LP RDN

29
BAB I KONSEP DASAR PENYAKIT A. Pengertian Respiratory Distress of the Newborn (RDN) atau biasa juga disebutRespiratory Distress Syndrome (RDS) biasa juga disebut Hyaline Membrane Disease (HMD) Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik, sekitar 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS. Sindrom Distres Pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai hyalin membrane diseaser (Suriadi dan Yulianni, 2006). Jadi Respiratory Distress Of The Nerwborn (RDN) atau Respiratory Distress Syndrome (RDS) gangguan pernapasan yang sering terjadi pada neonatus yang disebabkan oleh perkembangan yang imatur pada system pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan. B. Etiologi Baharia 70900114009 1

description

Laporan Pendahuluan

Transcript of LP RDN

BAB I

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Pengertian

Respiratory Distress of the Newborn(RDN) atau biasa juga disebutRespiratory Distress Syndrome(RDS) biasa juga disebutHyaline Membrane Disease(HMD) Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik, sekitar 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS.

Sindrom Distres Pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai hyalin membrane diseaser (Suriadi dan Yulianni, 2006).

Jadi Respiratory Distress Of The Nerwborn (RDN) atau Respiratory Distress Syndrome (RDS) gangguan pernapasan yang sering terjadi pada neonatus yang disebabkan oleh perkembangan yang imatur pada system pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan.

B. Etiologi

Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu:

1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.

2. Alveoli masih kecil sehingga mengalamikesulitan berkembang dan pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.

3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalamproteinaceous filtrat serum(saringan serum protein), di fagosit oleh makrofag.

4. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.

5. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru.

Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).

6. Bayi prematur atau kurang bulan

Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadi RDS.

C. Patofisiologi

Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan.Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%).Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan asam laktat asam organic>asidosis metabolic.

Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan membrane hialin.

Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung, penurunan aliran darah ke paru mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.

Secara singkat patofisiologinya dapat digambarkan sbb :

Atelektasis hipoksemia asidosis transudasi penurunan aliran darah paru hambatan pembentukan zat surfaktan atelekstasis.Hal ini berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian.

RDS merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan pada bayi prematur, biasanya setelah 3 5 hari. Prognosanya buruk jika support ventilasi lama diperlukan, kematian bisa terjadi setelah 3 hari penanganan.

D. Manifestasi Klinis

Gambaran klinik yang biasa ditemukan pada RDN yaitu gangguan pernafasan berupa :

1. Dispnue/hipernue

2. Sianosis

3. Retraksi suprasternal / epigastrik / intercostals

4. Grunting expirasi

Didapatkan gejala lain seperti :

1. Bradikardi

2. Hipotensi

3. Kardiomegali

4. Edema terutama didaerah dorsal tangan atau kaki

5. Hipotermi

6. Tonus otot yang menurun

7. Gambaran radiology :terdapat bercak-bercak difus berupa infiltrate retikulogranular disertai dengan air bronkogram.

Penilaian Tingkat Kegawatan Napas Beradasarkan Downe Score

Pemeriksaan

Skor

0

1

2

Frekuensi napas

60x/menit

60-80x/menit

>80x/menit

Retraksi

Tidak ada retraksi

Retraksi ringan

Retraksi berat

Sianosis

Tidak ada sianosis

Sianosis hilang dengan O2

Sianosis menetap walaupun diberikan O2

Air entry

Udara masuk

Penurunan ringan udara masuk

Tidak ada udara masuk

Merintih

Tidak merintih

Dapat didengar dengan stetoskop

Dapat didengar tanpa bantuan

Evaluasi:

1-3sesak napas ringan

4-5sesak napas sedang

6sesak napas berat

E. Komplikasi

Komplikasi yang timbul dapat berupa komplikasi jangka pendek dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi jangka pendek (Akut) seperti :

1. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi denganRDSyang tiba-tibamemburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.

2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, danalat-alatrespirasi.

3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayiRDSdengan ventilasi mekanik.

4. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi denganRDSterutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.

Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :

1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakanpada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.

2. Retinopathy prematur

Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungandengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

F. Penatalaksanaan

Menurut Suriadi dan Yuliani (2006) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :

1.Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.

