MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM...

81
MAKNA KATA IRĀṬ, SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL- QUR’AN (Studi Komparasi Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Misbah) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.) Oleh : Oleh: Achmad Yasir Arrojab NIM: 1111034000017 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H./ 2017 M.

Transcript of MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM...

Page 1: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

MAKNA KATA ṢIRĀṬ, SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-

QUR’AN

(Studi Komparasi Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Misbah)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh :

Oleh:

Achmad Yasir Arrojab

NIM: 1111034000017

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H./ 2017 M.

Page 2: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata
Page 3: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata
Page 4: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata
Page 5: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

v

مه قران و علم ال خيركم من تعل

“ Sebaik-baik Kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan yang mengajarkannya”

Page 6: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

vi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K

Nomor: 158 tahun 1987 – Nomor: 0543 b/u/1987

1. Konsonan

No Arab Latin No Arab Latin

ṭ ط Tidak dilambangkan 16 ا 1

ẓ ظ B 17 ة 2

‗ ع T 18 ت 3

G غ ṡ 19 ث 4

F ف J 20 ج 5

Q ق ḥ 21 ح 6

K ك Kh 22 خ 7

L ل D 23 د 8

M م Ż 24 ذ 9

N ن R 25 ز 10

W و Z 26 ش 11

H ه S 27 س 12

‗ ء Sy 28 ش 13

Y ي ṣ 29 ص 14

ḍ ض 15

2. Vokal Pendek

- --- = a تـت kataba ك

- --- = i سئ ل su‘ila

- yażhabu ي ر ى ت = --

Page 7: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

vii

3. Vokal Panjang

a. Fatḥah + alif, ditulis ā (a dengan garis di atas)

ditulis jāhiliyyah جبىليو

b. Fatḥah + alif layyinah, ditulis ā (a dengan garis di atas)

ditulis yas‟ā يسعى

c. Kasrah + yā‘ sukun, ditulis ī (i dengan garis di atas)

ditulis majīd مجيد

d. Ḍammah + wāu sukun, ditulid ū (u dengan garis di atas)

ditulis Furūḍ فسوض

4. Diftong

أ ي = ai يف ك = kaifa

أ و = au ول ح = ḥaula

5. Kata Sandang (ال)

Kata sandang dilambangkan dengan ‗al-‘, baik dikuti huruf syamsiyyah maupun

qamariyyah.

6. Tasydid (- —(

Syiddah atau tasydid dilambangkan dengan menggandakan huruf yang diberi

syiddah. Namun, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syiddah

tersebut terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf al-

syamsiyyah. Misalnya, kata ة سوز -tidak ditulis aḍ-ḍarūratu melainkan ditulis al الض

ḍarūratu.

7. Tā‘ Marbūṭah

Page 8: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

viii

a. Bila berdiri sendiri atau dirangkai dengan kalimat lain yang menjadi na„at

atau sifat, maka ditulis h. Contoh: الجبمعة األسالمية ditulis al-Jāmi„ah al-

Islāmiyyah.

Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata serapan bahasa

Indonesia dari bahasa Arab seperti zakat, salat, dan sebagainya, kecuali

dikehendaki lafal aslinya.

b. Bila diharakati karena berangkaian dengan kata lain, ditulis t. Contoh: نعمةهللا

ditulis ni„mat Allāh.

8. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat dapat ditulis menurut penulisannya.

Contoh: ذوي الفسوض żawī al-furūḍ, أىل سنة ahl al-sunnah.

9. Singkatan

swt., = subḥanahu wa ta„ālā

saw., = ṣallā Allāh „alaih wa salam

as., = „alaih al-salām

ra., = raḍiya Allāh „anh

QS. = al-Qur‘an Surat

M = Masehi

H = Hijriyah

w. = Wafat

h. = Halaman

v = Volume

Page 9: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

ix

ABSTRAK

MAKNA KATA ṢIRĀṬ, SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-

QUR’AN (Studi Komparasi Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Misbah) Dalam al-Qur‘an, term ṣirâṭ, sabîl, dan ṭarīq memiliki beragam makna kata,

meskipun secara umum ketiganya sama-sama diartikan sebagai ―jalan‖. Para ulama‘

berbeda pendapat dalam memaknai kata ṣirâṭ, sabîl, dan ṭarīq. Ada yang mengartikan

dengan jalan lurus, agama Islam, al-Qur‘an, dan Hukum Tuhan, tergantung kata yang

mengikutinya. Dalam al-Qur'an kata ṣirâṭ ditemukan sebanyak 45 kali, kesemuanya

dalam bentuk tunggal, 32 kali diantaranya dirangkaikan dengan kata mustaqim,

sedangkan selebihnya bersambung dengan berbagai kata seperti as-ŝāwiy, as-ŝāwa,

atau al-jāhim, dan ada pula kata ṣirâṭ yang dinisbahkan kepada Tuhan seperti

ṣirâṭaka, ṣirâṭi, ṣirâṭ al-azīz al-hamīd dan sebagainya. Sedangkan kata sabîl dalam al-

Qur'an terulang sebanyak 166 kali dalam bentuk mufrad, sedangkan bentuk

jamaknya, subul terulang sebanyak 10 kali sehingga jumlah keseluruhannya 176 kali.

Dan kata ṭarīq dalam al-Qur‘an disebut sebanyak 6 kali. Penelitian ini bersifat

kepustakaan murni dengan menggunakan metode mauḍū‟i, yakni dengan cara

menghimpun ayat-ayat al-Qur'an yang memiliki maksud yang sama dan membahas

satu topik masalah kemudian menganalisanya dari berbagai aspek. Sehingga, sumber

utama (primer) yang penulis pakai dalam penelitian ini adalah al-Qur‘an, tafsir Al-

Misbah, tafsir Al-Azhar dan sumber data sekundernya adalah kitab-kitab tafsir, buku-

buku yang berkaitan, skripsi, artikel, dan lain-lain. Sedangkan studi yang penulis

gunakan adalah studi komparatif. Penelitian ini membandingkan antara dua mufasir

yaitu M. Quraish Shihab dengan tafsir Al-Misbah dan Buya Hamka dengan tafsir Al-

Azhar. Dari perbandingan kedua tafsir tersebut, kemudian penulis menyimpulkan

bahwa ṣirâṭ, sabîl, dan ṭarīq tidak hanya berarti jalan, namun bisa dipahami dengan

maksud lain tergantung kata yang mengiringinya. ṣirâṭ, dengan kata yang mengirinya,

selalu dalam konteks kebaikan dan kebenaran. Berbeda dengan sabîl dan ṭarīq yang

bisa dalam konteks kebenaran maupun kebathilan. Sehingga, dapat dipahami bahwa

sabîl dan ṭarīq adalah jalan-jalan kecil yang belum pasti kebenarannya. sabîl dan

ṭarīq yang benar pasti bermuara kepada ṣirâṭ. Kata ṣirâṭ, sabîl, dan ṭarīq dapat

dikategorikan dalam beberapa konteks, seperti ketauhidan, keimanan, ketaqwaan,

ibadah, ketetapan dan hukum Tuhan, bahkan konteks sosial. Sehingga, ada banyak

jalan bagi manusia untuk mencapai kebenaran.

Sepanjang penelitian dan pengamatan yang penulis lakukan, penulis

menemukan dua skripsi yang berkaitan dengan penelitian ini:

Pertama, skripsi oleh Usnul Ngakibah yang berjudul ―Studi Analis Penafsiran

Ṣiraṭ dan Sābīl dalam Tafsir Jami‟ al-Bayan fi Ta‟wīl al Qur‟an, Karya Ibn Jarīr al-

Ṭabari‖.1 Dalam skripsinya Usnul mencoba menganalisis penafsiran kata ṣirāṭ dan

sabīl dengan menggunakan metode Tahlili. Ia menjelaskan bahwa menurut Ibn Jarir

al-Ṭabari, kata ṣiraṭ berarti jalan yang lurus, agama yang lurus, dan jalan surga.

Sedangkan kata ṣabīl diartikan sebagai jihad dan agama islam.

1 Usnul Ngakibah, ―Studi Analis Penafsiran Ṣiraṭ dan Sābīl dalam Tafsir Jami‘ al-Bayan fi

Ta‘wīl al-Qur‘an, Karya Ibn Jarīr al-Ṭabari‖, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universtas Islam Negri

Sunan Kalijaga)

Page 10: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

x

Kedua, skripsi oleh Mukhlisin yang berjudul ―Analisis Makna Ṣiraṭ dan Sābīl

Dalam al-Qur‟an (Studi Tematik Ayat-ayat Mutaraddifat)‖.2 Dalam skripsinya

Mukhlisin mencoba menganalisis penafsiran makna kata ṣirāṭ dan sabīl, menurutnya

para ulama berbeda pendapat mengenai makna ṣirāṭ dan sabīl terlebih tentang ṣirāṭ

al-mustaqīm. Namum, dari pembahasan saudara Mukhlisin terdapat salah satu kata

yang tidak di cantumkan akan tetapi memiliki makna yang sama yaitu kata ṭarīq.

Untuk itu, penulis mencoba menganalisis kata ṣirāṭ, ṣabīl, dan di tambah dengan kata

ṭarīq agar bisa melengkapi pembahasan ini. Selain itu penulis pun membedakan dari

pembahasan saudara Mukhlisin dengan membandingkan dua ulama tafsir yang

berbeda yaitu mufassir kontemporer (Muhammad Quraish sihab, Tafsir al-Misbah)

dengan mufassir (Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar) dan menggunakan buku karya

Ulama seperti M. Quraish Shihab “Lentera Al-Qur‟an”. Kemudian penulis

menggunakan metode tafsir mauḍū‟i. Akan tetapi perbedaan tersebut tidak

menjadikan umat Islam terpecah, melainkan semakin tergugah untuk memahami

maksud dan kandungan, serta pesan maupun hikmah dari perbedaan tersebut. Untuk

itu, setidaknya kita sebagai umat Islam, paham dan mengerti pesan dari kata ṣirāṭ,

sabīl dan ṭarīq yang tertulis dalam al-Qur‘an, bahwa ada banyak jalan bagi manusia

untuk menuju kebenaran.

2 Mukhlisin, ―Analisis Makna Ṣiraṭ dan Sābīl Dalam al-Qur‟an (Studi Tematik Ayat-ayat

Mutaraddifat)‖, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negri Walisongo, 2015)

Page 11: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

xi

KATA PENGANTAR

حم ب الر للا يم سم ح الر ن

Segala puja, puji, dan rasa syukur, penulis haturkan kepada Allah swt., atas

segala nikmat dan pertolongan yang telah, sedang, dan yang akan selalu Ia berikan

kepada penulis. Dialah Tuhan dimana tempat penulis mengadu dan berkeluh kesah

ketika penulis sudah merasa lelah dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada-Nya

penulis meminta kekuatan agar selalu dikuatkan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Atas petunjuk dan rahmat dari-Nya penulis dapat mengolah data menjadi kata,

mengolah kata menjadi kalimat, mengolah kalimat menjadi paragraf-paragraf yang

berisi ide, kemudian dari kumpulan paragraf menjadi bab-bab dan akhirnya menjadi

skripsi ini.

Shalawat dan salam seiring kecintaan, akan selalu tercurah limpahkan kepada

baginda Nabi Muḥammad saw., beserta keluarga dan para sahabatnya.

Seseungguhnya Ia dan merekalah yang sangat berjasa dalam menyampaikan pesan-

pesan Allah swt.

Dalam perjalanan penelitian ini, penulis menyadari betul bahwa skripsi yang berjudul

“MAKNA KATA ṢIRĀṬ, SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-

QUR’AN (Studi Komparasi Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Misbah)”

ini tidak akan selesai dengan daya dan upaya penulis sendiri. Melainkan, ada banyak

sosok, kerabat, dan orang-orang spesial dari berbagai pihak yang secara langsung

maupun tidak langung telah banyak membantu penulis, sehingga akhirnya tulisan ini

selesai. Maka, pada kesempatan ini, penulis ingin mengungkapkan rasa terimakasih

yang sebesar-besarnya, yaitu kepada:

Page 12: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

xii

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Kepada Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer MA., selaku Dekan

Fakultas Ushuluddin. Kepada Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum MA., selaku

Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‘an dan Tafsir . Kepada Ibu Banun Binaningrum

M.Pd., selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Al-Qur‘an dan Tafsir serta Civitas

Akademik Fakultas Ushuluddin.

2. Bapak Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA. Selaku pembimbing, yang dengan

ikhlas dan sabar dalam membimbing dan mengarahkan penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini. Rasa terima kasih penulis ucapkan juga kepada

bapak Eva Nugraha M.A., yang telah memberikan arahan serta memberikan

nasihat-nasihat yang bermanfaat bagi penulis.

3. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin khususnya Jurusan Ilmu Al-Qur‘an dan

Tafsir yang dengan sabar dan ikhlas telah mengajarkan dan membagikan

berbagai wawasan, ilmu, serta pengalaman kepada penulis selama penulis

kuliah di kampus tercinta ini.

4. Segenap Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah,

Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, Perpustakaan Pusat Studi al-Qur‘an

(PSQ) Ciputat, dan Perpustakaan Iman Jama‘ Lebak Bulus yang telah

memberikan fasilitas serta rujukan-rujukan sebagai sumber referensi.

5. Kedua orang tua tercinta penulis. Yaitu, Bapak H. Bahori S.Pd.I. dan Ibu Hj.

Nur Asi‘ah S.Pd.I. Karena dorongan moril maupun materi merekalah penulis

bisa tercatat sebagai mahasiswa UIN Jakarta, dan karena perhatian serta doa

merekalah penulis dapat bertahan serta dapat meyelesaikan skripsi ini,

Page 13: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

xiii

sebagai tugas akhir studi S1, dan penulis berdoa mudah-mudah mereka

diberi umur panjang serta manfaat, sampai akhirnya mereka bisa melihat

penulis menjadi sosok yang sukses.

6. Ucap terima kasih selanjutnya penulis haturkan kepada adik-adik penulis

yaitu, Shifa Fikriah dan A. Nasrullah Abd Fatah. Terimakasih juga kepada

Nia Tazmia, Siti Mazkah, Nurul Ikhsan, Muhaimin Lutfi, Anwar Saputra,

Ibnu Arfandi, Fadhlan Ahada, Putri Rahmawati, Mia Musfiroh dan segenap

Ikatan Alumni Pondok Pesantren Ibadurrahman Angkatan 5 (Gravity),

Sebenarnya merekalah yang selalu menyemangati dan memotivasi serta

penulis jadikan motivasi agar tetap sabar dan selalu berjuang untuk segera

menyelesaikan tulisan ini, serta segera pula menjadi orang yang sukses

(berguna bagi keluarga, bangsa dan agama).

7. Ucap terima kasih selanjutnya kepada guru-guru TK Ibadurrahman Kota

Tangerang, SDN 02 Poris Gaga Kota Tangerang, Pondok Pesantren Mumtaz

Ibadurrahman Kota Tangerang. Dengan ilmu-ilmu yang mereka (guru-guru)

berikan dan ajarkanlah hingga akhirnya penulis bisa sampai di UIN jakarta

ini dan penulis berdoa semoga mereka selalu sehat sehingga bisa mencetak

generasi baru yang lebih baik lagi.

8. Kepada teman-teman seperjuangan ushuludin 2011 khususnya TH A, B, C,

D, dan E merekalah yang membuat kuliah hari per harinya menjadi semakin

indah untuk dijalani, mereka jugalah yang banyak mewarnai hidup penulis

selama di kampus ini, mulai dari proak bareng, belajar dikelas bareng,

diskusi bareng, seminar cari ilmu dan konsumsi bareng, nongkrong iseng

Page 14: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

xiv

bahkan terkadang sambil berdiskusi, futsal bareng, berbagai kisah canda

tawa maupun duka mengenai tugas-tugas kuliah akhirnya akan menjadi

cerita bersama mereka. Terkhusus kisah bersama TH A karena merekalah

teman yang pertama kali penulis kenal di UIN jakarta, khususnya lagi untuk

Ahmad Toib, M. Ainul Yakin, Arif Rahman (Alm), dan Ubay memorian

proak 2011 bersama mereka tak akan penulis lupakan.

9. Teman-teman yaitu Abd Musiandi, Saiful, M. Arif Aprian, dan Rajab

Husain. yang selalu memberikan inspirasi dan tidak pernah bosan untuk

dikunjungi, dan selalu memberikan semangat baik yang langsung maupun

yang melewati ceng-cengannya you are is the best.

Akhirnya, penulis berharap kepada Allah swt., Semoga karya ini dapat

menambah wawasan mengenai Qur‘an, Ulum al-Qur‘ān, dan bermanfaat bagi semua

yang mau membacanya, terkhusus bagi penulis. Semoga tulisan ini menjadi tulisan

pertama penulis dan dicatat sebagai amal baik bagi penulis.

