Lapsus (TYas, Vina)
-
Upload
adheti-meilyndha -
Category
Documents
-
view
285 -
download
0
description
Transcript of Lapsus (TYas, Vina)
Laporan Kasus
INTRA VENTRIKEL HEMORAGIK DAN INTRA CEREBRAL HEMORAGIK PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS
DAN CHRONIC KIDNEY DISEASE ON RUTIN HAEMODIALISA
Oleh
Luisa Vinadiya NIM. I1A010051Novita Ningtyas NIM. I1A010004
Pembimbing
dr. Zainudin Arpandy, Sp.S
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF
FKUNLAM-RSUD PENDIDIKAN ULIN
BANJARMASIN
Agustus, 2014
STATUS PENDERITA
I. DATA PRIBADI
Nama : Ny. Hadijah
Jenis Kelamin : Wanita
Umur : 53 tahun
Bangsa : Indonesia
Suku : Banjar
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru
Status : Sudah Menikah
Alamat : Palingkay
MRS : 4 Agustus 2014
No RMK : 1.06.99.60
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Gelisah dan tidak sadarkan diri setelah cuci darah
Keluhan yang berhubungan dengan keluhan utama : keringat dingin, bicara
pelo, kelemahan ekstrimitas sebelah kanan
Perjalanan Penyakit :
Pasien tiba-tiba mengalami penurunan kesadaran setelah melakukan cuci
darah yang ke-44. Pasien sempat membuka mata dan mengeluhkan angggota
gerak kanannya tidak dapat digerakkan. Pasien juga tidak dapat berbicara. Mulut
pasien miring ke kanan. Beberapa hari sebelum cuci darah pasien berbicara pelo.
Pasien juga merasa tangan kanannya sedikit kaku. Kesemutan sudah sering
1
dialami oleh pasien sejak beberapa tahun lalu, baik di tangan maupun kaki. Nyeri
pada anggota gerak kanan disangkal. Mual muntah beberapa kali dialami pasien
terutama sebelum cuci darah. Nyeri kepala dan leher kaku juga disangkal. Pasien
pernah mengalami trauma pada bagian kepala 3 tahun lalu, tapi pasien tidak
mengalami kelainan apapun.
Riwayat Penyakit Dahulu :
CKD on HD (+) selama 11 bulan, DM (+) sejak 15 tahun lalu dengan kadar
glukosa tertinggi ±400, HT (+) dengan TD paling tinggi 200/-, trauma
kepala (+), stroke (-), merokok (-), alkohol (-), kolesterol (?), jantung (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : keluhan serupa (-), HT (-), DM (-), stroke (-)
III. STATUS INTERNA SINGKAT (4 Agustus 2014)
Tensi : 180/120 mmHg
Nadi : 80 kali /menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 39,5 oC
Kepala/Leher :
- Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), katarak
(-/-)
- Mulut : Mukosa bibir pucat (+), kelembaban cukup
- Leher : JVP meningkat (-), KGB tidak membesar
Thoraks
2
- Pulmo : Bentuk dan pergerakan simetris, suara napas vesikuler,
wheezing tidak ada, ronkhi (+).
- Cor : BJ I/II tunggal, tidak ada bising, batas jantung melebar
Abdomen : Tampak datar, hepar dan lien tidak teraba, perkusi timpani,
tes undulasi (-), bising usus (+) normal.
Ekstremitas : Atrofi tidak ada, edem tidak ada, akral dingin di semua
ekstremitas, parese ada pada bagian tubuh sebelah kanan.
