MAKALAH PSIKIATRI
-
Upload
dian-alessa -
Category
Documents
-
view
223 -
download
3
description
Transcript of MAKALAH PSIKIATRI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk bio-psiko-sosio-spiritual yang unik dan
menerapkan system terbuka dan saling berinteraksi. Manusia selalu berusaha
mempertahankan keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan
oleh setiap individu untuk menyesuaikan diri dengan linkungannya. Keadaan
individu yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan disebut sehat,
sebaliknya dikatakan sakit apabila gagal dalam menyesuikan diri dengan
lingkungannya.
Manusia sebagai system terbuka terdiri dari berbagai sub system atau
komponen yang saling berhubungan secara terintegrasi untuk menjadi satu total
system yaitu komponen biologik , komponen psikologik , komponen sosial dan
komponen spiritual.
Dalam memberikan asuhan keperawatan, konsep manusi sebagai makhluk
bio psiko sosio spiritual mutlak harus kita terapkan. Karena konsep ini
memandang manusia atau individu sebagai suatu kesatuan yang utuh dan bukan
sebagai bagian atau system yang terpisah – pisah.
Jika mempelajari suatu bagian dari manusia harus mempertimbangkan
bagaimana bagian tersebut berhubungan atau mempengaruhi bagian yang lainnya
disamping itu juga harus mempertimbangkan interaksi atau hubungan individu
dengan lingkungan eksternal
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari bio-psiko-sosio-spiritual?
2. Bagaimana konsep manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosio-
spiritual?
3. Bagaimana perkembangan model bio-psiko-sosio-spiritial dalam
psikologi kesehatan?
4. Apa sajakah pendekatan-pendekatan dalam ilmu psikiatri?
2
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian bio-psiko-sosio-spiritual
2. Mengetahui konsep manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosio-spiritual
3. Mengetahui perkembangan model bio-psiko-sosio-spiritual
4. Mengetahui pendekatan-pendekatan dalam ilmu psikiatri
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Bio-Psiko-Sosio-Spiritual
Dimensi Organo-biologis yaitu aspek pengetahuan tentang organ-organ
tubuh serta fungsi fisiologis tubuh manusia khususnya yang berkaitan
langsung dengan aspek kesehatan jiwa (seperti Sistem Susunan Saraf
Pusat)
Dimensi Psiko-edukatif yaitu aspek pengetahuan tentang perkembangan
psikologis manusia serta pengaruh pendidikan-pengajaran terhadap
seorang manusia sejak lahir hingga lanjut usia.
Dimensi Sosial-Lingkungan yaitu aspek pengetahuan tentang pengaruh
kondisi sosial-budaya serta kondisi lingkungan kehidupan terhadap derajat
kesehatan jiwa manusia.
Dimensi Spiritual-Religius yaitu aspek pengetahuan tentang pengaruh
taraf penghayatan dan pengamalan nilai-nilai spiritual-religius terhadap
derajat kesehatan jiwa manusia.
2.2 Konsep manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosio-spiritual
Manusia sebagai makhluk holistic
Holistic = keseluruhan / utuh,
Manusia atau individu adalah satu kesatuan yang utuh dari bio ( fisik / raga /
tubuh ) psiko (jiwa ) sosio ( hubungan dengan orang lain ) dan spiritual (
keyakinan / religius ). Manusia atau individu tidak bisa dipandang sebagai bagian
atau system per system yang dapat dipisah-pisahkan , antara bio – psiko – sosio –
spiritual saling mempengaruhi . dimana jika salah satu system yang terganggu
akan mempengaruhi atau mengganggu system yang lainnya. Sebagai contoh jika
kita ( tubuh ) mengalami sakit, kejiwaan kita cemas, marah atau sedih, sosial
; kita membutuhkan bantuan / pertolongan dari orng lain spiritual ; lebih
mendekatkan diri pada tuhan.
