losi minyakkkkk

22
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sekilas Sejarah Kelapa Sawit Berdasarkan bukti-bukti yang ada, kelapa sawit diperkirakan berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Namun ada pula yang menyatakan bahwa tanaman tersebut berasal dari Amerika, yakni dari Brazilia. Zeven menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit berasal dari daratan tersier, yang merupakan daratan penghubung yang terletak diantara Afrika dan Amerika. Kedua daratan ini kemudian terpisah oleh lautan menjadi benua Afrika dan Amerika, sehingga tempat asal komoditas kelapa sawit ini tidak lagi dipermasalahkan orang. Kelapa sawit (Elaeis guineesis) saat ini telah berkembang pesat di Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia, dan justru bukan di Afrika Barat, atau Amerika yang dianggap sebagai daerah asalnya. Masuknya bibit kelapa sawit ke Indonesia pada tahun 1948 hanya sebanyak 4 batang yang berasal dari Bourbon (Mauritius) dan Amsterdam. Ke-empat batang bibit kelapa sawit tersebut ditanam di Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatera Utara. Kelapa sawit merupakan tanaman komoditas perkebunan yang cukup penting di Indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah. Komoditas kelapa sawit, baik berupa bahan mentah maupun hasil olahannya, menduduki peringkat Universitas Sumatera Utara

description

head losis

Transcript of losi minyakkkkk

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sekilas Sejarah Kelapa Sawit

Berdasarkan bukti-bukti yang ada, kelapa sawit diperkirakan berasal dari Nigeria, Afrika

Barat. Namun ada pula yang menyatakan bahwa tanaman tersebut berasal dari Amerika,

yakni dari Brazilia. Zeven menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit berasal dari daratan

tersier, yang merupakan daratan penghubung yang terletak diantara Afrika dan Amerika.

Kedua daratan ini kemudian terpisah oleh lautan menjadi benua Afrika dan Amerika,

sehingga tempat asal komoditas kelapa sawit ini tidak lagi dipermasalahkan orang.

Kelapa sawit (Elaeis guineesis) saat ini telah berkembang pesat di Asia Tenggara,

khususnya Indonesia dan Malaysia, dan justru bukan di Afrika Barat, atau Amerika yang

dianggap sebagai daerah asalnya. Masuknya bibit kelapa sawit ke Indonesia pada tahun

1948 hanya sebanyak 4 batang yang berasal dari Bourbon (Mauritius) dan Amsterdam.

Ke-empat batang bibit kelapa sawit tersebut ditanam di Kebun Raya Bogor dan

selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatera Utara.

Kelapa sawit merupakan tanaman komoditas perkebunan yang cukup penting di

Indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah. Komoditas

kelapa sawit, baik berupa bahan mentah maupun hasil olahannya, menduduki peringkat

Universitas Sumatera Utara

ketiga penyumbang devisa nonmigas terbesar bagi Negara setelah karet dan kopi. ( Risza,

S, 1994 )

Buah kelapa sawit tersusun dari kulit buah yang licin dan keras (epicrap), daging

buah (mesocrap) dari susunan serabut (fibre) dan mengandung minyak, kulit biji

(endocrap) atau cangkang atau tempurung yang berwarna hitam dan keras, daging biji

(endosperm) yang berwarna putih dan mengandung minyak, serta lembaga (embryo).

Buah yang sangat muda berwarna hijau pucat. Semakin tua warnanya berubah

menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi kuning muda, dan setelah matang menjadi

merah kuning (oranye). Jika sudah berwarna oranye, buah mulai rontok dan berjatuhan

(buah leles).

Daerah pengembangan tanaman kelapa sawit yang sesuai berada pada 15º LU -

15º LS. Ketinggian lokasi (altitude) perkebunan kelapa sawit yang ideal berkisar antara 0

– 500 m dari permukaan laut (dpl). Kelapa sawit menghendaki curah hujan sebesar 2.000

– 2.500 mm/tahun, dengan periode bulan kering < 75 mm/ bulan tidak lebih dari 2 bulan.