IV. STATUS PSIKIATRI SINGKAT
Emosi dan Afek : Tumpul
Proses Berfikir : Sde
Kecerdasan : Sde
Penyerapan : Sde
Kemauan : Sde
Psikomotor : Menurun
V. NEUROLOGIS
A. Kesan Umum:
Kesadaran : GCS 2-1-4 (delirium)
Pembicaraan : Disartri : Sde
Monoton : Sde
Afasia Motorik : Sde
Sensorik : Sde
3
Amnesik : Sde
Kepala:
Besar : Normal
Asimetri : Negatif
Sikap paksa : Negatif
Tortikolis : Negatif
Muka:
Mask/topeng : Negatif
Miophatik : Negatif
Fullmoon : Negatif
Lain-lain : Negatif
B. Pemeriksaan Khusus
1. Rangsangan Selaput Otak
Kaku Tengkuk : Positif
Kernig : Negatif/Negatif
Laseque : Negatif/Negatif
Bruzinski I : Negatif
Bruzinski II : Negatif/Negatif
2. Saraf Otak
N. Olfaktorius
Hyposmia : Sde
4
Parosmia : Sde
Halusinasi : Sde
N. Optikus
Visus : Sde
Yojana Penglihatan : Sde
Melihat warna : Sde
Funduskopi : Tidak dilakukan
N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abducens
Kanan Kiri
Kedudukan bola mata tengah tengah
Pergerakan bola mata ke
Nasal : Normal
Temporal : Normal
Atas : Normal
Bawah : Normal
Temporal bawah : Normal
Eksopthalmus : Negatif Negatif
Celah mata (Ptosis) : Negatif Negatif
Pupil Kanan Kiri
Bentuk bulat bulat
Lebar 3 mm 3 mm
5
Perbedaan lebar isokor isokor
Reaksi cahaya langsung Positif Positif
Reaksi cahaya konsensuil Positif Positif
N. Trigeminus
Cabang Motorik
Otot Maseter Sde
Otot Temporal Normal
Otot Pterygoideus Int/Ext Sde
Cabang Sensorik
I. N. Oftalmicus Sde
II. N. Maxillaris Sde
III. N. Mandibularis Sde
Refleks kornea langsung Normal Normal
Refleks kornea konsensuil Normal Normal
N. Facialis
Kanan Kiri
Waktu Diam
Kerutan dahi Sde Sde
Tinggi alis Normal Normal
Sudut mata Normal Normal
Lipatan nasolabial Turun Normal
Waktu Gerak
6
Mengerutkan dahi Sde Sde
Menutup mata Sde Sde
Bersiul Sde
Memperlihatkan gigi Sde
Pengecapan 2/3 depan lidah Sde
Sekresi air mata Normal
Hyperakusis Negatif Negatif
N. Vestibulocochlearis
Vestibuler
Vertigo : Sde
Nystagmus : Sde
Tinitus aureum : Kanan: Sde Kiri : Sde
Cochlearis : tidak dilakukan
N. Glossopharyngeus dan N. Vagus
Bagian Motorik:
Suara : normal
Menelan : Disfagia
Kedudukan arcus pharynx : sde
Kedudukan uvula : sde
Pergerakan arcus pharynx : sde
Detak jantung : normal
Bising usus : normal
7
Bagian Sensorik:
Pengecapan 1/3 belakang lidah :sde
Refleks Oculo-Cardiac : tidak dilakukan
Refleks muntah : tidak dilakukan
Refleks palatum mole : tidak dilakukan
N. Accesorius
Mengangkat bahu : (sde/sde)
Memalingkan kepala : (sde/sde)
N. Hypoglossus
Kedudukan lidah waktu istirahat : di tengah
Kedudukan lidah waktu bergerak : sde
Atrofi : tidak ada
Kekuatan lidah menekan pada bagian dalam pipi : sde
Fasikulasi/Tremor (kanan/kiri) : sde/sde
3.Sistem Motorik
Kekuatan Otot
Tubuh : Otot perut : normal
Otot pinggang : normal
Kedudukan diafragma : Gerak : normal
Istirahat : normal
Lengan (Kanan/Kiri)
M. Deltoid : 2/4
8
M. Biceps : 2/4
M. Triceps : 2/4
Fleksi sendi pergelangan tangan : 2/4
Ekstensi sendi pergelangan tangan : 2/4
Membuka jari-jari tangan : normal/normal
Menutup jari-jari tangan : normal/normal
Tungkai (Kanan/Kiri)
Fleksi artikulasio coxae : 2/4
Ekstensi artikulatio coxae : 2/4
Fleksi sendi lutut : 2/4
Ekstensi sendi lutut : 2/4