2.Mempertahankan keseimbangan asam basa.

3.Mempertahankan suhu lingkungan netral.

4.Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.

5.Mencegah hipotermia.

6.Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Penatalaksanaan secara umum :

1. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %.

2. Pantau selalu tanda vital.

3. Jaga patensi jalan nafas

4. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)

5. Jika bayi mengalami apneu

a. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan

b. Lakukan penilaian lanjut

6. Bila terjadi kejang potong kejangsegera periksa kadar gula darah

7. Pemberian nutrisi adekuat

Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:

Gangguan nafas ringan

Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut Transient Tacypnea of the Newborn (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.

Gangguan nafas sedang

1. Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup

2. Bayi jangan diberi minukm

3. Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis.

a. Suhu aksiler 39C

b. Air ketuban bercampur mekonium

c. Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (> 18 jam)

d. Bila suhu aksiler 34- 36,5 C atau 37,5-39C tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam

e. Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis

f. Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan tersebut diatas.

g. Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam

h. Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis

i. Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum

j. Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan

Gangguan nafas ringan

1. Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.

2. Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.

3. Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.

4. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.

Penatalaksanaan medis:

Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:

1. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder

2. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru

3. Fenobarbital

4. Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen

5. Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.

6. Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan ).

BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Riwayat maternal

a. Menderita penyakit seperti diabetes mellitus

b. Kondisi seperti perdarahan placenta

c. Tipe dan lamanya persalinan

d. Stress fetal atau intrapartus

2. Status infant saat lahir

a. Prematur, umur kehamilan

b. Apgar score, apakah terjadi aspiksia

c. Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar

3. Cardiovaskular

a. Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat

b. Murmur sistolik

c. Denyut jantung dalam batas normal

4. Integumen

a. Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral

b. Pitting edema pada tangan dan kaki

c. Mottling

5. Neurologis

a. Immobilitas, kelemahan, flaciditas

b. Penurunan suhu tubuh

6. Pulmonarya. Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 100 x b. Nafas grunting

c. Nasal flaring

d. Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal

e. Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan persentase desaturasi hemoglobin

f. Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea

7. Status Behavorial : Lethargy

8. Hasil Diagnostik

a. Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar

b. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.

c. Data laboratorium

Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)

Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru

Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu

Tingkat phosphatydylinositol

Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg, saturasi oksigen 92% 94%, pH 7,31 7,45

Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar yang rusak

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan dari RDS yang muncul menurut Suriadi dan Yulianni (2006) yaitu:

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan.

2. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi atau pemasangan intubasi trakea yang kurang tepat dan adanya secret pada jalan napas.

3. Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan ventilator, dan posisi bantuan bentilator yang kurang tepat.

4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan yang tanpa disadari (IWL).

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, motilitas gastrik menurun, dan penyerapan.

6. Koping keluarga inefektif berhubungan dengan ansietas, perasaan bersalah, dan perpisahan dengan bayi sebagai akibat situasi krisis

7. Resiko tinggi gangguan termoregulasi : hipotermi b.d belum terbentuknya lapisan lemak pada kulit.

C. Intervensi Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan.

Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas efektif.

Kriteria hasil:

a. Jalan nafas bersih

b. Frekuensi jantung 100-140 x/menit

c. Pernapasan 40-60 x/menit

d. Takipneu atau apneu tidak ada

e. Sianosis tidak ada

Intervensi:

a. Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada posisi telentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung menghadap keatap dalam posisi mengendus.

Rasional:untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.

b. Hindari hiperekstensi leher.

Rasional:karena akan mengurangi diameter trakea.

c. Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang tidak diinginkan, kenali tanda-tanda distres misalnya: mengorok, pernafasan cuping hidung, apnea.

Rasional:memastikan posisi sesuai dengan yang diinginkan dan mencegah terjadinya distres pernafasan.

d. Lakukan penghisapanmukus.

Rasional:menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring, trakea, dan selang endotrakeal.

e. Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan.

Rasional:memastikan bahwa jalan napas bersih.

f. Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian surfaktan.

Rasional:meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar.

g. Observasi peningkatan pengembangan dada setelah pemberian surfaktan.

Rasional:menilai fungsi pemberian surfaktan.

h. Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirasi puncak dan oksigen.

