Makalah MPK Agama Islam
-
Upload
muhamad-isa -
Category
Documents
-
view
226 -
download
2
description
Transcript of Makalah MPK Agama Islam
PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP
KEPRIBADIAN REMAJA
KELOMPOK 2
Ahmad Ichsan Baihaqi
Akbar Saputro
Andi Muhammad Rizqi
Anditha Destiana
Clarissa
Diah Ayu Pratiwi
Muhammad Isa
Muhammad Zulfi Buzairi
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
2014
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penulis tidak akan sanggup
menyelesaikannya dengan baik dan tepat waktu. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW. Penyusun juga mengucapkan terima
kasih kepada Dosen Pembimbing yaitu bapak Mudjilan yang telah membimbing penyusun agar
dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun makalah yang baik dan sesuai kaidah.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang "Era Globalisasi dalam
Sudut Pandang Islam", yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Makalah ini memuat tentang “Era Globalisasi" menurut pandangan Islam dan berkaitan dengan
filsafat, budaya, dan teknologi. Makalah ini masih memiliki kekurangan, maka dari itu penulis
dengan senang hati menerima kritik dan saran supaya menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah
ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca.
Jakarta, 19 April 2014
Tim Penyusun
UCAPAN TERIMAKASIH
Segala puji dan syukur tak hentinya kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia dan kenikmatan yang telah diberikan-Nya kepada selama proses pembuatan makalah ini.
Dengan segala karunia itulah kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Pengaruh
Globalisasi bagi Remaja”. Banyak pihak yang telah membantu kami selama proses pembuatan
makalah ini berlangsung. Oleh karena itu kami sebagai penulis makalah ingin mengucapkan rasa
terima kasih kepada bapak Mujilan dosen MPK Agama kelas I, kemudian kepada sahabat-
sahabat kelas MPK Agama kelas I yang dengan penuh keikhlasan membantu kami. Kebersamaan
kita selama menempuh hari-hari perkuliahan semoga tetap terjalin selamanya. Rasa terima kasih
yang amat dalam kami ucakan kepada ayah dan ibunda tercinta yang selalu memberikan
dukungannnya kepada penulis.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,
namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar skripsi ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini
bermanfaat bagi semua pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi adalah salah satu kata yang tidak asing lagi bagi kita dan banyak dibicarakan
dengan pemahaman makna yang beragam. Globalisai memang telah merubah pola pikir dan
kebiasaan manusia. Dunia dipandang sebagai satu kesatuan dimana semua manusia di muka
bumi ini terhubung satu sama lain dalam jaring-jaring kepentingan yang amat luas.
Masyarakat yang dulunya tradisional berubah menjadi masyarakat yang modern. Globalisasi
merupakan suatu pandangan masyarakat global yang merujuk pada perkembangan tatanan
kehidupan, mulai dari perkembagan sektor perekonomian, perdagangan dan teknologi
informasi. Namun, perkembangan itu tidak selalu merujuk pada hal-hal positif saja, banyak
dampak-dampak negatif globalisasi di rasakan masyarakat.
Globalisasi yang cenderung ke arah westernisasi yang bersumber dari
masyarakat barat yang akan mempengaruhi masyarakat akan berpola hidup ke barat-baratan
ketika terkena arus globalisasi. Begitu juga dengan nila-nilai agama yang telah tercipta akan
terpengaruh dengan pola pikir barat. Dunia globalisasi dapat dikatakan cenderung pula
pada dunia yang tak mengenal moral, sekularisasi dan merupakan bentuk hegemoni barat
terhadap negara berkembang. Sekarang di Indonesia sendiri yang merupakan negara
mayoritas beragama islam telah terkena pengaruh barat. Nila-nilai dari ajaran agama Islam
telah banyak yang luntur, karena globalisasi bersifat sekularistik, materialistik
dan liberal serta tidak mengenal moral karena selalu menjunjung pada kebebasan
berpendapat dan melekukan sesuatu sesuai hak asasinya. Umat islam diberbagai penjuru
merasakan sebuah ketidakadilan, terutama dimana mereka hidup sebagai minoritas di
negara-negara non-muslim. Oleh karena itu umat islam harus waspada untuk menghadapi
globalisasi khususnya para remaja muslim.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap kerpibadian remaja muslim?
1.3 Hipotesis
Globalisasi memberikan dampak baik dan buruk bagi kepribadian remaja.
BAB II
ISI
2.1. Pengertian Globalisasi
Kata globalisasi dipopulerkan oleh Theodore Lavitte pada tahun 1985. Istilah itu
menunjukkan pada sebuah proses tumbuhnya kesadaran global bahwa dunia adalah sebuah
lingkungan yang terbangun secara utuh. Di Perancis, kata itu disebut dengan
“Mondialisation.” Di Spanyol dan Amerika Serikat disebut “Globalizacion.” Globalisasi
berasal dari kata globe. Globe diartikan sebagai bola bumi atau peta bumi yang bulat. Kata
globe kemudian berubah menjadi global. Artinya, secara umum dan keseluruhan, secara bulat
atau bersangkut paut mengenai dan meliputi seluruh dunia. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, globalisasi berasal dari kata "global" yang berarti meliputi seluruh dunia.
2.1.1. Pengertian Secara Umum
Secara umum, globalisasi merupakan suatu proses yang mencakup keseluruhan
dalam berbagai bidang kehidupan sehingga tidak tampak lagi adanya batas-batas yang
mengikat secara nyata sehingga sulit untuk disaring atau dikontrol.
2.1.2. Pengertian Menurut Para Ahli
1. Emanuel Ritcher, Guru Besar ilmu politik Universitas Aachen, Jerman,
berpendapat bahwa globalisasi adalah jaringan kerja global secara bersamaan
yang menyatukan masyarakat, yang sebelumnyaterpencar-pencardanterisolasi,
kedalam sating ketergantungan dan persatuan dunia.
2. Thomas L. Friedman: Globalisasi memiliki dimensi ideology dan tekhnologi.
Dimensi tekhnologi yaitu kapitalisme dan pasar bebas, sedangkan dimensi
tekhnologi adalah tekhnologi informasi yang telah menyatukan dunia.
3. Malcom Waters: Globalisasi adalah sebuah proses sosial yang berakibat bahwa
pembatasan geografis pada keadaan sosial budaya menjadi kurang penting, yang
terjelma di dalam kesadaran orang.
4. Achmad Suparman: Globalisasi adalah sebuah proses menjadikan sesuatu benda
atau perilaku sebagai cirri dan setiap individu di dunia ini tampa dibatasi oleh
wilayah.
