MAJOR RECURRENT APHTHOUS STOMATITISerepo.unud.ac.id/id/eprint/13589/1/1507ded56cfceb5533a...4 Gambar...
Transcript of MAJOR RECURRENT APHTHOUS STOMATITISerepo.unud.ac.id/id/eprint/13589/1/1507ded56cfceb5533a...4 Gambar...
-
MAJOR RECURRENT APHTHOUS STOMATITIS
drg. Nyoman Sidi Wisesa
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR BALI
2017
-
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya saya dapat menyusun tulisan ini tepat pada waktunya dengan Judul
“Recurrent Aphthous Stomatitis”.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini belum sempurna seperti yang
diharapkan dikarenakan keterbatasan kemampuan dan keilmuan yang kami miliki,
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun, demi kebaikan ini.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya. Terima Kasih.
Denpasar, 01 Juni 2017
Penulis
-
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS ..................................................................... 3
BAB III KAITAN DENGAN TEORI ...................................................... 9
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 13
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS; Recurrent Aphthous Ulcers; Canker
Sores) adalah salah satu penyakit pada rongga mulut yang paling sering terjadi,
dan termasuk dalam kelompok penyakit inflamasi kronis pada mukosa mulut.
RAS ini dapat muncul pada semua usia, tetapi paling sering dijumpai pada
kelompok usia 20-30 tahun. Adapun karakteristik utama dari RAS adalah adanya
ulser yang menyakitkan dan dapat timbul kembali pada mukosa mulut. RAS
memiliki etiologi yang belum diketahui secara pasti tetapi memiliki faktor
predisposisi seperti trauma, siklus menstruasi, riwayat RAS dalam keluarga, HIV,
stres, dan defisiensi nutrisi.1,2
RAS terdiri dari 3 tipe, yaitu Minor aphthae (Mikulicz’s aphthae; MiRAS),
Major aphthae (Sutton’s aphthae; MaRAS), dan Herpetiform aphthae (HeRAS).
Minor RAS memiliki karakteristik seperti ulser kecil dengan diameter dibawah 4
mm. RAS jenis ini memiliki proses penyembuhan yang berlangsung sekitar 7-14
hari tanpa disertai jaringan parut. Sedangkan Major RAS merupakan ulser besar
dengan diameter lebih dari 10 mm, serta proses penyembuhan yang membutuhkan
waktu 2-12 minggu disertai dengan jaringan parut. Adapun Herpetiform RAS
merupakan multipel ulser berjumlah 10-100 ulser dengan diameter sekitar 1-2
mm. RAS jenis ini memiliki proses penyembuhan yang sama dengan Minor RAS,
hanya saja disertai dengan jaringan parut pada saat ulser tumbuh berdekatan dan
menyatu.3,4
Penatalaksanaan RAS harus berdasarkan dari seberapa parahnya penyakit
ini, seperti RASa sakit yang disebabkan oleh Minor RAS dapat diredakan oleh
obat anestetik topikal atau topical NSAID dan untuk Major RAS dapat
menggunakan obat steroid topical seperti fluocinonide, betamethasone, atau
clobetasol.5,6
Pada kasus ini dilaporkan pasien mengalami ulser major multipel dengan
pemeriksaan intraoral terdapat ulser berwana putih dikelilingi kemerahan warna
merah, terasa sangat sakit dan tidak kunjung sembuh selama 7 bulan pada bagian
-
2
mukosa bukal kanan dan mukosa labial bawah. Diagnosis klinisnya adalah RAS
tipe Major dengan infeksi sekunder yang disebabkan oleh perubahan flora normal
pada mulut.6 Oleh karena itu, penulis akan mengelaskan lebih lanjut mengenai
kasus ini.
