MAKALAH GEOSTAT · 2018. 4. 1. · Makalah ini disusun dan diselesaikan untuk memenuhi tugas akhir...
Transcript of MAKALAH GEOSTAT · 2018. 4. 1. · Makalah ini disusun dan diselesaikan untuk memenuhi tugas akhir...
MAKALAH GEOSTAT
“MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK MENGETAHUI KESENJANGAN
KESEJAHTERAAN ANTAR PROVINSI DI THAILAND BERDASARKAN
PENDAPATAN PERKAPITA TAHUN 2012”
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester 5 Mata Kuliah
Geostatistika 1
Disusun Oleh :
Devina Gilar Fitri Ayu Sumardi
NIM: 15611107
JURUSAN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2017
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhirabbil a’llamin, rasa syukur terucap atas kehadirat Allah SWT
Yang Maha Esa, karena atas rahmat, berkah, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul “Model Regresi Spasial Untuk
Mengetahui Kesenjangan Kesejahteraan Antar Provinsi Di Thailand Berdasarkan
Pendapatan Perkapita Tahun 2011” ini dengan lancar dan sebaik-baiknya.
Makalah ini disusun dan diselesaikan untuk memenuhi tugas akhir semester 4
mata kuliah Sistem Informasi Geografis di Prodi Statistika, FMIPA UII. Penulis juga
tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Tuti Purwaningsih, S.Stat., M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah
Geostatistika 1 yang telah memberikan Ilmunya agar makalah ini menjadi lebih
baik,
2. Kedua orang tua, yang selalu mendukung, memotivasi, mendoakan dan memberikan
bantuan baik moril maupun materil untuk kelancaran penyelesaian makalah ini,
3. Serta teman-teman statistika jurusan kebencanaan yang telah saling membantu,
memberi semangat, dan bekerjasama dengan baik.
Atas terselesaikannya makalah ini, penulis berharap pembaca dapat memahami
isi makalah ini dengan mudah, dan mengembangkannya kembali untuk melengkapi
kekurangan yang ada dalam makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis membutuhkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini
kedepannya lebih baik lagi dan dapat menjadi referensi ilmu yang berguna.
Yogyakarta, 6 November 2017
Penulis,
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Thailand adalah salah satu negara di Asia Tenggara yang sebagian besar
masyarakatnya memperoleh pendapatan melalui sektor pertanian. Sejak tahun 1961
Thailand telah mengimplementasikan five year development plans sebagai pedoman
dalam pembangunan ekonomi nasional yang menjadikan arah perubahan
perekonomian Thailand menjadi lebih terbuka. Adapun dalam penerapannya strategi
pembangunan ekonomi nasional Thailand ini menemui banyak kendala sehingga
perencanaan tersebut tidak tepat sasaran (Thongpakde, 2010). Adanya kegagalan
pembangunan ekonomi nasional yang terjadi melalui five year development plans
tersebut maka dari tahun 2001 Thailand mulai mengadopsi filosofi sufficiency
economy, yang dicetuskan oleh Raja Thailand Bhumibol Adulyadej sebagai landasan
dalam five year development plans. Penggunaan sufficiency economy sebagai landasan
dalam pembangunan ekonomi nasional tersebut, didasarkan pada pengalaman strategi
pembangunan ekonomi nasional Thailand dari tahun 1961 sampai dengan 1997 yang
hanya berfokus pada cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara cepat
(NESDB, 2002).
Strategi pembangunan ekonomi nasional yang seperti itu hanyalah memberikan
keuntungan bagi daerah perkotaan, karena pemerataan pembangunan yang dilakukan
lebih dominan terjadi di daerah perkotaan. Hal ini 2 pada akhirnya menyebabkan
terjadinya kesenjangan pendapatan antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan.
Adanya krisis ekonomi pada tahun 1997, telah mengakibatkan semakin banyaknya
masyarakat pedesaan Thailand menjadi lebih miskin. Krisis ekonomi ini pada akhirnya
telah membuka pemikiran pemerintah Thailand untuk menggunakan pendekatan yang
dapat menciptakan kemandirian dalam masyarakatnya, sehingga kesenjangan
pendapatan antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaaan dapat diminimalisir
2
(NESDB, 2007). Penggunaan sufficiency economy sebagai landasan pembangunan
ekonomi nasional Thailand sendiri, menekankan bahwa keberhasilan suatu strategi
pembangunan ekonomi nasional haruslah didasarkan pada pengambilan keputusan
yang lebih mengedepankan kesejahteraan rakyat daripada mengejar kemakmuran
ekonomi semata. Dalam hal ini sufficiency economy sebagai suatu landasan
pembangunan ekonomi nasional yang memfokuskan pada bagaimana membangun
pondasi yang kuat dalam masyarakat sehingga masyarakat mampu bertahan dan
memaksimalkan peluang dari setiap perubahan yang ada dalam lingkungan global dan
kawasan (Curry & Sura, 2007: 88).
