Makalah y prian budi purwanto
-
Upload
yohanes-purwanto -
Category
Science
-
view
119 -
download
0
Transcript of Makalah y prian budi purwanto
TUGAS MAKALAH
PROBLEMATIKA PENDIDIKAN SAINS
JUDUL MAKALAH
POTENSI MODUL IPA TERPADU
DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
Oleh :
Y. Prian Budi Purwanto
NIM : S 831502058
Pendidikan Sains ( Minat IPA )
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SAINS
P R O G R A M P A S C A S A R J A N A
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
A. Judul Makalah
“Potensi Modul IPA Terpadu dengan Pendekatan Saintifik Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa ”.B. Pendahuluan
Belajar adalah sebuah proses. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu
saja dari guru ke peserta didik.Peserta didik adalah subjek yang memilki
kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi,
menggunakan pengetahuan. Menurut Burton dalam Hosnan(2014:3) Belajar
adalah suatu perubahan tingkah laku pada diri individu berkat ada interaksi antara
individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka
dapat berinteraksi dengan lingkungannya. Kata kunci pendapat Burton adalah
“interaksi”. Interaksi ini memiliki makna sebagai sebuah proses.
Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 dalam Hosnan (2014:282) pada
lampiran menyatakan bahwa:
Untuk mencapai kualitas yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip yang: (1) berpusat pada peserta didik, (2) mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.
Ilmu Pengetahuan alam (IPA) sering disebut dengan singkat sebagai sains berasal
dari bahasa latin “scientia” yang berarti (1) pengetahuan tentang, atau tahu
tentang; (2) pengetahuan, pengertian, faham yang benar dan mendalam. Dalam
perkembangannya sains digunakan merujuk ke pengetahuan mengenai alam dan
mempunyai objek alam dan gejala-gejala alam yang sering digolongkan sebagai
ilmu alam. Sains berkaitan erat dengan metode ilmiah (perumusan masalah,
penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis, dan penarikan kesimpulan) Surjani
(2010:11-12)
Kondisi yang terjadi saat ini pada pembelajaran yang dilaksanakan guru
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) secara umum masih bersifat ceramah aktif
mengakibatkan dalam pembelajaran tidak terjadi interaksi komunikasi antara
sumber belajar, guru dan siswa. Hal ini karena selama ini orientasi pembelajaran
IPA hanya terpaku pada tes/ujian yang ditinjau dari aspek produk saja, tetapi dari
segi sikap, proses, dan aplikasi kurang diperhatikan. Kenyataannya, secara
keseluruhan pada saat ini pembelajaran IPA masih jauh dari harapan. Rendahnya
prestasi IPA ini ditunjukkan dari analisis hasil TIMSS tahun 2007 dan 2011 di
bidang IPA untuk peserta didik kelas 2 SMP, hasil studi pada tahun 2007 dan
2011 menunjukkan bahwa lebih dari 95% peserta didik Indonesia hanya mampu
mencapai level menengah, sementara hampir 40% peserta didik Taiwan mampu
mencapai level tinggi dan lanjut (Paparan Mendikbud, 2013: 54). Peramasalahan
pembelajaran harus segera diatasi. Salah satu upaya untuk mengatasi adalah
dengan menerapkan pembelajaran yang berorentasi student centered. Menurut
Afiatin (2011) dalam Chrisnia (2015: 3) pembelajaran yang berorientasi pada
siswa (studendt centered) dapat mendorong siswa terlibat aktif dalam membangun
pengetahuan, sikap dan perilaku.
Menurut Hosnan (2014:34) implementasi kurikulum 2013 dalam
pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang
dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep,
hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi
atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan
hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data,
menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang
“ditemukan”. Sehingga pembelajaran IPA dengan pendekatan saintifik sesuai
dengan karakteristik pelajaran IPA.
Masalah yang terjadi pada proses pembelajaran IPA yang belum
menerapkan pendekatan saintifik dapat diatasi dengan menggunakan bahan ajar.
