Makalah Neuritis Optik Revisi
-
Upload
muhammad-ardyansyah-pratama -
Category
Documents
-
view
948 -
download
104
Transcript of Makalah Neuritis Optik Revisi
BAB I
PENDAHULUAN
Neuritis optikus merupakan salah satu penyebab umum kehilangan penglihatan unilateral
pada orang dewasa1. Berdasarkan kategori klinik dan pemeriksaan opthalmoskopis terbagi
menjadi papilitis dan neuritis retrobulbar. Papilitis adalah inflamasi yang mengenai serabut retina
nervus optikus yang masuk pada papil nervus optikus di dalam bola mata, dengan pemeriksaan
opthalmoskopis di diskus optikus akan tampak kelainannya sedangkan pada neuritis retrobulbar
inflamasinya mengenai nervus yang terletak di belakang bola mata dan terletak jauh dari diskus
optikus sehingga perubahan-perubahan dini di diskus optikus tidak tampak dengan pemeriksaan
opthamoskopis, ketajaman penglihatan dapat menurun1.
Pada berbagai kelompok populasi diseluruh dunia, neuritis retrobulbar berkaitan dengan
sklerosis multipel pada 13-85% pasien. Persentase perkembangan menjadi sklerosis multipel
setelah suatu episode neuritis optikus cenderung lebih tinggi seiring dengan peningkatan
lamanya tindak lanjut pasien3. Sehingga diperlukan tindak lanjut pasien berupa diagnosis dan
penatalaksanaan yang tepat.
Neuritis optik terjadi akibat saraf optik yang merupakan jaras yang membawa impuls
penglihatan ke otak mengalami peradangan serta sarung mielin yang membungkus saraf tersebut
mengalami kerusakkan (proses ini disebut juga demielinisasi). Terjadinya sangat khas pada salah
satu mata (70%) yang menyebabkan gangguan penglihatan yang cepat dan progresif tetapi
bersifat sementara. Sekitar 30% penderita terjadi pada kedua mata. Neuritis optik cenderung
menyerang dewasa muda dengan usia rata-rata 30-an. Tujuh puluh lima persen penderita
merupakan wanita4.
Neuritis optik sering diakibatkan oleh penyakit sklerosis multipel. Penyebab lainnya
adalah infeksi virus, jamur, ensefalomielitis, penyakit-penyakit otoimun atau tumor yang
menekan saraf penglihatan atau penyakit-penyakit pembuluh darah (misalnya radang arteri
temporal). Beberapa bahan kimia beracun seperti metanol dan timah hitam dapat menyebabkan
kerusakan saraf optik. Kerusakan saraf optik dapat juga dikarenakan penyalahgunaan alkohol
dan rokok. Neuritis optik dapat juga disebabkan karena gangguan sistem kekebalan tubuh4.
1
Nervus Optikus adalah saraf yang membawa rangsang dari retina menuju otak, saraf
optikus ini seperti sebuah wayar listrik dimana setiap wayar membawa informasi penglihatan
menuju otak5.
Nervus Optikus bercabang menjadi 3 bagian yaitu :
1. Bagian Intraokular
Merupakan kepala dari nervus optikus.
2. Bagian Rongga Mata (orbita)
Yang meluas dari bola mata menuju foramen optikus.
3. Bagian Intrakranial
Yang terletak antara foramen optikus dengan chiasma optikus. Jika satu ataupun semua serabut
saraf mengalami peradangan dan tak berfungsi sebagaimana mestinya maka penglihatan akan
menjadi kabur. Jika terjadi inflamasi ataupun demielisasi nervus optikus, keadaan ini disebut
dengan neuritis optikus5.
Pada neuritis optikus, serabut saraf menjadi bengkak dan tak berfungsi sebagaimana mestinya.
Penglihatan dapat saja normal atau berkurang, tergantung pada jumlah saraf yang mengalami
peradangan5.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Neuritis optik adalah gangguan penglihatan yang disebabkan karena peradangan pada
saraf optik yang berasal dari inflamasi dan demielinisasi nervus optikus4.
B. KLASIFIKASI
berasal dari inflamasi dari demielinisasi nervus optikus.
Terbagi menjadi:
a. Retrobulbar neuritis :
Merupakan radang saraf optik dibelakang bola mata. Biasanya berjalan akut yang
mengenai satu atau kedua mata. Disebabkan oleh sklerosis multipel, penyakit mielin
saraf, anemia pernisiosa, diabetes melitus dan intoksikasi7.
Bola mata bila digerakkan akan terasa berat di bagian belakang bola mata. Rasa sakit
akan bertambah bila bola mata ditekan yang disertai dengan sakit kepala7.