-
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Case
Seorang pasien laki-laki berumur 22 tahun dirujuk ke bagian penyakit
mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya oleh seorang
dokter gigi dari Madiun. Pada bagian kanan mukosa bukal pasien ini terdapat
ulser yang tidak sembuh dalam waktu yang lama. Dari hasil anamnesis diketahui
bahwa sekitar 7 bulan yang lalu pasien memiliki ulser dibagian belakang mukosa
bukal. Setelah mengonsumsi “Adem Sari” ulser tersebut sembuh. Seminggu
kemudian, sebuah ulser kembali muncul pada area yang sama namun di lokasi
yang berbeda. Pasien kemudian kembali mengonsumsi “Adem Sari”, tetapi ulser
tersebut tidak mengalami penyembuhan. Dalam beberapa hari, beberapa ulser
muncul pada area tersebut dan terasa sangat sakit. Lesi tersebut telah ditangani
oleh beberapa dokter gigi dan diberi beberapa jenis obat. Setelah itu, lesi yang
muncul menjadi lebih kecil dan rasa sakitnya berkurang, tetapi justru kembali
bertambah besar dan sakit. Pasien tersebut kemudian mengunjungi dokter gigi di
Rumah Sakit Haji dan diobati dengan asam mefenamat, clindamycin, dan obat
kumur chlorhexidine, rasa sakit dari lesi tersebut berkurang namun belum hilang
dari lokasi tersebut. Sebelum ulser ini muncul, pasien sering memiliki sebuah
ulser kira – kira sekali dalam sebulan, namun pasien tidak mengingat kapan hal
tersebut terjadi. 6
Hasil uji klinis menunjukkan pasien berada dalam kondisi yang baik.
Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu. Tidak
terdapat riwayat kelainan pada pasien dan keluarga pasien. 6
-
4
Gambar 1. Ulser dan luka yang ditemukan dalam rongga mulut pasien
Pemeriksaan ekstraoral menunjukkan pembengkakan halus pada pipi
sebelah kanan, fisura dan deskuamasi pada ujung dari bibir, dan lymphaedenitis
kronis pada kelenjar submandibular. Pemeriksaan intraoral menunjukkan dua
buah ulser mukosa labial bagian kanan bawah, ulser dengan bentuk irregular
dengan diameter kurang lebih 8 mm, tepinya mengalami peninggian, dikelilingi
oleh dasar erythematous, diselubungi oleh pseudomembran putih, dan terasa sakit
(gambar 1-A). Lalu terdapat ulser berbentuk lingkaran dengan diameter kira – kira
6 mm, tepi mengalami peninggian, dikelilingi oleh halo erythematous, diselubungi
oleh pseudomembran berwarna putih, dan terasa sakit (gambar 1-B). Pada mukosa
bukal bagian kanan ditemukan ulser berbentuk irregular dengan ukuran kira – kira
4 x 10 mm, mengalami peninggian di tengah, dikelilingi oleh dasar erythematous,
diselubungi oleh pseudomembran putih, dan terasa sakit. Erosi, fisura, dan scars
(gambar 1-C) juga ditemukan di area ini. Pada bagian bawah lipatan mukosa
bukal terdapat ulser dengan bentuk irregular dengan diameter kira – kira 10 mm,
gelas dan tepi mengalami peninggian, dikelilingi oleh halo erythematous,
diselubungi oleh pseudomembran putih, dan terasa sakit (tidak terlihat pada
gambar 1). Selain terdapat ulser, pada pemeriksaan intraoral juga menunjukkan
akar dari gigi molar pertama kanan, plak gigi, dan kalkulus di bagian atas dan
bawah gigi kanan. 6
2.2 Case Management
Pasien melakukan kunjungan yang pertama ke bagian penyakit mulut
