Makalah KV Kasus 2
-
Upload
sasya-andriansyah -
Category
Documents
-
view
49 -
download
1
description
Transcript of Makalah KV Kasus 2
MODUL ORGAN
KARDIOVASKULAR
“Ny. Aminah 65 tahun diantar oleh anaknya dengan keluhan mual,
muntah, keringat dingin”
KELOMPOK 4
03011018 Amanda Nabila Faradina
03011020 Amanda Ulfah Demili
03011021 Amydhea Garnetta
03011022 Anastasia Widha
03011023 Anasthasya Giovani
03011025 Andrian Valerius
03011026 Andriany Chairunnisa
03011027 Andry Dimas
03011028 Anggi Calapi
03011029 Anggi Saputri
03011031 Anggi Pradetya
03011032 Angie Beatrice
03011033 Anindya
03011034 Anindya Latona
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2013
DAFTAR ISI
1
BAB I: PENDAHULUAN .......................................................................................................3
BAB II: LAPORAN KASUS ...................................................................................................4
BAB III: PEMBAHASAN
- Anamnesis ..............................................................................................................6
- Pemeriksaan Fisik ...................................................................................................7
- Pemeriksaan Laboratorium .................................................................................... 9
- Pemeriksaan Tambahan .........................................................................................11
- Diagnosis Kerja .....................................................................................................13
- Diagosis Banding ..................................................................................................13
- Patofisiologi ..........................................................................................................13
- Penatalaksanaan ....................................................................................................14
- Komplikasi ............................................................................................................15
- Prognosis ...............................................................................................................15
BAB IV: TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................16
BAB V: KESIMPULAN .........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................22
2
BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom koroner akut (SKA) adalah suatu keadaan gawat darurat jantung dengan
manifestasi klinis berupa perasaan tidak enak di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat
iskemia miokard. Sindrom koroner akut mencakup ST elevation myocard infarct (STEMI),
Non-ST elevation myocard infarct (NSTEMI) dan Unstable angina pectoris (UAP).
Prevalensi penyakit kardiovaskular di indonesia semakin hari menigkat dari tahun
ketahun. Survey kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI tahun 1992
menunjukan bahwa penyakit tersebut telah menempati urutan pertama dalam penyebab
kematian di Indonesia. Di Amerika Serikat, karena upaya masyarakat, pelayanan kesehatan
yang baik dan peranan dari pemerintahan dalam menanggulangi penyakit kardiovaskular
angka kejadian penyakit tersebut menurun, namun masih merupakan penyebabkab utama
kematian.
Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan suatu spektrum pasien – pasien yang
mengalami nyeri dada angina atau keluhan lain akibat ischemic miokard. Terdiri dari Angina
Pektoris Tidak Stabil (APTS), Infark Miokard (Non Q atau Q wave Miokard Infark). Ketiga
keadaan tersebut merupakan keadaan kegawatan dalam kardiovaskuler yang memerlukan
tatalaksana yang baik untuk menghindari terjadinya sudden death.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Saudara sedang bertugas di UGD , datang dengan kursi roda, Ny. Aminah 65 tahun
diantar oleh anaknya dengan keluhan mual, muntah, keringat dingin. Keluhan ini dirasakan
sejak 3 jam lalu. Menurut anaknya, pasien adalah penderita sakit kencing manis dengan terapi
glimiperid 2 mg dan tidak pernah ada keluhan seperti ini sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik didapat:
Keadaan umum tampak lemah, pucat, berkeringat. Kesadaran compos mentis.
TD : 90/60 mmHg Suhu : 36,50 c
RR : 22x/menit BB : 70 kg
JVP : tidak meningkat TB : 160 cm
Nadi : 48x/menit, teratur, isi lemah
Thorax simetris, ictus di ICS V garis mid clavicularis kiri. S1-s2 regular, intensitas normal,
s3(-),s4 (-), bising (-). Paru napas vesikuler, ronki (-), abdomen lemas, hepatomegali (-),
ektremitas tidak ada edema, perabaan dingin.
