapat dilakukan dengan telaah
bentuk, teknik, dan gaya geraknya; b) analisis struktural adalah analisis
bentuk atau tekstual yang termasuk dalam konsep koreografis; c) analisis
simbolik adalah sesuatu yang diciptakan olehseniman dan secara
konvensional digunakan bersama sehingga memberi pengertian hakekat
39
“karya seni” yaitu suatu kerangka penuh makna untuk dikomunikasikan
kepada lingkungannya, pada dirinya sendiri, sekaligus sebagai produk dan
ketergantungan dalam interaksi sosial. Dalam pembahasan ini yang
dianalisis secara tekstual adalah aspek-aspek mengenai Tari Paolle yaitu
tema, gerak, penari, tata rias dan busana, serta pola lantai.
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dan
tujuan dan keguanaan tertentu. Unutk mencapai tujuan di perlukan suatu
metode yang relevan dengan tujuan yang ingin dicapai. Metode penlitian yang
digunakan peneliti adalah Metode KualitatifMenurut Sugiyono (2017 :25)
penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti
keadaan yang alamiah. Peneliti merupakan gabungan instrument kunci yang
mengumpulkan data secara trigulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif
dan hasil penelitian lebih menekankan makna dari generasi.
Penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan berupa kata-kata
tertulis dilapangan dala bentuk data-data seperti perilaku dan kalimat tentang
segala sesuatu yang berkaitan dengan makna dan nilaiTari Paddupa pada
proses penyambutan tamu.
Adapun pendekatan penelitian dalam penelitian ini adalaah :
1. Pendekatan Studi Kasus
Studi kasus (case stugy) merupakan yang melakukan terhadap suatu
“kesatuan system”. Kesatuan ini dapat berupa program, kegiatan,
peristiwa atau individu yang terkait oleh tempat , waktu, atau ikatan
tertentu. Studi kasus adalah suatu penelitian yang diarahkan untuk
menghimpun data,
29
41
Makna memperoleh pemahaman dari studi kasusu tersebut. Kasus sama
sekali tidak mewakili populasi dan tidak dimaksudkan untuk memperoleh
kesimpulan dari populasi. Kesimpulan studi kasus hanya berlaku untuk kasus
tersebut. Tiap kasus bersifat unik atau memiliki karakteristik sendiri yang
berbeda dengan kasus lainnya. Dalam studi kasus digunakan beberapa teknik
pengumpulan data seperti wawancra, observasi dan studi dokumentar, tetapi
semuanya difokuskan kearah mendapatkan kesatuan kesimpulan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini akan di lakukan di Kabupaten Soppeng. Waktu
yang akan dilaksanakan selama 2 bulan yaitu antara bulan Julii sampai bulan
Agustus.
C. Informan Penelitian
Informan peneltian berbagai sumber informasi yang memberikan data
yang di perlukan dalam penelitian, penentuan informan peenliti harus
disesuaikan dengan jenis data atau informan yang ingin di dapatkan.Beberapa
jumlah informan dalam penelitian kualitatif belum dapat di ketahui sebelum
peneliti melakukan kegiatan pengumpulan data dilapangan. Yang dengan
demikian untuk tercapainya kualitas data yang memadai sehingga sampai ke
informan keberapa ddata tidak berkualitas lagi atau sudah mencapai titik jenuh
karna tidak di peroleh informan baru lagi. (Hadi, 2005 : 75)
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik informan penelitian
snoball sampling (bola salju) adalah metode sampling di mana sampel
diperoleh melalui proses bergulir dari satu responden ke responden yang
lainnya, biasanya metode ini digunakan untuk menjelaskan pola-pola sosial
42
atau komnitas (sosiometrik) suatu komunitas tertentu. Dalam hal ini
penentuan sampel, pertama-tama peneliti pemilik Sanggar Seni di Kabupaten
Soppeng. Tetapi karena merasa belum lengkap terhadap data yang di
berikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan
dapat melengkapi data yang diberikan oleh pemilik Sanggar Seni Naurah
tentang Tari Paduppa atau Tari Penyambutan di Kabupaten Soppeng.
D. Fokus Penelitan
Adapun fokus penelitian ini adalah bagaimana penelitian, yang akan
mencari tahu eksistensi kesenian Tari Paduppa tentang pelaksanaan dan arti
penting Tari Paduppa.Kandungan makna dan nilai dari Tari Paduppa pada
proses penyambutan yang ada di Kabupaten Soppeng.
E. Jenis Dan Sumber Data
1. Sumber data primer, yaitu data yang dikumpulkan oleh peneliti (atau
petugasnya) dari sumber pertamanya
2. Sumber data Skunder, yaitu data yang langsung di kumpulkan oleh peneliti
sebagai penunjang dari sumber pertama. Dapat juga dikatakan data yang
tersusun dalam bentuk dokumen
F. Instrumen Penelitian
Menurut (Afrizal, 2014) Instrumen penelitin adalah suatu alat-alat
yang dipergunakan untuk mengumpulkan data. Ini berarti, dengan
menggunakan alat-alat tersebut data dikumpulkan. Dalam penelitian kualitatif,
atau instrumen utama dalam pengumpulan data adalah manusia yaitu, penrliti
itu sendiri atau orang lain yang membantu penelti. Dalam penelitian kualitatif,
peneliti sendiri yang mengumpulkan data dengan bertanya, meminta,
43
mendengar, dan mengambil. Peneliti dapat meminta bantuan dari orang lain
untuk mengambil data disebut pewawancara. Dalam hal ini, seorang
pewawancara yang langsung mengambil data dengan bertanya, meminta,
mendengar, dan mengambil.
G. Teknik Pengumpulan Data
Sugiyono (2017: 137) Teknik pengumpulan data merupakan langkah
yang paling penting dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian
adalah mendapatkan data. Dalam usaha pengumpulan data serta keterangan
yang diperlukan, penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data
sebagai berikut:
1. Observasi
Menurut (Nasution, 1988) menyatakan bahwa, obsevasi adalah dasar ilmu
pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaiatu fakta
mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Data itu
dikumpulkan dan sering dengan bantuan berbagai alat yang sanagt canggih,
sehingga benda-benda yang sangat kecil maupun sangat jauh dapat diobservasi
dengan jelas.
Menurut (Sutrisno, 1986) mengemukakan bahwa, observasi merupakan
suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses
biologis. Oleh karena itu makna dan manfaat yang akan diobservasi terkait dengan
permasalahan yang telah di desain.
Menurut (Faisal, 1990) mengklarifikasi observasi menjadi observasi
berpatisipasi (participant observation), observasi yang secara terang-terangan
44
dan tersamar (over obsevation and covert observation) dan observasi tak
berstruktur (unstructured observation).(Sugiyono, 2017 :226)
2. Wawancara
Sutrisno hadi (1986) mengemukakan bahwa metode interview dan juga
kuesioner (angket) adalah sebagai berikut.
a. Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya
sendiri
b. Bahwa apa yang ditanyakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan
dapat dipercaya
c. Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh
peneliti (Sugiyono, 2017: 138).
Untuk mendapatkan informasi dalam penelitian ini, wawancara dilakukan
dengan kader kader yang relevan dengan konteks penelitian yang sekiranya dapat
membantu memberikan informasi. Dalam melakukan wawancara peneliti
manggunakan metode wawancara semiterstruktur, dimana dalam pelaksanaannya
lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan
dariwawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih
terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya.
Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan
mencatat apa yang dikemukakan oleh informan (Sugiyono, 2017:233).
3. Dokumentasi
Kajian dokumen merupakan sarana pembantu peneliti dalam
mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-surat,
45
pengumuman, iktisar rapat, pernyataan tertulis kebijakan tertentu dan bahan-
bahan tulisan lainnya. Metode pencarian data ini sangat bermanfaat karena dapat
dilakukan dengan tanpa menggangu objek atau suasana penelitian. Peneliti
dengan mempelajari dokumen-dokumen tersebut dapat mengenal budaya dan
nilai-nilai yang dianut oleh obyek yang diteliti.
Adapun media yang digunakan dalam pendokumentasian data adalah alat
rekording (Handycam) dan camera untuk pengambilan gambar serta kertas untuk
mencatat data-data yang penting dalam proses pengumpulan data atau
pendokumentasian. Kajian dokumen merupakan sarana pembantu peneliti dalam
mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-surat,
pengumuman, iktisar rapat, pernyataan tertulis kebijakan tertentu dan bahan-
bahan tulisan lainnya. Metode pencarian data ini sangat bermanfaat karena dapat
dilakukan dengan tanpa menggangu obyek atau suasana penelitian. Peneliti
dengan mempelajari dokumen-dokumen tersebut dapat mengenal budaya dan
nilai-nilai yang dianut oleh obyek yang diteliti.Teknik ini dilakukan dengan cara
pengambilan gambar atau objek peragaan Tari Paduppa secara jelas dan lebih
sempurna.
H. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Data
yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan, komentar
peneliti, gambar, foto, dokumenberupa laporan, biografi, artikel dan sebagainya.
Setelah data dilapangan terkumpul, maka peneliti akan mengola dan
46
menganalisis data tersebut dengan menggunakan analisis secaradeskriptif
kualitatif. Miles and Huberman (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis
data, yaitu data reduction, data display, dan drawing conclusion /verification.
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data merupakan salah satu dari teknik analisis data
kualitatif. Reduksi dataadalah bentuk analisis yang menajamkan.
Menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan
mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat
diambil. Reduksi tidak perlu diartikan sebagai kuantifikasi data.
2. Data Display (Penyajian Data)
Penyajian data merupakan salah satu dari teknik analisis data
kualitatif. Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi
disusun, sehingga member kemungkinan akan adanya penarikan
kesimpulan. Bentukpenyajian data kualitatif berupa teks naratif (berbentuk
catatan lapangan), matriks, grafis, jaringan dan bagan.
