Makalah Pak Abdul Halim
-
Upload
dwi-amalia-sary -
Category
Documents
-
view
946 -
download
1
Transcript of Makalah Pak Abdul Halim
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pergaulan sehari – hari antara kita sesama Manusia, agar hubungan ini berjala dengan baik tentu ada aturan yang harus kita jalankan, bagi kita umat Islam tata cara bergaul tersebut telah diatur dalam Alqu’an dan sunnah Rasulllah SAW yang sering kita sebut dengan Sifat terpuji atau akhlak terpuji.
Dalam pembahasan yang akan kami terangkan pada makalah ini, bahwa kami akan mengemukakan diatara bentuk – bentuk dari akhlak terpuji tersebut mulaidari pengertian, macam – macam sampai kepada bentuk – bentuk atau contoh dari akhlak terpuji tersebut.
Hal ini kami susun dalam bentuk sebuah makalah, disamping untuk menambah wawasan kami sebagai pemakalah mengenai pembahasan akhlak terpuji ini, dan juga dengan pembahasan ini agar kami dan segenap pembaca lainnya mampu menjadikan ilmu ini sebagai salah satu rujukan dalam melakukan pergaulan dalam kehidupan sehari – hari. Kemudian juga pembahasan ini kami buat sebagai bentuk tugas dari mata kuliah materi aqidah akhlak dan pembelajarannya di STAIN Batusngkar dalam tugas kelompok yang disajikan dalam bentuk makalah.
B. PokokPembahasan
1. Pengerian Akhlak, Moral,dan Etika2. Pengertian dan Pentingnya beserta Contoh – Contoh Prilaku Ikhlas, Taat,
Khauf dan Taubat
3. Nilai-Nilai Positif Dari Perilaku Ikhlas, Taat, Khauf Dan Taubat
4. Pengertian Tawakal,Ikhtiar, Sabar, Syukur, Dan Qanaah
5. Contoh-Contoh Perilaku Tawakal,Ikhtiar, Sabar, Syukur, Dan Qanaah
6. Nilai –Nilai Positif Dari Tawakal, Ikhtiar, Sabar, Syukur, Dan Qanaah.
C. Tujuan
Dari materi yang kami sajikan dalam makalah ini, mengenai akhlak terpuji, mudah – mudahan hal ini dapat kita jadikan suatu rujukan dalam melakukan perbuatan dalam kehidupan sehari – hari, kemudian juga dengan materi ini, ilmu kita semakin mantap mengenai topik akhlak terpuji ini.
BAB II
AKHLAK TERPUJI
A. Pengertian Akhlak, Moral, dan Etika
1. Pengertian Akhlak
Akhlak berasal dari bahas arab “akhlaq” yang merupakan bentuk jamak dari “khuluq”, atau akhlak juga berarti budi pekerti, tabia’at, watak.
Sedangkan menurut istilah akhlak didefenisikan oleh beberapa ahli sebagai berikut:
1. Menurut Al-Ghazali, segala sifat yang tertanam dalam hati yang menimbulkan kegiatan-kegiatan dengan ringan dan mudah tanpa memerlukan pemikiran tanpa pertimbangan.
2. Menurut Abdul Karim Zaidan, nilai dan sifat yang tertanam dalam jiwa sehingga seseorang dapat menilai perbuatan baik atau buruk, kemudian memilih melakukan atau meninggalkan perbuatan tersebut.
2. Pengertian Moral
Moral berasal dari bahasa latin”mores” yang merupakan jamak dari kata mos yang artinya adat atau kebiasaan.
Sedangkan menurut istilah akhlak adalah suatu ajaran baik dan buruk yang diterima umumnya mengenai perbuatan, sikap, akhlak, dan budi pekerti.
Adapun menurut kamus umum bahasa indonesia moral adalah penentuan baik atau buruknya suatu perbuatan.
3. Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa yunani yaitu “ethos” yang berarti watak, kesusilaan, dan adat.