4
BIOLOGIK
- Manusia merupakan suatu kesatuan dari unsur terkecil yakni sel,
dimana sekumpulan sel akan membentuk jaringan , sekumpulan jaringan
akan membentuk organ , organ yang memiliki fungsi sama akan
membentuk system organ, sekumpulan system organ akan membentuk
individu.
- Manusia memiliki kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Dengan
cara homeostasis yakni mempertahankan keseimbangan dalam tubuh kita
( internal ) dan adaptasi yakni penyesuaian diri terhadap lingkungan
( eksternal )
- Manusia terikat atau tidak lepas dari hukum alam yakni dilahirkan –
berkembang – mati.
PSIKOLOGIK
- Manusia memiliki stuktur kepribadian
- Manusia bertingkah laku atau berprilaku sebagai manifestasi kejiwaan
- Mempunyai daya pikir dan kecerdasan
- Mempunyai kebutuhan psikologik agar pribadi dapat berkembang
SOSIAL
- Manusia perlu hidup bersama, berhubungan dan saling kerja sama
dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidupnya
- Kehidupan dipengaruhi oleh kebudayaan
- Dipengaruhi dan beradaptasi dengan lingkungan sosial
- Dituntut untuk brtingkah laku sesuai dengan harapan dan norma yang
berlaku.
SPIRITUAL
- Mempunyai keyakinan atau mengakui adanya tuhan
- Memiliki pandangan hidup , motif atau dorongan hidup yang sejalan
dengan sifat – sifat religius yang dianutnya.
5
2.3 Perkembangan model bio-psiko-sosio-spiritial dalam psikologi
kesehatan
Pada abad 19, menurut Jane Ogden (2004), manusia lebih dipandang sebagai
mahluk biologis. Asumsi biologis yang berkembang saat itu dalam dunia medis
adalah:
(1) Penyebab penyakit ada di luar, individu lebih dianggap sebagai korban,
karena penyakit datang dari perubahan biologis yang berada di luar kontrol
individu. Penanganan penyakit dilakukan dengan usaha medis fisik di mana
dokter bertanggungjawab penuh pada penanganannya.
(2) Tidak ada kontinum antara sehat dan sakit.
(3) Mind-body split, pikiran ataupun perasaan saling independent dengan otak
ataupun organ fisik tubuh yang lain. Peran dari psikologi adalah bahwa sakit
membawa akibat pada keadaan psikologis, dan bukan sebaliknya.
Masih dalam buku yang sama, pada abad 20 muncul pandangan-pandangan baru
dalam dunia medis tentang hubungan mind – body yang mulai lebih
memperhitungkan faktor non medis, antara lain :
(1) Psychosomatic medicine, pandangan awal tentang psikis sebagai sebab
sakit adalah analisis Freud pada kasus histerycal paralysis (kelumpuhan
anggota badan tanpa ada sebab fisik biologis). Freud mengemukakan adanya
proses represi pengalaman/perasaan dalam mind (aspek mental) individu yang
akhirnya tampil dalam masalah fisik.
(2) Behavioral Health; menekankan peran tingkahlaku pada pembentukan life
style yang sehat (tingkah laku merupakan salah satu faktor yang berkontribusi
pada kondisi kesehatan)
(3) Behavioral medicine (Schwartz & Wartz, 1977 dalam Ogden: 2004); terapi
(modifikasi) tingkahlaku baik sebagai treatment atau usaha prevensi pada
penyakit fisik (hipertensi, addictive, obesity)
(4) Health Psychology (Matarazzo 1980, dalam Ogden: 2004),
menjelaskannya sebagai suatu agregat dari specific educational (‘pendidikan’
6
spesifik), dan kontribusi scientific profesional(profesional ilmiah), dari
disiplin psikologi untuk memajukan atau memelihara kesehatan, termasuk
juga didalamnya penanganan penyakit dan aspek-aspek lain yang terkait
dengannya.
