Makalah Ushul Fiqh As-Sunnah
-
Upload
indah-pertiwi -
Category
Education
-
view
1.331 -
download
9
Transcript of Makalah Ushul Fiqh As-Sunnah
1
MAKALAH USHUL FIQH
“AS-SUNNAH”
Disusun oleh
Indah Pertiwi
Anis Puspita Sari
Dosen Pembimbing
DR. Toha Andiko, M.Ag
PRODI MUAMALAH
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU
2
PENDAHULUAN
Penulis akan membicarakan tentang pentingnya menghubungkan antara fiqh
dan hadis, setelah penulis menemukan banyak orang yang menekuni ilmu fiqh dan
ushul fiqh, namun tidak mendalami pengetahuan tentang hadis, bahkan mereka
mengabaikan kitab-kitab dalam ilmu tersebut dan rujukan-rujukan yang kuat.
Mereka mengambil hadis yang palsu , tidak jelas asal-usulnya.
Demikin juga, penulis menemukan banyak orang yang menekuni hadis,
namun tidak mendalami pengetahuan mengenai fiqh dan ushul-ushul fiqh. Mereka
tidak menghayati keutamaan-keutamaannya, dan tidak memahami maksud-
maksudnya. Bahkan banyak diantara mereka yang berhenti pada zhahir hadist-hadist
dan tidak mendalaminya sampai ke shahihan dan kehasanan hadis tersebut.
Al-Quran adalah landasan ajaran, tiang akidah serta syariat dan jiwa
kehidupan Islam. Sedangkan sunnah Nabi Muhammad merupakan penjelasan atas
Al–Quran. Sunnah dengan kata-katanya, perbuatannya dan pernyataannya
merupakan semacam penjelsan konseptul dan praktik tindakan bagi kitab Allah.1
1 Yusuf Al-Qaradhawi, Fikih Taysir, (Jakarta: Maktabah Wahbah Kairo,2001) cet ke-1, h.51
3
PEMBAHASAN
A. Pengertian As-Sunnah
Kata sunnah berasal dari kata سن. Secara etimologis bearti cara yang
bisa dilakukan, apakah cara itu sesuatu yang baik, atau buruk2. Pengunaan
kata Sunnah dalam arti ini terlihat dalam sabda Nabi dengan arti sebagai
berikut : siapa yang membuat Sunnah yang baik maka baginya pahala serta
pahala orang yang mengerjakannya dan siapa yang membuat Sunnah yang
buruk, maka baginya siksaan dan siksaan orang yang mengerjakannya sampai
hari kiamat.
Dalam al-Quran terdapat kata Sunnah dalam 16 tempat yang tersebar
dlam beberapa surat dengan arti “kebiasaan yang berlaku” dan “jalan yang
diikuti”. Umpamanya dalam firman Allah dalam surat Al-Imran ayat 137
Artinya : Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah
karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana
akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).
Kemudian dalam surah al-Isra ayat 77
Artinya : (kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan
terhadap Rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan
kamu dapati perobahan bagi ketetapan Kami itu.
Kata Sunnah sering diindetikkn dengn kata hadis. Kata hadist ini
sering digunakan oleh ahli hadist dengan maksud yang sama dengan kata
Sunnah, menurut pengertin yang digunakan kalangan ulama ushul.
2 Amir Syarifudin, Ushul Fiqh, ( Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997) cet ke-1, jilid 1, h. 73
4
Menurut istilah terdapat tiga termonologi yang memberikan tekanan
yang berbeda satu sama lain. Menurut istilah fuqaha sunnah adalah suatu
amalan yang diterima dari Nabi yang bukan wajib. Menurut istilah
muhadditsin, sunnah ialah segala sesuatu yang diterima dari Nabi baik,
berupa ucapan, perbuatan, maupun penetapan dan sifat-sifat Nabi, baik yang
kaitannya dengan penjelsan hukum, maupun bukan. Sedangkan menurut
istilah Ushuliyyah adalah segala sesuatu yang diterima Nabi selain Alquran,
baik berupa ucapan, perbuatan, maupun penetapan. Dalam hal ini sunnah
adalah sumber hukum kedua setelah Alquran3.