Sedangkan menurut istilah etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baikatau buruk suatu perbuatan seseorang, atau menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju manusia didalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.
Sedangkan menurut kamus umum bahasa indonesia etika adalah ilmu pengetahuan tentang azaz-azaz ahklak.
B. Ruang Lingkup Akhlak
Yang menjadi ruang lingkup dari ahklak adalah sama dengan ruang lingkup ajaran islam itu sendiri, yaitu mencangkup seluruh aspek kehidupan, baik secara vartikal dengan Allah SWT maupun secara horizontal sesama makhluk lainnya.
Yang menjadi ruang lingkup ahklak tersebut adalah :
1. Ahklak Terhadap Allah SWT
Misalnya takwa cinta, ridha, tawakkal, syukur, dan taubat
2. Ahklak Terhadap Rasulullah SAW
Adapun ahklak terhadap Rasulullah SAW tersebut dapat dilakukan dengan:
Mencintai dan memuliakan rasulullah Mengikuti dan menaati Rasul
Menggucapkan syalawat dan salam terhadap Rasul
3. Akhlak Pribadi atau Diri Sendiri
Adapun ahklak terhadap pribadi ini adalah :
Menjaga kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan dan merusaknya
awadhu’(rendah hati )
Haya’ (malu)
4. Ahklak Terhadap Keluarga
Adapun ahklak terhadap keluarga itu adalah:
Berbuat baik terhadap kedua orang tua Hak dan kewajiban dan kasih sayang suami istri
Kasih sayang dan tanggung jawab orang tua terhadap anak
5. Ahklak Terhadap Masyarakat
Adapun ahklak terhadap masyarakat itu asdalah:
1) Bertamu dan menerima tamu
2) Hubungan baik dengan tetangga
3) Hubungan baik dengan masyarakat
4) Bergaul dengan muda-mudi dalam masyarakat itu sendiri
6. Ahlak Terhadap Negara
Adapun ahklak terhadap negara itu adalah:
1) Musyawarah menegakkan keadilan
2) Hubungan baik pemimpin dan yang dipimpin
B. pengertian ikhtiar
1. Pengertian Ikhtiar
Ikhtiar berasal dari bahasa Arab ( �اٌر� �َي ِت (إْخ� yang berarti mencari hasil yang
lebih baik. Adapun secara istilah, pengertian ikhtiar yaitu usaha manusia untuk
memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, baik material, spiritual, kesehatan, dan
masa depannya agar tujuan hidupnya selamat sejahtera dunia dan akhirat
terpenuhi. Maka, segala sesuatu baru bisa dipandang sebagai ikhtiar yang benar
jika di dalamnya mengandung unsur kebaikan. Tentu saja, yang dimaksud
kebaikan adalah menurut syari’at Islam, bukan semata akal, adat, atau pendapat
umum. Dengan sendirinya, ikhtiar lebih tepat diartikan sebagai “memilih yang
baik-baik”, yakni segala sesuatu yang selaras tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Ikhtiar juga dilakukan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan semaksimal
mungkin sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya. Akan tetapi, jika usaha
kita gagal, hendaknya kita tidak berputus asa. Kita sebaiknya mencoba lagi
dengan lebih keras dan tidak berputus asa. Kegagalan dalam suatu usaha, antara
lain disebabkan keterbatasan dan kekurangan yang terdapat dalam diri manusia
itu sendiri. Apabila gagal dalam suatu usaha, setiap muslim dianjurkan untuk
bersabar karena orang yang sabar tidak akan gelisah dan berkeluh kesah atau
berputus asa. Agar ikhtiar atau usaha kita dapat berhasil dan sukses, hendaknya
melandasi usaha tersebut dengan niat ikhlas untuk mendapat ridha Allah, berdoa
dengan senantiasa mengikuti perintah Allah yang diiringi dengan perbuatan baik,
bidang usaha yang akan dilakukan harus dikuasai dengan mengadakan penelitian
atau riset, selalu berhati-hati mencari teman (mitra) yang mendukung usaha