Hasil pemeriksaan laboratorium :
Hb : 15 g/dl GDS : 225 mg/dl
Lekosit : 12000/ml Na : 137 mmol/l
Hemtokrit : 45 % K : 4 mmol/l
Ureum : 28 mg/dl Cl : 135 mmol/l
Kreatinin : 1,2 mg/dl Troponin T : positif
LDH : 550 u/L CKMB : 50 u/L
CPK : 300 u/L
4
Anda memberikan tatalaksana awal sebagai berikut:
Tirah baring, rawat di ICCU. Akses intravena O2 2 L/menit, nasal kanul
Aspirin kunyah 320 mg dilanjutkan tablet 1x160 tablet p.c
Klopidogrel loading 300 mg dilanjutkan tablet 1x75 mg
Simvastatin 1x20mg
Fibrinolitik dengan streptokinase 1,5 juta unit IV dalam 1 jam
Sambil direncanakan untuk di rujuk ke RS dengan fasilitas yang lebih lengkap.
5
BAB III
PEMBAHASAN
Anamnesis
Identitas:
- Nama : Ny. Aminah- Umur : 65 Tahun - Pekerjaan : -- Status : Menikah - Alamat : -
Keluhan utama: mual, muntah, keringat dingin.
Anamnesis tambahan:
1. Perlu ditanyakan riwayat kebiasaan pasien. Apakah pasien merokok, makanan yang biasa dikonsumsi apakah banyak mengandung kolesterol. Karena rokok dan hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor resiko dari penyakit jantung koroner
2. Sudah berapa lama penyakit diabetes yang dideritanya?3. Apakah ada riwayat keluarga menderita penyakit yang sama?
Interpretasi Masalah :
1. MuntahMuntah merupakan gejala di saluran pencernaan yang dapat disebabkan oleh
gangguan saluran pencernaan seperti infeksi, ulkus peptikum, dan intoksikasi. Pada gangguan jantung seperti Myocard Infark, jantung akan kekurangan oksigen dan terjadi metabolisme anaerob yang menghasilkan asam laktat. Asam laktat yang merangsang nervus Vagus akan menyebabkan perasaan mual dan juga muntah. Pada keadaan hipoglikemia, dalam kasus ini oleh karena konsumsi obat antidiabetes, tubuh akan kekurangan glukosa sehingga tubuh mendapatkan energi dengan memetabolisme lemak dan protein yang akan menghasilkan keton. Keton membuat suasana tubuh menjadi asam (Asidosis) dan akan menyebabkan gejala mual dan muntah.
2. Keringat dingin Pasien menderita diabetes melitus yang berpotensi menjadi diabetic
neuropathy. Diabetic neuropathy dapat merusak fungsi nervus vagus dan terjadi perangsangan saraf simpatis lebih dominan sehingga pembuluh darah akan vasokonstriksi dan terjadi hipersekresi kelenjar keringat. Vasokonstriksi menyebabkan aliran darah ke perifer berkurang sehingga tubuh menjadi dingin.
Hipotesis:
1. Miokardial infark
6
2. Dekompensatio kordis kiri
3. Angina pectoris
Pemeriksaan fisik1:
Hasil Pasien Nilai Normal Interpretasi
Keadaan umum Lemah, pucat, berkeringat. Komposmentis
Kesadaran pasien baik. Namun, keadaan lemah dan pucat dapat terjadi akibat perfusi yang lemah sehingga pada daerah perifer nampak pucat. Berkeringat dapat terjadi karena adanya gangguan jantung, hipoglikemi atau hiperglikemi, gangguan emosi yang mengakibatkan meningkatnya rangsangan simpatis sehingga menyebabkan hiperhidrosis dan vasokonstriksi pembuluh darah.
Tekanan darah 90/60 mmHg S ˂ 120 mmHg dan D < 80 mmHg
Hipotensi. Meskipun S < 120 dan D < 80, namun tekanan darah ini tergolong rendah. Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Hal-hal menyebabkan menurunnya curah jantung (kecepatan jantung dan isi sekuncup) dan tahanan perifer menyebabkan turunnya tekanan darah.
Denyut nadi 48x/menit, teratur, isi lemah
60-100x/mnt Menurun. Penurunan denyut nadi disebabkan kerja jantung atau tekanan darah yang menurun.
Suhu 36,5ᵒC 36,5ᵒ-37,2ᵒC Normal.
Frekuensi pernapasan
22x/menit 16-20x/mnt Meningkat. Pada pasien ini perfusi yang lemah meningkatkan frekuensi pernapasan agar mendapat O2 lebih banyak.
Berat badan 70 kg BMI :
70 : (1,6)² = 27,34
Berdasarkan penghitungan BMI, pasien tergolong obesitas I.
