Makalah Asuhan Keperawatan Halusinasi
description
Transcript of Makalah Asuhan Keperawatan Halusinasi
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN DI
RUANG AKUT: HALUSINASI
PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN JIWA
Disusun oleh :
KELOMPOK 2
Widya Listianty 220112150002Lusiyana 220112150015Ribka Esterina Simbolon 220112150040Toayah Indah Sari 220112150041Lathifathul Khoiriah 220112150043Dini Yulia 220112150044Mutiara 220112150046Hertika Apriani Br Sihaloho 220112150048Asti Nurhalimah 220112150049Devi Sukmawati 220112150051Masniah 220112150053Peronika Sari 220112150054
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
TAHUN AJARAN 2015/2016
Konsep Umum Gangguan Jiwa Akut
I. Perilaku Kekerasan
Definisi
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, dalam
1993).
Tanda dan Gejala
Fisik : mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
Verbal : Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara
dengan nada keras, dan ketus.
Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,
dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan, dan menuntut.
Intelektual : mendominasi , cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan
tidakjarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral, dan kreativitas terhambat.
Sosial : menarik diri, pegasingan, peolakan, kekerasan, ejekan, dan
sandaran.
Perhatian : bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.
Faktor Predisposisi
Menurut Townsend (1996) terdapat beberapa teori yang dapat enjelaskan
tentang faktor predisposisi perilaku kekerasan, diantaranya adalah sebagai
berikut:
Teori Biologik
Berdasarkan teori biologic, ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi seseorag melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai
berikut:
a. Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen system
neurologis mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif. Sistem limbic sngat terlibat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhann dan respons
agresif.
b. Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townstein(1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinefrin,
norepinefrin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat
berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif.
Peningkatan hormone androgen dan norefineprin serta
penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan
serebrospinal merupakan faktor predisposisi penting yang
menyebabkan timbulnya perilaku agresif pada seseorang.
c. Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat
erat kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe
XYY, yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara pelaku
tindak kriminal (narapidana).
d. Gangguan otak sindrom otak organic berhubungan dengan
berbagai gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada
limbic dan lobus temporal), trauma otak, penyakit ensefalitis,
epilepsy (epilepsy lobus temporal) terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
Teori Psikologik
a. Teori psikoanalitik, menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi
dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri serta memberi arti dalam kehidupannya.
Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku agresifdan tindakan
kekeasanmerupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku tindak
kekerasan,
b. Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilakuyang
dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologic terhadap
perlaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh
peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predisposisi
biologik.
c. Teori sosiokultural, kontrol masyarakat yang rendah dan
kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara
penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor
predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.
Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat dibedakan menjadi faktor nternal dan eksternal :
- Internal adalah smua faktr yang dapat menimbulkan kelemahan, menurunnya
percaya diri, rasa takut sakit,hilang kontrol, dan lain-lain.
- Eksternal adalah penganiayaaan fisik, kehilangan otrang yang dicintai, krisis,
dan lain-lain.
Menurut Shives (1998) hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau
penganiayaan antara lain sebagai berikut:
- Kesulitan kondisi sosial ekonomi
- Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu
- Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dalam menempatkan diri seagai orang yang dewasa.
- Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisocial seperti penyalahgunaan obat
dan allkohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat mengahadapi rasa
frustasi.
- Kematiaan anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahapan perkembangan keluarga.
Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasikan mekanisme koping klien, sehingga dapat
membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif
dalam mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping umumnya yang
digunakan adalah menkanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi,
proyeksi, represif, denial, dan reaksi formasi.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang yang dianggap berpengaruh dalam hidupnya.Bila
kondisi tersebut tidak teratasi , maka dapat menyebabkan seseorang rendah diri
(harga diri rendah), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila
ketidakmampuan bergaul dengan orang lan ini tidak dapat diatasi akan muncul
halusinasi berupa suara-suara tau bayangan yang meminta klien untuk melakukan
tindakan kekerasan. Hal tersebut dapat berdampak pada keselamatan drinya dan
orang lain (resiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan).
Selain diakibatkan oleh berduka berkepanjangan, dukungan keluarga
yang kurang baik, dalam menghadapi kondisi klien dapat mempengaruhi
perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini tentunya akan
menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan kekambuhan
karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif).
II. Waham
A. Definisi
Menurut (Depkes RI, 2000) Waham adalah suatu keyakinan klien yang tidak
sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis
oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan
kontrol (Direja, 2011). Waham curiga adalah keyakinan seseorang atau sekelompok
orang berusaha merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan (Kelliat, 2009).
Gangguan isi pikir adalah ketidakmampuan individu memproses stimulus
internal dan eksternal secara akurat. Gangguannya adalah berupa waham yaitu
keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan dengan realitas.