Suhu optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 29 – 30 ºC. Intensitas penyinaran

matahari sekitar 5 – 7 jam/hari. Kelembapan optimum yang ideal sekitar 80 –

90%.(Pahan, 2008)

2.2. Klasifikasi Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis Guinensis Jack) adalah salah satu jenis tanaman palm yang

menghasilkan salah satu kebutuhan pokok yang paling utama. Klasifikasi kelapa sawit

adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Universitas Sumatera Utara

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Palmales

Famili : Palmaceae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis

Elaeis odora (tidak ditanam di Indonesia)

Elaeis melanococcoa (Elaeis oleivera)

Varietas : Elaeis guineensis dura

Elaeis guineensis tenera

Elaeis guineensis pesifera

(Selardi, 2003)

2.2.1. Jenis-jenis Kelapa Sawit

Dikenal banyak jenis kelapa sawit di Indonesia. Jenis-jenis tersebut dapat

dibedakan berdasarkan morfologinya. Namun, di antara jenis tersebut terdapat jenis

unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan dibandingkan dengan jenis lainnya.

Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, beberapa jenis kelapa sawit

diantaranya, Dura, Tenera, dan Pesifera.

− Tipe Dura : tempurung (cangkang) sangat tebal, kandungan minyak dalam

buah rendah

− Tipe Pisifera : tempurung sangat tipis bahkan banyak berbentuk bayangan

cincin, hampir tidak bertempurung namun kandungan minyak

dalam buah tinggi

Universitas Sumatera Utara

− Tipe Tenera : merupakan persilangan Dura sebagai pohon ibu, dengan

pisifera sebagai bahan bapak. Tenera bertumpurung tipis

kandungan minyak tinggi.

Dari hasil pengamatan dan pengujian di beberapa negara baik di Afrika, Malaysia

dan Indonesia diperoleh hasil bahwa antara tipe Dura yang dipilih berdasarkan berat dan

komposisi tandan yang baik dan Pisifera dengan jumlah dan komposisi tandan yang baik

akan menghasilkan keturunan yang baik. (Risza, 1994)

Tetapi pada umumnya, tipe buah kelapa sawit yang paling banyak digunakan dan

dikembangbiakkan dalam industri kelapa sawit adalah tipe tenera. Karena tipe ini sangat

menguntungkan bagi produsen maupun industri kelapa sawit.

Adapun rendemen minyak yang dihasilkan pada masing-masing tipe ini adalah

tipe dura menghasilkan rendemen minyak 15 – 17%, tipe tenera menghasilkan rendemen

minyak 21 – 23%, sedangkan tipe pisifera menghasilkan rendemen minyak lebih dari 23

%. Untuk tipe pisifera, walaupun menghasilkan rendemen yang tinggi, tetapi tandan

buahnya hampir selalu gugur sebelum masak, sehingga rendemen minyaknya menjadi

lebih sedikit.

Berdasarkan warna kulit buahnya, terdapat tiga varietas kelapa sawit, yaitu

sebagai berikut :

− Nigrescens

Warna kulit buah kehitaman saat masih muda dan berubah mmenjadi jingga

kemerahan jika sudah tua/masak.

Universitas Sumatera Utara

− Virescens

Warna kulit hijau saat masih muda dan berubah menjadi jingga kemerahan jika

sudah tua/masak, namun masih meninggalkan sisa-sisa warna hijau.

− Albescens

Warna kulit keputih-putihan saat masih muda dan berubah menjadi kekuning-

kuningan jika sudah tua/masak

Diantara ketiga varietas di atas, Nigrescens paling banyak dibudidayakan.

Virescens dan Albescens jarang dijumapi di lapangan, umumnya hanya digunakan

sebagai bahan penelitian oleh lembaga-lembaga penelitian.(Hadi, 2004)

2.3. Minyak Kelapa Sawit

Minyak nabati merupakan produk utama yang bisa dihasilkan dari kelapa sawit.

Potensi produksinya per hektar mencapai 6 ton per tahun, bahkan lebih. Jika

dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lainnya (4,5 ton per tahun), tingkat

produksi ini termasuk tinggi.

Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa minyak

sawit mentah (CPO atau crude palm oil) yang berwarna kuning dan minyak inti sawit

(PKO atau palm kernel oil) yang tidak berwarna (jernih). CPO atau PKO banyak

digunakan sebagai bahan industri pangan (minyak goreng dan margarin), industri sabun

(bahan penghasil busa), industri baja (bahan pelumas), industri tekstik, kosmetik, dan

sebagai bahan bakar alternatif (minyak diesel).(Sastrosayono, 2006)

Universitas Sumatera Utara

Jika dibandingkan dengan minyak nabati lain, minyak kelapa sawit memiliki

keistimewaan tesendiri, yakni rendahnya kandungan kolesterol dan dapat diolah lebih

lanjut menjadi suatu produk yang tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan, tetapi

juga untuk memenuhi kebutuhan non-pangan.

Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semipadat. Hal ini karena minyak

sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom karbon lebih dari

C8. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang dikandung. Minyak sawit

berwarna kuning karena kandungan beta karoten yang merupakan bahan vitamin A.

Tabel 2.1 Komponen dalam minyak kelapa sawit

No. Komponen Kuantitas

1. Asam lemak bebas (%) 3,0 – 4,0

2. Karoten (ppm) 500 – 700

3. Fosfolipid (ppm) 500 – 1000

4. Dipalmitro stearin (%) 1,2

5. Tripalmitin (%) 5,0

6. Dipalmitolein (%) 37,2

7. Palmito stearin olein (%) 10,7

8. Palmito olein (%) 42,8

9. Triolein linole (%) 3,1

Sumber: I.Pahan, “Panduan Lengkap Kelapa Sawit”

Dan sebagian besar kelapa sawit tersusun oleh trigliserida. Adapun kandungan

asam lemak minyak kelapa sawit maupun minyak inti sawit dapat dilihat pada tabel

berikut.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit

No. Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (%) Minyak Inti Sawit (%)

1. Asam Kaprilat - 3 – 4

2. Asam Kaproat - 3 – 7

3. Asam Laurat - 46 -52

4. Asam Miristat 1,1 – 2,5 14 – 17

5. Asam Palmitat 40 – 46 6,5 – 9

6. Asam Stearat 3,6 – 4,7 1 – 2,5

7. Asam Oleat 39 – 45 13 – 19

8. Asam Linoleat 7 – 11 0,5 - 2

Sumber: S.Ketaren, “Minyak dan Lemak Pangan”

Sifat fisiko-kimia dari minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor atau

rasa, kelarutan dalam pelarut organic, titik asap, polymorphism, dan lain-lain Warna

minyak kelapa sawit ditentukan oleh adanya pigmen yang terdapat di dalam kelapa sawit,

karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning

disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak kelapa sawit.

2.4. Panen Tandan Buah Segar (TBS)

Panen merupakan suatu kegiatan memotong tandan buah yang sudah matang

kemudian mengutip tandan dan brondolan yang tercecer di dalam dan di luar piringan.

Selanjutnya menyusun tandan buah di tempat pengumpulan hasil (TPH). Buah kelapa

sawit dikatakan matang panen, apabila perikarp buah bewarna kuning jingga serta

brondolannya telah lepas dan jatuh secara alami dari tandannya.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Turner dan Gillbanks (1974), bahwa panen harus dilakukan pada saat

kematangan buah optimum, agar diperoleh tingkat kandungan minyak dalam daging buah

yang maksimum dan dengan mutu yang baik.

Tanaman kelapa sawit baru dapat berproduksi setelah berumur sekitar 30 bulan

setelah ditanam di lapangan. Buah yang dihasilkan disebut tandan buah segar (TBS) atau

fresh fruit bunch (FFB). Produktivitas tanaman kelapa sawit meningkat mulai umur 3 –

14 tahun dan akan menurun kembali setelah umur 15 – 25 tahun. Setiap pohon sawit

dapat menghasilkan 10 -15 TBS per tahun dengan berat 3 – 40 kg per tandan, tergantung

umur tanaman. Dalam satu tandan, terdapat 1.000 – 3.000 brondolan dengan berat

brondolan berkisar 10 – 20 g.TBS diolah di pabrik kelapa sawit untuk diambil minyak

dan intinya. Minyak dan inti yang dihasilkan dari PKS merupakan produk setengah jadi.