Tinggi badan 160 cm
7
JVP Tidak meningkat
Normal. Vena jugularis diperiksa untuk menentukan tingginya tekanan di atrium kanan yang dapat ditetapkan dengan melihat tingginya kolom pengisian darah di vena jugularis. Bila JVP lebih tinggi dari 5 + 3 cm H2O, JVP dianggap meningkat dan dijumpai pada dekompensasi kordis kanan, perikarditis konstriktiva, insufisiensi katup trikuspidalis (TI) atau karena adanya tumor di mediastinum yang menekan VCS. Semakin tinggi JVP, semakin berat keadaan sakitnya.
Toraks Simetris Normal. Pada inspeksi toraks asimetris terjadi karena depresi pada salah satu sisi, seperti pada atelektasis paru, fibrosis atau karena menonjol pada satu sisi, seperti pada efusi pleura atau pneumotoraks di satu sisi. Pada pasien ini tidak ditemukan kelainan seperti diatas sehingga didapatkan bentuk toraks simetris.
Iktus kordis ICS V garis mid-clavicularis kiri
ICS V 1-2cm sebelah medial garis mid-clavicularis kiri
Bergeser ke lateral. Keadaan ini dapat disebabkan karena adanya hipertrofi ventrikel kiri yang tidak disertai dilatasi ventrikel kiri. Sebab pada hipertrofi yang disertai dilatasi ventrikel kiri, iktus kordis bergeser ke lateral dan ke bawah, diameternya > 2cm, pulsasi tampak lebih jelas dan nyata.Namun dapat pula bergeser pada saat berbaring pada sisi kiri, atau akibat adanya efusi pleura, atelektasis,
8
tumor mediastinum atau pada skoliosis abnormal.
Auskultasi jantung
S1 S2 regular, intensitas normal, S3 -, S4 -, bising -
Normal.
Auskultasi paru Vesikular, ronki -
Normal.
Abdomen Lemas, hepatomegali -
Normal.
Ekstremitas Edema -, perabaan dingin
Jika dilihat dari rendahnya tekanan darah dan denyut nadi maka dapat disimpulkan aliran darah yang menuju ke perifer berkurang sehingga didapatkan perabaan dingin, selain itu juga dapat diakibatkan karena aliran darah ditujukan terutama pada organ organ vital, sehingga volume darah ke perifer berkurang.
P emeriksaan Laboratorium :
Jenis Pemeriksaan Hasil Lab Nilai Normal Interpretasi
Hb 15 g/dl 11,5-16,5 Normal
Leukosit 12.000 4.500-11.000 Meningkat.
Hal ini dimungkinkan
terdapatnya atherosklerosis.
Pada atherosklerosis terdapat
limfosit yang merangsang
makrofag yang berfungsi
memfagosit LDL yang
9
teroksidasi
Hematokrit 45 % 38-48% Normal
Ureum 28 mg/dl 20-30 mg/dl Normal
Kreatinin 1,2 mg/dl 0,7-1,5 mg/dl Normal
LDH 550 u/L 105-333 u/L Meningkat.
LDH adalah salah satu
cardiac marker. Hal ini
dikarenakan terdapat sel yang
mati tetapi tidak spesifik
untuk penyakit jantung.
Selain dikeluarkan oleh sel
jantung, LDH juga
dikeluarkan oleh sel otot, hati,
paru-paru, ginjal, sel darah
merah dan sel darah putih,
dan lain lain.
CPK 300 u/L 96-140 u/L Meningkat.
Hal ini dikarenakan terdapat
kerusakan pada jaringan, otot,
jantung atau otak.
CKMB 50 u/L 26-140 u/L Normal. Penurunan ke nilai
normal dalam waktu yang
cepat
Troponin T Positif Negatif Abnormal.
Troponin adalah salah satu
cardiac marker.
10
GDS 225 mg/dl Meningkat.
Hal ini dikarenakan pasien
menderita diabetes tipe 2
Na 137 mmol/l 135 – 145
mmol/l
Normal
K 4 mmol/l 3,5-5 mmol/l Normal
Cl 135 mmol/l 94-111 mmol/l Meningkat
Pemeriksaan Penunjang Tambahan:
1. Elektrokardiografi (EKG) :
1. RATE/ frekuensi = R-R : 6 kotak sedang, berarti 50 x/menit (bradikardi)
2. RHYTHM = A sinus, lihat gelombang P di II,III, & avF
3. AXIS = QRS di L1 & avF tidak deviasi (normal)
4. Segment ST elevasi di II, III dan avF
Pada lead II,III, aVF terdapat elevasi segmen ST dan gelombang T tinggi yang menunjukkan
terdapatnya infark miokard akut dini di bagian inferior.Pada V2 terdapat gambaran ST
segmen depresi yang disebut perubahan resiprokal. Hal ini menunjukkan terdapatnya infark
miokard akut
11
2. Foto Thoraks :
1. CTR = A+B/C = 2.2+3.8 / 12 = 0.5
Nilai CTR <50% = Normal. Tidak ditemukan pembesaran jantung (kardiomegali)
Paru
Corakan bronkovaskuler kedua paru normal.
