Makalah Pendidikan Agama Islam

download Makalah Pendidikan Agama Islam

of 15

description

pai

Transcript of Makalah Pendidikan Agama Islam

MAKALAH POLITIKSistem Politik Islam dan Sistem Politik Demokrasi di IndonesiaDisusun Untuk Memenuhi Tugas Mata KuliahPendidikan Agama Islam

Disusun Oleh :Kelas F (Kelompok 8)Ineke Yusticha V. (125040201111187)Dian Khairatun(125040201111320)A.H. Nailul(125040201111280)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2014Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Kewarganegaraan. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan kepada pembaca tentang Pendidikan Agama Islam.Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak Munif selaku Dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan dalam rangka penyelesaian penyusunan makalah ini.Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.

Malang, 2 Juni 2014

Penulis

BAB 1PENDAHULUAN

A. Latar BelakangUmat Muslim, dalam hidupnya berpegang teguh pada Al Quran dan Al Hadist sebagai pedoman hidupnya. Dari kedua pedoman tersebut, umat Muslim tidak perlu khawatir dalam menjalani persoalan hidup. Segala apa yang menjadi persoalan, solusi, peringatan, kebaikan dan ancaman termuat di dalam pedoman tersebut. Bahkan dalam Al-Quran dan Al Hadist permasalahan politik juga tertuang didalamnya. Diantaranya membahas: prinsip politik Islam, prinsip politik luar negeri Islam. Baik politik luar negeri dalam keadaan damai maupun dalam keadaan perang.Sistem politik adalah suatu bagian yang pasti ada di setiap Negara sistem politik sendiri berfungsi sebagai pengatur dan membuat peraturan untuk dipatuhi oleh seluruh warga negaranya. Ada beberapa sistem politik yaitu sistem politik komunis, liberal dan demokrasi dari beberapa sistem politik tersebut masih ada juga sistem politik Islam. Setiap Negara pasti memiliki sistem politiknya masing-masing.Seperti misalnya Negara Indonesia yang menggunakan sistem politik demokrasi yang berarti sistem tersebut didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur, dan kelembagaan yang demokratis. Disini kita akan membahas tentang peranan agama Islam dalam perkembangan politik di dunia saat ini, dengan mengkaji berbagai informasi berdasarkan Al-Quran, Al Hadits dan sejarah sistem politik di masa Rasulullah SAW.