tersebut, serta memunculkan perbaikan-perbaikan dalam manajemen yang
professional. Ikhtiar juga dilakukan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan
semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya. Akan
tetapi, usaha kita gagal, hendaknya kita tidak berputus asa. Kita sebaiknya
mencoba lagi dengan lebih keras dan tidak berputus asa. Kegagalan dalam suatu
usaha, antara lain disebabkan keterbatasan dan kekurangan yang terdapat dalam
diri manusia itu sendiri. Apabila gagal dalam suatu usaha, setiap muslim
dianjurkan untuk bersabar karena orang yang sabar tidak akan gelisah dan
berkeluh kesah atau berputus asa. Agar ikhtiar atau usaha kita dapat berhasil dan
sukses, hendaknya melandasi usaha tersebut dengan niat ikhlas untuk mendapat
ridha Allah, berdoa dengan senantiasa mengikuti perintah Allah yang diiringi
dengan perbuatan baik, bidang usaha yang akan dilakukann harus dikuasai dengan
mengadakan penelitian atau riset, selalu berhati-hati mencari teman (mitra) yang
mendukung usaha tersebut, serta memunculkan perbaikan-perbaikan dalam
manajemen yang professional.
Ikhtiar itu bertingkat-tingkat, yaitu: Pertama, ikhtiarnya orang awam seperti kita
kebanyakan. Kedua, nya iktiar orang khawas yang sudah jauh anak tangganya ke
atas. Dan yang ketiga,ikhtiar lnya khawasul khawas, yaitu orang yang sudah
mencapai pada tingkat puncak.
Namun demikian, ikhtiar juga sering disalahpahami oleh sebagian di antara kita,
seolah-olah orang yang ikhtiar itu pasrah. Apakah maksud dari pasrah?
Terkadang orang menyangka bahwa makna ikhtiar itu meninggalkan usaha dengan
badan, meninggalkan pengaturan dengan hati dan jatuh di atas bumi bagaikan
daging di atas landasan tempat memotong daging. Lihatlah daging di atas dapur
tempat pemotongan itu! Bukanlah seperti ini seharusnya seorang muslim ikhtiar,
yaitu seperti daging yang tergeletak, tak ada usaha sama sekali. Ini adalah
sangkaan orang-orang yang bodoh.
Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali (dalam kitab Ihya Ulumuddin) memberikan
klarifikasi terhadap kita, bahwa yang dimaksud dengan ikhtiar bukanlah seperti
itu, bukanlah hanya dengan berdoa saja, yang pokoknya semua denyut jantungnya
diserahkan kepada Tuhan. Bukanlah ini yang disebut ikhtiar. Malah dikatakan,
bahwa hal seperti ini tak lain merupakan sangkaan orang-orang yang bodoh,
karena yang demikian itu diharamkan oleh syari’ah kita. Sebaliknya, kita wajib
untuk bergerak. Banyak sekali ayat-ayat Alquran yang membahas mengenai hal ini.
Allah berfirman:
Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada
(Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya
kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”. (Q.S. At-Taubah: 105)
Kita tidak disuruh hanya berdiam diri saja. Malahan Allah bersumpah:
(1) Demi masa. (2) Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam
kerugian, (3) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran. (Q.S. Al-’Ashr: 1-3)
Jadi, jangan ada yang beranggapan bahwa semakin tinggi tingkat kepasrahan
seseorang jika ia hanya berdoa saja, meninggalkan keramaian, menelantarkan
anak cucu dan keluarga. Hal ini justru berdosa.
Rasulullah pernah menegur tiga komponen sahabatnya berkenaan dengan hal ini.
Ketika itu ada yang menyatakan, “Ya Rasulullah, alhamdulillah, ibadahku sudah
meningkat, tak pernah lagi melakukan hubungan suami-isteri. Semua itu
kulakukan demi untuk berkonsentrasi penuh terhadap cintaku kepadamu lebih
dari cintaku kepada istri. Cintaku tak boleh lagi berbagi selain kepadamu.”