Tangerang, 19 Desember 2016

Hormat saya

Achmad Yasir Arrojab

Penulis

Page 15: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

xv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBARAN PERNYATAAN ..................................................................... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI…………………………………………. . iv

MOTO………………………………………………………………………. v

PEDOMAN TRANSLITASI ........................................................................ vi

ABSTRAK ...................................................................................................... ix

KATA PENGANTAR ................................................................................... xi

DAFTAR ISI .................................................................................................. xv

BAB 1 : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ..................................................................... 5

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 5

D. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6

E. Manfaat Penelitian ........................................................................ 7

F. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 7

G. Metodologi Penelitian ................................................................... 8

H. Sistematika Penulisan ................................................................... 10

BAB II : Sekilas Tentang Buya Hamka Dan M. Quraish Shihab

1. Buya Hamka

A. Riwayat Hidup ...................................................................... 12

B. Karya-karya Hamka ............................................................ 16

C. Metode Tafsir Al-Azhar ....................................................... 17

2. M. Quraish Shihab

A. Riwayat Hidup ...................................................................... 18

B. Karya-karya M. Quraish Shihab ........................................ 21

C. Metode Tafsir Al-Miṣbah .................................................... 23

BAB III: Sinonimitas (Mutarādif) Dan Pengertian Kata Ṣirāṭ, Sabīl, dan

Ṭarīq

1. Definisi Sinonim (Mutarādif) ................................................ 29

2. Sinonim (Mutarādif) Kata Ṣirāṭ, Sabīl, dan Ṭarīq………. 32

3. Pengertian Kata Ṣirāṭ, Sabīl, dan Ṭarīq.............................. 32

Page 16: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

xvi

BAB IV : ANALISA PERBANDINGAN PENAFSIRAN KATA ṢIRĀṬ,

SABĪL, DAN, ṬARĪQ MENURUT HAMKA DAN M. QURAISH

SHIHAB

A. Perbedaan dan Persamaan Penafsiran Hamka dan M. Quraish

Shihab tentang kata Ṣirāṭ, Sabīl, dan Ṭarīq……………… 44

B. Relevansi Penafsiran Buya Hamka dan M. Quraish Shihab

Tentang Kata Ṣirāṭ, Sabīl, dan Ṭarīq Dalam Konteks Jaman

Sekarang…………………………………………………..... 63

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 71

B. Saran ....................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 75

Page 17: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw.

dinyatakan sebagai wahyu dari Allah. Wahyu ini membantu manusia untuk

memperdalam pemahaman dan penghayatan tentang Islam dan meruapakan

pelita bagi umat Islam dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Kitab suci

ini memperkenalkan dirinya sebagai hudan li an-nās (petunjuk bagi seluruh

umat manusia).1

Dari sini kitab suci al-Qur’an berfungsi sebagai mukjizat,

yakni bukti kebenaran yang allah turunkan untuk manusia.2

Al-Qur’an juga adalah kalam Allah yang merupakan mukjizat, yang

diturunkan kepada nabi Muhammad saw dalam bahasa Arab, yang

disampaikan kepada umat manusia. Bahasa yang demikian indah, redaksinya

yang demikian teliti, dan mutiara pesan-pesannya yang demikian agung, telah

menyentuh kalbu masyarakat yang berdecak kagum, walaupun nalar atau

paham sebagian dari mereka menolaknya. Dan fungsinya sebagai hudan li an-

nās ditujukan kepada seluruh umat manusia.3

Dari segi balaghah, al-Qur’an juga memiliki makna yang sangat mendalam.

Setiap kata dalam al-Qur’an memiliki makna tersendiri, yang itu berbeda

dengan kata lain meskipun secara tekstual memiliki arti yang sama. Sehingga,

1

QS. al-Baqarah: 2: 23 2 Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah pesan, kesan, dan keserasian al-Qur‟an (Ciputat:

Lentera Hati, 2000) jilid. 1, h. v 3 Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah pesan, kesan, dan keserasian al-Qur’an (Ciputat:

Lentera Hati, 2000) jilid. 1, h.

Page 18: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

2

bisa dikatakan bahwa ada sinonimitas dalam setiap kata yang ada dalam al-

Qur’an. Banyak contoh dalam al-Qur’an yang redaksinya berbeda berbeda,

tetapi secara terminologi memiliki arti yang sama. Namun, jika dipandang dari

segi balaghahnya memiliki makna yang berbeda. Seperti kata qara‟a dan talā

yang dua-duanya berarti membaca. Tapi jika dipahami dari segi balaghah, dua

kata ini memiliki makna dan maksud yang berbeda. Kemudian kata hudan dan

rasydan yang dua kata itu, secara bahasa memiliki arti petunjuk, namun dilihat

dari balaghahnya, dua kata tersebut juga memiliki kandungan yang berbeda.4

Setiap kata dalam al-Qur’an memiliki makna tersendiri dan tidak

tergantikan oleh kata lain.5 Senada dengan yang dikatakan oleh Muhammad

Syahrur bahwa setiap kata dalam al-Qur’an memiliki makna sendiri dan tidak

ada kata sinonim. Seperti kata qasam dan hilf yang dalam Bahasa Indonesia

diartikan sama, yaitu sumpah. Begitu juga dengan kata ṣirâṭ, sabîl, dan ṭarīq

Kata ash-ṣirâṭ terambil dari akar kata ṣarāṭha, karena huruf sin bergandengan

dengan huruf ra, maka huruf sin terucapkan shad menjadi ṣirâṭ atau zai

menjadi zirath, yang asal mulanya bermakna menelan.6 Kata ṣirâṭ dalam al-

Qur’an ditemukan sebanyak 45 kali. Kesemuanya dalam bentuk tunggal, 32 di

antaranya dirangkaikan dengan kata mustaqīm, selebihnya dirangkaikan

dengan kata as-sawy, sawa‟, dan al-jahim.7 Ini berbeda dengan kata sabîl yang

4 W.Montgomery Watt, Pengantar Studi Al-Qur‟an (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

1995) jilid. 1 h. 131 5 Mahmud Saltut, Tafsir Al-Qur‟an Al-Karim, (Bandung: Sinar Baru

Algensindo, 2000), h. 786 h. 1993, dan jilid 4, h. 2432. Baca juga Al- Imam Ibnu Katsir Al-

Dimasyqi, Tafsir Al-Qur‟an Al-„Adhim, Juz. I, Penerjemah: Bahrun Abu Bakar, L.C, (Bandung:

Sinar Baru Algensindo, 2000, cet: 1), h. 131 6 Ibn Al-Mandhur, Lisan Al-Arab, Jilid 3, (Kairo: Daar al-Ma’arif,)

7 Muhammad Zaki Muhammad Khadzr,” Mu’jam Kalimaat Al-Qur’an Al-Karim”. juz 16

(Al-Maktabah Asy-Syamilah, 2005), h. 4, Baca juga M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Kesan,

Pesan dan Keserasian al-Qur‟an, vol.1, (Jakarta:Lentera Hati, 2000), h. 67

Page 19: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

3

juga seringkali diartikan dengan jalan. Kata sabîl terbentuk dari huruf sinba‟-

lam dengan kata kerja sabala - yasbulu, yang artinya melepas atau mengurai.8

Kata sabîl diulang sebanyak 176 kali,9 166 di antaranya dalam bentuk tunggal

seperti kata sabîli Allah (jalan Allah)10

, sabîl al-Mukminin (jalan orang-orang

mukmin), sabîl al-Mujrimin (jalan orang-orang yang berbuat dosa), dan lain

sebagainya, dan 10 yang lainnya dalam bentuk jamak, seperti kata subul as-

salam (jalan-jalan kedamaian).11

Dan Kata ṭarīq Secara bahasa ṭarīq dapat

berarti jalan, sistem, cara, perjalanan, aturan hidup, lintasan, garis dan bisa

disebut Madzhab. Mengetahui adanya jalan, perlu mengetahui “cara” melintasi

jalan itu agar tidak tersesat. ṭarīq itu adalah metode bimbingan spiritual kepada

individu (perorangan) dalam mengarahkan kehidupannya menuju

kedekatannya dengan Tuhan. jika dilihat secara seksama ṭarīq tidak jauh

berbeda dengan ṣabīl yaitu suatu jalan-jalan kecil yang pada akhir nya

bermuara kepada ṣirāṭ. Kata ṭarīq didalam al-Qur’an disebut sebanyak 6 kali.

8 Ibn Al-Mandhur, op. cit, jilid 3, hlm. 1930. Baca juga Munzir Hitami, “Revolusi Sejarah

Manusia”, (Yogyakarta:PT LkiS Pelangi Aksara, tth), h. 68

9 Muhammad Zakii Muhammad Khadzr, op. cit, juz. 14, h. 3.

10 Kata sabîlillah dalam al-Qur’an terdapat dalam Q.S. Al-Baqarah [2] ayat: 154,

190, 195, 217, 218, 244, 246, 261, 261, dan 273, Q.S. Ali Imran [3] ayat: 13, 99, 146,

157, 167, dan 169, Q.S. An-Nisa’ [4] ayat: 74, 75, 76, 84, 89, 94, 95, 100, 160, dan 167,

Q.S. Al-Maida [5] ayat: 54 , Q.S. Al-An’am [6] ayat: 116, Q.S. Al- A’raf [7] ayat: 45 dan

86, Q.S. Al-Anfal [8] ayat: 36, 47, 60, 72, dan 74, Q.S. At- Taubah [9] ayat: 19, 20, 34,

38, 41, 60, 81, 111, dan 120, Q.S. Huud [11] ayat: 19, Q.S. Ibrahim [14] ayat: 3, Q.S. An-

Nahl [16] ayat: 88 dan 94, Q.S. Al-Hajj [22] ayat: 9, 25, dan 58, Q.S. An-Nuur [24] ayat:

22, Q.S. Luqman [31] ayat: 6, Q.S. Shadd [38] ayat: 26, Q.S. Muhammad [47] ayat: 1, 4,

32, 34, dan 38, Q.S. Al- Hujurat [49] ayat: 15, Q.S.a Al-Hadiid [57] ayat: 10, Q.S. Al-

Mujadalah [58] ayat: 16, Q.S. Ash-Shaaff [61] ayat: 11, Q.S. Al-Munafiquun [63] ayat: 2,

Q.S. Al- Muzammil [73] ayat: 20.

11

Sabîl al-Mukminin (jalan orang-orang mukmin) Q.S. Al-Mu’min [40] :29. Sabîl al-

Mujrimin (jalan orang-orang yang berbuat dosa) Q.S. Al-An’am [6] :55..Subul as Salam (jalan-

jalan kedamaian) Q.S. Al-Maidah [5] : 16

Page 20: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

4

didalam al-Qur’an ṭarīq disandingkan dengan kata (Ṭarīqa Jahannam)12

dan

juga disandingkan dengan kata (Ṭarīqin Mustaqim).13

Begitu juga dengan kata

ṣirāṭ, sabīl, dan ṭarīq yang seringkali tiga kata ini diartikan sama, yaitu sebagai

jalan. Meskipun demikian, jika dipahami dari segi balaghahnya, tiga kata

tersebut memiliki maksud dan tujuan yang berbeda. Maka dari itu, dalam

penelitian ini, penulis akan memfokuskan kajian secara mendalam tentang

makna dan maksud dalam kata ṣirāṭ, sabīl, dan ṭarīq.

Ada alasan yang sangat mempenaruhi penulis untuk mengkaji tentang

perbedaan makna kata ṣirāṭ, sabīl, dan ṭarīq. Ketika melakuakan kajian pustaka

di beberapa terjemahan al-Qur’an, penulis menemukan bahwa kata ṣirāṭ, sabīl,

dan ṭarīq ini dimaknai sebagai jalan. Seperti yang kita ketahui bahwa al-Qur’an

adalah sebuah mukjizat. Jika sebuah mukjizat, maka al-Qur’an tidak mungkin

menggunakan beberapa kata yang memiliki makna yang sama, untuk maksud

dan tujuan yang sama pula, karena nanti nya hal itu akan mengurangi sisi

kemukjizatan al-Qur’an.

Berangkat dari masalah tersebut penulis merasa penting untuk membahas

hal ini. Bagaimana memahami makna, maksud dan tujuan penggunaan kata

ṣirāṭ, sabīl, dan Ṭarīq dalam al-Qur’an ?

Untuk lebih mempertajam penelitian ini, penulis melakukan kajian pustaka

dengan menggunakan kitab tafsir al-Azhar dan tafsir al-Misbah, karena kedua

kitab tafsir ini merupakan tafsir nusantara, dan itu akan mempermudah penulis

12

QS. An-Nisa : 169

13 QS. Al-Ahqaf : 30

Page 21: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

5

untuk menemukan dan membandingkan penafsiran dari kata ṣirāṭ, sabīl, dan

ṭarīq.

Oleh karena hal itu, penulis terdorong melakukan penelitian skripsi dengan

judul “Makna kata Ṣirāṭ, Sabīl, dan Ṭarīq dalam Al-Qur’an (Studi

Komparasi dalam Tafsir Al-Miṣbah dan Tafsir Al-Azhar)” untuk

membahas secara khusus dan lebih mendalam tentang makna, maksud dan

tujuan kata ṣirāṭ, sabīl, dan ṭarīq.

B. Identifikasi Masalah

Bila diidentifikasi, maka masalah yang akan muncul dari topik di

atas adalah:

1. Apa maksud dan tujuan kata ṣirāṭ, ṣabīl, dan ,ṭarīq dalam al-Qur’an ?

2. Bagaimana kedua mufasir menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang di

dalamnya terdapat kata ṣirāṭ, ṣabīl, dan ,ṭarīq ?

3. Bagaimana pemaknaan kata ṣirāṭ, ṣabīl, dan ṭarīq dalam al-Qur’an yang

menunjukkan arti kata jalan ?

4. Apa pesan yang ingin di sampaikan dalam penafsiran kata ṣirāṭ, ṣabīl, dan

,ṭarīq dalam al-Qur’an ?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan ini lebih terarah, maka penulis membatasi

masalah yang akan dibahas yaitu hanya kepada penafsiran kata-kata ṣirāṭ,

Page 22: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

6

ṣabīl, dan ṭarīq dalam Al- Qur’an. dengan menggunakan penafsiran Ulama

kontemporer yaitu Buya Hamka dengan Tafsir Al-Azhar nya dan

penafsiran Muhammad Quraish Shihab dengan Tafsir al-Miṣbah nya yang

bercorak kebahasaan. Penulis juga membatasi ayat-ayat yang akan

ditafsirkan, yaitu Qs. al-Fatihah ayat 6-7, al-Baqarah ayat 108, al-Maidah

16, an-Nisa 168-169 dan Thoha 104.

2. Perumusan Masalah

Penelitian ini hanya memfokuskan kepada penafsiran kata-kata

ṣirāṭ, ṣabīl, dan ṭarīq dalam al-Qur’an. Maka rumusan masalahnya adalah

: bagaimana para mufasir kontemporer (yang dimaksud disini adalah Buya

Hamka dan Muhammad Quraish shihab) dalam menafsirkan kata ṣirāṭ,

ṣabīl, dan ṭarīq dalam al-Qur’an ? dan bagaimana relevansi kata ṣirāṭ,

ṣabīl, dan ṭarīq pada zaman sekarang ?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui konteks penggunaan kata-kata ṣirāṭ, ṣabīl, dan ṭarīq

dalam al-Qur’an;

2. Untuk mengetahui hikmah penggunaan kata-kata ṣirāṭ, ṣabīl, dan ṭarīq

dalam al-Qur’an;

3. Untuk memberikan sumbangsih terhadap penelitian bidang tafsir dan

hadis;

Page 23: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

7

4. Sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program strata satu

(S-1) pada Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir Hadis, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Manfaat Penelitian

1. Untuk menambah pengetahuan dan khazanah keilmuan islam terutama

tentang masalah kebahasaan yang terdapat dalam al-Qur’an.

2. Sebagai sumbangsih pemikiran terhadap penelitian tentang makna kata-

kata ṣirāṭ, ṣabīl, dan ṭarīq dalam al-Qur’an.

F. Tinjauan Pustaka

Sepanjang penelitian dan pengamatan yang penulis lakukan, penulis

menemukan dua skripsi yang berkaitan dengan penelitian ini:

Pertama, skripsi oleh Usnul Ngakibah yang berjudul “Studi Analis

Penafsiran ṣiraṭ dan ṣābīl dalam Tafsir Jami‟ al-Bayan fi Ta‟wīl al Qur‟an,

Karya Ibn Jarīr al-Ṭabari”.14

Dalam skripsinya Usnul mencoba

menganalisis penafsiran kata ṣirāṭ dan sabīl dengan menggunakan metode

Tahlili. Ia menjelaskan bahwa menurut Ibn Jarir al-Ṭabari, kata ṣiraṭ berarti

jalan yang lurus, agama yang lurus, dan jalan surga. Sedangkan kata sabīl

diartikan sebagai jihad dan agama islam.