Rasional:mencegah hipoksemia dan distensi paru yang berlebihan.

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.

Tujuan:Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi (-).

Kriteria hasil:

a. Pasien bebas dari dispneu

b. Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan

c. Memperlihatkan tingkah laku dan mempertahankan jalan nafas.

Intervensi:

a. Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya.

Rasional:Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan usaha dalam bernafas.

b. Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitu.

Rasional:Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus.

c. Catat karakteristik dari suara nafas.

d. Rasional:Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas.

e. Catat karakteristik dari batuk

Rasional:Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent.

f. Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu.

Rasional:Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten.

g. Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila ada indikasi.

Rasional:Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi perkembangan atelektasis dan infeksi paru.

h. Peningkatan oral intake jika memungkinkan.

Rasional:Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum Kolaboratif.

i. Berikan oksigen, cairan IV; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi.

Rasional:Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen.

j. Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi.

Rasional:Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret.

k. Berikan fisiotherapi dada misalnya: postural drainase, perkusi dada/ vibrasi jika ada indikasi.

Rasional:Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot pernafasan.

l. Berikan bronchodilator misalnya: aminofilin, albuteal dan mukolitik.

Rasional:Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret dan meningkatkan ventilasi.

3. Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan ventilator, tidak berfungsinya ventilator dan posisi bantuan ventilator yang kurang tepat.

Tujuan:Pola nafas efektif

Kriteria Hasil:Mempertahankan pola pematasan efektif.

a. Irama nafas, kedalaman nafas normal.

b. Oksigenasi adekuat.

Intervensi:

a. Analisa Monitor serial gas darah sesuai program.

Rasional: Mempertahankan gas darah optimal dan mengetahui perjalanan penyakit.

b. Gunakan alat bantu nafas sesuai intruksi.

Rasional: Memudahkan memelihara jalan nafas atas.

c. Pantau ventilator setiap jam

Rasional:Mencegah turunnya konsentrasi mekanik dan kemungkinan terjadinya komplikasi.

d. Berikan lingkungan yang kondusif

Rasional: Supaya bayi dapat tidur dan memberikan rasa nyaman.

e. Auskultasi irama jantung, suara nafas dan lapor adanya penyimpangan.

Rasional:Mendeteksi dan mencegah adanya komplikasi.

4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan yang tanpa disadari.

Tujuan:mempertahankan cairan dan elektrolit

Kriteria Hasil: Keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan

Intervensi:

a. Pertahankan cairan infus 60- 10 ml /kg/hari atau sesuai protokol yang ada.

Rasional: Penggantian cairan secara adekuat untuk mencegah ketidakseimbangan.

b. Tingkatkan cairan infus 10 ml/ kg, tergantung dari urin output, penggunaan pemanas dan jumlah fendings.

Rasional: mempertahankan asupan cairan sesuai kebutuhan pasien, penggunaan pemanas tubuh akan meningkatkan kebutuhan cairan.

c. Pertahankan tetesan infus secara stabil, gunakan infusion pumpUntuk mencegah kelebihan atau kekurangan cairan.

Rasional : Kelebihan cairan dapat menjadi keadaan fatal.

d. Monitor intake cairan dan output dengan cara :

Timbang berat badan bayi setiap 8 jam

Timbang popok bayi untuk menentukan urine output

Tentukan jumlah BAB

Monitor jumlah asupan cairan infus setiap hari

Rasional : Catatan intake dan output cairan penting untuk menentukan ketidak seimbangan cairan sebagai dasar untuk penggantian cairan

e. Lakukan pemeriksaan sodium dan potassium setiap 12 atau 24 jam

Rasional :Peningkatan tingkat sodium dan potassium mengindikasikan terjadinya dehidrasi dan potensial ketidakseimbangan elektrolit

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, motilitas gerak menurun dan penyarapan.

Tujuan:Kebutuhan nutrisi adekuat.

Kriteria hasil:

a. Mencapai statusnutrisinormal dengan berat hadan yang sesuai.

b. Mencapai kadar gula darah normal.

c. Mencapai keseimbangan intake dan output.

d. Bebas dari adanya komplikasi Gl.

e. Lingkar perut stabil.

f. Pola eliminasi nonnal

Intervensi:

a. Timbang helat badan tiap hari.