Mendengar ini, Rasulullah setengah marah. Beliau pun berkata kepada orang itu,
“Aku ini seorang rasul, tetapi juga mempunyai isteri dan anak. Haknya isteri ada
pada kita, begitu juga haknya anak.”
Kemudian ada lagi yang datang, lalu menyatakan, “Ya Rasulullah, aku berbahagia,
karena aku tak pernah lagi tidur malam. Waktu sepenuhnya aku gunakan untuk
salat, serta puasa sepanjang hari.”
Mendengar ini, Rasulullah kemudian berkata, “Bukanlah begitu seharusnya,
karena badan ini juga ada haknya.”
Sesungguhnya, pembekasan ikhtiar itu nampak dalam gerak-gerik seorang hamba.
Bekas-bekas keikhtiaran bisa dilihat jika orang tersebut berusaha dengan
ikhtiarnya. Jadi, ikhtiar itu adalah usaha. Seseorang yang sakit wajib hukumnya
untuk berobat. Kita tidak boleh berpasrah diri begitu saja ketika sakit. Orang yang
mati dalam keadaan tidak berikhtiar, maka sama saja orang tersebut mati bunuh
diri.
Ada kalanya usaha tersebut dilakukan untuk menarik manfaat, yaitu seperti
bekerja. Jika kita bekerja di kantor misalkan yang itu ada gajinya, maka hal ini
merupakan usaha (ikhtiar) untuk hidup. Kalau kita sudah memperoleh manfaat,
kemudian kita pelihara manfaat itu, maka ini adalah bagian dari ikhtiar. Dalam hal
ini harus pula diingat, bahwa kita jangan bersikap mubazir. Memelihara manfaat
atau harta yang kita peroleh itu adalah dengan menyimpannya, sebagian kita
simpan untuk keperluan darurat. Janganlah jika kita hari ini mendapatkan rezeki
yang hari itu juga akan habis. Kita dianjurkan untuk menghemat.
Jika suatu waktu harta kita itu hilang, maka janganlah khawatir, karena kita sudah
melakukan ikhtiar. Jika terjadi seperti ini, maka camkanlah di dalam hati, bahwa
Tuhan pasti menyimpan sesuatu yang tidak berkah di dalam harta itu, sehingga
Tuhan kemudian mengambilnya melalui orang lain. Janganlah bersedih jika suatu
waktu kita mengalami kehilangan harta. Yakinlah, bahwa pasti ada sesuatu yang
tidak bermanfaat seandainya harta itu tetap tinggal bersama kita. Tak usah
meratapi barang yang hilang, sebab apa yang telah hilang itu belum tentu akan
kembali.
Ikhtiar juga dilakukan untuk memelihara dari kemelaratan, yaitu seperti menolak
orang-orang yang menyerang, menolak pencuri, ataupun menolak binatang buas.
Dalam hal ini, kita tidak boleh berpasrah saja jika menghadapi hal-hal tersebut.
Selain itu, ikhtiar juga dilakukan untuk menghindari dari penyakit, yaitu seperti
meminum obat. Jika kita sakit, lalu kita kemudian tak mengobatinya, maka hal ini
bukanlah ikhtiar, melainkan kita telah melakukan dosa.
Jadi, gerak-gerik hamba tidak terlepas dari empat hal:
Pertama, menarik kemanfaatan, yaitu seperti bekerja. Kita berikhtiar, tapi kita juga
bekerja. Menarik manfaat maksudnya kita berusaha yang dari usaha itu ada
hasilnya. Hasilnya itu kita gunakan untuk hidup sejahtera, untuk membiayai anak-
anak bersekolah, digunakan untuk menjadikan anak kita sebagai anak yang saleh.
Kedua, memelihara kemanfaatan, yaitu seperti menyimpan harta. Jika pada yang
pertama tugas kita adalah mencari harta tersebut, maka yang kedua tugas kita
adalah menyimpannya.