14

Usnul Ngakibah, “Studi Analis Penafsiran Ṣiraṭ dan Sābīl dalam Tafsir Jami’ al-Bayan fi

Ta’wīl al-Qur’an, Karya Ibn Jarīr al-Ṭabari”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universtas Islam

Negri Sunan Kalijaga)

Page 24: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

8

Kedua, skripsi oleh Mukhlisin yang berjudul “Analisis Makna Ṣiraṭ

dan Sābīl Dalam al-Qur‟an (Studi Tematik Ayat-ayat Mutaraddifat)”.15

Dalam skripsinya Mukhlisin mencoba menganalisis penafsiran makna kata

ṣirāṭ dan sabīl, menurutnya para ulama berbeda pendapat mengenai makna

ṣirāṭ dan sabīl terlebih tentang ṣirāṭ al-mustaqīm. Namum, dari

pembahasan saudara Mukhlisin terdapat salah satu kata yang tidak di

cantumkan akan tetapi memilikin makna yang sama yaitu kata ṭarīq. Untuk

itu, penulis mencoba menganalisis kata ṣirāṭ, ṣabīl, dan di tambah dengan

kata ṭarīq agar bisa melengkapi pembahasan ini. Selain itu penulis pun

membedakan dari pembahasan saudara Mukhlisin dengan membandingkan

dua ulama tafsir yang berbeda yaitu mufassir kontemporer (Muhammad

Quraish sihab, Tafsir al-Misbah) dengan mufassir (Buya Hamka, Tafsir Al-

Azhar) dan menggunakan buku karya Ulama seperti M. Quraish Shihab

“Lentera Al-Qur‟an”. Kemudian penulis menggunakan metode tafsir

mauḍū‟i. Akan tetapi perbedaan tersebut tidak menjadikan umat Islam

terpecah, melainkan semakin tergugah untuk memahami maksud dan

kandungan, serta pesan maupun hikmah dari perbedaan tersebut. Untuk itu,

setidaknya kita sebagai umat Islam, paham dan mengerti pesan dari kata

ṣirāṭ, sabīl dan ṭarīq yang tertulis dalam al-Qur’an, bahwa ada banyak jalan

bagi manusia untuk menuju kebenaran.

G. Metodologi Penelitian

15

Mukhlisin, “Analisis Makna Ṣiraṭ dan Sābīl Dalam al-Qur‟an (Studi Tematik Ayat-ayat

Mutaraddifat)”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negri Walisongo, 2015)

Page 25: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

9

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini berjenis Penelitian pustaka (library research)16

.

Penulis menggunakan jenis penelitian ini untuk mengeksplorasi dan

mengidentifikasi informasi.17

Dalam hal ini adalah ayat-ayat al-Qu’an yang

didalamnya terdapat kata ṣirāṭ, ṣabīl, dan ṭarīq.

2. Sumber Data

a) Sumber data penelitian ini adalah ayat-ayat al-Qur’an yang

didalamnya terdapat kata ṣirāṭ, ṣabīl, dan ṭarīq. Kemudian ayat-ayat yang

telah terkumpul akan ditafsirkan dan penulis membatasi hanya

menggunakan kitab-kitab tafsir yang bercorak kebahasaan baik modern

maupun kontemporer. Kitab itu adalah Tafsir Al-Azhar dan Tafsir al-

Miṣbah Pembatasan ini dikarenakan penulis ingin mengkaji makna ayat

dilihat dari sudut pandang ke dua mufassir.

b) Sedangkan sumber lainnya di dapatkan dari beberapa dokumen,

tulisan-tulisan yang dipublikasikan dalam bentuk buku, jurnal ataupun

artikel yang menguraikan pembahasan berkaitan dengan yang diteliti.

16

Library research adalah penelitian yang menitikberatkan pada literatur dengan cara

menganalisis muatan isi dari literatur-literatur terkait dengan penelitian. Baca, Sutrisno Hadi,

Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offest, 1994), h. 3 17

Bagong Suyanto (ed.), Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 174

Page 26: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

10

3. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan penulis dalam

penelitian ini adalah metode tematik,18

yaitu dengan cara mengumpulkan

ayat-ayat al-Qur’an yang menggunakan kata-kata ṣirāṭ, ṣabīl, dan ṭarīq.

4. Metode Penulisan

Dalam teknik penulisan, penulis mengacu kepada Pedoman

Akademik Program Strata 1 2013/2014 UIN Syarif Hidayatullah. Dan

menggunakan pedoman translitrasi Romanisasi Standar Bahasa Arab

(Romanization of Arabic) yang pertama kali diterbitkan tahun 1991 dari

American Library Association (ALA) dan Library Congress (LC).

H. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, ada lima bab pokok kajian yang penulis

sajikan, serta beberapa sub bab pembahasan. Demi terciptanya karya yang

indah dan pemahaman secara komprehensif, maka penulis menyusun

sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab pertama, merupakan pendahuluan dari kajian ini yang berisi

dasar pemikiran yang melatar belakangi terpilihnya kajian ini, selanjutnya

ada identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab kedua, bab ini membahas tentang biografi singkat dari Buya

Hamka dan M. Quraish Sihab. Dan juga di bab ini akan dibahas tentang

18

Abdul Muin Salim, Metodologi Ilmu Tfsir, (Yogyakarta: PT. Teras, 2005), h. 47

Page 27: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

11

meodologi tafsir, corak tafsir, dan sistematika penafsiran dari tafsir al-

Azhar dan tafsir al-Misbah

Bab ketiga, bab ini akan membahas tentang sinonimitas Kata ṣirāṭ,

ṣabīl, dan ṭarīq dalam al-Qur’an dan pengertian tentang Kata ṣirāṭ, ṣabīl,

dan ṭarīq.

Bab keempat, bab ini merupakan bab inti pembahasan penulis yang

akan membahas perbandingan penafsiran kata ṣirāṭ, ṣabīl, dan ṭarīq

menurut Analisa penafsiran Hamka dan Quraish sihab dalam menafsirkan

ayat-ayat yang telah penulis tentukan dan juga Relevansi Penafsiran Buya

Hamka dan M. Quraish Shihab Tentang Kata ṣirāṭ, ṣabīl, dan ṭarīq dalam

konteks jaman sekarang.

Bab kelima, merupakan penutup yang berisi simpulan yang

dilakukan oleh penulis berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan

saran untuk melakukan riset lanjutan dari penulis.

Page 28: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

12

BAB II

SEKILAS TENTANG BUYA HAMKA DAN M. QURAISH SHIHAB

Pada bab ini penulis akan mencantumkan riwayat hidup seorang mufasir

nusantara yang memiliki nama lengkap H. Abdul Malik Karim Amrullah (Buya

Hamka) dan M. Quraish Shihab.

A. Riwayat Hidup Buya Hamka

Hamka merupakan singkatan dari H.Abdul Malik Karim Amrullah. Nama

ini adalah nama sesudah beliau menunaikan ibadah haji pada 1927 dan

mendapat tambahan haji. Beliau dilahirkan di sebuah desa bernama Tanah

Sirah, dalam Nagarai Sungai Batang, di tepi Danau Maninjau,1 Sumatera Barat,

pada 17 februari 1908 (14 Muharram 1326 H). Ayahnya seorang ulama

terkenal Dr. H.Abdul Karim Amrullah alias Haji Rasul pembawa faham-faham

islam di Minangkabau.2 Ibu Hamka bernama Shofiyah. Ayah dari Shofiyah

punya gelar adat Bagindo Nan Batuah. Di kala mudanya, Bagindo terkenal

sebagai guru tari, nyanyian dan pancak silat. Di waktu Hamka masih kecil,

selalu mendengarkan pantun-pantun yang berarti dan mendalam dari kakeknya.

Buya Hamka dalam memorinya mengatakan “Ayahku menaruh harapan atas

kelahiranku agar aku kelak menjadi orang alim pula seperti ayahnya, neneknya

dan kakek-kakeknya yang terdahulu.” Ketika Hamka lahir, ayahnya

1 Danau maninjau adalah sebuah danau di kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam,

Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. 2 Hamka, Tasauf modern (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2007), h. 11.

Page 29: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

13

mengatakan kepada neneknya bahwa kelak, setelah sepuluh tahun, si malik

akan dikirim ke Mesir agar menjadi Ulama.3

Hamka mengawali pendidikan membaca al-Qur‟an di rumah orang tuanya

ketika mereka sekeluarga memutuskan pindah dari Maninjau ke Padang

Panjang pada tahun 1941 M. Dan setahun kemudian, setelah Hamka mencapai

tujuh tahun, dia dimasukan ke sekolah desa. Pada tahun 1916 sekolah Diniyah

Putra4 dan pada tahun 1918 belajar juga di Thawalib School

5. Pagi hari ke

Sekolah Desa, sore hari belajar di Sekolah Diniyah, dan pada malam harinya

berada di Surau bersama teman-teman sebayanya. Ini merupakan aktifitas

harian seorang Hamka di masa kecilnya dan ini juga merupakan keinginan

ayahnya agar kelak anaknya menjadi ulama seperti dirinya.

Semenjak usia muda Hamka sudah dikenal sebagai seorang yang suka

berkelana. Pemuda Hamka merantau ke jawa pada usia 16 tahun, untuk berguru

pada HOS. Cokroaminoto, RM.Suryopranoto, Ki Bagus Hadikusumo dan H.

Fakhrudin di Yogyakarta. Sekitar tahun 1924 M.6 ia juga banyak belajar pada

Abang iparnya, yaitu Buya AR. Sutan Mansur, yang waktu itu menjabat

sebagai voorzitter (ketua) Muhammadiyah Cabang Pekalongan. Di tahun 1935

M dia pulang ke Padang Panjang. Waktu itu mulailah muncul dan tumbuh

bakatnya sebagai pengarang. Diawal tahun 1927, Hamka menginjak pada usia

19 tahun telah berlayar ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Ketika di

3 Dr. Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia (Tangerang Selatan Banten: CV.

Sejahtera Kita, 2013), h. 171. 4 Sekolah diniyah putra ini didirikan oleh Zainuddin Labia El-Yanusi, kakak Rahman El-

Yanusiyah pendiri Diniyah Putri yang berlokasi di pasar Usang Padang Panjang 5 Thawalib School adalah pengembangan pendidikan yang ada di Surau Jembatan Besi.

6 Moh. Damami, Tasawuf Positif (dalam Pemikiran Hamka) (Yogyakarta: Fajar Pustaka

Baru,2000), h. 41

Page 30: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

14

Makkah, Hmaka mendirikan organisasi Persatuan Hindia Timur dengan

maksud memberikan pelajaran agama, terutama pengetahuan manasik haji bagi

calon jamaah haji Indonesia.7

Sekembalinya dari makkah, ia di nikahkan oleh ayahnya dengan Siti

Rahma, yang pada saat itu Hamka berusia 21 tahun dan usia istrinya 15 tahun.

Pernikahannya dengan Siti Rahma yang bahagia dikaruniai 10 anak 7

diantaranya laki-laki dan 3 perempuan. Namun usia perkawinannya hanya

sampai 43 tahun, karena istrinya meninggal dunia mendahuluinya, tepatnya di

Jakarta pada tanggal 1 januari 1972. Setelah satu tahun kepergian Siti Rahma,

Hamka menikah lagi dengan Hj.Siti Khadijah dari Cirebon (Jawa Barat), pada

tanggal 19 Agustus 1973, dan mendampinginya sampai akhir hayat.8

Pada tahun 1950 Hamka pindah ke Jakarta. Kemudian pada tahun 1952

diangkat menjadi anggota “Badan Pertimbangan Kebudayaan” dari kementrian

PP dan K (sekarang Departemen Pendidikan Nasional / Depdiknas). Dan

menjadi guru besar di Universitas Islam di Makasar dan Perguruan Tinggi

Islam, serta menjadi penasehat pada Kementrian Agama.9

Modal Hamka yang utama sebagai seorang intelektual-otodidak adalah

keberanian dan ketekunan. Karena dedikasinya di bidang dakwah, pada tahun

1960 universitas Al-Azhar Cairo menganugrahkan Doktor Honoris Causa

kepada Hamka yang membawakan pidato ilmiah berjudul “Pengaruh Ajaran

dan Pikiran Syekh Mohammad Abduh di Indonesia”. Kemudian di tahun 1976

7 Moh. Damami, Tasawuf Positif….., h, 48.

8 Nasir Tamara, dkk, Hamka Dimata Hati Umat (Jakarta: Sinar Harapan, 1983).

9 Hamka, Kenang-Kenagan Hidup……, h. 102.

Page 31: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

15

untuk ke dua kalinya ia mendapat gelar yang sama dari universitas Kebangsaan

Malaysia.10

Di masa karirnya Hamka juga pernah menjabat sebagai ketua umum MUI

(Majelis Ulama Indonesia), dan mengundurkan diri pada tahun 1981 tepatnya

pada bulan Mei. Fatwa Hamka yang terkenal saat menjabat sebagai ketum MUI

adalah bahwa umat muslim diharamkan mengucapkan dan mengahadiri

perayaan natal, namun pemerintah kurang bisa menerima fatwa tersebut. Bagi

Hamka walau langit runtuh, kebeneran harus tetap disampaikan, karena

baginya haram seorang muslim berbuat munafik hanya semata-mata sebuah

jabatan. Oleh karenanya Hamka lebih memilih untuk mengundurkan diri dari

jabatannya. Meminjam perkataan Hamka bahwa “Fatwa boleh dicabut, tetapi

kebenaran tak bisa diingkari”.11

Dan masih banyak lagi krir Hamka selama

hidupnya yang sangat berpengaruh bagi kemajuan politik maupun dalam

keilmuan.

Hal ini terbukti dengan adanya karya-karya yang di hasilkannya. Dimulai

dari usianya ketika 17 tahun (1925) sehingga menjelang wafatnya, dalam usia

73 tahun (1981). Hamka telah menulis 84 judul artikel, salah satunya adalah

“Dari Hati ke Hati”, dan juga telah menulis buku sebanyak kurang lebih 113,

mencakup dalam bidang filsafat, agama, dan sastra.12

10

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia (Jakarta: Penerbit

Djembatan, 1992), h. 29. 11

Hamka Tasawuf Moderen ( Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001 ), h. 159 12

Yunan Yunus, Corak Pemikiran Kalam ……., h. 8

Page 32: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

16

B. Karya-karya Hamka

Selain sebagai ulama Hamka juga menguasai berbagai ilmu pengetahua

seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi, dan politik, baik Islam maupun barat.

Ia juga dikenal sebagai ulama yang produktif dalam menulis, dalam hidupnya

Hamka telah banyak mengarang buku-buku yang cukup mewarnai

pembaharuan islam di Indonesia.

Jumlah karangannya kurang lebih mencapai 133 judul buku karya yang

paling utama atau karya monumentalnya adalah tafsir Al-Azhar. Secara umum

karya-karyanya dapat dilihat antara lain: Khatibul umam (ditulis dalam bahasa

Arab), Pembela Islam (Tarikh Abu Bakar as-Shidiq) 1929, Adat Minangkabau

dan Agama Islam (1929), Hikmat Isra‟ Mi‟raj, Arkanul Islam (1932), Laila

Majnun (1932), Majalah „Tentara‟ (4 nomor) 1932, Majalah al-Mahdi (9

nomor) 1932, Mati Mengandung Malu (salinan al-Manfalithi) 1934, Dibawah

lindungan Ka‟bah (1936), Tenggelamnya Kapal Van Dar Wicjk (1937),

Didalam Lembah Kehidupan (1939), Tuan Direktur (1939), Dijemput

Mamaknya (1939), Keadilan Ilahy (1939), Tasawuf Moderen (1939), Filsafat

Hidup (1939), Pada tahun 1940 diantaranya: Merantau ke Deli, Margaretta

Gautier (terjemah), Lembaga Hidup, Lembaga Budi, Majalah „Semangat Islam‟

1943, di tahun 1946: Majalah „Menara‟, Negara Islam, Islam dan Demokrasi,

Revolusi Pikiran, Revolusi Agama, Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi,

Di bantingkan Ombak Masyarakat, Di dalam Lembah Cita-Cita, Sesudah

Naskah Reville (1947).

Page 33: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

17

C. Metode Tafsir Al-Azhar

Metode pada setiap tafsir merupakan ciri khas yang terdapat didalam tafsir

tersebut adapun metode tafsir al-Azhar adalah termasuk dalam kelompok tafsir

bi ra’yi. Karena dalam menafsirkan al-Qur‟an Hamka mengemukakan

pendapat-pendapat beliau tentang tafsir ayat-ayat tersebut, terutama mengenai

maksud kata (etimologis) atau mengenai permasalahn yang akan dibahas.13

Contohnya: Tafsir al-Qur‟an surat al-Fatihah ayat 6 bahwa hamka menjelaskan

ayat “ ” (Tunjukilah kami jalan yang lurus) maksudnya

minta ditunjuki dan dipimpin supaya tercapai jalan yang lurus. Adapun menuju

jalan yang lurus seseorang harus memiliki al-Irsyad, at-Taufiq, al-Ilham dan

ad-Dilalah. demikian contoh yang mnggambarkan bahwa Hamka dalam

menafsirkan ayat mengutip ayat per-ayat dan menjabarkannya dengan jelas.

Jika dilihat dari urutan suratnya, Tafsir Al-Azhar menggunakan tartib mushafi.

Karena itu, metode nya disebut dengan metode Tahlili. Dalam hal memilih

sumber referensi untuk Tafsir al-Azhar, Hamka tidak fanatik terhadap satu

karya tafsir dan tidak terpaku pada satu mazhab pemikiran. Hamka mengutip

berbagai kitab, bukan hanya kitab tafsir melainkan kitab hadis dan sebagainya

yang menurutnya penting untuk dikutup. Akan tetapi, ada beberapa kitab tafsir

yang diakuinya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tafsirnya.