Diafragma berbentuk kubah kanan lebih tinggi dari kiri
Sudut costroprenicus lancip
Tulang tulang intact
Soft tissue dalam batas normal
12
A
B
Kesan : Pemeriksaan foto toraks dalam batas normal.
Pemeriksaan Penunjang Anjuran
a. Pemeriksaan gula darah untuk memastikan apakah pasien menderita diabetes
melitus atau tidak. Pemeriksaan gula darah yang dianjurkan meliputi:
1. Puasa
2. 2 jam setelah makan
3. HbA1c
b. Pemeriksaan profil lipid
1. Kolesterol Total
2. LDL
3. HDL
Diagnosis kerja:
Miokardial Infark Akut
Diagnosis banding:
- Angina Pektoris tidak stabil /insufisiensi koroner akut.
Pada kondisi ini angina dapat berlangsung lama tetapi EKG hanya memperlihatkan depresi
segmen ST tanpa disertai gelombang Q yang patologis dan tanpa disertai peningkatan enzim.
- Dekompensatio Kordis Kiri
Gagal jantung atau payah jantung adalah sindrom klinis ditandai oleh sesak napas (dispneu)
dan mudah lelah (fatigue), baik pada saat istirahat atau saat aktivitas yang disebabkan oleh
kelainan struktur atau fungsi jantung, yang mengganggu kemampuan ventrikel untuk mengisi
dan memompa darah ke sirkulasi.
Patofisiologi2:
Berdasarkan keluhan utama pasien yaitu mual muntah kemungkinan diakibatkan oleh
nyeri epigastrium yang dirasakan oleh pasien. Proses timbulnya nyeri ini adalah pasokan
oksigen ke jantung yang berkurang oleh karena iskemia atau infark mengakibatkan tubuh
melakukan metabolisme anaerob yang menghasilkan asam laktat, lalu asam laktat akan
merangsang saraf aferen lalu ke saraf eferen yang menginervasi bagian epigastrium dan
timbulah nyeri. Kemungkinan timbulnya mual muntah pada pasien adalah hipoglikemi
13
disebabkan efek samping obat glimepirid. Hipoglikemi merangsang saraf simpatis yang
menimbulkan gejala mual muntah.
Keluhan utama lainnya adalah keringat dingin. Hipersekresi keringat ini kemungkinan
disebabkan oleh stimulasi saraf simpatis akibat myocardial infarc yang menyebabkan tekanan
darah yang menurun sehingga tubuh mengkompesasinya dengan stimulasi pada saraf
simpatis. Komplikasi dari diabetes mellitus yaitu neuropati diabetik. Dimana saraf simpatis
bekerja lebih dominan. Kemungkinan lainnya adalah hipoglikemi merangsang saraf simpatis
yang menimbulkan gejala keringat berlebih.
Keadaan umum yang pucat dan lemah kemungkinan diakibatkan karena mual muntah
yang dialami pasien. Tekanan darah yang rendah kemungkinan akibat kerja jantung
berkurang yang diakibatkan adanya infark pada sel-sel jantung. Nadi yang melemah juga
diakibatkan pengurangan fungsi jantung dan pengisian kurang dikarenakan stroke volume
yang menurun akibat dari kontraksi jantung yang berkurang sehigga cardiac output
berkurang. Cardiac output yang berkurang juga merupakan penyebab hipotensi pasien.
Perabaan dingin pada ekstremitas karena penurunan perfusi ke perifer akibat penurunan
kemampuan jantung untuk memompa isinya ke sistemik.
Kerja jantung yang menurun akibat myocardial infarc didukung oleh adanya
peningkatan cardiac marker, peningkatan ini dikarenakan kebocoran enzim-enzim pada sel
jantung ke intertitium kemudian ke aliran darah akibat kerusakan sel jantung. Pada rekaman
EKG didapatkan elevasi segmen ST di sandapan II, III, aVF, dan V6 yang menandakan
adanya myocardial infark pada inferior dan lateral jantung.