(Pahan, 2006)

Adapun syarat-syarat untuk panen tandan, antara lain :

− Tidak dibenarkan memanen buah mentah

− Tidak meninggalkan buah matang di pohon

− Tidak meninggalkan atau memeram buah matang di ancak panen

− Tidak mengantrikan tandan kosong di TPH

− TBS harus bersih dan gagang panjang harus dipotong mepet

− TBS harus diberi nomor pemanenan dan disusun rapi di TPH

− Tebasan cabang harus mepet dengan batang dan pelepah cabang di gawangan mati

(Risza, 1994)

Universitas Sumatera Utara

Dari syarat-syarat panen yang disebutkan di atas, tidak semua perusahaan dapat

memenuhinya, yang mungkin disebabkan oleh kelalaian pemanen TBS tersebut, misalnya

pemanen tetap memanen buah yang masih mentah, padahal tidak diizinkan karena dapat

merugikan perusahaan. Untuk itu perusahaan menindaklanjutinya dengan memberikan

sanksi kepada pemanennya, seperti mengurangi komisi panen pemanen tersebut.

2.4.1. Fraksi TBS dan Mutu Panen

Selain kondisi proses pabrik, tingkat efektivitas dan efisiensi pengolahan kelapa

sawit juga dipengaruhi oleh derajat kematangan buah yang dapat diketahui melalui sortir

buah sebelum diolah. Kematangan buah atau yang biasa disebut dengan fraksi TBS, dapat

dijelaskan pada tabel berikut.

Tabel 2.3 Standar kematangan buah (Fraksi TBS)

No. Fraksi Buah Persyaratan Sifat Fraksi Jumlah Brondolan

1. Fraksi 00 (F-00) 0,00% Sangat Mentah Tidak ada

2. Fraksi 0 (F-0) < 5,00% Mentah 1 – 12,5% buah luar

3. Fraksi 1 (F-1) 0,00% Kurang mentah 12,5 – 25% buah

luar

4. Fraksi 2 (F-2) > 90,00% Matang 25 – 50% buah luar

5. Fraksi 3 (F-3) 0,00% Matang 50 – 75% buah luar

6. Fraksi 4 (F-4) < 3,00% Lewat matang 75 – 100% buah

luar

7. Fraksi 5 (F-5) < 2,00% Terlalu matang Buah dalam ikut

membrondol

8. Brondolan (F-6) 9,50%

Universitas Sumatera Utara

9. Tandan kosong (F-7) 0,00%

Sumber:I.Pahan, “Panduan Lengkap Kelapa Sawit”

Dari ke-7 fraksi tersebut, TBS yang diharapkan matang panen adalah fraksi 2

sampai dengan fraksi 4. Apabila yang dipanen, fraksi 00 – 1, maka rendemen minyak

kelapa sawit yang diinginkan sangat sedikit sekali. Untuk itu, penanggulan fraksi 00 -1

dengan cara pengeraman atau biasa disebut dengan finalti, yaitu dengan membiarkan TBS

tersebut selama beberapa hari sampai diperoleh kematangan yang cukup. Perlu diketahui,

pada proses finalti ini, tidak akan terjadi perubahan fraksi. Dan jika yang dipanen adalah

fraksi 5 dan 6, sebenarnya cukup baik, karena seperti yang diketahui kandungan

minyaknya cukup tinggi, tetapi karena kematangan yang cukup tinggi sehingga brondolan

itu pun terlepas dan dapat menyebabkan kehilangan yang tinggi pula. Sedangkan untuk

fraksi 7, TBS telah berubah menjadi tandan kosong, dengan kata lain, brondolan sudah

sebagian besar terlepas dari tandan yang dapat menyebabkan kandungan minyak yang

dihasilkan sangat rendah.

Maka dengan kata lain, keuntungan industri kelapa sawit juga ditentukan dengan

mutu panen, yang artinya setiap panenan harus disesuaikan dengan fraksi-fraksi yang

layak panen.