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya. Menurut anamnesis
-
5
dan pemeriksaan klinis, diagnosis klinis yang dapat ditegakkan adalah RAS tipe
Major yang bersamaan munculnya dengan karsinoma sel skuamosa dan diagnosis
pembandingnya adalah NOMA. 6
Telah dilakukan dua jenis pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan
sitologi dan bakteriologi. Pemeriksaan sitologi dilakukan dengan cara scarping
atau dikikisnya permukaan dari lesi tersebut. Pemeriksaan bakteriologi dilakukan
dengan cara swab dibagian lesi. Pasien juga disarankan untuk menjalani
pemeriksaan darah lengkap, SGOT, SGPT, dan gula darah. Pasien tersebut
kemudian diberikan campuran 5% ekstrak sanguine + 0.1% polidocanol berbentuk
gel yang harus dioleskan pada lesi tiga kali sehari, obat kumur yang mengandung
chlorhexidine tiga kali sehari dan larutan H2O2 sebagai obat kumur dua kali
sehari. 6
Gambar 2. Saat kunjungan pasien yang pertama
Saat kunjungan pasien yang kedua yaitu dua hari setelah pemeriksaan
pertama, pasien datang untuk kontrol yang pertama. Berdasarkan hasil anamnesis
diketahui bahwa rasa nyerinya telah berkurang. Hasil dari pemeriksaan sitologi
menunjukkan adanya sel darah putih berupa eosinofil yang belum berdiferensiasi,
penyebaran sel skuamosa, dan sel dengan degenerasi nukleus yang berbentuk
bulat. Hasil dari pemeriksaan bakteriologi juga menunjukkan adanya bakteri gram
positif yang berbentuk bulat, bakteri gram negatif yang berbentuk batang dan
Candida. Hasil dari pemeriksaan darah lengkap pasien menunjukkan adanya ESR
atau kecepatan sedimentasi eritrosit yang memiliki nilai tinggi yaitu 33 mm /jam
sedangkan nilai normal pada laki-laki adalah 0-22 mm /jam. Kemudian, dilakukan
-
6
pemeriksaan intra oral kembali yang menunjukkan adanya ulser yang lebih kecil
di bagian bawah dari mukosa labial dengan diameter sekitar 6 mm (Gambar 2-A)
dan 5 mm (Gambar 2-B). Ulser yang berada di mukosa bukal menjadi lebih kecil,
sekitar 4x8 mm, dengan adanya erosi, fisura, dan bekas luka (Gambar 2-C) serta
ulser di bagian bawah lipatan mukosa labial tidak berubah. 6
Gambar 3. Gambaran kunjungan pasien yang kedua
Pasien tersebut kemudian diberikan 500 mg metronidazole tiga kali sehari
dan 500 mg ciprofloxacin dua kali sehari. Dua tablet 500 mg metronidazole dibuat
menjadi serbuk dan dibagi menjadi 20 dosis, lalu serbuk tersebut diletakkan pada
ulser dan dilapisi dengan campuran 5% ekstrak sanguine + 0.1% polidocanol gel
yang digunakan 3 kali sehari (Gambar 3). Obat kumur chlorhexidine dilanjutkan
pemakaiannya dengan dosis sama. 6
Gambar 4. Kunjungan yang kedua setelah pemberian serbuk metronidazole dan
dilapisi dengan 5% ekstrak sanguine + 0.1% polidocanol gel
-
7
Saat kunjungan pasien yang ketiga yaitu satu hari berikutnya, pasien
datang untuk kontrol yang kedua. Berdasarkan hasil anamnesis pasien tidak
mengeluhkan rasa nyeri atau sakit. Pemeriksaan intra oral menunjukkan ulser
pada bagian bawah mukosa labial berdiameter sekitar 5 mm (Gambar 4-A) dan 4
mm (Gambar 4-B) dengan adanya halo eritematous. Ulser pada bagian mukosa
bukal menjadi lebih kecil sekitar 2x6 mm, dengan adanya erosi, fisura dan bekas
