Lesi Oral Pada Pasien Transplantasi Ginjal Di Saudi

27
LESI ORAL pada PASIEN TRANSPLANTASI GINJAL di SAUDI ABSTRAK. Transplantasi ginjal telah berkembang sebagai pilihan perawatan terbaik untuk pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir. Masalah mulut yang berbeda muncul pada pasien ini, baik sebagai akibat langsung dari immunosupresi yang diinduksi oleh obat atau farmakokinetik. Untuk menentukan prevalensi dari lesi intraoral dalam kelompok renal transplant patients (RTP) Saudi yang relatif stabil secara medis dan untuk mengidentifikasi kemungkinan faktor resiko, dibandingkan dengan healthy control subjects (HCS) yang dipasangkan usia dan jenis kelaminnya, kami meneliti 58 RTP dan 52 HCS. Semua subjek menjalani pemeriksaan mulut menyeluruh dan lesi oral didiagnosis menurut kriteria yang diterima secara klinis. Gingival overgrowth (GO), erythematous candidiasis (EC), dan hairy leukoplakia (HL) didiagnosis pada RTP dengan prevalensi sebesar 74.1%, 15.5%, dan 8.6%, secara berturut-turut. Keparahan gingival overgrowth secara signifikan berkorelasi dengan penggunaan terapi gabungan cyclosporine dan nifedipine, serum cyclosporine, dan kadar serum kreatinin. Sebagai kesimpulan, penemuan dari penelitian kami secara kuat mengusulkan bahwa RTP seharusnya menjalani pemeriksaan mulut rutin dan menyeluruh secara teratur, dan adanya lesi yang mencurigakan harus diteliti dan dirawat. Kata kunci : transplantasi ginjal, gingival overgrowth, hairy leukoplakia, oral candidiasis, immunosupresi, cyclosporine, nifedipine. Pendahuluan 1

description

LESI ORAL

Transcript of Lesi Oral Pada Pasien Transplantasi Ginjal Di Saudi

LESI ORAL pada PASIEN TRANSPLANTASI GINJAL di SAUDIABSTRAK. Transplantasi ginjal telah berkembang sebagai pilihan perawatan terbaik untuk pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir. Masalah mulut yang berbeda muncul pada pasien ini, baik sebagai akibat langsung dari immunosupresi yang diinduksi oleh obat atau farmakokinetik. Untuk menentukan prevalensi dari lesi intraoral dalam kelompok renal transplant patients (RTP) Saudi yang relatif stabil secara medis dan untuk mengidentifikasi kemungkinan faktor resiko, dibandingkan dengan healthy control subjects (HCS) yang dipasangkan usia dan jenis kelaminnya, kami meneliti 58 RTP dan 52 HCS. Semua subjek menjalani pemeriksaan mulut menyeluruh dan lesi oral didiagnosis menurut kriteria yang diterima secara klinis. Gingival overgrowth (GO), erythematous candidiasis (EC), dan hairy leukoplakia (HL) didiagnosis pada RTP dengan prevalensi sebesar 74.1%, 15.5%, dan 8.6%, secara berturut-turut. Keparahan gingival overgrowth secara signifikan berkorelasi dengan penggunaan terapi gabungan cyclosporine dan nifedipine, serum cyclosporine, dan kadar serum kreatinin. Sebagai kesimpulan, penemuan dari penelitian kami secara kuat mengusulkan bahwa RTP seharusnya menjalani pemeriksaan mulut rutin dan menyeluruh secara teratur, dan adanya lesi yang mencurigakan harus diteliti dan dirawat.

Kata kunci : transplantasi ginjal, gingival overgrowth, hairy leukoplakia, oral candidiasis, immunosupresi, cyclosporine, nifedipine.