2.4.2. Standar mutu minyak kelapa sawit

Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu, yaitu : kandungan air dan kotoran

dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, waran, bilangan peroksida, bilangan

penyabunan, serta kandungan logam berat.

Universitas Sumatera Utara

Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen

dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah

mungkin (kurang lebih 2 persen atau kurang), bilanagn peroksida di bawah 2, bebas dari

warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih, dan

kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam.

Tabel 2.4 Standar Mutu SPB dan Ordinary

No. Kandungan SPB Ordinary

1. Asam lemak bebas (%) 1 - 2 3 – 5

2. Kadar air (%) 0,1 0,1

3. Kotoran (%) 0,002 0,01

4. Besi (ppm) 10 10

5. Tembaga (ppm) 0,5 0,5

6. Bilangan Iod 53 ± 1,5 45 – 56

7. Karotene (ppm) 500 500 – 700

8. Tokoferol (ppm) 800 400 – 600

Sumber : S.Ketaren, “Minyak dan Lemak Pangan”

Universitas Sumatera Utara

2.5. Pengolahan Kelapa Sawit

Proses pengolahan tandan buah segar kelapa sawit untuk dijadikan minyak sawit

dan inti sawit merupakan masalah yang cukup rumit, sehingga perlu mendapat

penanganan khusus oleh tenaga-tenaga yang memilki keahlian dan keterampilan tinggi.

Selain itu, perlu instalasi yang baik dan memadai untuk memperoleh minyak sawit dan

inti sawit yang bermutu baik.Secara umum, pengolahan kelapa sawit dibagi menjadi dua

jenis hasil akhir, yaitu pengolahan minyak kelapa sawit dan pengolahan inti sawit.

Pengolahan minyak kelapa sawit dimaksudkan untuk memperoleh minyak sawit

yang berasal dari daging buah (pericarp). Adapun proses-proses pengolahan minyak

kelapa sawit pada umumnya, yaitu :

2.5.1. Penimbangan

Pengangkatan tandan buah segar (TBS) dari kebun ke pabrik biasanya dilakukan

menggunakan truk dan trailer yang ditarik dengan wheel tractor. Setiap truk dan trailer

yang sampai di pabrik harus ditimbang di timbangan pada saat berisi (bruto) dan sesudah

dibongkar (tarra). Selisih timbangan berisi dan kosong merupakan berat TBS yang akan

diolah.

2.5.2. Sortasi Buah

Untuk perhitungan rendemen dan penilaian mutu perlu diketahui keadaan TBS

yang masuk ke dalam pabrik. Karena itu, perlu dilakukan sortasi. Sortasi dilakukan pada

setiap kebun dengan menentukan truk yang dianggap mewakili seluruh kebun asal, baik

Universitas Sumatera Utara

dari kebun sendiri maupun dari kebun pihak ketiga. Sortasi juga dilakukan dengan

mempeehatikan fraksi-fraksi TBS yang telah disebutkan sebelumnya.

2.5.3. Penimbunan Buah (Loading Ramp)

Tandan buah segar yang sudah ditimbang langsung dimasukkan ke dalam loading

and storage ramp. Setiap bays dari loading ramp dapat menampung TBS sebanyak 8 ton.

Dan dibersihkan dari pasir dan kotoran lainnya, untuk kemudian dimasukkan kedalam

kori-lori rebusan berkapasitas 2,5 ton TBS.

2.5.4. Perebusan (Sterilizer)

Lori-lori berisi TBS dimasukkan ke dalam ketel rebusan dengan bantuan loco.

Setiap ketel dapat diisi dengan 10 lori. Setelah lori-lori masuk, pintu ketel ditutup rapat.

Tandan buah segar (TBS) tadi dipanaskan menggunakan uap air dengan tekanan 2,6

kg/cm2. Proses ini berlangsung selama 1 jam.