B. Kehujjahan As-Sunnah
Kedudukan Sunnah sebagai sumber dan dalil hukum kedua setelah
Alquran dijelaskan oleh Alqurn, ijma dan akal. Di antara ayat Alquran
dapat disebutkan antara lain ayat yang menjelaskan bahwa apa yang
dikatakan Nabi itu tidak lain adalah wahyu. (QS. Al-Najm : 3-4), ayat
yang menjelsakan tugas Nabi sebagai penjelas Alquran (QS. Al-Nahl:
44), ayat yang mewajibkan kita mengikuti apa yang diperintahkan Nabi
dan menjauhi apa yang dilarang Nabi.
Umat islam sejak masa Nabi hingga sekarang telah sepakat (ijma) tentang
wajibnya mengikuti hukum-hukum yang dikandung oleh Sunnah dan
merujuk Sunnah dalam menemukan hukum.
Menurut logika, Muhammad adalah Rasul Allah. Ini bearti kedudukan ia
adalah sebagai penyampai wahyu dari Allah. Apa yang disampaikannya
kepada umat, pada hakekatnya merupakan wahyu Allah, baik yang
dibacakan, maupun yang tidak dibacakan. Konsekwensi dari keimanan
kita kepada kerasulan Muhammad adalah menaatinya dan mengikuti
hukum-hukum yang dibawanya. sebab, keimanan tanpa disertai dengan
mengikuti ajarannya tidaklah ada artinya. Demikian juga, tidaklah
mungkin terjadi ketaatan kepada Allah jika pada saat yang bersamaan
mengingkari ajaran Rasul-Nya.4
3 Suwarjin, Ushul Fiqh (Yogyakarta : Teras, 2012) h. 62 4 Ibid, h. 62-63
5
C. Macam-Macam Sunnah
Macam-macam sunnah menurut pengertian ahli Ushul yang
sebagaimana disebutkan diatas terbagi menjadi tiga macam yaitu5 :
1. Sunnah Qauliyah
Sunnah qauliyah adalah ucapan lisan dari Nabi Muhammad Saw
yang didengar dan dinukilkan oleh sahabatnya, namun yang
diucapkan Nabi itu bukan wahyu Alquran juga lahir dari lisan
Nabi yang juga didengar oleh sahabat dan disiarkannya kepada
orang lain sehingga kemudian diketahui orang banyak.
Dengan demikian, menurut lahirnya Alquran dan Sunnah qauliyah
sama-sama muncul dari lisan Nabi. Namun para sahabat yang
mendengarnya dari Nabi dapat memisah-misahkan mana yang
wahyu dan mana yang hanya ucapan biasa dari Nabi. Perbedaan
tersebut dapat dilihat dengan beberapa cara, antara lain :
a. Bila yang lahir dari lisan Nabi itu adalah wahyu Alquran
selalu mendapat perhtian khusu dari Nabi dan menyuruh orang
lain untuk menghafal dan menuliskannya serta
mengurutkannya sesuai dengan petunjuk Allah. Sedangkan
Sunnah qauliyah bila muncul dari lisan Nabi itu tidak mendpat
perhatikan khusus yang diminta Nabi, bahkan Nabi melarang
untuk menuliskannya karena takut akan bercampur dengan
Alquran.
b. Penukilan Alquran selalu dalam bentuk mutawatir, baik dalam
bentuk hafalan maupun tulisan. Sedangkan sunnah pada
umumnya diriwayatkan secara perorangan; tidak banyak yang
diriwayatkan seara mutawatir.
c. Penukilan Alquran selalu dalam bentuk penukilan lafaz
dengan arti sesuai dengan teks aslinya yang didengar dari
Nabi. Sedangkan ucapakan Nabi dalam bentuk sunnah sering
dinukilkan secara ma’nawi, dalam pengertian : disampingkan
5 Amir Syarifudin, op.cit., h. 77-82
6
kepada orang lain dengan redaksi dan ibarat yang berbeda
meskipun dalam maksud yang berbeda.
d. Apa yang diucapkan Nabi dalam bentuk ayat Alquran
mempunyai pesona mu’jizat bagi pendengarnya. Hal seperti
ini tifsk mereka temukan bila yang diucpkan Nabi itu hanya
ucapan bisasa dari Nabi atau Sunnah qauliyah.