Melihat arus globalisasi yang semakin menguat, Thailand sebagai salah satu
entitas ASEAN tentunya juga ikut terlibat dalam kegiatan ekonomi secara regional.
Terlebih dengan adanya kesepakatan negara-negara anggota ASEAN melalui Bali
Concord II pada tahun 2003, untuk membentuk suatu kawasan ekonomi yang
terintegrasi melalui ASEAN Economic Community (AEC) di tahun 2015. ASEAN
Economic Community (AEC) sendiri memiliki karakteristik utama untuk menciptakan
pasar tunggal dan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi,
kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata, serta kawasan ekonomi yang
terintegrasi secara global yang akan terimplementasi secara penuh pada tahun 2015
(Direktorat ASEAN, 2009).
Adanya tantangan yang dihadapi oleh Thailand di kawasan Asia Tenggara
melalui pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) juga menjadi factor
penting dalam penerapan strategi pembangunan ekonomi nasional yang dilakukan oleh
pemerintah Thailand. Thailand sebagai salah satu negara anggota ASEAN tentunya
harus mengoptimalkan setiap keputusan yang akan diambil dalam menghadapi
perubahan yang ada dalam kawasan Asia Tenggara, agar bias memberikan kontribusi
bagi pembangunan ekonomi nasionalnya. Pembentukan ASEAN Economic
Community (AEC) yang akan meningkatkan intensitas perpindahan barang dan jasa
diantara negara-negara ASEAN ini tentunya akan menyebabkan suatu tantangan baru
dalam menentukan strategi pembangunan ekonomi nasional di Thailand yang
3
berlandaskan sufficiency economy (NESDB, 2012). Hal inilah yang menarik peneliti
untuk membahas lebih lanjut tentang strategi pembangunan ekonomi nasional yang
dilakukan oleh Thailand dengan berlandaskan sufficiency economy dalam menghadapi
terselenggaranya ASEAN Economic Community (AEC) tahun 2015.
Kembali pada masalah kesenjangan kesejahteraan, kesenjangan tersebut salah
satu tolak ukurnya adalah pendapatan perkapita wilayah tersebut. Kesenjangan
kesejahteraan termasuk dalam permasalahan ekonomi yang mengandung efek spasial,
sehingga permasalahan kesenjangan kesejahteraan antar provinsi di Thailand
berdasarkan pendapatan perkapita antar wilayahnya, dapat dilakukan dengan analisis
menggunakan regresi spasial. Regresi spasial merupakan hasil pengembangan dari
metode regresi linier klasik. Pengembangan tersebut karena adanya pengaruh tempat
atau spasial pada data yang dianalisis.
Pendapatan perkapita memiliki manfaat untuk menggambarkan standard of
living, untuk mengetahui perbandingan tingkat kesejahteraan penduduk suatu wilayah
dengan wilayah lain, dan sebagai pedoman pengambilan kebijakan dalam bidang
ekonomi dan perencanaan pembangunan dimasa mendatang. Negara yang memiliki
pendapatan per kapita yang tinggi umumnya memiliki standard of living tinggi pula.
Perbedaan pendapatan mencerminkan perbedaan kualitas hidup, negara kaya
dicerminkan oleh pendapatan per kapita yang tinggi dan tentunya memiliki kualitas
hidup yang lebih baik.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pendapatan perkapita ialah
permintaan dan penawaran agregat, konsumsi dan tabungan, Investasi dan jasa.
Thailand terdiri dari 77 provinsi, dan yang memiliki pendapatan perkapita tertinggi
berdasarkan data dari KNOEMA Thailand tahun 2011 yaitu Provinsi Amnat Charoen
sebesar 30.231 baht dan tertinggi yaitu Provinsi Rayong sebesar 1.234.695 baht. Hal
ini menunjukkan bahwa kesejahteraan antar provinsi di Thailand tersebut belum merata
dengan baik atau terjadi kesenjangan kesejahteraan rakyat dan pembangunan wilayah
tersebut.
4
Secara keseluruhan, rata-rata untuk pendapatan perkapita provinsi negara
Thailand tahun 2011 adalah sebesar 140.771 baht, sehingga pendapatan Thailand
tergolong dalam negara yang memiliki kesenjangan kesejahteraan yang tinggi dimana
tingkat kemakmuran provinsi di Thailand belum merata dengan baik. Ketimpangan ini
tentulah menjadi masalah serius karena menjadikan masyarakat Thailand memiliki
sekat antara tingkat kemakmuran wilayahnya. Kondisi seperti itu harus segera
ditangani dan diketahui sebabnya, sehingga proses kesenjangan tidak semakin melebar,
karena kesempatan yang muncul dari ekonomi terbuka seperti saat ini hanya dapat
dimanfaatkan oleh wilayah, sektor dan golongan ekonomi yang lebih maju.