Neuritis retrobulbar mempunyai gejala seperti neuritis, akan tetapi dengan gambaran
fundus yang sama sekali normal. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan lapang
pandang dan turunnya tajam penglihatan yang berat. Pada pemeriksaan lapang pandang
ditemukan skotoma sentral, parasentral dan cincin7.
b. Papilitis :
Papilitis adalah inflamasi yang mengenai nervus optikus di dalam bola mata, merupakan
salah satu tipe neuritis optikus yang sering terjadi pada anak-anak, memiliki gejala yang
sama dengan neuritis retrobulbar tetapi pada pemeriksaan dengan opthalmoskopis dapat
ditemukan pembengkakan pada diskus optikus, hiperemi, tepi kabur dan semua pembuluh
darah dilatasi2.
3
Papilitis merupakan radang pada serabut retina saraf optik yang masuk pada papil saraf
optik yang berada dalam bola mata. Penglihatan pada papilitis akan terganggu dengan
lapang pandangan menciut, bintik buta melebar, skotoma sentral, sekosentral dan
altitudinal. Terdapat tanda defek pupil aferen bila mengenai satu mata atau tidak sama
berat pada kedua mata. Pada papil terlihat pendarahan, eksudat,dengan perubahan pada
pembuluh darah retina dan artei menciut dengan vena yang melebar, kadang terlihat
edema papil yang berat, dan papil saraf optik berangsung-angsur menajdi pucat dengan
tajam penglihatan masih tetap normal. Terlihat sel radang di depan papil saraf optik7.
Penyulit papilitis yaitu ikut meradangnya retina atau neuroretinitis.
Pada proses penyembuhan kadang-kadang tajam penglihatan menjadi sedikit lebih baik
atau sama sekali tidak ada perbaikan, dengan skotoma sentral menjadi lebih baik atau
tidak ada perbaikan7.
Rekuren dapat terjadi dan berakhir dengan gangguan fungsi penglihatan yang lebih
nyata7.
c. Neurorenitinitis : memiliki konotasi yang sama dengan papilitis tetapi ditujukan kepada
suatu proses yang lebih lanjut menuju daerah dekat retina dan uvea5.
d. Iskemik Optik Neuropatik.
Diduga disebabkan oleh trombus, emboli, atau radang pembuluh darah yang menyumbat
pembuluh darah papil saraf optik.Penyebab utama dapat nonarteritik Anterior Ischemic
Optik Neuropathy (AION) dengan hipertensi dan arteritik Anterior Iskemik Optik
Neuropati Anterior (AION) yang disebabkan giant cell arteritis. Kelainan dapat terjadi
pada satu mata atau pada kedua mata sekaligus, yang biasanya terjadi pada pasien berusia
lebih dari 40 tahun. Penyumbatan dapat terjadi pada pasien dengan usia lebih lanjut7.
Gejala yang ditemukan berupa tajam penglihatan yang turun mendadak disertai dengan
skotoma atau defek lapang pandangan sesuai dengan gambaran serat saraf retina, atau
kadang-kadang altitudinal. Tidak terdapat rasa sakit, tidak progresif, disertai sakit kepala,
4
sakit saat mengunyah, polimialgia, dan kadang-kadang demam7. Pengobatan ditujukan
sesuai dengan penyebabnya.
C. Etiologi
1. Inflamasi lokal
a. Uveitis dan retinitis
b. Oftalmia simpatika
c. Meningitis
d. Penyakit sinus dan infeksi orbita
2. Inflamasi general
a. Infeksi syaraf pusat
Multipel sklerosis
Diberbagai kelompok populasi diseluruh dunia, neuritis retrobulbar berkaitan dengan sklerosis
multipel pada 13-85% pasien3. Data dari “Mayo clinic” pada tahun 1933 didapatkan dari 255
kasus sebanyak 155 disebabkan oleh sklerosis multipel2.
Acute disseminated encephalomyelitis
Neuromyelitis optic (Devic disease)
Merupakan suatu proses demielinisasi yang mengenai nervus optikus. Penyakit ini sering salah
didiagnosa dengan sklerosis multipel tetapi dapat dibedakan berdasarkan derajat keparahan,
lokasinya (mengenai nervus optikus, medulla spinalis) dan analisis cairan serebro spinal
(polymorphonuclear pleocytosis dan ketiadaan oligoclonal banding)8.
b. Syphilis
c. Tuberkulosis
3. Leber’s disease
Merupakan suatu penyakit herediter pada laki-laki muda, manifestasinya sebagai perubahan
mendadak pada penglihatan sentral, pertama kali mengenai satu mata dan selanjutnya kedua
mata. Karakteristiknya terdapat skotoma sentral dengan dence central nucleus. Pada beberapa
5
kasus inflamasi mengenai nervus di dalam bola mata sehingga menyebabkan papilitis ringan.