Pendahuluan

Transplantasi ginjal telah berkembang sebagai pilihan perawatan terbaik untuk pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir. Selama dua dekade terakhir, perkembangan yang signifikan telah dicapai dalam ketahanan pasien dan graft setelah transplantasi ginjal. Sebagian, ini dikaitkan dengan peningkatan teknik penyesuaian pembedahan dan jaringan, dan perkembangan dalam terapi obat anti-penolakan. Peningkatan dalam jumlah dan harapan hidup renal transplant patient (RTP) memiliki dampak pada layanan kesehatan mulut dan gigi. Masalah mulut dan gigi yang berbeda muncul pada pasien ini, sebagian besar berkembang sebagai akibat langsung immunosupresi yang diinduksi oleh obat atau farmakokinetik.Gingival overgrowth (GO) adalah efek samping cyclosporine dan calcium channel blockers yang telah dikenal dengan baik dan kedua obat ini digunakan secara luas oleh RTP. Prevalensi GO di antara RTP yang menerima cyclosporine dan calcium channel blocker dipercaya lebih besar daripada mereka yang hanya menerima cyclosporine saja.Di antara jenis infeksi sistemik parah yang berbeda setelah transplantasi ginjal adalah yang disebabkan oleh jamur yang membawa tingkat mortalitas yang tinggi. Oral candidiasis pada RTP jarang diteliti dibandingkan dengan pasien immunosupresi lainnya seperti mereka dengan HIV/AIDS.

Karena immunosupresi yang berkepanjangan, RTP diperkirakan lebih mudah terkena oral candidiasis dibandingkan dengan subjek immunokompeten tetapi data mengenai ini masih terbatas. Hairy leukoplakia (HL) pertama kali dijelaskan pada tahun 1984, dan pada waktu itu muncul terbatas pada pasien seropositif HIV. Laporan kasus berikutnya telah menegaskan bahwa lesi ini juga terjadi pada pasien seronegatif immunosupresi HIV; akan tetapi, penelitian tentang prevalensinya pada RTP masih jarang.Prevalensi lesi oral pada populasi transplantasi ginjal Saudi sangat tidak diketahui. Oleh karenanya, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan prevalensi lesi intraoral dalam kelompok RTP yang stabil secara medis, dan untuk mengidentifikasi kemungkinan faktor resiko yang dapat dikaitkan dengan perkembangan lesi ini, dibandingkan dengan healthy control subjects (HCS) yang dipasangkan dengan usia dan jenis kelaminnya.Pasien dan Metode

Lima puluh delapan RTP berturut-turut, yang mengalami transplantasi ginjal yang sukses selama sedikitnya 6 bulan, dikumpulkan dari pasien rawat jalan Renal Transplant Clinic at King Abdulaziz Medical City (KAMC). Subjek kontrol terdiri dari 52 pasien yang sehat, individu yang disesuaikan usia dan jenis kelaminnya dan dikumpulkan dari klinik rawat jalan di College of Dentistry, King Saud University, Riyadh, Saudi Arabia. Semua subjek kontrol datang untuk perawatan gigi rutin. Partisipan diminta untuk menandatangani sebuah formulir informed consent yang disetujui oleh komite etika lokal.Data demografi untuk setiap subjek dicatat (Tabel 1). Pemeriksaan mulut dan peri-oral menyeluruh dilakukan oleh peneliti utama (MAM). Lesi oral, jika ada didiagnosis menurut riwayat dan kriteria yang diterima secara klinis. Lesi dengan diagnosis klinis yang meragukan dibiopsi. Kriteria untuk diagnosis lesi oral adalah sebagai berikut : Gingival overgrowth (GO)

GO didiagnosis dan dinilai menurut Angelopoulos dan Goaz. Skor 0 : tidak ada GO (Gambar 1); Skor 1 : GO ringan yang menutupi hanya sepertiga gingiva dari mahkota gigi atau kurang (Gambar 2); Skor 2 : GO sedang yang meluas sampai pertengahan mahkota (Gambar 3); Skor 3 : GO parah yang menutupi lebih dari setengah mahkota (Gambar 4).