Oleh karena itu, untuk melihat pengaruh tingkat kesejahteraan tiap provinsi di
Thailand dilakukan analisis regresi spasial menggunakan 6 variabel yang
mempengaruhi pendapatan perkapita sebagai tolak ukur kesejahteraan suatu wilayah.
Dengan analisis ini akan lebih diketahui apakah ada pengaruh spasial yang tidak dapat
diabaikan dalam suatu model regresi, sehingga dalam implementasinya pun
penanggulangan ketimpangan kesejahteraan dapat dilakukan dengan lebih
komprehensif. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa, untuk mengatasi
ketimpangan kesejahteraan di suatu wilayah tertentu di Thailand, maka pemerintah pun
harus memperhatikan keadaan “tetangga” dari wilayah tersebut.
1.2 Batasan Masalah
Pembatasan masalah pada penelitian ini yaitu :
1. Model yang digunakan adalah model regresi spasial
2. Software yang digunakan adalah Geoda
3. Metode yang digunakan adalah Regresi Spasial klasik, Spatial LAG, dan
Spatial Error
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang timbul adalah :
1. Seberapa besar kesenjangan antar provinsi di Thailand?
5
2. Provinsi manakah yang tingkat kesejahteraannya paling baik dan paling buruk?
3. Bagaimana analisis regresi untuk mengukur kesenjangan kesejahteraan
Thailand menggunakan beberapa metode pada regresi spasial Geoda?
4. Metode manakah yang terbaik untuk mengukur kesenjangan kesejahteraan
provinsi di Thailand?
5. Variabel apa yang paling berpengaruh terhadap pendapatan perkapita provinsi?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah yakniL
1. Mengetahui ukuran kesenjangan antar provinsi di Thailand
2. Mengetahui Provinsi yang memiliki tingkat kesejahteraan yang baik dan buruk
3. Mengetahui hasil dan fungsi dari tiap metode regresi spasial dalam software
Geoda
4. Mendapatkan hasil analisis regresi spasial untuk mengukur kesenjangan
kesejahteraan dengan metode yang terbaik
5. Mengetahui pengaruh variabel yang signifikan terhadap pendapatan perkapita
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca tentang
regresi spasial dan fungsinya. Pendapatan perkapita dapat digunakan untuk membuat
suatu prediksi, antisipasi, kebijakan dan langkah awal yang dilakukan untuk
memperbaiki tingkat kesejahteraan dan pembangunan suatu wilayah. Berdasarkan data
yang digunakan yakni data tiap provinsi di Thailand tahun 2011, maka akan diketahui
tingkat kesejahteraan provinsi “tetangga”nya (secara geografis berdekatan dengan
provinsi tersebut).
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Beberapa penelitian yang menggunakan analisis regresi spasial yang dapat
dijadikan contoh atau acuan dalam penyelesaian kasus adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya
No. Nama Penulis Judul Tahun Keterangan
1. Syaadah,
Lailatul Listyani,
Endang.
SPATIAL
AUTOREGRESIVE
MODEL DAN
MATRIKS
PEMBOBOT SPASIAL
ROOK CONTIGUITY
UNTUK
PEMODELAN GINI
RATIO DI
INDONESIA TAHUN
2014
2016 S1 Thesis, UNY
2. Rita Rahmawati,
Diah Safitri,
Octafinnanda Ummu
Fairuzdhiya
ANALISIS SPASIAL
PENGARUH
TINGKAT
PENGANGGURAN
TERHADAP
KEMISKINAN DI
INDONESIA
2016 Ejournal Universitas Diponegoro
(Membahas mengenai spatial
error model (SEM), spatial
autocorrelation, spatial
heterogeneity)
3. Anastasia Indri Tri K APLIKASI REGRESI
SPASIAL UNTUK
PEMODELAN
ANGKA HARAPAN
HIDUP (AHH) DI
PROVINSI JAWA
TENGAH
2014 Skripsi, UNY
(Menjelaskan mengenai model
regresi spasial menggunakan uji
Langrange Multiplier (LM)
7
Lanjutan Tabel 2.1
4. Restu Dewi Kusumo
Astuti, Hasbi Yasin,
Sugito
APLIKASI MODEL
REGRESI SPASIAL
UNTUK
PEMODELAN
ANGKA PARTISIPASI
MURNI JENJANG
PENDIDIKAN SMA
SEDERAJAT DI
PROVINSI JAWA
TENGAH
2013 Journal Gaussian, vol 2, no 4
(Data dianalisis menggunakan
model regresi polinomial)
5. Ansari Saleh Ahmar,
Adiatma
PEMODELAN
KRIMINALITAS
DENGAN
PENDEKATAN
REGRESI SPASIAL DI
PROVINSI
SULAWESI SELATAN
2016 Prosiding Seminar Nasional
VARIANSI
6. Musfika Rati MODEL REGRESI
SPASIAL UNTUK
ANAK TIDAK
BERSEKOLAH USIA
KURANG 15 TAHUN
2013 Skripsi Sarjana Sains Universitas
Sumatera Utara
(mengkaji efektifitas metode
regresi spasial terhadap fakor-
faktor yang mempengaruhi anak
tidak bersekolah usia kurang 15
tahun)
8
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1 Statistika Spasial
Statistika spasial adalah metode statistika yang digunakan untuk menganalisis
data spasial. Data spasial adalah data yang memuat informasi “lokasi”, jadi tidak hanya
“apa” yang diukur tetapi menunjukkan lokasi dimana data itu berada. Data-data spasial
dapat berupa informasi mengenai lokasi geografi seperti letak garis lintang dan garis
bujur dari masing-masing wilayah dan perbatasan antar daerah. Secara sederhana data
spasial dinyatakan sebagai informasi alamat. Dalam bentuk yang lain, data spasial
dinyatakan dalam bentuk grid koordinat seperti dalam sajian peta ataupun dalam
bentuk pixel seperti dalam bentuk citra satelit. Dengan demikian pendekatan analisis
statistika spasial biasa disajikan dalam bentuk peta tematik.
