MAKALAH 413 Penatalaksaan Kelainan Jaringan Lunak Mulut
-
Upload
ayuwulandari-tan -
Category
Documents
-
view
36 -
download
0
description
Transcript of MAKALAH 413 Penatalaksaan Kelainan Jaringan Lunak Mulut
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 SKENARIO DISKUSI IB
Seorang penderita laki-laki usia 70 tahun datang dengan keluhan sakit yang hebat didalam mulut
sejak kemarin. Dari anamnesis diketahui, 2 hari yang lalu timbul rasa sakit di mulut dan rasa
panas, penderita mengalami demam. Rasa terbakar didalam mulut khususnya di daerah tempat
luka sekarang terjadi. Pemeriksaan didalam mulut terlihat lesi berupa ulkus dengan bentuk tidak
beraturan berwarna keputihan, letaknya di palatum durum, bersifat multiple dan hanya sebelah
kanan saja, sementara palatum durum sebelah kiri tidak ada lesi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa diagnosa saudara untuk keluhan penderita diatas?
2. Apa etiologi keluhan penderita?
3. Apa faktor predisposisi keluhan penderita?
4. Bagaimana menentukan diagnosis keluhan penderita diatas?
5. Apa diagnosa banding keluhan diatas?
6. Apa komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diatas?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Apa diagnosa saudara untuk keluhan penderita diatas?
Diagnosis: Herpes Zoster atau disebut juga dengan shingles atau cacar ular.
Herpes Zoster umumnya dialami para manula, terutama yang berusia di atas 50 tahun. Dapat
juga dilihat dari gambaran klinis sesuai pada kasus diatas. Lesi Herpes zoster dapat mengenai
seluruh kulit tubuh maupun membran mukosa. Tanda prodromal utama terjadinya Herpes
Zoster adalah timbulnya rasa gatal,kesemutan, rasa terbakar, dan nyeri pada tempat dimana
erupsi akan terjadi. Lesi bersifat unilateral dan berhenti tiba-tiba pada garis tengah mengikuti
distribusi saraf.Lesi berawal sebagai makula eritema dan diikuti oleh erupsi vesikel yang
menjadi pustula dan berakhir sebagai krusta dalam waktu 7-10 hari.
Krusta tersebut akan persistent selama 3 minggu atau lebih pada orang dewasa.Nyeri
biasanya hilang bila krusta telah hilang (Bricker dkk, 2002). Burket dkk (2008) juga
mengungkapkan bahwa infeksi virus Varicella Zoster pada kulit lebih sering terjadi pada
dewasa muda, dari sini dapat dibedakan dengan Chicken Pox(Cacar Air) yang lebih sering
terjadi pada anak-anak.
Penyakit dimulai dari nyeri sakit dan rasa terbakar. Biasanya tidak ada atau ada sedikit
demam dan limfadenopati. Selama 2-4 hari infeksi ini diikuti oleh munculnya pola
zosteriform. Pola ini bersifat unilateral dan linear.Periode prodromalnya berkisar 2-4 hari
dengan rasa nyeri tertusuk, parestesi, tenderness muncul sepanjang nervus.
Sebelum lesi di rongga mulut muncul, pasien akan mengeluhkan rasa nyeri yang hebat,
kadang-kadang rasa sakitnya seperti rasa sakit pulpitis sehingga sering salah diagnosa. Lesi
diawali oleh vesikel unilateral yang kemudian dengan cepat pecah membentuk erosi atau
ulserasi dengan bentuk yang tidak teratur. Pada mukosa rongga mulut, vesikel hanya terdapat
pada satu dari divisi nervus trigeminus. Vesikel unilateral tersebut dikelompokkan dengan
area sekitar eritema, akhiran yang kasar pada midline. Vesikel bernanah dan bentuk pustula
selama 3 sampai 4 hari. Apabila cabang kedua dan ketiga nervus trigeminal terlibat, maka
akan muncul lesi-lesi di rongga mulut secara unilateral. Jika cabang kedua (nervus
maksilaris) terlibat maka lokasi yang dikenai adalah palatum, bibir dan mukosa bibir atas.