Proses perebusan memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Mematikan enzim-enzim yang merupakan katalisator dalam reaksi penguraian

minyak menjadi asam lemak bebas dan gliserin

2. Mengkoagulasikan zat putih telur yang terdapat dalam daging buah agar tidak ikut

serta dengan minyak kasar dari hasil pengempaan karena dapat menyebabkan

emulsi

3. Menguraikan zat lendir dengan cara hidrolisis. Lendir akan menyulitkan

pemisahan air dengan minyak dalam klasifikasi

Universitas Sumatera Utara

4. Melunakkan daging buah untuk mempermudah pengadukan di ketel pengadukan

5. Memudahkan buah lepas dari tandan pada penebahan

6. Merenggangkan buah inti dengan cangkang untuk memudahkan pemecahan biji

pada mesin pemecah (cracker)

7. Menurunkan kadar air daging buah

8. Memperbaiki proses penjernihan minyak

2.5.5. Penebahan (Threshing)

Lori-lori tandan buah yang sudah direbus, ditarik keluar, lalu diangkat

menggunakan hoisting crane yang digerakkan dengan motor dan dapat bergerak di atas

lintasan rel. Hoisting crane digunakan untuk mengangkat lori yang berisi tandan-tandan

buah, melintangkan lori, serta membalikkannya ke atas mesin penebah (thresher) dengan

tujuan melepaskan buah dari tandannya. Pembantingan tandan ini didasarkan pada gaya

berat tandan itu sendiri. Buah yang telah lepas tadi masuk ke digester feed conveyer

melalui conveyer dan elevator.

Dalam proses ini kadang-kadang masih ada buah yang melekat dalam tandan

kosong (katte koppen). Keadaan katte koppen dapat disebabkan beberapa faktor sebagai

berikut.

1. Adanya buah sakit (abnormal) dari kebun

2. Waktu perebusan terlalu singkat

3. Proses bantingan tidak tepat

4. Adanya buah mentah dari kebun

Universitas Sumatera Utara

2.5.6. Pengadukan (Digester)

Buah yang lepas dari mesin bantingan langsung dimasukkan ke dalam ketel

adukan (digester). Ketel ini memilki dinding rangkap dan as putar yang dilengkapi

dengan pisau-pisau pengaduk. Dalam ketel adukan, buah dihancurkan dengan pisau-pisau

pengaduk yang berputar pada as, sehingga daging buah (pericarp) pecah dan terlepas dari

bijinya (nut).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengadukan sebagai berikut.

1. Pelumatan buah harus berjalan baik, berarti daging buah lepas dari bijinya secara

sempurna

2. Hasil adukan tidak boleh terlalu lumat seperti bubur

3. Serat-serat buah harus masih jelas kelihatan

4. Minyak yang terbentuk pada ketel adukan harus dikeluarkan

5. Temperatur massa buah diupayakan lebih rendah dari 90ºC dan tidak boleh

sampai mendidih

6. Ketel adukan harus selalu penuh atau sedikitnya berisi ¾ adukan

7. Waktu pelumatan dalam digester diupayakan selama 20 – 25 menit

2.5.7. Pengempaan (Pressing)

Pengempaan dilakukan untuk mengambil minyak dari massa adukan buah di

dalam mesin pengempaan secara bertahap dengan bantuan pisau-pisau pelempar dari

Universitas Sumatera Utara

ketel adukan. Minyak yang keluar ditampung di sebuah talang dan dialirkan ke crude oil

tank melalui vibrating screen melalui saringan getar.

2.5.8. Klasifikasi

Minyak yang keluar dari crude oil tank segera diklasifikasi di instalasi-instalasi

penjernihan yang tahapannya sebagai berikut.

1. Continuous Settling Tank

Minyak dalam tank ini masih bercampur dengan sludge (lumpur, air, dan kotoran

lainnya). Di sini, minyak dipisahkan dari sludge berdasarkan perbedaan berat jenis

(minyak berada di bagian atas). Minyak bersih dari continuous tank dialirkan ke

top oil tank, sedangkan sludge dialirkan ke sludge tank.

2. Top Oil Tank

Top oil tank berfungsi untuk mengendapkann kotoran dan sebagai bak

penampungan sebelum minyak masuk ke oil purifier. Temperatur pada tank ini

mencapai 90 - 95ºC sehingga air menguap. Karena minyak masih mengandung air

dan kotoran, maka perlu diolah lagi sampai kadar air dan kotorannya sekecil

mungkin.