Hukum pertama tentang geografi dikemukakan oleh W Tobler. Tobler dalam
Anselin mengemukakan bahwa, semua hal saling berkaitan satu dengan yang lainnya,
tetapi sesuatu yang dekat akan lebih berkaitan dari pada hal yang berjauhan. Hukum
inilah yang menjadi pilar mengenai kajian sains regional. Dapat disimpulkan bahwa
efek spasial merupakan hal yang wajar terjadi antara satu daerah dengan daerah yang
lainnya.
3.2 Regresi Spasial
Regresi spasial merupakan hasil pengembangan dari metode regresi linier
klasik. Regresi spasial pertama kali diperkenalkan oleh Anselin (1988) yang
berdasarkan hukum pertama geografi menyatakan bahwa segala sesuatu saling
berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai
pengaruh daripada sesuatu yang jauh. Metode regresi spasial menggunakan data cross
section. Data cross section merupakan data yang dikumpulkan dalam kurun waktu
tertentu dari sampel (Widarjono, 2007).
9
3.3 Pemodelan Spasial
Analisis regresi spasial memiliki beberapa model utama yaitu Spatial
Autoregressive Model (SAR), Spatial Error Model (SEM) dan Spatial Autoregressive
Moving Average (SARMA). Spatial Autoregressive Model mengasumsikan bahwa
terdapat pengaruh spasial pada variabel terikatnya. Spatial Error Model merupakan
model spasial yang mengandung pengaruh spasial pada errornya. Sedangkan Spatial
Autoregressive Moving Average (SARMA) merupakan gabungan antara Spatial
Autoregressive Model serta Spatial Error Model yaitu model spasial yang mengandung
pengaruh spasial pada variabel terikat maupun error nya.
3.4 Pembobotan Spasial
Komponen yang mendasar pada regresi spasial adalah matriks pembobot spasial
(matriks weighting spatial). Matriks pembobot spasial didapat dari informasi jarak
antara wilayah satu dengan wilayah lainnya (LeSage, 1999). Fungsi dari matriks
pembobot adalah untuk menentukan atau menaksir parameter yang berbeda pada setiap
lokasi pengamatan. Semakin dekat lokasinya maka semakin besar nilai pembobot pada
elemen yang bersesuaian.
Ada beberapa metode untuk mendefinisikan hubungan persinggungan
(contiguity) antar lokasi tersebut. Menurut LeSage (1999) metode tersebut antara lain:
a) Linear contiguity (persinggungan tepi)
b) Rook contiguity (persinggungan sisi)
c) Bhisop contiguity (persinggungan sudut)
d) Double linear contiguity (persinggungan dua tepi)
e) Double rook contiguity (persinggungan dua sisi)
f) Queen contiguity (persinggungan sisi-sudut)
10
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian dan Metode Penelitian
Penelitian yang digunakan berdasarkan jenis data dan analisisnya adalah
penelitian kuantitatif, yakni penelitian yang analisisnya lebih fokus pada data-data
numerical yang diolah dengan metode regresi spasial menggunakan software GEODA.