Namun demikian, berbeda dengan pandangan psikosomatis, ataupun perilaku,
pendekatan ini menitikberatkan lebih spesifik dalam kajian ilmu psikologi. Dalam
pandangan Health Psychology atau Psikologi Kesehatan, sebab dari kondisi sakit
adalah Bio (virus, bakteri, luka), Psiko (tingkah laku, belief/keyakinan,
coping/strategi penanggulangan, stres, pain/nyeri), dan Sosial (kelas sosial, ethnis,
employment). Individu tidak dipandang semata korban penyakit, namun juga ikut
bertanggungjawab terhadap kondisi sakitnya. Perawatan yang berkembang dalam
penanganan penyakit tidak hanya medis, tetapi ‘perawatan’ tingkah laku, yang
menyangkut keyakinan, strategi penanggulangan, dan kepatuhan baik kepada
dokter ataupun tenaga profesional lain yang kompeten dalam penanganan
medisnya. Dalam pandangan ini, pasien (individu) ikut bertanggungjawab atas
keberhasilan perawatan penyakit yang diberikan. Mind (aspek mental/jiwa) dan
body (badan) dipandang sebagai entitas tersendiri yang saling berhubungan.
Psikologi lebih berperan, karena faktor psikologis bukan hanya sekedar akibat
namun bisa juga sebagai sebab.
Latar belakang tingkah laku manusia ternyata tidak hanya dapat dijelaskan
hanya dengan latar belakang psikologis dan sosial, apalagi jasmaniah semata. Di
dalam diri manusia terdapat ‘sesuatu’ yang begitu kuat mengarahkan manusia
dalam menerima dan menghadapi situasi. Manusia bisa terkena penyakit, ia bisa
terjebak dalam penderitaan yang tidak berujung, namun di dalam diri manusia
seperti ada ‘api’ semangat yang menyala dan memberikan manusia suatu nilai
yang seolah berada di luar jangkauan kemanusiaannya sendiri. Itulah aspek
spiritual, yang disebut Wong (2004) dalam makalahnya yang menarik sebagai
‘core’ dari healing. Spiritualitas dapat memberikan harapan dalam situasi di mana
harapan sudah tidak ada lagi. Harapan tersebut memberikan makna dan cara
pandang lain yang membuat kehidupan seseorang menjadi lebih berarti dan penuh
hikmah bagi dirinya sendiri dan orang lain. Dengan ‘cahaya’ psikologi positif, dan
7
pemikiran Victor Frankl, Wong melihat kaitan antara aspek biologis, psikologis,
sosial, dan spiritual sebagai berikut :
Seseorang hidup dalam konteks sosiokultural yang tidak bisa dilepaskan
dari dirinya. Dimensi ini memberikan landasan penting bagi perkembangan
somatik (dan psikosomatik) yang membuat ia memiliki kerangka berfikir tertentu
tentang diri, badan, penyakit, dan kesehatan. Melalui proses meta komunikasi
yang dilakukan dengan dirinya sendiri (tentu dalam konteks sosial di mana ia
berada), ia memberikan makna bagi kondisi dirinya. Seperti Frankl yang
kemudian menemukan makna di dalam penderitaannya, seseorang
mengembangkan sikap tersendiri ketika ia berada di dalam penderitaan. Proses ini
dapat membawanya ke dalam suatu tahap transendensi, sehingga ia berpeluang
memandang ‘penderitaan’nya dari sudut yang lebih ‘luas’, lebih ‘dalam’ dan lebih
‘bermakna’. Bila hal ini dapat dikembangkan secara berkesinambungan dan
tumbuh secara konsisten melalui berbagai pengalaman, kematangan spiritual
dapat berkembang menjadi suatu ‘optimisme’, yang disebut Wong sebagai
Positive Psychology ‘optimism’. Optimisme ini dapat bertumbuh berdasarkan
suatu tahapan-tahapan di mana dalam suatu kondisi tertentu (yang biasanya
tragis), manusia :
1. Menerima – menerima realitas, seburuk apapun kondisinya
2. Meng’afirmasi’ – menerima secara lebih mendalam nilai dan makna hidup
yang datang bersamaan dengan situasi tersebut
3. Berani – berani ‘hijrah’ ke kondisi pemaknaan ataupun situasi yang lebih
baik
4. Takdir – Meyakini Tuhan/sesuatu di luar diri sebagai kuasa yang lebih
besar
5. Transendensi Diri – melihat situasi/yang lain sebagai sesuatu yang lebih
besar dari dirinya sendiri
Dengan demikian, tidak ada penyangkalan, misalnya, dan tidak ada angan-
angan kosong yang diterima sebagai khayalan belaka. Suatu situasi dipandang
sebagai sesuatu yang nyata, yang harus diterima dan masih memungkinkan
8
terjadinya ‘dinamika’ selama kita mengharapkan sesuatu yang lebih baik
dalam situasi yang terbatas/sangat tidak menguntungkan sekalipun.