Bahan ajar berupa modul IPA terpadu merupakan salah satu sarana pendukung
keberhasilan proses pembelajaran IPA. Modul IPA terpadu dengan pendekatan
saintifik dapat mengatasi masalah pembelajaran IPA. Jika proses pembelajaran
IPA yang dilakukan oleh guru telah sesuai dengan prinsip saintifik, maka bukan
tidak mungkin hasil belajar siswa akan lebih optimal. Pada penelitian yang
dilakukan Chrisnia (2015) di SMA Negeri Karang Pandan terjadi permasalahan
antara lain : (1). pada saat proses pembelajaran hanya menggunakan LKS sebagai
sumber belajar. Hal ini menyebabkan siswa kurang aktif mengembangkan
pengetahuannya, sehingga siswa sering lupa mengenai prinsip dan konsep pada
materi yang dipeajari, (2) 70% tidak aktif dalam mengikuti proses pembelajaran,
meskipun guru telah menerapkan berbagai model untuk mengaktifkan siswa, (3)
Hasil UN SMA Negeri Karang Pandan mengalami penurunan pada tahun
2011/2012 dan 2012/2013. Dari permasalahan–permasalahan tersebut Chrisnia
mengembangkan modul pembelajaran berbasis Group Discovery Learning
(GDL) . Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa modul berbasis GDL dapat
meningkatkan keefektifan hasil belajar yang ditandai dengan peningkatan hasil
belajar pengetahuan; terdapat perbedaan hasil belajar sebelum dan sesudah
pembelajaran dengan modul GDL. Hasil belajar pengetahuan dengan rata-rata
kelas modul (75,69) lebih baik daripada kelas exiting learning (69,12).
Penelitian yang dilakukan oleh Wiji Hastuti (2015) di SMP Negeri 2 Karang
Anyar terjadi permasalahan antara lain: (1) Pembelajaran masih bersifat teacher
centered siswa kurang diberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan
berpikirnya, (2) siswa mengandalkan buku yang diterbitkan dari Kementrian
Pendidikan Republik Indonesia dan belum tersedia modul pendukung di sekolah,
(3) latar belakang pendidikan guru bukan dari Pendidikan IPA. Dari
permasalahan–permasalahan tersebut Wiji Hastuti mengembangkan modul IPA
terpadu berbasis masalah. Dari hasil penelitian sebelum menggunakan modul IPA
terpadu berbasis masalah skor kemampuan kognitif minimum yang dicapai 17,
skor maksimum 25, dan skor rata-rata yang dicapai siswa 21,25. Setelah
dilakukan implementasi modul berbasis masalah skor kemampuan kognitif
minimum yang dicapai 22, skor maksimum 28, dan skor rata-rata yang dicapai
siswa 24,97.
. Modul sebagai bahan ajar yang disusun dengan acuan tertentu dengan
pendekatan prinsip saintifik dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan siswa
dalam memahami IPA terpadu. Model pembelajaran yang dapat mengaktifkan
siswa, mengembangkan kemampuan berpikir kritis, dan kemampuan memecahkan
masalah dapat dituangkan dalam bentuk modul yang disajikan dengan bahasa
yang baik, menarik, dan dilengkapi dengan ilustrasi dapat memotivasi siswa untuk
memahami pelajaran IPA. Pembelajaran dengan modul menjadikan siswa mampu
belajar lebih mandiri. Modul IPA terpadu dengan pendekatan saintifik
diharapakan dapat meningkatkan keaktifan dan kemampuan berpikir kritis siswa.
Salah satu pembelajaran yang baik sesuai dengan kurikulum 2013 adalah
pembelajaran yang terpusat pada siswa, sehingga diharapakan dapat
meningkatkan hasil belajara siswa.
C. Observasi MasalahBerdasarkan observasi pembelajaran IPA pada SMPN 1 Weru
ditemukan permasalahan sebagai berikut:
No. Masalah Kelompok
Standar Sarana Prasarana1. Sumber belajar hanya pada buku dan LKS.
Informasi hanya sebatas apa yang disampaikan oleh guru.
Sekolah
2. Buku IPA terpadu yang tersedia terbatas dan belum spesifik membahas hubungan antar KD
Standar Proses3. Sebagian besar siswa tidak memperhatikan
pelajaran dan sering mengganggu siswa lain ketika pembelajaran sedang berlangsung sehingga mengganggu konsentrasi siswa lain dalam mengikuti pembelajaran.
Siswa
4. Siswa kurang merespon pertanyaan guru 5. Beberapa siswa yang tidak bisa mengerjakan
latihan soal yang diberikan oleh guru.6. Siswa kurang bertanya.7. Kemampuan siswa rendah dalam
mengkaitkan antara materi yang telah dipelajari pada minggu sebelumnya dengan materi lanjutan yang sedang dipelajari.