B. TujuanUntuk mengetahui politik Islam dan sistem politik Demokrasi, selain itu untuk mengetahui prinsip-prinsip dasar politik Islam di Indonesia dan di Luar Negeri.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian Politik Islam Islam bukanlah semata agama (a religion) namun juga merupakan sistem politik (a political sistem), Islam lebih dari sekedar agama. Islam mencerminkan teori-teori perundang-undangan dan politik. Islam merupakan sistem peradaban yang lengkap, yang mencakup agama dan Negara secara bersamaan. (M.Dhiaduddin Rais, 2001:5)Nabi Muhammad SAW adalah seorang politikus yang bijaksana. Di Madinah Beliau membangun Negara Islam yang pertama dan meletakkan prinsip-prinsip utama undang-undang Islam. Nabi Muhammad pada waktu yang sama menjadi Kepala Agama dan Kepala Negara.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian politik sebagai kata benda ada tiga, yaitu : (1) pengetahuan mengenai kenegaraan (tentang sistem pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan); (2) segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat dan sebagainya) mengenai pemerintahan atau terhadap negara lain; dan (3) kebijakan, cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah). Politik itu identik dengan siasah , yang secara pembahasannya artinya mengatur. Dalam fikih, siasah meliputi :1. Siasah Dusturiyyah (Tata Negara dalam Islam)2. Siasah Dauliyyah ( Politik yang mengatur hubungan antara satu negara Islam dengan negara Islam yang lain atau dengan negara sekuler lainnya.3. Siasah Maaliyah (Sistem ekonomi negara)(Abdurrahman. 2008)Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi yang dapat mempersatukan kekuatan-kekuatan dan aliran-aliran yang berbeda-beda di masyarakat. Dalam konsep Islam, kekuasaan tertinggi adalah Allah SWT. Ekspresi kekuasaan dan kehendak Allah tertuang dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul. Oleh karena itu penguasa tidaklah memiliki kekuasaan mutlak, ia hanyalah wakil (khalifah) Allah di muka bumi yang berfungsi untuk membumikan sifat-sifat Allah dalam kehidupan nyata. Di samping itu, kekuasaan adalah amanah Allah yang diberikan kepada orang-orang yang berhak memilikinya. Pemegang amanah haruslah menggunakan kekuasaan itu dengan sebaik-baiknya. Sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan Al-Quran dan Sunnah Rasul.B. Prinsip-prinsip Dasar Politik (Siyasah) IslamAl Quran menegaskan bahwa, kebenaran itu datangnya dari Allah SWT, jangan sekali-kali diragukan, sebagaimana disebutkan dalam QS. 2 : 147. Ditegaskan pula dalam QS. 3: 60, bahwa kebenaran itu datangnya dari Allah SWT, jangan engkau termasuk mereka yang meragukannya. Juga terdapat penegasan bahwa kebenaran datang dari Allah SWT, manusia bebas menentukan pilihannya, menerima kebenaran itu atau menolaknya, sebagaimana firman Allah dalam QS. 18 (al-Kahfi) : 29. Sebagai umat Islam, maka tentu saja kita mengambil prinsip-prinsip dasar berdasarkan Al Quran dan Al-Hadits sebagai sumber referensi dan rujukan dalam berbagai hal termasuk dalam urusan politik.Menurut Tim Dosen (2010) Al Quran sebagai sumber ajaran utama dan pertama Agama Islam mengandung ajaran tentang nilai-nilai dasar yang harus diaplikasikan dan diimplentasikan dalam pengembangan sistem politik Islam. Nilai-nilai dasar tersebut adalah:1. Keharusan mewujudkan persatuan dan kesatuan umat, sebagaimana tercantum dalam QS. 23 (al-Mukminun):52. Dengan demikian,tidak dapat disangkal bahwa Al-quran memerintahkan persatuan dan kesatuan. Hal ini dipertegas lagi dalam QS. 21 (al-Anbiya): 92.2. Kemestian bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyah. Dalam QS. 42 (al-Syura) : 38 dijelaskan, dan dalam QS. 3 (Ali Imran) : 159.3. Keharusan menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil. Dijelaskan dalam QS. 4 (al-Nisa) : 5184. Kemestian mentaati Allah dan Rasulullah serta Ulil Amri (pemegang kekuasaan) sebagaimana difirmankan dalam QS. 4 (al-Nisa): 59. 5.Keniscayaan mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat Islam, sebagaimana difirmankan dalam QS. 49 (al-Hujarat): 9.5. Keharusan mempertahankan kedaulatan Negara dan larangan melakukan agresi dan invasi. Dijelaskan dalam QS. 2 (al-Baqarah) : 90.6. Kemestian mementingkan perdamaian dari pada pernusuhan. Dalam QS. 8 (al-Anfal): 61.7. Kemestian meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan keamanan, sebagaimana firman Allah dalam QS. 8 (al-Anfal): 60.8. Keharusan menepati janji, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. 16 (al-Nahl): 91.9. Keharusan mengutamakan perdamaian bangsa-bangsa, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. 49 (al-Hujarat): 1310. Kemestian peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat. Dalam QS. 59 (al-Hasyr): 7. Bahkan Al Quran sama sekali tidak melarang kaum Muslim untuk berbuat baik dan memberi sebagian harta mereka kepada siapapun, selama mereka tidak memerangi dengan motif Keagamaan atau mengusir Kaum Muslimin dari kampung halaman mereka, sebagaimana ditegaskan Allah SWT dalam QS. 60 (al-Mumtahanah): 8.11. Keharusan mengikuti prinsip-prinsip pelaksanaan hukum. Dalam Al Quran ditemukan banyak Ayat yang berkaitan atau berbicara tentang hukum. Dalam Al Quran secara tegas dinyatakan, bahwa hak pembuat hukum itu hanyalah milik Allah SWT semata, sebagaimana firman-Nya dalam QS. 6 (al-An,am): 57.