Jika cabang ketiga (nervus mandibula) terlibat, lokasi yang dikenai adalah lidah, mukosa
pipi, bibir dan mukosa bibir bawah.
Lesi-lesi intraoral adalah vesikuler dan ulseratif dengan tepi meradang dan merah sekali.
Perdarahan adalah biasa. Bibir, lidah, dan mukosa pipi dapat terkena lesi ulseratif unilateral
jika mengenai cabang mandibuler dari saraf trigeminus. Keterlibatan divisi kedua dari saraf
trigeminus secara khas akan mengakibatkan ulserasi palatum unilateral yang meluas ke atas,
tetapi tidak keluar dari raphe palatum.
Infeksi herpes zoster pada lidah
Menurut Scully dkk (2010), manifestasi klinis Herpes Zoster dalam mulut dapat berupa:
Maxillary Zoster; ruam di pipi ipsilateral, ulser, dan nyeri pada ipsilateral palatum dan
gigi rahang atas
Mandibular Zoster; ruam dan nyeri pada wajah dan bibir ipsilateral bagian bawah, ulser
dan nyeri di lidah, jaringan lunak dan gigi rahang bawah
Sesuai dengan scenario diatas dimana lesi terdapat di palatum durum sebelah kanan saja
maka diagnosis Herpes Zoster berupa Maxillary Zoster
2.2 Apa etiologi keluhan penderita?
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten di dalam ganglion
posterior atau ganglion intrakranial. Varicella Zoster Virus (VZV) merupakan famili human
(alpha) virus. Virus terdiri atas genome DNA double-stranded, tertutup inti yang
mengandung protein dan dibungkus oleh glikoprotein. Virus ini dapat menyebabkan dua
jenis penyakit yaitu Chicken Pox dan Herpes Zoster. Virus dibawa melalui sternus sensory ke
tepi ganglia spinal atau ganglia trigeminal kemudian menjadi laten. Reaktivasi virus varicella
zoster dipicu oleh berbagai macam rangsangan seperti pembedahan, penyinaran, penderita
lanjut usia, dan keadaan tubuh yang lemah meliputi malnutrisi, seorang yang sedang dalam
pengobatan imunosupresan jangka panjang, atau menderita penyakit sistemik. Apabila
terdapat rangsangan tersebut, virus varicella zoster aktif kembali dan terjadi ganglionitis.
Virus tersebut bergerak melewati saraf sensorik menuju ujung-ujung saraf pada kulit atau
mukosa mulut dan mengadakan replikasi setempat dengan membentuk sekumpulan vesikel.
2.3 Apa faktor predisposisi keluhan penderita?
Usia Lanjut
Penyakit ini umumnya menyerang manula (terutama yang berusia 50 tahun ke
atas).
Nutrisi Kurang Baik
Daya Tahan Tubuh Menurun
Ketika daya tahan tubuh menurun, virus mengalami multiplikasi dan menyebar
dalam ganglion menyebabkan nekrosis neuron dan inflamasi, sering disertai
neuralgia. Penyebaran ke saraf sensorik menyebabkan neuritis yang hebat dan
apabila sampai ke ujung saraf sensorik di kulit menghasilkan erupsi khas zoster.
Aktivitas
Terpapar sinar matahari terus-menerus
Penyakit Sistemik
Penderita gangguan imun (Immunosenesense) dan penyakit AIDS, leukemia dan
Hodgkin
Obat-obatan
Menggunakan obat steroid jangka panjang, atau menjalani kemoterapi
2.4 Bagaimana menentukan diagnosis keluhan penderita di atas?
Diagnosa Herpes zoster biasanya ditegakkan berdasarkan riwayat kasus , gejala
prodormal dan gambaran klinisnya yang khas, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan
laboratorium. Diagnosis dapat dilakukan dengan cara mengetahui distribusi nyeri yaitu
disepanjang saraf trigeminus, malakukan anamnesis diantaranya dengan menanyakan
riwayat penyakit, apakah pasien demam, sudah pernah terkena cacar air, adakah timbul
lesi seperti balon air, daerah yang terkena dimana saja, rasa sakitnya seperti apa, dan
apakah sebelumnya anggota keluarga yang lain ada yang terkena penyakit yang sama.