2.4 Pendekatan-pendekatan dalam ilmu psikiatri
A. Pendekatan biologis
M enu r u t mo d e l i n i , p r i l ak u abn o rm al t imb u l k a r ena
an ek a k on d i s i organis tak sehat yang merusak fungsi sistem syaraf
pusat di otak. Gangguan prilaku di pandang sebagai suatu penyakit yang
langsung menyerang otak atau keadaan tidak ideal pada tubuh yang
akhirnya juga berakibat mengganggu atau melumpuhkan kerja
otak.Contohnya adalah infeksi sipilis tahap lanjut yang menyerang otak
atau keracunan obat dan malnutrisi atau kekurangan gizi yang dapat
mempengaruhi secara negatif kerja otak. Untuk mengatasinya, sumber
gangguan yang bersifat b i o l o gi s a t au f i s ik i t u p e r l u d i a t a s i
a t au d i h i l an gk an d en gan o b a t -o b a t an . Pendekatan ini juga
disebut dengan pendekatan medis. Menurut marlina (bahan ajar mata
kuliah psikiatri 5: 2007) pendekatan dalam psikiatri yang memandang
ganggguan mental sebagai penyakit saraf pusat yang di sebabkan oleh
patologi otak. Akar dari pandangan biologis di tandai oleh tiga hal yaitu:
1. Patologi otak sebagai factor penyebab
2. Penyebab biokimiawi atas abnormalitas
3. Factor factor genetic dalam abnormalitas
B. Pendekatan Psikoanalistik
Model ini diturunkan dari teori psikoanalisis yang dikemukakan
oleh Sigmund Freud. Menurut Freund, aneka situasi menekan yang
mengancamakan menimbulkan kecemasan dalam diri seseorang. Kecemasan
ini berfungsi sebagai peringatan bahaya sekaligus merupakan kondisi tak
menyenangkan yang perlu di atasi. Menyenangkan yang perlu diatasi.
Jika individu mampu mengatasi sumber tekanan, kecemasan akan hilang.
Sebaliknya jika gagal dan kecemasan terus mengancam, m u n gk in dengan
intensitas yang meningkat pula maka individu akan menggunakan
9
salah satu atau beberapa bentuk merkanisme pertahanan diri.langkah ini secara
suprfisial dapat membebaskan individu dari kecemasannya, namun akibatnya
dapat timbulkesenjangan antara pengalaman individu dan realitas.
Model psikionalitik dalam mengkaji gangguan pasien senantiasa menilik-
jauh ke masa masa pekembangan pasien. Kajian itu ingin melihat kalau kalu
pasien pernah trauma atau frustasi yang di alami dalam menjalani kehidupan,
yaitu masa oral, masa anal, masa phallis, masa laten,hingga masa genital. Lebih
jauh lagi, mengkaji secara hipnotisbekas tauma di alam ketidak sadaran si
pasien.