Ketiga, menolak kemelaratan. Kita tidak boleh menjadi orang yang melarat, juga
menjaga dari ancaman luar. Maksudnya, jika kita sudah tahu bahwa pola hidup
kita itu ujung-ujungnya akan melarat, maka hindarilah jalan itu, carilah jalan yang
lain. Seandainya pun juga ada dua cabang yang itu tidak ada pilihan hidup,
misalkan jika kita bertahan pada suatu pendirian maka kita akan mati kelaparan.
Tapi kalau kita mengambil jalan yang lain yang itu hasilnya adalah haram, maka
pilihlah yang haram itu, seandaikan memang sudah tak ada pilihan yang lain. Di
dalam Alquran disebutkan, bahwa babi pun dibolehkan untuk dimakan jika dalam
keadaan tak ada pilihan seperti ini. Tapi harus memang dalam keadaan yang betul-
betul darurat, sehingga tak ada dosa kita melakukan itu. Darurat itu membolehkan
yang tidak boleh.
Keempat, memotong kemelaratan. Misalkan, jika kita sedang sakit, maka kita
harus memotong jangan sampai sakit tersebut terlalu lama. Jika flu tanpa diobati,
biasanya flu tersebut baru sembuh setelah lima hari ataupun sepuluh hari. Tetapi
dalam hal ini kita tahu kondisi diri kita. Biasanya jika kita meminum obat, maka flu
tersebut akan begitu cepat sembuh, yaitu paling-paling hanya tiga hari. Jadi,
kemelaratan tersebut harus dipotong. Jangan membiarkan diri kita begitu saja
tanpa ada usaha mengobati. Memotong kemelaratan juga adalah untuk
memberikan peluang kepda ibadah-ibadah yang lain. Jika kita sehat, tentunya
banyak ibadah yang bisa kita lakukan, serta ibadah tersebut bisa kita lakukan
secara khusyu’ dibandingkan jika kita berada dalam keadaan sakit.
Rasulullah bersabda:
Jika kamu berikhtiar kepada Allah dengan tawakal yang sesungguhnya, niscaya
Allah memberikan rezeki kepadamu sebagaimana Allah memberikan rezeki
kepada burung yang keluar dari sarangnya pagi-pagi dengan perut lapar dan
kembali pada sore harinya dengan perut kekenyangan setiap hari. Dan lenyaplah
gunung-gunung penghalang dengan sebab doanya.
ikhtiar yang benar adalah ikhtiar seperti yang disabdakan oleh Rasulullah itu.
Siapa yang bekerja ataupun berikhtiar kemudian berdoa, maka inilah ikhtiar yang
benar. Kalau hal ini konsisten dilakukan, betul-betul fokus kepada Allah dalam
menyerahlan dirinya, maka Allah akan menjamin rezeki orang tersebut. Hal ini
merupakan suatu mu’jizat, ada misteri di situ, yaitu misteri keikhlasan, misteri
ikhtiar.
Jika kita telah melakukan pekerjaan secara baik dan maksimum, mungkin setelah
itu ada perasaan takut dan khawatir. Janganlah takut terhadap atasan kita jika kita
telah melakukan sesuatu itu dengan baik dan maksimum, yang penting kita
bekerja (berikhtiar) secara baik menurut kemampuan kita. Dalam hal ini, perlu
adanya ketenangan. Jangan memberi kesempatan keraguan itu muncul dalam
batin kita. Inilah ikhtiar.
Kita mungkin pernah merasakan tidak percaya diri setelah melakukan sesuatu,
padahal apa yang telah kita lakukan itu sudah cukup baik. Ada rasa takut dan
bersalah, seakan-akan yang telah kita lakukan itu tidak maksimal. Orang yang
selalu digelisahkan oleh keraguannya sendiri, maka itu bukanlah l\ikhtiar. Orang
yang ikhtiar, maka dia akan percaya pada dirinya sendiri. Dia telah berikhtiar,
selebihnya diserahkan kepada Allah.