Pada kasus yang lain mengenai nervus di belakang mata2.
4. Toksin endogen
a. Penyakit infeksi akut, seperti influenza, malaria, measles, mumps, pneumonia
b. Fokus septik pada gigi, tonsil, infeksi fokal
c. Penyakit metabolik: diabetes, anemia, kehamilan, avitaminosis
5. Intoksikasi racun eksogen seperti tobacco,etil alcohol, metil alkohol.
D. Patogenesis
Nervus optikus mengandung serabut-serabut syaraf yang
mengantarkan informasi visual dari sel-sel nervus retina ke
dalam sel-sel nervus di otak7. Retina mengandung sel
fotoreseptor, merupakan suatu sel yang diaktivasi oleh cahaya
dan menghubungkan ke sel-sel retina lain disebut sel ganglion.
Kemudian mengirimkan sinyal proyeksi yang disebut akson ke
dalam otak. Melalui rute ini, nervus optikus mengirimkan impuls
visual ke otak8. Sehingga ketika nervus tersebut inflamasi, sinyal visual yang dihantarkan ke otak
menjadi terganggu dan pandangan menjadi lemah.
E. Faktor Resiko
Faktor resiko neuritis optikus termasuk:
1.Usia
Neuritis optikus sering mengenai dewasa muda usia 20 sampai 40 tahun; usia rata-rata terkena
sekitar 30 tahun. Usia lebih tua atau anak-anak dapat terkena juga tetapi frekuensinya lebih
sedikit7.
2.Jenis kelamin
Wanita lebih mudah terkena neuritis optikus dua kali daripada laki-laki7.
3.Ras
Neuritis optikus lebih sering terjadi pada orang kulit putih daripada ras yang lain7.
6
F. Epidemiologi
Insidensi neuritis optikus dalam populasi per tahun diperkirakan 5 per 100.000 sedangkan
prevalensinya 115 per 100.000. Sebagian besar mengenai usia 20 sampai dengan 40 tahun.
Wanita lebih umum terkena daripada pria. Berdasarkan data The Optic Neuritis Treatment Trial
(ONTT) 77% adalah wanita, 85% kulit putih. Sebagian besar kasus patogenesisnya disebabkan
inflamasi demielinisasi dengan atau tanpa sklerosis multipel. Pada sebagian besar kasus neuritis
optikus monosimptomatik merupakan manifestasi awal sklerosis multipel7.
G. Gejala Klinis
Keluhan utama pada neuritis optikus adalah sama, apakah nervus yang terkena terletak
intra okular (papilitis) ataupun ekstra okular (neuritis retrobulbar)2.
1. Hilangnya penglihatan
Kehilangan penglihatan pada pasien dengan neuritis optikus umumnya terjadi tiba-tiba selama
beberapa jam sampai beberapa hari. Progresi menjadi periodenya lama dapat terjadi tetapi
mungkin terdapat faktor yang mendasarinya. Kehilangan penglihatan umumnya monokuler
meskipun dapat juga mengenai kedua mata terutama pada anak-anak5.
2. Nyeri di sekitar mata
Nyeri ringan di dalam atau sekitar mata terdapat pada lebih 90% pasien. Dapat ringan bahkan
sampai berat Nyeri tersebut dapat terjadi sebelumnya atau bersama-sama dengan hilangnya
penglihatan, umumnya di cetuskan oleh pergerakan mata dan terjadi hanya beberapa hari. Bola
mata bila digerakkan akan terasa berat di bagian belakang bola mata, rasa sakit akan bertambah
bila bola mata ditekan dan di sertai sakit kepala. Pada 19 % pasien, sakit dapat didahului hilangnya
visus, dalam 7 hari. Biasanya berlangsung 24-28 jam sebelum bersamaan dengan hilangnya visus. Sakit
yang menetap lebih dari 10-14 hari jarang ditemukan. Jika didapati, diagnosa haruslah dipertimbangkan
kembali. Tak ada hubungan yang nyata antara rasa sakit dengan keparahan hilangnya visus atau gambaran
fundusnya5.
3. Hilangnya visus dapat :
- ringan (≥ 20 / 30)
- sedang (≥ 20 / 60)
- berat (≤ 20 / 70)
7
Visus dapat mengurangi persepsi sinar. Pasien mengeluh adanya pandangan berkabut
atau visus yang kabur, kesulitan membaca, adanya bintik buta, perbedaan subjektif pada
terangnya cahaya, persepsi warna yang terganggu, hilangnya persepsi dalam atau kaburnya visus
untuk sementara5.