8. Beberapa siswa ada yang tidur sewaktu kegiatan pembelajaran berlangsung
9. Model pembelajaran adalah metode ceramah dan tanya jawab sehingga belum dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Guru
10 Aktivitas pembelajaran belum maksimal, siswa lebih banyak mendengarkan, membaca materi pelajaran, mencatat, dan mengerjakan soal karena pembelajaran hanya satu arah berpusat dari guru.
Standar Isi11 Materi yang disampaikan belum IPA terpadu Guru
Standar Penilaian dan Evaluasi12. Belum terlihat penilaian proses (authentic
assessment) saat pembelajaran sedang berlangsung.
Guru
13. Hasil belajar siswa kurang memenuhi KKM. Siswa
D. Pengelompokan MasalahMasalah yang telah ditemukan di dalam kelas dikelompokan berdasarkan potensi penyakit disajikan dalam tabel sebagai berikut:
No.
Masalah yang ditemui didalam
kelas
Potensi penyakit
Argumen
1. Model pembelajaran adalah metode ceramah dan tanya jawab sehingga belum dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Proses Pembelaja
ran
Proses pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi, unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling memengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. (Hamalik, 2003:30 dalam Hosnan,2014: 3). Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik adalah sebagai berikut: (1) berpusat pada siswa, (2) melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hokum atau prinsip, (3) melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa, (4) dapat mengembangkan karakter siswa.(Hosnan, 2014:36).
2. Aktivitas pembelajaran belum maksimal, siswa lebih banyak mendengarkan, membaca materi pelajaran, mencatat, dan mengerjakan soal karena pembelajaran hanya satu arah berpusat dari guru (teacher centered).
Dalam proses pembelajaran IPA lebih baik jika mengembangkan keaktifan dan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini senada dengan Paparan PerMenDikBud, (2013 : 71) bahwa materi pada pelajaran IPA diperkaya dengan kebutuhan siswa untuk berpikir kritis dan analitis sesuai dengan standar internasional.
3.
4.
Kemampuan siswa rendah dalam mengkaitkan antara materi yang telah dipelajari pada minggu sebelumnya dengan materi lanjutan yang sedang dipelajari.
Kemampuan berpikir
kritis
Berpikir kritis adalah menguji, menghubungkan dan mengevaluasi aspek-aspek yang fokus pada masalah mengumpulkan dan mengorganisasi informasi, memvalidasi dan menganalisis informasi, mengingat dan mengasosiasikan informasi yang dipelajari sebelumnya, menetukan jawaban yang rasional, melukiskan kesimpulan yang valid, dan melakukan analisis dan refleksi Santyasa dalam Yusianti Silviani (2013:30). Berpikir kritis dimaksudkan sebagai berpikir yang benar dalam pencarian pengetahuan yang relevan dan reliabel tentang dunia realita. Seseorang yang berpikir secara kritis mampu mengajukan pertanyaan yang cocok, mengumpulkan informasi yang relevan, bertindak secara efisien dan kreatif berdasarkan informasi, dapat mengemukakan argumen yang logis berdasarkan informasi, dan dapat mengambil simpulan yang dapat dipercaya (Schafersman, 2006) dalam
Beberapa siswa yang tidak bisa mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh guru.
5. Siswa kurang merespon pertanyaan guru.
6. Siswa kurang bertanya.
(Sadia, 2008 : 223 ). 7. Sumber belajar
hanya pada buku dan LKS. Informasi hanya sebatas apa yang disampaikan oleh guru.
Bahan Ajar Bahan ajar adalah segala bentuk bahan berupa seperangkat materi yang disusun secara sistematis yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan memungkinkan siswa untuk belajar (Depdiknas, 2008). Salah satu bentuk bahan ajar adalah modul. Modul merupakan perangkat bahan ajar yang disajikan sistematis sehingga penggunaannya dapat belajar dengan atau tanpa seseorang fasilitator atau guru (Prastowo, 2012). Tujuan utama system modul adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembelajaran di sekolah, baik waktu, dana, fasilitas maupun tenaga untuk mencapai tujuan secara optimal (Mahmud, 2012 dalam Lestari 2015)
8. Buku IPA terpadu yang tersedia terbatas dan belum spesifik membahas hubungan antar KD
9. Materi yang disampaikan belum IPA terpadu
Materi IPA Terpadu
Dalam pelajaran IPA materi disajikan terpadu tidak dipisah dalam kelompok, fisika, kimi, dan biologi. Disajikan oleh seorang guru yang memberikan wawasan terpadu antar mata kajian tersebut sehingga siswa dapat memahami pentingnya keterpaduan antar mata kajian tersebut sebelum mendalaminya secara terpisah dan lebih mendalam pada jenjang berikutnya. (Permendiknas, Tahun 2013 : 71)
10.