3. Conclusion Drawing/verification (Penarikan Kesimpulan)
Penarikan kesimpulan merupakan salah satu dari teknik analisis data
kualitatif. Penarikankesimpulan adalah hasil yang dapat digunakan untuk
mengambil tindakan. Setelah semua data terkumpul, langkah selanjutnya
adalah memverifikasi data-data tersebut dan menarikkesimpulan.
I. Teknik Keabsahan Data
47
Hasil Penelitian kualitatif yang diragukan kebenarannya karena beberapa
hal, yaitu subjektivitas peneliti merupakan hal yang dominan dalam penelitian
kualitatif, alat penelitian yang diandalkan adalah wawancara dan observasi
mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka dan apalagi
tanpa kontrol, dan sumber data kualitatif yang kurang credible akan
mempengaruhi hasil akurasi penelitian.
Selama pelaksanaan penelitian, suatu kesalahan dimungkinkan dapat
timbul. Entah itu berasal dari diri peneliti atau dari pihak informan.
Ada 3 teknik yang dapat dilakukan dalam pemeriksaan keabsahan data :
1. Perpanjang pengamatan
Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke
lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data
yang pernah ditemui maupun yang baru. Dengan perpanjangan
pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan nara sumber akan
semakin terbantuk rapport, semakin akrab, semakin terbuka, saling
percaya sehingga tidak ada informasi disembunyikan lagi.
Dalam perpanjangan pengamatan untuk menguji kredibilitas data
penelitian ini, difokuskan pada pengujian terhadap data yang telah
diperoleh, apakah data yang diperoleh, setelah dicek kembali ke
lapangan data sudah benar, berarti kredibel, maka perpanjang
pengamatan dapat diakhiri.
2. Meningkatkan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara
lebih cermat dan berkeseinambungan. Dengan cara tersebut maka
48
kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan
sistematis. Dengan meningkatkan ketekunan maka peneliti dapat
meningkatkan kredibilitas data
3. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian dalam pengujian kreadibilitas ini
diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai cara dan berbagai waktu.
Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi tehnik
pengumpulan waktu dan peneitian.
a. Trigulasi Sumber
Trigulasi Sumber adalah untuk menguji kredebilitas data yang
yang dilakukan dengan cara mengecek data yang di peroleh melalui
beberapa sumber maksudnya bahwa apabila data yang diterima dari
satu sumber data tersebut harus setara derajatnya. Kemudian peneliti
menganalisis data tersebut sehingga menghasilkan suatu kesimpulan
dan dimintakan kesempatan dengan sumber-sumber data tersebut
b. Trigulasi Teknik
Trigulasi Teknik adalah untuk menguji kredibilitas data yang
dilakukan dengan cara mengecek data sumber yang sama dengan teknik
yang berbeda, yaitu yang awalanya mengunakan teknik observasi,maka
dilakukan lagi teknik pengumpulan data dengan teknik wawancara
kepada sumber data yang sama dan juga melakukan teknik
dokumentasi
c. Trigulasi Waktu
49
Trigulasi Waktu adalah pengujian data yang telah
dikumpulkan dengan memverifikasi kembali data melalui informan
yang sama pada waktu yang berbeda.
d. Trigulasi Peneliti
Trigulasi Peneliti adalah membandingkan hasil pekerjaan
seorang peneliti dengan peneliti lainya ( peneliti yang berbeda )
tidak lain untuk mengecek kembali tingkat kepercayaan data,dengan
begitu akan memberi kemungkinan bahwa hasil penelitian yang di
peroleh akan di percaya.
J. Etika Penelitian
Dalam menerapkan etika penelitian, perlu diperhatikan beberapa
prinsip-prinsip yang harus diimplementasikan. Menurut Belomont dikenal 3
prinsip utama etika penelitian yang diterapkan oleh para peneliti, yaitu :
1. Manfaat
Dalam menerapakan prinsip azas manfaat tersebut anatara lain
adalah untuk mempertimbangkan rasio anatarfa manfaat dan resiko yang
akan dibebankan pada peneliti itu sendiri. Dalam meneliti, manfaat yang
diperoleh peneliti adalah hal yang paling penting. Karena saling bertujuan
awal diadakannya sebuh penlitian, manfaat tersebut juga haruslah berguna
bagi orang lain, bukan hanya kepuasan peneliti itu tersendiri.
2. Menghargai Sesama
Hak yang dimaksud adalah hak untuk menetapkan diri dan hak untuk
mendapatkan penjelasan yang lengkap. Hak untuk menetapkan diri yaitu
peneliti memiliki hak untuk memutuskan dengan sukarela apakah ia ingin
50
berpartisipasi dalam suatu penelitian, Hal ini juga berkaitan dengan
eksploitasi kepada kebebasan yang dimiliki seorang peneliti,
3. Hak Keadilan
Selain hal untuk mendapatkan keadilan dan kebebasan yang
diperoleh seorang peneliti, juga harus mampu memperlakukan orang lain
dengan baik dan membuat penelitian tersebut memiliki manfaat yang
merata kepada setiap orang dengan tidak merugikan pihak lain ataupun
masyarakat yang terlibat maupun tidak terlibat.(Pramudyo, 2015)
Selain prinsip yang dikemukakan oleh Raihan, terdapat prinsip-
prinsip lainnya yang tidak boleh dikesampingkan. Hal-hal tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Plagiarisme dan manipulasi didalam penelitian
Tidak mengutip sebagian ataupun keseluruhan dari isi referensi
yang menjadi panutan, sekaligus memanipulasi rancangan penelitian
hingga titik akhir dari penyelesaian penelitian yang dijalankan 3menjadi
prinsip yang harus selalu ditekankan untuk setiap peneliti.
b. Privasi yang dimiliki oleh subjek
Dalam melakukan proses penelitian, dibutuhkan bantuan subjek
untuk mencari kebenaran dari objek yang akan diteliti, khususnya untuk
orang-orang atau lapisan masyarakat tertentu. Terkadang, beberapa
subjek lebih memilih untuk tidak diberi tahu identitas aslinya karena
hak privasi yang dimiliki. Sebagai penelitian, harus mematuhi hal
tersebut sebagai bentuk menghormati hak milik orang lain. (Sazali,201
51
BAB IV
GAMBARAN DAN HISTORI LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Lokasi Penelitian
Di dalam lontara tertulis bahwa jauh sebelum terbentuknya kerjaan Soppeng
telah ada kekuasaan yang mengatur jalannya pemerintah yang didasarkan pada
kesepakatan 60 pemuka masyarakat bergelar Arung, Sullewatang, Paddereng
dan Pabbicara yang mempunyai daerah kekuasan tersendiri. Namun suatu waktu
terjadi suatu musim kemarau disana timbul huru hara, kekacauan sehingga
kemiskinan dan kemeralatan terjadi dimana-mana olehnya itu 60 pemuka
masyarakat bersepakat untuk mengangkat seorang junjungan yang dapat
mengatasi semua masalah tersebut.
Tampillah Arung Bila mengambil insiatif mengadakan musyawarah besar
yang dihadiri 30 orang matoa dari Soppeng Riaja dan 30 orang matoa dari
Soppeng Rilau, sementara musyawarah berlangsung, tiba-tiba 2 (dua) burung
Kakatua memperebutkan setangkai padi, sehingga musyawarah terganggu dan
Arung Bila memerintahkan untuk menghalau burung tersebut dan mengikuti
kemana mereka terbang.
Burung Kaktua tersebut akhirnya sampai di Sekkanyili dan tempat inilah
ditemukan seorang yang berpakaian indah sementara duduk di ats batu, yang
bergelar Manurunge Ri Sekkanyili. Terjadilah mufakat dari 60 tokoh masyarakat
untuk mengangkat Manurunge Ri Sekkanyili atau LATEMMAMALA sebagai
52
pemimpin yang diikuti dengan IKRAR antara LATEMMAMALA dengan rakyat
Soppeng dengan mengangkat sumpah di atas batu yang diberikan nama
LAMUNG PATUE, sambil memengang segenggang padi dengan mengucapkan
ikrar yang artinya “isi padi tak akan masuk melalui kerongkonan saya bila
berlaku curang dalam melakukan pemerintahan selaku Datu Soppeng”. Pada
saat itu LATEMMAMALA menerima pengangkatan dengan DATU SOPPENG,
sekaligus sebagai awal terbentuknya Kerajaan Soppeng.
B. Letak Geografis
1. Letak dan Batas Wilayah
Gambar 4.1 Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Soppeng
Secara geografis Kabupaten Soppeng terletak diantara 4o06o00o - 4o32o00o
Lintang Selatan 119 o42 o 18 o – 120 o06 o13 o Bujur Timur berada sekitas 180 km
di sebelah utara Kota Makassar (Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan) dengan
waktu tempuh sekitar empat jam menggunakan alat transportasi darat. Luas
53
wilayah 1.500 km2 yang terdiri dari daratan dan perbukitan. Luas daratan ± 700
km2 berada pada ketinggian rata-rata ±60 meter di atas 200 meter permukaan
laut. Ibukota Kapubaten Soppeng yaitu WatanSoppeng berada pada ketinggian
±120 meter diatas permukaan laut. Temperatur udara di Kabupaten Soppeng
berada pada kisaran ± 24o sampai dengan ± 30o dan keadaan angina berada pada
kecepatan lemah sampai sedang.