3. Oil Purifier

Proses ini merupakan pembersihan lanjutan berdasarkan perbedaan berat jenis dan

gaya-gaya sentrifugal. Dengan gerakan 7.500 putaran per menit, kotoran dan air

yang berat jenisnya lebih berat daripada minyak akan berada di bagian luar.

Minyak yang ada di bagian tengah dapat ke luar menuju ke vaccum drier.

Universitas Sumatera Utara

4. Vaccum Drier

Di vaccum drier, minyak diuapkan dengan sistem pengabutan minyak. Minyak

yang sudah bebas air dipompakan ke tangki penimbunan melalui flow meter.

5. Sludge Tank

Sludge yang keluar dari continuous tank masih mengandung minyak dan diolah

lagi untuk diambil minyaknya dengan cara memanaskan hingga mencapai

temperatur 80 - 90ºC. Proses ini berlangsung di dalam sludge tank.

6. Fat Pit

Sludge yang keluar dari sludge centrifuge masih mengandung minyak. Sludge ini

bersama air pencuci mesin centrigufe dikumpulkan dalam fat pit untuk diambil

minyaknya.

2.6. Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan

yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi ini bermacam-

macam, yaitu rendering (dry rendering dan wet rendering), mechanical expression dan

solvent extraction.

2.6.1. Rendering

Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang

diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara

Universitas Sumatera Utara

rendering, penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik, yang bertujuan untuk

menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel

tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung di dalamnya.

Menurut pengerjaannya rendering dibagi dalam dua cara, yaitu : wet rendering dan dry

rendering.

1. Wet Rendering

Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama

berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang terbuka atau tertutup

dengan menggunakan temperatur yang tinggi serta tekanan 40 sampai 60 pound tekanan

uap (40 – 60 psi). Penggunaan temperatur rendah dalam proses wet rendering dilakukan

jika diinginkan flavor netral dari minyak atau lemak. Bahan yang akan diekstraksi

ditempatkan pada ketel yang dilengkapi dengan alat pengaduk, kemudian air ditambahkan

dan campuran tersebut dipanaskan perlahan-lahan sampai suhu 50ºC sambil diaduk.

Minyak yang terekstraksi akan naik ke atas dan kemudian dipisahkan. Proses wet

rendering dengan menggunakan temperatur rendah kurang begitu populer, sedangkan

proses wet rendering dengan menggunakan temperatur yang tinggi disertai tekanan uap

air, dipergunakan untuk menghasilkan minyak atau lemak dalam jumlah yang besar.

Peralatan yang dipergunakan adalah autoclave atau digester. Air dan bahan yang akan

diekstraksi dimasukkan ke dalam digester dengan tekanan uap air sekitar 40 sampai 60

pound selama 4 – 6 jam.

Universitas Sumatera Utara

2. Dry Rendering

Dry rendering adalah cara rendering tanpa penambahan air selama proses

berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan dilengkapi dengan

steam jacket serta alat pengaduk (agigator). Bahan yang diperkirakan mengandung

minyak atau lemak dimasukkan ke dalam ketel tanpa penambahan air. Bahan tadi

dipanasi sambil diaduk. Pemanasan dilakukan pada suhu 220ºF sampai 230ºF (105ºC –

110ºC). Ampas bahan yang telah diambil minyaknya akan diendapkan pada dasar ketel.

Minyak atau lemak yang dihasilkan dipisahkan dari ampas yang telah mengendap dan

pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas ketel.

2.6.2. Pengepresan Mekanik (Mechanical Expression)

Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak,

terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan

minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30 – 70 persen). Pada pengepresan

mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan

dari bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup pembuatan serpih, perajangan

dan penggilingan serta tempering atau pemasakan.