Sebagian besar siswa tidak memperhatikan pelajaran dan sering mengganggu siswa lain ketika
Motivasi belajar
Motivasi belajar akan memperngaruhi proses belajar. Seorang siswa menjadi fokus dan serius dalam belajar karena memiliki motivasi untuk berprestasi yang tinggi.
pembelajaran sedang berlangsung sehingga mengganggu konsentrasi siswa lain dalam mengikuti pembelajaran.
Sebaliknya, siswa yang memiliki motivasi rendah akan cenderung kurang fokus dan kurang serius dalam pembelajaran.Motivasi belajar adalah kecenderungan siswa dalam melakukan kegiatan belajar yang didorong oleh hasrat untuk mencapai prestasi atau hasil belajar sebaik mungkin.Clayton Alderfer (dalam Nashar, 2004:42)
11.
Beberapa siswa ada yang tidur sewaktu kegiatan pembelajaran berlangsung
12.
Belum terlihat penilaian proses (authentic assessment) saat pembelajaran sedang berlangsung.
Penilaian Penilaian autentik harus menyeimbangkan tiga ranah. Penilaian yang dilakukan cukup member cakupan terhadap aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik) secara seimbang. Penilaian aspek kognitif dapat diukur dengan menggunakan tes esai dan objektif. Penilaian terhadap aspek afektif yang dilakukan selama berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, baik di dalam maupun di luar kelas. Cara penilaian terbaik aspek afektif , yaitu dengan cara : (1) observasi, (2) Wawancara, (3) Esai, (4) pernyataan pendapat (skala sikap), (5) Inventori, (6) Sosiometri. Penilaian terhadap aspek psikomotorik dilakukan selama berlangsungnya proses belajar mengajar. Dilakukan terhadap hasil belajar berupa
13.
Hasil belajar siswa kurang memenuhi KKM. hasil belajar IPA siswa SMP Negeri 1 Weru masih kurang maksimal yang ditunjukan dengan data: (1).Nilai rata-rata kelas 7A, 7C, 7D, 7E ulangan harian ke-1 sampai ke-5 masing – masing hanya mencapai 60,14, 62,09, 62,91, 56,70. (2). Nilai rata-rata kelas 8 ulangan harian ke-1 sampai ke-5 hanya mencapai 52,88. Dari kenyatan yang didapat bahwa hasil belajar siswa masih kurang untuk mencapai Kreteria Ketuntasan Minimum (KKM)
sebesar 67. penampilan, biasanya sekaligus mengukur aspek kognitif. Hosnan, 2014 : 389-390).
E. Penetapan MasalahBerdasarkan uraian analisis masalah yang telah dikelompokkan maka ditetapkan
masalah – masalah yang akan segera diselesaikan sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran
Proses pembelajaran menjadi masalah yang ditetapkan karena proses pembelajaran tidak hanya semata melakukan transfer pengetahuan dari guru ke peserta didik tetapi perlu memperhatikan prinsip – prinsip sebagai berikut berpusat pada
peserta didik, (2) mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan
kondisi menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika,
logika, dan kinestetika, (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam
melalui penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang
menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna
2. Kemampuan berpikir kritis
Kemampuan berfikir kritis menjadi masalah yang ditetapkan karena,
dalam proses pembelajaran IPA lebih baik jika mengembangkan keaktifan dan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini senada dengan Paparan PerMenDikBud( 2013 : 71) bahwa materi pada pelajaran IPA diperkaya dengan kebutuhan siswa untuk berpikir kritis dan analitis sesuai dengan standar internasional.
3. Bahan ajar
Bahan ajar menjadi masalah yang ditetapkan karena, salah satu faktor
pendukung tercapainya tujuan pembelajaran IPA adalah dengan menggunakan
bahan ajar. Bahan ajar berupa modul ipa terpadu yangdisusun secara sistematis
dengan pendekatan saintifik yang dapat melatihkan siswa memecahkan
masalah dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis diharapkan dapat
mengatasi hasil belajar siswa yang belum optimal.