5. Martin Albrown: Globalisasi menyangkut seluruh proses dimana penduduk dunia
terhubung ke dalam komunitas dunia tunggal, komunitas global.
2.2 Aspek-Aspek Globalisasi
2.2.1 Globalisasi Ekonomi
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan,
dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin
terintegrasi dengan tanpa rintangan batas territorial negara. Globalisasi perekonomian
mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan
jasa.
Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu Negara akan menjadi kabur dan
keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat.
Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam
negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang
masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.
2.2.2 Globalisasi Politik
Globalisasi politik atau global politik adalah pergulatan global dalam mewujudkan
kepentingan para aktor yang menjalankannya.Dalam proses ini Negara mengalami berbagai
masalah yang tidak bias teratasi dengan kekuatan sendiri. Globalisasi telah menciptakan
berbagai masalah dan kepentingan yang sifatnya global, intrastate, atau bahkan suprastate.
Ada banyak aktor yang bermaindalam globalisasi politik.
1. Negara-negara yang dipetakan secara dikotomis (pembagia• atas dua kelompok yang
bertentangan). Misal: Negara besar dan kecil
2. Organisasi-organisasi antar pemerintah (IGO atau Inter-Governmental Organizations).
Misalnya, ASEAN, NATO, dan European Community.
3. Perusahaan internasional yang dikenal dengan Multinational Corporations (MNC) atau
Transnational Corporations atau Global Firms.
4. Organisasi internasional atau transnasional yang nonpemerintah (INGO, International
Non-Governmental Organizations). Misalnya, Palang Merah Internasional,
Workingmen's Association (Socialist International), dan International Women's League
for Peace and Freedom.
5. Organisasi-organisasi non formal, rahasia, dan setengah rahasia. Misalnya, mafia, teroris,
pembajak, penyelundup, preman global, tentara bayaran, dan hacker. komputer.
2.2.3 Globalisasi Sosial Budaya
Perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal abad XX dengan
berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik
sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa.
Perkembangan globalisasi kebudayaan dapat kita amati dari berbagai ciri berikut.
1. Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
2. Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism) dan kemudahan akses suatu
individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
3. Berkembangnya turisme dan pariwisata.
Semakin banyak orang melakukan imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
2.3 Sejarah Perkembangan Globalisasi di Bidang Budaya dan Seni serta IPTEK
2.3.1 Reaksi Pemikiran Islam Terhadap Globalisasi
Didahului oleh beberapa pemikiran dan pandangan Islam mengenai
perkembangan globalisasi pada bidang iptek, Murtadho Muthahhari (1992: 133) berkata
bahwa Alqur’an merupakan kitab suci untuk membangun manusia. Apabila Al-Qur’an
dipahami dengan baik oleh siapa pun, termasuk oleh orang-orang diluar Islam, maka akan
mendorong kandungan dan pesan-pesannya yang bersifat teoritis ( gagasan ) dapat
diwujudkan menjadi realita. Itu sebabnya, sejumlah ilmuan barat juga mempercayai Al-
Qur’an sebagai wahyu Tuhan. Sebuah keyakinan yang muncul setelah mereka
menemukan sejumlah temuan sain modern yang sejalan dengan kandungan Al-Qur’an.
Sebagai contoh Simson adalah salah seorang ilmuan tahun 1980-an yang pernah
mengungkapkan bahwa A-Qur’an pastilah wahyu Allah karena mampu memprediksi
temuan-temuan modern dalam embrio dan genetika.
Rendahnya dalam penguasaan dan pengembangan sains dan teknologi, umat
Islam menjadi kelompok yang terbelakang. Mereka hampir diidentikkan dengan
kebodohan, kemiskinan, dan tidak berperadaban. Sedangkan di sisi lain umat agama lain
begitu maju dengan berbagai teknologi, dari teknologi pengamatan terhadap luar angkasa
hingga teknologi pertanian atas dasar itulah, terjdi berbagai reaksi terhadap kemajuan
pemeluk agama-agama lain. Secara umum, reaksi tersebut dapat dibedakan menjadi
empat, yaitu:
2.3.1.1 Tradisionalis
Pemikiran tradisionalis percaya bahwa kemunduran umat Islam adalah ketentuan
dan rencana Tuhan. Hanya tuhan yang Maha Tahu tentang arti dan hikmah di balik
kemunduran dan keterbelakangan umat Islam. Makhluk, termasuk umat Islam, tidak tahu
tentang gambaran besar sekenario Tuhan, dari perjalanan panjang umat manusia.
Kemunduran dan keterbelakangan umat Islam dinilai sebagai ujian atas keimanan, dan
kita tidak tahu malapetaka apa yang terjadi dibalik kemajuan dan pertumbuhan umat
manusia (Mansour Fakih dalam Ulumul Qur’an, 1997:11).
Akar teologi pemikiran tradisionalis bersandar pada aliran Ahl al-sunnah wa al-
Jama’ah, terutama aliran ‘Asy’ariyah, yang juga merujuk kepada aliran Jabariyah
mengenai prederteminisme (takdir), yakni bahwa manusia harus menerima ketentuan dan
rencana tuhan yang telah terbentuk sebelumnya. Paham Jabariyah yang dilanjutkan oleh
aliran ‘Asy’ariyah ini, menjelaskan bahwa manusia tidak memiliki free will untuk
menciptakan sejarah mereka sendiri. Meskipun manusia didorong untuk berusaha,
akhirnya Tuhan jualah yang menentukan.
Cara berfikir Tradisionalis tidak hanya terdapat di kalangan muslim pedesaan atau
yang diidentikkan dengan NU, tapi sesungguhnya pemikiran tradisionalis terdapat di
berbagai organisasi dan berbagai tempat. Banyak diantara mereka yang dalam sector
kehidupan sehari-hari menjalani kehidupan yang sangat modern, dan mengasosiasikan
diri sebagai golongan modernis, namun ketika kembali kepada persoalan teologi dan
kaitannya dengan usaha manusia, mereka sesungguhnya lebih layak dikategorikan
sebagai golongan tradisionalis (Mansour Fakih dalam Ulumul Qur’an, 1997:11).