a. Prinsip-prinsip Politik Luar Negeri dalam IslamMenurut Ali Anwar (2002:195), ada beberapa prinsip politik luar negeri dalam Islam yaitu :1. Saling menghormati fakta-fakta dan tarikat-tarikat (Q.S 8:58, 9:4, 16: 91, 17:342. Kehormatan dan integrasi nasional (Q.S 16:92)3. Keadilan universal/internasional (Q.S 5:8)4. Menjaga perdamaian abadi (Q.S 5:61)5. Menjaga kenetralan negara-negara lain (Q.S 4:89-90)6. Larangan terhadap eksploitasi para imperialis (QS.6:92)7. Memberikan perlindungan dan dukungan kepada orang-orang Islam yang hidup di negara lain (QS.8:72)8. Bersahabat dengan kekuasaan-kekuasaan netral (Q.S 60:8-9)9. Kehormatan dalam hubungan internasional (QS.55:60)10. Persamaan keadilan untuk para penyerang (QS.2:195, 16:126, 42:40)(Anwar, 2002)

C. Pengertian Demokrasidan Demokrasi Dalam IslamDemokrasi adalah sebuah konsep yang datangnya bukan dari dunia Islam, tetapi dari dunia barat yang menyeluruh (universal). Menurut Joseph A. Scumpeter, demokrasi adalah suatu perencanaan instituasional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan dengan cara perjuangan.( M.Dhianddin Rais.2001)Dari beberapa pengertian demokrasi tersebut juga dapat disimpulkan bahwa suatu sistem bermasyarakat dan bernegara hakikat demokrasi adalah peran utama rakyat dalam proses sosial dan politik, dengan kata lain, sebagai pemerintahan ditangan rakyat mengandung tiga hal: pemerintahan dari rakyat (government of the people); pemerintahan oleh rakyat (government by the people) ; pemerintahan untuk rakyat (government for the people). (M.Dhianddin Rais.2001)Kedaulatan mutlak dan keesaan Tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid dan peranan manusia yang terkandung. Dalam konsep khalifah memberikan kerangka yang dengannya para cendikiawan belakangan ini mengembangkan teori politik tertentu yang dianggap demokratis. Didalamnya tercakup definisi khusus dan pengakuan terhadap kedaulatan rakyat, tekanan pada kesamaan derajat, manusia, dan kewajiban rakyat sebagai pengemban pemerintahan.Demokrasi Islam dianggap sebagai sistem yang mengekuhkan konsep-konsep Islam yang sudah lama berakar, yaitu musyawarah {syura}, persetujuan {ijma}, dan penilaian interpretative yang mandiri {ijtihad}.Musyawarah, konsensus, dan ijtihad merupakan konsep-konsep yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi Islam dalam kerangka keesaan Tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia sebagai khalifah-Nya. Meskipun istilah-istilah ini banyak diperdebatkan maknanya, namun lepas dari ramainya perdebatan maknanya didunia Islam, istilah-istilah ini memberi landasan yang efektif untuk memahami hubungan antara islam dan demokrasi di dunia kontemporer.Islam mengandung ajaran yang berlimpah tentang etika dan moralitas kemanusiaan, termasuk etika dan moralitas politik. Karena itu, wacana politik tidak bisa dilepaskan dari dimensi etika dan moralitas. Melepaskan politik dari gatra moral-etis, berarti mereduksi Islam yang komprehensif dan mencabut akar doktrin Islam yang sangat fundamental, yakni akhlak politik. Dengan demikian, muatan etika dalam wacana politik merupakan keniscayaan yang tak terbantahkan.Al-Mawardi, ahli politik Islam klasik terkemuka (975 M) merumuskan syarat-syarat seorang politisi sebagai berikut:Bersifat dan berlaku adil, Mempunyai kapasitas intelektual dan berwawasan luas., Profesional., Mempunyai visi yang jelas, Berani berjuang untuk membela kepentingan rakyat.( Mulyasantosa, Nandang. 2011)Politik dalam Islam menjuruskan kegiatan umat kepada usaha untuk mendukung dan melaksanakan syariat Allah melalui sistem kenegaraan dan pemerintahan. la bertujuan untuk menyimpulkan segala sudut Islam yang syumul melalui satu institusi yang mempunyai syahksiyyah untuk menerajui dan melaksanakan undang undang.Pengertian ini bertepatan dengan firman Allah yang mafhumnya: Dan katakanlah: Ya Tuhan ku, masukkanlah aku dengan cara yang baik dan keluarkanlah aku dengan cara yang baik dan berikanlah kepadaku daripada sisi Mu kekuasaan yang menolong. (AI Isra: 80).