Berdasarkan komposisi penggunaan lahan, 25.991 Ha atau sekitar 17,33
persen dimanfaatkan untuk arel persawahan, 28.003 Ha (17,34%) untuk tegalan
dan kebun 29.733 Ha (19, 82%) merupakan hutan Negara, 24.042 Ha (16,03%)
merupakan hutan rakyat dan selebihnya digunakan lahan perkebunan, lading,
perumhan, jajanan, dan sebagainya.
Kabupaten Soppeng dibagi menjadi 8 kecamatan terdiri dari 49 desa, 21
kelurahan, 124 dusun dan 39 lingkungan Kabupaten Soppeng terletak antara
4o06`‟ Lintang Selatan dan 4
o32‟ Lintang Selatan dan antara 119
o41‟ 18” Bujur
Timur – 120o06‟ 13” Bujur Timur, dengan batas wilyah :
1. Sebelah Utara dengan Kabupaten Sidenrang Rappang dan Wajo,
2. Sebelah Timur dengan Kabupaten Wajo dan Bone Timur,
3. Sebelah Selatan Dengan Kabupaten Bone, dan
4. Sebelah Barat dengan Kabupaten Barru.
2. Keadaan Iklim
Temperatur udara di Kabupaten Soppeng berada sekitae 24oC hingga 30oC.
Keadaan angin berada angin berada pada kecepatan lemah sampai sedang. Curah
hjan Kabupaten Soppeng pada tahun 2018 berada pada intensitas 148 mm dan 14
hari hujan/bulan. Rata-rata curah hujan menurut bulan di Kabupaten Soppeng
54
tertinggi jadi bulan April yaitu 209 mm yang paling rendah yakni bulan
September yakni 63 mm.
3. Keadaan Penduduk
Berdasarkan buku Kabupaten Soppeng Dalam Angka, jumlah penduduk
Kabupaten Soppeng pada tahun 2018 tercatat sebanyak 226.466 jiwa yang terdiri
dari laki – laki 106.594 jiwa dan perempuan 119.872 jiwa. Penduduk tersebut
tersebar di seluruh Desa/ Kelurahan dalam wilayah Kabupaten Soppeng dengan
kepadatan 151 jiwa/km2.
Penyebaran penduduk Kabupaten Soppeng dirinci menurut kecamatan,
bahwa penduduk terbagi atas wilayah Kecamatan Marioriwawo yaitu 44.899 jiwa
dari total jumlah penduduk, Kecamatan Lalabatan dengan jumlah penduduk
44.828 jiwa dari total jumlah penduduk, Kecamatan Lilirilau sekitar 27.244 jiwa
dari total jumlah penduduk dan yang paling terendah Kecamatan Citta dengan
jumlah 8.101 jiwa dari jumlah penduduk.
Ditinjau dari kepadatan penduduk per km persegi, Kecamatan yang
terpadat adalah Kecamatan Liliriaja yaitu 284 jiwa/km2 dan yang terjarang
penduduknya adalah Kecamatan Marioriawa sekitar 88 jiwa/km2. Soppeng
memiliki jarak alternatif yang terajangkau dari pusart kabupaten. Jarak dari
kacamatan menuju ibukota kabupaten berkisar antara 0 km higga 35 km.
Sedangkang Lalabata yang beribukota di Watansoppeng adalah kecamatan
terdekat, sekaligus menjadi ibukota kabupaten serta pusat pemerintahan dan
perekonomian di wilayah Soppeng. (Statistik Kabupaten Soppeng 2018).
55
Tabel 4. 1
Jumlah Penduduk di Kabupaten Soppeng Menurut Kecamatan Tahun 2018 Sumber : Kabupaten Soppeng Dalam Angka-2018
C. Sosial Budaya
Kondisi sosial Kabupaten Soppeng dapat digambarkan melalui
perkembangan bidang pendidikan, kesehatan dan keagamaan.
a. Kesehatan
Tingkat kemajuan suatu daerah dapat tercermin dari banyak fasilitas
kesehatan di daerah tersebut. Jumlah fasilitas kesehatan di Kabupaten Soppeng
adalah : rumah sakit 1 buah dengan tempat tidur 82, puskesmas 17 Induk, 45
Puskesmas pembantu dan dokter praktek sebanyak 41 orang. Rumah Sakit terletak
No.
Kecamatan
Luas
Km
Rumah Tangga
Jumlah Penduduk
Total
Laki-Laki
Perempuan
1 Marioriwawo 300 11 214 20 799 24 100 45 646
2 Lalabata 278 11 066 21 717 23 111 42 865
3 Liliriaja 96 6 979 12 858 14 386 27 074
4 Ganra 57 3 014 5 231 6 217 11 800
5 Citta 40 2 023 3 645 4 456 9 259
6 Liliriau 187 10 251 18 012 20 638 40 748
7 Donri-Donri 222 6 286 10 839 12 323 24 813
8 Marioriawa 320 7 520 13 493 14 641 28 539
Jumlah 1 500 58 353 106 594 119 872 230 744
56
di Ibukota Kabupaten Soppeng yaitu Kota Watansoppeng, sedangkan
Puskesmas/pustu tersebar di semua kecamatan.
Jumlah pengunjung Rumah Sakit pada tahun 2018; rawat jalan 36.642
pasien, rawat inap 5.105 pasien, serta pengunjung puskesmas/pustu 202.931
pasien. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. Status kesehatan dan gizi masyarakat di Kabupaten Soppeng
terus ditingkatkan melalui perluasan akses penduduk terhadap fasilitas
pelayanan kesehatan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Hal tersebut
dapat dilihat dari capaian empat sasaran dampak pembangunan kesehatan antara
lain; meningkatnya umur harapan hidup pada tahun 2017 menjadi 71,2 tahun,
menurunnya angka kematian ibu yakni 6 per 100.000 KH, menurunnya Angka
Kematian Anak Balita (AKABA) pada tahun 2017menjadi 2 per 1000 KH, dan
menurunnya prevalensi kurang gizi pada anak balita. Berdasarkan hasil
pemantauan status gizi balita pada tahun 2017, menunjukkan bahwa dari 4.702
balita yang ada hanya 1 persen kondisinya berada di bawah standar
gizi dan sebanyak 4.274 anak (82%) yang kondisi gizinya normal. Selain itu
kinerja upaya peningkatan kesehatan di Kabupaten Soppeng juga dapat
diliha dari meningkatnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan,
meningkatnya cakupan kunjungan kehamilan keempat (K4), meningkatnya
57
cakupan imunisasi lengkap anak balita, meningkatnya cakupan jaminan
kesehatan masyarakat dan lain sebagainya.
Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat telah
dialokasikan dana untuk program kesehatan Gratis sebesar Rp. 6,196,165,723,-
pada tahun 2018 yang bersumber dari Pemerintah Provinsi Rp. 1.529.779.200,-
dan Pemerintah Kabupaten sendiri sebesar Rp. 4.666.386.523
b. Agama
Tabel. 4.2
Jumlah Penduduk Menurut Agama
di Kabupaten Soppeng Tahun 2018
No. Agama Jumlah Persentase (%)
1 Islam 230.029 99,7
2 Kristen 688 0,29
3 Hindu 18 0,007
4 Budha 9 0,003
Jumlah 230.744 100
Sumber Data : Kabupaten Soppeng Dalam Angka, 2018
Mayoritas penduduk Kabupaten Soppeng menganut agama Islam sekitar
99,7 persen dari total penduduk yang ada, dan selebihnya menganut kepercayaan
Kristen sekitar 0,29 persen, Hindu 0,007 persen serta Budha 0,003 persen. Sejauh
ini kehidupan beragama di Kabupaten Soppeng berjalan cukup toleran dimana
para penganut agama tersebut hidup berdampingan dengan tenang dan damai.
c. Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan
pembangunan di daerah. Ada berbagai indikator untuk mengukur keberhasilan
pembangunan ekonomi di suatu daerah diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi,
58
perubahan struktur ekonomi, tingkat pendapatan perkapita (PDRB),
dan lain sebagainya. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan kontribusi
dari pertumbuhan berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak
langsung menggambarkan tingkat perubahan ekonomi yang terjadi.
Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan
yang telah dicapai dan berguna untuk menentukan arah pembangunan dimasa
yang akan datang. Pertumbuhan ekonomi dapat digunakan untuk mengukur
kinerja dari pelaksanaan suatu proses pembangunan, sehingga pembangunan
yang berhasil salah satunya ditentukan oleh tingkat pertumbuhan ekonomi yang
stabil.
D. Keadaan Pendidikan
Salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan di suatu daerah adalah
tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Merajut pada amanat
UUD 1945 beserta Amandemennya (Pasal 31 ayat 2), maka melalui jalur
pendidikan pemerintah secara konsisten berupaya meningkatkan SDM di
Kabupaten Soppeng.
Salah satu indikator yang dapat melihat keberhasilan bidang pendidikan
adalah tingkat buta huruf. Makin rendah presentase penduduk yang buta huruf
menunjukkan keberhasilan program pendidikan, sebaliknya semakin tinggi
presentase penduduk yang buta huruf mengindikasikan kurang berhasilnya tingkat
pendidikan.
Di Kabupaten Soppeng jumlah sarana pendidikan pada tahun 2018 terdiri
dari SD Negeri sebanyak 256 buah dan swasta 2 buah, SLTP Negeri sebanyak 31
buah dan swasta 7 buah, SMU Negeri sebanyak 8 buah dan swasta 4 buah, SMK
59
Negeri 5 buah dan swasta 3 buah, MI Negeri 1 buah dan swasta 20 buah, MTs
Negeri sebanyak 1 buah dan swasta 24 buah, serta Madrasah Aliyah Negeri 2
buah dan swasta sebanyak 4 buah.
Status pendidikan penduduk umur 5 tahun keatas di Kabupaten Soppeng
tahun 2018 terdiri : Tidak/ belum bersekolah sebanyak 15,38 %, masih
bersekolah 23,81 % dan tidak bersekolah lagi 60,81 %.
