Latar Belakang Hutang Dana Pensiun

download Latar Belakang Hutang Dana Pensiun

of 1

Transcript of Latar Belakang Hutang Dana Pensiun

ASAL USUL HUTANG GPIB KEPADA DANA PENSIUN GPIB (Disampaikan untuk Jemaat-jemaat di Regio II Mupel GPIB Jatim) Pendahuluan Pada tanggal 28 Pebruari 1989 Majelis Sinode GPIB mendirikan Yayasan Dana Pensiun-GPIB, dengan Akte Notaris Ferdinand Karindahang Makahanap, SH No. 48. Maksud pendirian Yayasan Dana Pensiun GPIB ini adalah untuk mengelola Iuran Pensiun para Pendeta dan Pegawai GPIB, yang diperoleh dari hasil pemotongan gaji para Pendeta dan Pegawai GPIB. Sehingga dikemudian hari ketika Pendeta maupun Pegawai GPIB tersebut dinyatakan Pensiun, maka mereka masih tetap mendapat penghasilan di hari tua. Yayasan Dana Pensiun GPIB ini kemudian ditingkatkan statusnya menjadi sebuah lembaga yang berbadan hukum tersendiri, dengan didirikannya Dana Pensiun GPIB. Pembentukan Dana Pensiun GPIB mendapat pengesahan dari Departemen Keuangan Republik Indonesia dengan surat Nomor : S-431/MK.13/1989 tanggal 24 Agustus 1989 dan didaftarkan pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 20 Mei 1989 dibawah nomor 14/1989. Kemudian Menteri Keuangan RI mengeluarkan Surat Keputusan No. Kep 074/KM-17/1995 tanggal 13 Maret 1995, yang mengesahkan Peraturan Dana Pensiun GPIB sehingga Statusnya menjadi Sah sebagai Dana Pensiun GPIB yang memiliki Badan Hukum tersendiri, dimana peraturan Dana Pensiun GPIB berada di bawah Undang-undang Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Asal-usul Hutang Pendiri Dana Pensiun GPIB adalah Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) sebagai sebuah lembaga yang memiliki Badan Hukum tersendiri, dimana pimpinannya adalah Majelis Sinode GPIB. Sebagai Pendiri, GPIB harus menyetorkan sejumlah Dana Penyertaan, sekitar Rp. 2 milyar, yang disebut dengan istilah Past Service Liability (PSL). Namun hingga sekarang ini Dana tersebut tidak pernah disetorkan karena memang GPIB tidak memiliki dana segar sejumlah tersebut di atas. Dana Penyertaan ini menjadi hutang GPIB terhadap Dana Pensiun GPIB. Kemudian pada saat pengalihan dari Yayasan Dana Pensiun GPIB ke Dana Pensiun GPIB di tahun 1989, terdapat sejumlah Peserta Dana Pensiun, baik Pendeta maupuan Pegawai GPIB, yang ternyata tidak menyetorkan Iuran Pensiunnya ke Yayasan Dana Pensiun. Penyebabnya adalah ketidak mampuan beberapa Jemaat untuk membayarkan iuran Pensiun dari Pendeta/Pegawai yang bersangkutan. Sehingga ketika pengalihan tersebut dilakukan, maka Peserta yang tidak menyetorkan iurannya diperhitungkan oleh Dana Pensiun GPIB sebagai Hutang GPIB. Setelah Dana Pensiun GPIB beroperasi, masih terdapat pula persoalan Iuran Pensiun yang tidak disetorkan kepada Dana Pensiun GPIB. Hal ini terjadi dimasa kepemimpinan Majelis Sinode XVI (MS XVI) masa bhakti 1994-2000. Iuran Pensiun para peserta yang disetorkan ke MS XVI digunakan untuk biaya operasional Majelis Sinode XVI. Hal ini terjadi oleh karena kewajiban-kewajiban dari beberapa Jemaat, seperti Persembahan Tetap Bulanan (PTB) yang merupakan kewajiban jemaat, tidak