2.3.1.2 Modernis
Pengertian yang mudah tentang modernisasi ialah pengertian yang identik atau
hamper identik dengan pengertian rasionalisasi. Dan hal itu berarti proses perombakan
pola berpikir dan tata kerja lama yang tidak akliyah (rasional), dan menggantinya dengan
pola berpikir dan tata kerja baru yang akliyah (rasional). Jadi sesuatu dapat disebut
modern, kalau ia bersifat rasional, ilmiah dan bersesuaian dengan hukum-hukum yang
berlaku dalam alam.[4]
Kaum modernis percaya bahwa keterbelakangan umat Islam lebih banyak
disebabkan oleh kesalahan sikap mental, budaya, atau teologi mereka. Mereka
menyerang teologi Sunni (‘Asy’ariyah) yang dijuluki sebagai teologi fatalistik (Mansour
Fakih dalam Ulumul Qur’an, 1997:11).
Pandanagn kaum modernis merujuk p-ada pemikiran modernis Mu’tazilah, yang
cenderung bersifat antroposentris dengan doktrinnya yang sangat terkenal, yaitu al-
Khamsah. Bagi Mu’tazilah, manusia dapat menentukan perbuatannya sendiri. Ia hidup
tidak dalam keterpaksaan (Jabbar). Akar teologi Mu’tazilah dalam bidang af’al al-‘ibad
(perbuatan manusia) adalah Qadariah sebagai anti tesis dari jabariyyah
Di Indonesia, gerakan rasionalis pernah mempengaruhi Muhammadiyah sebelum
perang dunia kedua. Agenda mereka dalah pemberantasan takhayul, bid’ah dan khurafat
dan berlomba dalam kebaikan. Oleh karena itu mereka juga dikenal sebagai golongan
purfikasi (Mansour Fakih dalam Ulumul Qur’an, 1997:11).
2.3.1.3 Revivalis-fundamentalis
Kecenderungan umat Islam ketiga dalam menghadapi globalisasi adalah revivalis.
Revivalis menjelaskan factor dalam (internal) dan factor luar (eksternal) sebagai dasar
analisis tentang kemunduran umat Islam. Bagi revivalis umat Islam terbelakang, karena
mereka justru menggunakan ideology lain atau “isme” lain sebagai dasar pijakan dari
pada menggunakan Al-Qur’an sebagai acuan dasar. Pandangan ini berangkat dari asumsi
bahwa Al-Qur’an pada dasarnya telah menyediakan petunjuk secara komplit, jelas dan
sempurna sebagai dasar bermasyarakat dan bernegara. Di samping itu mereka juga
memandang isme lain seperti marxisme, kapitakisme dan zionisme sebagai ancaman.
Globalisasi dan kapitalisme bagi mereka merupakan salah satu agenda barat dan konsepo
non Islami yang dipaksakan kepada masyarakat muslim. Mereka menolak kapitalisme
dan globalisasi karena keduanya dinilai berakar pada paham liberalism. Karena itulah,
merka juga disebut kaum fundamentalis, mereka di pinggirkan sebagai ancaman bagi
kapitalisme. (Mansour Fakih dalam Ulumul Qur’an, 1997:12).
2.3.1.4 Transformative
Gagasan transformative merupakan alternative dari ketiga respon umat Islam di
atas. Mereka penggagas (transformative) percaya bahwa keterbelakangan umat Islam
disebabkan oleh ketidakadilan system dan struktur ekonomi, politik dan kultur. Ini adalah
proses panjang penciptaan ekonomi yang tidak eksploitatif, politik tanpa kekerasan,
kultur tanpa dominasi dan hegemoni, serta penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia
(human right). Keadilan menjadi prinsip fundamental bagi penganut transformative.
Focus kerja mereka adalah mencari akar teologi, metodologi, dan aksi yang
memungkinkan terjadinya transformasi social. (Mansour Fakih dalam Ulumul Qur’an,
1997:13)
2.3.2 IPTEK
2.3.2.1 Pengertian Teknologi
Kata teknologi berasal dari bahasa latin ’’texere’’ yang berarti menyusun atau
membangun. Sehingga istilah teknologi seharusnya tidak terbatas pada penggunaan
mesin, meskipun dalam arti sempit hal tersebut sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Menurut Iskandar Alisyahbana (1980) Teknologi telah dikenal manusia sejak
jutaan tahun yang lalu karena dorongan untuk hidup yang lebih nyaman, lebih makmur
dan lebih sejahtera. Jadi sejak awal peradaban sebenarnya telah ada teknologi, meskipun
istilah “teknologi” belum digunakan. Istilah “teknologi” berasal dari “techne” atau cara
dan “logos” atau pengetahuan. Jadi secara harfiah teknologi dapat diartikan pengetahuan
tentang cara. Pengertian teknologi sendiri menurutnya adalah cara melakukan sesuatu
untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan akal dan alat, sehingga seakan-akan
memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindra dan
otak manusia.
Mengembangkan ilmu dan teknologi itu bisa dikaji dan digali dalam Alquran,
sebab kitab suci ini banyak mengupas keterangan-keterangan mengenai ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sebagai contoh adalah firman Allah SWT dalam surat Al-
Anbiya ayat 80 yg artinya “Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi utk
kamu guna memelihara diri dalam peperanganmu.” Dari keterangan itu jelas sekali
bahwa manusia dituntut untuk berbuat sesuatu dengan sarana teknologi.
Kemajuan teknologi secara umum telah banyak dinikmati oleh masyarakat luas
dengan cara yang belum pernah dirasakan bahkan oleh para raja dahulu kala. Makanan
lebih nikmat dan beraneka ragam, pakaian terbuat dari bahan yg jauh lebih baik dan
halus, sarana-sarana transportasi dan komunikasi yang kecepatannya amat
mengagumkan, gedung dan rumah tempat tinggal dibangun dengan megah dan mewah.
Tampaknya manusia di masa depan akan mencapai taraf kemakmuran yang lebih tinggi
dan memperoleh kemudahan-kemudahan yang lebh banyak lagi.
Benar bahwa agama Islam tidak menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, juga tidak anti terhadap barang-barang produk teknologi baik di zaman
lampau di masa sekarang, maupun di waktu-waktu yang kan datang. Demikian pula
dengan ajaran Islam, yang tidak akan bertentangan dengan teori-teori pemikiran modern
yang teratur dan lurus, serta analisa-analisa yang teliti dan obyekitf. Dalam pandangan
Islam menurut hukum asalnya segala sesuatu itu adalah mubah termasuk segala apa yg
disajikan oleh berbagai peradaban baik yang lama ataupun yang baru. Semua itu
sebagaimana diajarkan oleh Islam tidak ada yang hukumnya haram, kecuali jika terdapat
nash atau dalil yang tegas dan pasti mengherakannya. Bukankah Alquran sendiri telah
menegaskan bahwa agama Islam bukanlah agama yang sempit. Allah SWT telah
berfirman yang artinya “Di sekali-kali tidak menjadikan kamu dalam agama suatu
kesempitan.”