4.2 Data
Pada penelitian ini, dilakukan pengujian terhadap 7 data sekunder yang
diperoleh dari KNOEMA, yakni sebuah website resmi yang menyajikan free data for
statistics, analysis, visualization and sharring. Data yang digunakan pada penelitian
ini ialah data of living conditions by provinces in Thailand yang antara lain :
Tabel 4.1 Data Penelitian
No. Variabel Kode Variabel Jenis
Variabel Satuan Sumber
1 Pendapatan perkapita Y Dependen Baht
knoema.com/a
tlas/Thailand/
Provinces
2 Populasi Populat Independen Orang
3 Pengangguran Unemploy Independen Orang
4 Garis Kemiskinan Poverty Independen Baht
5
Rata-rata Pengeluaran
Bulanan per Rumah
Tangga
Expendit Independen Baht
6
Rata-rata Pendapatan
Bulanan per Rumah
Tangga
Income Independen Baht
Dari data tersebut ingin diketahui “Tingkat kesejahteraan antar provinsi di
Thailand berdasarkan pendapatan perkapita yang dipengaruhi oleh jumlah populasi,
pengangguran, garis kemiskinan, rata-rata pendapatan bulanan tiap rumah tangga, dan
rata-rata pengeluaran bulanan tiap rumah tangga, tahun 2011 dengan menggunakan
regresi spasial pada software Geoda”.
11
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Langkah Kerja menggunakan software Geoda
1. Run Geoda open folder input data source (peta.shp)
2. Tabel Merge table data input data source (data.csv/ data.xls)
Gambar 5.1 Merge Tabel
3. Merge ubah nama variabel yang lebih dari 10 karakter hingga muncul
notifikasi merge successfully seperti berikut,
Gambar 5.2 Merge Tabel Sukses
4. Regression regression masukkan variabel pendapatan perkapita kedalam
kotak variabel dependen, dan variabel bebasnya kedalam kotak covariates
seperti pada gambar berikut,
12
Gambar 5.3 Regression
5. Lalu beri pembobot tanda cek pada kotak pilihan “Weights File” dan pastikan
nama file sudah sesuai dengan nama file penimbang spasial yang digunakan.
Jika belum, klik tombol untuk memilih file penimbang yang sesuai. Maka
akan muncul pengaturan pembobot seperti gambar dibawah,
Gambar 5.4 Weight Files
13
6. Masukkan ID/ kode provinsi sebagai pembobot klik Queen contiguity
create beri nama file pembobot save ok. Kemudian Run untuk melihat
hasil dari regresi
7. Klik histogram untuk memeriksa grafik batang untuk data pembobot seperti
pada gambar berikut,
Gambar 5.6 Connectivity Histogram
5.2 Metode Regresi Spasial
1. Tandai metode Classic Run
2. Tandai metode Spatial Lag Run
3. Tandai metode Spatial Error Run
Gambar 5.7 Metode Regresi Spasial
5.2.1 Metode Indeks Global Moran’s
14
1. Klik space univariates moran’s 1 income percapita ok
Gambar 5.8 Variabel Univariates Moran’s 1
5.3 Hasil Analisis Spasial
5.3.1 Quantile Map Pendapatan Perkapita Tahun 2012 Provinsi di Thailand
pada Model Regresi Spasial
Sebelum melakukan analisis data spasial untuk mengetahui
kesenjangan kesejahteraan, dilakukan pemetaan quantile sederhana untuk
melihat sekilas tingkat pendapatan perkapita provinsi di Thailand tahun 2012.
Gambar 5.12 Peta Persebaran Berdasarkan Tingkat Pendapatan Perkapita
Dari gambar pemetaan diatas dapat dijelaskan bahwa hasil pemetaan
berdasarkan jumlah pendapatan perkapita yang dilambangkan dengan gradasi
warna biru, semakin tua warna birunya maka tingkat pendapatan perkapitanya
15
semakin rendah, begitupun untuk warna biru muda, semakin terang maka
tingkat pendapatannya semakin tinggi. Pemetaan tingkat pendapatan perkapita
ini adalah langkah awal dalam mendeteksi adanya autokorelasi secara sekilas
sebelum melakukan pengujian. Berdasarkan pemetaan diatas, dapat diketahui
bahwa provinsi di wilayah selatan negara Thailand memiliki pendapatan
perkapita yang tinggi kecuali 2 provinsi diujung negara yakni pattani dan
narathiwat. Sedangkan provinsi diwilayah utara dominan memiliki pendapatan
perkapita yang rendah. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa pendapatan
perkapita yang dimiliki oleh tiap provinsi di Thailand masih belum merata.
Adanya ketidakmerataan pendapatan tersebut akan mengindikasikan
adanya kesenjangan kesejahteraan antar provinsi di Thailand. Adanya
perbedaan tingkat pendapatan perkapita tersebut tidak lain disebabkan oleh
adanya pengaruh dari autokorelasi spasial, dimana ada hubungan antara
wilayah 1 dengan wilayah lainnya yang bertetangga seperti halnya wilayah
utara yang didominasi oleh pendapatan perkapita yang rendah, hampir antar
wilayah yang bertetangga memiliki kesamaan tingkat pendapatannya. Selain
itu, adapun pengaruh dari beberapa parameter yang berbeda-beda yang dimiliki
oleh masing-masing provinsi yang dijadikan sebagai faktor penyebab rendah
tingginya pendapatan perkapitanya.
