makalah ulumul hadis

download makalah ulumul hadis

of 19

Transcript of makalah ulumul hadis

PENDAHULUAN Hadits Mawdhu adalah merupakan suatu kenyataan, menurut Azami, adanya orang-orang yang selalu berusaha untuk memalsukan sesuatu yang berharga di dalam kehidupan ini, seperti memalsukan berlian, memalsukan permata, atau karya-karya seni. Bagi umat islam, setelah Al-Quran, maka sunnah (hadits) adalah merupakan warisan yang paling berharga yang ditinggalkan oleh Rasulullah SAW. Sebagai pedoman hidup di atas permukaan bumi Allah ini. Justru itu, didorong oleh berbagai motivasi, dan untuk meraih tujuan-tujuan yang beragam, sejumlah orang yang berasal dari latar belakang yang berbeda telah melakukan pemalsuan sejumlah hadits. Sebagian mereka, para pemalsu hadits tersebut, memang mereka merupakan kelompok pelaku bidah dan munafik, sebagian lagi adalah mereka yang kehilangan negrinya karena telah dikuasai oleh islam, dan sebagian yang lain adalah mereka yang masih di selimuti oleh kebodohan dan kurangnya pengetahuan tentang Islam. Dan, kadang-kadang ada di antara mereka dari umat islam itu sendiri yang sebenarnya mempunyai tujuan tujuan yang baik, namun tidak memahami prosedur/bagaimana cara yang benar yang diajarkan oleh Islam dalam melaksanakan tujuan baik tersebut. Berbagai pernyataan palsu yang dialamatkan kepada Nabi SAW, menurut Azami dapat diklasifikasikan kepada dua katagori, yaitu:1. Pemalsuan yang secara sengaja dilakukan terhadap hadits-hadits Nabi

SAW. hadits-hadits yang seperti ini disebut dengan hadits Mawdhu.2. Penyandaran sesuatu yang bukan hadits, yang dilakukan secara keliru

kepada Nabi SAW, namun dilakukan tidak dengan sengaja, seperti karena kelalaian dan kekurang hati-hatian. hadits-hadits seperti ini disebut dengan hadits Bathil. Hasil dari kedua aktivitas di atas adalah sama, yaitu berupa berita atau pernyataan yang secara keliru dan palsu disandarkan kepada Nabi SAW. Oleh karenanya, para ulama hadits, yang menaruh perhatian terhadap hadits-hadits1

yang semacam ini, menyatukan penghimpunannya secara bersama-sama, yaitu di bawah judul hadits Mawdhu, dan tidak memasukkannya ke dalam dua buku yang terpisah. Bahkan dalam banyak kasus, mereka memang tidak menarik garis pemisah antara hadits-hadits Mawdhu dan hadits-hadits Bathil. Hadits Mawdhu termasuk ke dalam kelompok hadits Dhaif hadits Mawdhu tersebut dinyatakan antara hadits-hadits Dhaif. Meskipun ada di antara ulama yang tidak memasukkan hadits Mawdhu ke dalam katagori hadits Dhaif, karena pada hakikatnya hadits Mawdhu tersebut bukanlah hadits , pokok bahasan yang penting di kalangan ulama hadits, karena para pembuatan hadits Mawdhu tersebut menyandarkan kepada Nabi SAW dan menyatakan sebagai hadits. Pembicaraan tentang hadits mawdhu adalah penting,karena di samping kegiatan pemalsuan hadits tersebut telah menjadi kenyataan di dalam sejarah.,juga, terutama dalam rangka untuk memilahara kemurniaan hadits-hadits Nabi SAW, serta agar umat tidak keliru dan terperangkap dalam pengamalan hadits Mawdhu tersebut. bahkan

sebagai tingkatan yang paling buruk di

2

A. HADITS MAWDHU 1.

Penertian Hadits Mawdhu Secara etimologi kata Al-mawdhu adalah isim maful dari: --