Keyakinan individu tersebut tidak sesuai dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budayanya, serta tidak dapat diubah dengan alasan yang logis. Selain itu
keyakinan tersebut diucapkan berulang kali (Kusumawati, 2010).
Gangguan orientasi realitas adalah ketidakmampuan menilai dan berespons
pada realitas. Klien tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan sehingga
muncul perilaku yang sukar untuk dimengerti dan menakutkan. Gangguan ini
biasanya ditemukan pada pasien skizofrenia dan psikotik lain. Waham merupakan
bagian dari gangguan orientasi realita pada isi pikir dan pasien skizofrenia
menggunakan waham untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya yang tidak terpenuhi
oleh kenyataan dalam hidupnya. Misalnya : harga diri, rasa aman, hukuman yang
terkait dengan perasaan bersalah atau perasaan takut mereka tidak dapat mengoreksi
dengan alasan atau logika (Kusumawati, 2010).
B. Klasifikasi Waham
Waham dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, menurut Direja
(2011) yaitu:
- Waham kebesaran
Keyakinan secara berlebihan bahawa dirinya memiliki kekuatan
khusus atau kelebihan yang berbeda dengan orang lain, diucapkan berulang-
ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. “Saya ini pejabat di kementrian
semarang!” “Saya punya perusahaan paling besar lho“.
- Waham agama
Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. “ Saya adalah tuhan
yang bisa menguasai dan mengendalikan semua makhluk”.
- Waham curiga
Keyakinan seseorang atau sekelompok orang yang mau merugikan
atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapai tidak sesuai
dengan kenyataan. “ Saya tahu mereka mau menghancurkan saya, karena iri
dengan kesuksesan saya”.
- Waham somatik
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau sebagian tubuhnya terserang
penyakit, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. “
Saya menderita kanker”. Padahal hasil pemeriksaan lab tidak ada sel kanker
pada tubuhnya.
- Waham nihlistik
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia,
diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. “ ini saya
berada di alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh nya”
C. Etiologi
Gangguan orientasi realitas menyebar dalam lima kategori utama fungsi otak
Menurut Kusumawati, (2010) yaitu :
1. Gangguan fungsi kognitif dan persepsi menyebabkan kemampuan menilai
dan menilik terganggu.
2. Gangguan fungsi emosi, motorik, dan sosial mengakibatkan kemampuan
berespons terganggu, tampak dari perilaku nonverbal (ekspresi dan gerakan tubuh)
dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial).
3. Gangguan realitas umumnya ditemukan pada skizofrenia.
4. Gejala primer skizofrenia (bluer) : 4a + 2a yaitu gangguan asosiasi, efek,
ambivalen, autistik, serta gangguan atensi dan aktivitas.
5. Gejala sekunder: halusinasi, waham, dan gangguan daya ingat.
D. Rentang Respon Neurobiologi
Adaptif Maladaptif
Pikiran logis
Persepsi akurat
Emosi konsisten
dengan pengalaman
Perilaku sosial
Hubungan sosial
Pikiran kadang
menyimpang
illusi
Reaksi
emosional
berlebihan dan
kurang
Perilaku tidak
sesuai
Menarik diri
Gangguan proses
pikir: Waham
Halusinasi
Kerusakan emosi
Perilaku tidak
sesuai
Ketidakteraturan
isolasi sosial
Skema. 1 Rentang respons neurobiologis Waham. (sumber : Keliat, 2009).
E. Tanda dan Gejala
Menurut Kusumawati, (2010) yaitu :
1. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat): Cara berfikir magis dan primitif,
perhatian, isi pikir, bentuk, dan pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme,
sirkumtansial).
2. Fungsi persepsi: Depersonalisasi dan halusinasi.
3. Fungsi emosi: Afek tumpul kurang respons emosional, afek datar, afek tidak
sesuai, reaksi berlebihan, ambivalen.
4. Fungsi motorik: Imfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotipik
gerakan yang diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang jelas,
katatonia.
5. Fungsi sosial kesepian: Isolasi sosial, menarik diri, dan harga diri rendah.
6. Dalam tatanan keperawatan jiwa respons neurobiologis yang sering muncul adalah
gangguan isi pikir: waham dan PSP: halusinasi.
Tanda dan Gejala Menurut Direja, (2011) yaitu : Terbiasa menolak makan,
tidak ada perhatian pada perawatan diri, Ekspresi wajah sedih dan ketakutan, gerakan
tidak terkontrol, mudah tersinggung, isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan
dan bukan kenyataan, menghindar dari orang lain, mendominasi pembicaraan,
berbicara kasar, menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan.