Fleksi plantar kaki : 2/4
Ekstensi dorsal kaki : 2/4
Gerakan jari-jari kaki : normal/normal
Besar Otot :
Atrofi : Negatif
Pseudohypertrofi : Negatif
Respon terhadap perkusi : Normal
Palpasi Otot :
Nyeri : Negatif
Kontraktur : Negatif
9
Konsistensi : Normal
Tonus Otot :
Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Hipotoni Negatif Positif Negatif Positif
Spastik Negatif Negatif Negatif Negatif
Rigid Negatif Negatif Negatif Negatif
Rebound Negatif Negatif Negatif Negatif
phenomen
Gerakan Involunter
Tremor : Waktu Istirahat : Negatif/Negatif
Waktu bergerak : Negatif/Negatif
Chorea : Negatif/Negatif
Athetose : Negatif/Negatif
Balismus : Negatif/Negatif
Torsion spasme : Negatif/Negatif
Fasikulasi : Negatif/Negatif
Myokimia : Negatif/Negatif
Koordinasi : tidak dilakukan
Gait dan station : tidak dilakukan
4.Sistem Sensorik
10
Kanan/kiri
Rasa Eksteroseptik
Rasa nyeri superfisial : normal/normal
Rasa suhu : tidak dilakukan
Rasa raba ringan : normal/normal
Rasa Proprioseptik
Rasa getar : tidak dilakukan
Rasa tekan : normal/normal
Rasa nyeri tekan : normal/normal
Rasa gerak posisi : normal/normal
Rasa Enteroseptik
Refered pain : tidak ada
Rasa Kombinasi
Streognosis : Tidak dilakukan
Barognosis : Tidak dilakukan
Grapestesia : Tidak dilakukan
Two point tactil discrimination : Tidak dilakukan
Sensory extinction : Tidak dilakukan
Loose of Body Image : Tidak dilakukan
Fungsi luhur
Apraxia : Negatif
11
Alexia : Negatif
Agraphia : Negatif
Fingeragnosia : Negatif
Membedakan kanan-kiri : Dapat
Acalculia : Negatif
5. Refleks-refleks
Reflek kulit
Refleks kulit dinding perut : tidak dilakukan
Refleks cremaster : Tidak dilakukan
Refleks interscapular : Tidak dilakukan
Refleks gluteal : Tidak dilakukan
Refleks anal : Tidak dilakukan
Refleks Tendon/Periosteum (Kanan/Kiri):
Refleks Biceps : Normal/normal
Refleks Triceps : Normal/normal
Refleks Patella : Normal/normal
Refleks Achiles : Normal/normal
Refleks Patologis :
Tungkai
12
Babinski : Negatif/Negatif
Chaddock : Negatif/negatif
Oppenheim : Negatif/negatif
Rossolimo : Negatif/negatif
Gordon : Negatif/negatif
Schaeffer : Negatif/negatif
Mendel-Bechterew : Negatif/negatif
Stransky : Negatif/negatif
Gonda : Negatif/negatif
Lengan
Hoffmann-Tromner : Negatif/negatif
Leri : Negatif/negatif
Meyer : Negatif/negatif
Reflek Primitif : Grasp : Negatif
Snout : Negatif
Sucking : Negatif
Palmomental : Negatif
6. Susunan Saraf Otonom
Miksi : on DC
Defekasi : positif
Sekresi keringat : positif
Salivasi : positif
13
Ggn tropik : negatif
Orthostatik hypotensi : sde
7. Columna Vertebralis
Kelainan Lokal
Skoliosis : tidak ada
Khypose : tidak ada
Khyposkloliosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Nyeri tekan/ketuk : tidak ada
Gerakan Servikal Vertebra
Fleksi : normal
Ekstensi : normal
Lateral deviation : normal
Rotasi : normal
Gerak Tubuh : tidak dilakukan
8. Pemeriksaan Tambahan
Hasil laboratorium 4 Agustus 2014
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan SatuanHematologiHemoglobin 9,5 12.0 - 16.0 g/dlLeukosit 8,9 4.0 - 10.5 ribu/ulEritrosit 3,30 3,90 - 5,50 juta/ulHematokrit 28,4 37 – 47 vol %Trombosit 134 150 – 450 ribu/ulRDW-CV 15,9 11.5 - 14.7
14