disetorkan kepada MS XVI, sehingga untuk menutupi sebagian biaya operasional GPIB, MS XVI menggunakan Iuran Pensiun para peserta. Ini pun menjadi Hutang GPIB kepada Dana Pensiun GPIB. Peraturan Dana Pensiun GPIB tentang Hutang adalah bunga berbunga, sehingga setiap bulannya hutang-hutang tersebut dikenai bunga dan bulan selanjutnya bunga hutang tersebut menjadi berbung lagi. Dan pada Persidangan Sinode Tahunan 2007 di Batam, Majelis Sinode XVIII (masa bhakti 2005-2010) menginformasikan bahwa hutang GPIB kepada Dana Pensiun GPIB telah mencapai angka sekitar dua puluh milyar rupiah. Dimana setiap bulannya bunga dari hutang GPIB kepada Dana Pensiun GPIB sebesar Rp. 300 juta lebih atau sekitar 4 milyar setiap tahun. Bunga Hutang ini hanya dapat dihentikan apabila GPIB melunasi seluruh hutangnya, sehingga tidak lagi berbunga-bunga. Jalan Keluar Pada setiap Persidangan Tahunan GPIB, hal ini selalu mendapat perhatian untuk dicarikan jalan keluarnya. Pada PST 2003 di Toraja, Peserta PST mengusulkan agar beberapa aset GPIB di jual untuk membayar Hutang GPIB. Hal tersebut kemudian disetujui. Namun pada pelaksanaannya aset yang diusulkan untuk dijual hingga sekarang ternyata tidak terdapat pembelinya. Kemudian dalam sidang komisi yang membicarakan tentang Dana Pensiun GPIB pada PST 2006 di Balikpapan, peserta mengusulkan agar Dana Pensiun dibubarkan saja. Namun untuk membubarkan Dana Pensiun GPIB, harus mengikuti syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Dana Pensiun, yaitu hutang-hutang yang ada harus dilunasi lebih dahulu, baru Dana Pensiun GPIB dapat dibubarkan. Dilain pihak, Pengurus Dana Pensiun GPIB tidak dapat berbuat banyak untuk mengurangi beban Hutang GPIB, karena mereka terikat dengan Undang-undang Negara Republik Indonesia tentang Dana Pensiun. Yang berikut, apabila Dana Pensiun GPIB dibubarkan, maka siapa kemudian yang akan membayarkan pensiun para Pendeta/Pegawai GPIB yang sekarang telah pensiun, maupun Janda/duda Pendeta/Pegawai yang berhak menerima pensiun. Setiap bulannya mereka hidup hanya dari pensiun yang mereka terima di hari tua. Para Pendeta/Pegawai GPIB yang telah mengabdi bertahun-tahun untuk melayani Tuhan melalui gereja GPIB, di hari tuanya hanya berharap pada pensiun, karena pada saat mereka dinyatakan pensiun tidak menerima uang pesangon. Lewat pemikiran tersebut, maka jalan keluar satu-satunya adalah GPIB harus berusaha dan berupaya melunasi hutangnya kepada Dana Pensiun GPIB dan Dana Pensiun GPIB tidak perlu dibubarkan. Untuk itulah, dalam Persidangan Sinode Tahunan 2007 di Batam, diputuskan untuk melibatkan warga Sidi GPIB menanggung beban ini bersama-sama melalui Kupon Kepedulian Dana Pensiun GPIB, seharga Rp. 10.000 / lembar. Hal ini sudah merupakan Salib, atau beban yang harus dipikul bersama selaku warga gereja GPIB. Sebagai orang beriman, kita tidak dapat membuang salib ini di pinggir jalan, tetapi harus kita pikul salib ini sampai pada tujuannya. Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus (Galatia 6:2). Malang, 11 Juni 2007 Pdt. Henry Jacob Ketua Regio II, Mupel GPIB Jawa Timur.