Penatalaksanaan:
Terapi pada STEMI adalah reperfusi. Terapi reperfusi bertujuan untuk membatasi
luasnya daerah infark miokard. Ada dua jenis strategi reperfusi, yaitu PCI dan Obat-obatan
fibrinolitik
1) PCI (Percutaneous Coronary Intervention)
PCI merupakan pilihan paling pertama dengan prognosis yang lebih baik dibanding
fibrinolitik. Dianjurkan PCI dilakukan sedini mungkin idealnya 90 menit sejak
keluhan nyeri dada timbul.
14
Teknik ini dilakukan dengan memasukan jarum dan balon, sehingga apabila balon
dikembangkan didekat adanya plak maka plak tersebut akan hancur.
2) Fibrinolitik
Fibrinolitik non spesifik : Streptokinase 1,5jt unit dalam 100ml D5% selama
30-60menit.
Fibrinolitik spesifik : Alteplase 15mg iv bolus dilanjutkan 0.75 mg/kgBB
selama 30menit. Kemudian 0.5mg/kgBB selama 60menit. Dosis total tidak
melebihi 100mg.
Setelah pemberian obat-obatan fibrinolitik dilanjutkan dengan obat antiplatelet
(Aspirin, Clopidogrel) dan antikoagulan (Heparin) untuk mencegah terjadinya
perdarahan.
Komplikasi:
Takiaritmia
Bradiaritmia
Ruptur dinding ventrikel
Regurgitasi mitral
Syok kardiogenik
Infark ventrikel kanan
Prognosis:
Ad vitam : Dubia ad Bonam
Ad sanationam : Dubia ad Malam
Ad functionam : Dubia ad Malam
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
15
Sindroma koroner akut atau Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan salah satu
manifestasi klinis dari penyakit jantung koroner (PJK). ACS mengacu kepada beberapa
presentasi klinis, yaitu:
o Angina tidak stabil dan infark miokard dengan tanpa elevasi segmen ST atau Non ST
segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)
o ST segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI)
o Q wave infarction yang baru terjadi.
Patofisiologi ACS secara umum hampir selalu berhubungan dengan rupturnya plak
atherosklerosis dan trombosis parsial maupun total dari arteri coronaria yang menyebabkan
infark akibat berkurangnya aliran darah ke sebagian miokardium.
I. Angina pektoris tidak stabil
Definisi
Yang dimasukkan ke dalam angina pectoris tidak stabil yaitu : 1. pasien dengan
angina yang masih baru dalam 2 bulan (dimana angina cukup berat dan frekuensinya
cukup sering ; >3x/hari). 2. Pasien dengan angina yang semakin bertambah berat,
sebelumnya angina stabil tapi kemudian serangan menjadi lebih sering dan sakit dada
dirasa semakin berat sedangkan faktor presipitasi semakin ringan. 3. Pasien dengan
serangan angina sewaktu istirahat.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat setiap tahun terdapat 1 juta pasien yang dirawat di rumah sakit
akibat angina pektoris tidak stabil, dimana 6-8% pasien kemudian akan mendapat
serangan infark jantung yang tidak fatal atau meninggal dalam satu tahun detelah
diagnosa ditegakkan.3 Sementara, angka mortalitas di rumah sakit untuk infark
miokard akut dengan elevasi segmen ST dibanding tanpa elevasi adalah 7% dan 5%.
Namun kemudian pada follow up jangka panjang didapatkan angka kematian pasien
infark tanpa elevasi segmen ST lebih tinggi 2x lipat dibanding pasien dengan elevasi
segmen ST.3
Etiologi dan Patogenesis
Faktor-faktor yang berperan dalam menyebabkan angina tak stabil antara lain :
16
Ketidakseimbangan supply-demand : seperti pada semua iskemi, terjadi
peningkatan kebutuhan O2 yang tidak diikuti oleh suplai O2 yang memadai.