2. Sunnah Fi’ilyah
Semua perbuatan dan tingkah laku Nabi yan dilihat, diperhatiakan
oleh Sahabat Nabi kemudian disampaikan dan disebarluaskan oleh
orang yang mengetahuinya. Tentang apakah semua yang
dinukilkan itu mempunyai kekuatan untuk di teladani dan
mengikat untuk semua umat Islam, para ulama memilah
perbuatam Nabi itu menjadi tiga bentuk :
a. Perbuatan dan tingkah laku Nabi dalam kedudukannya sebagai
seorang manusia biasa atau berupa adat kebiasaan yang
berlaku di temoat beliau sperti makan, minum, berdiri, duduk,
cara berpakaian, memelihara jenggot dan lain.
b. Perbuatan Nabi yang memiliki petunjuk yang menjelaskan
bahwa perbuatan tersebut khusus berlaku untuk Nabi dan
orang lain tidak boleh berbuat seperti apa yang dilakukan
Nabi. Seperti mengenai perbuatan Nabi berupa masuk Mekah
tanpa ihram dan kawin lebih dari empat orang. Hal terakhir ini
bukan sunnah yang wajib diikuti, bahkan haram hukumnya
bagi umat melakukan seperti apa yang dilakukan Nabi
tersebut.
c. Perbuatan dan tingkah laku Nabi yang berhubungn dengan
penjelasan hukum, sperti shalat, puasa, cara Nabi melakukan
jual beli, utang piutang dan lain sebagainya yang berhubungan
dengan agama. Perbutan Nabi yang merupakan penjelasan
hukum ini terbagi dua :
7
1) Perbuatan Nabi yang merupaka penjelasan terhadap aoa-
apa yang terdapat dalam Alquran namun masih
memerlkukan penjelasan.
2) Perbuatan Nabi yang memberi petunjuk kepada umat
bahwa perbuatan tersebut boleh dilakukan oleh umat.
3. Sunnah Taqririyah
Bila seseorang melakukan suatu perbuatan atau mengemukakan
suatu ucapan di hadapan Nabi atau pada Masa Nabi, Nabi
mengetahui apa yang dilakukan orang itu dan mampu
menyanggahnya, namun Nabi diam dan tidak menyanggahnya,
maka hal itu merupakan pengakuan dari Nabi. Keadaan diamnya
Nabi itu dibedakan pada dua bentuk :
Pertama, Nabi mengetahui bahwa perbuatan itu pernah dibenci
dan dilarang oleh Nabi. Dalam hal ini kadang-kadang Nabi
mengetahui bahwa si pelaku berterusan melakukan perbuatan
yang pernah dibenci dan dilarang itu. Diamnya Nabi dalam bentuk
ini tidaklagg menunjukkan bahwa perbuatan tersebut boleh
dilakukannya. Dalam bentuk lain, Nabi tidak mengetahui
berketerusannya si pelaku itu melakukan perbuatan yang pernah
dibenci dan dilarang sebelumnya. Diamnya Nabi dalam bentuk ini
menunjukkan pencabutan larangan sebelumnya.
Kedua, nabi belum pernah melarang perbuatan itu sebelumnya
dan tidak diketahui pula haramnya. Diamnya Nabi dalam hal ini
menunjukkan hukumnya adalah ibahah atau meniadakan
keberatan untuk diperbuat. Karena seandinya perbuatan itu
dilarang, tetapi Nabi mendiamkannya padahal ia mampu untuk
mencengahnya, bearti Nabi berbuat kesalahan, sedangkan Nabi
Nabi bersifat ma’shum (terhindar dari kesalahan).
Macam-macam sunnah dari segi periwayatan sebagai berikut6 :
6 Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: Kencana,2010) h.149-151
8
a. Mutawatir
Sunnah atau hadis mutawatir menurut bahasa adalah
berbaris,berderek, mutawatir yang dimaksudkan Ahli Hadis
adalah :
Khabaran (sunnah) yang diterima oleh orang banyak.
(menurut perhitungan) mustahil manusia sejumlah itu
berkumpul untuk membuat satu dusta, dilihat dari segi
banyaknya mereka itu.
b. Ahad
Ahad artinya satu atau seorang. Hadis ahad yng
dimaksudkan oleh ahli hadis adalag hadis yang
diriwayatkan dengan satu jalur riwayat saja atau yang
diriwayatkan dengan beberapa jalur tetapi pada setiap jalur
terdapat orang yang sama.
D. Fungsi As-Sunnah terhadap Alquran
Fungsi Sunnah terhadap Alquran secara umum adalah untuk menjelaskan
makna kandungn Alquran yang sangat dalam dan global atau li al-bayan
(menjelaskan)7 sebagaimna firman Allah dalam surah An-Nahl ayat 44 :
44. keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan
kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,.