F. Pengkajian
1) Faktor predisposisi
a. Biologi
Waham dari bagian dari manifestasi psikologi dimana abnormalitas otak yang
menyebabkan respon neurologis yang maladaptif yang baru mulai dipahami, ini
termasuk hal-hal berikut :
1) Penelitian pencitraan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan otak yang
luas dan dalam perkermbangan skizofrenia. Lesi pada area frontal, temporal dan
limbik paling berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia. Hasil penelitian sangat
menunjukkan hal-hal berikut ini :
a) Dopamin neurotransmitter yang berlebihan
b) Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmitter lain
c) Masalah-masalah pada sistem respon dopamine
3) Penelitian pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang
diadopsi telah diupayakan untuk mengidentifikasikan penyebab genetik pada
skizofrenia. Sudah ditemukan bahwa kembar identik yang dibesarkan secara
terpisah mempunyai angka kejadian yang tinggi pada skizofrenia dari pada
pasangan saudara kandung yang tidak identik penelitian genetik terakhir
memfokuskan pada pemotongan gen dalam keluarga dimana terdapat angka
kejadian skizofrenia yang tinggi.
b. Psikologi
Teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurobiologik yang maladaptif
belum didukung oleh penelitian. Sayangnya teori psikologik terdahulu menyalahkan
keluarga sebagai penyebab gangguan ini sehingga menimbulkan kurangnya rasa
percaya (keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa profesional).
c. Sosial budaya
Stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan skizofrenia dan
gangguan psikotik tetapi tidak diyakini sebaga penyebab utama gangguan.Seseorang
yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbulnya waham (Direja,
2011).
2) Faktor Presipitasi
a. Biologi
Stress biologi yang berhubungan dengan respon neurologik yang maladaptif
termasuk:
1) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses
informasi
2) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selekti menanggapi
rangsangan.
b. Stres lingkungan
Stres biologi menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang yang sering menunjukkan
episode baru suatu penyakit. Pemicu yang biasa terdapat pada respon neurobiologik
yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan. Lingkungan, sikap dan perilaku
individu (Direja, 2011).
G. Manifestasi klinik
Perilaku yang dapat ditemukan pada klien dengan Waham antara lain
melakukan percobaan bunuh diri, melakukan tindakan, agresif, destruktif, gelisah,
tidak biasa diam, tidak ada perhatian terhadap kebersihan diri, ada gangguan
eliminasi, merasa cemas, takut. Kadang-kadang panik perasaan bahwa lingkungan
sudah berubah pada klien depersonalisasi (Stuart,2007).
H. Mekanisme Koping
Menurut Direja (2011), Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri
sendiri dari pengalaman berhubungan dengan respon neurobioligi :
1. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
menanggulangi ansietas, hanya mempunyai sedikit energi yang tertinggal
untuk aktivitas hidup sehari-hari
2. Projeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
3. Menarik diri
I. Pohon Masalah
Perilaku kekerasan
Menarik diri
Harga diri rendah
Skema. 2 pohon masalah, (Fitria, 2009, dikutip Direja, 2011).
J. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Waham
3. Menarik Diri
4. Harga Diri Rendah
K. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
(Terlampir)
III. Bunuh Diri
A. Pengertian
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008). Menciderai diri adalah tindakan
agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri
mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah
yang dihadapi (Captain, 2008).
Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang tidak dicegah dapat
mengarah pada kematian. Perilaku desttruktif diri langsung mencakup aktivitas bunuh
diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari hal ini sebagai hasil yang
diinginkan. Perilaku destruktif diri tak langsung termasuk tiap aktivitas kesejahteraan
fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian. Orang tersebut tidak menyadari
tentang potensial terjadi pada kematian akibat perilakunya dan biasanya menyangkal
apabila dikonfrontasi (Stuart & Sundeen, 2006). Menurut Shives (2008)
mengemukakan rentang harapan putus harapan merupakan rentang adaptifmaladaptif.
Adaptif Maladaptif
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptive
merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang
kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon
maladaptif antara lain :
1. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan
masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang
bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan
koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
2. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan
merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya :
kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan
merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semuanya dapat berakhir dengan
bunuh diri.
3. Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan
kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu
keluar dari keadaan depresi berat.
3. Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Laraia, 2005).
B. Etiologi
Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :
1. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
2. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
3. interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.
4. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri.
5. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
C. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart Gw & Laraia (2005), faktor predisposisi bunuh diri antara
lain:
1. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh
diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang
dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat kepribadian, tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya
resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
3. Lingkungan psikososial, seseorang yang baru mengalami kehilangan,
perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan
sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat keluargakeluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.
5. Faktor biokimia, data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku
destrukif diri.
D. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusan.
E. Patopsikologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan,
mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya. Perilaku
bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:
1. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan
untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambevalensi seseorang tentang
kematian kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai
dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang
dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan. Orang
yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati
mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada
waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami
depresi yang berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya
( Stuart & Sundeen, 2006).