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan pula dengan langsung melihat lesi dan gambaran
klinisnya. Meskipun begitu, pemeriksaan laboratorium direkomendasikan jika gambaran
klinis tidak khas atau untuk menentukan status imun terhadap virus Varisela-zoster pada
orang yang beresiko tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan meliputi
hapusan Tzank, deteksi antigen virus dan tes antibodi virus.
2.5 Apa diagnosa banding keluhan diatas?
Herpes Simplex Virus
Stomatitis Herpetiform
Hand-Footh-And-Mouth Disease
2.6 Apa komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diatas?
Postherpetic Neuralgia
Komplikasi Herpes zoster yang paling sering terjadi. Postherpetic neuralgia terjadi sekitar
10-15 % pasien herpes zoster dan merusak syaraf trigeminal. Resiko komplikasi meningkat
sejalan dengan usia. Postherpetic neuralgia didefenisikan sebagai symtom sensoris (biasanya
sakit dan mati rasa). Postherpetic neuralgia atau rasa nyeri akan menetap setelah penyakit
tersebut sembuh dan dapat terjadi sebagai akibat penyembuhan yang tidak baik pada
penderita usia lanjut.
Postherpetic Neuralgia Postherpetic neuralgia (PHN) merupakan komplikasi dari Herpes
zoster. Nyeri ini merupakan nyeri neuropatik yang dapat berlangsung lama bahkan menetap
setelah erupsi akut herpes zoster menghilang.
Definisi Postherpetic neuralgia merupakan suatu bentuk nyeri neuropatik yang muncul oleh
karena penyakit atau luka pada sistem syaraf pusat atau tepi, nyeri menetap dialami lebih dari
3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster. Penyebab paling umum timbulnya peningkatan
virus ialah penurunan sel imunitas yang terkait dengan pertambahan umur. Berkurangnya
imunitas di kaitkan dengan beberapa penyakit berbahaya seperti lymphoma, perawatan
penyakit berbahaya (kemoterapi atau radioterapi), infeksi HIV, dan penggunaan obat
penghambat kekebalan setelah operasi transplantasi organ atau untuk manajemen penyakit
(seperti steroid) juga faktor penyebab resiko. Postherpetic neuralgia dapat diklasifikasikan
antara acute herpetic neuralgia (30 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), subacute herpetic
neuralgia (30-120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit) dan Postherpetic neuralgia (di
defenisikan sebagai rasa sakit yang terjadi setidaknya 120 hari setelah timbulnya ruam pada
kulit)
Komplikasi Herpes Zoster Pada Mata
Herpes zoster ophthalmicus terjadi ketika reaktivasi virus laten di ganglia trigeminal
melibatkan divisi ophthalmic dari saraf. Kerusakan mata dan struktur di sekitarnya terjadi
karena peradangan perineural dan intraneural sekunder saraf sensorik. Keterlibatan kornea
dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang signifikan.
Komplikasi Herpes Zoster Pada Kulit
Infeksi sekunder pada kulit yang biasanya disebabkan karena bakteri
BAB III
PENDAHULUAN
SKENARIO DISKUSI 2
Pasien wanita usia 56 tahun datang ke RSGM di Jakarta, ingin memperbaiki geligi-tiruannya
yang sudah dipakai selama 1 tahun, karena geligi-tiruan rahan atas kadang-kadang terlepas. Pipi
bagian dalam sebelah kiri terasa sakit dan sariawan. Pasien memakai GTL akrilik RA dan GTSL
akrilik RB. Dari hasil pemeriksaan intra oral, gigi-gigi yang masih ada 31, 32, 33, 41, 42, 43.