Adapun peradaban modern yag begitu luas memasyarakatkan produk-produk
teknologi canggih, seperti televisi, video player, alat-alat komunikasi, dan barang-barang
mewah (gadget) lainnya, serta yang menawarkan aneka jenis hiburan bagi tiap orang tua,
muda atau anak-anak yang tentunya alat-alat itu tidak bertanggung jawab atas apa yg
diakibatkannya. Tetapi di atas pundak manusianyalah terletak semua tanggung jawab itu.
Sebab adanya berbagai media informasi dan alat-alat canggih yang dimiliki dunia saat
ini, dapat berbuat apa saja. Kiranya faktor manusianya-lah yg menentukan opersionalnya.
Adakalanya menjadi manfaat, yaitu manakala manusia menggunakan dengan baik dan
tepat. Tetapi dapat pula mendatangkan dosa dan malapetaka, manakala manusia
menggunakannya untuk mengumbar hawa nafsu dan kesenangan semata. Namun seiring
dengan adanya upaya meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia (umat
islam) pun harus lebih jeli menentukan pilihan ini. Untuk apakah semua kemajuan itu?
2.3.2.2 Cara Pandang Barat terhadap Teknologi
Menurut catatan sejarah, bangsa Barat berhasil mengambil khazanah ilmu
pengetahuan yang telah dikembangkan lebih dahulu oleh kaum muslimin. Kemudian
mereka mengembangkannya di atas paham materialisme tanpa mengindahkan lagi nilai-
nilai Islam sehingga terjadilah perubahan total sampai akhirnya terlepas dari sendi-sendi
kebenaran. Para ilmuwan Barat dari abad ke abad kian mendewa-dewakan rasionalitas
bahkan telah menuhankan ilmu dan teknologi sebagai kekuatan hidupnya. Mereka
menyangka bahwa dengan iptek mereka pasti bisa mencapai apa saja yang ada di bumi
ini dan merasa dirinya kuasa pula menundukkan langit bahkan mengira akan dapat
menundukkan segala yang ada di bumi dan langit. Tokoh-tokoh mereka merasa
mempunyai hak untuk memaksakan ilmu pengetahuan dan teknologinya itu kepada
semua yang ada di bumi agar mereka bisa mendikte dan memberi keputusan terhadap
segala permasalahan di dunia. Sebenarnya masyarakat Barat itu patut dikasihani karena
akibat kesombongannya itu mereka lupa bahwa manusia betapapun tingg kepandaiannya
hanya bisa mengetahui kulit luar atau hal-hal yang lahiriah saja dari kehidupan semesta
alam. Mereka lupa bahwasanya manusia hanya diberi ilmu pengetahuan yang sedikit dari
kemahaluasan ilmu Allah. Di atas orang pintar ada lagi yang lebih pintar. Dan sungguh
Allah SWT benci kepada orang yang hanya tahu tentang dunia tetapi bodoh tentang
kebenaran yang ada di dalamnya.
2.3.2.3 Pandangan Islam terhadap perkembangan Teknologi Komunikasi dan Teknologi
Informasi.
Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh
peradaban Barat satu abad terakhir ini, mencegangkan banyak orang di berbagai penjuru
dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh
perkembangan teknologi komunikasi dan teknologi informasi modern tersebut membuat
banyak orang lalu mengagumi dan meniru-niru gaya hidup peradaban Barat, tanpa
diiringi sikap kritis terhadap segala dampak negatif dan krisis multidimensional yang
diakibatkannya. (Ahmad Y. Samantho.2004). Peradaban Barat modern saat ini memang
memperlihatkan kemajuan dan kebaikan kesejahteraan material yang seolah menjanjikan
kebahagian hidup bagi umat manusia.
Negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, saat ini pada umumnya
adalah negara-negara berkembang atau negara terkebelakang, yang lemah secara
ekonomi dan juga lemah atau tidak menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan
sains-teknologi. Karena nyatanya saudara-saudara Muslim kita itu banyak yang masih
bodoh dan lemah, maka mereka kehilangan harga diri dan kepercayaan dirinya. Beberapa
di antara mereka kemudian menjadi hamba budaya dan pengikut buta kepentingan
negara-negara Barat. Mereka menyerap begitu saja nilai-nilai, ideologi dan budaya
materialis (’matre’) dan sekular (anti Tuhan) yang dicekokkan melalui kemajuan
teknologi informasi dan media komunikasi Barat. Akibatnya krisis-krisis sosial-moral
dan kejiwaan pun menular kepada sebagian besar bangsa-bangsa Muslim.
Kenyataan memprihatikan ini sangat ironis. Umat Islam yang mewarisi ajaran
suci Ilahiah dan peradaban dan Iptek Islam yang jaya di masa lalu, justru kini terpuruk di
negerinya sendiri, yang sebenarnya kaya sumber daya alamnya, namun miskin kualitas
sumberdaya manusianya (pendidikan dan Ipteknya). Ketidakadilan global ini terlihat dari
fakta bahwa 80% kekayaan dunia hanya dikuasai oleh 20 % penduduk kaya di negara-
negara maju. Sementara 80% penduduk dunia di negara-negara miskin hanya
memperebutkan remah-remah sisa makanan pesta pora bangsa-bangsa negara maju.
Ironis bahwa Indonesia yang sangat kaya dengan sumber daya alam minyak dan
gas bumi, justru mengalami krisis dan kelangkaan BBM. Ironis bahwa di tengah
keberlimpahan hasil produksi gunung emas-perak dan tembaga serta kayu hasil hutan
yang ada di Indonesia, kita justru mengalami kesulitan dan krisis ekonomi, kelaparan,
busung lapar, dan berbagai penyakit akibat kemiskinan rakyat. Kemana harta kekayaan
kita yang Allah berikan kepada tanah air dan bangsa Indonesia ini? Mengapa kita
menjadi negara penghutang terbesar dan terkorup di dunia? Kenyataan menyedihkan
tersebut sudah selayaknya menjadi cambuk bagi kita bangsa Indonesia yang mayoritas
Muslim untuk gigih memperjuangkan kemandirian politik, ekonomi dan moral bangsa
dan umat. Kemandirian itu tidak bisa lain kecuali dengan pembinaan mental-karakter dan
moral (akhlak) bangsa-bangsa Islam sekaligus menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dilandasi keimanan-taqwa kepada Allah swt. Serta melawan pengaruh
buruk budaya sampah dari Barat yang Sekular, Matre dan hedonis (mempertuhankan
kenikmatan hawa nafsu).