Rasional:Mendeteksi adanya penurunan atau peningkatan beratbadan.

b. Berikan glukosa 5-10% banyaknya sesuai umur dan berat badan.

Rasional:Diperlukan keseimbangan cairan dan kehutuhan kalori secara parsiasif.

c. Pasang selang nasogastrik atau orogastrik untuk dapat memasukkan makanan jika diindikasikan atau untuk mengevaluasi isi lambung

Rasional : Pilihan ini dilakukan jika masukan sudah tidak mungkin dilakukan.

d. Cek lokasi selang OGT dengan cara : Aspirasi isi lambung, Injeksikan sejumlah udara dan auskultasi masuknya udara pada lambung, Letakkan ujung selang di air, bila masuk lambung, selang tidak akan memproduksi gelembung

Rasional : Untuk mencegah masuknya makanan ke saluran pernafasan

e. Berikan makanan sesuai dengan prosedur berikut : Elevasikan kepala bayi, Berikan ASI atau susu formula dengan prinsip gravitasi dengan ketinggian 6 8 inchi dari kepala bayi, Berikan makanan dengan suhu ruangan, Tengkurapkan bayi setelah makan sekitar 1 jam

Rasional : Memberikan makanan tanpa menurunkan tingkat energi bayi

f. Berikan TPN jika diindikasikan

Rasional : TPN merupakan metode alternatif untuk mempertahankan nutrisi jika bowel sounds tidak ada dan infants berada pada stadium akut.

6. Koping keluarga inefektif berhubungan dengan ansietas, perasaan bersalah, dan perpisahan dengan bayi sebagai akibat situasi krisis

Tujuan : Meminimalkan kecemasan dan rasa bersalah, dan mendukung bounding antara orangtua dan infant

Intervensi

a. Kaji respon verbal dan non verbal orangtua terhadap kecemasan dan penggunaan koping mekanisme

Rasional :Hal ini akan membantu mengidentifikasi dan membangun strategi koping yang efektif

b. Bantu orangtua mengungkapkan perasaannya secara verbal tentang kondisi sakit anaknya, perawatan yang lama pada unit intensive, prosedur dan pengobatan infant.

Rasional : Membuat orangtua bebas mengekpresikan perasaannya sehingga membantu menjalin rasa saling percaya, serta mengurangi tingkat kecemasan

c. Berikan informasi yang akurat dan konsisten tentang kondisi perkembangan infant

Rasional : Informasi dapat mengurangi kecemasan

d. Bila mungkin, anjurkan orangtua untuk mengunjungi dan ikut terlibat dalam perawatan anaknya

Rasional : Memfasilitasi proses bounding

e. Rujuk pasien pada perawat keluarga atau komunitas

Rasional : Rujukan untuk mempertahankan informasi yang adekuat, serta membantu orangtua menghadapi keadaan sakit kronis pada anaknya.

7. Resiko tinggi gangguan termoregulasi : hipotermi b.d belum terbentuknya lapisan lemak pada kulit.

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan suhu tubuh tetap normal.

Kriteria hasil :Suhu 36,5- 37, 5C dan Bayi tidak kedinginan

Intervensi

a. Tempatkan bayi pada tempat yang hangat

Rasional : Mencegah terjadinya hipotermi

b. Atur suhu incubator

Rasional : Menjaga kestabilan suhu tubuh

c. Pantau suhu tubuh setiap 2 jam

Rasional : Memonitor perkembangan suhu tubuh bayi

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn, dkk. 2010.Rencana Asuhan Keperawatan, edisi8.Jakarta : EGC

Kosim. M.S., 2010.Deteksi Dini Dan anajemen Gangguan Napas Pada Neonatus Sebagai Aplikasi P O N E K (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif).Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Kariadi/ FK UNDIP Semarang

Nur .A., dkk. 2010.Pemberian Surfaktan Pada Bayi Prematur Dengan Respiratory Distress Syndrome.Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK. Unair/RSUD Dr. Soetomo

Suriadi dan Yuliani, R. 2006.Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta : CV Sagung Seto

Baharia 70900114009 19