5.3.2 Metode Indeks Global Moran’s
Gambar 5.13 Grafik Indeks Moran’s 1
16
Hasil output Indeks Global Moran’s I diatas digunakan untuk
mengetahui apakah terdapat autokorelasi spasial pada data income. Dari output
diketahui bahwa nilai indeks moran untuk variabel income (pendapatan
perkapita) yakni sebesar 0.363028, nilai tersebut berada pada rentang 0 < I ≤ 1
yang menunjukkan adanya autokorelasi spasial positif, korelasinya termasuk
dalam tingakat korelasi yang sedang, karena semakin mendekati nol maka
korelasi akan semakin lemah. Berarti disimpulkan bahwa antar provinsi satu
dengan yang lainnya tidak memiliki kemiripan nilai atau mengindikasikan
bahwa data tidak berkelompok.
Namun, statistik uji moran memiliki kelemahan yakni kurang sensitif
dalam mendeteksi adanya autokorelasi spasial, karena membutuhkan tingkat
kesalahan yang tinggi. Maka disarankan untuk mencoba metode lainnnya
seperti metode klasik, Lag, dan error.
5.3.3 Metode Klasik
Proses penyusunan model regresi diawali dengan melakukan seleksi
variabel yang signifikan terhadap model. Seleksi variabel dilakukan dengan
menggunakan metode Backward dengan menggunakan α = 5%. Berikut hasil
output regresi klasik,
17
Gambar 5.16 Output Regresi Spasial Klasik
5.3.3.1 Uji Asumsi Regresi Linear
Pada regresi linear terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi diantaranya
normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi.
1) Uji Normalitas
Uji non-parametrik kolmogrorov smirnov (K-S) bertujuan untuk
menguji model regresi distribusi normal. Pada test Jarque-bera diperoleh nilai
p-value signifikan sebesar 0,00000 < α (0,05) sehingga tolak H0 maka error data
tidak berdistribusi normal.
3) Uji Heteroskedastisitas
Uji Breusch-Pagan mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas.
Model dianggap baik jika tidak terjadi heteroskedastisitas. Dari hasil uji
Breusch-Pagan menggunakan GeoDa diperoleh nilai p-value untuk model ini
adalah sebesar 0,000 < α (0,05), sehingga tidak signifikan, maka asumsi
kehomogenan variansi tidak terpenuhi.
4) Autokorelasi
Pendeteksian autokorelasi pada data spasial menggunakan Uji Moran’s
I. Hasil output nilai Moran’s I menggunakan program Geoda yakni sebesar
1,9045. Dimana nilai I = 1,9045 > 0 sehingga terdapat autokorelasi positif, hal
ini berarti pola data membentuk kelompok (cluster). Berikut peta kelompok
(cluster) tingkat pendapatan perkapita Provinsi di Thailand
18
Gambar 3.17 Pemetaan Kelompok Pendapatan Perkapita Provinsi di Thailand
Selanjutnya akan diuji autokorelasi antar lokasi menggunakan uji Moran’s I.
Hipotesis yang diuji adalah
H0 : I = 0 (Tidak ada autokorelasi antar lokasi)
H0 : I ≠ 0 (Ada autokorelasi antar lokasi)
Tabel 5.1 Hasil Analisis Moran’s I
Spatial Dependence Nilai P-value Keputusan
Moran’s I 1,9045 0,05684 Tolak H0
Berdasarkan hasil analisis Moran’s I diketahui bahwa nilai dari probabilitas
Moran’s I sebesar 0,05684 < α, sehingga H0 ditolak artinya terdapat
autokorelasi antar lokasi sehingga asumsi kebebasan error tidak terpenuhi.
Regresi Spasial akan digunakan untuk mengatasi autokorelasi spasial pada
kasus tersebut.
5.3.3.2 Analisis Regresi Spasial Data Pendapatan Perkapita Provinsi di Thailand
Pemilihan model regresi spasial dilakukan dengan uji LM sebagai indentifikasi
awal. Berdasarkan pengujian Lagrange Multiplier (LM), model yang akan
dibentuk yaitu Spatial Autoregressive Model (SAR), Spatial Error Model
(SEM) atau keduanya. Matriks pembobot spasial yang digunakan dalam
penulisan ini adalah Queen contiguity yang merupakan gabungan antara Rook
contiguity (persinggungan sisi) dengan Bishop contiguity (persinggungan
19
sudut). Pembobot ini dirasa cukup tepat mengingat bahwa Negara Thailand
mempunyai wilayah yang bersinggungan baik sisi ataupun sudut.