yang menurut bahasa berarti: ( meletakkan atau menyimpan) ( mengada-ngada atau membuat-buat) dan ) ditinggalkan)1. Sedangkan secara triminologi, menurut ibn al-shalah dan di ikuti oleh AlNawawi, Hadits Mawdhu berarti: Yaitu sesuatu (hadits) yang di ciptakan dan dibuat. Definisi yang lebih rinci dikemukakan oleh M. Ajjaj al-Khatib, sebagai berkiut: Hadits yang dinisbahkan (disandarkan) kepada Rasulullah SAW, yang sifatnya dibuat-buat dan diada-adakan, karena Rasulullah SAW sendiri tidak mengatakannya, memperbuat, maupun menetapkannya. Al-Thahhan, mendefinisikannya sebagai berikut: Yaitu kebohongan yang diciptakan danm diperbuat serta disandarkan Rasulullah SAW. Hampir senada dengan definisi di atas, Shubhi al-Shalih menyatakan bahwa Hadits Mawdhu, .

1

Mudasir, Ilmu Hadits, Bandung: Pustaka Setia , 2005, hlm.170

3

Dari definisi di atas, terlihat secara sederhana Ibn al-Shalah menyatakan bahwa hadits Mawdhu itu adalah , yaitu hadits yang diciptakan dan dibuat-buat atas nama Rasul SAW, dan oleh karena itu hadits Mawdhu tersebut adalah hadits yang paling buruk statusnya di antara hadits-hadits Dhaif , dan karena itu pula tidak dibenarkan dan bahkan haram hukumnya untuk meriwayatkannya denga penjelasan apapun kecuali disertai dengan penjelasan tentang ke-Mawdhu-annya. Definisi-definisi diatas juga menjelaskan bahwa hadits Mawdhu pada dasarnya adalah kebohongan atau berita yang sengaja diada-adakan yang selanjutnya dinisbahkan oleh pembuatnya kepada Rasulullah SAW, dengan maksud dan tujuan tertentu. Ai-Thahhan mengelompokkan hadits Mawdhu ini ke dalam hadits yang Mardud dengan sebab terdapat cacat pada peristiwanya dalam bentuk melakukan kebohongan terhadap Rasul SAW, dan cacat dalam bentuk ini adalah yang terburuk dalam pandangan ulama hadits. Shalah al-Din ibn Ahmad al-Adhabi mengemukakan pandangan yang sedikit berbeda dalam memberikan definisi hadits Mawdhu, dibandingkan dengan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan di atas. Menurut Al-Adhabi kata al-wadh ( ) dalam konteks hadits Nabi SAW mengandung dua pengertian, yaitu: 1. Semata-mata kebohongan (dusta) yang dilakukan terhadap Nabi SAW, dan2. Kegiatan yang dilakukan secara sengaja serta mempunyai dampak yang

luas, dalam bentuk memasukkan hadits-hadits Nabi SAW.

kebohongan-kebohongan ke dalam

4

Pandangan Al-Adhabi yang sedikit berbeda tersebut akan berimplikasi terhadap kesimpulannya mengeenai penentuan masa dimulainya atau munculnya hadits Mawdhu, sebagaimana yang akan diuraikan pada pasal yang akan datang.2

2. Perkembangan Hadits Mawdhu

Para ulama berbeda pendapat tentang kapan mulai terjadinya pemalsuan hadits,apakah telah terjadi sejak masa Nabi SAW., semasa hidupnya atau sesudah masa beliau. Diantara pendapat-pendapat tersebut adalah:1. Sebagian para ahli berpendapat bahwa pemalsuan hadits telah terjadi sejak

masa Rasulullah SAW. hidup. Pendapat ini, diantaranya dikemukakan oleh Ahmad Amin (W. 1373H/1954M) argumen yang dikemukan oleh Ahmad Amin dalam bukunya fajr al- Islam adalah hadits Nabi SAW. yang menyatakan, bahwa barang siapa yang secara sengaja membuat berita bohong dengan mengatasnamakan Nabi, maka hendaklah orang itu bersiap-siap menempati tempat duduk di neraka3. Hadits tersebut, menurut Ahmad Amin, memberikan gambaran bahwa kemungkinan besar telah terjadi pemalsuan hadits pada masa Nabi SAW, akan tetapi, Ahmad Amin tidak memberikan bukti-bukti, seperti contoh hadits palsu yang ada pada masa Nabi SAW, untuk mendukung dugaannya tentang telah terjdinya pemalsuan hadits ketika itu. Dan, sekalipun hadits yang dikemukakan2