Visi dan Misi Kabupaten Soppeng
Visi
Pemerintahan adalah menggunakan kewenangan, ekonomi, politik, dan
administrasi guna mengelolah urusan yang menjadi kewenangannya.
Karena pada hakekatnya pemerintah adalah melayani rakyatnya
Malayani di masksudkan untuk mendahulukan kepentingan umum,
mempermudah urusan rakyat, mempersingkat waktu proses pelaksanaan
urusan rakyat
Lebih baik dimaksudkan bahwa penyelenggaraan pemerintah dengan
prinsip partisipatif aktif, transparansi, responsive, musyawarah mufakat
berkeadilan, efektif dan ekonomis serta akuntabilitas.
Misi
7 Tekad Pemerintahan Yang Melayani
Memantapkan arah kebijakan pertanian yang melayani dan pro petani;
Mewujudkan pendidikan unggul ( lebih baik ) dan murah serta berkeadilan
bagi semua warga;
Menjadikan Kabupaten Soppeng yang lebih baik dalam pelayan publik;
60
Menata kepariwisataan dan transportasi publik yang baik dan nyaman;
Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih dari korupsi;
Menjamin ketersediaan sistem pelayanan kesehatan unggul ( lebih baik )
dan murah;
Mendorong peningkatan kehidupan beragama serta partisipasi pemuda dan
perempuan dalam pembangunan.
2 Tekad Menjadikan Soppeng Lebih Baik
Menjadikan Kabupaten Soppeng sebagai pilar utama pembangunan
Sulawesi Selatan;
Menjadikan Kabuptaen Soppeng sebagai daerah yang nyaman dan
terdepan dalam investasi.
61
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Eksistensi Tari Paduppa di Kabupaten Soppeng
Tari adalah gerak indah berirama yang merupakan perwujudan budaya
manusia. Tari merupakan salah satu unsur kebudayaan. Sebagai ahli seni,
berpendapat bahwa ada dua unsure penting dalam tari, yaitu gerak dan irama.
Gerak merupakan gejala primer manusia dan juga bentuk refleksi spontan dari
kehendak yang terdapat dalam jiwa. Tari merupakan gerak berirama yang
mengandung keindahan atau nilai estetika yang berbeda dengan gerak biasa.
Tari paduppa bosara adalah tarian yang mengambarkan bahwa orang bugis
jika kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda
kesyukuran dan kehormatan. Bosara yang digunakan sebagai wadah kue
tradisional maupun lauk, dijejer rapi di atas meja berkaki pendek, biasanya disebut
meja Oshin. Untuk melengkapi sajian dalam wadah bosara itu, diletakkan baki
kecil yang di atasnya dilapisi kain yang berwarna mirip dengan warna bosara dan
meja..
Menurut Ibu Ros menyatakan bahwa ”Tari Paduppa itu sebagai tari
penjemputan jika kita kedatangan tamu yang dihormati yang diagungkan setiap acara yang dilakukan”(wawancara pada tanggal 29 Juni 2019) Menurut Ibu Farida menyatakan bahwa “Tari Paduppa itu biasa dilakukan
penjemputan tamu agung. Tamu-tamu dari luar” (wawancara pada tanggal 02 Juli 2019) Menurut Ibu Sri menyatakan bahwa “Tari Paduppa itu tari yang sering kita
saksikan pada setiap momen penjemputan tamu, baik tamu negara maupun tamu-tamu pada saat pesta pernikahan” (wawancara pada tanggal 02 Juli
2019)
51
62
Tari Paduppa sebagai tari penjemputan jika kita kedatangan tamu yang di
hormati yang diagungkan seperti tamu-tamu dari luar atau tamu-tamu negara
maupun tamu-tamu pada saat acara pernikaahn.
Berdasarkan ketiga narasumber dapat di simpulkan bahwa Tari Paduppa
adalah tari penjemputan tamu yang setiap tamu-tamu yang datang di hormati dan
diagungkan. Tari Paduppa juga di lakukan pada saat pesta pernikahan ketika
ingin menjemput tamu-tamu yang menghadiri acara. Tarian ini juga termasuk
tarian yang sakral karena hanya bisa di saksikan pada proses penjemputan tamu.
a) Pelaksanaan Tari Paduppa di Kabupaten Soppeng
Pada zaman dahulu tarian ini sering ditarikan untuk menjamu raja,
menyambut tamu agung, pesta adat, dan pesta perkawinan.
Gerakan tarian ini sangat luwes sehingga enak untuk dilihat. Bosara sendiri
merupakan piring khas suku bugis-Makassar di Sulawesi.
Orang Bugis jika kedatangan tamu senantisa menghidangkan bosara sebagai
tanda kehormatan. yang berisikan kue kue khas masyarakat bugis seperti Cucuru,
Songolo, Bandang Bandang, Kue Lapis, selain itu Tari Paduppa Bosaran
merupakan tarian yang di bawakan oleh wanita wanita manis yang membawa
kue yang hantarkan ke pada tamu sebagai tanda penghormatan
Menurut Ibu Ros menyatakan bahwa “Dari sejak zaman dahulu, sudah lama ya kalau ada tamu-tamu selalu Tari Paduppa di adakan untuk penjemputan tamu-tamu dari luar tapi orang hanya keturunan bangsawan. Sekarang sudah banyak yang adakan tari paduppa dari berbagai kalangan” (wawancara pada tanggal
29 Juni 2019)
63
Menurut Ibu Farida menyatakan bahwa “Pernah dilakukan Tari Paduppa,
apakah di acara perkawinan atau acara kantor yang kedatangan pimpinan atau tamu yang jauh itu dilakukan Tari Paduppa” (wawancara pada tanggal 02 Juli 2019)
Menurut Ibu Sri menyatakan bahwa “Tari Paduppa sering dilakukan di
soppeng pada saat acara-acara penyambutan tamu- tamu kehormatan pemerintah Kabupaten Soppeng dan penyambutan mempelai laki-laki beserta rombongan pada saat pesta pernikahan” (wawancara pada tanggal 02 Juli
2019)
Berdasarkan ketiga narasumber dapat di simpulkan bahwa pelaksanaan Tari
Paduppa di Kabupaten Soppeng itu ada dari sejak zaman dahulu dilaksanakan,
hanya saja orang-orang bangsawan yang bisa melakukan Tari Paduppa tetapi
sekarang ini bukan hanya bangsawan saja tapi sudah banyak yang mengadakan
Tari Paduppa dari berbagai kalangan baik itu di acara perkawinan atau acara
kantor yang kedatangan tamu dari luar Sulawesi.
b) Pencipta Tari Paduppa
Menurut Ibu Ros menyatakan bahwa “Pencipta Tari Paduppa bernama Ibu
Hj. Andi Sitti Hurhani Sadapa, lahir di pare-pare tanggal 25 Juni 1929. Ibu Andi Sitti Hurhani Sadapa banyak juga ciptaan tarinya bukan saja Tari Paduppa tapi ada juga Tari Pakarena, Tari Pattudu, dan Tari Pattennung. dia juga pendiri Institut Kesenia Sulawesi (IKS)” (wawancara pada tanggal 29 Juni 2019) Menurut Ibu Farida menyatakan bahwa “Ibu Andi Sitti Hurhani Sadapa
atau biasa dipanggil dengan Petta Nani, beliau ini seorang pengabdi seni karna banyak menciptakan tarian selain Tari Paduppa. Lahir di Pare-pare tahun 1929 dan meninggal di Makassar tahun 2010”. (wawancara pada tanggal 02 Juli 2019) Menurut Ibu Sri menyatakan bahwa “Yang menciptakan Tari Paduppa
Bosara itu Andi Sitti Nuharni Sapada asal Pare-pare yang termasuk keturunan bangsawan. Termasuk juga alumni IKIP Makassar di Fakultas Sastra dan Seni tahun 1973. Menciptakan berbagai macam Tarian dari zamannya Presiden Soekarno dan tari yang pertama itu yang di ciptakan Tari Pattudu”. (wawancara pada tanggal 02 Juli 2019) Berdasarkan ketiga narasumber dapat di simpulkan bahwa Pencipta Tari
Paduppa yaitu Ibu Hj. Andi Sitti Hurhani Sadapa, lahir pada tanggal 25 Juni 1929
64
di Pare-pare yang termasuk keturunan bangsawan. Beliau juga Menciptakan
berbagai macam Tarian seperti Tari Pakarena, Tari Pattudu, dan Tari Pattennung,
pada masa Presiden Soekarno tari yang pertama itu yang di ciptakan Tari Pattudu.
Termasuk juga alumni IKIP Makassar di Fakultas Sastra dan Seni tahun 1973.
Beliau juga pendiri Institut Kesenia Sulawesi (IKS).
c) Ragam gerak Tari Paduppa
Gerakannya dapat sekedar dinikmati sendiri, merupakan ekspresi suatu
gagasan atau emosi, dan cerita (kisah). Setiap tari juga digunakan untuk
mencapai ekskatase (bermacam masuk atau tak sadar diri) bagi yang
melakukannya.Tari paduppa bosara adalah tarian yang mengambarkan bahwa
orang bugis jika kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai
tanda kesyukuran dan kehormatan.