luka yang tetap tapi eritemanya berkurang (Gambar 4-C). Ulser pada lipatan
mukosa labial menjadi lebih kecil dengan diameter sekitar 8 mm. Pasien diminta
untuk melanjutkan terapi tersebut. 6
Gambar 5. Gambaran kunjungan pasien yang ketiga
Delapan hari berselang dari kunjungan terakhir pasien tersebut melakukan
kunjungan yang keempat untuk melakukan kontrol ketiga kalinya. Pemeriksaan
intra oral menunjukkan seluruh ulser, erosi dan fisura telah sembuh, kecuali ulser
irregular pada mukosa bukal, berdiameter sekitar 2 mm, memiliki batas datar dan
dilapisi dengan pseudomembran berwarna putih (Gambar 5). Pasien tersebut
diminta untuk melanjutkan terapi dengan mengonsumsi multivitamin satu kali
sehari dan larutan H2O2 sebagai obat kumur dua kali sehari. 6
-
8
Gambar 6. Kunjungan pasien yang keempat
Enam hari setelah kunjungan terakhir, pasien melakukan kunjungan yang
kelima. Pasien datang untuk kontrol yang terakhir. Pemeriksaan intra oral
menunjukkan seluruh ulser, erosi dan fisura telah sembuh dengan adanya bekas
luka. Pasien tersebut diminta untuk melanjutkan konsumsi multivitamin 1 kali
sehari. 6
Gambar 7. Gambaran kunjungan pasien yang terakhir
-
9
BAB III
KAITAN DENGAN TEORI
Pemeriksaan intra oral menunjukkan bebarapa ulser dengan variasi
tampilan klinis. Sebagian ulser memiliki karakteristik RAS. RAS major biasanya
muncul setelah pubertas dimana lesi berbentuk bulat atau elips dengan batas yang
gelas, ulser biasanya dalam dan lebar dan secara signifikan terdapat dalam waktu
yang lama dibandingkan dengan RAS minor. Ulser pada pasien ini memiliki
peninggian dengan batas yang ireguler dengan diameter hampir 1 cm dan
menyebabkan rasa sakit dalam minggu sampai bulan dan sering meninggalkan
bekas luka. 1,5,6 Ulser lain ditemukan pada intra oral tanpa lingkaran eritematous
disekitarnya dimana hal ini menunjukkan adanya indikasi inflamasi kronis.
Pemeriksaan ekstra oral tidak menemukan adanya lesi lain. Diketahui jika ulser
telah terjadi sebelumnya, kira – kira sekali dalam sebulan. Berdasarkan
pemeriksaan yang telah dilakukan yaitu pemeriksaan intra oral berupa ulser
dengan karakteristik RAS dan ulser lain tanpa lingkaran eritemotous disekitarnya
yang mengindikasikan adanya inflamasi kronis mengantarkan pada diagnosis
sementara yaitu RAS major dengan squamous cell carcinoma dengan NOMA
sebagai diagnosis pembanding.6
Pemeriksaan sitologi pada kasus ini menunjukkan tidak adanya sel
malignant sehingga kemungkinan adanya squamous cell carcinoma dapat
dikeluarkan begitu juga dengan tidak ditemukan adanya necrotic area dan bone
loss dimana kedua hal tersebut mengindikasikan penyakit NOMA sehingga
diagnosis pembanding yaitu NOMA dapat dikeluarkan. Pemeriksaan histologi
menemukan adanya nonspesifik ulser dengan campuran sel inflamasi kronis.
Psudomembran yang menutupi permukaan ulser merupakan kombinasi antara
bakteri oral dan jamur disertai pula dengan keratinosit nekrotik dan mukosa oral
yang lembek (slough). 6
Hasil dari pemeriksaan sitology menunjukkan adanya material eosinofilik
amorfous, pelebaran sel skuamosa dan sel dengan degenerasi nukelus bulat
dimana semua hal ini mengantarkan pada asumsi bahwa adanya infeksi kronis.