Kalau memang standard atasannya melebihi dari apa yang dilakukannya, maka ia
akan menyerahkan kepada Allah, sebab Allah hanya menciptakan kadarnya seperti
itu. Hingga kita tetap bisa bersikap tenang ketika dimarahi. Kalau memang kita
bisa bersikap seperti ini, maka di saat yang lain mungkin atasan kita itu akan
meminta maaf kepada kita. Mungkin juga kita akan dicari, karena walaupun
terdapat kekurangan pada pekerjaan kita itu, tetapi istiqamahnya ternyata yang
dibutuhkan oleh atasan kita, daripada dibandingkan dengan yang lain, sempurna
tetapi munafik.
Ini adalah hal yang sangat penting untuk kita semua. Tidak perlu memaksakan diri
untuk melakukan sesuatu yang sangat sempurna menurut standardnya orang lain,
apalagi hal itu di luar kemampuan kita. Misalkan, kita hanya S1, tetapi kemudian
ditantang untuk melakukan sesuatu seperti yang dilakukan oleh orang yang sudah
S3. Bukanlah ikhtiar namanya jika kita tetap memaksakan untuk melakukan
sesuatu yang di luar kemampuan kita.
ikhtiar itu jika kita bekerja sesuai dengan apa adanya yang ada pada diri kita,
bukan bagaimana seharusnya yang diinginkan oleh atasan kita. Karena, kalau kita
selalu terbayangi oleh standardnya atasan kita ataupun standardnya orang lain,
maka kita pasti selalu takkan pernah percaya diri. Sebaik apapun pekerjaan kita,
ternyata itu masih ada kurangnya, karena di atas langit masih ada langit lagi.
Orang yang seperti ini adalah orang yang tidak berperasaan ikhtiar. Orang yang
berperasaan ikhtiar adalah orang yang apapun terjadi, maka itulah dirinya. Tapi
hal ini harus konsisten dilakukan.
Kalaupun ada persoalan, misalkan dimarahi ataupun dicela, pada saat-saat seperti
ini kita perlu tuma’ninah sebentar. Endapkanlah sebentar, kemudian kita berdoa
kepada Allah bahwa ikhtiar kita itu sudah cukup tetapi atasan kita masih
menganggapnya kurang. Kita serahkan diri kita kepada Allah, laa hawlawala
quwwata illa billah. Insya Allah nantinya akan ada kemu’jizatan (keajaiban).
Namun persoalannya selama ini, bahwa kita jarang sekali mau bertuma’ninah
setelah melakukan ikhtiar.
Kita sudah melakukan kerja yang maksimum, tetapi kita dimarahi, seolah-olah kita
terpengaruh, bahwa memang kita yang salah. Padahal dengan seperti ini, berarti
kita telah menafikan kerja maksimum yang telah kita lakukan menurut
kemampuan kita. Wakafkanlah diri kita kepada Allah pada saat-saat ini. Ingatlah
Allah sambil kita berpasrah di dalam hati. Yakinlah, bahwa nantinya pasti akan ada
jawaban. Tidak akan ada orang yang jatuh jika ia telah berikhtiar dan berdoa lalu
menyerahkan dirinya kepada Allah.
Ingatlah ada dua istilah, yaitu menyerahkan diri dan pasrah. Kita sudah berikhtiar
melakukan yang secara maksimum sesuai dengan kemampuan kita. Kemudian
setelah itu serahkanlah hasil kerja kita tersebut kepada Tuhan. Setelah itu barulah
kita pasrah. Menyerahkan diri berbeda dengan pasrah. Pasrah adalah puncak dari
semua usaha yang kita lakukan itu. Jadi, anak tangganya adalah ikhtiar (berusaha),
sesudah itu ikhtiar(menyerahkan), sesudah itu barulah pasrah. Janganlah kita
langsung pasrah tanpa melewati dua anak tangga di bawahnya, yaitu tak ada
ikhtiar
Ketika kita sedang menghadapi suatu problem, maka ingatlah Allah pada saat itu.