. Nawir Yuslim, Ulumul Hadits, Jakarta:Mutiara Sumber Widya, 2001, hlm 297- 300 3 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, Jakarta:Amzah, 2009,hlm 199

5

sebagai argunennya tersebut adalah merupakan Hadits Mutawatir, namun karena sandaran pendapatnya hanya kepada pemahaman (yang tersirat) pada hadits tersebut, hal itu tidaklah kuat untuk dijadikan dalil bahwa pada zaman Nabi telah terjadi pemalsuan hadits.2. Shalah al-Din al-Adhabi berpendapat bahwa pemalsuan hadits yang

sifatnya semata-mata melakukan kebohangan terhadap Nabi SAW, atau dalam pengertiannya telah diurakan di muka,dan berhubungan dengan masalah keduniawian telah terjadi pada zaman Nabi, dan hal itu dilakukan oleh orang munafik. Sedangkan pemalsuan hadits yang berhubungan dengan maslah agama, atau dalam pengertiannya yang kedua mengenai alwadh, belum pernah terjadi pada masa Nabi SAW. Al-Adhabi menjadikan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Thawawi (w. 321 H/933 M) dan AlThabrani (w. 360 H/971 M) sebagai argumen untuk mendukung pendapatnya. Kedua riwyat tersebut menyatakan bahwa pada masa Nabi SAW ada seseorang yang telah membuat berita bohong dengan mengatasnamakan Nabi. Orang tersebut mengaku telah diberi kuasa oleh Nabi SAW untuk menyelesaikan suatu masalah pada kelompok masyarakat tertentu disekitar madinah orang tersebut telah melamar seorang gadis dari masyarakat itu, namun lamarannya tersebut ditolak. Karena merasa curiga, masyarakat tersebut mengutus seseorang kepada Nabi SAW untuk mendapatkan konfirmasi tentang kebenaran utusan yang datang kepada mereka. Orang yang mengatasnamakan Nabi SAW tersebut ternyata bukanlah utusan Nabi, dan karnanya Nabi SAW memerintahkan sahabat beliau untuk membunuh orang yang telah berbohong tersebut, dan apabila ternyata yang bersangkutan telah meninggal dunia, maka Nabi SAW memerintahkan agar jasad orang tersebut dabakar. Hadits yang dipergunakan sebagai dalil oleh Al-Adhabi ini, berdasarkan penelitian para ahli hadits, ternyata sanadnya lemah, dan oleh karenanya tidak bisa dijadikan dalil4. Tercantum dalam kitab-kitab standart yang brkaitan dengan asbab al-wurud. Data menunjukkan bahwa bahwa sepanjang hayat4

. Op. Cit., hlm 303

6

rasulullah tidak pernah seseorang dari sahabat yang sengaja berbuat dusta kepadanya. Sekiranya terjadi hal seperti itu, para sahabat pasti segera mengumumkannya sebagai perbuatan jahat dan keji. Hadits diatas sebagaimana telah diungkapkan dalam kitab-kitab Hadits standart ditujukan kepada para sahabat agar mereka cermat dan hati-hati dalam menyampaikan hadits.53. Kebanyakan ulama hadits berpendapat, bahwa pemalsuan hadits baru