Terdapat hyperplasia yang mudah bergerak (flabby) di alveolar ridge RA bagian anterior dari
regio caninus kiri ke regio caninus kanan. Di mukosa pipi sebelah kiri berhadapan dengan
cengkeram terdapat ulcus agak dalam dan berwarna kemerahan. GTL RA kurang retentif disertai
tepi basis GT dibagian bukal kiri sedikit terlalu panjang, posisi cengkeram pada gigi 33 dari
geligi tiruan RB kurang tepat. Pasien secara teratur memeriksa kesehatannya ke puskesmas.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa penyebab hyperplasia di mukosa diregio anterior RA
2. Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi GTL RA yang kadang kadang terlepas
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Apa penyebab hyperplasia di mukosa diregio anterior RA?
Hiperplasia jaringan lunak di bawah atau di sekeliling gigi tiruan merupakan akibat
dari respon fibroepitelial terhadap pemakaian gigi tiruan (Damayanti, 2009: 7). Lesi
ini sering disebutdenture hiperplasia.Secara histopatologi, denture hiperplasia berupa
jaringan fibrous aseluler yang terikat longgar dan edematus. Mukosa di atas jaringan
mempunyai epitelium keratinisasi atau parakeratinisasi. Selain itu, terdapat infiltrat
sel peradangan kronis di bawah epitelium. Pada daerah pertemuan lesi dan mukosa
normal, terdapat ulserasi serta penggabungan dari infiltrat sel peradangan akut dan
kronis
Trauma akibat pemakaian GT
a. Iritasi kronis dari GT yang longgar
Beberapa penyebab Longgarnya antara lain:
- Resorbsi Residual Ridge; yaitu pasien immediate denture dimana pasien
kehilangan berat badan
- Kesalahan–kesalahan oklusi yang menyebabkan iritasi jaringan
- Peradangan dan terjadi resorbsi.
-Pemakaian gigi tiruan sebagian lepasan yang lama sehingga terjadi resorbsi
prosesu aveolaris
b. Iritasi kronis dari tepi GT yang terlalu panjang
Penyebab utama dari hiperplasia ini adalah tepi basis gigi tiruan yang terlalu
panjang yang mungkin disebabkan oleh resorpsi prosesus alveolaris.
GT berhadapan dengan gigi asli/Sindroma Kelly
2. Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi GTL RA yang kadang kadang
terlepas?
Memperbaiki tepi GT
Perawatan awal penggunaan gigi tiruan meliputi pengikisan tepi basis gigi tiruan
yang berlebih sehingga menghilangkan penyebab iritasi. Namun, pengasahan tepi
basis dapat mengurangi stabilitas gigi tiruan yang menyebabkan gigi tiruan lebih
bebas bergerak sehingga menimbulkan iritasi lebih lanjut (Damayanti, 2009: 7-8).
Lesi akan mengecil jika gigi tiruan tidak dipakai untuk sementara waktu (Pala,
2002: 15). Apabila lesi terlalu besar maka perlu dilakukan pengambilan jaringan
secara bedah dengan anastesi lokal. Pembedahan lesi sebaiknya dilakukan setelah
jaringan tersebut diistirahatkan beberapa waktu untuk mengurangi edemanya .
Relining
Proses menambahkan bahan baru secukupnya pada permukaan gigi tiruan yang
menghadap jaringan pendukung untuk mengisi ruangan yang ada antara basis gigi
tiruan dengan permukaan jaringan yang telah berubah.
a. Relining tanpa perubahan dimensi vertikal; Relining pada protesa dengan
dimensi vertical yang tidak berubah, pembuatannya lebih sederhana bila
dibandingkan dengan protesa yang dimensi vertikalnya berubah.
b. Relining dengan perubahan dimensi vertikal; Untuk melakukan relining pada
protesa dengan dimensi vertikal yang telah berubah, maka terlebih dahulu
ditempatkan tiga bulatan kecil dari impression compound yang hangat di
daerah Premolar I kanan dan kiri serta di daerah anterior ridge (tengah).