Menurut Ibu Ros menyatakan bahwa “durasi waktu Tari Paduppa kurang lebih 2 menit yang memiliki 2 ragam yaitu pola 1 gerakan menabur dan pola 2 membuka acara” (wawancara pada tanggal 29 Juni 2019) Menurut Ibu Farida menyatakan bahwa “Tari Paduppa memiliki 2 ragam yaitu ragam 1 sebagai penaburan dan ragam 2 membuka acara dengan menyambut tamu yang waktu sekitar 3 menit” (wawancara pada tanggal 02 Juli 2019) Menurut Ibu Sri menyatakan bahwa “kurang lebih 3 menit yang memiliki 2
ragam yang pertama penaburan dan yang kedua pembuka acara dan penjemputan tamu” (wawancara pada tanggal 02 Juli 2019) Berdasarkan ketiga narasumber dapat di simpulkan bahwa durasi yang
digunakan untuk melakukan Tari Paduppa sekitar 3 menit yang memiliki 2 ragam
yaitu pola 1 gerakan menabur dan pola 2 membuka acara dan penjemputan tamu
65
d) Alat yang digunakan pengirin Tari Paduppa. Tari dalam bahasa Bugis, disebut 'kedo sumange'. Tari Paduppa, ditarikan oleh
para gadis-gadis cantik yang berjumlah ganjil. Musik yang digunakan juga
tentunya musik khas Sulawesi Selatan, dengan alat musik khas gendang, pui-
pui, suling, serta kecapi. Pakaian yang digunakan adalah Baju Bodo (pakaian
adat bugis), sarung sutra, lengkap dengan aksesorisnya (bando bunga, anting,
gelang serta kalung).
Menurut Ibu Ros menyatakan bahwa “Pengirin itu terdiri dari suling 1 orang, gendang 2 orang, pui-pui 1 orang dan kecapi 1 orang” (wawancara pada
tanggal 29 Juni 2019)
Menurut Ibu Farida menyatakan bahwa “Pengirin Tari Paduppa terkadang 4 - 5 orang diiringi laki-laki di tarikan oleh perempuan” (wawancara pada tanggal 02 Juli 2019)
Menurut Ibu Sri menyatakan bahwa “Tari Paduppa memiliki pengiring seperti gendang, pui-pui, suling, kecapi” (wawancara pada tanggal 02 Juli 2019)
Berdasarkan ketiga narasumber dapat di simpulkan bahwa pengirin Tari
Paduppa 4 – 5 orang terdiri dari suling 1 orang, gendang 2 orang, kuik 1
orang dan kecapi 1 orang diiringi laki-laki di tarikan oleh perempuan.
e) Busana yang dikenakan Tari Paduppa
Menurut Ibu Ros menyatakan bahwa “Busana baju bodo dan sarung sutera” (wawancara pada tanggal 29 Juni 2019)
Menurut Ibu Farida menyatakan bahwa “Busana baju bodo yang warnanya
seragam sama pengirinnya juga” (wawancara pada tanggal 02 Juli 2019) Menurut Ibu Sri menyatakan bahwa “Busana pakaian adat bugis makassar untuk perempuan (baju bodo)” (wawancara pada tanggal 02 Juli 2019) Berdasarkan ketiga narasumber dapat di simpulkan bahwa Busana pakaian adat
bugis makassar baju bodo dan sarung sutera yang memiliki warna yang seragam
penari dan pengiringnya.
66
f) Properti yang digunakan Tari paduppa
Menurut Ibu Ros menyatakan bahwa “Bosara yang berisi benno” (wawancara pada tanggal 29 Juni 2019)
Menurut Ibu Farida menyatakan bahwa “Bosara yang setiap penari pakai sebagai propertinya” (wawancara pada tanggal 02 Juli 2019)
Menurut Ibu Sri menyatakan bahwa “ propertinya itu biasa bosara yang diisi
beras atau bunga” (wawancara pada tanggal 02 Juli 2019)
Berdasarkan ketiga narasumber dapat di simpulkan bahwa propertinya itu
bosara yang diisi beras, bunga dan benno yang dibawa setiap penarinya
2. Makna Dan Nilai Tari Paduppa
Tari Paduppa merupakan piring khas suku bugis-Makassar di Sulawesi
Selatan. Bahan dasar bosara berasal dari besi dan dilengkapi dengan penutup
khas seperti kobokan besar, yang dibalut kain berwarna terang, seperti warna
merah, biru, hijau atau kuning, yang diberi ornamen kembang keemasan di
sekelilingnya. Bosara biasanya diletakkan di meja dalam rangkaian acara
tertentu, khususnya acara yang bersifat tradisional dan sarat dengan nilai-nilai
budaya. Selain digunakan sebagai salah satu alat yang digunakan para penari
tarian daerah, bosara juga biasanya menjadi tempat sajian aneka kue
tradisional yang diletakkan di meja pada acara resmi pemerintahan sebagai
simbol adat Sulsel, khususnya pada acara-acara sakral seperti pesta pernikahan
adat.
a) Makna dan Nilai Tari Paduppa
Menurut Ibu Ros menyatakan bahwa “Makna keseluruhan itu sebagai
gerakan yang ada didalam tari ada makkasiriwing yaitu gerakan penobaan, akkalabbing yaitu penghargaan pada raja, dan soro passappu yaitu istiadat bangsawan, mappasoro anjangan yaitu mengakhiri tarian, massimang yaitu mohon diri” (wawancara pada tanggal 29 Juni 2019)
67
Menurut Ibu Farida menyatakan bahwa “makna dari gerakan itu mempunyai
makna tersendiri dalam tari paduppa adanya nilai yang terkandung yang bersifat moral, budaya, religius”. (wawancara pada tanggal 02 Juli 2019) Menurut Ibu Sri menyatakan bahwa “Makna keseluruhan itu sebagai
permintaan keselamatan dan kesejahteran itu secara umumnya” (wawancara pada tanggal 02 Juli 2019)
Berdasarkan ketiga narasumber dapat di simpulkan bahwa makna keseluruhan
dari Tari Paduppa itu gerakan yang di tarikan di dalamnya ada makna yang
terkandung yaitu makkasiriwing yang artinya gerakan penobaan, akkalabbing
artinya penghargaan pada raja, soro sappu yaitu istiadat bangsawan, dilanjutkan
gerakan mappasoro anjangan artinya mengakhiri tarian dan massimang artinya
mohon diri. Tari paduppa mempunyai nilai yang terkandung yang bersifat moral,
budaya, religius.
a) Makna dalam panaburan Tari Paduppa
Menurut Ibu Ros menyatakan bahwa “makna dari 3x pelemaparan karna 3 itu kan antara 3 dunia yaitu dunia atas, tengah, bawah mungkin seperti itu” (wawancara pada tanggal 29 Juni 2019)
Menurut Ibu Farida menyatakan bahwa “ 3x itu mengikuti pengiringnya saja” (wawancara pada tanggal 02 Juli 2019)
Menurut Ibu Sri menyatakan bahwa “pelemparan beras itu permohonan keselamtan, kehidupan yang mapan” (wawancara pada tanggal 02 Juli 2019)
Berdasarkan ketiga narasumber dapat di simpulkan bahwa makna dari
penaburan yang di lakukan sebanyak 3 kali yaitu pelemparan meminta
permohonan keselamatan dan kehidupan yang mapan karna kita berada pada 3
bagian seperti dunia atas, menengah, dan bawah. Serta penaburan yang dilakukan
3 kali itu mengikuti pengiring.
68
b) Makna dari beras dalam Tari Paduppa
Menurut Ibu Ros menyatakan bahwa “bagusnya digunakan itu benno,
karna dulu sebelum masuk islam memang orang pakai beras tapi sekarang kalau kita pakai beras kemudian ada ustad liat ki kadang-kadang kita di tegur. Tapi cocok juga to beras di buang-buang kan kalau pakai benno tidak di permasalahkan malah kita di sarankan baiknya pakai benno. Filosofinya itu benno dari putik beras yang mengembang, contohnya pengantin nnti kehidupannya juga seperti benno berkembang (wawancara pada tanggal 29 Juni 2019)
Menurut Ibu Farida menyatakan bahwa “kalau memng pakai beras agak-agak apaya karna beras itukan tidak boleh dibuang-buang mungkin agak-gak taqabbur menggunakan beras, biasanya kita menggunakan kembang saja”
(wawancara pada tanggal 02 Juli 2019)
Menurut Ibu Sri menyatakan bahwa “biasanya pakai bunga-bunga kembang pada saat penaburan” (wawancara pada tanggal 02 Juli 2019)
Berdasarkan ketiga narasumber dapat di simpulkan bahwa pada saat
penaburan orang zaman menggunakan beras tapi sebaiknya diganti menggunakan
Benno karna hakikat pada beras itu bersifat taqabbur. Banyak juga ustad yang
mempermaslahkan ketika menggunkan beras tapi ketika menggunakan Benno atau
bunga-bunga tidak ada permasalahan dan filisofi Benno dari putik beras yang
mengembang, yang dapat bermakna kehidupan yang baik dan berkembang.
c) Jumlah penari dalam Tari Paduppa
Menurut Ibu Ros menyatakan bahwa “tidak ji juga bisa ji juga genap bisa
juga ganjil, kalau saya sih terkantung lokasinya kalau lokasinya luas baru kita sedikit tidak enak juga liat, biasa juga penarinya banyak kan biasa sesak. Jadi sesuaikan saja sama lokasi dan permintaan yang buat acara, nda ada ji ketentuanya” (wawancara pada tanggal 29 Juni 2019)
Menurut Ibu Farida menyatakan bahwa “tergantung saja dari formasinya
saja, bisa genap bisa ganjil. Biasanya kalau ganjil satu di depan itu biasa yang mengantar penganting ke depan, sisanya itu sebaga penjemput saja”
(wawancara pada tanggal 02 Juli 2019)
Menurut Ibu Sri menyatakan bahwa “penari tari paduppa itu biasa dilakukan
dengan banyak anggota tergantung dari permintaan acara bisa mencapai
69
101 asal anggotanya ganjil dan tidak menentu”. (wawancara pada tanggal
02 Juli 2019)
Berdasarkan ketiga narasumber dapat di simpulkan bahwa jumlah personil
Tari Paduppa itu tidak mesti bersifat ganjil tergantung dari permintaan yang
mengadakan acara dan tempatnya di kondisikan agar pada saat menampilkan Tari
Paduppa polanya bisa di atur.