terjadi

untuk pertama kalinya adalah setelah tahun 40 H, pada masa

kekhalifahan Ali ibn Abi Thalib, yaitu setelah terjadinya perpecahan politik antara kelompok Ali di satu pihak dan Muawiyah dengan pendukungnya di pihak lain, serta kelompok ketiga, yaitu kelompok Khawarij, yang pada awalnya adalah pengikut Ali, namun ketika Ali menerima tahkim mereka keluar dari, bahkan berbalik menetang kelompok Ali di samping juga menentang Muawiyah. Masing-masing kelompok berusaha untuk mendukung kelompok mereka dengan berbagai argumen yang di cari mereka dari Al-Quran dan hadits, dan ketika mereka tidak mendapatkannya, maka mereka pun mulai membuat Hadits-Hadits palsu. Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa belum terdapat bukti yang kuat tentang yang terjadinya pemalsuan hadits pada masa Nabi SAW, demikian juga pada masa-masa sahabat sebelum pemerintahan Ali ibn Abi Thalib. Hal demikian adalah karena begitu kerasnya peringatan yang di berikan Nabi SAW terhadap mereka yang mencoba-coba melakukan dusta atas nama beliau yang selanjutnya sangat berpengaruh dan tercermin pada sikap yang hati-hati yang ditampilkan para sahabat, seperti Abu Bakar dan Umar serta yang lainnya, dalam menerima suatu hadits. Dengan demikian, berdasarkan bukti-bukti yang ada, maka pemalsuan hadits baru muncul dan berkembang pada masa pemeritahan Ali, yaitu setelah terjadinya pertentangan politik yang membawa kepada perpecahan dan terbentuknya kelompok-kelompok, seperti Syiah, Khawarij, dan lainnya.5

. Munzier Suparta, Ilmu Hadits, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 1996, hlm 138

7

Dalam sejarah dikatakan bahwa yang pertama-tama membuat hadits palsu adalah golongan Syiah.63. Munculnya Hadits Mawdhu

Data sejarah menunjukkan bahwa pemalsuan hadits tidak hanya dilakukan oleh orang-orang islam, bahkan juga dilakukan oleh orang-orang non-Islam. Banyak motif yang mendorong pembuatan hadits Mawdhu, di antaranya adalah:

a. Motif politik Seperti yang telah di jelaskan di muka, bahwa setelah Ustman ibn Affan wafat timbullah perpecahan dikalangan umat Islam. Perpecahan tersebut berlanjut dengan lahirnya kelompok-kelompok masing-masing pihak yang berseteru, seperti kelompok pendukung Ali ibn Abi Thalib, pendukung Muawiyah ibn Abi Sofyan, dan kelompok ketiga, yaitu kelompok Khawarij, yang muncul setelah terjadinya perang Shiffin, yaitu antara kelompok Ali dan kelompok Muawiyah. Perpecahan yang bermotifkan politik ini mendorong masing-masing kelompok berusaha untuk menenangkan kelompoknya dan menjatuhkan kelompok lawan. Dalam upaya mendukung kelompok mereka masing-masing serta menarik perhatian umat agar berpihak kepada mereka, maka mereka, dalam melakukakan kampanye politik, mencari argumen-argumen dari Al-Quran dan hadits. Akan tetapi, tatkala mereka tidak menemukan argumen yang mereka butuhkan di dalam kedua sumber tersebut, maka mereka mualai menciptakan hadits-hadits palsu yang kemudian di sandarkan kepada Nabi SAW. Perpecahan politik ini merupakan sebab utama (penyebab langsung) terjadinya pemalsuan6

Munzier Suparta, Ilmu Hadits, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 1996,

hlm 139

8

hadits. Dari tiga kelompok di atas, maka kelompok Syiahlah yang pertama melakukan pemalsuan hadits. Di antara hadits-hadits yang di buat oleh kelompok Syiah adalah:

Hai Ali,sesungguhnya Allah telah mengampuni engkau, keturunana engkau, kedua orang tua engkau, para pengikut engkau , dan orang-orang yang mencintai pengikut engkau. Contoh lain adalah: Ali adalah sebaik-baik manusia. Maka maka siapa yang meragukannya adalah orang kafir. Sebaliknya, kelompok yang mendukung Muawiyah, sebagai lawan dari kelompok Ali, dalam rangka membagikan dukungan dan kepentingan politik Muawiyah juga menciptakan hadits-hadits palsu yang mereka sandarkan kepada Nabi saw. diantaranya adalah pertanyaan berikut: . . . : Artinya: Orang yang terpecaya itu ada tiga, yaitu: saya (rasul), jibril, dan Muawiyah. . Artinya: Hai Abu Hasan! Cintai mereka, maka dengan mencintai mereka engkau masuk surga.