4. Materi IPA terpadu
Materi IPA terpadu menjadi masalah yang ditetapkan karena dalam
kurikulum 2013 pentingnya pembelajaran tematik IPA terpadu adalah anak
melihat keutuhan dunia sebagai sesuatu keutuhan yang terhubung, bukan
penggalan-penggalan yang terlepas. Selaras dengan cara anak berfikir, dimana
hasil penelitian otak mendukung teori pedagogi dan psikologi bahwa anak
menerima banyak hal dan mengolah dan merangkumnya menjadi satu.
Sehingga mengajarkan secara holistik terpadu adalah sejalan dengan
bagaimana otak anak mengolah informasi. (Paparan PerMenDikBud, 2013 : 66-67). Dengan pembelajaran IPA yang terpadu dan tematik diharapkan motivasi siswa untuk belajara IPA lebih serius dan sungguh-sungguh semakin maningkat.
5. Hasil belajar siswa
Hasil belajar menjadi masalah yang ditetapkan karena nilai beberapa kelas
VII SMP Negeri 1 Weru kurang memenuhi nilai KKM. Menurut Whitaker
(dalam Hosnan,2014:4) menyatakan belajar adalah proses dimana tingkah
laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktik atau latihan.
Demikian juga pendapat Kigskey (dalam Hosnan, 2014:4) bahwa hasil belajar
adalah perubahan yang timbul dilakukan secara sadar dan direncanakan.
Perubahan perilaku atau hasil belajar dalam pengertian ini termasuk
menemukan sesuatu yang baru yang sebelumnya belum ada. Hasil belajar
siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal
dari diri siswa itu sendiri. Dari pengelompokan masalah diatas faktor internal
yang harus segera di atasi adalah kemampuan berfikir kritis. Sedangkan
faktor eksternal berasal dari luar diri siswa. Dari pengelompokan masalah
diatas faktor ekternal yang dipilih yang harus segera diatasi adalah bahan ajar.
F.Analisis Akar MasalahBerdasarkan masalah-masalah yang telah ditetapkan maka
dianalisis penyebab dari masalah tersebut adalah sebagai berikut:
No Masalah Akar masalah Mengakibatkan
1. Proses pembelajaran bersifat (teacher centered) sehingga siswa pasif dan tidak memiliki semangat belajar.
Strategi atau model pembelajaran belum menekankan pada prinsip saintifik.
Hasil belajar siswa belum optimal
2. Kemampuan berpikir kritis siswa rendah
3. Materi Pembelajaran belum IPA terpadu
Ketersediaan bahan ajar yang efektif dan efisien masih kurang.
4. Sumber bahan ajar siswa hanya LKS
G. Solusi Penyelesaian MasalahBerdasarkan masalah utama yang akan diteliti dapat diusulkan solusi berupa:
No Akar Masalah Solusi1 Strategi atau model
pembelajaran belum menekankan pada prinsip saintifik.
Salah satu cara dapat menggunakan strategi pembelajaran dengan model Pembelajaran Berbasis Penemuan secara berkelompok.
2 Ketersediaan bahan ajar yang efektif dan efisien masih kurang.
mengembangkan Modul IPA Terpadu Berbasis Group Discovery Learning (GDL) yang sekaligus dapat meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa
1. Strategi atau model pembelajaran belum menekankan prinsip saintifik Strategi
atau model pembelajaran ceramah kurang sesuai dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa.. Salah satu cara dapat menggunakan strategi
pembelajaran dengan model Pembelajaran Berbasis Penemuan secara
berkelompok atau Group Discovery Learning (GDL).
Model Pembelajaran Group Discovery Learning (GDL) merupakan
penggabungan antara model Discovery Learning dengan model Group
Investigation (GI) Keterlibatan siswa dalam melakukan penemuan secara
berkelompok dalam kehidupan nyata sehari-hari akan meningkatkan motivasi
dan kemampuan berpikir kritis siswa dalam belajar IPA, sehingga
menghasilkan pengetahuan IPA yang bermakna dan tidak mudah hilang. Salah
satu model pembelajaran yang berkaitan dengan pendekatan saintifik adalah
model Discovery Learning (DL). Discovery learning adalah suatu model untuk
mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri,
menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama
dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan,
anak juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri
problem yang dihadapi. Sintaks model pembelajaran DL adalah problem
statement, stimulation, data collection, data processing, verivication,
generalization (Hosnan 2014, 289-290). Menurut Marzano dalam (Hosnan,
2014) Kelebihan dari DL diantaranya adalah dapat meningkatkan kemampuan
siswa untuk memecahkan masalah, pengetahuan bertahan lama dan mudah
diingat, siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, materi yang
dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama
membekas karena siswa dilibatkan dalam proses penemuan.