Gambar 2.1 proses perilaku bunuh diri
Peningkatan verbal/ non verbal
Pertimbangan untuk melakukan bunuh diri
Ancaman bunuh diri
Ambivelensi tentang kematian Kurangnya respon positif
Upaya bunuh diri
Bunuh diri
( Stuart & Sundeen, 2006)
F. Tanda dan Gejala
Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak
membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana
bunuh diri tersebut adalah: keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal
dan tidak berguna, alam perasaan depresi, agitasi dan gelisah, insomnia yang
menetap, penurunan BB, berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan
sosial. Adapun petunjuk psikiatrik anatara lain: upaya bunuh diri sebelumnya,
kelainan afektif, alkoholisme dan penyalahgunaan obat, kelaianan tindakan dan
depresi mental pada remaja, dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia.
Sedangkan riwayat psikososial adalah: baru berpisah, bercerai/ kehilangan, hidup
sendiri, tidak bekerja, perubahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami, faktor-faktor
kepribadian: implisit, agresif, rasa bermusuhan, kegiatan kognitif dan negatif,
keputusasaan, harga diri rendah, batasan/gangguan kepribadian antisosial.
Rencana Tindakan Keperawatan
(Terlampir)
IV. Perubahan Persepsi Sensori : HalusinasiA. Defenisi Menurut Cook dan Fontaine (1987), adalah salah satu gejala gangguan jiwa di
mana klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perubahan, atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Selain itu, perubahan sensori persepsi: halusinasi dapat diartikan sebagai persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran, dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi semua system penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, atau pengecapan).
Individu menginterpretasikan stressor yang tidak ada stimulus dari lingkungan (Depkes, 2000).
B. Jenis Halusinasi serta Data Objektif dan Subjektif Jenis DO DSHalusinasi dengar(Klien mendengar suara/bunyi yang tidak ada hubungannya dengan stimulus yang nyata/lingkungan)
Bicara atau tertawa sendiri
Marah-marah tanpa sebab
Mendekatkan telinga ke arah tertentu
Menutup telinga
Mendengar suara-suara atau kegaduhan
Mendengar suara mengajak bercakap-cakap
Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
Halusinasi Penglihatan (Klien melihat gambaran
Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
Ketakutan pada
Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, kartun,
yang jelas/samar terhadap adanya stimulus yang nyata dari lingkungan dan orang lain tidak melihatnya)
sesuatu yang tidak jelas
melihat hantu atau monster
Halusinasi penciuman (klien mencium suatu bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata)
Mengendus-endus seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
Menutup hidung
Membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, dan terkadang bau-bau tersebut menyenangkan bagi klien
Halusinasi pengecapan (klien merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan rasa makanan yang tidak enak
Sering meludah muntah
merasakan rasa seperti darah, urine, atau feses
Halusinasi perabaan (klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus yang nyata)
Menggaruk-garuk permukaan kulit
mengatakan ada serangga di permukaan kulit
merasa seperti tersengat listrik
Halusinasi kinestetik (klien merasaa badannya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota badannya bergerak)
Memegang kakinya yang dianggapnya bergerak sendiri
Mengatakan badannya melayang diudara
Halusinasi visceral (perasaan tertentu timbul dalam tubuhnya)
Memegang badannya yang dianggapnya berubah bentuk dan tidak normal seperti biasanya
Mengatakan perutnya menjadi mengecil setelah minum soft drink
C. Faktor Predisposisi-Faktor perkembanganJika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress.
-Faktor SosiokulturalBerbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkirkan sehingga orang tersebut merasa kesepian dilingkungan yang membesarkannya.-Faktor BiokimiaJika seseorang mengalami stress yang berlebihan maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimethytransferase (DMP).-Faktor PsikologisHubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas-Faktor GenetikGen berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui tetapi hasil studi menunjukkan bahwaa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
D. Pohon Masalah Effect Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan
Core Problem Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
Causa Isolasi Sosial
Harga Diri Rendah Kronis
Data yang Perlu DikajiDS:
Klien mengatakan mendengar sesuatu Klien mengatakan melihat bayangan putih Klien mengatakan dirinya seperti disengat listrik Klien mencium bau-bauan yang tidak sedap, seperti feses Klien mengatakan kepalanya melayang di udara Klien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu yang berbeda pada dirinya
DO Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat dikaji Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
Berhenti bicara ditengah-tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu Disorientasi Konsentrasi rendah Pikiran cepat berubah-ubah Kekacauan alur pikiran.
Pengkajian RUFA (Respon Umum Fungsi Adaptasi)Adalah pengkajian keperawatan yang digunakan untuk menetukan kondisi darurat pasien.RUFA untuk setiap Diagnosa Keperawatan
Score 1-10: memerlukan tindakan intensif 1 Score 11-20: memerlukan tindakan intensif 2 Score 21-30: memerlukan tindakan intensif 3