9

Sekte Khawarij lebih bersih dari pe-maudhu-an hadits, karena menurut mereka bohong termasuk dosa besar dan pelaku dosa besar dihukumi kafir. Oleh karena itu, mereka yang paling bersih dalam periwayatan hadits. Sebagaimana kata Abu Daud: tidak ada diantara kelompok hawa nafsu yang lebih sahih haditsnya daripada Khawarij7 b. Usaha dari musuh Islam (Kaum Zindik) Setelah Islam merontokkan dua negara super power kerajaan Romawi dan Persia. Islam tersebar di segala penjuru dunia, sementara musuh-musuh Islam tersebut tidak mampu melawannya secara terang-terangan, maka mereka meracuni Islam melalui ajarannya dengan memasukkan beberapa hadits maudhu kedalamnya yang dilakukan oleh kaum Zindik. Diantara mereka adalah Muhammad Ibn Said Al-Syami yang mati disalib karena terbukti sebagai Zindik. Dia meriwayatkan hadits, yang menurutnya berasal dari Humaid dari Anas dari Nabi saw. yang mengatakan8: . Artinya: Saya adalah penutup para nabi, tidak ada nabi lagi sesudahku kecuali apabila dikehendaki Allah. : : . Artinya: Bahwa segolongan orang Yahudi datang kepada Rasulullah saw., bertanya: siapakah yang memikul arsy? Nabi menjawab: yang memikulnya adalah singa-singa dengan tanduknya, sedangkan bimasakti di langit keringat. Mereka menjawab: kami bersaksi bahwa engkau utusan Allah.7 8

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, Jakarta:Amzah, 2009,hlm 202 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, Jakarta:Amzah, 2009,hlm 203

10

Diterangkan oleh Al-Hakim, bahwa dia membuat pengecualian ini adalah untuk mengakui kenabiannya. Abu Al-Kasim Al-Balki berkata: Demi Allah ini dusta, umat Islam telah ijma bahwa yang memikul arsy adalah para malaikat. Hammad bin Zaid menerangkan bahwa orang-orang Zindik telah membuat mawdhu sebanyak 14000 Hadits palsu. Diantara mereka Abdul Karim bin Abu Al-Auja yang mengaku sebelum dibunuh: Demi Allah aku telah membuat hadits mawdhu sebanyak 4000 buah, di dalamnya aku haramkan yang halal dan aku halalkan yang haram.c.

Sikap fanatik terhadap bangsa, suku, bahasa atau pemimpin Mereka yang fanatik terhadap bahasa Persia, membuat hadits yang mendukung keutamaan bahasa Persia dan sebaliknya. Bagi mereka yang fanatik terhdap bahasa Arab yang menunjukkan keutamaan bahasa Arab dan mengutuk bahasa Persia, diantaranya adalah: contohnya para pendukung bahasa Persia menciptakan hadits yang menyatakan kemuliaan bahasa Persia, diantaranya sebagai berikut: . Artinya: Sesungguhnya pembicaraan orang-orang di sekitar arsy adalah dengan bahasa Persia. Untuk mengimbangi hadits mawdhu dia atas muncullah dari lawannya yang fanatik bahasa Arab: . Artinya: Bahasa yang paling dimurkai Allah adalah bahasa Persia dan bahasa penghuni surga adalah bahasa Arab.