D. Pandangan Islam terhadap PemiluPemilihan umum (pemilu) yang berlangsung di negara kita Republik tercinta ini setiap lima tahun sekali, tampaknya mendapat legalitas dari ajaran Islam. Pemilu adalah satu proses demokrasi yang harus dilaksanakan untuk memilih para pemimpin, baik sebagai wakil rakyat di lembaga legislatif (ahl al-halli wa al-aqdi) maupun kepala negara presiden dan wakilnya yang disebut dengan khalifah. Untuk itu setiap warga negara wajib menggunakan hak pilihnya, dan khusus bagi umat Islam wajib memilih orang-orang Islam yang terbaik, sesuai pilihan hati nuraninya masing-masing, tanpa adanya pengaruh, intimidasi dari partai politik manapun, baik parnas maupun parlok.Islam, dengan totalitas ajarannya, mengatur seluruh aspek kehidupan umat manusia, tidak hanya sebatas mengatur hubungannya dengan Allah Swt (ibadah), tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (muamalah), termasuk pengaturan sistem pemerintahan dan ketatanegaraan dalam upaya mewujudkan kemaslahatan umat secara menyeluruh dan tegaknya nilai-nilai keadilan berbasis syariah di bumi ini. Bila nilai-nilai tersebut kemaslahatan dan keadilan bagi manusia diabaikan, maka sungguh akan terjadi berbagai bentuk diskriminasi, penindasan dan kezaliman. Berkaitan dengan hal itu, maka Islam mengatur dan menetapkan bahwa harus ada pemimpin yang akan menyelenggarakan dan mengawasi jalannya pemerintahan negara. Terkait dengan persoalan ini, tentu harus ada pula lembaga yang membuat peraturan perundang-undangan, perda atau qanun, di samping lembaga yang secara khusus menegakkan supremasi hukum. Ketiga otoritas tersebut dalam istilah teori kenegaraan modern (saparation of power), terdiri dari pihak atau lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Sekalipun, betapa pentingnya sebuah pemerintahan (negara) dalam mengatur dan memberikan perlindungan kepada rakyatnya, tetapi Islam tidak pernah memberikan suatu model atau bentuk dari suatu negara tersebut. Karena itu munculnya perbedaan di kalangan para ahli hukum dan pakar politik, merupakan sesuatu yang wajar. Baik Al Quran maupun Al - Sunnah, yang keduanya merupakan sumber utama ajaran Islam, nampaknya tidak memberi petunjuk yang tegas tentang hal itu.Al Quran hanya memberikan beberapa landasan yang prinsipil, antara lain asas musyawarah dalam hubungan dengan proses pemilihan pemimpin, menuntut pertanggung jawaban dan pemberhentiannya. Hal ini seperti dijelaskan Allah dalam Al Quran: Dan bagi orang-orang yang menerima seruan Tuhan-Nya dan mendirikan Shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (QS. al-Syuara: 38).Atas dasar itu mengharuskan setiap pemimpin (penguasa), yang mendapat kepercayaan dari rakyat, untuk menggunakan asas musyawarah dalam setiap tugasnya dan pengambilan keputusan berhubungan dengan kepentingan rakyat. Kewajiban pemerintah untuk selalu memperhatikan kemaslahatan ini berkaitan erat dengan ajaran Islam tentang hubungan pemerintah dan rakyatnya seperti dikatakan oleh Imam al-Syafii bahwa kedudukan pemerintah dalam hubungannya dengan rakyatnya adalah seperti kedudukan wali dalam hubungan dengan anak yatim. (Mulyasantosa, Nandang. 2011.)