Untuk menolongnya, sumber gangguan berupa frustasiberat yang di tekan
kedalam ketidak sadaran itu harus di bongkar, di angkat ke permukaan untuk
selanjutnya di terima atau di akui dan di atasi, lewat teknik psikoanalitik.
C. Pendekatan Behavioristik
Pada pendekatan ini, penyakit gangguan prilaku adalah proses belajar yang
salah. Bentuk kesalahan belajar itu ada dua kemungkinan yaitu:
a. pertama, Gagal mempelajari bentuk prilaku atau kekacauan
adaptif yang diperlukan dalam hidup. Kegagalan ini dapat
bersumber tidak adanya kesempatan untuk belajar. Misalnya, seorang
anak laki laki di besarkan ibunya, sudah dewasa dia bersifat feminism,
karena tidak pernah menemukan model untuk mempelajari sifat sifat dan
peran lelaki.
b. Kedua, Mempelajari tingkah laku yang mal adaptif. Misalnya, seorang
anak yang telah dewasa cendrung agresif dan asocial karena di besarkan di
tengah keluarga yang retak dengan ayah pemabuk, senang memukuli istri
dan anak anaknya.
Menurut model behavioristik, tingkah laku mal adaptif yang terlajur terbentuk
dapat di hilangkan dengan cara yang bersangkutan ditolong belajar
menghilamgkannya sekaligus mempelajari tingkah laku baru yang lebih menjamin
kebahagiaan bagi dirinya sendiri maupun dalam hubungannya dengan orang lain.
10
D. Pendekatan kognitif
Pendekatan ini merupakan kelanjutan dari pendekatan behaviorisme,
dimana pendekatan kognitif berpendapat bahwa kognisi adalah pikiran dan
keyakinan yang membentuk perilaku kita maupun emosi yang kita alami.
E. Pendekatan Humanistik
Menurut pendekatan humanistik, penyebab gangguan prilaku
adalah terhambat atau terdistorikannya perkembangan pribadi dan
kecendrungan wajar arah kesehatan fisik dan mental. Hambatan ini bersumber
dari faktor:
a. Penggunaan mekanisme pertahanan diri yang berlebihan sehingga individu
semakin kehilangan kontak dengan realitas.
b. Kondisi sosial yang tidak menguntungkan serta proses belajar yang tidak
semestinya.
c. Stress yang berlebihan.
Menurut pendekatan ini, tujuan psikotrapi adalah menolong individu
meninggalkan benteng-benteng atau topeng topeng pertahanan diri dan belajar
mengakui dan menerima pengalaman-pengalaman sejati mereka, belajar
mengembangkan bentuk kompetensi yang diperlukan dan menemukan nilai-nilai
hidup.
F. Pendekatan Eksistensial
Menurut para eksistensial, manusia modern terjebak dalam situasi hidup tidak
menyenangkan yang merupakan buah pahit dari modernisasi yang berupa:
a. Melemahnya nilai-nilai tradisional,
b. Krisis iman,
c. Hilangnya pengakuan atas diri individu sebagai pribadi akibat
berubahnya masyarakat agraris/ tradisional ke arah masyarakat biokratik
yang melayani.
d. Menghilangnya banyak hal yang dapat menjadi sumber makna hidup,
seperti, persahabatan, kesetiakawanan, gotong royong, dan sebagainya.
11
Dengan kata lain, orang modern mengalami alienasi atau keterasingan. Ia tidak
lagi mengenal tuhan, tidak lagi mengenal sesamanya, bahkan tidak belaka. Situasi
ini membuat orang merasa kosong hidupnya, merasa serba cemas, dan akhirnya
terperosok kedalam psikopatologi. Maka, menurut modelek sistensial, tujuan
psikoterapi adalah menolong orang menjernihkan nilai hidupnya dan membuat
hidup lebih bermakna. Sebagai makhluk yang di yakini mampu membuat
keputusan pilihan secara rasional dan bertanggung jawab, individu ditolong
mmengembangkan gaya hidup yang lebih menjamin terciptanya hubungan yang
konstruktif dengan sesamanya serta tercapai pemenuhan diri.