Peningkatan kebutuhan O2 pada miokardial disebabkan oleh beberapa
keadaan tertentu seperti : demam, takiaritmia, hipertensi maligna, penggunaan
kokain atau amfetamin, stenosis aorta, dsb.4
Ruptur plak aterosklerosis : dianggap sebagai penyebab terpenting dari angina
pectoris tak stabil karena secara tiba-tiba terjadi oklusi parsial sampai total
dari pembuluh koroner yang sebelumnya sudah mengalami penyempitan
minimal. Selain itu, terjadinya rupture membuat aktivasi, adhesi, dan agregasi
platelet yang kemudian menyebabkan terbentuknya thrombus. Trombus yang
tidak menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis berat yang
menyebabkan terjadinya angina tak stabil.5
Vasokonstriksi dan trombosis : Sebagian besar pasien dengan ACS memiliki
pengurangan suplai darah di pembuluh koroner yang bersifat rekuren akibat
vasokonstriksi dan pembentukan trombus pada bagian aterosklerotik yang
ruptur. Hal ini terjadi akibat agregasi platelet dan interaksi kompleks antara
dinding vaskuler, leukosit, platelet dan lipoprotein aterogenik.3 Sementara
vasokonstriksi diakibatkan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh
darah.
Diagnosis berdasarkan gambaran EKG sangat penting. Pada pasien angina tak stabil
didapatkan :
Depresi segmen ST : iskemia akut
Gelombang T negative : tanda NSTEMI atau iskemia
Pada angina tak stabil, 4% memiliki EKG yang normal dimana pada NSTEMI 1-6%
juga memiliki EKG yang normal.
NSTEMI (Non ST elevation myocardial infarction)
17
Definisi
Diketahui bahwa angina pektoris tak stabil dan infark miokard akut tanpa elevasi
segmen ST (NSTEMI) merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan
gambaran klinis sehingga penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Menurut American
College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) perbedaan angina tak
stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST adalah apakah iskemi yang timbul cukup berat
sehingga dapat menimbulkan kerusakan miokardium yang membuat pertanda kerusakan
miokardium dapat diperiksa.
Pada angina tak stabil, pasien memiliki keluhan iskemi namun tidak ada kenaikan dari
cardiac marker (troponin maupun CK-MB) sedangkan pada NSTEMI diagnosis dapat
ditegakkan apabila didapatkan peningkatan cardiac marker. Namun, peningkatan cardiac
marker biasanya baru terjadi dalam waktu 12 jam sehingga pada tahap awal serangan, angina
tak stabil seringkali tak bisa dibedakan dengan NSTEMI.
II. STEMI (ST elevation myocardial infarction)
Epidemiologi6
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara
maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30 % dengan lebih dari separuh
kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun
sebesar 30 % dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada
perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.
Patofisiologi
Infark miokard akut dengan elevasi ST ( STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah okluso thrombus pada plak aterosklerotik yang
sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang
waktu.STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vask
ular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,hipertensi dan
akumulasi lipid.
18
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
ruptur, atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga
terjadi thrombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit. Yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
tromboksan A2 (vasokonstriksor yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu
perubahan konfirmasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,
reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang
larut (integrin) seperti faktor von Willebrand dan fibrinogen, di mana keduanya adalah
molekul multivalent yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara stimultan,
menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.
Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin jadi trombin, yang kemudia
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan
mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin
Diagnosis
Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas
dan gambaran EKG adanya elevasi ST ≥ 2 mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang
berdampingan atau ≥ 1 mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung,
terutama troponin T yang meningkat.
III. Q wave myocardial infarction
Elektrokardiogram
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q.
Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard menetap menjadi infark miokard non Q. Jika
obstruksi thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara tau ditemukan banyak kolateral,
biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina
pectoris tak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa
menunjukan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard
transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan
infark miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan peubahan sementara segmen
19
ST dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patolohis EKG
dengan lokasi infark (mural / transmural) sehingga terminologi IMA gelombang Q dan non Q
menggantikan IMA mural / non transmural.
BAB V
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
21
1. Natadidjaja H. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa
Aksara Publisher, 2012.
2. Kreier F, Yilmaz A, Kalsbeek A, Romijn J, Sauerwein H, Fliers E, et al.Hypothesis:
Shifting the Equilibrium From Activity to Food Leads to Autonomic Unbalance and
the Metabolic Syndrome. Arch Diabetes and Endocrinology 2003; 52(11).
3. Trisnohadi, Hanafi. Angina Pektoris Tak Stabil. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, 4th ed.
Jakarta; Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam: 2006. p. 1728
4. Dharma, Surya. Sistematika Interpretasi EKG Pedoman Praktis. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2009. p.72
5. Angina Pectoris. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/159383-
overview#aw2aab6b2b2aa. Accessed on 11 May 2013.
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Idrus A, Simadibrata S, Setiati S. Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III, 4th ed. Jakarta; Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam: 2006.
p.1615-17.
22