a. Uji Lagrange Multiplier (LM)
Lagrange Multiplier digunakan untuk mendeteksi dependensi spasial
dengan lebih spesifik yaitu SAR, SEM atau keduanya yang biasa disebut
SARMA, diperoleh hasil pengujian LM dengan menggunakan bantuan
program GeoDa yaitu:
Tabel 5.2 Hasil Analisis Dependensi Spasial LM
Uji Spatial Dependence Nilai P-value Keterangan
Lagrange Multiplier (lag) 4,1239 0.04228 SAR
Lagrange Multiplier (error) 1,9104 0.16692 SEM
Lagrange Multiplier (SARMA) 5,1595 0.07579 SARMA
Berdasakan Tabel 5.2 diketahui bahwa p-value dari Lagrange Multiplier (lag)
sebesar 0,04228 < α (0,05) sehingga perlu dilanjutkan ke model Spatial
Autoregressive Model (SAR). P-value Lagrange Multiplier (error) adalah
0,16692 > α (0,05) sehingga pada kasus ini tidak perlu dilanjutkan pada model
Spatial Error Model (SEM).
5.3.4 Metode Spatial Lag
Gambar 5.18 Output Regresi Spasial Lag
20
Model spasial Lag berarti model dibentuk dengan melibatkan peubah lag
spasial dependen. Pengujian kelayakan koefisien model secara parsial
didasarkan pada statistik uji z,
Model yang didapatkan adalah sebagai berikut:
𝑦 = 471556 − 0.355147𝑊𝑦 − 0.010975𝑋1 + 0.47069𝑋2 − 8.26692𝑋3
− 180.842𝑋4 + 0.588454𝑋5
Penentuan variable predictor pada model SAR dapat diuji secara formal dengan
menggunakan uji signifikansi dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : 𝜃 = 0 (Parameter tidak siginifikan) ; H0 : 𝜃 ≠ 0 (Parameter signifikan)
Dari daftar koefisien pada output diatas dapat disimpulkan bahwa koefisien
autoregresif pada kasus kesenjangan kesejahteraan untuk peubah konstan dan
populasi (X1) ialah signifikan secara statistik sebab p-value < 0.05, artinya
faktor lahan perkebunan memberikan pengaruh yang kuat terhadap pendapatan
perkapita wilayah. Sedangkan faktor lainnya seperti rata-rata pengeluaran dan
pendapatan perbulan, garis kemiskinan dan pengangguran, tidak begitu
mempengaruhi, sebab nilai p-value variabel tersebut > 0.05. Jika dilihat spasial
lag-nya, dapat dikatakan bahwa faktor spasial dari lahan perkebunan
mempengaruhi jumlah pendapatan perkapita ditiap wilayah provinsi di
Thailand. Daerah yang mempunyai faktor spasial lokasi yang berdekatan (baik
secara astronomis dan geografis) akan mempengaruhi jumlah pendapatan.
Selanjutnya variable predictor yang signifikan diregresi kembali
sehingga didapat persamaan penduga model SAR yang terbentuk ialah seperti
berikut:
𝑌1̂ = 72837,4 + 0,588398𝜌 − 0,0121364𝑋1
5.3.5 Interpretasi Koefisien Model SAR
Model regresi yang digunakan untuk memodelkan Pendapatan Perkapita
Provinsi di Thailand adalah model SAR dengan persamaan:
𝑌1̂ = 72837,4 + 0,588398𝜌 − 0,0121364𝑋4
21
Koefisien 𝜌 yang nyata menunjukkan bahwa jika suatu wilayah yang dikelilingi
oleh wilayah lain sebanyak n, maka pengaruh dari masing-masing wilayah yang
mengelilinginya dapat diukur sebesar 0,588 dikali rata-rata variabel respon
disekitarnya. Misalnya digambarkan dalam suatu wilayah, diambil satu wilayah
yang diamati, yakni Bangkok adalah sebagai berikut:
1) Provinsi Bangkok memiliki kode wilayah 3 dan berbatasan dengan 6
wilayah yakni provinsi Samut Sakhon dengan kode 58, provinsi Samut
Prakhan dengan kode 57, provinsi Chachoengsao dengan kode 6, provinsi
Pathum Thani dengan kode 37, provinsi Nakhon Pathom dengan kode 27,
dan provinsi Nonthaburi dengan kode 36. Sehingga persamaan regresi
dugaan yang diperoleh sebagai berikut:
𝑌3̂ = 72837,4 + 0.588398 (1
6𝑌58 +
1
6𝑌57 +
1
6𝑌6 +
1
6𝑌37 +
1
6𝑌27 +
1
6𝑌36)
− 0.0121364
Sehingga, jika dijabarkan akan menjadi :
𝑌3̂ = 72837,4 + 0.061238 𝑌58 + 0.09806 𝑌57 + 0.09806 𝑌6 + 0.09806 𝑌37
+ 0.09806 𝑌27 + 0.09806 𝑌36 − 0.0121364𝑋1
Interpretasi persamaan diatas yakni apabila faktor lain dianggap konstan,
maka ketika populasi (X1) naik sebesar 1% maka prediksi nilai rata-rata
pendapatan perkapita Provinsi di Thailand akan turun sebesar 0.0121364
baht. Sehingga pendapatan perkapita Bangkok yang dipengaruhi 6 wilayah
spasialnya/ tetangganya yakni Samut Sakhon, provinsi Samut Prakhan,
provinsi Chachoengsao, provinsi Pathum Thani, provinsi Nakhon Pathom,
dan provinsi Nonthaburi.