G. Pendekatan Interpersonal
Menurut model ini, hubungan antar pribadi yang tidak
memuaskan salah satu pihak merasa bahwa keuntungan yang di terimanya tidak
sepadan dengan pengorbanan yang telah di berikannya, maka ia akan merasa rugi
dan menderita. Kalau ia memiliki cukup kebebasan, mungkin ia akan memutuskan
hubungan tersebut. Sebaliknya, kalau ia tidak dapat keluar dari situasi hubungan
tidak adil yang menibulkan penderitaan itu, setelah melewati batas kemampuan
tertentu, mungkin ia akan ambruk terjerembab kedalam psikopatologis.
Menurut model ini, tujuan psikoterapi adalah menolong orang
keluar dari hubungan yang bersifat patogenik atau menimbulkan masalah, dan
mengembangkan hubungan hubungan baru yang yang lebih manusiawi dan
memuaskan.
H. Pendekatan Sosiokultur
Sumber penyebab utama prilaku abnormal adalah keadaan obyektif
dimasyarakat yang bersifat merugikan, seperti kemiskinan,
diskriminasi, dan prasangka ras, ataupun kekejaman dan kekerasan. Maka
bentuk stressoratau situasi menekan di berbagai tempat dapat berbeda beda
bergantung kontekssosiokultural dimana individu hidup.
Misalnya, dii daerah pedesaan yang masyarakatnya bersifat homogen, sumber
utama penyebab gangguan perilaku kemungkinana besar adalah kemiskinan.
Sebaliknya, di kota kota besar dengan dengan masyarakat yang heterogen,
12
penyebab penting timbulnya gangguan perilaku dikalangan kelompok minoritas
mungkin berupa diskriminasi. Selain itu, pola gangguan perilaku di suatu
masyarakat dapat berubah ubah sejalan dengan perubahan peradapan. Sebagai
contoh, pada masa ketika sigmun freud hidup, gangguan perilaku yang banyak di
temukan pada kaum wanita adalah sejenis neorosis yang disebut hysteria. Pada
zaman modern sekarang, gangguan yang cukup ‘populer ‘ dimana mana,
khususnya di kota kota besar adalah stress.
KESIMPULAN
A. Pendekatan biologis
Pendekatan yang memandang terjadinya gangguan pada pusat sitem syaraf
pusat (patologi otak).
B. Pendekatan psikoanalitis
Pendekatan yang memandang terjadinya abnormalitas pada psikologis
seseorang.
C. Pendekatan behavioristik
Pendekatan ini memandang terjadinya ke abnormalan pada tingkah laku
seseorang dan prilaku seseorang yang di sebabkan dengan pengajarannya pada
waktu masih kecil.
D. Pendekatan kognitif
Pendektan memandang terjadinya mal adaptif bersebab karena kognitif
seseorang.
E. Pendekatan humanistic
Pendekatan ini memandang penyebab gangguan prilaku adalah
terhambat atau terdistorikannya perkembangan pribadi dan
kecendrunganwajar arah kesehatan fisik dan mental.
F. Pendekatan eksistensial
Pendekatan ini menekankan pada realitas primer kesadaran atau pengalaman
dan keputusan keputusan individual yang dilakukan secara sadar.
13
G. Pendekatan interpersonal
Pendekatan ini menekankan pada peran relasi antar pribadi dan membentuk
perkembangan dan prilaku individual.
H. Pendekatan sosiokultural
Pendekatan ini menekankan pada perubahan social dan ketidak pastian yang
terjadi di lingkungan.
.