Menurut (Chrisnia, 2015) kelemahan dari DL adalah siswa melakukan
penemuan secara individu sehingga memunculkan kesenjangan. Salah satu
model pembelajaran kooperatif yang dapat mendukung hasil belajara adalah
Group Investigation (GI). Group Investigation (GI) adalah salah satu
pembelajaran kooperatif yang melibatkan siswa untuk melakukan investigasi
secara berkelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk
mengajarakan kepada siswa keterampilan bekerja sama atau kolaborasi. Sintaks
model pembelajaran GI adalah grouping, planning investigation, organizing,
presenting, evaluating (Joyce and Weil, (2008) dalam Chrisnia, (2015 : 4).
Chrisnia (2015) juga menambahkan kelebihan dari GI adalah meningkatkan
kegiatan bekerja sama, komunikasi, menghargai dan partisipasi dalam
membuat keputusan. Kelemahan dari GI adalah sulit memberikan penilaian
secara personal, tidak semua topic cocok dengan GI, dan belajar kelompok
yang kurang efektif.
Model pembelajaran DL dan GI akan lebih efektif apabila digabungkan
karena kelemahan dari model pembelajaran DL akan ditutupi dengan model
pemebelajaran GI. Kelebihan model pembelajaran DL adalah siswa
memperoleh pengetahuan yang dibangun secara mandiri yang didapatkan
bermakna dan tertanam kuat dalam ingatan. Namun dengan menemukan
pengetahuan secara mandiri menjadikan siswa bersifat individual, siswa yang
memiliki kemampuan tinggi tidak mau berbagi pengetahuan yang ditemukan
kepada siswa yang memiliki kemampuan rendah sehingga sehingga
memunculkan kesenjangan prestasi belajar antar siswa di dalam kelas.
Sementara dalam model pembelajaran GI siswa dikelompokkan secara
heterogen sehingga siswa yang memiliki kemampuan tinggi dapat bertukar
pikiran dengan siswa yang memiliki kemampuan rendah. Kelebihan dan
kekurangan yang terdapat dalam kedua model tersebut dapat saling
melengkapi, sehingga melalui model pembelajaran GDL akan menekankan
pembelajaran dengan menekankan proses penemuan yang dilakukan secara
berkelompok sehingga proses pembelajaran akan lebih mengaktifkan siswa.
Harapan menggunakan model GDL adalah proses pembangunan pengetahuan
dilakukan dengan penemuan, sehingga siswa dapat dengan mudah memahami
konsep dan prinsip pengetahuan dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Sintaks Group Discovery Learning (GDL)
Tahapan Model GDL Akivitas Siswa dan Guru
Fase IGrouping/pembuatan kelompok
Fase IIOrientation
Fase IIIHypotesis Generation
Fase IVHypotesis testing
Fase VConclusion
Fase VIOrganizing and Presenting
Fase VIIEvaluation
Pembentukan kelompok secara heterogen
Guru menyajikan kejadian-kejadian atau fenomena yang memungkinkan siswa menemukan masalah.
Merumuskan hipotesis
Siswa merancang kegiatan pengamatan yang akan dilakukan.
Melakukan pengamatan Mengumpulkan informasi Membuktikan hipotesis
Menarik kesimpulan berdasarkan hipotesis sementara hasil pengamatan, dan teori
Merencanakan dan mempresentasikan laporan pengamatan
Melakukan tes atau kuis.