Bukan saja dari segi pemikiran, melainkan haluan serta coraknya.14

Contohnya:

masih dengan surat al-Fatihah beliau menafsirkan surat al-Fatihah ayat 6

13

Hamka, Kenang-Kenangan Hidup ……, h. 40. 14

Dr. Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia (Tangerang Selatan Banten: CV.

Sejahtera Kita, 2013), h. 171.

Page 34: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

18

dengan mengutip pendapat-pendapat para ulama, pendapat para mufasir,

pendapat para muhadis dan Hadis-hadis Nabi.

A. Riwayat Hidup M. Quraish Shihab

M Quraish Shihab adalah Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish

Shihab. Ia lahir di Rappang, Sulawesi Selatan, pada 16 Februari 1944/21 Safar

1363 H. Ayahnya adalah Prof. KH. Abdurrahman Shihab keluarga keturunan

Arab yang terpelajar. Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama dan guru

besar dalam bidang tafsir dan dipandang sebagai salah seorang tokoh pendidik

yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan.15

Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah dasar di Ujung Pandang.

Kemudian ia melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang, sambil

"nyantri" di Pondok Pesantren Darul-Hadis al-Faqihiyyah. Pada awal 1958

setelah selesai menempuh pendidikan menengah, dia berangkat ke Kairo,

Mesir, dan diterima di kelas II Tsanawiyyah al-Azhar. Kemudian pada 1967, ia

meraih gelar Lc (S-1) pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadis

Universitas al-Azhar Kairo Mesir. Selanjutnya dia meneruskan studinya di

fakultas yang sama, dan pada 1969 meraih gelar Master of Arts (MA) untuk

spesialisasi bidang Tafsir al-Quran dengan tesisnya yang berjudul al-I'jaz al-

Tasyri'i li al-Qur’an al-Karim (kemukjizatan al-Quran al-Karim dari Segi

Hukum).16

Sekembalinya ke Ujung Pandang, Quraish Shihab dipercaya untuk

15

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran (Bandung: Mizan, 1998), h. 6

16 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran (Bandung: Mizan, 1998),h. 6

Page 35: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

19

menjabat Wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin, Ujung Pandang. Selain itu, dia juga

diserahi jabatan-jabatan lain, baik di dalam kampus seperti Koordinator

Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (Kopertais) Wilayah VII Indonesia

Bagian Timur, maupun di luar kampus seperti Pembantu Pimpinan Kepolisian

Indonesia Timur dalam bidang pembinaan mental. Selama di Ujung Pandang

ini, dia juga sempat melakukan berbagai penelitian; antara lain, penelitian

dengan tema "Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur"

(1975) dan "Masalah Wakaf Sulawesi Selatan" (1978).17

Demi cita-citanya,

pada tahun 1980 M. Quraish Shihab menuntut ilmu kembali ke almamaternya

dulu, al-Azhar, dengan spesialisasi studi tafsir al- Qur‟an. Untuk meraih gelar

doktor dalam bidang ini, hanya ditempuh dalam waktu dua tahun yang berarti

selesai pada tahun 1982. Disertasinya yang berjudul “Nazhm al-Durar li al-

Biqa’iy: Tahqiq wa Dirasah (Suatu Kajian terhadap Kitab Nazm al-Durār

karya al-Biqa‟i)” berhasil dipertahankannya dengan predikat Summa Cum

Laude dengan penghargaan Mumtaz Ma’a Martabah al-Syaraf al-‘Ula (sarjana

teladan dengan prestasi istimewa). Pendidikan Tingginya yang kebanyakan

ditempuh di Timur Tengah, al- Azhar, Kairo sampai mendapatkan gelar M.A

dan Ph.D-nya. Atas prestasinya, ia tercatat sebagai orang yang pertama dari

Asia Tenggara yang meraih gelar tersebut.18

Dalam perjalanan karir dan aktifitasnya, Quraish Shihab memiliki jasa yang

cukup besar di berbagai hal. Sekembalinya dari Mesir, sejak tahun 1984, ia

17

Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Jembatan Merah, 1988), h. 111 18

Quraish Shihab, Wawasan al-Quran; Tafsir Maudhu'i Atas Berbagai Persoalan Umat

(Bandung: Mizan, 2000)

Page 36: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

20

pindah tugas dari IAIN Ujung Pandang ke Fakultas Ushuluddin di IAIN

Jakarta. Di sini ia aktif mengajar bidang Tafsir dan Ulum al-Qur‟an di Program

S1, S2 dan S3 sampai tahun 1998. selain itu, ia juga menduduki berbagai

jabatan, anatara lain: Ketua Majlis Ulama Indonesia Pusat (MUI) sejak 1984,

Anggota Lajnah Pentashhih al-Qur‟an Departeman Agama sejak 1989,

Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional sejak 1989, dan Ketua

Lembaga Pengembangan. Ia juga berkecimpung di beberapa organisasi

profesional, antara lain: Pengurus perhimpunan Ilmu-Ilmu Syariah, Pengurus

Konsorsium Ilmu-Ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan

Asisiten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Rektor

IAIN Jakarta selama dua periode (1992-1996 dan 1997-1998). Setelah itu ia

dipercaya menduduki jabatan sebagai Menteri Agama selama kurang lebih dua

bulan di awal tahun 1998, hingga kemudian dia diangkat sebagai Duta Besar

Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk negara Republik

Arab Mesir merangkap negara Republik Djibauti berkedudukan di Kairo.19

Kehadiran Quraish Shihab di Ibukota Jakarta telah memberikan suasana

baru dan disambut hangat oleh masyarakat. Hal ini terbukti dengan adanya

berbagai aktifitas yang dijalankannya di tengah-tengah masyarakat. Quraish

Shihab aktif dalam kegiatan tulis-menulis seperti menulis untuk surat kabar

Pelita dalam rubrik "Pelita Hati." Kemudian rubric "Tafsir al-Amanah" dalam

majalah Amanah di Jakarta yang terbit dua minggu sekali. Ia juga tercatat

sebagai anggota Dewan Redaksi majalah Ulumul Qur'an dan Mimbar Ulama,

keduanya terbit di Jakarta, ia juga menulis berbagai buku suntingan dan jurnal-

19

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran (Bandung: Mizan, 1998)

Page 37: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

21

jurnal ilmiah, diantaranya Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya

(Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1984); Filsafat Hukum Islam (Jakarta:

Departemen Agama, 1987); dan Mahkota Tuntunan Ilahi (Tafsir Surat Al-

Fatihah) (Jakarta: Untagma, 1988). Di samping kegiatan tersebut di atas,

Quraish Shihab juga dikenal penceramah yang handal. Kegiatan ceramah ini ia

lakukan di sejumlah masjid bergengsi di Jakarta, seperti Masjid at-Tin dan

Fathullah, ia juga mengisi pengajian di lingkungan pejabat pemerintah seperti

pengajian Istiqlal serta di sejumlah stasiun televisi, seperti RCTI dan Metro TV

atau media elektronik, khususnya di bulan Ramadhan.

B. Karya-karya M. Quraish Shihab

Diantara karya-karya Quraish Shihab adalah sebagai berikut:

1. Mukjizat al-Quran di Tinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan

pemberitaan Ghaib (Bandung: Mizan, 1996).

2. Tafsir al-Amanah (Jakarta: Pustaka Kartini, 1992).

3. Membumikan al-Quran (Bandung: Mizan, 1992).

4. Studi Kritis al-Manar (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994).

5. Wawasan al-Quran; Tafsir Maudhi Atas berbagai Persoalan Umat

(Bandung: Mizan, 1996).

6. Haji Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1998).

7. Fatwa-fatwa Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1999).

8. Tafsir al-Quran al-Karim; Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan

Urutan Turunya Wahyu (Bandung: Pustaka Hidayah,1999).

9. Lentera Hati; Kisah dan Hikmah Kehidupan (Bandung: Mizan, 1998).

Page 38: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

22

10. Logika Agama; Batas-batas Akal dan Kedudukan Wahyu dalam al-

Quran.

11. Yang Tersembunyi Jin, Iblis, Setan dan Malaikat dalam al-Quran

(Jakarta: Lentera Hati, 1997).

12. Menjemput Maut Bekal Perjalanan Menuju Allah.

13. Islam Madzhab Indonesia.

14. Panduan Puasa Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1997).

15. Sahur Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1997).

16. Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya (Ujung Pandang:

IAIN Alauddin, 1984).

17. Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1987).

18. Mahkota Tuntuna Ilahi; Tafsir Surat al Fatihah (Jakarta: Untagma,

1988).

19. Hidangan Ilahi; Ayat-ayat Tahlil (Jakarta: Lentera Hati, 1997).

20. Menyingkap Tabir Ilahi; Tafsir asma al-Husna (Bandung: Lentera Hati,

1998).

21. Tafsir Ayat-ayat Pendek (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999).

22. Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2003).

23. Secercah Cahaya Ilahi (Bandung: Mizan, 2002).

24. Perjalanan Menuju Keabadian, Kematian, Surga dan Ayat-ayat Tahlil

(Jakarta: Lentera Hati, 2001).

Page 39: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

23

C. Metode Tafsir al-Misbah

Tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab ditulis dalam bahasa Indonesia yang

berisi 30 juz ayat-ayat al-Quran yang terbagi menjadi 15 jilid berukuran besar.

Pada setiap jilidnya berisi satu, dua atau tiga juz. Kitab ini dicetak pertama kali

pada tahun 2001 untuk jilid satu sampai tiga belas. Sedangkan jilid empat belas

sampai lima belas dicetak pada tahun 2003.

Dalam menulis tafsir, metode tulisan Quraish Shihab lebih bernuansa

kepada tafsir tahlili. Ia menjelaskan ayat-ayat al-Quran dari segi ketelitian

redaksi kemudian menyusun kandungannya dengan redaksi indah yang lebih

menonjolkan petunjuk al-Quran bagi kehidupan manusia serta menghubungkan

pengertian ayat-ayat al-Quran dengan hukum-hukum alam yang terjadi dalam

masyarakat. Uraian yang ia paparkan sangat memperhatikan kosa kata atau

ungkapan al-Quran dengan menyajikan pandangan-pandangan para pakar

bahasa, kemudian memperhatikan bagaimana ungkapan tersebut digunakan al-

Quran, lalu memahami ayat dan dasar penggunaan kata tersebut oleh al-

Quran.20

Contoh: Kata Shirat yang dimohonkan dalam surah al-fatihah ini adalah

yang mustaqim yakni “ yang lurus “. Kata ini terambil dari kata qama-yaqumu

yang arti aslinya adalah mengandalkan kekuatan betis atau memegangnya

secara teguh sampai yang bersangkutan dapat berdiri tegak lurus. Karena itu,

kata qama bisa diterjemahkan “berdiri” atau “tegak lurus”. Dalam surat al-

Fatihah ini kata mustaqim diartikan “lurus”. Dengan demikian yang diharapkan

20

Tafsir al-Quran al-Karim (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), vi.26

Page 40: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

24

bukan hanya shirat yakni jalan yang lebar dan luas tetapi juga yang lurus.

Karena jalan yang hanya lebar dan luas tetapi berliku-liku, maka sungguh

panjang jalan yang ditempuh guna mencapai tujuan. Shirat al-mustaqim adalah

jalan luas, lebar, dan terdekat menuju tujuan. jalan luas lagi lurus itu adalah

segala jalan yang dapat menganar kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.21

Penulisan kitab Tafsir al-Misbah adalah sebagai berikut:

a) Menjelaskan Nama Surat.

Sebelum memulai pembahasan yang lebih mendalam, Quraish

mengawali penulisannya dengan menjelaskan nama surat dan

menggolongkan ayat-ayat pada Makkiyah dan Madaniyah.

Contoh: Pada surat al-An’ām adalah surat Makiyah. Secara redaksional

penamaan itu nampaknya disebabkan kata al-An’ām ditemukan

dalam surah ini sebanyak enam kali. Nama ini merupakan satu-

satunya yang dikenal pada masa Rasul saw.22

b) Menjelaskan Isi Kandungan Ayat.

Setelah menjelaskan nama surat, kemudian ia mengulas secara global

isi kandungan surat diiringi dengan riwayat-riwayat dan pendapat-pendapat

para mufassir terkait ayat tersebut.

Contoh: Masih dalam surat al-An’ām kelompok 1 (ayat 1-3) M. Qurasih

Shihab menjelaskan tentang surat al-An’ām ayat 1-3. Ayat ini satu

21

Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur’an,

Vol.I, II, dan III, (Jakarta: Lentera Hati, 2000) 22

Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur’an,

Vol. IV (Jakarta: Lentera Hati, 2001) hal. 3

Page 41: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

25

dari empat surat al-Qur‟an selain al-Fatihah yang dimulai dengan

al-hamdulillah. 23

c) Mengemukakan Ayat-Ayat di Awal Pembahasan.

Setiap memulai pembahasan, Quraish Shihab mengemukakan satu, dua

atau lebih ayat-ayat al-Quran yang mengacu pada satu tujuan yang

menyatu.

Contoh: Pada surat al-Mȃ‟idah ayat 1 M. Quraish Shihab mengemukakan

bahwa ayat-ayat yang dimulai dengan panggilan yȃ ayyuha

alladɀÎna ȃmanȗ adalah ayat-ayat yang turun di Mekah. Panggilan

semacam ini, bukan saja merupakan panggilan mesra, tetapi juga

dimaksudkan agar yang diajak mempersiapkan diri melaksanakan

kandungan ajakan.24

d) Menjelaskan Pengertian Ayat secara Global.

Kemudian ia menyebutkan ayat-ayat secara global, sehingga sebelum

memasuki penafsiran yang menjadi topik utama, pembaca terlebih dahulu

mengetahui makna ayat-ayat secara umum.

Contoh: Pada awal surat al-An’ām M. Quraish Shihab menulis bahwa

sebagian ulama mengecualikan beberapa ayat dalam surat al-

An’ām sekitar enam ayat yang menurut mereka turun setelah nabi

23

Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur’an,

Vol. IV (Jakarta: Lentera Hati, 2001) hal. 7 24

Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur’an,

Vol. III (Jakarta: Lentera Hati, 2001) hal. 6

Page 42: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

26

berhijrah ke Madinah, yaitu ayat 90-93 dan 150-153 kendati ada

riwayat yang hanya menyebut dua ayat, yaitu 90 dan 91.25

e) Menjelaskan Kosa Kata.

Selanjutnya, Quraish Shihab menjelaskan pengertian kata-kata secara

bahasa pada kata-kata yang sulit dipahami oleh pembaca.

Contoh: M. Quraish Shihab menjelaskan pengertian kata ṣirāṭ dalam surat

al-Fatihah ayat 6-7 beliau berpendapat kata ṣirāṭ yang

dimohonkan dalam surat ini adalah yang mustaqim yakni “yang

lurus”.26

f) Menjelaskan Sebab-sebab Turunnya Ayat.

Terhadap ayat yang mempunyai asbāb al-nuzul dari riwayat sahih yang

menjadi pegangan para ahli tafsir, Maka Quraish Shihab Menjelaskan lebih

dahulu.

Contoh: M. Quraish Shihab menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat seperti

dalam surat at-Taubah ayat 9 Quraish Shihab menulis dalam

tafsirnya bahwa suatu riwayat menyatakan surat at-Taubah ayat 9

menjelaskan larangan orang-orang yang musyrik mendekati

masjid turun berkenaan dengan rencana beberapa kaum muslimin

untuk merampas unta-unta yang dibawa oleh serombongan kaum

musyrikin dari suku penduduk Yamamah, dibawah pimpinan

Syuraih Ibn Dhubai‟ah yang digelar al-Hutham, dengan alas an

25

Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur’an,

Vol. IV (Jakarta: Lentera Hati, 2001) hal. 3 26

Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur’an,

Vol. I (Jakarta: Lentera Hati, 2001)

Page 43: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

27

bahwa unta-unta itu adalah milik kaum muslimin yang pernah

mereka rampas.27

g) Memandang Satu Surat Sebagai Satu Kesatuan Ayat-ayat yang Serasi.

Al-Quran merupakan kumpulan ayat-ayat yang pada hakikatnya adalah

simbol atau tanda yang tampak. Tapi simbol tersebut tidak dapat dipisahkan

dari sesuatu yang lain yang tidak tersurat, tapi tersirat. Hubungan keduanya

terjalin begitu rupa, sehingga bila tanda dan simbol itu dipahami oleh

pikiran maka makna tersirat akan dapat dipahami pula oleh seseorang.28

Dalam penanfsirannya, ia sedikit banyak terpengaruh terhadap pola

penafsiran Ibrahim al Biqa‟i, yaitu seorang ahli tafsir, pengarang buku

Nazm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-suwar yang berisi tentang

keserasian susunan ayat-ayat al-Quran.