Dua cara yang umum dalam pengepresan mekanis, yaitu :

1. Pengepresan hidraulik (hydraulic pressing)

2. Pengepresan berulir (expeller pressing)

Universitas Sumatera Utara

2.6.3. Ekstraksi Dengan Pelarut (Solvent Extraction)

Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut

minyak dan lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang rendah

yaitu sekitar 1 persen atau lebih rendah, dan mutu minyak kasar yang dihasilkan

cenderung menyerupai hasil dengan cara expller pressing, karena sebagian fraksi bukan

minyak akan ikut terekstraksi. Pelarut minyak atau lemak yang biasa dipergunakan dalam

proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum eter, gasoline karbon

disulfida, karbon tetraklorida, benzene dan n-heksan. Perlu diperhatikan bahwa jumlah

pelarut menguap atau hilang tidak boleh lebih dari 5 persen. Bila lebih, seluruh sistem

solvent extraction perlu diteliti lagi.

2.6.4. Penentuan Kadar Lemak Dengan Ekstraksi Sokletasi

Ekstraksi sokletasi merupakan cara pemisahan minyak atau lemak dengan

menggunakan alat soklet. Dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Sejumlah sampel ditimbang dengan teliti, dimasukkan ke dalam thimble yang dapat

dibuat dari kertas saring atau alundum (Al2O3) yang poreus. Ukuran thimble dipilih sesuai

dengan besarnya soklet yang digunakan. Besarnya ukuran sampel adalah lolos saringan

40 mesh. Sampel yang belum kering harus dikeringkan terlebih dahulu dan bila dicampur

dengan pasir murni bebas lemak untuk memperbesar luas permukaan kontak dengan

pelarut. Di atas sampel dalam thimble ditutup dengan kapas bebas lemak supaya partikel

bahan/sampel tidak ikut terbawa aliran pelarut. Selanjutnya labu godok dipasang berikut

kondensornya. Pelarut yang digunakan sebanyak 1,5 – 2 kali isi tabung ekstraksi.

Universitas Sumatera Utara

Pemanasan sebaiknya menggunakan penangas air untuk menghindari bahaya kebakaran

atau bila terpaksa menggunakan kompor listrik harus dilengkapi pembungkus labu dari

asbes. Lipida akan terekstraksi dan melalui sifon terkumpul ke dalam labu godok. Pada

akhir ekstraksi yaitu kira-kira 4 – 6 jam, labu godok diambil dan ekstrak dituang ke dalam

botol timbang atau cawan porselen yang telah diketahui beratnya, kemudian pelarut

diuapkan di atas penangas air sampai pekat. Selanjutnya dikeringkan dalam oven sampai

diperoleh berat konstan pada suhu 100ºC. Berat residu dalam botol ditimbang dinyatakan

sebagai berat lemak atau minyak. Agar diperoleh lemak dan minyak bebas air dengan

cepat maka pengeringan dapat menggunakan oven vakum.

2.7. Air Kondensat

Air kondensat adalah air yang terbentuk akibat proses kondensasi uap di dalam

bejana sterilizer. Air kondensat yang berada di dasar bejana sterilizer ini harus terus

menerus dibuang, karena dapat menghambat proses perebusan. Hal ini disebabkan karena

air yang terdapat di dalam rebusan akan mengabsorpsi panas yang diberikan oleh uap dai

bagian atas bejana sterilize, sehingga jumlah air buah kelapa sawit akan semakin

bertambah. Pertambahan air yang tidak diimbangi dengan pengeluaran air kondensat akan

memperlambat usaha pencapaian tekanan puncak.

2.8. Penyebab Kehilangan Minyak dan Cara Penanggulangannya

Angka kehilangan produksi yang lepas (losses) dapat terjadi karena :

− Buah masih mentah sudah dipanen

− Buah matang tidak dipanen

Universitas Sumatera Utara

− Brondolan tidak terkutip bersih

− Pencurian brondolan dan TBS

− Buah restan di TPH, membusuk tidak terangkat

− TBS dan brondolan jatuh dan tercecer di jalan

− Angka kehilangan (losses) di pabrik

Masalah hilangnya produksi tersebut diatas, sebenarnya menyangkut masalah

disiplin, keterampilan, sikap dan system manajemen yang diterapkan. Oleh karena itu,

keberhasilan mencegah hilangnya sebagian produksi tersebut tergantung dari kemampuan

pengusaha dalam mengelola atau melaksanakan manajemen, disamping factor-faktor

pendukung lainnya.(Risza, 1994)

Universitas Sumatera Utara