5.3.6 Perbandingan Model Regresi Linear dan Model Regresi Spasial
Regresi spasial merupakan hasil pengembangan dari metode regresi
linier klasik. Pengembangan itu berdasarkan adanya pengaruh tempat atau
spasial pada data yang dianalisis (Anselin, 1988). Berdasarkan hal tersebut
peneliti membandingkan hasil persamaan regresi yang diperoleh dari kedua
22
metode tersebut. Koefisien determinasi dapat digunakan untuk menentukan
model terbaik. Semakin nilai mendekati satu maka semakin tinggi pengaruh
variabel prediktor terhadap variabel respon, yang berarti semakin baik
kecocokan model dengan data (Sembiring, 2003). Selain metode yang dapat
digunakan untuk mendapatkan model regresi terbaik, salah satunya adalah
dengan metode Akaike’s Information Criterion (AIC). Menurut metode AIC,
model regresi terbaik adalah model regresi yang mempunyai nilai AIC terkecil
(Widarjono, 2007). Perbandingan dan AIC sebagai berikut:
Tabel 5.4 Nilai dan AIC metode OLS dan SAR
Model R-Squared AIC
OLS 0,316937 2004,51
SAR 0,381866 2001,36
Secara keseluruhan nilai yang dihasilkan model SAR lebih besar daripada
model OLS. Selain itu, nilai AIC yang dihasilkan pada model SAR juga lebih
kecil dibandingkan model OLS. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model
SAR lebih baik digunakan dalam memodelkan faktor pendapatan perkapita
provinsi di Thailand.
23
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari uraian penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan antara lain:
1. Variabel yang signifikan mempengaruhi pendapatan perkapita provinsi di
Thailand ialah variabel populasi, sebab jika populasi suatu wilayahnya besar
maka pendapatan dan usaha yang diberikan juga semakin banyak.
2. Untuk menentukan analisis yang digunakan, dilihat dari p-value. Pada kasus ini
p-value dari Lagrange Multiplier (lag) sebesar 0,04228 < α (0,05) sehingga
perlu dilanjutkan ke model Spatial Autoregressive Model (SAR) sedangkan p-
value Lagrange Multiplier (error) adalah 0,16692 > α (0,05) sehingga pada
kasus ini tidak perlu dilanjutkan pada model Spatial Error Model (SEM).
3. Secara keseluruhan nilai yang dihasilkan model SAR lebih besar daripada
model OLS. Selain itu, nilai AIC yang dihasilkan pada model SAR juga lebih
kecil dibandingkan model OLS. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model
SAR lebih baik digunakan dalam memodelkan faktor pendapatan perkapita
provinsi di Thailand.
24
DAFTAR PUSTAKA
Ambarita, Dedi Setiawan. 2015. Perekonomian Thailand. http://isu-
isuekternal.blogspot.co.id/2015/03/perekonomian-thailand.html. Di akses pada
31 Oktober 2017.
Amelia, Mia, dkk. 2012. Penerapan Regresi Spasial Untuk Data Kemiskinan
Kabupaten di Pulau Jawa Tengah.
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/58666. Di akses pada 31 Oktober
2017.
Knoema. https://knoema.com/atlas/Thailand
Prasetyo, Rindang. 2014. Panduan Operasional Analisis Data Spasial.
https://www.academia.edu/10758035/Panduan_Operasional_Analisis_Data_S
pasial. Di akses pada 31 Oktober 2017.
Press, Aktual. 2017. Ketimpangan Kesejahteraan di ASEAN Semakin Menanjak,
Indonesia Peringkat Kedua.
http://www.aktualpress.com/read/2017/01/12/ketimpangan-kesejahteraan-di-
asean-semakin-menanjak-indonesia-peringkat-kedua/. Di akses pada 31
Oktober 2017.
Setiadi, Adiz. 2013. Makalah Negara Thailand.
http://adizsetiadi.blogspot.co.id/2013/02/makalah-negara-thailand.html. Di
akses pada 31 Oktober 2017..
Sunyoto, D. 2007. Analisis Regresi dan Korelasi Bivariat. Yogyakarta : Amara Books.
Universitas Diponegoro. 2015. Analisis Spasial Pengaruh Tingkat Pengangguran
Terhadap Kemiskinan di Indonesia.
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/media_statistika. Di akses pada 4 Juli
2017.
Wikipedia. https://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_Thailand. Di akses pada 1
November 2017.