Gambar 1. Skor 0 = tidak ada Gingival Hyperplasia(GH) (Gingiva normal)

Gambar 2. Skor 1 = GH ringan

Gambar 3. Skor 2 = GH sedang

Gambar 4. Skor 3 = GH parah

Hairy Leukoplakia (HL)Diagnosis HL dibuat menurut kriteria yang diusulkan oleh Ecclearinghouse. Lesi putih keabu-abuan asimptomatik pada tepi lateral lidah yang tidak dapat terlepas dan dapat menunjukkan korugasi vertikal didiagnosis secara klinis sebagai HL (Gambar 5).

Gambar 5. Hairy Leukoplakia (HL)

Oral Candidiasis

Erythematous candidiasis (EC) didiagnosis menurut kriteria yang diusulkan oleh Ecclearinghouse sebagai daerah merah yang terletak pada dorsum lidah atau palatum (Gambar 6). Diagnosis klinis ditegaskan oleh tampakan mikroskopis dari candidal hyphae atau blastospora dalam smear dan dengan pertumbuhan positif koloni Candida dari apusan yang dikumpulkan dari daerah yang terinfeksi secara klinis dan dikultur pada plat agar Saboraud. Spesies Candida diidentifikasi menggunakan uji pembentukan tabung benih serum dan sistem identifikasi jamur API 20C AUX21 (BioMerieux, Marcyl, Etiole, Prancis) yang tersedia secara komersial.

Gambar 6. Erythematous candidiasis (EC)Lesi intraoral didiagnosis menurut kriteria yang dijelaskan oleh Pindborg.Penelitian darah

Penelitian darah untuk RTP mencakup kadar blood urea nitrogen (BUN), kadar serum kreatinin, kadar serum cyclosporine, dan kadar glukosa darah puasa.Tabel 1. Karakteristik demografi dari populasi penelitian

ParameterRTPHCNilai P

Jumlah subjek5852-

Merokok Ya

Tidak14(24.1%)

44(75.9%)10(19.2%)

42(80.8%)0.53

Menyikat Ya

Tidak45(77.6%)

13(22.4%)48(92.3%)

4(7.7%)0.03

Penggunaan miswak Ya

Tidak25(43.1%)33(56.9%)16(30.8%)36(69.2%)0.18

Status gigi Bergigi penuh

Bergigi sebagian 41(70.7%)17(29.3%)38(73.1%)14(26.9%)0.78

HasilTotal 58 RTP (36 pria dan 22 wanita) dan 52 HCS (34 pria dan 18 wanita) berpartisipasi dalam penelitian ini. Rata-rata usia RTP adalah 39.2 tahun (SD 12.8) yang berkisar dari 16 sampai 62 tahun, dan HCS 37.1 tahun (SD 11.6) yang berkisar dari 16 sampai 60 tahun. Rata-rata durasi transplantasi adalah 51.6 bulan (SD 31.9) yang berkisar dari 7 sampai 125 bulan. Sumber transplantas ginjal adalah kadaver pada 39 (67.2%) pasien, donor hidup yang tidak memiliki hubungan keluarga pada 10 (17.2%) pasien dan donor hidup yang memiliki hubungan keluarga pada 9 (15.5%) pasien. Tidak ada dari subjek yang edentulous total atau menggunakan gigitiruan lepasan. RTP (kecuali dua pasien) semuanya menjalani gabungan immunosupresan. Semua RTP sedang mengkonsumsi prednisolone, sementara 56 (96.6%) menggunakan cyclosporine dan 37 (63.8%) menggunakan calcium channel blockers.Total sebanyak 97 lesi atau kondisi didiagnosis pada RTP dibandingkan dengan 38 lesi yang didiagnosis pada HCS. Tabel 2 menunjukkan penemuan oral pada kedua kelompok.