4. Gangguan lapangan pandang
Depresi secara keseluruhan dari lapangan pandang adalah tipe defek visual yang sering
ditemukan. Banyak tipe kehilangan lapangan pandang dilaporkan, termasuk skotoma
centrocecal, kerusakan gelendong sarafparasentral, kerusakan gelendong saraf yang meluas ke
perifer, kerusakan gelendong saraf yang melibatkan fiksasi dan perifer saja. Setelah 7 bulan, 51
% kasus memiliki lapangan pandang yang normal5.
5. Ukuran pupil
Ukuran pupil sama dengan optik neuritis yang unilateral walaupun mata tersebut buta.
Umumnya, bagaimanapun defek/kerusakan afferent pupil di karakteristikan dengan susahnya
atau hilangnya konstriksi pada penyinaran langsung, hal ini didapati pada mata yang ipsilateral.
Tes dengan lampu senter yang berayun adalah metode sederhana untuk mendeteksi hal ini5.
H. Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, tanda dan gejala klinis.
1. Anamnesis
Pasien umumnya wanita usia 20-40 tahun dengan keluhan gangguan penglihatan
mendadak pada salah satu mata. Terdapat rasa nyeri yang memburuk dengan gerakan mata dan
riwayat serangan sebelumnya. Gangguan penglihatan ini dapat berkembang secara progresif
beberapa jam sampai berhari-hari. Dapat terdapat patch abu-abu pada pusat penglihatan. Pada
kasus yang berat dapat terjadi kehilangan penglihatan sepenuhnya pada mata yang terkena.
Serangannya mengenai unilateral pada 90% kasus meskipun terdapat resiko mata lainnya dapat
terkena kemudian dan serangan kambuhan pada satu atau dua mata dapat menyebabkan
kehilangan penglihatan permanen7.
2. Pemeriksaan
8
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda disfungsi nervus optikus. Derajat
hilangnya penglihatan bervariasi dari ringan sampai dengan berat. Penglihatan warna dan
sensitifitas kontras berkurang pada hampir semua kasus. Ketika melihat warna merah dengan
mata yang sakit dapat terlihat memudar (desaturasi).
Terdapat juga defek pupil afferent pada hampir semua kasus neuritis optikus unilateral.
Ketajaman penglihatan berkisar dari 20/20 sampai dengan persepsi terhadap cahaya. Pada saat
serangan akut, pemeriksaan medan penglihatan dapat menunjukkan skotoma sentral. Besar dari
defek ini berkurang pada proses penyembuhan, sering meninggalkan defek residu di antara bintik
buta dan area sentral.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan lapang pandang ditemukan skotoma sentral dan
parasentral relatif dan atau absolut dan opthalmoskopi.
Pada opthalmoskopi ditemukan:
a. Perubahan awal
Papilitis dapat ditemukan dalam 38 % kasus. Diskus optikus normal dalam 44 % kasus. Pucatnya
bagian temporal menunjukkan adanya lesi optik neuritis yang berat pada mata yang sama, hal ini
dijumpai pada 18 % dari pasien yang menjalani pemeriksaan. Papilitis tahap awal di
karakteristikkan dengan adanya batas diskus yang mengabur dan sedikit hiperemis5.
b. Papilitis yang mencapai perkembangan yang lengkap
Adanya papiledema pada opthalmoskopi tidak memungkinkan untuk menyatakan hal ini,
ditandai dengan adanya pembengkakan, hilangnya fisiologis cup, hiperemis dan perdarahan yang
terpisah. Pembungkus vena biasanya jarang terlihat. Pemeriksaan dengan split lamp untuk
melihat adanya sel pada vitreous adalah hal yang sangat penting5.
c. Perubahan lanjut
Pada retrobulbar optik neuritis, diskus yang normal dapat dijumpai selama 4-6 minggu, saat
dimana pucat dijumpai. Papilitis yang berlanjut kadang-kadangdidapati gambaran optik atropi
sekunder. Pada keadaan ini batas diskus dapat mengabur, mungkin terdapat jaringan glial pada
diskus, dan pucatnya diskus bagian stadium akhir optik neuritis. Pada stadium ini, serabut saraf
atropi dapat diamati pada retina dengan perangkat lampu hijau merah5.
9
Neuritis retrobulbar adalah suatu neuritis optikus yang terjadi cukup jauh di belakang
diskus optikus sehingga perubahan-perubahan dini di diskus optikus tidak tampak dengan
oftalmoskop; namun ketajaman penglihatan sangat menurun7.
Pada neuritis retrobulbar, diskus optikus dapat tetap tampak normal selama 4-6 minggu.