Kemudian cetak ke dalam mulut. Penderita diminta untuk menutup mulutnya
serta dibantu menekan protesa tersebut sampai dicapai dimensi vertikal yang
dikehendaki. Selanjutnya tambahkan impression compound pada pinggir–
pinggir protesa dan lakukan muscle trimming. Kemudian dilakukan
pencetakan dengan pasta zink oxide
Teknik serta material yang biasa digunakan dalam Relining Protesa
Relining secara direct
a. Menggunakan self curing acrylic resin yang dilakukan langsung di
dalam mulut penderita.
b. Untuk memperbaiki protesa yang tidak mengalami banyak perubahan
c.Penderita tidak mempunyai penyakit sistemik.
d. Dikerjakan dalam satu kali kunjungan.
e. Dalam processing bahan self curing acrylic menimbulkan panas
menyebabkan iritasi pada mucosa
f. Penderita sukar untuk menggigit dalam oklusi sentrik, karena
terganggu bau tak enak yang dikeluarkan oleh self curing acrylic.
g. Porosity serta warna self curing acrylic yang tidak stabil (mudah
berubah)
Relining secara indirect
a. Mempergunakan heat curing acrylic resin yang dilakukan di luar mulut
penderita (secara laboratorium)
b. Baik digunakan untuk penderita yang berusia lanjut serta dapat
digunakan penderita yang bersikap mental tak stabil (histerical mind )
c. Keuntungan pemakaian heat curing acrylic resin dihasilkan protesa
yang jauh lebih kuat dari pada protesa yang dibuat dari self curing acrylic
d. Porosity jauh berkurang.
KESIMPULAN
Herpes Zoster umumnya dialami para manula, terutama yang berusia di atas 50 tahun. Dapat
juga dilihat dari gambaran klinis sesuai pada kasus diatas. Lesi Herpes zoster dapat mengenai
seluruh kulit tubuh maupun membran mukosa. Tanda prodromal utama terjadinya Herpes
Zoster adalah timbulnya rasa gatal,kesemutan, rasa terbakar, dan nyeri pada tempat dimana
erupsi akan terjadi. Lesi bersifat unilateral dan berhenti tiba-tiba pada garis tengah mengikuti
distribusi saraf.Lesi berawal sebagai makula eritema dan diikuti oleh erupsi vesikel yang
menjadi pustula dan berakhir sebagai krusta dalam waktu 7-10 hari.
Hiperplasia merupakan akibat dari respon fibroepitelial karena pemakaian gigi tiruan yang
disebabkan tepi basis gigi tiruan yang terlalu panjang dan gigi tiruan yang longgar.
Hiperplasia ini berupa lesi yang berwarna merah muda, elastik, dan lunak. Lesi ini timbul di
jaringan sekitar gigi tiruan. Perawatan hiperplasia dapat dilakukan dengan memperbaiki tepi
GT dan relining.
Berdasarkan pembahasan di atas, penulis menyarankan untuk melakukan penelitian tingkat
lanjut mengenai perawatan dan pencegahan hiperplasia akibat penggunaan gigi tiruan. Selain
itu, perkembangan dan pertumbuhan hiperplasia akibat penggunaan gigi tiruan perlu diteliti
lebih lanjut agar tindakan diagnosa dan perencanaan perawatan pasien dapat dilakukan lebih
awal, lebih tepat dan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Birnbaum W dan Dunne SM. 2010. Diagnosis Kelainan dalam Mulut : Petunjuk Bagi
Klinisi.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Langlais RP dan Miller CS. 2000. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim.
Jakarta :Hipokrates
Henderson, D. et al. Removable Partial Prosthodontics, Edisi 4, St Louis, The Mosby,1973
Gunadi, HA, dkk. Buku Ajar Ilmu Geligi Tiruan Sebagian Lepas, Jilid 2, Jakarta,
Hipokrates,1994.
Gayford, J. J. dan R. Haskell. 1990. Penyakit Mulut. Ed. ke-2, terj. Lilian Yuwono. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Pala, Sukma. 2002. “Penanggulangan Kelainan Klinis Pasca Pemasangan Gigi Tiruan Penuh”.
Skripsi yang diunduh dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/18896. Diakses pada 15
Mei 2015.