Tabel 2. Prevalensi penemuan intra-oral yang didiagnosis pada RTP dan HCS

LesiRTP n = 58HCS n = 52Nilai P

Gingival overgrowth Ringan

Sedang

Parah43(74.1%)22(51.2%)

9(20.9%)

12(27.9)0(0.0)

Coated tongue13(22.4%)20(28.5%)0.07

Erythematous candidiasis9(15.5%)0(0.0%)0.002

Frictional keratosis 6(10.3%)5(9.6%)0.89

Hairy leukoplakia5(8.6%)0(0.0%)0.04

Torus palatines4(6.9%)0(0.0%)0.07

Leukoedema3(5.2%)0(0.0%)0.14

Fibro-epithelial polyp3(5.2%)0(0.0%)0.14

Macroglossia2(3.4%)0(0.0%)0.28

Lichen planus2(3.4%)0(0.0%)0.28

Angular cheilitis1(1.7%)0(0.0%)0.53

Smokers keratosis1(1.7%)3(5.8%)0.27

Papillary hyperplasia of palate1(1.7%)0(0.0%)0.53

Scalloped tongue1(1.7%)0(0.0%)0.53

Geographic tongue1(1.7%)3(5.8%)0.27

Apthous stomatitis1(1.7%)2(3.8%)0.46

Hematoma traumatic1(1.7%)2(3.8%)0.46

Torus mandibularis0(0.0%)2(3.8%)0.22

Hemangioma0(0.0%)1(1.9%)0.47

Total 9738

GO adalah lesi yang paling sering ditemukan pada RTP dimana ini didiagnosis pada 74.1% dari pasien, sementara tidak ada HCS yang terbukti mengalami GO secara klinis (p = 0.000). Empat puluh satu (95.3%) pasien dengan GO sedang mengkonsumsi cyclosporine, sementara 32 (74.4%) mengkonsumsi calcium channel blocker (baik nifedipine atau amlodipine). Prevalensi GO di antara RTP yang dimedikasi dengan cyclosporine dan calcium channel blocker (30/35 kasus; 85.7%) secara signifikan lebih tinggi (p = 0.006) daripada mereka yang mengkonsumsi cyclosporine saja (11/21 (52.4%) kasus).Semua kasus RTP dengan GO parah mengkonsumsi gabungan cyclosporine dan calcium channel blocker. Total enam dari sembilan (66.7%) pasien dengan GO sedang sedang menggunakan medikasi. Di sisi lain, hanya 2/9 (22.2%) pasien yang menggunakan cyclosporine saja yang mengalami GO sedang, sementara tidak ada yang mengalami GO parah (Tabel 3). Tidak ada perbedaan yang signifikan dideteksi antara RTP dengan GO dan mereka tanpa GO berdasarkan usia, jenis kelamin, penyikatan gigi, penggunaan Miswak, merokok, status gigi atau durasi transplantasi.Tabel 3. Hubungan GH dengan medikasi

Medikasi% RTP dengan GHNilai P

*Cyclosporine 52.4

*Ca channel blocker dan cyclosporine85.70.006

Analisis statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam nilai rata-rata dari penelitian darah di antara RTP dengan dan tanpa GO kecuali untuk kadar cyclosporine serum, yang secara signifikan lebih tinggi pada pasien dengan GO (rata-rata 180 55 ng/mL) dibandingkan dengan mereka tanpa GO (rata-rata 140 40.4 ng/mL, p = 0.01) (Tabel 4).Tabel 4. Hubungan dari GH dengan hasil penelitian darahPenelitian darahRTP dengan GHNo.Rata-rata (SD)Nilai P