d) Tingkatan usia dalam Tari Paduppa
Menurut Ibu Ros menyatakan bahwa “Penari pada Tari Paduppa itu umurnya terserah saja bagaimana permintaan yang sedang membuat acara dan tempatnya juga disesuaikan” (wawancara pada tanggal 29 Juni 2019)
Menurut Ibu Farida menyatakan bahwa “Umur penari itu kira-kira 8 tahun ke atas yang sudah bisa melakukan dan mengerti gerakan” (wawancara pada
tanggal 02 Juli 2019)
Menurut Ibu Sri menyatakan bahwa “Umur seorang penari paduppa itu tidak menuntut harus berumur 17 tahun tapi bisa saja penarinya dibawah 17 tahun seperti anak-anak asal sudah bisa mengerti gerakan”. (wawancara pada
tanggal 02 Juli 2019)
Berdasarkan ketiga narasumber dapat di simpulkan bahwa tingkatan usia
pada Tari Paduppa dari usia 8 tahun yang sudah paham tentang gerakan sampai
17 tahun mesti tidak ada patokan umur dan di kondisikan dengan orang yang
ingin membuat acara.
e) Makna Pengalungan dalam Tari Paduppa
Menurut Ibu Ros menyatakan bahwa “Makna pengalungan tidak masuk dalam ragam tari paduppa, itukan pengalungan hanya dilakukan kalau ada tamu, contohnya kantor yang mengadakan acara penjemputan tamu itu baru di pakai pengalungan tapi kalau pengantinkan tidak pakai pengalungan. Kalau untuk Pengalungan itu kayak cenderamata juga dan rangkaian penjemputan sedangkan Tari Paduppa bagian dari rangkaian penjemputan. (wawancara pada tanggal 29 Juni 2019)
Menurut Ibu Farida menyatakan bahwa “makna pengalungan seperti
memberikan penghargaan kepada tamu” (wawancara pada tanggal 02 Juli
2019)
70
Menurut Ibu Sri menyatakan bahwa “pengalungan pada tari paduppa itu
hanya sebagai tanda penghargaan kepada tamu yang jauh yang datang di Soppeng, penghargaan tamu agung tapi tdk berlaku dicara pengantin”
(wawancara pada tanggal 02 Juli 2019)
Berdasarkan ketiga narasumber dapat di simpulkan bahwa makna
pengalungan yang di lakukan pada saat penjemputan tamu sebagai simbolik
penghargaan tamu dan cenderamata kepada tamu. Pengalungan juga hanya di
peruntuk kepada acara-acara yang kedatangan pimpinan sedangkan di acara
pernikahan tidak melakukan pengalungan karna yang di sambut disitu kedua
mempelai yang menajdi raja dan ratu sehari. Pengalungan di lakukan sebelum
menarikan Tari Padduppa hanya iringan musik yang di mainkan. Pengalungan
hanya dilakukan untuk dua atau tiga orang yang dikalungi Setelah pengalungan
barulah dimulai dengan sambutan Tari Paduppa.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakasanakan di Kabupaten
Soppeng pada ketiga informan mengenai makna dan nilai Tari Paduppa dalam
tradisi suku bugis di Kabupaten Soppeng, bahwa Tari Paduppa sering ditarikan
pada setiap acara penting untuk menyambut raja dengan suguhan kue-kue
sebanyak dua kasera. Tarian ini juga sering ditarikan saat menyambut tamu
agung, pesta adat dan pesta perkawinan. Ini menggambarkan bahwa suku
Bugis jika kedatangan tamu akan senantiasa menghidangkan bosara sebagai
tanda syukur dan penghormatan. Budaya Bosara merupakan peninggalan
budaya khas Sulawesi Selatan dari jaman kerajaan dulu, khususnya kerajaan
Gowa dan kerajaan Bone. Kata bosara tidak terlepas dari kue-kue tradisional
71
sebagai hal yang saling melengkapi. Bosara merupakan piring khas Suku
Bugis Makasar di Sulawesi Selatan.
1. Eksistensi Tari Paduppa di Kabupaten Soppeng
Tari Paduppa sering ditarikan pada saat acara penting untuk penyambutan
raja-raja dengan suguhan kue-kue sebanyak dua kesera. Tarian ini juga sering
ditarikan saat menyambut tamu agung, pesta adat dan perta pernikahan. Ini
menggambarkan bahwa suku bugis kedatangan tamu yang senantiasa
menghidangkan bosara sebagai tanda kesyukuran dan kehormatan.
Tari Paduppa itu berasal dari bahasa Bugis yang artinya bertemu, Tari
Paduppa yaitu tari penjemputan tamu yang diciptkan oleh Andi Sitti Nurhani
Sapada yang disuguhkan saat kedatangan tamu waktu beliau masih menjadi Ibu
Bupati Sidrap ditahun 70an. Tari Paduppa yang di ciptakan oleh ibu Andi Sitti
Nurhani Sapada dengan cara menciptkan gerakan dengan menyesuaikan melodi
lagu yang populer saat itu. Paduppa artinya pa’dupang sebagai ikon kesakralan
yang biasa digunakan sebagai media ritual. Beliau sering menggunakan tarian
tersebut sebagai tari pembuka pertunjukan untuk permohonan berkah meskipun
untuk permohonan tarian tersebut bukanlah sebagai pengubung antara masyarakat
dan leluhur.
Tari Paduppa memliki macam dan corak gerak yang terkadang terlihat seperti
untaian pola – pola gerak yang seperti dikenal dan pernah di tampilkan. Gerakan
yang terlihat asing atau aneh menambah kepekaan pengamatan yang biasa
mengidentifikasi dari sisi jenis gerakannya, apakah itu gerak keseharian atau
gerak yang telah mengalami strilisasi. Gerak dalam bahasa bentuk menjadi pola-
pola gerak dari seorang penari (Sumandinyo, 2010: 25)
72
Tari Paduppa selalu diiringi dengan musik tradisional yang menjadi salah satu
ciri khas budaya Suku Bugismenggunakan alat-alat tradisional yang ada di
Sulawasi Selatan yang mudah di mainkan dari segala umur baik itu anak-anak
maupun orang dewasa. Adapun alat-alat yang digunakan pengirin Tari Paduppa
antara lain sebagai berikut :
Gambar 5.1 Gendang
Rangkanya terbuat dari kayu campaga yang dikuatkan dengan ikatan rotan.
Bagian yang dipukul terbuat dari kulit kambing jantan. Gendang ini sering
digunkan pada acara penganting dan sebagai iringan tarian
Gambar 5.2 Kecapi
Kecapi merupakan salah satu alat musik petik. Kecapi biasanya digunakan untuk
73
memperkaya suara-suara yang dihasilkan dalam musik-musik tradisional. Kecapi
memliki beberapa senar yang dimainkan dan dipetik secara horizontal Sulawesi
Selatan yang digunakan untuk mengiringi sebuah tarian.
Gambar 5. 3. Suling
Suling juga digunakan sebagai iringan musik pada sebuah tarian musik pada
sebuah tarian dengan alunan alunan nada yang merdu membuat penari lemah
lembut dalam menari.
Gambar 5.4. Pui- pui
Pui-pui merupakan alat musik tradisional yang digunakan mengiring pementasan
seni tradisi yang berasal dari Sulawesi Selatan dan dimainkan dengan cara ditiup.
74
Pakaian yang digunakan yaitu baju bodo yang merupakan pakaian tradisonal
perempuan Suku Bugis. Baju bodo berbentuk segi empat, biasanya berlengan
pendek. Baju bodo tidak hanya berfungsi sebagai penghias tubuh tapi juga
berfungsi sebagai kelengkapan suatu acara atau tarian. Aksesoris yang digunakan
di kepala yaitu mahkota atau bando (saloko), sanggul berhiaskan 2 tusuk bunga
dan anting panjang/(bangkarak)
Properti yang digunakan dalam tarian ini yaitu Bosara merupakan piring
khas suku bugis Makassar di Sulawesi Selatan. Bahan dasar bosara berasal dari
besi dan dilengkapi dengan penutup khas seperti kobokan besar, yang balut kain
berwarna terang, yaitu warna merah, biru, hijau dan kuning. Diberikan ornamen
kembang keemasan di sekelilingnya. Bosara pada awalnya terbuat dari kerangka
bambu yang kemudian disiikan piring sebagai tempat kue atau makanan penutup
lainnya sedangkan penutup bosara dari keranga bambu yang kemudian dilapisi
dengan kain di tambah manik-manik pada pinggir penutup bosara sehingga sangat
menarik dan mewah. Bosara biasanya diletakkan di meja dalam rangkaian acara
tertentu, khusus acara yang bersifat tradisional dan sarat dengan nilai- nilai
budaya.
Pada penelitian yang dilakukan M.Zulham yang berjudul Makna Simbol
Tari Paduppa (Tari Selamat Datang ) Kota Palopo, Tari Paduppa yaitu tari yang
dibuat untuk menjemput para raja-raja, bangsawan, tamu-tamu penting, yang
Bosaranya berisikan beras dan lilin. Beras diartikan sebagai pakkuru sumange
sedangkan lilin diartikan sebagai pencerah atau petunjuk jalan menuju kebahagian
rumah tangga. Baju bodo merupakan baju tradisional bugis, baju bodo juga
merupakan baju tertua di dunia. Untuk pasangan baju bodo digunakan sarung
75
sutera dan assesoris lainnya digunakan perhiasan lainya seperti bando bunga,
gelang panjang, kalung, dan anting-anting.