Hasil dari pemeriksaan komplet darah (complete blood examination)
-
10
menunjukkan erythrocyte sedimentation rate (ESR) value elevation yaitu 33 dari
keadaan normal yaitu kurang dari 15. Hasil ini mendukung asumsi adanya infeksi
kronis. 6 Pemeriksaan bakteriologi menemukan adanya bakteri gram positif (+)
cocci, bakteri gram negatif (-) batang dan Candida. Candida yang ditemukan pada
pemeriksaan ini tidak menunjukkan adanya keterlibatan Candida melainkan hanya
sebatas terdapat kontaminasi Candida pada lesi dimana Candida terdapat pada
flora normal rongga mulut. Berdasarkan pemeriksaan klinis dapat diketahui
bahwa tidak ada campur tangan dari penyakit lain ditunjukkan dengan
pemeriksaan komplet darah normal, adanya infeksi kronis berdasarkan hasil
pemeriksaan sitologi dan ESR menyimpulkan bahwa diagnosis pada kasus ini
adalah RAS major dengan infeksi sekunder dari flora oral normal.6
Lesi yang tidak sembuh selama 7 bulan diperkirakan terjadi karena adanya
kontaminasi oleh flora normal rongga mulut. Teori ini didukung dengan hasil
pemeriksaan bakteriologi. Bakteri yang ditemukan adalah flora normal yang
terdiri dari bakteri aerob yaitu bakteri aerob gram positif (+) cocci dan aerob gram
negative (-) batang dan bakteri anaerob yaitu bakteri anaerob gram positif (+)
cocci dan anaerob gram negative (-) batang. Infeksi pada kasus ini disebabkan
oleh bakteri aerob dan anaerob pada rongga mulut, sekitar 70% infeksi ini
disebabkan oleh campuran flora oral. Peggunaan antibiotik oral seharusnya efektif
untuk mengatais infeksi ini. 6
Ciprofloxacin memiliki substituen 6-fluoro yang sangat meningkatkan
potensi antibakteri terhadap gram (+) dan gram (-) organisme aerob . Agen ini
mengganggu enzim bakteri yang penting untuk transkripsi DNA. Efek samping
Ciprofloxacin seperti mual, muntah, ruam, pusing, dan sakit kepala namun jarang
terjadi. Dosis dewasa biasa untuk Ciprofloxacin adalah 500 sampai 750 mg per
oral setiap 12 jam. Metronidazole efektif hanya terhadap bakteri anaerob termasuk
di rongga mulut. Agen ini menyebar ke bakteri dimana komponen nitro
berkurang. Agen ini menyebar ke bakteri dimana komponen nitro berkurang.
Selama proses reduksi ini, komponen antara reaktif secara kimia dibentuk, yang
menghambat sintesis DNA dan/atau penghancuran DNA yang mengakibatkan
terganggunya fungsi DNA. Metronidazole tersedia untuk penggunaan oral,
intravena, dan topikal. Metronidazole biasanya diberikan secara oral dengan dosis
-
11
500 mg setiap 8 jam. Dalam kasus ini metronidazole oral dan topikal digunakan,
karena tidak ada metronidazole topikal yang tersedia, maka bubuk tablet
metronidazole dihancurkan. Bubuk ini kemudian diletakkan di atas ulser dan
ditutup dengan 5% ekstrak bubuk susu + 0.1% gel polidokanol untuk
mendapatkan kontak langsung secara menerus. 6
Pengobatan kasus ini dilakukan sesuai perlakuan RAS dan pengendalian
infeksi sekunder. Pasien diobati dengan metronidazole sistemik dan Ciprofloxacin
untuk mengobati infeksi. Pengobatan topikal yang kami gunakan adalah
metronidazole yang dibuat menjadi bubuk dan diterapkan pada lesi untuk
mendapatkan efek bakterisidal melalui kontak langsung dengan lesi untuk
membantu penyembuhan infeksi. Lima persen ekstrak yang diantikan + 0,1% gel