Dampak sosial dari kemajuan teknologi komunikasi tentu memiliki dampak yang
positif yang bisa digunakan atau dimanfaatkan untuk tujuan pendidikan. menurut
Marwah Daud Ibrahim memandang potensi perubahan sosial yang mendasar yang terjadi
dalam masyarakat sebagai akibat dari kemajuan teknologi dan komunikasi. Pertama,
dengan kemajuan teknologi komunikasi kemungkinan orang bisa terbuka dan menerima
perubahan yang baik. Kedua, dengan kemajuan teknologi komunikasi diharapkan
menumbuhkan semangat ukuwah Islamiyah dan solidaritas sosial semakin meningkat.
Ketiga, dengan kemajuan teknologi komunikasi diharapkan setiap individu memiliki
SDM yang berkualitas.
Dampak globalisasi sebagai akibat dari kemajuan bidang informasi sebagaimana
tersebut diatas terhadap dunia pendidikan. Berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi,
seperti perkembangan teknologi komunikasi dan unsur budaya lainnya aka mudah
dipengaruhi oleh masyarakat. Ketika berhadapan dengan ide-ide modernisasi dan
polarisasi ideologi dunia, terutama didorong oleh kemajuan teknologi modern,
pendidikan Islam tidak terlepas dari tantangan yang menuntut jawaban segera. Secara
garis besar tantangan–tantangan tesebut meliputi hal-hal sebagai berikut:
Terdapatnya kecendrungan perubahan sistem nilai untuk meninggalkan sistem nilai yang
telah ada (agama). Standar kehidupan dilaksanakan oleh kekuatan ynag berpijak pada
materialisme dan sekulerisme.
Adanya dimensi besar dari kehidupan masyarakat modern yang berupa pemusatan
pengetahuan teoritis.
Bertolak dari kenyataan tersebut dalam konteks perubahan sosial ini pendidikan Islam
mempunyai misi ganda yaitu:
1. Mempersiapkan manusia muslim untuk menghadapi perubahan yang sedang dan akan
terjadi, mengendalikan dan memanfaatkan perubahan tersebut, mepersiapakan
kerangka fikiran yang komprehensif dan dinamis bagi terselenggaranya proses
perubahan yang berada diatas nilai-nilai Islam.
2. Memberikan solusi terhadap akses negatif kehidupan modern yang berupa
depersonalisas, frustasi, dan keterasingan umat dari dunia modern.
3. Kedua misi diatas mengisyaratkan tugas berat yang harus dihadapi pendidikan Islam
dalam rangka menuju perubahan umat Islam yang lebih baik, dan diperlukan
kerangka pandang yang komprehensif dan relevan dalam dalam mengantisipasi tiap
perubahan sosial sebagai kemajuam teknologi komunikasi dan teknologi informasi.
2.3.3 Budaya dan Seni
Menurut Saidi (1998), proses globalisasi sudah berlangsung sejak dimulainya era
liberalisasi Indonesia pada zaman Presiden Soeharto. Sejak masa liberalisasi, budaya-budaya
asing masuk ke Indonesia sejalan dengan masuknya pengaruh-pengaruh lainnya. Sementara,
Wilhelm (2000) berpendapat bahwa perusakan budaya dimulai sejak masa teknologi
informasi seperti satelit dan internet berkembang. Sejak masa itu, konsumsi informasi
menjadi kian tak terbatas. Semua kalangan di Indonesia dapat memperoleh informasi apapun
tanpa adanya batasan dan cenderung menyerapnya tanpa mempertimbangkan efek positif dan
negatif bagi identitas kulturalnya.
Sebagai negara berkembang yang tidak memiliki daya kompetitif tinggi dan posisi tawar
setara dengan negara-negara maju, Indonesia menghadapi ancaman serius globalisasi
terhadap identitas kultural. Di masa lalu, ketika perkembangan teknologi komunikasi dan
informasi tidak sepesat sekarang, nilai-nilai identitas kultural Indonesia masih dipegang
secara kuat oleh masyarakat. Tetapi kini, ketika nilai-nilai identitas asing dengan mudah dan
cepat masuk ke rumah-rumah penduduk melalui transformasi informasi, nilai-nilai identitas
kultural Indonesia tampak terkikis.
Identitas kultural yang semula hanya dianut dan berlaku di komunitas tertentu
diglobalkan ke seluruh dunia. Globalisasi budaya itu semakin mudah dijalankan seiring
dengan perkembangan pesat teknologi komunikasi dan informasi. Dalam hal ini, jaringan
internet memegang peran terbesar dalam melancarkan penyebaran identitas lokal dan
nasional suatu negara ke ranah global. Melalui internet, setiap orang di dunia dapat
berhubungan secara cepat dan merasa dekat satu sama lain sehingga memungkinkan mereka
melakukan kontak identitas, nilai, dan budaya yang berbeda-beda.
Terkait dengan itu, Manuel Castells (1996) mengatakan bahwa meluasnya jejaring
komunikasi yang menyebabkan hubungan antarmasyarakat di seluruh dunia berjalan secara
cepat dan dekat menimbulkan dilema antara tetap bertahan dalam identitas asli (the self) atau
ikut melebur dalam identitas masyarakat yang mengidentifikasi diri sebagai masyarakat
jaringan global (the net). Kuatnya penetrasi budaya yang terglobalkan menyebabkan
sebagian orang merasa identitas aslinya telah usang karena tidak sejalan dengan globalisasi.
Mereka lantas mengalami krisis identitas dan akibatnya meninggalkan the self untuk
bergabung dalam the net.
Krisis semacam ini dialami oleh banyak negara, terutama negara-negara miskin dan
berkembang yang tidak mampu bersaing dalam proses globalisasi, termasuk Indonesia. Harus
diakui, aktor utama dalam proses globalisasi masa kini adalah negara-negara maju seperti AS
dan negara-negara barat lainnya sehingga globalisasi sering dianggap pula sebagai
westernization. Negara-negara ini berupaya mengekspor nilai-nilai lokal di wilayahnya untuk
disebarkan ke seluruh dunia sebagai nilai-nilai global. Mereka dapat dengan mudah
melakukan itu karena mereka menguasai arus teknologi informasi dan komunikasi lintas
batas negara. Sebaliknya, pada saat yang sama, negara-negara berkembang tidak mampu
menyebarkan nilai-nilai lokalnya karena daya kompetitifnya yang rendah.