Walaupun pada permulaan tidak terlihat kelainan fundus, lama kelamaan akan terlihat kekaburan
batas papil syaraf optik dan degenerasi syaraf optik akibat degenerasi serabut syaraf, disertai
atrofi descenden (secondary optic atrophy ) akan terlihat papil pucat dengan batas yang tegas7.
3. Pemeriksaan Penunjang
Tes diagnostik seperti MRI, analisis cairan serebrospinal dan serologi, umumnya dipakai dengan
alasan sebagai berikut:
1.Untuk menentukan penyebabnya apakah suatu proses inflamasi atau non inflamasi,
nonidiopathi, dan infeksi.
2.Untuk menentukan prognosisnya, apakah akan berkembang secara klinis menjadi multipel
sklerosis.
a. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI penting untuk memutuskan apakah daerah di otak telah terjadi kerusakan myelin, yang
mengindikasikan resiko tinggi berkembangnya sklerosis multipel. MRI juga dapat membantu
menyingkirkan kemungkinan tumor atau kondisi lain. Pada pasien yang dicurigai menderita
neuritis optikus, pemeriksaan MRI otak dan orbita dengan fat suppression dan gadolinium
sebaiknya dilakukan dengan tujuan untuk konfirmasi diagnosis dan menilai lesi white matter.
MRI dilakukan dalam dua minggu setelah gejala timbul. Pada pemeriksaan MRI otak dan orbita
dengan fat suppression dan gadolinium menunjukkan peningkatan dan pelebaran nervus optikus.
Lebih penting lagi, MRI dipakai dengan tujuan untuk memutuskan apakah terdapat lesi ke arah
sklerosis multipel. Ciri-ciri resiko tinggi mengarah ke sklerosis multipel adalah terdapat lesi
white matter dengan diameter 3 atau lebih, bulat, lokasinya di area periventrikular dan menyebar
ke ruangan ventrikular3.
b. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Protein ologinal banding pada cairan serebrospinal merupakan penentu sklerosis multipel.
Terutama dilakukan terhadap pasien-pasien dengan pemeriksaan MRI normal6.
10
c. Test Visually Evoked Potentials
Test Visually evoked potentials adalah suatu test yang merekam sistem visual, auditorius
dan sensoris yang dapat mengidentifikasi lesi subklinis. Test Visually evoked potentials
menstimulasi retina dengan pola papan catur, dapat mendeteksi konduksi sinyal elektrik yang
lambat sebagai hasil dari kerusakan daerah nervus6.
d. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan tes darah NMO-IgG untuk memeriksa antibodi neuromyelitis optica. Pasien
dengan neuritis optikus berat sebaiknya menjalani pemeriksaan ini untuk mendeteksi apakah
berkembang menjadi neuromyelitis optica. Pemeriksaan tingkat sedimen eritrosit (erythrocyte
sedimentation rate (ESR)) dipakai untuk mendeteksi inflamasi pada tubuh, tes ini dapat
menentukan apakah neuritis optikus disebabkan oleh inflamasi arteri kranialis6.
I. Diagnosis Banding
1. Compressive optic neuropathy
Gejala Visus Visus sentral hilang cepat, progresif, jarang ketajaman dipelihara Defek akut lapangan
pandang, biasanya altitudal, ketajaman bervariasi-turun akut
Lain Bola mata pegal, sakit bila digerakkan, sakit alis atau orbita
Sakit Bergerak Ada Tidak ada
Bilateral Jarang pada orang dewasa, dapat gantian, sering pada anak-anak terutama papilitis. Khas
unilateral pada stadium akut ; mata kedua terlibat subsequently dengan gambaran syndrome Foster
Kennedy.
Gejala Pupil Tidak ada isokoria, reaksi sinar menurun pada sisi neuritis. Tidak ada isokoria, reaksi
sinar menurun pada sisi infrak.
Penglihatan Warna Ketajaman visus
Biasanya menurun Ketajaman berpariasi hilang hebat, lazim pada arthritis.
Sel bada kaca Ada Tidak ada
11
Fundus Retrobulbar : normal papilitis ; derajat pembengkakan disk bervariasi Biasanya edema disk
segmental pallid, dengan sedikit hemoragi lidah api5.
Terdapat kehilangan penglihatan akut. Pola kehilangan lapang pandang menunjukkan
penyebabnya non inflamasi, misalnya ditemukan kehilangan penglihatan pada mata lainnya. CT
Scan atau MRI dapat mengidentifikasi lesi kompresif pada orbita dan khiasma6. Pada
Compressive optic neuropathy tidak terdapat pemulihan penglihatan.
2. Nonarteritic anterior ischemic optic neuropathy
Terdapatnya nyeri terutama pada pergerakan mata (meskipun tidak mutlak) secara klinis dapat
membedakan neuritis optikus dengan nonarteritic anterior ischemic optic neuropathy2.