Terkait dengan penelitian yang saya lakukan dari hasil wawancara
menjadikan penguat dari penelitian sebelumnya yang hanya menggambarkan
sebagian besar dari Makna dan Simbol Tari Paduppa. Makna dan nilai yang
menjadi temuan ini akan memperdalam pengetahuan tentang nilai yang terkadung
setiap gerakan inti dalam tarian tersebut. Ini menjadi pembelajaran yang lebih
muda dipahami khususnya masyarakat di Kabupaten Soppeng.
2. Makna dan nilai Tari Paduppa di Kabupaten Soppeng
Makna merupakan pengertian-pengertian (conceptions) yang dihayati
seseorang mengenai apa yang lebih penting atau kurang penting, apa yang lebih
baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar atau kurang benar.Sedangkan
Nilai adalah konsepsi (tersurat atau tersirat, yang sifatnya membedakan individu
atau ciri-ciri kelompok) dari apa yang diinginkan, yang memengaruhi tindakan
pilihan terhadap cara, tujuan antar dan tujuan akhir. Defenisi ini berimplikasi
terhadap pemaknaan nilai-nilai budaya. (Mulyana, 2004:1)
Menurut Syarifuddin Daeng Tutu Kata pa’duppa itu berasal dari bahasa
Bugis yang artinya bertemu. Tari Paduppa yaitu tari penjemputan yang
diciptakan oleh Andi Nurhani Sapada yang disuguhkan saat kedatangan
tamu waktu beliau masih menjadi Ibu Bupati Sidrap ditahun 70. Tari ini
diciptakanoleh Andi Nurhani Sapada dengan cara menciptaka gerak dengan
menyesuaikan melodi lagu yang populer saat itu. Lagu yang menjadi
mus iringan yaitu lagu Bugis yakni Anak Ma‟bura Malik dan Ongkona
Sidengreng. Instrument musik yang digunakan yaitu Gendang, Suling,
76
dan Kacaping. Seiring perkembangannya, tarian tesebut direkam dan
dibagikan kebeberapa sekolah untuk dijadikan bahan ajaran.
Menurut Syarifuddin Daeng Tutu, beliau mengatakan bahwa Pa’duppa
arti pa’dupang (bahasa maskassar) yang artinya Dupa. Dupa dalam
kebudayaan suku Makassar dianggap sebagai ikon kesakralan yang
biasa digunakan sebagai media ritual. Para penari membawa dupa
yang merupakan representas semacam sifat kesakralan dan kepercayaan tua
masyaraka Sulawesi Selatan. Andi Nurhani Sapada sering menggunakan
tarian tersebut sebagai tari pembuka pertunjukan untuk permohonan berkah
meskipun tarian tersebut bukanlah sebagai penghubung antara
masyarakat dan leluhur.
Tari Paduppa sekarang ini tidak punya tujuan atau orientasi karya. Artistik
yang dimunculkan seperti tidak punya dasar kebudayaannya. Contoh kasus yang
dipaparkan adalah kostum yang telalu dibuat-buat, Selain itu warna kostum
tidak lagi diperhatikan sementara dalam budaya Makassar warna kostum masing-
masing mempunyai makna tersendiri. Selain itu beliau juga mengungkapkan
bahwa penari yang sering ia jumpai diberbagai acara sudah tidakditemukan
Wirasa, Wirama, Wiraga, Harmonisasi, dan Komposisi, sementara kesemua
hal ini merupakan unsur yang terpenting dalam seni tari. Ketika
menarika tarian, penari membawa bosara, diisi beras, buah pinang, daun sirih serta
lilin dibagian tengah yang memiliki kesan sakral sangat terasa. Untuk gerakan,
hampir keseluruhan gerakan dalam tarian ini adalah gerakan menyebar beras (isi
dari bosara) sebagai tanda penghormatan.
77
3. Kaitan Teori
NO Rumusan
Masalah Interpretasi Analisa Kaitan Teori
1 Bagaimana Eksisten Tari Paduppa
Tari Paduppa di
Kabupaten Soppeng
sejak zaman dahulu
di laksanakan, hanya
orang-orang
bangsawan tetapi
sekarang ini sudah
banyak yang
mengadakan Tari
Paduppa baik itu di
acara perkawinan
atau acara kantor
yang kedatangan
tamu dari luar
Sulawesi.
Berdasarkan hasil
analisa peneliti
eksistensi Tari
Paduppa di
Kabupaten
Soppeng itu ada
dari sejak zaman
dahulu
dilaksanakan,
hanya saja orang-
orang bangsawan
yang bisa
melakukan Tari
Paduppa sekarang
ini bukan hanya
bangsawan saja
tapi sudah banyak
yang mengadakan
Tari Paduppa
dari berbagai
Menurut Peter L
Berger
Terbagi menjadi 3
Tahapkonsep
dialektika
fundamental :
a. Tahap
eksternalisasi :
proses
pencurahan diri
manusia secara
terus-menerus
ke dalam dunia
melalui
aktivitas fisik
dan mental.
b. Tahap
objektivitas :
tahap aktivitas
manusia
78
kalangan baik itu
di acara
perkawinan atau
acara kantor yang
kedatangan tamu
dari luar
Sulawesi.
menghasilkan
suatu realita
objektif yg
berada diluar
diri manusia.
c. Tahap
internalisasi :
tahap ketika
realitas objektif
hasil ciptaan
manusia diserap
oleh manusia
kembali.
Berdasarkan
dengan teori ini
dapat di
kaitkan dengan
esksistensi Tari
Paduppa bahwa
munculnya Tari
Paduppa
diciptakan oleh
seorang
perempuan yang di
79
dikenal Hj. Andi
Sitti Nurhani
Sapada. Tari
paduppa sering m
tarian tersebut
sebagai tari
pembuka
pertunjukan untuk
permohonan
berkah
meskipun tarian
tersebut bukanlah
sebagai
penghubung
antara
masyarakat dan
leluhur. Tapi
dengan Tari
Paduppa dapat
menggambarkan
aktivitas rasa
kesyukaran.
Setiap gerakan-
gerakan yang ada
80
dalam tarian
terkandung makna
tersendiri. Maka
dari itu Tari
Paduppa yang
sudah ada pada
zaman dahulu kini
masih dijaga dan
dilestarikan oleh
masyarakat, pada
saat acara-acara
penting untuk
menyambut tamu
di Sulawesi
Selatan
2 Bagaimana Makna dan Nilai Tari Paduppa
Tari Padupa
ataupenjemputan,
kata pa’duppa itu
berasal dari bahasa
Bugis yang artinya
bertemu.
Tari Paduppa yaitu
tari penjemputan
Berdasarkan hasil
analisa peneliti
Tari Paduppa itu
gerakan yang di
tarikan di
dalamnya ada
makna yang
terkandung yaitu
Menurut Herbert
Blumer untuk
tujuan tertentu
Terkait dengan
teori yang di
gunakan
menjadi pokok
perhatian dari
81
yang diciptakan oleh
Andi Nurhani
Sapada yang oleh
Andi Nurhani
Sapada yang
disuguhkan saat
kedatangan tamu
Pa’duppa artinya pa
’dupang (bahasa
maskassar) yang
artinya Dupa.
Dupa dalam
kebudayaan suku
Makassar dianggap
sebagai ikon
kesakralan yang
biasa digunakan
sebagai
media ritual. Para
penari membawa
dupa
yang merupakan
representasi Makna
keseluruhan dari Tari
makkasiriwing
yang artinya
gerakan
penobaan,
akkalabbing
artinya
penghargaan pada
raja, soro sappu
yaitu istiadat
bangsawan,
dilanjutkan
gerakan
mappasoro
anjangan artinya
mengakhiri tarian
dan massimang
artinya mohon
diri. Tari paduppa
mempunyai nilai
yang terkandung
yang bersifat
moral, budaya,
religius.
analisis sosiologi
dari teori interaksi
simbolik.Ciri khas
dari interaksi
simbolik terletak
pada penekanan
manusia dalam
lansung antara
stimulus -response,
tetapi di dasari
pada pemahaman
makna yang di
berikan terhadap
tindakan orang lain
melalui
penggunaan
simbol-simbol dan
interpretasi yang
pada akhirnya tiap
individu tersebut
akan berusaha
saling memahami
maksud dan
tindakan masing-
82
Terkait dengan teori yang di gunakan menjadi pokok
perhatian dari analisis sosiologi dari teori interaksi simbolik.Ciri khas
dari interaksi simbolik terletak pada penekanan manusia dalam lansung
antara stimulus -response, tetapi di dasari pada pemahaman makna yang
di berikan terhadap tindakan orang lain melalui penggunaan simbol-
simbol dan interpretasi yang pada akhirnya tiap individu tersebut akan
Paduppa itu gerakan
yang di tarikan di
dalamnya ada makna
yang terkandung
yaitu makkasiriwing
yang artinya
gerakan penobaan,
akkalabbing artinya
penghargaan pada
raja, soro sappu yaitu
istiadat bangsawan,
dilanjutkan gerakan
mappasoro anjangan
artinya mengakhiri
tarian dan massimang
artinya mohon diri.
masing untuk
mencapai
kesepakatan
bersama
83
berusaha saling memahami maksud dan tindakan masing-masing untuk
mencapai kesepakatan bersama
Teori interaksi simbolik adalah hubungan antara simbol dan interaksi.