polidokanol diterapkan sebagai penutup agen untuk mengurangi rasa sakit dan
memperbaiki epitelisasi. Penulis telah menggunakan metode ini untuk menangani
beberapa kasus serupa. Pengobatan dengan serbuk metronidazole yang diterapkan
pada lesi juga telah digunakan dalam perawatan luka pada pasien di Departemen
THT RSUPN-CM. Obat kumur chlorhexidine digunakan untuk membantu
menghilangkan dan menyembuhkan infeksi. 6
Disimpulkan bahwa RAS Major dalam kasus ini terkontaminasi oleh flora
oral normal yang menyebabkan infeksi sekunder pada lesi. Jadi, pengobatan kasus
ini diarahkan untuk mengobati infeksi sekunder. Setelah terapi yang tepat lesi
sembuh dalam 3 minggu, kemudian untuk menghindari penyakit berulang pasien
disarankan untuk meningkatkan kesehatan mulut. Pasien diinstruksikan untuk
mengekstrak molar pertama kanan bawah, penskalaan untuk menghilangkan plak
dan kalkulus, dan merawat kebersihan mulutnya. 6
-
12
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
` Recurrent Aphthous Stomatitis tipe Major merupakan ulser berbentuk
bulat atau elips berbatas gelas dengan ukuran yang cukup besar dibandingkan
dengan RAS tipe lain. Pemeriksaan intra oral menunjukkan adanya ulser besar
yang terasa nyeri. Pemeriksaan ekstra oral menunjukkan adanya pembengkakan
kelenjar limfoid di daerah submandibular. Pemeriksaan sitologi menunjukkan
adanya eosinophil yang belum berdiferensiasi, sedangkan pemeriksaan
bakteriologi menunjukkan adanya bakteri gram positif bulat, bakteri gram
negative basil, dan candida. Pemeriksaan penunjang lainnya menunjukkan adanya
peningkatan laju eritrosit. Penatalaksanaan dengan memberikan gel 5% ekstrak
sanguine + 0,1% polidocanol, obat kumur chlorhexidine dan larutan H2O2 . Pada
kontrol pertama diberi obat metronidazole, ciprofloxacin, campuran gel, dan obat
kumur. Setelah ulser dan rasa nyeri sudah hilang, diberikan multivitamin dan
melanjutkan pemakaian obat kumur. Seminggu kemudian hanya melanjutkan
multivitamin.
4.2 SARAN
Pada kasus ini, penulis menyarankan adanya pemberian edukasi kepada
pasien mengenai oral hygiene yang baik. Selain itu pasien diharapkan dapat
menghentikan kebiasaan merokok.
-
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Thantawi A, Khairiati, Nova MM. Stomatitis apthosa rekuren (SAR) minor
multiple pre mestruasi (laporan kasus). ODONTO Dental Journal. 2014 Des
02;1(2):57-62. Retrieved May 25th 2017.
2. Apriasari ML, Tuti H. Stomatitis Aftosa Rekuren oleh Karena Anemia.
Journal Unair. 2010 Apr;9(1):39-46. Retrieved May 25th 2017.
3. Gandolfo S, Scully CBE C, Carozzo M. Oral Medicine. Amsterdam: Elsevier,
2006. 43 p.
4. Savitri D. Ilmu Penyakit Mulut. 2nd rev. ed. Surabaya: Airlangga University
Press, 2016. 123 p.
5. Slebioda Z, Szponar E, Kowalska A. Etiopathogenesis of recurrent aphthous
stomatitis and the role of immunologic aspect (literature review). Archivum
Immunologiae Et Therapiae Experimentalis journal. 2013 Nov 12;62:205-215.
Retrieved May 25th 2017.
6. Jusri M, Nurdiana. Treatment of Recurrent Aphthous Stomatitis Major with
Metronidazole and Ciprofloxacin (case report). Dental Journal (Majalah
Kedokteran Gigi). 2009 July-Sep;42(3):109-113. Retrieved May 30th 2017.