Contoh: Dalam tafsirnya M. Quraish Shihab selalu menyangkut pautkan

surat-surat atau ayat-ayat yang saling berkaitan seperti surat an-

Nisȃ‟ yang mencangkup sekian banyak ayat yang mengandung

uraian tentang akad, baik secara tegas maupun tersirat yang tegas

antara lain akad nikah dan shidȃq (mahar), serta akad perjanjian

keamanan dan kerja sama. Al- Biqȃ‟i mengemukakan hubungan

yang lebih rinci. Menurutnya, pada akhir surat yang lalu ( QS.

an-Nisȃ‟(4): 160 ), telah diuraikan bahwa orang-orang Yahudi

yang melakukan kezaliman dengan mengabaikan perjanjian

mereka dengan Allah swt., telah dijatuhi sanksi, yakni berupa

27

Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur’an,

Vol. III (Jakarta: Lentera Hati, 2001) 28

Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol V. 3

Page 44: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

28

diharamkannya atas mereka aneka makanan yang baik-baik yang

telah dihalalkan bagi mereka, yakni yang dijelaskan dalam QS.

al-An‟ȃm (6): 145. Dalam surat an-Nisȃ‟ itu, Allah melanjutkan

kecaman-Nya kepada Ahl al-Kitȃb dan mengakhirinya dengan

uraian tentang warisan serta keharusan memenuhi perjanjian dan

ketetapan-ketetapan Allah Yang Maha Mengetahui.29

h) Gaya Bahasa.

Quraish Shihab menyadari bahwa penulisan tafsir al-Quran selalu

dipengaruhi oleh tempat dan waktu dimana para mufassir berada.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan metode tahlili atau analisis

adalah penjelasan tentang arti dan maksud ayat-ayat al-Qur‟an dari sekian

banyak seginya yang ditempuh oleh mufassir dengan menjelaskan ayat

demi ayat sesuai urutannya di dalam mushhaf melalui penafsiran kosakata,

penjelasan asbab al-nuzul, munasabah, serta kandungan ayat tersebut

sesuai dengan keahlian dan kecendrungan mufassir itu.

29

Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur’an,

Vol. III (Jakarta: Lentera Hati, 2001) hal. 5

Page 45: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

29

BAB III

Sinonimitas (Mutarādif) dan Pengertian Kata Ṣirāṭ, Sabīl, dan Ṭarīq

Pada bab ini penulis mencantumkan tentang sinonimitas dalam al-Qur‟an,

dengan mencantumkan sinonimitas diharapkan dapat mempermudah penulis dalam

memahami kata Ṣirāṭ, Sabīl dan Ṭarīq dan pengertian tentang kata Ṣirāṭ, Sabīl dan

Ṭarīq dalam al-Qur‟an.

1. Definisi Sinonim (Mutarādif)

Dalam bahasa Arab Al-Tarāduf ( ترااف ال ) berasal dari akar kata ( ر ف)

ra‟- dal - fa‟ ( يراف - رف ) yang bentuk mashdarnya ialah ( اف لرا) . Al-Ridf ialah

segala sesuatu yang mengikuti sesuatu lainnya. Sedangkan Al-Tarāduf

bermakna apabila sesuatu mengikuti sesuatu lainnya di belakangnya. Bentuk

jamaknya adalah al-Rudāfā ( افافر ال ), dikatakan telah datang rombongan kaum

berturut-turut ( رفافر لقرى جرء ) maksudnya yakni bagian satu mengikuti bagian

yang lainnya. Perkataan Mutarādif ( ترااف م ) adalah isim Fa‟il (lil musyārakah).

Mutarādif adalah beberapa kata dengan satu arti, berbeda dengan kata

musytarak, karena kata ini menunjukkan kesatuan lafadz dengan berbagai

pengertian.1

Al-Murtadif ( المترااف ) ialah mengendarai sesuatu di belakang pengendara

atau membonceng. Perkataan bagi malam dan siang berturutan, karena setiap

1 Ibnu Manẓur, Lisān al-„Arab, (Kairo: Dār al-Ma‟ārif, t.th.), h. 1625.

Page 46: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

30

salah satu dari keduanya mengikuti yang lain.2 Maksud dari tarāduf al-syakhsān

( نشخصرءال تااف ) ialah saling membantu atau gotong royong, dapat dipahami juga

dengan saling mengikuti atau membonceng.3 Al-Tarāduf dilihat dari sisi istilah

tidak ditemukan kesepakatan umum diantara para ulama, akademisi klasik dan

kontemporer.Imam Sibawaih (w. 180 H.) diduga sebagai orang pertama yang

menampakkan penjelasan mengenai tarāduf dalam ilmu bahasa. Ia membagi

konteks hubungan antara lafadz dengan makna, menjadi tiga macam yakni:

lafadz-lafadz yang beraneka ragam dan mempunyai makna yang beraneka

ragam pula, satu lafadz mempunyai aneka makna yang berbeda-beda dan

beragam lafadz namun hanya mempunyai satu makna. Pembagian tersebut

disinyalir sebagai awal munculnya konsep musytarak lafz}i dan al-Mutarādif.4

Menurut al-Murtada al-Zabadi (w. 1205 H.) ia mendefinisikan Mutarādif

dengan menjadikan banyak nama pada satu hal. Pengertian ini tidak keluar dari

pernyataan yang disampaikan oleh imam Sibawaih dalam klasifikasi hubungan

antara lafadz dengan makna.5 Hal yang berbeda disampaikan oleh al-Suyuti

bahwa Mutarādif ialah beberapa dengan satu arti, namun beliau membatasi pada

beberapa kata yang memang mempunyai batasan tertentu, seperti kata al-Insān

dengan al-Basyar dan al-Saif dengan al-Sārim. Kedua kata ini mempunyai

2 Muhammad Nūruddīn al-Munajjad, al-Tarāduf fî al-Qur‟ān al-Karīm, (Baina

al-Mazāriyah wa al-Tatbīq), h. 29. 3 Emīl Badi‟ Ya‟qūb, Mausū‟ah Ulūm al-Lughāh al-„Arābiyah, (Beirut: Dār al-

Kutūb al-„Ilmiyah, 2006), h. 294. 4 Muhammad Nūruddīn al-Munajjad, al-Tarāduf fî al-Qur‟ān al-Karīm, (Baina

al-Mazāriyah wa al-Tatbīq), h. 30. 5 Muhammad Nūruddīn al-Munajjad, al-Tarāduf fî al-Qur‟ān al-Karīm, (Baina

al-Mazāriyah wa al-Tatbīq), h. 32.

Page 47: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

31

batasan dari segi zat dan sifatnya.6 Mutarādif menurut istilah bahasa adalah

beraneka ragamnya lafadz berjumlah dua atau lebih dengan disepakati satu

makna. Seperti al-asad, al- Sab‟, al-lais, dan asāmah ( ةأسرءم, ير ال, عالسر , األسر )

yang menunjukkan mempunyai satu makna yakni singa. Begitu juga dengan al-

husām, al-saif, al-muhannad dan al-yamānī ( اليمررءو ,المحىرر , يفالسرر , ءالحسرر )

memiliki satu makna yaitu pedang. Mutarādif (sinonim) yakni lafadz

bermacam-macam dengan kesesuaian makna. Bangsa Arab adalah bangsa

paling kaya bahasa dengan sinonimnya al-Mutarādifat. Misalnya kata al-Saif

(يفالسر ) memiliki lebih dari seribu nama, kata al-Asad ( سر األ ) mempunyai lima

ratus nama. Kata al-„Asl ( العسر ) namanya lebih dari delapan puluh nama.7 Ada

yang berpendapat bahwa Mutarādif serupa dengan al-Nazāir dan Musytarak

serupa dengan al-Wujūh. Sebenarnya ada sedikit perbedaan antara al-Musytarak

dan al-Wujūh, antara lain al-Wujūh dapat terjadi pada lafadz tunggal dan dapat

juga akibat rangkaian kata-kata, berbeda dengan Musytarak yang tertuju kepada

satu lafadz saja. Ada juga perbedaan antara Mutarādif dengan al-Nazāir.

Kendati keduanya serupa, tetapi letak perbedaannya pada kedalaman analisa.

Ketika seseorang berkata insân )اوسرءن) nazir serupa dengan kata basyar ( بشرا ),

sekedar berhenti di sana, tidak menganalisa lebih jauh apa kesamaan dan

perbedaannya. Seharusnya ada penjelasan lebih jauh.8

6 Jalāluddin al-Suyūti, al-Muzīr fî „ulūm al-Lugah wa „Anwaā‟uhā, (Kairo: Maktabah Dāral-

Turās,) h. 403. 7 Emīl Badi‟ Ya‟qūb, Mausū‟ah Ulūm al-Lughāh al-„Arābiyah, h. 294.

8 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir , ed: Abd. Syakur. DJ, (Tangerang: Lentera Hati, 2015), h.

120.

Page 48: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

32

2. Sinonim (Mutarādif) Kata Ṣirāṭ, Sabīl, dan Ṭarīq

Kata Ṣirāṭ

Kata ṣirāṭ ( ر اط ا الص ) berasal dari akar kata ط ( -ر -ص ( shod- ra‟- tho, yang

bentuk jamaknya adalah ( ط را yang berarti jalan atau lorong. Kata ṣirāṭ (ص

juga di artikan sebagai ( ه ىم ته ج ل م ع .jembatan di atas neraka (جسا 9

Kata Sabīl

Kata sabīl ( ر ي الس ) berasal dari akar kata ( ل -ب -س ) sin- ba‟- lam, yang

bentuk jamaknya adalah ( س ىل -س ا س -و و ) yang berarti jalan.10

Kata Ṭarīq

Kata ṭarīq ( الط اير) berasal dari akar kata ( ق -ر -ط ) tho- ra‟- kof. yang

bentuk jamaknya adalah ( ق ا طررا و - ق ا ط رر ) jalan,lorong, dan gang atau

.jalan atau cara (الط ايق ة )11

3. Pengertian Kata Ṣirāṭ, Sabīl, dan Ṭarīq Secara Istilah

Para ulama‟ berbeda pendapat dalam menafsirkan kata ṣirâṭ, sabîl dan tarīq

Perbedaan itu terjadi bukan karena sebab, melainkan ada beberapa masalah

yang menjadikan adanya perbedaan tersebut. Di antaranya adalah perselisihan

mengenai makna ṣirâṭ, sabîl, dan tarīq sendiri, serta bagaimana

implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Muhammad Ibnu Jarir

Aththabari dalam kitab tafsirnya, Jami‟ul Bayān at Ta‟wi al-Qur‟an, memaknai

ṣirâṭ, sabîl dan ṭarīq adalah jalan yang benar yang di dalamnya terdapat

9 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h.

773. 10

Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h.

608.

11

Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h.

849.

Page 49: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

33

ganjaran bagi yang berbuat baik dan adzab bagi yang berbuat kebathilan, yang

semua itu terdapat dalam Islam.12

Sebagai ummat Islam, kita tahu bahwa segala urusan manusia telah diatur

oleh agama, termasuk bagaimana jalan untuk mengantarkan kepada

keridhoa‟an allah. Rasyid Ridla, dalam tafsirnya Al-Manar, menjelaskan bahwa

segala sesuatu yang mengantarkan manusia kepada kebahagiaan dunia dan

akhirat, baik berupa ilmu pengetahuan, kesopanan, dan hukum adalah ṣirâṭ al-

mustaqim.13

Semua itu bisa tercapai jika manusia memperoleh pedoman yaitu

agama yang di dalamnya tercakup segala kebenaran dan keadilan.

Berbeda lagi dengan Muhammad Husain at-Taba‟tabai, yang mengatakan

bahwa ṣirâṭ bermakna sabîl dan ṭarīq akan tetapi maknanya lebih dekat dengan

sabîl. Menurutnya, allah mensifati ṣirâṭ dengan lurus dan menjadikannya

sebagai jalan yang dilalui oleh orang-orang yang diberi nikmat oleh allah.14

Ṣirâṭ al-mustaqim adalah puncak ibadah manusia kepada allah, karena

mencakup segala kegiatan manusia dan jalan untuk mendekatkan diri kepada

allah swt. Sedangkan manusia hanya berdoa untuk mendapatkan petunjuk

Allah supaya bisa menuju jalan yang lurus. Sebab, hanya jalan inilah yang bisa

mengantarkan manusiamenuju kebenaran, yaitu allah swt.

12

Muhammad Abu Ja‟far bin Jarir Aththabari, Jami‟ul Bayan fi Tafsir al-Qur‟an, Juz I,

(Beirut: Dar Al-Ma‟arif, 1972), hlm. 58 13

Rasyid Ridla, Tafsir Al-Manar, Juz I, (Beirut: Dar al-Fikr, 1343 H), hm. 65

14 Muhammad Husain al-Thaba‟tabai, Tafsir Al-Mizan, Juz I, (Beirut: Dar al-Muassasah,

1991), hlm. 28

Page 50: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

34

Pengertian Kata Ṣirāṭ

Berikut ini adalah uraian tentang kata ṣirâṭ dalam al-Qur‟an,

sebagaimana disebutkan dalam kitab Mu‟jam al-Mufahras.15

Ṣirāṭ ( الصراا)

secara bahasa ( etimologi ) berarti jalan . Sedangkan menurut istilah syar'i

(terminologi) adalah jembatan yang dibentangkan di atas neraka jahannam

yang akan dilewati ummat manusia menuju surga sesuai dengan amal

perbuatan mereka.16

Ash-Shirāth adalah jembatan (titian) yang terbentang

di atas permukaan neraka Jahannam yang sangat licin, memiliki kait, cakar

dan duri. Setelah melewati masa di Mahsyar, kaum Muslim akan

dibentangkan shirath bagi mereka di atas Jahannam sehingga mereka

melintasi di atasnya dengan kecepatan sesuai dengan kadar keimanan

mereka. Orang yang pertama kali melewatinya adalah Muhammad,

kemudian Muhammad berdiri di tepi shirath seraya berdoa, “Rabbi,

selamatkan, selamatkan!” Jika ada umat-Nya yang pernah menyekutukan

Allah dengan kesyirikan besar dan belum bertaubat sebelum kematiannya,

akan mengakibatkan kekekalan di dalam neraka.

Pengertian Kata Sabīl

Ṣabīl ( سريل) secara bahasa ( etimologi ) berarti jalan.17

Kata sabîl juga

terbentuk dari huruf sin-ba‟-lam dengan kata kerja sabala-yasbulu yang

berarti irsalu syay‟in min „uluwwin ila suflin„ala imtidadi syai‟in (melepas

15

Muhammad Fu‟ad Abdul Baqi, Mu‟jam al-Mufahras, (Bandung: C.V. Diponegoro, t.th)

h. 516-517 16

Prof. Quraisy Syihab, Tafsir Al-Misbah., Penerbit: Lentera Hati h. 8/228 17

Dalam kamus al-Munjid karya Louis Makhluf

Page 51: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

35

atau mengurai sesuatu dari atas ke bawah dan merentangkan sesuatu).18

Kata sabîl diartikan dengan jalan karena jalan adalah sesuatu yang terurai

yang mencerminkan suatu jalan kecil. Penggunaan kata sabîl seperti

ungkapan subulas salam mengisyaratkan makna yang bermuara pada jalan

besar yang diungkapkan dengan term ṣirâṭ.

Kata sabîl (jalan) digunakan dalam al-Qur‟an dengan berbagai

konteks. Kata sabîl digunakan untuk hal yang positif dan sekaligus negatif,

dan diantaranya ada tunggal dan ada yang berbentuk jamak. Dalam al-

Qur‟an, kata sabîl yang bermakna positif, seperti ungkapan sabîlillah (jalan

Allah) terdapat pada 70 tempat dan dengan redaksi lain seperti sabîl

terdapat pada 3 tempat, subulana pada 2 tempat, sabîlihi (dengan dhamir

mengacu kepada Allah) pada 11 tempat, sawaa‟us sabîl pada 5 tempat,

sabîlur rasyad pada dua tempat, dan sabîlar rusyd, sabîli rabbik, dan sabîlil

mukminin masing-masing pada satu tempat. Keragaman redaksi dalam

penggunaan positif dari kata sabîl seperti redaksi-redaksi sabîlar rusyd,

sabîlur rasyad, sawa‟is sabîl, sabîlil mukminin, dan subulus salam tidak

menghilangkan kesatuan makna dan ide, yaitu “jalan Allah” yang

menunjuk pada makna petunjuk, bersifat lurus, komitmen orang-orang

beriman, dan keselamatan, yang kesemuanya merupakan apa yang disebut

“ajaran kebenaran”. Ayat-ayat tersebut menyatakan bahwa ajaran Tuhan

merupakan sesuatu yang ditegakkan dan dikembangkan melalui perjuangan

(jihad), pertahanan diri (qital), dan dana (infaq). Adapaun penggunaan kata

18

Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu‟jam Maqayis al-Lugah, III,

(Beirut: Daar al-Fikr, 1979 ), hlm: 129-130

Page 52: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

36

sabîl untuk makna negatif adalah; sabîlith thagut, sabîlil mujrimin, sabîlil

mufsidin, dan sabîlil ghayy. Menurut Quraish Shihab, kata sabîl adalah

jalan yang dilalui, ada bermacam-macam sabîl yang dapat dikategorikan

dalam dua kategori sebagai berikut:

a. Sabîl yang bermakna abstrak atau menunjuk pada makna

keyakinan, dan pola hidup yang sesuai dengan tuntunan Allah

SWT, yaitu sabîlullah,sabîlirabbika, sabîli, sabîlih, sabîl al-

rasyad,dan sabîl al-mu‟minin.

b. Sabîl yang berkaitan dengan pola hidup yang tidak sesuai

dengan tuntunan Allah, seperti sabîl al-thaghut, sabîl alghay,

sabîl al-mufsidin, dan sabîl al-mujrimin.19

Sebut saja kata

sabîlillah. Dalam hal ini, sabîl dinisbatkan kepada Allah.20

Lafadz sabîlillah seringkali dipahami sebagai jihad untuk

memperjuangkan agama Allah. Ayat ini mendorong ummat

Islam untuk bangkit dan penuh semangat menghadapi musuh.