3.Syndrom viral dan post viral
Parainfectious optic neuritis umumnya mengikuti onset infeksi virus selama 1-3 minggu, tetapi
dapat juga sebagai phenomena post vaksinasi. Umumnya mengenai anak-anak daripada dewasa
dan terjadi karena proses imunologi yang menghasilkan demielinisasi nervus optikus. Post viral
atau parainfeksius neuritis optikus dapat terjadi unilateral tetapi sering bilateral. Diskus optikus
dapat normal atau terjadi pembengkakan2.
J. Penatalaksanaan
1. Terapi jangka pendek
The Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) telah meneliti secara komprehensif tentang
penatalaksanaan neuritis optikus dengan menggunakan steroid3.
Dalam penelitiannya ONTT melibatkan sebanyak 457 pasien, usia 18-46 tahun dengan
neuritis optikus akut unilateral. Data follow up didapatkan dari kohort ONTT (Longitudinal
Optic Neuritis Study [LONS]) menghasilkan informasi yang penting tentang gejala klinis,
penglihatan jangka panjang, penglihatan yang berkaitan dengan kualitas hidup dan peranan MRI
otak dalam memutuskan resiko berkembang menjadi CDMS (Clinically definite Multiple
Sclerosis)3.
Pasien yang terlibat pada penelitian ini diacak menjadi 3 kelompok perlakuan terapi, yaitu:
a. Mendapatkan terapi prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari) selama 14 hari dengan 4 hari taper ( 20
mg hari 1, 10 mg hari ke 2 dan 4) (kelompok terapi oral).
12
b. Mendapatkan terapi dengan metilprednisolon sodium suksinat IV 250 mg tiap 6 jam selama 3
hari, diikuti dengan prednison oral (1 mg/kg BB/ hari) selama 11 hari dengan 4 hari taper
(kelompok terapi dengan metilprednisolon IV).
c. Mendapatkan terapi dengan placebo selama 14 hari.
Dalam penelitian ini yang dinilai terutama tajam penglihatan dan sensitifitas terhadap kontras
sedangkan berkembangnya menjadi CDMS adalah hal kedua yang dinilai. MRI otak dan orbita
dengan menggunakan gadolinium telah dilakukan untuk semua pasien. Hasil yang didapatkan
dari penelitian ini adalah6:
a. Terapi dengan menggunakan metil prednisolon IV mempercepat pulihnya penglihatan tetapi
tidak untuk jangka panjang setelah 6 bulan sampai dengan 5 tahun bila dibandingkan dengan
terapi menggunakan placebo atau prednison oral, keuntungan terapi dengan menggunakan metil
prednisolon IV ini baik dalam 15 hari pertama saja.
b. Pasien yang mendapatkan terapi dengan menggunakan prednison oral saja didapatkan terjadi
resiko rekurensi neuritis optiknya (30% setelah 2 tahun dibandingkan dengan kelompok placebo
16% dan kelompok yang mendapatkan steroid IV 13%) sampai dengan follow up 5 tahun.
c. Pasien dengan monosymptomatik yang mendapatkan terapi dengan menggunakan
metilprednisolon intra vena didapatkan penurunan tingkat perkembangan ke arah CDMS selama
2 tahun pertama follow up, tetapi tidak bermanfaat setelah 2 tahun karena persentase
perkembangan menjadi CDMS hampir sama dengan kelompok prednison oral dan placebo.
2. Terapi jangka panjang
Diantara pasien dengan resiko tinggi berkembang menjadi CDMS yang ditetapkan
dengan kriteria MRI oleh ONTT (dua atau lebih lesi white matter), telah dilakukan penelitian
383 pasien oleh (the Controlled High-Risk Avonex MS Prevention Study [CHAMPS])
menunjukkan terapi dengan interferon ß-1a pada pasien acute monosymptomatic demyelinating
optic neuritis berkurang secara signifikan dalam 3 tahun dibandingkan dengan kelompok
placebo, juga terdapat pengurangan tingkat lesi baru pada MRI otak. Hasil yang sama juga
13
didapatkan pada pasien dengan neuritis optikus. Semua pasien kelompok terapi dengan
interferon ß-1a dan kelompok placebo juga mendapatkan terapi dengan metil prednisolon IV
selama 3 hari diikuti dengan prednison oral selama 11 hari sesuai dengan protokol ONTT.