11

Demikian juga fanatisme dalam mazhab Hanafi mengangkat mazhab mereka yang paling benar sehingga merendahkan mazhab lain seperti mazhab imam Syafii: : , .: Artinya: Ada pada umatku seorang laki-laki bernama Muhammad bin Idris lebih bahaya atas umatku dari iblis dan ada umatku seorang laki-laki bernama Abu Hanifah, dia menjadi lampunya untukku.d.

Pembuat cerita atau kisah-kisah Para pembuat cerita dan ahli kisah melakukan pemalsuan hadits dalam rangka menarik simpati orang banyak atau agar para pendengan kisahnya kagum terhadap kisah yang mereka sampaikan ataupun juga dalam rangka untuk mendapatkan imbalan materi (rizki). Umumnya hadits-hadits yang mereka ciptakan cenderung bersifat berlebihan atau tidak masuk akal. Diantara contohnya adalah mengenai balasan yang akan diterima seseorang yang menciptakan kalimat laa ilaahaillallah. Sebagaimana dinyatakan: . Artinya: Siapa yang mengucapkan laa ilaahaillaah, Allah akan menciptakan seekor burung yang mempunyai tujuh puluh ribu lidah menguasai tujuh puluh ribu bahasa yang akan memintakan ampunan baginya.

e.

Perbedaan pendapat dalam masalah Fiqh atau Ilmu Kalam Munculnya hadits-hadits palsu dalam masalah Fiqh dan Ilmu Kalam ini berasal dari para pengikut Madzhabnya masing-masing. Mereka melakukan

12

pemalsuan hadits karena di dorong sifat fanatik dan ingin menguatkan Madzhabnya masing-masing. Diantara hadits palsu adalah: 1. siapa yang mengangkat kedua tangannya dalam shalat maka shalatnya tidak sah 2. Jibril menjadi imamku dalam shalat di Kabah, ia (Jibril) membaca basmalah dengan nyaring 3. Siapa yang mengatakan Al-Quran makhluk, niscaya ia telah kufur kepada Allah dan sebagainya.f. Semangat yang berlebihan dalam beribadah tanpa didasari ilmu

pengetahuan Banyak diantara ulama yang membuat hadits palsu dengan berasumsi bahwa usahanya itu merupakan upaya pendekatan diri kepada Allah dan menjunjung tinggi agamanya. Mereka mengatakan, Kami berdosa semata-mata untuk menjunjung tinggi nama rasulullah dan bukan sebaliknya. Nuh bin Abi Maryam telah membuat hadits berkenaan dengan fadilah membaca surat-surat tertentu dalam Al-Quran. Ghulam Al-Khalil (dikenal ahli zuhud) membuat hadits tentang keutamaan wirid dengan memperhalus kalbu manusia. Dalam kitab tafsir Ats-Tsalabi, Zamakhsyari dan Baidawi terdapat banyak hadits palsu. Begitu juga terdapat dalam kitab Ihyaulumuddin. Contoh hadits mawdhutentang wirid: . Artinya: Siapa yang membaca suart Yaasin pada malam hari, maka pada pagi harinya dia telah diampuni dari segala dosanya dan siapa yang membaca surat Ad-Dukhan pada malam hari, pada subuhnya dia telah diampuni dosa-dosanya.13

g.

Mendekatkan diri kepada para penguasa Diantara pemalsu hadits tersebut, ada yang sengaja membuat hadits utnuk mendapatkan simpati atau penghargaan dari para khlifah atau pejabat pemerintahan yang sedang berkuasa ketika itu. Umpamanya adalah Ghayat ibn Ibrahim yang ketika memasuki istana khalifah Al-Mahdi, dilihatnya Al-Mahdi sedang melaga burung merpati, maka Ghayat berkata, Nabi bersabda... : ) , ) Artinya: Tidak ada perlombaan kecuali dalam memanah, balapan unta, pacuan kuda, maka Ghayat menambahkan, atau burung merpati. Beberapa motif pembuatan hadits palsu di atas dapat dikelompokkan:1. Ada yang sengaja