Quraish Shihab mengatakan bahwa ayat ini mengisyaratkan

bahwa perjuangan yang sebenarnya adalah yang tidak

mengambil tetapi memberi. Maka dari itum hendaklah orang-

orang yang beriman bersedia menukarkan dan mengorbankan

kehidupan mereka dengan segala kegemerlapannya dengan

kehidupan akhirat yang dijanjikan Allah, dengan niat yang tulus.

19

Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-Qur‟an: Kajian Kosakata, Cet, 1, (Jakarta:

Lentera Hati, 2007), h. 855

20 Lihat Q.S. al-Nisa‟ ayat 74

Page 53: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

37

Allah pasti akan membalasnya dengan pahala yang besar.

Pahala yang besar itu memberikan isyarat bahwa yang berjuang

di jalan Allah akan dianugerahi usia yang panjang.21

Sabîl juga

ada yang berbentuk jamak, seperti kata subul alsalam (jalan

kedamaian). Itu menunjukkan bahwa ada banyak jalan untuk

menuju perdamaian. Ada banyak cara untuk mendekatkan diri

kepada Allah. Misalnya, mengorbankan harta dengan

bersedekah, infak, dan lain-lain. Kemudian beribadah dengan

cara shalat, puasa, dan ibadah-ibadah lain. Akan tetapi,

meskipun demikian, sabîl juga bisa merujuk pada pola hidup

yang salah bahkan berbahaya, sehingga bisa menjerumus ke

dalam kesesatan. Dari penjelasan di atas, maka jelaslah bahwa

ṣirâṭ berbeda dengan sabîl. ṣirâṭ selalu digunakan dalam

konteks kebaikan dan kebenaran, sedangkan sabîl bisa dalam

konteks kebaikan maupun kebathilan. Akan tetapi, semua sabîl

dalam konteks kebaikan, pasti akan bermuara pada ṣirâṭ. Itulah

sebab, sabîl diartikan sebagai jalan-jalan kecil, yang itu bisa

benar bisa juga salah. Para ulama‟ berbeda pendapat dalam

menafsirkan kata ṣirâṭ dan sabîl.

21

M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur‟an,

vol.2, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), h. 483-484

Page 54: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

38

Pengertian Ṭarīq

Secara bahasa ṭarīq dapat berarti jalan, sistem, cara, perjalanan,

aturan hidup, lintasan, garis dan bisa disebut Madzhab. Mengetahui adanya

jalan, perlu mengetahui “cara” melintasi jalan itu agar tidak tersesat. ṭarīq

itu adalah metode bimbingan spiritual kepada individu (perorangan) dalam

mengarahkan kehidupannya menuju kedekatannya dengan Tuhan. jika

dilihat secara seksama ṭarīq tidak jauh berbeda dengan sabîl yaitu suatu

jalan-jalan kecil yang pada akhir nya bermuara kepada ṣirâṭ. Kata ṭarīq

didalam al-Qur‟an disebut sebanyak 7 kali, kata tarīq terkadang di

sandarkan dengan hal-hal yang baik seperti, “ṭarīqi mustaqim” (jalan yang

lurus), yaitu jalan Allah yang menunjukan pada makna jalan yang di ridhoi

Allah, jalan yang lurus, jalan nya orang-orang yang beriman dan bertaqwa,

dan jalan keselamatan. dan terkadang juga kata tarīq disandarkan kepada

sesuatu hal yang buruk seperti, “ṭarīqa jahannam” (jalan ke neraka), yaitu

jalan yang sesat dengan pola hidup yang tidak sesuai dengan tuntunan

Allah.

Page 55: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

44

BAB IV

ANALISA

PERBANDINGAN PENAFSIRAN KATA ṢIRĀṬ, SABĪL, DAN, ṬARĪQ

MENURUT HAMKA DAN M. QURAISH SHIHAB

A. Perbedaan dan Persamaan Penafsiran Hamka dan M. Quraish Shihab

tentang kata Ṣirāṭ, Sabīl, dan Ṭarīq

Pada bab ini, penulis akan memaparkan analisa perbandingan ṣirâṭ, sabîl,

dan ṭarīq menurut Hamka dan Quraish Shihab. dilihat dari perbedaan dan

persamaan yang terjadi pada penafsiran kedua tokoh di atas tentang ṣirâṭ, sabîl,

dan ṭarīq.

Hamka, menggunakan suatu metode penafsiran dengan metode tafsir

tahlili1, lalu beliau juga menggunakan pendekatan bi al-ma‟tsur

2 dan bi al-ra‟yi

3.

Bi al-ma‟tsur karena Hamka dalam menafsirkan suatu ayat al-Qur‟an banyak

menggunakan ayat-ayat lain, hadis nabi, qoul sahabat sampai pendapat tabi‟in.

tahlili dan bi al-ra‟yi karena upaya yang ditempuh Hamka dalam menafsirkan al-

1 Tahlili: Penjelasan tentang arti dan maksud ayat-ayat al-Qur‟an dari sekian banyak

seginya yang ditempuh oleh mufassir dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai urutan didalam

mushaf melalui penafsiran kosa kata, penjelasan sebab nuzul, munasabah serta kandungan ayat-ayat

itu sesuai dengan keahlian dan kecendrungan mufasir tersebut. Lihat M. Quraish Shihab,

Membumikan al-Qur‟an (Bandung: Mizan, 1992)h.117 2 Bi al-ma‟tsur: Tafsir yang disandarkan kepada riwayat-riwayat yang sahih secara tertib

yang sebagaimana telah diceritakan dalam syarat-syarat mufassir, antara lain: menafsirkan al-

Qur‟an dengan al-Qur‟an, atau dengan as- Sunah karena Sunah merupakan penjelasan kitabullah,

atau dengan riwayat-riwayat dari Tabi‟in besar sebab mereka telah menerimanya dari para sahabat.

Lihat Manna‟ Khalil al-Qatthan, Studi ilmu-ilmu al-Qur‟an (Jakarta: Lintera Antar Nusa,

2007)h.483 3 Bi al-ra‟y: Penafsiran yang dilakukan dengan menetapkan rasio sebagai titik tolak, atau

dinamakan juga tafsir bi al- Ijtihadi, yaitu penafsiran dengan ijtihad, karena didasarkan atas hasil

pemikiran seorang mufassir. Lihat Subhi al-Shalih, Mabahis fi „Ulum al-Qur‟an (Baerut: Dar al-

„Ilm Li al-Malayin, 1977)h. 292

Page 56: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

45

Qur‟an dimulai dari surat al-Fatihah sampai an-Nas. Tentunya metode tersebut

didasarkan pada besik keilmuannya yang beliau kuasai. Hamka pada masa itu

adalah sosok ilmuan yang menguasai banyak disiplin ilmu pengetahuan, maka

dari hal itu akan sangat mendominasi dan membawa pengaruh besar dalam

model dan corak penafsirannya. Oleh karena itu tidak diragukan jika dalam karya

monumentalnya yaitu tafsir al-Azhar adalah salah satu tafsir yang bercorak adȃbi

ijtimȃ‟i 4

.

Adapun M. Quraish Shihab adalah sosok mufasir yang sama menggunakan

metode tahlili, yaitu menafsirkan ayat demi ayat sesuai dengan susunannya

dalam setiap surat. kemudian beliau juga mengemukakan tentang pengertian

kosa-kata dan ungkapan-ungkapan al-Qur‟an dengan merujuk kepada pandangan

pakar bahasa dan ulama tafsir, kemudian memperhatikan bagaimana kosa-kata

atau ungkapan itu digunakan oleh al-Qur‟an.5

1. Ṣirāṭ

QS al-Fatihah ayat 6 dan 7:

4 Adȃbi ijtimȃ‟i: adalah suatu corak tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an yang

mengungkapkan segi balaghah dan kemukjizatannya, menjelaskan makna-makna dan susunan yang

dituju oleh al-Qur‟an, mengungkapkan hukum-hukum alam dan tatanan-tatanan masyarakat yang

dikandung didalamny, Said Aqil Husain al-Munawwar, I‟jaz al-Qur‟an dan Metodologi Tafsir,

(Semarang: Dina Utama, 1994), cetakan ke-1,h.37 5 Dr. Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia, (Ciputat Tangerang selatan Banten :

Mazhab Ciputat, 2013) cet. 2, hlm. 284.

Page 57: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

46

“Tunjukilah Kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang telah

Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan

bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”

Tafsir al-Azhar:

“Tunjukilah kami jalan yang lurus” meminta ditunjuki dan dipimpin

supaya tercapai jalan yang lurus. Menurut keterangan setengah ahli tafsir,

perlengkapan menuju jalan yang lurus, yang dimohonkan kepada Allah ialah,

pertama al-Irsyād, artinya agar di anugerahi kecerdikan dan kecerdasan,

sehingga dapat membedakan yang salah dan yang benar. Kedua at-Taufiq,

yaitu bersesuian hendaknya dengan apa yang direncanakan Tuhan. Ketiga al-

Ilhām, di beri petunjuk supaya dapat mengatasi sesuatu yang sulit. Keempat

ad-Dilālah, artinya di tunjuk dalil-dalil dan tanda-tanda di mana tempat

berbahaya, di mana yang tidak boleh di lalui dan sebagainya. Seumpama tanda-

tanda yang dipancangkan (dipasang) di tepi jalan, berbagai macamnya, untuk

memberi alamat petunjuk bagi pengendara kendaraan bermotor. Menurut

riwayat Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, menurut beliau yang di maksud

dengan meminta ditunjuki jalan yang lurus, tafsirnya ialah memohon ditunjuki

agamamu yang benar.6

Menurut beberapa riwayat dari ahli-ahli Hadits, daripada Jabir bin

Abdullah yang dimaksud dengan Shirathal Mustaqim ialah Agama Islam. Dan

6 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1988) h. 87

Page 58: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

47

menurut beberapa riwayat lagi, Ibnu Mas‟ud menafsirkan bahwa yang

dimaksud dngan ṣirâṭal mustaqim ialah Kitab Allah (Al-Qur‟an).

Menurut yang dirawikan Imam Ahmad, Tirmidzi, AN-Nasa‟i, Ibnu Jarir,

Ibnu Mundzir, Abu Syaikh, al-Hakim, Ibnu Mardawaihi dan al-Baihaqi sebuah

Hadits Rasulullah s.a.w. diriwayatkan daripada an-Nawwas Ibnu Sam‟an,

pernah Rasulullah s.a.w. berkata, bahwasanya Allah Ta‟ala telah membuat satu

perumpamaan tentang ṣirâṭal mustaqim itu: bahwa di kedua belah jalan itu ada

dua buah dinding tinggi. Pada kedua dinding tinggi itu ada beberapa pintu

terbuka, dan di atas tiap-tiap pintu itu ada lelansir penutup (gordiyn). Sedang

diujung jalan yang lurus (ṣirâṭal mustaqim) itu ada seorang berrdiri

memanggil-manggil: “Wahai sekalian manusia, masuklah ke dalam ṣirâṭ ini

semuanya, jangan kamu berpecah belah”, dan ada pula seorang penyeru dari

atas Shirat. Maka apabila manusia hendak membuka salah satu dari pintu-pintu

itu berkatalah dia : “Celaka ! Jangan engkau buka itu ! Kalau dia engkau buka,

niscaya engkau akan terperosok ke dalam.” Maka kata Rasulullah selanjutnya :

Jalan Shirat itu ialah Islam, dan kedua dinding sebelah menyebelah itu ialah

segala batas-batas yang ditentukan Allah. Dan banyak pintu-pintu terbuka itu

ialah segala yang diharamkan Allah. Dan banyak pintu-pintu terbuka itu ialah

Kitab Allah, dan penyeru yang menyeru di ujung jalan itu ialah Kitab Allah,

dan penyeru yang menyeru dari ataas ialah Wa‟izḥ (Pemberi Nasihat) dari

Allah yang ada dalam tiap-tiap dari Muslim”. Berkata Ibnu Katsir dalam

tafsirannya bahwa Hadits ini hasan lagi shahih.7

7 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1988) h. 88

Page 59: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

48

Maka semua penafsiran tadi dapatlah digabungkan menjaadi satu ṣirâṭal

mustaqim memang agama yang benar, dan itulah Agama dan semuanya dapat

diambil contohnya dari perbuatan Nabi Muhammad s.a.w. dan sahabat-sahabat

beliau yang utama.

Hanya seorang Ulama saja mengeluarkan tafsir agak sempit, yaitu Fudhail

bin Iyaadh. Menurut beliau ialah jalan pergi naik haji. Memang dapat

menunaikan Haji sebagai rukun Islam yang kelima, dengan penuh keinsafan

dan kesadaran, sehingga mencapai Haji yang mabrur, sudah sebagian dari pada

ṣirâṭal mustaqim juga. Apakah bagi orang semacam Fudhail bin Iyadh sendiri,

adapun bagi orang lain belum tentu naik Haji itu menjadi ṣirâṭal mustaqim,

terutama kalu dikerjakan karena riya, mempertontonkan kekayaan, mencari

nama, atau sebagai politik untuk mencari simpati rakyat yang bodoh. Dengan

ayat ini ditunjukkan apa yang amat penting kita mohonkan pertolongan

kepadanya. Mohon ditunjuki jalan yang lurus. Kita telah ditakdirkannya hidup

di dunia ini. Melalui hidup di dunia ini, samalah artinya melalui suatu jalan.

Kita takut akan bahaya dan ingin selamat dalam perjalanan itu. Kita mau yang

baik dan tidak mau yang buruk. Kita mau yang manfaat dan tidak mau yang

mudharat. Dengan ayat-ayat yang di atas kita telah memulai membaca dengan

namanya. Kita telah mngakui bahwa Dia Maha Pemurah dan Maha Penyayang.

Kita telah memuji dia, sebagai Tuhan Pemelihara, Pendidik sekalian alam. Dan

kita telah mengakui bahwa kekuasaannya meliputi dunia dan akhirat. Dia

Rahman dan Rahim, tetapi Dia juga menguasai dan mempunyai Hari

Pembalasan. Lantaran itu semuanya kita telah menyerah kepadanya ;

Page 60: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

49

kepadanya saja, tidak kepada yang lain. Sehingga kita telah menyatakan tekad

bahwa yang kita sembah hanya dia dan tempat kita memohon pertolongan

hanya dia. Sekarang setelah penyerahan demikian mulailah kita memasukkan

permohonan puncak dari segala permohonan, yaitu agar supaya ditunjuki jalan

yang lurus. itulah yang kita mohonkan kepada Allah, agar ditunjiki jalan yang

lurus itu. Menurut pelajaran ilmu ukur ruang, garis lurus ialah jarak yang

paling dekat di antara dua titik. Maka di dalam ṣirâṭal mustaqim yang kita

mohonkan ini, dua titik ialah : yang pertama titik kita sebagai hamba, yang

kedua titil Allah saebagai Tuhan kita. Kita berjalan menuju dia dan kita dating

dari dia. Maun atau tidak mau, namun kita adalah dari dia, menuju dia, dan

bersama dia. Oleh karena banyaknya rintangan, kerapkali kita lupa akan hal itu.

Atau ada mengetahui, tetapi tidak tahu jalan mana yang akan ditempuh.

Kadang-kadang sudah disangka jalan lurus itu yang ditempuh, padahal sudah

terbelok kepada jalan yang lain. Kita memohon agar dia sendiri menunjuki kita

jalan lurus itu, sehingga sampai dengan cepat kepada yang dituju, jangan

membuang waktu pada usia yang hanya sedikit, merencah-rencah dan

terperosok ke jalan yang lain. Maka yang diminta ialah agar seluruh keribadian

kita, yang mengandung akal, nafsu syahwat, perasaan, kemauan, terkumpul

menjadi satu dalam petunjuk hidayah Tuhan. Inilah puncaknya jalan lurus itu

tidak diberi, walaupun yang lain hal yang remeh diberikannya, maka yang lain

itu besar kemungkinan akan mencelakakan kita. Kemudian permohonan jalan

yang lurus itu kita jelaskan lagi “Jalam orang-orang yang telah Engkau

karuniai nikmat atas mereka” (pangkal ayat 7).8

8 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1988) h. 90

Page 61: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

50

Kita telah mendengarkan berita, terdahulu dari kita, Allah telah

mengaruniakan nikmatnya kepada orang-orang yang telah menempuh jalan

yang lurus itu, sebab itu maka kita mohon kepada Tuhan agar kita ditunjukkan

pula jalan itu. Telah ada Nabi-nabi dan Rasul-rasul yang diutus Tuhan, dan

telah ada pula orang-orang yang menjadi syahid dan telah ada pula orang-orang

yang shalih, semuanya dikaruniai kebahagiaan oleh Tuhan karena menempuh

jalan itu. Bekasnya kita rasakan dari jaman ke jaman. Oleh sebab itu maka kita

memohonkan pulalah agar kepada kita diberikan pula petunjuk supaya kita

menempuh jalan itu dengan selamat.