Terlepas dari belum adanya kesepakatan bersama tentang identitas asli Indonesia karena
keanekaragaman budaya suku bangsa yang membangunnya, tetapi melalui Sumpah Pemuda
28 Oktober 1928, rakyat negara ini telah melahirkan tekad untuk bertanah air, berbangsa, dan
berbahasa Indonesia. Sebagai tanah air, Indonesia merupakan wilayah menyatu yang
merupakan tempat hidup dan berkembangnya beragam suku bangsa, bahasa daerah, dan
kebudayaan lokal. Sebagai bangsa, Indonesia adalah kesatuan dari berbagai suku bangsa di
wilayah negara ini dengan aneka budaya yang menyertainya. Sebagai bahasa, Indonesia ialah
media komunikasi yang mampu menyatukan perbedaan bahasa antarsuku bangsa.
Persoalannya, semangat persatuan itu kini semakin memudar seiring menjamurnya
pemakaian budaya asing dan penggunaan bahasa Inggris yang disebarkan oleh arus
globalisasi ke masyarakat Indonesia.
Kesenian-kesenian daerah seperti ludruk, ketoprak, wayang, gamelan, dan tari tradisional
menghadapi ancaman serius dari berkembangnya budaya pop khas barat yang semakin
diminati masyarakat karena dianggap lebih modern. Budaya konvensional yang
menempatkan tepo seliro, toleransi, keramahtamahan, penghormatan pada yang lebih tua
juga digempur oleh pergaulan bebas dan sikap individualistik yang dibawa oleh arus
globalisasi. Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sekarang menghadapi ancaman serius
dari bahasa Inggris yang berupaya menghomogenisasi penggunaan bahasa di seluruh dunia,
termasuk di Indonesia.
Dalam situasi demikian, kesalahan dalam merespon globalisasi bisa berakibat pada
memudarnya identitas nasional dan budaya lokal. Kesalahan dalam merumuskan strategi
mempertahankan eksistensi identitas dan budaya Indonesia juga bisa mengakibatkan nilai-
nilai khas Indonesia semakin ditinggalkan masyarakat yang kini kian gandrung pada budaya
yang dibawa arus globalisasi. Inilah masalah terbesar dalam relasi globalisasi dan identitas
Indonesia di era kekinian.
Nilai-nilai lokal yang berkembang di wilayah-wilayah berbeda dan berjauhan di dunia
saling bertemu dan berinteraksi dalam relasi sosial yang berjalan secara intensif. Dalam
globalisasi, hasil dari relasi itu cenderung memantapkan eksistensi nilai-nilai yang berasal
dari negara-negara maju dan menyingkirkan nilai-nilai tradisional di negara-negara
berkembang dan miskin. Hal itu disebabkan nilai-nilai negara maju dianggap modern
sehingga harus dianut dan nilai-nilai negara berkembang dipandang terbelakang sehingga
perlu ditinggalkan. Dengan pola hubungan seperti itu, globalisasi merupakan bagian ekstrem
dari interdependensi antarnegara.
Homogenisasi globalisasi adalah sebuah kondisi tak terelakkan yang harus disikapi secara
strategis oleh semua negara, termasuk Indonesia. Prosesnya yang menyebar ke segala arah
menembus batas wilayah negara bangsa mendorong terciptanya lalu lintas identitas kultural
di tingkat lokal suatu negara yang kemudian bermetamorfosis menjadi identitas kultural yang
dianut masyarakat global. Akibatnya, identitas kultural negara yang tidak mampu
mengglobal menghadapi ancaman serius dari penetrasi homogenisasi yang mampu secara
cepat masuk ke dinamika kehidupan masyarakat lokal melalui media komunikasi dan
informasi.
2.4 Dampak baik dan buruk globalisasi
Globalisasi selalu dihubungkan dengan modernisasi dan modernism. Para pakar budaya
mengatakan bahwa ciri khas modernisasi dan manusia modern itu adalah tingkat berfikir,
iptek, dan sikapnya terhadap penggunaan waktu dan penghargaan terhadap karya
manusia. Globalisasi di ikuti dengan perubahan sosial yang mengalir dari tingkat pemikiran
yang tinggi ke tingkat pemikiran yang lebih rendah. Globalisasi bertujuan mengubah
pemikiran masyarakat yang tradisional menuju masyarakat modern atau disebut modernisasi.
Modernisasi merupakan perubahan sosial yang terjadi secara sengaja atau di buat manusia.
Modernisme adalah suatu proses untuk menjadikan sesuatu itu modern. Modern secara
bahasa berarti “baru”, “kekinian”, “up to date” atau semacamnya. Istilah Modern juga bisa
dikaitkan dengan karateristik. Oleh karena itu, istilah modern bisa diterapkan untuk manusia
dan juga lainnya, seperti dari konsep bangsa, system politik, ekonomi, negara, kota, lembaga,
sampai pada perilaku sifat dan hampir apa saja.
Istilah postmodern merupakan kelanjutan dari “modern.” Kata ini bersal dari post dan
‘modern’, dimana kata post berarti “waktu berikutnya” atau sama dengan pasca-modern.
Salah satu ciri posmodernisme, bahwa posmodernisme bersamaan dengan era media, dalam
banyak cara yang bersifat mendasar, media adalah dinamika sentral. Sifat media yang sentral
dapat diterima dengan luas dan cepat, contohnya televisi, dan internet. Dengan adanya
telivisi ataupun internet ini apabila ada isu-isu terbaru dunia atau semacamya akan begitu
cepat tersebar di dunia.
Situasi dan kondisi kehidupan manusia, hubungan antar bangsa (internasional, global) di
berbagai bidang, yakni politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam, yang kita persaksikan
dewasa ini, yang dinamakan dunia maju atau modern, pada hakikatnya adalah hasil
perkembangan dan pengaruh, bahkan persaingan dan pertarungan antar isme-isme dan
berbagai pandangan hidup yang disebutkan terdahulu.
2.5 Usaha Muslim Menghadapi Globalisasi
Dari bahaya-bahaya dan ancaman globalisasi yang telah dijelaskan diatas, disini agama
memberi sumbangan terhadap bahaya globalisasi yang akan selalu mengikis, mengeksploitasi
dan terlebih menjajah negara berkembang, khususnya agama Islam. Diam dan menghindar
bukanlah hal yang akan menyelasaikan, namun dengan potensi, keyakinan visi tantang
keselarasan yang harus dilakukan. Dengan memberi landasan dan tidak mengabaikan agama
(Islam) tanpa harus menghilangkan secara radikal nilai-nilai budaya, agama mempunyai
peran besar dalam membangun Sumber Daya Manusia yang berkualitas tanpa harus selalu
bergantung pada pola kehidupan Barat dan berperan dalam membangun moral yang baik.