Pada kondisi ini, baik itu atasan ataupun orang lain, apakah mereka mampu
melawan Tuhan? Pada waktu itu, kita sudah berada di dalam genggaman Tuhan.
Masih adakah kekuatan lain yang akan merampas kita yang sudah berada di dalam
genggaman Tuhan? Jawabannya, tidak ada yang mampu merampas kita jika kita
sudah berada di dalam genggaman Tuhan. Tapi ini harus dilakukan dengan haqqul
yaqin, yaitu jangan setengah-setengah. Pada umumnya, pasrahnya kita itu
setengah-setengah (tanggung).
Janganlah kita takut dipecat. Justru kalau kita takut, malahan mungkin akan
dipecat. Dalam hal ini, jadilah seperti baja, yaitu istiqamah, sehingga si pemecat
itu akan kalah. Kalau kita menyerahkan diri ini sepenuhnya kepada Allah, maka
hukum alam (sunnatullah)nya yang berlaku adalah pasti Tuhan akan melindungi
kita. Tapi kalau kita ragu, maka sama saja kita sudah bersikap syirik, yaitu pada
satu sisi kita percaya Tuhan, tetapi pada sisi yang lain kita selalu dirundung rasa
takut.
Berani membunuh keraguan, itulah yang dicari oleh orang banyak. Tapi sangat
sedikit yang bisa mencapai pada tingkatan tersebut. Bagaimanakah membunuh
keraguan? Caranya, kita harus haqqul yaqin.
Pentingnya Ikhtiar
Setiap manusia memiliki keinginan dan cita-cita untuk mendapat
kesuksesan, tak ada seorang pun yang menginginkan kegagalan. Hal ini karena
Allah menganugerahkan kehendak kepada manusia. Jika kehendak tersebut
mampu dikelola dengan baik, manusia akan menemukan kesuksesannya.
“ (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan
Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui ” (QS.Ash-Shaff:11)
Larangan Berputus Asa
Allah telah mencontohkan kisah Nabi Ya’qub dalam Al-Qur’an sebagai
contoh nyata pelajaran orang-orang yang ditimpa kesusahan dan larangan
berputus asa. Nabi Ya'qub yang terus berdo'a dan berharap pada Tuhannya setiap
saat agar tidak termasuk orang-orang yang berputus asa, karena berputus asa
pada kebaikan Tuhan adalah sifat-sifat orang yang kafir.
Kisah itu digambarkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala dalam Al-Qur’an surah
Yusuf ayat 87 �َّي� �ِن �اَب �وا َي وا اْذ�َه�ُب �َح�ُس�ُس� �وُس�َف� ِم�ْن� َف�ِت �ْخ�َيِه� َي اَل� َو�َأ وا َو� ِح ِم ْن َت�ْيَئ�ُس� َو َر�
�ِه� الَّل�ِه �َّن �ُس� اَل� إ �َئ �َي َو�ِح� ِم�ْن� َي �ِه� ٌر� �اَل� الَّل �َق�و�ُم� إ َوَن� ال �اَف�ُر� �َك ال
”Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan
saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir”. (QS:
Yusuf: 87)
Tak ada cara lain, mari kita palingkan semua pada Islam. Berikhtiarlah untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan kita, yakni: dengan memilih jalan-jalan keluar
yang baik-baik dan yang diridhoi Allah Subhanahu wa-ta'ala.
2. Perintah untuk Berikhtiar
Dalil-dalil yang mewajibkan kita berikhtiar, antara lain :
a. Surat al-Jumu’ah ayat 10
Yang artinya :”Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung”.
b. H.R. al-Bukhori nomor 1378 dari Zubair bin Awwam r.aYang artinya : “Sungguh, jika sekiranya salah seorang diantara kamu membawa talinya(untuk mencari kayu bakar), kemudian ia kembali dengan membawa seikat kayu di atas punggungnya, lalu ia jual sehingga Allah mencukupi kebutuhannya(dengan hasil itu) adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada manusia, baik mereka(yang diminta) member atau menolaknya.