BUN (2.5 - 6.4) mmol/LTidak

Ya15439.313(4.342)9.06(5.254)0.8

Kreatinin (53 115) mol/LTidak

Ya1543130.27(44.27)140.30(80.85)0.6

Glukosa (3.9 5.8) mmol/LTidak

Ya15435.053(0.651)5.967(2.370)0.1

Cyclosporine (150 250) ng/mLTidak

Ya1543140.0(40.43)186.49(55.6)0.01

Uji ANOVA satu arah telah menunjukkan bahwa RTP dengan GO yang parah memiliki rata-rata kadar kreatinin serum yang lebih tinggi daripada mereka dengan GO ringan (194 vs 141 mol/L, p = 0.01). Dengan demikian, rata-rata kadar glukosa puasa secara signifikan lebih tinggi pada RTP dengan GO yang parah daripada mereka tanpa GO (7.3 vs 5 mmol/L, p = 0.03).Lesi oral kedua yang paling sering didiagnosis adalah erythematous candidiasis (EC), yang didiagosis pada 9 (15.5%) RTP, sementara angular cheilitis yang terkait dengan Candida didiagnosis hanya pada satu (1.7%) pasien yang mengalami EC secara bersamaan. C.albicans diisolasi dari lima lesi (55.6%), sementara C.dubliniesis dan C.famata masing-masing diisolasi dari dua lesi (22.2%) Tidak ada dari HCS yang mengalami oral candidiasis. Prevalensi EC pada RTP secara signifikan lebih tinggi daripada HCS (p = 0.002). Tujuh (77.8%) dari kasus EC terletak pada dorsum lidah, sementara 2 kasus sisanya (22.2%) berada pada dorsum lidah, juga pada palatum durum. Prevalensi EC tidak berkaitan dengan usia, jenis kelamin, merokok, penyikatan gigi atau durasi transplantasi. Delapan dari 33 (24.2%) RTP yang tidak menggunakan Miswak telah menunjukkan bukti klinis dan mikrobiologis EC, dan ini secara signifikan lebih tinggi daripada 1/25 (4.0%) RTP yang menggunakan Miswak dan mengalami EC (p = 0.04) (Tabel 5).Tabel 5. Hubungan EC dengan jenis kelamin, merokok, dan praktek oral hygieneFaktor Resiko% RTP w/ ECNilai P

Jenis KelaminPria

Wanita11.122.70.20

MerokokTidak

Ya15.914.30.60

Menyikat gigiTidak

Ya15.415.60.70

Penggunaan MiswakTidak

Ya24.240.04

HL didiagnosis pada 5 (8.6%) RTP, tetapi tidak diamati pada HCS (p = 0.04). Semua lesi tampak secara bilateral pada tepi lateral dari lidah. Tidak ada perbedaan yang signifikan dapat dideteksi dalam nilai rata-rata penelitian darah antara RTP dengan HL dan mereka tanpa HL. Karena jumlah pasien dengan HL yang kecil, tidak ada usaha dibuat untuk meneliti kemungkinan korelasi dengan variabel lain seperti medikasi, usia, dan jenis kelamin.Pembahasan

Secara umum diyakini bahwa RTP menunjukkan peningkatan prevalensi lesi oral yang dapat berkaitan dengan medikasi pasien atau keadaan immunosupresif mereka. Akan tetapi, dengan pengecualian GO, sedikit yang diketahui tentang prevalensi lesi intraoral pada RTP.Prevalensi GO yang terbukti secara klinis di antara RTP dari penelitian ini (74.1%) adalah dalam kisaran 25%-81% dari GO yang diinduksi oleh obat yang sebelumnya dilaporkan oleh penelitian lain, tetapi lebih tinggi daripada 22% yang dilaporkan pada RTP oleh KING dkk. Kisaran yang luas dalam prevalensi GO yang diinduksi oleh obat pada RTP dapat dikaitkan dengan variasi intrinsik dalam sampel populasi seperti perbedaan genetik, standar oral hygiene, dosis dan durasi perawatan dan kriteria yang digunakan untuk menghitung pembesaran gingiva.Patogenesis GO yang diinduksi oleh obat masih menjadi subjek penelitian. Hasil dari penelitian baru-baru ini telah mengindikasikan bahwa cyclosporine mempengaruhi sinyal molekul pada fibroblas gingiva yang menginduksi peningkatan dalam aktivitas AP-1, IL-6, dan TGF-beta1, yang semuanya meningkatkan eskpresi molekul fibrinogenik dan meningkatkan GO. Penelitian stereologis telah menunjukkan bahwa GO yang diinduksi oleh cyclosporine mewakili perubahan komposisi dari jaringan gingiva yang ditandai oleh peningkatan ketebalan epitel, pembuluh darah, dan matriks non-kolagen dalam jaringan konektif. Sebagai tambahan, penekanan fungsi sel T pada jaringan gingiva oleh terapi cyclosporine dapat mengakibatkan peningkatan infeksi human papillomavirus, yang menambah aktivitas proliferatif dari cyclosporine.