Sumber : Prasetyana (2015)2. Bahan Ajar Kurang Efektif
Mengatasi bahan ajar yang kurang sesuai untuk meningkatkan Hasil
Belajar Siswa dapat mengembangkan Modul IPA Terpadu Berbasis Group
Discovery Learning (GDL) yang sekaligus dapat meningkatkan Kemampuan
Berfikir Kritis Siswa. Salah satu bentuk bahan ajar adalah modul. Modul
merupakan perangkat bahan ajar yang disajikan sistematis sehingga
penggunaannya dapat belajar dengan atau tanpa seseorang fasilitator atau guru
(Prsatowo, 2012). Tujuan utama system modul adalah untuk meningkatkan
efisiensi dan efektifitas pembelajaran di sekolah, baik waktu, dana, fasilitas
maupun tenaga untuk mencapai tujuan secara optimal (Mahmud, 2012).
H. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan Masalah dalam pendidikan terjadi karena ada
kesenjangan harapan antara 8 Standar Nasional Pendidikan dan kenyataan yang terjadi di Sekolah. Masalah ini harus segera diatasi agar tujuan pembelajaran dan hasil belajar siswa tidak terganggu. Dalam obsevasi ini menyajikan empat standar
pendidikan yang menjadi masalah, yaitu standar sarana dan prasarana, standar
proses, standar isi, dan standar prnilaian dan evaluasi. Masalah yang
ditemukan dari observasi telah dikelompokan menjadi 6 poin dan ditetapkan
5 masalah utama yang harus diselesaikan yaitu (1) Proses pembelajaran, (2)
Kemampuan Berfikir Kritis, (3) Bahan ajar, (4) Materi IPA terpadu, (5) Hasil
belajar siswa
Setelah masalah yang ditetapkan dianalisis dapat diketahui akar masalahnya
yaitu: Strategi atau model pembelajaran guru kurang menerapkan pendekatan
saintifik dan bahan ajar kurang efektif.
Maka dapat di usulkan solusi sebagi berikut:
a. Menggajar siswa dengan model Pembelajaran Berbasis Penemuan secara
berkelompok untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis.
b. Membuat Modul IPA Terpadu Berbasis Group Discovery Learning
(GDL) untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
2. saran Guru sebaiknya menerapkan model pembelajaran dengan
dasar pendekatan saintifik dan berpusat pada siswa.
Bagi siswa, sebaiknya lebih sering membaca terutama buku pelajaran dan informasi-informasi yang lain untuk menambah wawasan dalam menghadapi era digital yang canggih dan modern.
DAFTAR PUSTAKA
Chrisnia Octovi. 2015. Pengembangan Modul Berbasis Group Discovery Learning (GDL) Pada Materi Protista Kelas X SMA Negeri Karang Pandan. Tesis. Hal: 1-5 : Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Depdiknas. 2008. Teknik Penyusunan Modul. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Dikdasem.
Hosnan M. 2014. Pendekatan Saintifik Dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21. Hal. 3,34, 36, 282, 389-390. Bogor: Ghalia Indonesia.
Lestari. 2015. Pengembangan Modul IPA Terpadu Dengan Pendekatan Saintifik Tema Sampah Untuk Siswa Kelas VII SMP/MTs. Tesis. Hal 47. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Nashar. (2004). Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal dalam Kegiatan Pembelajaran. Jakarta: Delia Press.
Paparan Mendikbud pada Workshop Pers. 2014. Implementasi Kurikulum 2013.Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. http://kemdikbud.go.id/-kemdikbud/dokumen/Paparan/Paparan%20Mendikbud%20pada%20Workshop%20Pers.pdf. Diakses 13/04/15.
Prasetyana. 2015. Pengembangan Model Pembelajaran Discovery Learning Yang Diintegrasikan Dengan Group Investigation Pada Materi Protista Kelas X SMA Negeri Karangpandan. Tesis. Hal. 62. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Prastowo, Andi. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta:DIVA Press.
Sadia. 2008. Model Pembelajaran Yang Efektif Untuk Meningkatkan
Keterampilan Berpikir Kritis (Suatu Persepsi Guru). Universitas
Pendidikan Ganesha. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA,
No.2.
Surjani. 2010. Dasar-Dasar Sains Menciptakan Masyarakat Sadar Sains.Hal 11-12. . Jakarta : Indeks.
Wiji Hastuti. 2015. Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis Masalah
dengan Tema “Pencemaran Lingkungan”. Tesis. Hal 1-6, 86 :
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Yusianti silviani. 2013. Model Problem Based Learning Menggunakan Team Teaching Dengan Teknik Terintegrasi Pada Pembelajaran Bakteriologi Ditinjau Dari Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kemampuan Verbal. Tesis. Universitas. Sebelas Maret.