E. Kontribusi Umat Islam dalam Perpolitikan NasionalKekuasaan tanpa landasan moral, cepat atau lambat dipastikan akan berdampak buruk bagi tatanan hidup berbangsa dan bernegara. Upaya untuk membangun dan memelihara kebersamaan tinggal sekadar retorika, yang mencuat justru ego-ego berkedok kemunafikan. Posisi dalam struktur pemerintahan, tidak lagi dianggap sebagai amanah buat memperjuangkan nasib rakyat, melainkan lahan basah untuk memanjakan hasrat pribadi atau kepentingan golongan. Akibatnya, demi menduduki jabatan tertentu, orang tidak segan-segan menghalalkan segala cara. Seperti mengeksploitasi massa untuk unjuk kekuatan, political money untuk merekrut dukungan, memanipulasi angka perhitungan dalam pemilu, dan lain sebagainya. Bahkan kalau perlu rakyat dijadikan tumbal dalam rekayasa politik. Sehingga lambat laun lahirlah sebuah citra negatif: politik itu kotor!Mencermati peta perpolitikan di Indonesia, kalau mau jujur, masih jauh dari gambaran menggembirakan. Nilai nilai kemanusiaan, etika moral, sering terabaikan. Dan umat Islam (penyandang predikat khalifah di muka bumi) sangat tidak layak untuk berdiam diri menyaksikan wajah perpolitikan di negeri ini berlangsung corat marut. Harus ada rasa tergugah untuk melakukan perubahan konstruktif.Munculnya pemikiran reformis dan kreatif dalam penyampaian pesan-pesan kemanusiaan Islam inilah yang ingin disosialisasikan Ahmad Syafii Maarif, dalam bukunya Islam & Politik, Upaya Membingkai Peradaban. Syafii Maarif, optimis Islam akan mampu memberi corak pertumbuhan dan perkembangan masyarakat yang berwawasan moral. Asalkan Islam dipahami secara benar dan realistis, tidak diragukan lagi akan berpotensi dan berpeluang besar untuk ditawarkan sebagai pilar pilar peradaban alternatif di masa depan. Sumbangsih solusi Islam terhadap masalah masalah kemanusiaan yang semakin lama semakin komplek ini, baru punya makna historis bila umat Islam sendiri dapat tampil sebagai umat yang beriman. Menyikapi tantangan tersebut, hal paling mendasar adalah bahwa umat Islam tidak boleh terpecah belah oleh dua kutub pemikiran: antara ilmu Agama dan ilmu sekuler. Dengan bekal perpaduan spritual dan intelektual, maka posisi umat Islam yang semula berada di buritan, dimasa mendatang diharapkan menjadi lokomotif dalam membangun masyarakat bermoral yang diback up kemantapan ontologi. (Zallum, Abdul Qadim. 2001)Kalau menelusuri sejauhmana pengaruh Islam terhadap perpolitikan di Indonesia, akar sejarahnya boleh dikata cukup panjang. Sejak abad 13, sebelum para kolonial mencengkeramkan kekuasaannya di Nusantara ini, kita sudah mengenal beberapa kerajaan Islam seperti di Sumatera, Maluku, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan NTB. Namun yang paling monumental adalah saat perdebatan seputar usul konstitusi Indonesia. Daulah Islamiyah bersaing dengan Asas Pancasila. Format Piagam Jakarta, dengan tujuh kata kuncinya, yakni: dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya, hanya sempat bertahan selama 57 hari. Sebab pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila ditetapkan sebagai dasar filosofis negara. (Anonymous a, 2014)Langkah tersebut merupakan kompromi politik demi menjaga persatuan dan kesatuan, mengingat bangsa ini sangat plural, meski mereka yang beragama Islam. Dengan bahasa yang lugas, Syafii Maarif, menilai penamaan negara tidak terlalu fundamental yang penting, dalam kehidupan kolektif cita-cita politik Islam dilaksanakan. Wawasan moral tentang kekuasaan itulah yang dimaksud aspirasi Islam. Bagi Islam, apa yang bernama kekuasaan politik haruslah dijadikan kendaraan penting untuk mencapai tujuan Islam seperti: penegakkan keadilan, kemerdekaan, humanisme egaliter, yang berlandaskan nilai nilai Tauhid. Sayangnya, sejak Orde Lama hingga tumbangnya Orde Baru kelompok kelompok santri yang tergabung dalam Muhammadiyah, Al Irsyad, Persis, Nahdhatul Ulama, Al Washliyah, PUI (Persatuan Umat Islam), Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah), Nahdhatul Wathan, Masyumi dan lain lain telah lumpuh secara politik dan ekonomi, sehingga kurang terlatih untuk menjadi dewasa dalam peolitik nasional.