MCV, MCH, MCHCMCV 86,2 80.0 - 97.0 FlMCH 28,7 27.0 - 32.0 PgMCHC 33,4 32.0 - 38.0 %Hitung JenisGran% 86,0 0.0 – 1.0 %Limfosit% 9,3 1.0 – 3.0 %MID % 4,7 4.0 – 11.0 %Gran # 7,70 2.5 - 7.00 ribu/ulLimfosit # 0,8 1.25 – 4.0 ribu/ulMID # 0.4 ribu/ulKIMIAGULA DARAHGlukosa Darah Sewaktu (GDS)
166 <200 mg/dl
HATISGOT 42 16 – 40 U/ISGPT 35 8 - 45 U/IGINJALUreum 56 10 – 45 mg/dlCreatinin 3,7 0.4 - 1.4 mg/dlELEKTROLITNatrium 137,6 135-146 Mmol/LKalium 3,2 3,4-5,4 Mmol/LChlorida 104,3 95-100 Mmol/L
C. DIAGNOSIS
Dx klinis : Penurunan kesadaran, hipertensi emergensi, hemiparese
(D), parese N.VII (D) tipe sentral
Dx Etiologis : Hemisfer cerebri (S) dan ventrikel lateral sinistra
Dx ToICH : Intracranial Haemorhagik dan Intra Ventrikel
Haemorhagik
Dx Lain : Diabetes Mellitus, Gagal Ginjal Kronik On Haemodialisa
15
D. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan Umum : 5 B (Brain, Breath, Blood, Bowel, Bladder)
2. Pengobatan Medikamentosa :
IVFD RL 20 tetes/menit
Inj Brain Act 2 x 250 mg IV
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp IV
Inj. Furosemid 1x1 amp IV
Po. Amlodipin 1x10 mg
E. Follow Up
Tabel 1. Subjektif Pasien Selama Dirawat Beserta GCS
TANGGAL SUBJEKTIF GCS
5/8/14 (H2)Gelisah, kelemahan tungkai dan lengan kanan, tidak bisa BAB, bicara kurang jelas
E2V4M6
6/8/14 (H3)
Gelisah, kelemahan tungkai dan lengan kanan, tidak bisa BAB, bicara kurang jelas, TVGT, Stress ulnar (+)
E4VxM6
7/8/14 (H4)Gelisah, kelemahan tungkai dan lengan kanan, tidak bisa BAB, bicara kurang jelas, tidur kurang
E2VxM4
8/8/14 (H5)Penurunan kesadaran, kelemahan tungkai dan lengan kanan, tidak bisa BAB, bicara kurang jelas, tidur kurang
E2V1M4
9/8/14(H6)Penurunan KesadaranNBS tinggi?
E1V1M4
10/8/14 (H7) Penurunan Kesadaran E1V1M411/8/14 (H8) Penurunan Kesadaran E1V1M4
12/8/14 (H9)Penurunan Kesadaran,BAB Hitam (+)
E1V1M4
13/8/14 (H10) Penurunan KesadaranDemamBatuk berdahak
E1V1M4
16
Kencing berdarah
Tabel 2. Tanda Vital Pasien Berdasarkan Follow Up Pagi jam 06.30
TANGGAL TD HR RR T
5/8/14 (H2) 200/100 99X 20X 36,2
6/8/14 (H3) 180/90 110 22X 37,7
7/8/14 (H4) 180/80 108 20 38,3
8/8/14 (H5) 160/80 88 20 37,4
9/8/14(H6) 190/100 98 19 36,7
10/8/14 (H7) 140/70 96 20 37,8
11/8/14 (H8) 160/80 101 2 37,6
12/8/14 (H9) 190/90 100 22 38,2
13/8/14 (H10) 160/80 295 22 38
Tabel 3. Manajemen Terapi
TANGGAL Medikasi
5/8/14 (H2)
IVFD RL 20 tetes/menit
Inj Brain Act 2 x 250 mg IV
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp IV
Inj. Furosemid 1x1 amp IV
Po. Amlodipin 1x10 mg
6/8/14 (H3) IVFD RL 20 tetes/menit
Inj Brain Act 2 x 250 mg IV
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp IV
Inj. Furosemid 1x1 amp IV
Po. Amlodipin 1x10 mg
Sukraflat syr 2 x 1C
17
Candesartan 1x8
Kumbah Lambung dengan NaCl
7/8/14 (H4)
IVFD RL 20 tetes/menit
Inj Brain Act 2 x 250 mg IV
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp IV
Inj. Furosemid 2x1 amp IV
Po. Amlodipin 1x10 mg
Sukraflat syr 2 x 1C
Candesartan 1x8
Kumbah Lambung dengan NaCl
R/ konsul Bedah Saraf
8/8/14 (H5)
IVFD RL 20 tetes/menit
Inj Brain Act 2 x 250 mg IV
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp IV
Inj. Furosemid 2x1 amp IV
Po. Amlodipin 1x10 mg
Sukraflat syr 2 x 1C