7 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta:Amzah,2009) Ed. 1., cet ke-2, h. 16
9
Hanya penjelasan itu kemudian oleh para ulama diperinci ke berbagai
bentuk penjelasan. Secara gris besar ada empat makna fungsi penjelasan
(bayan) sunnah terhadap Alquran sebagai berikut :
1. Menguatkan dan menegaskan hukum-hukum yang tersebut dalam
Alquran atau disebut fungsi ta’kid dan taqrir. .Dalam bentuk ini
Sunnah hanya seperti mengulangi apa-apa yang tersebut dalam
Alquran. Umpamanya firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 110.
Artinya : dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.
Ayat itu di kuatkan oleh sabda Nabi :
ال حدثنا ابن نمير قال حدثني أبي حدثنا إسماعيل عن قيس قال ق
م على إقام الجرير بن عبد عليه وسل بايعت النبي صلى الل لة وإيتاء الل ص
كاة والنصح لكل مسلم الز
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair berkata, telah
menceritakan bapakku kepadaku, telah menceritakan kepada kami Isma'il
dari Qais berkata; Jarir bin 'Abdullah berkata,: Aku berbai'at kepada Nabi
Shallallahu'alaihiwasallam untuk mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
untuk selalu setia (loyal) kepada setiap muslim.
2. Sebagai bayan tafsir, yaitu, penjelas terhadap Alquran dan fungsi ini
lah yang terbanyak pada umumnya. Penjelasan yang diberikan ada 3
macam yaitu8 :
a. Tafsil Al-Mujmal
Sunnah yang menjelaskan makana lafaz yang maknanya masih samar
di dalam Alquran, seperti Sunnah Nabi yang menjelaskan tata cara
shalat yang di dalam Alquran disebutkan secara samar. Ketika ada
perintah shalat, para sahabat bertanya-tanya tentang apa dan
bagaimana shalat itu dilakukan, lalu Nabi menjelaskan dengan
perbuatan dan ucapannya9. Dengan sabda nabi :
8 Ibid, h. 17 9 Suwarjin, Ushul Fiqh , op.cit, h. 68
10
يتمو نى ا صلصلؤا كما ر أ
Artinya : shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat. (HR. Al-
Bukhari).
b. Takhsish Al-‘Amm
Hadis mengkhususkan ayat-ayat Alquran yang umum, seperti
ayat-aat tentang waris dalam surah An-nisa ayat 11 :
..
Artinya Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian
pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki
sama dengan bagahian dua orang anak perempuan.
Kadungan ayat di atas mejelaskan pembagian harta pustaka
terhadap ahli waris, baik laki-laki, anak perempuan, satu, dan atau
banyak orang tua (bapak dan ibu) jika da anak atau tidak ada anak,
jika saudara atau tidak ada dan seterusnya. Ayat harta warisan ini
bersifat umum, kemudian dikhususkan dengan hadis Nabi yang
melarang mewarisi harta peninggalan para Nabi, berlainan agama,
dan pembunuh. Misalnya sabda Nabi :
ل تال ير ث ا لقا
Pembunuh tidak dapat mewarisi (harta pustaka) (HR. At-Tirmidzi)
c. Taqyid Al-Muthlaq
Sunnah membatasi kemutlakkan ayat-ayat Alquran. Artinya Alqurn
keterangannya secara mutlak, kemudian di takhshish dengan hadis yang
khusus. Misalnya firman Allah dalam Surah Al-Maidah : 38
Artinya : laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya .
11
Pemotongan tangan pencuri dalam ayat di atas secara mutlak
nama tangan tanpa dijelaskan batas tangan yang harus
dipotong apakah dari pundak, sikut, lengan dan sampai telapak
tangan. Kemudian pembatasan itu baru dijelaskan dengan
hadis ketika seorang pencuri datang ke hadapan Nabi dan
diputuskan hukuman dengan pemotongan tangan, maka
dipotong pada pergelangan tangan.