14
BAB III
KASUS
A. Pengkajian Kasus.
3.1 Identitas
N a m a : TN. S No. Reg. 10166130
U m u r : 25 tahun Tgl. MRS : 24-5-2002
Jenis kelamin : Laki-laki Tgl Pengkjian : 31—5-2002
Agama : Islam
Informasi : Ny. R
A l a m a t : Wonosari Lor 116 B Surabaya.
3.2 Alasan MRS : Sejak 1 minggu sebelum pasien MRS, pasien tidak mau
bicara, sulit tidur, makan/minum hanya sedikit, pasien tidak mau
keluar rumah, sering menyendiri dikamar, tidak mau kerja dan tidak
mau membantu orang tua.
3.3 Faktor predisposisi. Pernah mengalami sakit jiwa 1 tahun yang lalu
sepulang dari Bali (diajak teman-teman hanya satu hari saja). Sejak
saat itu pasien lebih banyak diam, tidak mau keluar rumah. Saat sakit
tidak berobat ke Pelkes(RS) hanya berobat kedukun (para normal)
dengan harapan agar dapat sembuh. Klien saat ini dirawat pertama kali
di ruang jiwa C RSUD Dr Soetomo Surabaya oleh karena tidak
manpan berobat pada dukun (paranormal). Anggota keluarga tidak ada
yang menderita gangguan jiwa.
3.4 Faktor Presipitasi : Keterangan dari ibu klien pernah mendapatkan
pekerjaan yaitu pelayaran antar pulau, tapi tidak sesuai dengan
keinginannya yaitu ingin kerja dikantor, tapi tidak tercapai. Akhirnya
pasien lebih banyak waktu luangnya dirumah, sejak itu klien lebih
banyak mengeluh tentang keadaanya.
15
3.5 Pemeriksaan fisik : Tanda vital : T : 120/80 mmhg N : 80x/mt
S : 36,50 C R : 18x/mt
16
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Konsep diri (biologi)
a. Citra tubuh : Klien mengatakan badanya kurus dan tak tahu tentang keadaanya.
b.Identitas diri : Klien belum jelas menyebutkan nama, menyatakan sudah tidak
bekerja.
c. Peran : Anak ke 7 dari 7 bersaudara, karena terakhir maka sangat dimanjakan
oleh kedua orang tuanya.
d. Ideal diri : Klien mengatakan ingin pulang kerumah ingin kumpul lagi
bersama keluarga.
e. Harga diri : Klien tidak suka bergaul dengan teman-teman sebayanya atau
dengan tetangganya.
4.2 Status mental (psikologi)
a. Penampilan sehari-hari : klien penampilan sehari-hari rapih dan postur tubuh
agak kurus, mandi kadang bila dibantu, rambut tersisir rapih, berpakaian sesuai.
b. Pembicaraan : Nada bicara lambat, klien menjawab pertanyaan dengan singkat.
c. Aktifitas motorik : Klien tampak lemah dan sering duduk sendirian kadang-
kadang duduk ditempat tidur, psikomotor menurun (Negativisme +).
d. Alam perasaan : Sedih, pandangan kosong, berdiam diri dan tampak ekspresi
wajah lemah.
e. Afek/Emosi : dangkal.
f. Interaksi Selama wawancara : Saat diajak bicara kontak mata tidak ada,
sering menunduk, jawabanya singkat hanya sesuai apa yang ditanyakan,
komunikasi verbal sangat minimal & tak lancar.
g. Persepsi sulit dievaluasi oleh karena mutisme.
h.Arus pikir : daya ingat klien masih baik, mampu jawab pertanyaan walaupun
terbatas/tidak lancar.
i. Isi pikir : Tidak terjadi waham, hanya saja mengeluh badannya lemah dan tak
bertenaga, ludah keluar terus sampai terasa mual.
17
j. Tingkat kesadaran berubah, orientasi daya ingat sulit dievaluasi oleh karena
mutisme.
k. Memori/daya ingat baik, klien ingin pulang karena rindu keluarga dirumah.
l. Kemampuan penilaian masih bias membedakan antara hal yang bersih dan
kotor.
m. Intelegensia sulit dievaluasi oleh karena mutisme
n. Kemauan sulit dievaluasi oleh karena mutisme.