(Anonymous a, 2014)Di masa Orde Baru yang feodal serta otoritarian, terutama anggota Korpri sekian lama mental mereka terpasung, sehingga tak punya peluang untuk menawarkan pemikiran alternatif. Mereka cenderung menjadi corong pemerintah. Tak heran, kalau dalam beberapa pemilu Golkar selalu tampil sebagai pemenang. Demikian pula, di era reformasi ini, banyak melahirkan politisi politisi karbitan yang orientasi perjuangannya cuma untuk mengincar kursi jabatan. Mereka begitu gampang berkoar mencaplok slogan demi kepentingan bangsa dan negara, padahal tujuan akhir tak lain adalah untuk kepentingan pribadi atau kelompok.(Anonymous a, 2014) Maka, dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya bagi kita semua untuk berpikir jernih, serius, tidak terombang ambing oleh pernyataan pernyataan politik yang historis. Karena, semua itu penuh racun yang menghancurkan. Golongan santri tidak boleh lagi bermain di wilayah pinggir sejarah, turut menari menurut irama genderang yang ditabuh pihak lain. Oleh sebab itu, kita perlu menyiapkan para pemain yang handal, berakhlak mulia, profesional, dan punya integritas pribadi yang tangguh dan prima. Dengan begitu, umat Islam di negara ini diharapkan tidak lagi termarginalisasi. Politik Islam harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai rahmatan lil alamin, sehingga tidak mudah dicapai sebagai ekstremis atau sempalan.Indonesia sebagai negara demokrasi memang sudah sewajarnya mempunyai iklim politik yang kuat. Akan tetapi masih banyak penyimpangan otoritas politik di Indonesia. Apalagi sekarang memang sedang musim politik. Menyongsong beberapa agenda pemilu kedepan di Indonesia, mulai dari Pilkada, Pilgub hingga Pilpres. Media secara intens menayangkan berita, dialog, bahkan kampanye politik tanpa adanya regulasi yang jelas. Hal ini menunjukkan bahwa interest untuk menang dari sebuah golongan atau partai politik semakin besar. Sistem kampanye politik seperti ini memicu banyak penyimpangan politik contohnya melakukan konspirasi dan money politics. Melihat hal ini perlu adanya sebuah batasan agar tujuan pelaku politik tercapai sesuai kaidahnya. Meminjam istilah Aristoteles, politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama tidak golongannya saja. Tentunya harapan besar tersemat bagi para calon pemimpin negeri ini, maraknya kasus korupsi dan nepotisme yang membuat gerah masyarakat tidak bisa lepas dari penyimpangan otoritas sebuah golongan maupun partai politik. Ada beberapa solusi untuk mengatasi hal tersebut:1. Pencerdasan publik terhadap masyarakat agar mampu mengambil sikap yang benar terhadap kebijakan, proses pemilihan umum dan kampanye partai politik. Hal ini mampu menimbulkan sikap masyarakat untuk memilih dengan benar. 2. Adanya proses akuntabilitas partai politik terhadap publik yang jelas, sehingga publik mengetahui aliran dana dalam tubuh partai serta sistem keuangan suatu partai politik, tentunya untuk mencegah korupsi. 3. Politik adalah benda yang tidak terlihat maka dibutuhkan penegakkan hukum yang tegas. Selama ini hukum masih tumpul ke atas dan tajam ke bawah. 4. Ada pembatasan yang jelas kewenangan partai politik sehingga otoritas tetap kembali pada pemerintah dan rakyat. Membicarakan tentang politik adalah bagaimana cara kita untuk menyikapi setiap kebijakan dari pemerintah. Seperti kita ketahui banyak pejabat pemerintah merangkap pengurus partai politik. Sehingga kebijakan dari pemerintah rawan terkontaminasi kepentingan pribadi suatu partai politik. Pada akhirnya segala sesuatu tentang politik adalah tidak lagi berorientasi menang dan kalah, akan tetapi berorientasi benar dan salah. Sehingga perlu adanya reorientasi kembali mengenai tujuan politik yang benar untuk kepentingan berbangsa dan bernegara.