Meskipun terapi dengan interferon ß-1a pada pasien neuritis optikus dan pada pasien yang
beresiko menurut pemeriksaan MRI manfaat jangka panjangnya tidak diketahui, tetapi hasil dari
CHAMPS memberikan suatu terapi awal yang rasional. Ini didukung oleh hasil penelitian dari
Early Treatment of Multiple Sclerosis Study [ETOMS]) yang menghasilkan selama 2 tahun
follow up terjadi penurunan yang signifikan jumlah pasien yang berkembang menjadi CDMS
dengan terapi awal interferon ß-1a (34%) bila dibandingkan dengan kelompok placebo (45%)6.
Pada model eksperimen sklerosis multipel, terapi dengan immunoglobulin intravena telah
ditunjukkan terjadi remielinisasi pada sistem syaraf sentral. Penelitian lain (1992) menyarankan
bahwa terapi dengan immunoglobulin bermanfaat pada pasien neuritis optikus dengan penurunan
penglihatan yang jelas. Akan tetapi dalam penelitian terbaru tentang immunoglobulin intravena
dengan placebo pada 55 pasien sklerosis multipel dengan kehilangan penglihatan tetap (20/ 40
atau lebih rendah) yang disertai neuritis optikus tidak menunjukkan pemulihan yang signifikan
terhadap tajam penglihatan6.
Jika pada pemeriksaan dengan MRI ditemukan lesi white matter dua atau lebih (diameter
3 atau lebih) diterapi berdasarkan rekomendasi dari ONTT, CHAMPS, dan ETOMS, yaitu6:
1.Metilprednisolon IV (1 g per hari, dosis tunggal atau dosis terbagi selama 3 hari) diikuti
dengan prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari selama 11 hari kemudian 4 hari taper).
2.Interferon ß-1a (30 Avonex μg intramuskular satu kali seminggu).
Pada pasien monosymptomatik dengan lesi white matter pada MRI kurang dari 2, dan yang telah
didiagnosis CDMS, diberikan terapi metilprednisolon (diikuti prednison oral) dapat
dipertimbangkan untuk memulihkan penglihatan, tetapi ini tidak memperbaiki untuk jangka
panjang. Berdasarkan hasil penelitian dari ONTT, penggunaan prednison oral saja (sebelumnya
tidak diterapi dengan metilprednisolon IV ) dapat meningkatkan resiko rekurensi6.
14
K. KOMPLIKASI
Penyulit pailitis yang dapat terjadi yaitu ikut meradangnya retina atau terjadinya
neurorenitis. Bila terjadi atropi papil pascapapilitis akan memperlihatkan papil yang puscat
dengan batas yang kabur akibat terdapatnya jaringan fibrosis atau glia disertai dengan arteri yang
menciut berat dengan selubung perivaskular5.
Pada proses penyembuhan kadang-kadang tajam penglihatan sedikit lebih baik atau sama sekali
tidak ada perbaikan dengan skotoma sentral yang menetap5.
L. PROGNOSIS
Prognosis dari penglihatan baik. Sebagian besar pasien sembuh sempurna atau mendekati
sempurna setelah 6-12 minggu11, sebanyak 95% pasien pulih penglihatannya menjadi visus 20/
40 atau lebih baik3. Begitu proses pemulihan dimulai, sebagian besar pasien mencapai perbaikan
maksimal dalam 1-2 bulan, meskipun pemulihan dalam 1 tahun juga memungkinan. Derajat
keparahan kehilangan penglihatan awal menjadi penentu terhadap prognosis penglihatan.
Meskipun penglihatan dapat pulih menjadi 20/20 atau bahkan lebih baik, banyak pasien dengan
acute demyelinating optic neuritis berlanjut menjadi kelainan pada penglihatan yang
mempengaruhi fungsi harian dan kualitas hidupnya. Kelainan tajam penglihatan (15-30%),
sensitivitas kontras (63-100%), penglihatan warna (33-100%), lapang pandang (62-100%),
stereopsis (89%), terang gelap (89–100%), reaksi pupil afferent (55–92%), diskus optikus (60–
80%), dan visual-evoked potential (63–100%). Rekurensi dapat terjadi pada mata yang lain, kira-
kira 30% dari partisipan ONNT terdapat episode ke 2 pada mata yang lain dalam 5 tahun5.
M. PENCEGAHAN
Gangguan penglihatan yang disebabkan karena neuritis optik biasanya bersifat sementara.