“Bukan jalan mereka yang dimurkai atasnya”

Siapakah yang dimurkai Tuhan? Ialah orang yang telah diberi kepadanya

petunjuk, telah diutus kepadanya Rasul-rasul telah diturunkan kepadanya kitab-

kitab wahyu, namun dia masih saja memperturutkan hawa nafsunya. Telah

ditegur berkali-kali, namun teguran itu, tidak juga diperdulikannya. Dia merasa

lebih pintar daripada Allah, Rasul-rasul dicemoohkannya, petunjuk Tuhan

diletakkannya ke samping, perdayaan syaitan diperturutkannya.9

Orang yang dimurkai ialah yang sengaja keluar dari jalan yang benar

karena memperturutkan hawa nafsu, padahal dia sudah tahu. Orang yang telah

sampai kepadanya kebenaran agama, lalu ditolak dan ditentangnya. Dia lebih

berpegang kepada pusaka nenek moyang, walaupun dia telah tahu bahwa itu

berat. Maka siksaan azablah yang akan dideritanya.

9 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1988) h. 92

Page 62: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

51

“Dan bukan jalan mereka yang sesat”.

Adapun orang yang sesat ialah orang yang berani-berani saja membuat

jalan sendiri diluar yang digariskan Tuhan. Tidak mengenal kebenaran, atau

tidak dikenalnya menurut maksud yang sebenarnya.10

Tafsir al-Misbah:

Kata ṣirâṭ yang dimohonkan dalam surah al-fatihah ini adalah yang

mustaqim yakni “ yang lurus “. Kata ini terambil dari kata يقام - قام yang arti

aslinya adalah mengandalkan kekuatan betis atau memegangnya secara teguh

sampai yang bersangkutan dapat berdiri tegak lurus. Karena itu, kata qama bisa

diterjemahkan “berdiri” atau “tegak lurus”. Dalam surat al-Fatihah ini kata

mustaqim diartikan “lurus”. Dengan demikian yang diharapkan bukan hanya

shirat yakni jalan yang lebar dan luas tetapi juga yang lurus. Karena jalan yang

hanya lebar dan luas tetapi berliku-liku, maka sungguh panjang jalan yang

ditempuh guna mencapai tujuan. ṣirâṭal mustaqim adalah jalan luas, lebar, dan

terdekat menuju tujuan. jalan luas lagi lurus itu adalah segala jalan yang dapat

menganar kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.11

Dari ayat di atas dan penafsiran kedua mufasir tidak terdapat perbedaan

yang begitu mencolok ketika menafsirkan kata ṣirâṭ. Hamka menafsirkan secara

kongkrit kata ṣirâṭ yang didefinisikan sebagai agama, atau dalam bahasanya

10

Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1988) h. 92 11

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur‟an, vol.1,

(Jakarta:Lentera Hati, 2000) h. 80

Page 63: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

52

beliau mengatakan bahwa ṣirâṭal mustaqim adalah agama yang benar atau

menurut beliau dua titik yang di mohonkan yaitu, pertama titik kita sebagai

hamba dan yang kedua titik Allah sebagai Tuhan kita, kita berjalan menuju Allah

dan kita datang ke Allah, mau tidak mau kita akan kembali kepada Allah.

Adapun M.Quraish Shihab menafsirkan kata ṣirâṭ agak sedikit berbeda

beliau menafsirkan kata ṣirâṭ sebagai “jalan yang lurus” atau dalam

pembahasannya beliau ngetakan bahwa kata ṣirâṭ terambil dari kata Qāma-

Yaqūmu yang berarti “berdiri” atau “tegak lurus”. Beliau mengatakan bahwa

dengan demikian yang diharapkan bukan hanya jalan yang lebar dan luas akan

tetapi jalan yang lurus lagi tegak. Karena jalan yang lebar dan luas tetapi berliku-

liku, maka sungguh panjang jalan yang ditempuh hingga mencapai tujuan.

Maka bila di lihat persamaan penafsiran kedua mufasir di atas keduanya

sama-sama menafsirkan sebagai “jalan yang lurus” hanya saja berbeda dari segi

pemaparan atau penjelasanya. Hamka lebih banyak menggunakan hadis-hadis

Nabi serta pendapat-pendapat para Ulama. Adapun M.Quraish Shihab lebih

kepada kosa kata yang ada pada ayat di atas.

2. Sabīl.

Sebagaimana telah penulis bahasa dalam bab yang lalu, bahwa kata sabīl di

gunakan dalam al-Qur‟an dengan berbagai konteks. Terkadang sabīl di gunakan

dalam hal kebaikan dan terkadang pula sabīl di gunakan dalam hal keburukan.

Contoh :

Sabīl dalam konteks negatif ( keburukan )

Page 64: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

53

Al- Baqarah 108

108. Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti

Bani Israil meminta kepada Musa pada jaman dahulu? dan Barangsiapa yang

menukar iman dengan kekafiran, Maka sungguh orang itu telah sesat dari

jalan yang lurus.

Tafsir al-Azhar:

Ayat ini menjelaskan sesat dari jalan yang lurus, lalu memilih jalan yang

berbelit-belit dengan banyak mengemukakan pertanyaan, guna melepaskan

diri, akhirnya tersesat pada kekufuran, terlepas dari kebenaran hingga akhinya

tenggelam dalam keingkaran. Di dalam masyarakat, kerap kali orang yang

banyak petanyaan itu adalah dengan maksud mencari jalan untuk melepaskan

diri.12

Tafsir al-Misbah:

Ayat ini adalah nasihat lebih lanjut yang ditunjukan kepada kaum

muslimin agar jangan mengikuti kelakuan buruk Banî Isrâ‟îl yang meminta

12

Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1988) h. 272

Page 65: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

54

menanyakan hal-hal yang tidak wajar kepada nabi mereka. Bahwasanya

sebagaimana mestinya Allah adalah obyek keimanan. Sedang yang diimani

adalah sesuatu yang abstrak dan tidak terlihat oleh mata kepala, tidak juga

terjangkau hakikatnya oleh indera dan nalar. Obyek iman dijangkau oleh mata

hati, bukan mata kepala. Siapa yang berhak melihat obyek-obyek keimanan

dengan mata kepalanya berarti ia tidak menggunakan mata hatinya. Siapa

yang tidak menggunakan mata hatinya berarti ia tidak beriman. Siapa yang

tidak percaya wujud Allah kecuali setelah melihat-Nya dengan mata kepala, ia

telah menukar keimanan dengan kekufuran. Dan barang siapa yang menukar

keimanan dengan kekufuran, antara lain dengan berpaling dan menolak ayat-

ayat Allah, dan meminta petunjuk selainNya, maka sesubgguhnya orang itu

telah tersesat dari jalan tengah.

Sesat adalah hilangnya arah yang dituju. Dengan demikian, orang yang

bertanya atau meminta bukan pada tempatnya, maka ia telah menempuh jalan

yang keliru. ia ketika itu tidak berada dijalan tengah. Yang tidak berada

ditengah berarti ia berada dipinggir. Biasanya yang berada dipinggir dapat

terjerumus ke jurang, atau paling tidak, itu bukan jalan yang mudah untuk

dilalui.13

Sabīl dalam konteks positif ( Kebaikan)

Al- Maidah : 16

13

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur‟an, vol.1,

(Jakarta:Lentera Hati, 2000) h. 349

Page 66: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

55

16. Dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti

keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah

mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang

terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan

yang lurus.

Tafsir al-Azhar:

Didalam ayat ini diberi ketegasan, bahwasanya barangsiapa yang taat-setia

mengikuti jalan yang diridhai oleh Allah itu, pastilah dia mendapat petunjuk dari

kitab ini. Jalan yang diridhai Allah adalah tidak lain dari jalan yang telah

digariskan oleh Rasul Allah. Petunjuk itu akan diberikan Tuhan dengan perantara

kitab ini, sehingga dapat sampai kepada berbagai jalan kedamaian.14

Tafsir al-Misbah:

Ayat diatas menggunakan bentuk jamak untuk kata )اا -subul as )ساال سلا

salâm/jalan-jalan kedamaian. ini berarti ada banyak jalan kedamaian. Ketika

menafsirkan kata shirâth dalam surat al-Fâtihah, penulis kemukakan bahwa kata

tersebut sering digunakan oleh al-Qur‟an dalam bentuk tunggal dan selalu

menunjuk kepada yang bersifat benar lagi haq. berbeda dengan sabil yang dapat

14

Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1988) h. 182

Page 67: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

56

benar, dapat juga salah, dapat merupakan jalan orang-orang bertakwa, dapat juga

berarti jalan orang-orang durhaka. karena itu al-Qur‟an menggunakan untuk kata

sabîl dalam bentuk jamak, yakni subul. Harus diingat bahwa hanya Subul as-Salâm

yang dapat mengantarkan seseorang ke ash-Shirâth al-Mustaqîm, sebagaimana

bunyi ayat ini. Kendati demikian harus diakui bahwa jalan-jalan itu banyak, seperti

diisyaratkan oleh bentuk jamak dari kata ini.

Dari kedua ayat di atas yang penulis cantumkan dan penafsiran kedua

mufasir tidak terdapat perbedaan yang sangat mencolok ketika menafsirkan kata

sabīl . Hamka menafsirkan ayat sabīl dalam konteks keburukan adalah jalan

orang yang tersesat. Atau dalam penjelasan beliau dalam tafsir nya bahwa sabīl

adalah jalan yang berlika-liku. Dan menafsirkan ayat sabīl dalam konteks

kebaikan adalah jalan yang di ridhai Allah tidak lain yaitu jalan yang telah di

gariskan oleh Rasul Allah.

Adapun sabīl dalam konteks kebaikan menurut M. Quraish Shihab suatu

jalan kedamaian, atau dalam penjelasan beliau mengatakan bahwa al-Qur‟an

menggunakan bentuk jama‟ pada kata sabīl, yakni subūl bahwa untuk

mengingatkan hanya Subul as-Salâm yang dapat mengantarkan seseorang ke

ṣirâṭal mustaqim, sebagaimana bunyi ayat ini. Kendati harus di akui bahwa jalan-

jalan itu banyak, seperti yang di isyaratkan dalam bentuk jama‟ dari kata sabīl.

Kepada ash-Shirâth-lah bermuara semua sabîl yang baik.15

15

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur‟an, vol.3,

(Jakarta:Lentera Hati, 2000) h. 67

Page 68: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

57

Maka bila di lihat persamaan penafsiran kedua mufasir di atas tentang kata

sabīl dalam kedua konteks, konteks dalam hal kebaikan (positif) dan keburukan

(negatif). Jika dalam konteks keburukan pada ayat yang penulis kutip yaitu QS

Al-Baqarah ayat 108, kedua mufasir sama-sama menafsirkan kata sabīl dalam

ayat tersebut suatu jalan yang berlika-liku hingga tersesat atau terjerumus ke

jalan yang sesat. Adapun dalam konteks kebaikan (positif) kedua mufasir sama-

sama menafsirkan kata sabīl dengan jalan yang benar atau jalan yang di ridhoi

oleh Allah SWT.

3. Ṭarīq

Dalam hal keburukan

Qs. An-Nisa : 168-169

168. Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah

sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan

menunjukkan jalan kepada mereka,

169. Kecuali jalan ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-

lamanya. dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.

Page 69: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

58

Tafsir al-Azhar:

Mereka telah kufur, jiwa mereka telah terpesong dari jalan Allah ke jalan

syaitan, setelah itu mereka pun aniaya pula kepada orang lain, entah memakan

riba ataupun mengambil harta orang dangan jalan yang tidak halal, maka

tidaklah Allah akan memberi ampun mereka. Kalau dalam ayat 167 mereka

telah sesat jauh sekali, mungkin ada juga harapan buat surut kepada

kebenaran, namun kalau kufur telah diikuti lagi dengan aniaya, payahlah

mereka akan mendapat ampunan dari Tuhan, terutama karena rintihan orang

yang telah dianiaya itu.16

sebagaimana pernah diingatkan Rasulullah s.a.w.

dalam Hadis yang Shahih:

فاءنه ليس بينه وبين هللا حجاب تقوادعوةالمظلوم ا

“Takutlah kamu akan doa orang yang dianiaya, karena sesungguhnya

tidaklah ada di antaranya dengan Tuhan suatu penghalang.”

Jalan tidak akan ditunjukkan lagi kepada mereka: “Kecuali jalan ke

jahanam.” (pangkal ayat 169). Jalan meluncur turun ke dalam jahannam

adalah akibat yang wajar saja daripada orang yang sejak semula memang

menuju itu. Bagaimana orang yang menurun akan sampai ke atas? Dirinya

telah dikelilingi oleh semak belukar dosa, dan dia memilih jalan yang curam

dan gelap, tentu dalam lumrahlah tiba akhirnya. Karena demikianlah

sunnatullah dalam alam ini. “Kekallah mereka di dalamnya.” Artinya

masuklah mereka ke dalam untuk merasai azab siksaannya; “Selama-

16

Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1988) h. 75

Page 70: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

59

lamanya.” Yang menurut setengah ahli tafsir ialah amat lama mereka didalam

buat menderita ajab itu. Maka tidaklah penulis hendak masuk berboncengan

pula tentang makna Abadan itu, karena ar-Raghib al-Ishfahani ahli bahasa

arab itu menulis tentang arti abadan ialah kekal sesuatu didalam sesuatu

keadaan, tidak berubah dan tidak rusak. Yang menurut keterangan setengah

ahli tafsir pula, bukanlah kekal tidak ada kesudahan, melainkan kekal lama

sekali.17

Demikianlah ancaman Allah atas manusia, bahwa kalau memilih jalan yang

salah, kufur, aniaya, dan berpaling langkah, payahlah akan mendapat ampunan

dari Tuhan dan sukarlah akan ditunjuki jalan yang benar, kecuali jalan neraka.

Tafsir al-Misbah:

Kata Thariq dalam ayat ini menjelaskan jalan menuju neraka, dalam arti

tidak akan mengantar kejalan kebahagiaan didunia ini atau ke jalan menuju

pengamalan tuntunan-tuntunannya sebagaimana di mohonkan dalam surat al-

Fâtihah Ihdina ash-shirâth al-mustaqîm. sehingga dinafikannya hidayah buat

mereka merupakan peringtan bahwa kekufuran dan kedzaliman dapat

mengakibatkan jiwa di penuhi oleh kekaburan yang menghalangi masuknya

hidayah ke dalamnya. Peringatan ini dimaksaudkan agar mereka menghindar

dari kekufuran dan kezaliman itu karena, jika tidak, boleh jadi mereka

terjerumus dalam kesulitan yang tidak dapat diatasi oleh siapa pun. Yang di

maksud dengan tidak ada jalan adalah tidak ada kemudahan yang mereka

17

Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1988) h. 76

Page 71: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

60

peroleh untuk meraih sebab-sebab yang mengantarkan mereka ke jalan yang

mereka harapkan, selain jalan menuju ke neraka Jahanam.18

Qs. Thaha : 104

104. Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika berkata orang

yang paling Lurus jalannya diantara mereka: "Kamu tidak berdiam (di dunia),

melainkan hanyalah sehari saja".

Tafsir al-Azhar:

“Seketika orang-orang yang lebih jujur perjalanannya di antara mereka

berkata: “ kami tidak tinggal, melainkan hanya sehari” (ujung ayat 104).

Kalau orang-orang yang telah mendurhaka kepada Allah itu berbisik-bisik

sesama mereka yang durhaka menaksir berapa tempoh yang telah mereka pakai

selama diatas dunia, yang rasanya pendek. Seakan-akan hanya 10 hari, namun

orang yang perjalanan hidupnya berlaku dalam kejujuran merasakan bahwa waktu

di dunia itu lebih pendek dari 10 hari, bahkan hanya 1 hari, artinya lebih pendek 10

kali dari yang di rasakan oleh orang yang durhaka dalam penyesalannya. Sebab

orang yang menjalani hidup dalam kejujuran dan ketulusan itu merasakan bahwa

hidup didalam berbakti kepada Allah adalah hidup yang amat bahagia. Ma‟rifat

18

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur‟an, vol.2,

(Jakarta:Lentera Hati, 2000) h. 823

Page 72: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

61

kepada Allah adalah puncak ketentraman. Lidah tidak pernah kering didalam

menyebut nama Allah. Rasanya hidup itu amat pendek. Sebab kesempatan buat

mengenal Allah sangat sedikit.19

Tafsir al-Misbah:

Ketika berkata orang yang paling lurus jalannya diantara mereka di

tafsirkan yakni yang paling mendekati kebenaran ucapannya bahwa: “Kamu tidak

tinggal hidup didunia melainkan hanya sehari saja”. Menurut al-Biqâ‟i yang

dimaksud dengan “yang paling lurus jalannya” adalah orang yang ketika di dunia

menduga bahwa jalan yang di tempuhnya adalah jalan yang sesuai dengan apa

yang di harapkan. Kemudian Ibn „Âsyûr memahami kalimat yang paling lurus

jalannya, bukan dalam arti yang paling dekat kepada kebenaran, tetapi yang paling

pandai membuat dalih adalah yang berkata: “ Kamu tidak tinggal di kubur

melainkan hanyalah sehari saja”. Ini karena yang berada 10 hari dalam kubur bisa

saja anggota tubuhnya telah rusak dan membusuk. Bisa juga kalimat yang paling

lurus jalanya, dipahami sebagai ejekan dan cemoohan terhadap orang-orang kafir.20

Melihat Dari kedua ayat di atas yang penulis cantumkan dan penafsiran

kedua mufasir tentang kata tarīq tidak terdapat perbedaan yang sangat mencolok.