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanIndonesia adalah negara Multikultural dengan berbagai ras, suku, budaya dan Agama dengan menganut sistem pemerintahan Demokrasi dengan hakikat demokrasi adalah peran utama rakyat dalam proses sosial dan politik, dengan kata lain, sebagai pemerintahan ditangan rakyat mengandung tiga hal: pemerintahan dari rakyat (government of the people); pemerintahan oleh rakyat (government by the people) ; pemerintahan untuk rakyat (government for the people). Dalam menyelesaikan persoalan dengan musyawarah dan pemilihan Kepala Negara langsung oleh rakyat. Namun dalam pelaksanaannya masih banyak kecurangan dan hanya mencari kedudukan semata, yang seharusnya pemimpin bisa menjadi contoh dan membawa negara ini menuju negara yang aman, adil dan sejahtera masih jauh dari angan-angan. Maka, dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya bagi kita semua untuk berpikir jernih, serius, tidak terombang ambing oleh pernyataan pernyataan politik yang historis. Karena, semua itu penuh racun yang menghancurkan. Golongan santri tidak boleh lagi bermain di wilayah pinggir sejarah, turut menari menurut irama genderang yang ditabuh pihak lain. Oleh sebab itu, kita perlu menyiapkan para pemain yang handal, berakhlak mulia, profesional, dan punya integritas pribadi yang tangguh dan prima. Dengan begitu, umat Islam di negara ini diharapkan tidak lagi termarginalisasi. Politik Islam harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai rahmatan lil alamin, sehingga tidak mudah dicap sebagai ekstremis atau sempalan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. 2008. Pendidikan Agama Islam. Indralaya. Universitas SriwijayaAnonymous. 2014. http:// Perspektif Hukum Konsep Demokrasi dalam Pandangan Islam dan Barat (Study kasus Mekanisme Pengangkatan Umar Bin Khattab).htm. (1 juni 2014)M.Dhianddin Rais.2001.Teori Politik Islam, Jakarta: Gema Insani. Hal 4-6Mulyasantosa, Nandang. 2011. Tanya Jawab Sistem Politik (Political system), Bandung, Armico.Tim Dosen PAI. 2010. Buku Daras PAI: PPA. Malang : Citra Mentari Grup. Zallum, Abdul Qadim. 2001. Pemikiran Politik Islam. Bangil : Al-Izzah