4.3 Hubungan social
Orang terdekat adalah ayah/ibu, klien tidak pernah terlibat dalam kegiatan social.
Klien akhir-akhir ini lebih banyak diam dirumah dan menyendiri dikamar.
4.4 Spiritual
Klien beragama Islam dan percaya bahwa Tuhan itu ada. Kegiatan ibadah akhir-
akhir ini jarang dilaksanakan, hanya sering memakai penutup kepala.
4.5 Therapi medis
- Largactil 50 mg IM
- Trifluofenazine 2x 2,5 mg
- Promactil 2 x 100 mg
4.6 Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi
terapeutik:
Sapa klien dengan ramah
Perkenalkan diri dengan sopan
Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan
Jelaskan tujuan
Jujur dan menepati janji
Tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya
Beri perhatian
18
2. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
Setiap ketemu klien jangan menilai negatif
Utamakan memberi pujian yang realistik
3. Diskusikan dengan klien kemampuan yang digunakan selama sakit
Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaanya.
4. Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan
Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi pasien
Berikan contoh kegiatan yang boleh dilakukan klien
5. Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah dikemukakan
Beri pujian atas keberhasilanya
Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah
19
BAB V
KESIMPULAN
Manusia atau individu tidak bisa dipandang sebagai bagian atau system
per system yang dapat dipisah-pisahkan , antara bio – psiko – sosio – spiritual
saling mempengaruhi . dimana jika salah satu system yang terganggu akan
mempengaruhi atau mengganggu system yang lainnya. Dalam pandangan Health
Psychology atau Psikologi Kesehatan, sebab dari kondisi sakit adalah Bio (virus,
bakteri, luka), Psiko (tingkah laku, belief/keyakinan, coping/strategi
penanggulangan, stres, pain/nyeri), dan Sosial (kelas sosial, ethnis, employment).
Pendekatan-pendekatan dalam ilmu psikiatri adalah :
A. Pendekatan biologis
Pendekatan yang memandang terjadinya gangguan pada pusat sitem syaraf
pusat (patologi otak).
B. Pendekatan psikoanalitis
Pendekatan yang memandang terjadinya abnormalitas pada psikologis
seseorang.
C. Pendekatan behavioristik
Pendekatan ini memandang terjadinya ke abnormalan pada tingkah laku
seseorang dan prilaku seseorang yang di sebabkan dengan pengajarannya pada
waktu masih kecil.
D. Pendekatan kognitif
Pendektan memandang terjadinya mal adaptif bersebab karena kognitif
seseorang.
E. Pendekatan humanistic
Pendekatan ini memandang penyebab gangguan prilaku adalah
terhambat atau terdistorikannya perkembangan pribadi dan
kecendrunganwajar arah kesehatan fisik dan mental.
F. Pendekatan eksistensial
Pendekatan ini menekankan pada realitas primer kesadaran atau pengalaman
dan keputusan keputusan individual yang dilakukan secara sadar.
G. Pendekatan interpersonal
Pendekatan ini menekankan pada peran relasi antar pribadi dan membentuk
perkembangan dan prilaku individual.
20
H. Pendekatan sosiokultural
Pendekatan ini menekankan pada perubahan social dan ketidak pastian yang
terjadi di lingkungan.
21
DAFTAR PUSTAKA
http://id.netlog.com/ahmadgimmy/blog/blogid=164362
http://irvanzaky.blogspot.com/2011/10/biopsiko-sosio-spiritual.html
http://www.scribd.com/doc/42242706/Bahan-Ajar-Psikiatri
Marlina.2007.Bahan Ajar Mata Kuliah Psikiatri.unp: padang
MFI baihaqi dkk.2007.Psikiatri. PT.refika aditama: bandung