Hamka menafsirkan ayat tarīq dalam konteks keburukan adalah jalan orang yang

tersesat. Atau dalam penjelasan beliau dalam tafsir nya bahwa tarīq adalah jalan

yang meluncur turun ke dalam neraka jahannam. Dan menafsirkan ayat tarīq

dalam konteks kebaikan adalah jalan yang berbeda artinya ketika orang-orang

19

Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1988) h. 216 20

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur‟an, vol.7,

(Jakarta:Lentera Hati, 2000) h. 669

Page 73: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

62

yang mendurhakai Allah merasa bahwa hidup di dunia itu terasa lama dan jika

orang-orang yang taat dan patuh atas ketentuan Allah merasa bahwa hidup di

dunia itu sangat singkat dan cepat karena seumur hidupnya di pakai untuk

beribadah hanya kepada Allah.

Adapun M. Quraish Shihab menafsirkan kata tarīq agak sedikit berbeda

beliau menafsirkan kata tarīq dalam konteks keburukan sebagai “jalan menuju

neraka” atau dalam pembahasannya beliau mengatakan bahwa jalan yang tidak

akan mengantarkan kepada suatu kebahagiaan di dunia atau seseorang yang tidak

akan mendapatkan hidayah. Adapun sabīl dalam konteks kebaikan menurut M.

Quraish Shihab suatu jalan yang paling lurus, atau dalam penjelasan beliau

mengatakan bahwa jalan orang-orang yang lurus jalannya ialah jalan orang yang

ketika di dunia menduga bahwa jalan yang di tempuhnya adalah jalan yang

sesuai dengan apa yang di harapkan.

Maka bila di lihat persamaan penafsiran kedua mufasir di atas tentang

kata tarīq dalam kedua konteks yaitu konteks kebaikan (positif) dan keburukan

(negatif). Jika dalam konteks keburukan pada ayat yang penulis kutip yaitu QS

An-nisa ayat 168 dan 169, kedua mufasir sama-sama menafsirkan kata tarīq

dalam ayat tersebut suatu jalan orang-orang yang tersesat yang tidak

mendapatkan hidayah dari Aallh SWT. Jika dalam hal kebaikan kedua mufasir

sama-sama menafsirkan kata tarīq ialah suatu jalan orang-orang yang taat dan

jalan orang-orang yang durhaka.

Page 74: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

63

B. Relevansi Penafsiran Buya Hamka dan M. Quraish Shihab Tentang Kata

Ṣirāṭ, Sabīl, dan Ṭarīq Dalam Konteks Jaman Sekarang

Kata Ṣirāṭ, Sabīl, dan Ṭarīq sebebarnya memiliki arti yang sama akan tetapi

dengan makna yang berbeda-beda. kata Ṣirāṭ dalam Al-Qu‟an dengan diiringin

kata setelahnya, selalu berarti kebaikan, kebenaran dan sesuatu yang menuju

kepada jalan yang benar atau jalan yang lurus.

Setiap hari kaum muslim bermohon paling sedikit 17 kali agar diantar atau

di tunjukan menuju jalan yang lurus. Al-Qur‟an memberikan petunjuk bahwa

jalan yang baik dihimpun oleh suatu ciri, yaitu “kedamaian, ketentraman, dan

ketenangan”. Banyak jalan bagi manusia menuju jalan kedamaian oleh karena

itu berhati-hatilah jangan sampai terjerumus ke jalan yang sesat.21

menurut hemat penulis dari pernyataan diatas bahwa jangan lah berlaku

curang atau picik, karena banyak jalan menuju kebenaran. jika melihat dari

realita kehidupan jaman sekarang yang mana seseorang banyak yang merasa

bahwa dirinya, alirannya, mazhabnya dan pandangannya lah yang paling benar

dan menganggap bahwa yang lain atau yang berbeda alirannya ialah sesat atau

tidak benar. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan bahwa ada banyak

jalan bagi seseorang dalam menempuh bahtera kehidupan beragama, dan

ingatlah bahwa hanya Allah lah yang dapat menilai apakah seorang hamba itu

benar atau salah dan semua peraturan Allah itu tertera dalam kitab Al-Qur‟an

dan di jelaskan dengan hadis-hadis nabi serta pendapat para alim ulama

pewaris nabi.

21

M.Quraish Shihab, Lentera Al-Qur‟an: Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung: PT.

Mizan Pustaka, 2008) Cet:ll h. 53

Page 75: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

71

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari berbagai uraian penjelasan di atas, maka dapat diambil beberapa

kesimpulan sebagai berikut di bawah ini:

1. Dengan membandingkan kedua mufasir penulis menyimpulkan

kata ṣirâṭ, ṣabîl, dan ṭarīq secara umum diartikan dengan jalan.

Meskipun demikian, ketika dipahami secara balaghah, ketiganya

memiliki perbedaan yang sangat mendalam. Namun, perbedaan itu

tidak menjadikan ketiganya tidak ada keterkaitan, melainkan satu

dengan yang lainnya saling berhubungan, bahkan saling

menguatkan. Dalam al-Qur’an, kata ṣirâṭ disebut sebanyak 45 kali,

yang semuanya dalam bentuk tunggal. Kata sabîl disebut sebanyak

176 kali, 166 kali dalam bentuk tunggal, dan 10 di antaranya dalam

bentuk jamak. Dan kata ṭarīq disebut sebanyak 7 kali semua dalam

bentuk tunggal. ṣirâṭ, dengan kata yang mengiringinya, selalu

dalam konteks kebaikan dan kebenaran. Berbeda dengan ṣabîl dan

ṭarīq yang bisa dalam konteks kebenaran maupun kebathilan.

Kemudian, ṣirâṭ, sabîl dan ṭarīq dapat dikategorikan dalam

beberapa konteks, seperti ketauhidan, keimanan, ketaqwaan,

ibadah, ketetapan dan hukum Tuhan, bahkan konteks sosial.

Sehingga, ada banyak jalan bagi manusia untuk mencapai

kebenaran. Akan tetapi, meskipun demikian, jalan yang pasti benar

Page 76: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

72

adalah ṣirâṭ al-mustaqim. Jadi, agar manusia tidak salah pilih atau

bahkan tersesat, maka harus bisa mencari ṣirâṭ al-mustaqim, yaitu

jalan yang bisa mengantarkan manusia menuju kebahagiaan dunia

dan akhirat.

2. Membandingkan dari kedua mufasir terkenal di Indonesia yaitu M.

Quraish Shihab dan Buya Hamka, dengan melihat dan menganalisa

Tafsir beliau (M. Quraish Shihab dan Buya Hamka) yaitu Tafsir

Al-Misbah dan Tafsir Al-Azhar, penulis menyimpulkan bahwa jika

dilihat dari cara mereka menafsirkan ayat-ayat yang terdapat kata

ṣirâṭ, sabîl, dan ṭarīq. Penulis dapat membandingkan bahwa Tafsir

Al- Misbah yang di karang oleh M. Quraish Shihab itu lebih

banyak menjelaskan arti kosa kata ṣirâṭ, sabîl, dan ṭarīq sedangkan

Tafsir Al-Azhar yang dikarang oleh Buya Hamka itu lebih sedikit

penjelasan mengenai kata ṣirâṭ, sabîl, dan ṭarīq. Akan tetapi dari

penjelasan kedua mufasir yang dituangkan ke dalam tafsirnya yaitu

tafsir Al-Misbah dan tafsir Al-Azhar dapat membantu penulis

untuk menganalisa kata ṣirâṭ, sabîl, dan ṭarīq.

3. Para ulama’ berbeda pendapat mengenai makna ṣirâṭ, sabîl, dan

ṭarīq terlebih tentang ṣirâṭ al-mustaqim. Namun, perbedaan

tersebut tidak menjadikan ummat Islam terpecah, melainkan

semakin tergugah untuk memahami maksud dan kandungan, serta

pesan maupun hikmah dari perbedaan tersebut. Untuk itu,

setidaknya sebagai ummat Islam, paham dan mengerti pesan yang

dimaksud dari ṣirâṭ, sabîl, dan ṭarīq yang tertulis dalam al-Qur’an.

Page 77: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

73

Ada banyak jalan bagi manusia untuk menuju kebenaran. Misalnya

dengan beribadah, baik ibadah mahdlah maupun ghairu mahdlah,

memanfaatkan harta kekayaan dan kekuasaan, menggunakan ilmu

pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang semuanya sesuai

dengan tuntunan agama Islam. Adanya perbedaan itu, menjadikan

ummat Islam untuk lebih semangat dalam mencari kebenaran

dengan maksud untuk menegakkan dan mengembangkan agama

Allah. Dan yang harus diperhatikan, kebebasan manusia dalam

memilih jalan apapun itu, kesemuanya pada akhirnya harus menuju

kepada ṣirâṭ al-mustaqim. Sebab, ṣirâṭ al-mustaqim ini lah jalan

yang memang diridhoi oleh Allah SWT. Dengan adanya penjelasan

ṣirâṭ, sabîl, dan ṭarīq yang begitu beragam, maka ummat Islam

bisa lebih berhati-hati dalam menentukan arah hidupnya. Mereka

sendirilah yang bisa menentukan, entah mau dibawa ke mana jalan

hidupnya. Sehingga, ketika mereka sudah paham betul tentang

maksud dan pesan dari ṣirâṭ, sabîl, dan ṭarīq setidaknya mereka

mau dan mampu secara konsisten untuk melaksanakan pesan-pesan

kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.

B. Saran-Saran

Melalui penelitian ini, penulis akan memberikan saran-saran sebagai

berikut:

1. Untuk Pembaca

a. Untuk setiap pembaca, baik dari kalangan akademik

maupun non akademik, harus lebih terbuka dan bisa

Page 78: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

74

menerima berbagai perbedaan pendapat yang ada. Setelah

membaca skripsi ini, setidaknya bisa membuka pikiran

pembaca, dan memperluas pengetahuan pembaca dalam

segi ilmu tafsir.

b. Untuk pembaca, khususnya ummat Islam, harus belajar

memahami tafsir dari berbagai sudut pandang, tidak

hanya satu arah saja. Kemudian, berusaha untuk

mengkontekstualisasikan penafsiran itu, serta

mengimplementasikannya dalam kehidupan nyata.

2. Untuk Mahasiswa Tafsir dan Hadits

a. Sangat perlu bagi mahasiswa tafsir dan hadits, untuk

sering-sering mengadakan kajian tentang tafsir-tafsir

nusantara baik klassik maupun kontemporer, kemudian

selanjutnya melakukan penelitian dengan

membandingkan tafsir-tafsir tersebut. Sehingga bisa

menemukan titik temu dari adanya perbedaan yang ada.

b. Setidaknya, skripsi ini bisa dijadikan tambahan bahan

analisis bagi mahasiswa tafsir dan hadits, ketika hendak

melakukan penelitian tentang tema yang sama, namun

dengan menggunakan judul, pendekatan, serta analisis

yang berbeda.

Page 79: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

75

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Baqi, Muhammad Fuad. Al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fadz al-

Qur’an al-Karim, (Beirut: Dar al-Fikr, 1987).

Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Aththabari, Jami’ul Bayan fi Tafsir al-Qur’an, Juz

I,(Beirut: Dar Al-Ma‟arif, 1972)

Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’jam Maqayis al-Lugah, III,

(Beirut: Daar al-Fikr, 1979 ), hlm: 129-130

Ahmad, Ibn Faris Ibn Zakariya Abu al-Husain, Mu’jam Maqayis al-Lugoh,

III, (Beirut: Dār al-Fikr, 1979)

Al-Andalusi, Abu Hayyan, al-Bahr al-Muhiṭ, I, (Beirut: dār al-Fikr, 1420

H)

Amir Mafri, MA, Literatur Tafsir Indonesia (Tangerang Selatan

Banten:CV.Sejahtera Kita, 2013),

Arifin E.Zaenal dkk. Asas-asas Linguistik Umum (Tangerang: PT. Pustaka

Mandiri, 2015)

Abdul Muin Salim, Metodologi Ilmu Tfsir, (Yogyakarta: PT. Teras, 2005)

Badudu J.S., Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar III (Jakarta: PT.

Gramedia, 1993)

Damami Moh., Tasawuf Positif (dalam Pemikiran Hamka) (Yogyakarta:

Fajar Pustaka Baru,2000).

Hamka, Tasauf modern (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2007).

Hamka, Buya, Tafsir Al-Azhar (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1988).

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offest, 1994).

Husain Muhammad al-Thaba‟tabai, Tafsir Al-Mizan, Juz I, (Beirut: Dar al

Muassasah,1991),

Al-Mandhur Ibn, Lisan Al-Arab, Jilid 3, (Kairo: Daar al-Ma‟arif,)

Mukhlisin, “Analisis Makna Ṣiraṭ dan Sābīl Dalam al-Qur’an (Studi

Tematik Ayat-ayat Mutaraddifat)”, (Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin, Universitas Islam Negri Walisongo, 2015)

Page 80: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

76

Muhammad al-Zarkasyī, Badr al-Dīn, al-Burhān Fī ‘Ulūm al-Qur’an,

(Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmīyah, 1408/1988)

Ngakibah Usnul, “Studi Analis Penafsiran Ṣiraṭ dan Sābīl dalam Tafsir

Jami‟ al-Bayan fi Ta‟wīl al-Qur‟an, Karya Ibn Jarīr al-Ṭabari”,

(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universtas Islam Negri Sunan

Kalijaga).

Penulis Tim IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia

(Jakarta: Penerbit Djembatan, 1992).

Qalyubi Syihabbuddin, Stilistika al-Qur’an Makna di Balik Kisah Ibrahim

(Yogyakarta: PT. Lkis Pelangi Aksara ).

Al- Razi, Abu Abdillah Muhammad ibn Umar. Mafatih al-Ghaib. Beirut:

Dar Ihya‟ al-Turats al-Arabi. 1990.

Ridla Rasyid, Tafsir Al-Manar, Juz I, (Beirut: Dar al-Fikr, 1343 H).

Al-Suyūṭī, Jalāl al-Dīn, al-Itqān Fī ‘Ulūm al-Qur’an, (Kairo: Dār al-Turāṭ,

1405/1985).

Al–Suyuthi Jalaluddin, Almuzhir fi ‘Ulumi al-lugah wa anwa’uha,

(maktabah Darul turats,kairo)

Saltut Mahmud, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, (Bandung: Sinar Baru

Algensindo, 2000)

Shahrizal Moh. Nasir, “Faktor Kewujudan Sinonim Dalam Bahasa Melayu

dan Arab: Satu Analisis Perbandingan”, Jurnal Melayu XII,

no.1(juni 2014)

Shihab, M. Quraish, Eksiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, Cet, 1,

(Jakarta, Lentera Hati, 2007).

Sirojuddin Iqbal Mashuri dan A. Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir (Bandung:

Angkaragroup, 2005)

Susanti Rita, dkk., “Sinonim, Repetisi, dan Antonim Dalam Bahasa Jepang:

Telaah Majalah Nihongo Journal dan Hiragarna Times”, Lingua

Cultura III, no. 34-44 (Mei 2009)

Suyanto, Bagong (ed.), Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Kencana, 2007)

Salim, Abd. Muin, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: PT. TERAS,

2005)

Page 81: MAKNA KATA ṢIRĀṬ SABĪL, DAN, ṬARĪQ DALAM AL-repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36819/2/ACHMAD... · Catatan: ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata

77

Al-Tsa‟alibi, Fiqh al-Lughah wa Sirr al-‘Arobiyah, (Dar al-Kutub al-

„Ilmiyah, Bairut).

Tamara Nasir, dkk, Hamka Dimata Hati Umat (Jakarta: Sinar Harapan,

1983).

_______________, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan,

(Bandung: Mizan, 1994)

_______________, Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1999)

_______________, Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan, Keserasian al-Qur’an,

Vol. I, II, III (Jakarta: Lentera Hati, 2000)

Watt , W.Montgomery, Pengantar Studi Al-Qur’anI, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 1995)

Zaki Muhammad Khadzr Muhammad,” Mu‟jam Kalimaat Al-Qur‟an Al-

Karim”. juz 16 (Al-Maktabah Asy-Syamilah, 2005), h. 4, Baca juga

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian

al-Qur’an, vol.1, (Jakarta:Lentera Hati, 2000),