Usaha-usaha yang keras menghadapi globalisasi harus dikerjakan oleh pemikir muslim.
Pendidikan merupakan salah satu bentuk terwujudnya human capital harus didesain
sedemikian rupa sekiranya mampu mencetak SDM yang tetap kukuh keimanan dan
ketaqwaannya, siap berlaga dan sukses di era globalisasi
Organisasi-organisasi Islam hendaknya diisi dua hal yaitu, disamping pembinaan
keimanan dan ketaqwaan juga perlu mendapatkanperhatian untuk diisi peningkatan skill,
produktivitas, komunikasi yang berkaitan dengan kemajuan ekonomi, kemajuan dan
perkembangan IPTEK, serta masalah sosial, hukum budaya, politik dan lainya. Untuk
menghasilakn SDM yang berkualitas, setiap individu harus memiliki landasan dan
kemampuan yang meliputi perilaku, kerja keras disiplin, tanggung jawab dapat dipercaya dan
sejenisnya dengan berpedoman pada ajaran Al-Qur’an dan Hadit’s
2.6 Dampak Positif Globalisasi
a. Perubahan Tata Nilai dan Sikap
Adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan
sikap masyarakat yang semua irasional menjadi rasional.
b. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih
mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju.
c. Tingkat Kehidupan yang lebih Baik
Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang
canggih merupakan salah satu usaha mengurangi penggangguran dan meningkatkan
taraf hidup masyarakat.
2.7 Dampak Negatif Globalisasi
a. Pola Hidup Konsumtif
Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat
melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan
banyak pilihan yang ada.
b. Sikap Individualistik
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak
lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka
adalah makhluk sosial.
c. Gaya Hidup Kebarat-baratan
Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang
mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan
bebas remaja, dan lain-lain.
d. Kesenjangan Sosial
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat
mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara
individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial.
2.8 Dampak Globalisasi Dalam Beragama
Pengaruh globalisasi yang semakin mendunia juga merambat ke bidang agama. Tidak
dapat dipungkiri nilai-nilai agama kini mengalami kepudaran. Munculnya pemikiran-
pemikiran baru yang liberal dan cenderung merusak kaidah agama membuat masyarakat
bingung dan akhirnya justru terjerumus ke dalam sudut-sudut yang mengkotak-kotakkan
agama. Hadirnya paham sekulerisme juga menambah keterbatasan agama dalam mengatur
kehidupan manusia. Sekulerisme adalah sebuah paham yang memisahkan antara urusan
dunia dengan urusan agama. Jadi, dalam urusan duniawi tidak boleh dicampur dengan
agama, padahal seharusnya kita selalu menyatukan keduanya secara seiringan sehingga
tercipta kehidupan yang selaras.
Globalisasi datang bersama dengan kapitalisme. Pemikiran ini memasarkan ideologi
barat, dan dapat menghapus otoritas agama. Kemunduran dalam bidang agama juga
dirasakan terkait dengan perbedaan paham dalam satu agama. Misalnya saja ketika
menentukan hari raya, pasti terdapat perbedaan dari masing-masing kubu agama.
Lunturnya nilai-nilai keagamaan sangat terlihat jelas dalam masyarakat saat ini, terutama
pada kalangan remaja. Budaya freesex, narkoba, minum-minuman keras, boros, tamak sudah
menjadi hal yang biasa. Di sisi lain, dengan adanya globalisasi ini, ada perkembangan bidang
agama juga yang cukup menguntungkan. Misalnya saja dalam kaitannya dengan teknologi
bidang astronomi. Ilmu pengetahuan astronomi yang semakin berkembang memudahkan para
ulama dalam menetapkan waktu-waktu hari besar dan sebagainya.
2.9 Bersikap Kritis Terhadap Globalisasi
Dari berbagai ancaman dan dampak-dampak negatif yang telah kita ketahui dari
penyebaran globalisasi di zaman seperti sekarang, kita harus lebih pintar dalam mencerna
dan menyaring globalisasi yang akan kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari yang akan
membawa dampak pemikiran, sifat, dan tingkah laku manusia kearah yang positif. Hal yang
harus dilakukan dalam bersikap kritis terhadap globalisasi adalah:
a. Menciptakan generasi masa depan yang handal yang memiliki sikap
Kreatif dan inofatif,
Tidak terbawa arus,
Memahami nilai-nilai budaya luhur yang patuh dan taat dalam beragama,
Serta memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama sebagai kekuatan
spiritual, yang memberikan motifasi dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat
b. Generasi kedepan wajib dituntun menjadi taat hukum, upaya ini dapat dilakukan dengan
cara
Menanamkan kesadaran tanggung jawab terhadap hak dan kewajiban asasi individu,
Berbagi ilmu pengetahuan, memperkaya warisan budaya dengan setia mengikuti dan
mempertahankan kebudayaan tersebut.
Serta yang lebih sederhana lagi dalam hubungan kekeluargaan yaitu memperkokoh
peran orang tua, ibu, dan bapak.
2.10 Pandangan filsafat terhadap globalisasi
Era Globalisasi merupakan sebuah masa yang ditandai dengan perubahan pola hidup
masyarakat dan kemajuan teknologi. Kehidupan manusia pada masa ini mengalami
perkembangan yang sangat pesat di segala bidang, baik di bidang ekonomi, sosial, dan
pengetahuan. Sehingga manusia disibukkan oleh segala rutinitas dan aktifitas sehari-hari.
Globalisasi sangat memudahkan manusia dalam menjalani kehidupan karena di era ini
manusia dimanjakan oleh mesin dan teknologi. Selain mempermudah manusia dalam
menjalani kehidupan dengan serba instan, era globalisasi mempunyai sisi negatif.
Salah satu sisi negatif dari masa globalisasi ialah menurunnya nilai-nilai bangsa, budaya,
dan agama. Seperti menurunnya rasa nasionalisme terhadap negara, lunturnya kecintaan
terhadap budaya, dan berkurangnya spirit emosional ketuhanan. Manusia seakan-akan
dihipnotis oleh perkembangan jaman, yang lambat laun akan menghapus nilai-nilai tersebut.