Data dari penelitian ini telah menunjukkan bahwa RTP pada gabungan terapi (cyclosporine dan calcium channel blocker) memiliki insidens dan keparahan GO yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan mereka yang menggunakan cyclosporine saja, yang diamati oleh yang lain. Akan tetapi, alasan ini tidak ditentukan secara tepat. Gambaran farmakodinamik yang lazim dari kedua obat adalah aksi mereka pada hemostasis kalsium. Calcium channel blocker adalah antagonis kalsium, dan cyclosporine diketahui menurunkan kalsium bebas cytosolic. Sintesis dan pelepasan kolagenase dan metalloproteinase lainnya dari fibroblas gingiva adalah proses yang bergantung pada kalsium. Sebagai akibatnya, intake obat ini dapat berkembang menjadi gangguan sintesis dan/atau pelepasan kolagenase, yang dapat mengakibatkan gangguan kolagenolysis. Ketidakseimbangan antara produksi kolagen dan kerusakan dapat menjadi salah satu mekanisme yang dapat berperan terhadap perkembangan GO pada RTP. Secara teoritis, gabungan efek penghambat dari kedua obat pada produksi kolagenase yang bergantung pada kalsium dapat menjelaskan peningkatan kualitatif dan kuantitatif dalam gingival overgrowth pada pasien dengan gabungan terapi. Flynn dkk telah menunjukkan bahwa gabungan terapi dari cyclosporine A dan nifedipine dapat menginduksi edema gingiva secara sinergis akibat peningkatan sintesis sulfated-glycosaminoglycan (sGG) oleh fibroblas gingiva.

Sayangnya, kami tidak mampu untuk menilai prevalensi GO di antara RTP yang mengkonsumsi calcium channel blocker saja karena sangat sedikit jumlah pasien yang mengkonsumsi obat ini saja (dua pasien). Akan tetapi, hubungan antara variabel farmakokinetik obat dan prevalensi dan keparahan GO tetap menjadi masalah perdebatan. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa konsenterasi ambang serum dari cyclosporine diperlukan untuk menginduksi perubahan gingiva.