Orang bertindak berdasarkan makna simbolik yang muncul dalam sebuah situasi
tertentu. Sedangkan simbol adalah reprensati dari sebuah fenomena, dimana
simbol sebelumnya sudah disepakati bersama dalam sebuah kelompok dan
digunakan untuk mencapai sebuah kesamaan makna bersama. Simbol dibedakan
menjadi dua. Simbol Verbal (penggunaan kata-kata atau bahasa, contohnya kata
motor itu mempresentasikan tentang sebuah kendaaraan beroda dua). Simbol non
verbal (lebih menekannya pada bahasa tubuh atau bahasa isyarat)
contoh: lambaikan tangan, anggukan kepala, gelengan kepala.
Semua itu tadi mempunyai makna sendiri-sendiri yang dapat dipahami
oleh individuindividu.Yang dimaksudkan penulis adalah adanya hubungan antara
teori simbolik dan kesenian Tari Paduppa di Sanggar Seni. Jika dilihat dari setiap
bentuk gerakan, sya‟ir, pola lantai, kostum, serta properti yang mengandung
makna simbol tertentu didalamnya.
84
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Sebagai penutup tulisan ini penulis dapat menyimpulkan dari
pembahasan yaitu :
1. Eksisitensi Tari Paduppa di Kabupaten Soppeng itu dari sejak zaman
dahulu dilaksanakan, hanya saja orang-orang bangsawan yang dapat
mengadakan Tari Paduppa tetapi beriringnya waktu sekarang ini sudah
banyak masyarakat Soppeng yang melakukan Tari Paduppa baik itu dari
kalangan biasa maupun kalangan atas, pada saat acara perkawinan atau
acara kantor yang kedatangan tamu dari luar Sulawesi.
2. Makna dan Nilai Tari Paduppa di Kabupaten Soppeng Tari Paduppa yaitu
tari penjemputan, kata pa’duppa itu berasal dari bahasa Bugis yang artinya
bertemu. Tari Paduppa yaitu tari penjemputan yang diciptakan
oleh Andi Nurhani Sapada yang oleh Andi Nurhani Sapada yang
disuguhkan saat kedatangan tamu Pa’duppa artinya pa’dupang (bahasa
maskassar) yang artinya Dupa. Dupa dalam kebudayaan suku
Makassar dianggap sebagai ikon kesakralan yang biasa
digunakan sebagai media ritual. Para penari membawa dupa
yang merupakan representasi . Makna keseluruhan dari Tari Paduppa
itu gerakan yang di tarikan di dalamnya ada makna yang terkandung yaitu
makkasiriwing yang artinya gerakan penobaan, akkalabbing artinya
penghargaan pada raja, soro sappu yaitu istiadat bangsawan, dilanjutkan
74
85
gerakan mappasoro anjangan artinya mengakhiri tarian dan massimang
artinya mohon diri. Tari Paduppa mempunyai nilai yang terkandung yang
bersifat moral, budaya, religius
B. Saran
Berangkat dari kesimpulan Makna Dan Nilai Tari Paduppa Dalam Taridisi
Suku Bugis Di Kabupataen Soppeng mengemukakan saran-saran sebagai
berikut :
1. Diharapkan kepada pemerintah agar lebih memberikan perhatian
kepada kebudayaan yang ada di Kabupaten Soppeng sekarang ini,
agar tejaga tidak hilang dan masih bisa diwarisi menerus
selanjutnya.
2. Kepada masyarakat agar lebih bisa mnegetahui apa makna dan
nilai tari paduppa dalam tradisi suku bugis di Kabupaten Soppeeng
3. Kepada mahasiswa agar lebih bisa melestarikan budaya suku bugis
pada Tari Paduppa pada proses penyambutan tamu di Kabupaten
Soppeng.
86
DAFTAR PUSTAKA Arista, D. (2015). Transparansi informasi situs web pemerintah daerah di sulawesi
selatan sebagai implementasi keterbukaan informasi publik. Mahassar: Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin.
Afrizal. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers Ambar. (2017). Teori Interaksi Simbolik. (online) https://pakarkomunikasi.com/teori-interaksi-simbolik. Diakses Selasa, 25 Juni 2019
Christian Pelras. (2006). Manusia Bugis.Jakarta : Nalar Elly m. Setiadi dkk. (2013). Ilmu sosial budaya dasar. Bandung:Prenada Media Group. hal.27. Gani Nur Pramudyo. (2015). Etika Ilmiah dan Penelitian.Universitas Brawijaya Hosnan, M., & Warits, A.(2011). Aksiologi dalam Dimensi Filsafat Islam. Mangiri, I. (2018). Analisis Tata Guna Lahan Di Kabupaten Soppeng Berbasis Gis Menggunakan Citra Sentinel 2. Rizal. (2015). Tari dari Sulawesi Selatan.(online). http://muhrhyzal.co.id/2015_0
1_01_archive.html diakses pada tanggal 09 April 2019 Saskia. (2018). Pengertian Budaya dan Unsur-Unsurnya. http://sosiologis.com/pengertian-budaya. (online) diakses selasa 09 April 2019 Satriawan, M. (2018). Kajian Aksiologi: Elaborasi Nilai-Nilai Moral Dalam Konsep Mekanika Sebagai Upaya Untuk Membentuk Generasi Emas Yang Berkarakter. Sazali, H. (2012). Etika Penelitian. (online) http://kampungsharing.com diakses
rabu 10 April Sedyawati, E., & Damono, S. D. (2010). Seni dalam masyarakat Indonesia: bunga rampai. Gramedia. Sugiyono. (2017). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan RD. Bandung
Alafabeta Suriasumantri, J. S. (1988). Filsafat ilmu. Jakarta: Sinar Harapan. Sumandinyo, Y. 2010. Kajian Tari Teks Dalam Konteks. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
87
Susanto, N. A. (2014). DIMENSI AKSIOLOGIS DARI PUTUSAN KASUS “ST”. JurnalYudisial, 7(3), 213-23
Sukman, F. F. (2014). Makna Simbolik Tari Paolle Dalam Upacara Adat Akkawaru Di Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan (Doctoral dissertation, Penciptaan Dan Pengkajian ISI Yogyakarta) Soekanto, soerjono .(2013). sosiologi suatu pengantar,cetakan ke-45. Jakarta:Rajawali Pers. Hal.212 Wahya, dkk. (2013). Kamus Bahasa Indonesia. Bandung: Ruang Kata Yaya badriya. (2018). Unsur-unsur Keindahan Seni Tari Terlengkap. (online).
https://ilmuseni.com/seni-pertunjukan/seni-tari/unsur-unsur-keindahan-seni-tari. Diakses Selasa, 09 April 2019
Zulham, M. (2018). Makna Simbol Tari Paduppa (Tari Selamat Datang) Kota Palopo. Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa, dan Sastra, 3(2).
88
L
A
M
P
I
R
A
N
89
PEDOMAN WAWANCARA
A. EKSISTENSI TARI PADUPPA
1. Apa yang anda ketahui tentang Tari Paduppa
2. Apakah anda pernah melihat Tari Paduppa di lakukan di Soppeng
3. Siapa yang menciptakan Tari Paduppa
4. Berapa jangka waktu Tari Paduppa dilakukan
5. Apakah Tari Paduppa memiliki pengiring
6. Busana apa yang dikenakan saat melakukan tari paduppa
7. Properti yang digunakan apa saja ?
B. MAKNA DAN NILAI
1. Apa makna setiap gerakan bagian inti
2. Apa makna dari penaburan
3. Apa makna dalam beras yang dilakukan 3x
4. Berapa jumlah penari dalam tari paduppa
5. Umur berapakah bisa melakukan Tari Paduppa
6. Apa makna dari pengalungan
90
Daftar Nama-nama Informan
Nama : Rosmiati Noor
Umur : 47 Tahun
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : S1
Nama : Farida
Umur : 53 Tahun
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : S1
Nama : Srimuliani
Umur : 58 Tahun
Pekerjaan : PNS
Pendidikan :
91
DOKUMENTASI WAWANCARA
(Wawancara Ibu Nur)
92
(Wawancara Ibu Farida)
(Wawancara Ibu Sri)
93
(Pakaian Yang Digunakan Tari Paduppa )
(Bosara Yang Digunakan Tari Paduppa)
94
TARI PADUPPA
( Penjemputan Pada Saat Kedatangan Tamu)
95
(GERAKAN AWAL )
96
97
(PROSES PENABURAN )
( GERAKAN AKHIR )
98
RIWAYAT HIDUP
Anisah Aah Marfuah dilahirkan di Soppeng pada tanggal 26
Agustus 1997, anak ke dua dari lima bersaudara dan merupakan
anak dari H. Pannaco M.Si dan Hj. Marwa S.Pd. Alamat
lengkap Jl. Merdeka kelurahan lapajung kecamatan lalabata
Kabupaten WatanSoppeng. No HP. 082293159220. Penulis mulai menempu
pendidikan sekolah dasar pada tahun 2004 dan lulus pada tahun 2009 di Sekolah
Dasar Negeri 166 Laburawung Kabupaten Soppeng. Kemudian penulis
melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 WatanSoppeng
Kabupaten Soppeng dan lulus pada tahun 2012 dan lulus SMA pada tahun 2015 di
SMA N 1 Soppeng Kabupaten Soppeng. Setelah lulus SMA, penulis melajutkan
S1 di Universitas Muhammadiyah Makassar Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) jurusan Pendidikan Sosiologi melalui Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB). Pengalaman organisasi penulis pernah memasuki
organisasi PMR pada saat SMP dan pada saat SMA penulis memasuki organisasi
PMR dan pada tingkat Universitas penulis pernah aktif di sebuah organisasi
kampus yaitu Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) pada tahun 2017,
organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sosiologi (HMJ) pada tahun
2017 dan Lembaga Kreatifitas Ilmiah Mahasiswa-Penelitian dan Penalaran
(LKIM-PENA) pada tahun 2018.
99