3. Bayan Nasakhi
Sunnah menghapus (nasakh) hukum yang diterangakan dalam
Alquran. Misalanya kewajiban wasiat yang diterangkan dalam Surah
Al-Baqarah ayat 180 :
diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak,
Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf. (ini
adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
Ayat diatas di-nasakh dengan hadis Nabi :
Sesungguhnya Allah memberikan hak kepada setiap yang mempunyai
hak dn tidak ada wasiat itu wajib bagi waris. ( HR. An-Nasa’i)
4. Membuat aturan tambahan yang bersifat teknis atas sesuatu kewajiban
yang disebutkan pokok-pokoknya di dalam Alquran. Misalnya
masalah Li’ian, bilamana seorang suami menuduh istrinya berzina
tetapi tidak mampu mengajukan empat orang saksi padahal istrinya
itu tidak mengakuinya, maka jalan keluarnya adalah dengan cara
12
li’an. Lian adalah sumpah empat kali dari pihak suami bahwa
tuduhannya adalah benar dan pada kali yang kelima ia berkata :
“La’nat (kutukan) Allah atasku jika aku termasuk ke dalam orang-
orang yang berdusta”. Setelah itu istri pula mnegadakan lima kali
sumpah membantah tuduhan tersebut sebagaimana dijelaskan dalam
firman Allah :
Artinya dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), Padahal
mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka
persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah,
Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang benar. dan
(sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika Dia Termasuk
orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh
sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu
benar-benar Termasuk orang-orang yang dusta.dan (sumpah) yang
kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu Termasuk orang-
orang yang benar.
Didalam Alquran tidak dijelaskan apakah hubungan suami istri antara
keduanya masih lanjut atau terputus. Sunnah Rasulullah menjelaskan hal
13
itu yaitu bahwa diantara keduanya dipisahkan buat selamanya10. (HR.
Ahmad dan Abu Daud)
5. Menetapkan hukum yang belum disinggung dalam Alquran. Contohnya :
hadis riwayat al-Nasai dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda
mengenai keharaman memakan binatang buruan yang mempunyai taring
dan burung yang mempunyai cakar.11
E. Problematika As-sunnah
Dalam menetapkan Sunnah sebagai sumber kedua bagi umat muslim
sangat membutuhkan perjuangan para ulama-ulama terdahulu dalam
membukukannya, serta menjaga kemurnian dari sunnah tersebut. Seperti
halnya problematika sunnah banyak terjadi karena pembukuan sunnah
diaksanakan hampir satu abad setelah Rasulullah wafat, maka banyak dari
umat muslim tidak percaya adanya sunnah karena takut, bukan dari
Rasullulah, hanya karangan para ulama-ulama, serta ada juga yang tidak
mengakui sunnah sebagai sumber ajaran islam, ia hanya percaya pada
Alquran saja, adapun golongan yang tidak percaya akan kenabian
Muhammad Saw. Maka golongan tersebut disebut sebagai ingkar Sunnah.
Problematika lainnya yang dihadapi para ulama hadis yaitu dalam
memurnikan dan memelihara sunnah dari golongan-golongan yang sering
membuat hadis palsu atau sering disebut hadis mawdhu Awalnya umat
islam terpecah-pecah menjadi beberapa golongan akibat masalah politik,
tetapi lama-kelamaan merambah pada persoalan agama. Mereka membuat
hadis palsu untuk kepentingan golongan mereka masing-masing.
Seperti halnya golongan syiah membuat hadis mawdhu yang dikutip oleh
Abdul Majid Khon pada buku Shalih Uwaydhah, Al-Hadist Al-
Maudhu’ah h. 17712 sebagai berikut :
10 Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2009), Ed ke-1 , Cet ke- 3, h. 124 11 Ibid, h. 125
12 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, op.cit, h. 202
14
Artinya: wasiatku, tepat rahasiaku, khalifahku pada keluargaku, dan
sebaik-baik orang yang menjadi khalifah setelah ku adalah Ali.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qaradhawi, Yusuf, Fikih Taysir, Jakarta:Maktabah Wahbah Kairo,2001,Cet ke-1,
Syarifudin, Amir, Ushul Fiqh, Jakarta: Logos, 2009, cet ke-1, jilid 1
Suwarjin, Ushul Fiqh ,Yogyakarta : Teras, 2012
Djalil, Basiq, Ilmu Ushul Fiqih, Jakarta: Kencana,2010
Majid ,Khon, Abdul, Ulumul Hadis, Jakarta:Amzah,2009 Ed. 1., cet ke-2
Effendi ,Satria, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2009), Ed ke-1 , Cet ke- 3
.