Selain itu, era globalisasi membuat manusia banyak yang melupakan akan jati dirinya
sebagai manusia (hakikat manusia) dan hakikat tujuan hidup. Oleh karena itu, diperlukan
adanya pengetahuan tentang siapa sebenarnya manusia, dan apa hakikat dari tujuan manusia
di ciptakan atau hakikat tujuan manusia menjalani kehidupan yang sekarang ini.
Filsafat manusia merupakan sebuah hasil dari perumusan mengenai siapa sebenarnya diri
manusia, bagaimana hakikat manusia, tujuan asasi hidup manusia, dan kedudukan manusia.
Filsafat manusia sangat penting dalam realitas kehidupan saat ini. Pasalnya, di dalam
kehidupan era globalisasi, manusia telah terlena akan jati dirinya. Selain itu manusia
juga telah lupa akan tujuan hidup yang sebenarnya yang disebabkan oleh kemajuan
teknologi.
2.11 Langkah-langkah untuk mengurangi dampak buruk globalisasi
Untuk mengatasi dampak buruk globalisasi dapat dilakukan dengan menumbuhkan
kembali rasa nasionalisme bangsa agar masyarakat dapat mencintai negaranya serta
memperkuat iman dan takwa supaya selalu berada di jalan-Nya. Langkah-langkah yang dapat
dilakukan antara lain:
a. Meningkatkan kualitas SDM Indonesia
Dampak negatif globalisasi merupakan sebuah realita yang mau tak mau harus dihadapi
bila Bangsa Indonesia ingin tetap hidup sebagai bangsa yang berdaulat di dunia.
Cara untuk menghadapi dampak negatif globalisasi yaitu dengan mempersiapkan diri
sebaik-baiknya melalui pendidikan. Melalui pendidikan yang optimal, bangsa Indonesia
dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga dapat bersaing di kancah
dunia Internasional.
b. Meningkatkan kualitas nilai keimanan dan moralitaas masyarakat
Dampak negatif globalisasi membuat budaya antar bangsa saling mempengaruhi.
Karenanya keberadaan nilai-nilai keimanan dan moralitas menjadi sangat penting. Sebab
nilai keimanan dan moralitas menjadi sangat penting. Sebab nilai-nilai keimanan dan
moralitas itulah yang mampu mengatasi dampak negatif dari globalisasi.
Sebagai kaum Muslim, kita hendaknya menanamkan nilai-nilai Islam di kehidupan
sehari-hari. Kita hendaknya menjalankan syariat Islam. Mengetahui mana yang halal dan
haram. Sehingga kita dapat memilah-milah pengaruh dari luar.
Moralitas bangsa juga harus ditingkatkan. Di dalam dampak negatif globalisasi ini,
moralitas bangsa cenderung menurun kualitasnya. Ini tidak lepas dari tanggung jawab
orang tua, guru, dan pemerintah. Salah satu solusinya adalah melaksanakan pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan.
c. Meningkatkan Jiwa Semangat Persatuan, Kesatuan, Serta Nasionalisme
Adanya dampak negatif globalisasi menjadi suatu tantangan yang berat bagi negara
berkembang yang belum maju dan kuat. Negara yang masyarakatnya tidak mempunyai
jiwa dan semangat persatuan, kesatuan dan nasionalisme yang kuat akan dengan mudah
dipermainkan oleh negara-negara maju. Oleh karna itu, semangat dan jiwa persatuan,
kesatuan dan nasionalisme harus terus ditingkatkan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Bila jiwa dan semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme telah tertanam dengan kuat
pada setiap warga negara Indonesia tidak akan mudah dipermainkan oleh negara-negara
yang kuat dan maju.
d. Melestarikan Adat Istiadat dan Budaya Daerah
Dampak negatif globalisasi juga membuat budaya luar dapat dengan mudah kita ketahui.
Pengetahuan akan budaya luar terkadang membuat masyarakat lebih menyukainya
daripada budaya daerah sendiri.
Menyukai kebudayaan luar adalah hal yang wajar. Namun kita harus tetap melestarikan
kebudayaan kita sendiri. Jangan sampai kebudayaan kita punah begitu saja seiring dengan
waktu. Apalagi kebudayaan itu seenaknya saja diambil oleh bangsa lain. Betapa malunya
kita?
Walaupun zaman kini telah serba modern, kita harus tetap berpegang teguh kepada adat
istiadat. Apalagi kita sebagai masyarakat Minangkabau, dimana “adat basandi syarak,
syarak basandi kitabullah, syarak mangato, adat mamakai.”
Langkah-langkah di atas tidak dapat dilaksanakan jika tidak ada peran aktif dari semua
komponen negara baik pemerintah maupun masyarakat. Untuk itu diperlukan kerjasama yang
baik agar hasilnya dapat maksimal. Kerjasama itu tidak lepas dari persatuan dan kesatuan
bangsa sehingga pancasila sebagai ideologi negara harus dihidupkan kembali.
BAB III
KESIMPULAN
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan
keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui
perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain
sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.
Pemuda adalah agen perubahan, baik buruknya bangsa Indonesia iu tergantung dengan
generasi penerusnya. Apabila generasi muda Indonesia memeiliki mental, edukatif, inovatif, dan
religius.
Peran pemuda dalam era globalisasi ini sangat penting, pemuda merupakan pilar utama
dalam memajukan negara ini tentu saja yang utama adalah untuk memajukan Islam dalam
perkembangan zaman, yang semakin lama semakin modern.Para pemuda diharapkan mampu
memeberikan contoh yang baik kepada seluruh masyarakat bukan justru memberikan nilai yang
buruk terhadap masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Hakam, Kama Abdul. “Manusia dan Lingkungan Sosial Budayanya.” Lokakarya Dosen ISBD
Dikti Depdiknas, Batam.
Ikhsan, Muhammad. Islam dan Globalisasi Terhadap Krisis Identitas Muslim. Jakarta: 2009.
Mubah, A. Safril. Revitalisasi Identitas Kultural Indonesia di Tengah Upaya Homogenisasi
Global.
Salam, Burhanudin. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
www.wikipedia-indonesia.com
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16005/1/was-feb2006-%20%285%29.pdf
http://ejournal.stainpurwokerto.ac.id/index.php/komunika/article/download/23/23
http://psg.uii.ac.id/index.php/RADIO/31-Desember-2011.html
http://belajarnhiburan.blogspot.com/2012/04/pengaruh-globalisasi-terhadap-nilai.html
http://woelandluns.wordpress.com/2011/01/18/aspek-aspek-globalisasi/