Remisi (penyembuhan) spontan terjadi dalam dua hingga lima minggu. Saat masa pemulihan,
65% - 80% ketajaman penglihatan penderita menjadi lebih baik. Prognosis jangka panjang
tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Jika serangan ini ditimbulkan oleh infeksi virus
maka akan mengalami penyembuhan sendiri tanpa meninggalkan efek samping. Jika neuritis
optik dipicu oleh sklerosis multipel, maka serangan berikutnya harus dihindari. Tigapuluh tiga
persen penderita neuritis optik akan kambuh dalam lima tahun. Tiap kekambuhan menyebabkan
pemulihannya tidak sempurna bahkan memperburuk penglihatan seseorang. Ada hubungan yang
15
kuat antara neuritis optik dengan sklerosis multipel. Pada orang yang tidak mengalami sklerosis
multipel maka separuh dari mereka yang mengalami gangguan penglihatan akibat neuritis optik
akan menderita penyakit ini dalam 15 tahun. Pemeriksaan mata secara teratur untuk menjaga
kesehatan mata. Pengobatan dini terhadap masalah penglihatan dapat mencegah kerusakkan
permanen pada saraf mata.
16
BAB III
KESIMPULAN
- Definisi neuritis optik adalah gangguan penglihatan yang disebabkan karena peradangan pada
saraf optik.dan di bagi menjadi dua jenis yaitu : neuritis retrobulbar dan neuritis papilitis.
- Etiologinya sendiri disebabkan antara lain : inflamasi lokal, inflamasi general, leber’s disease,
toksin endogen, intoksikasi racakan mataun eksogen seperti tobacco, etil alcohol, metil
alkohol.
- Patogenesis neuritis optikus : nervus optikus menghantarkan informasi visual dari sel-sel
nervus retina kedalam sel-sel nervus diotak, jika nervus inflamasi menyebabkan sinyal visual
terganggu dan pandangan menjadi lemah.
- Faktor resiko dari neuritis optikus : usia 20 – 40 tahun, wanita : pria = 2:1, ras kulit putih.
- Epidemiologi : 5 per 100.000 dengan prevalensi 115 per 100.000 dalam setahun, mengenai usia
20 sampai 40 tahun, wanita lebih umum terkena daripada pria, berdasarkan data The Optic
Neuritis Treatment Trial (ONTT) 77% adalah wanita, 85% kulit putih.
- Gejala klinis neuritis optikus berupa hilangnya penglihatan, nyeri sekitar mata, hilangnya visus,
gangguan lapang pandang, ukuran pupil.
- Diagnosis neuritis optikus didapatkan pada anamnesis : umumnya usia 20-40 tahun, keluhan
gangguan penglihatan mendadak pada salah satu mata, rasa nyeri yang memburuk dengan
gerakan mata, pada pemeriksaan didapatkan : disfungsi nervus optikus, penglihatan warna dan
sensitifitas kontras berkurang, defek pupil afferent, ketajaman penglihatan berkisar dari 20/20
sampai dengan persepsi terhadap cahaya, ditemukan skotoma sentral dan parasentral relatif dan
atau absolut, pemeriksaan penunjang seperti MRI, pemeriksaan cairan serebrospinal, test
visually evoked potentials, pemeriksaan darah.
- Diagnosis banding seperti compressive optic neuropathy, nonarteritic anterior ischemic optic
neuropathy, syndrome viral dan post viral.
17
- Penatalaksanaan terbagi dua yaitu terapi jangka pendek (steroid), terapi jangka panjang
(interferon beta-1a).
- Komplikasi : meradangnya retina atau terjadi neurorenitis, terdapatnya jaringan fibrosis
postpapilitis, kotoma sentral yang menetap.
- Prognosis : sebagian besar pasien sembuh sempurna, 95% pasien pulih penglihatannya menjadi
visus 20/40 atau lebih baik.
- Pencegahan : pemeriksaan mata secara teratur, pengobatan dini terhadap masalah penglihatan.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. James HA. The Optic Nerve in May’s Manual of Diseases of The Eye. The William’s and
Wilkins company, 14th edition : 1968, p.182 – 185.
2. Khurana A. Diseas of The Optic Nerve in Opthalmology. New Age International limited (p)
publisher, p. 291-292.
3. Pavan, Deborah.Visual Field, Optic Nerve, And Pupil in Manual of OcularDiagnosis and
Therapy, 4 th edition. Boston : 1996, p. 354 – 361.
4. www.doctor [email protected]
5. www.medicastore.com
6. Heed, Addler Francis. Optic Neuritis in Opthalmology. W.B. Saunders Company, 6 th
edition, p.362 – 367.
7. Sidarta I. Ilmu Penyakit Mata, FKUI, edisi 2 :1998. Hal. 186 – 188.
8. Neuritis Optik dalam Ilmu Penyakit Mata. Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia,
Airlangga Universitas Press : 1984. Hal. 108-110.
9. Vaughan, Daniel. G., Taylor Asbury & Paul Riordan-Eva. Oftalmologi Umum; Edisi 14.
Jakarta : Widya Medika. 2000. Hal.
19