3. Bentuk-bentuk Ikhtiar
Sebagai muslim kita harus mengenali bentuk-bentuk perilaku ikhtiar, agar kelak dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-sehari, di antaranya sebagai berikut :
a. Mau bekerja keras dalam mencapai suatu harapan dan cita-cita.
b. Selalu bersemangat dalam menghadapi kehidupan.
c. Tidak mudah menyerah dan putus asa.
d. Disiplin dan penuh tanggung jawab.
e. Giat bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup.
f. Rajin berlatih dan belajar agar bisa meraih apa yang diinginkannya.
4. Dampak Positif Ikhtiar
Banyak nilai positif yang terkandung dalam perilaku ikhtiar, di antaranya sebagai berikut :
a. Terhindar dari sikap malas.
b. Dapat mengambil hikmah dari setiap usaha yang dilakukannya.
c. Memberikan contoh tauladan bagi orang lain.
d. Mendapat kasih sayang dan ampunan dari Allah SWT.
e. Merasa batinnya puas karena dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.
f. Terhormat dalam pandangan Allah dan sesame manusia karena sikapnya.
g. Dapat berlaku hemat dalam membelanjakan hartanya.
5. Membiasakan Diri Berikhtiar
Sikap perilaku ikhtiar harus dimiliki oleh setiap muslim agar mampu menghadapi semua godaan dan tantangan dengan kerja keras dan ikhtiar. Untuk itu hendaklah perhatikan terlebih dahulu beberapa hal berikut :
a. Kuatkan iman kepada Allah SWT.
b. Hindari sikap pemalas.
c. Jangan mudah menyerah dan putus asa.
d. Berdo’a kepada Allah agar diberi kekuatan untuk selalu berikhtiar.
e. Giat dan bersemangat dalam melakukan suatu usaha.
f. Tekun dalam melaksanakan tugas, Pandai-pandai memanfaatkan waktu.
g. Tidak mudah putus asa, selalu berusaha memajukan usahanya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi dari penjabaran yang telah kita uraikan dalam materi diatas, dapat kita berikan kesimpulan akhlak tersebut merupakan sutu bentuk atau cerminan yang tertatanam dalam diri seseorang dan hal tersebut terealisasi dalam kehidupannya sehari – hari. Sehingga ada yang dinamakan dengan akhlak terpuji, dan ada juga yang dinamakan dengan akhlak tercelah.
Adapun bentuk dari akhlak terpuji tersebut ada beberapa bagian, diantaranya sebagai berikut Ikhlas, Taat, Khauf, Taubat, Tawakal,Ikhtiar, Sabar, Syukur, Dan Qanaah.
Semuanya ini memiliki sisi positif dari pergaulan yang kita lakukan, baik dalam melakukan hubungan yang bersifat horizontal atau dalam melakukan hubungan dengan AllahSWT atau dalam melakukan hubunga secara vertikal yaitu dalam melakukan hubungan atau bergaul antar sesama Manusia.
B. Saran
Dari pembahasan yang telah kami sajikan diatas, kami berharap mudah – mudahan setelah kita mempelajari pelajaran mengenai akhak terpuji ini, agar bisa kita jadikan sebagai rujukan dalam melakukan pergaulan dalam kehidupan baik bergaul dengan Allah atau bergaul antar sesama manusia, kemudian juga kami selaku pemakalah berharap kepada segenap pembaca makalah ini, agar jangan mengambil rujukan hanya terfokus kepada materi yang telah kami sajikan dalam makalah ini saja, akan tetapi mari kita sama – sama aktif dalam mencari buku – buku dan sumber lainnya yang membahas masalah akhlak terpuji ini secara
mendalam, sehingga lebih memantapkan pengetahuan kita mengenai pembahasan akhlak terpuji tersebut.