Penelitian ini menemukan bahwa rata-rata konsenterasi cyclosporine serum di antara RTP dengan GO secara signifikan lebih tinggi daripada pasien tanpa GO. Penelitian baru-baru ini telah menunjukkan bahwa perubahan RTP yang dimedikasi dengan cyclosporine menjadi agen immunosupresif lainnya seperti tacrolimus mengakibatkan kesembuhan atau perbaikan GO. Sebagai tambahan, kami menunjukkan bahwa RTP dengan GO yang parah memiliki kadar kreatinin serum yang lebih tinggi daripada mereka dengan GO ringan. Diketahui dengan baik bahwa peningkatan konsenterasi kreatinin serum merupakan indikator gangguan fungsi ginjal. Peningkatan tersebut dapat diperburuk oleh nefrotoksisitas yang diinduksi oleh cyclosporine.Diterima secara luas bahwa hiperglikemia dikaitkan dengan perubahan biologis, yang memperburuk penyakit periodontal. Penelitian ini telah menunjukkan bahwa konsenterasi glukosa darah pada RTP dengan GO parah secara signifikan lebih tinggi daripada pasien tanpa GO. Apakah kadar glukosa darah yang lebih tinggi pada RTP bertindak sebagia ko-faktor yang berperan terhadap perkembangan atau keparahan GO pada pasien tersebut membutuhkan penelitian lebih lanjut.Beberapa laporan kasus telah mencatat perubahan ke arah keganasan pada GO yang diinduksi oleh obat. Oleh karenanya, penyedia perawatan kesehatan mulut yang berhadapan dengan RTP seharusnya menyadari kemungkinan ini dan lesi yang mencurigakan seharusnya dirujuk untuk pemeriksaan histopatologis.Oral candidiasis telah dijelaskan dalam laporan anekdot mengenai RTP. Akan tetapi, dengan pengecualian beberapa penelitian, prevalensi oral candidiasis pada RTP tetap ditentukan. Dalam pasien penelitian kami, EC didiagnosis pada 15.5% pasien, sementara tidak ada subjek kontrol yang mengalami infeksi candida oral. Akan tetapi, tidak ada korelasi dapat dideteksi antara EC dan usia, jenis kelamin, atau kebiasaan merokok. Sebagai tambahan lagi, perkembangan EC tidak dikaitkan dengan kurangnya praktek oral hygiene dalam hal penyikatan gigi, yang dapat menjelaskan bahwa oral candidiasis utamanya berkaitan dengan agen immunosupresif semata-mata daripada faktor lainnya. Pengamatan kami bahwa RTP yang menggunakan Miswak sebagai alat oral hygiene memiliki prevalensi oral candidiasis yang secara signifikan lebih rendah dapat menjelaskan efek antijamur dari Miswak, yang telah ditunjukkan oleh beberapa penelitian in vitro baru-baru ini.Selama dua dekade terakhir, beberapa laporan menjelaskan infeksi jamur pada pasien dengan penurunan imun, seperti pasien transplantasi organ, yang disebabkan oleh spesies Candida selain albicans. Di antara RTP kami, C.famata dan C.dubliniesis bertanggung jawab atas infeksi pada 44.5% dari kasus.

Sangat diyakini bahwa HL dikaitkan dengan adanya Epstein-Barr virus (EBV). Prevalensi HL pada pasien yang terinfeksi HIV berkisar antara 9% dan 20% (51-54%). King dkk melaporkan HL pada 8.6% RTP, yang tidak jauh dari 11.3% antara RTP kami. Penemuan ini mendukung gambaran bahwa HL tidak spesifik terhadap infeksi HIV tetapi merupakan manifestasi umum dari immunosupresi.Munculnya HL pada pasien yang terinfeksi HIV dianggap sebagai penanda untuk perkembangan AIDS. Signifikansi klinis dari HL pada RTP sulit untuk diinterpretasikan pada tahap ini, tetapi dapat dianggap sebagai penanda overimmunosupresi yang signifikan.

Diketahui dengan baik bahwa terapi immunosupresif meningkatkan resiko keganasan. Walaupun fakta bahwa RTP biasanya dipertahankan pada terapi immunosupresif jangka panjang yang kuat, insidens keganasan intraoral tampak rendah. Karena RTP bertahan lebih lama, kami dapat menyaksikan peningkatan insidens keganasan intraoral pada pasien pada terapi immunusupresif jangka panjang. Walaupun demikian, resipien transplantasi ginjal beresiko tinggi mengalami keganasan lain seperti sarkoma Kaposi, kanker serviks uterin, kanker lambung, karsinoma sel-sel basal, dan limfoma non-Hodgkin. Tidak ada dari lesi ini yang ditemukan di antara pasien penelitian kami, kemungkinan karena ukuran sampel yang relatif kecil. Lesi intraoral yang diamati di antara RTP dalam penelitian ini tidak diyakini berkaitan dengan transplantasi ginjal atau immunosupresi. Sebagai tambahan, prevalensi mereka tidak berbeda secara signifikan daripada HCS.Kami menyimpulkan bahwa penemuan dari penelitian ini menjelaskan bahwa RTP seharusnya menjalani pemeriksaan mulut menyeluruh secara rutin dan teratur, dan lesi yang mencurigakan harus diselidiki dan dirawat. Sebagai tambahan, RTP seharusnya secara rutin diperiksa akan adanya oral candidiasis, dan mengidentifikasi lesi yang dirawat dengan terapi antijamur yang tepat. Oral hygiene dan perawatan yang ketat ditekankan pada RTP.1