2. Ada yang tidak sengaja merusak agama3. Ada

yang karena merasa yakin bahwa membuat hadits palsu

diperbolehkan4. Ada yang karena tidak tahu bila dirinya membuat hadits palsu

Tujuan mereka membuat Hadits palsu ada yang negatif dan ada pula yang mempunyai nilai positif. Adapun alasan mereka perlu ditegaskan bahwa membuat hadits palsu merupakan perbuatan tercela dan menyesatkan karena hal ini sangat bertentangan dengan sabda Rasulullah saw. : Artinya: Barangsiapa yang berbuat dusta atas namaku dengan sengaja, maka sungguh dia telah menyediakan tempatnya di dalam api neraka.

14

4. Cara Munculnya Hadits Mawdhu

Para ulama hadits telah menentukan kaidah-kaidah untuk mengenali hadits-hadits mawdhu, sebagaimana halnya mereka juga telah menentukan ciriciri untuk mengetahui sesuatu hadits itu Shahih, hasan atau Dhaif. Ciri-ciri kepalsuan sesuatu hadits dapat dilihat pada sanadnya dan juga kepada Matan-nya. a. Ciri-ciri yang terdapat pada sanad1. Pengakuan si pemalsu hadits itu sendiri bahwa dia telah memalsukan

hadits. Umpamanya pengakuan Abu Ishmah Nuh ibn Abi Maryam bahwa dia telah memalsukan Hadits yang berkaitan dengan keutamaan surat-surat Al-Quran. Demikian juga pengakuan Abd al-karim alAuja, salah seorang tokoh kaum zindik yang yang terkenal dalam pemalsuan Hadits, bahwa dia telah memalsukan Hadits sebanya 4000 hadits mengenai masalah haram dan halal.2. Kenyataan sejarah qarinah yang menujukkan bahwa perawi tidak

bertemu dengan orang yang diakuinya sebagai gurunya, seperti Mamun ibn Ahmad al-Harawi yang mengaku mendengar hadits dari Hisyam ibn Hammar. Al-Hafizh ibn Hibban memprtanykapan Mamun datang ke syam. Dijawab oleh mamun, tahun 250 H. Ibn Hibban selanjutnya mengatakan, bahwa Hisyam ibn Hammar itu meninggal tahun 245 H. Mamun kemudian menjawab, bahwa itu adalah Hisyam ibn Hammar yang lain. pengakuan seperti diatas, menurut al-Thahhan, sama kedudukannya dengan pengakuan telah memalsukan hadits, sebagai yang disebutkan pada point satu di atas.3. Keadaan (qarinah) pada perawi. Sesuatu diketahui kepalsuannya

dengan melihat keadaan si perawi, seperti yang terlihat pada diri sad ibn Dharif ketika suatu hari anaknya pulang dari sekolah dalam keadaan menangis. Sad menanyakan mengapa dia menangis, yang dijawab oleh sang anak bahwa dia dipukul oleh gurunya. Mendengar jawaban anaknya tersebut, Sad pun berkata:15

: . Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ikrimah dari Ibn Abbas dari Nabi SAW, beliau bersabda , para pengajar anak-anak kamu adalah orang-orang jahat di antara kamu, mereka kurang kasih sayang kepada anak yatim dan berlaku kasar terhadap orang-orang miskin. Ibn Main mengatakan, bahwa Sad ibn Dharif tidak boleh diterima riwayatnya; dan ibn Hibban menyatakan bahwa ibn Dharif adalah seorang pemalsu hadits.4. Perawi tersebut dikenal

sebagai seorang pendusta, sementara hadits

yang diriwayatkannya itu tidak pula diriwayatkan oleh seorang perawi lain yang dipercaya. b. Ciri-ciri yang terdapat pada matan.1. Terdapat kerancuan pada lafadz hadits yang diriwayatkan, yang apabila

lafadz tersebut dibaca oleh seorang ahli bahasa ia akan segera mengetahui bahwa hadits tersebut adalah palsu dan bukan berasal dari Nabi SAW. hal tersebut adalah jika si perawi menyatakan bahwa hadits yang diriwayatkannya itu lafadznya berasal dari Nabi SAW.2. Maknanya rusak dan tidak dapat diterima akal sehat bahwa hadits

tersebut berasal dari Nabi SAW, seperti Hadits: ) ) ) Artinya:

16

1) Siapa yang mengambil ayam jantan putih, dia tidak akan didekati

(dikenai) oleh setan dan sihir.2) Sesungguhnya sampan (kapal) Nabi Nuh telah tawaf di Baitullah

sebanyak 7 kali, dan shalat di makam Ibrahim dua rakaat. 3) Terong adalah obat untuk segala penyakit.3. Bertentangan dengan nashsh Al-Quran, hadits Mutawatir, atau ijma,

seperti: Artinya: Anak zina tidak akan masuk ke dalam surga sampai tujuh keturunan. Hadits ini bertentangan dengan nashsh Al-Quran QS Al-Anam: 164 yang menyatakan: 163:) )

Artinya: Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. . Artinya: Apabila diceritakan kepada kamu sesuatu Hadits dariku yang sejalan dengan kebenaran, maka ambillah (terimalah) Hadits itu, apakah aku benarbenar telah menyampaikan Hadits itu atau tidak. Hadits ini bertentangan dengan hadits Mutawatir berikut: 17

Artinya: Siapa yang berbuat dusta atas namaku dengan sengaja, maka sungguh dia telah menyediakan tempatnya di dalam api neraka.4. Hadits

yang

mendakwa

bahwa

para

Sahabat

sepakat

untuk

menyembunyikan sesuatu pernyataan Rasul SAW, seperti riwayat tentang Rasul SAW memegang tangan Ali di hadapan para Sahabat, kemudian beliau bersabda: Artinya: Ini adalah penerima wasiatku, saudaraku dan Khalifah sesudahku. Kemudian para Sahabat, menurut dakwaan kelompok yang memalsukan Hadits tersebut, bersepakat untuk menyembunyikan dan mengubah hadits tersebut.5. Hadits yang menyalahi fakta sejarah yang terjadi pada masa Nabi SAW,

seperti hadits yang menjelaskan bahwa Nabi SAW menetapkan jizyah atas penduduk Khaibar dengan disaksikan oleh Sad ibn Muaz. Sad sendiri, menurut keterangan sejarah, telah meninggal sebelum peritiwa tersebut, yaitu pada peristiwa perang Khandaq, dan penetapan jizyah baru ditetapkan Nabi pada perang Tabuk terhadap orang-orang Nasrani di Bahrain dan Yahudi di Yaman.6. Matan hadits tersebut sejalan atau mendukung mazhab perawinya,

sementara perawi tersebut terkenal sebagai seorang yang sangat fanatik terhadap mazhabnya. Umpamanya, seorang rafidah meriwayatkan hadits tentang keutamaan ahli bait.7. Suatu riwayat mengenai peristiwa besar yang terjadi di hadapan umum

yang semestinya diriwayatkan oleh banyak orang, akan tetapi ternyata hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja. Umpamanya, riwayat18

tentang pengepungan yang dilakukan musuh terhadap orang banyak yang sedang melakukan ibadah haji di Baitullah.8. Hadits yang menerapkan pahala yang sangat besar terhadap perbuatan

kecil dan ada yang sederhana, atau sebaliknya siksaan yang sangat hebat terhadap tindakan salah yang kecil. Biasanya hadits-hadits ini terdapat pada kisah atau cerita-cerita, seperti berikut: Artinya: Siapa yang mengucapkan la ilaha illa Allah, Allah akan menciptakan seekor burung yang mempunyai tujuh puluh ribu lidah, dan masing-masing lidah menguasai tujuh puluh ribu bahasa, yang akan memohonkan ampunan baginya. Demikianlah beberapa kaidah yang telah ditetapkan oleh para ulama hadits untuk mengetahui dan mengenali hadits Mawdhu.

19