Candesartan 1x8
Kumbah Lambung dengan NaCl
9/8/14(H6) IVFD RL 20 tetes/menit
Inj Brain Act 2 x 250 mg IV
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp IV
Inj. Furosemid 2x1 amp IV
Po. Amlodipin 1x10 mg
Sukraflat syr 2 x 1C
Candesartan 1x 16
18
Kumbah Lambung dengan NaCl
10/8/14 (H7)
IVFD RL 20 tetes/menit
Inj Brain Act 2 x 250 mg IV
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp IV
Inj. Furosemid 2x1 amp IV
Inj. Omeprazol 2x1
Inj. Ceftriaxon 2 1 gr
Po. Amlodipin 1x10 mg
Candesartan 1x8
Kumbah Lambung dengan NaCl
11/8/14 (H8)
IVFD RL 20 tetes/menit
Inj Brain Act 2 x 250 mg IV
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp IV
Inj. Furosemid 2x1 amp IV
Inj. Omeprazol 2x1
Inj. Ceftriaxon 2 1 gr
Po. Amlodipin 1x10 mg
Candesartan 1x8
Sukralfat Syr 2x1C
Kumbah Lambung dengan NaCl
Pasang NGT
12/8/14 (H9) IVFD RL 20 tetes/menit
Inj Brain Act 2 x 250 mg IV
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp IV
Inj. Furosemid 2x1 amp IV
19
Inj. Omeprazol 2x1
Inj. Ceftriaxon 2 1 gr
Po. Amlodipin 1x10 mg
Candesartan 1x8
Sukralfat Syr 2x1C
Kumbah Lambung dengan NaCl
Pasang NGT + Diet diabetasol 6 x 50cc
13/8/14 (H10)
IVFD RL 20 tetes/menit
Inj Brain Act 2 x 250 mg IV
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp IV
Inj. Furosemid 2x1 amp IV
Inj. Omeprazol 2x1
Inj. Ceftriaxon 2 1 gr
Po. Amlodipin 1x10 mg
Candesartan 1x8
Sukralfat Syr 2x1C
Glukagon 2x1
Kumbah Lambung dengan NaCl
Pasang NGT + Diet diabetasol 6 x 50cc
Tabel 4. Perbandingan Laboratorium Pasien
Pemeriksaan 4/8/14 7/8/14 8/8/14 9/8/14 11/8/14Hematologi
Hemoglobin 9,5 7,7Leukosit 8,9 12.0Eritrosit 3,30 2.78Hematokrit 28,4 24.3Trombosit 134 137RDW-CV 15,9 15.0
MCV, MCH, MCHC
20
MCV 86,2 87.6MCH 28,7 27.6MCHC 33,4 31.6
Hitung JenisGran% 86,0 77.1Limfosit% 9,3 13.4MID % 4,7 9.5Gran # 7,70 9.30Limfosit # 0,8 1.6MID # 0.4 1.1
KIMIAGULA DARAH
Glukosa Darah Sewaktu (GDS)
166 -
Gula Darah Puasa
177
Gula Darah 2 jam PP
244
HATI -SGOT 42 -SGPT 35 -
GINJALUreum 56 253 155 155Creatinin 3,7 10 5.8 5.8
ELEKTROLITNatrium 137,6 -Kalium 3,2 -Chlorida 104,3 -HbA1C 5.5
21
Gambar 1. Foto Thorax Ny.K
22
Gambar 2. CT Scan Ny.K
23
Gambar 3. CT Scan Kepala Polos Ny.K
24
Gambar 4. EKG Ny.K
25
DISKUSI
Pasien Ny. K, berusia 53 tahun dari anamnesis didapatkan keluhan utama
adalah terjadinya penurunan kesadaran. Awalnya ensefalopati uremikum dianggap
sebaagai penyebab keadaan ini. Ensefalopati uremikum adalah suatu keadaan
dimana terjadi kerusakan otak yang diakibatkan oleh tingginya kadar ureum
dalam darah. Anggapan ini berlandaskan bahwa pasien merupakan pasien PGK
dengan hiperuremia. Akan tetapi, setelah dilakukan hemodialisa dan kadar ureum
dan kreatinin pasien menurun pasien tidak juga sadarkan diri, kondisi pasien
makin memburuk. Penyebab lain pun akhirnya dicari. Melalui anamnesis
didapatkan pasien mengalami kelemahan anggota gerak kanan dan ada riwayat
berbicara pelo beberapa hari sebelum terjadi penurunan kesadaran. Kelemahan
anggota gerak kanan dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik, selain itu juga
didapatkan adanya paresis Nervus VII sentral. Berdasarkan data-data ini
disimpulkan bahwa pasien kemungkinan mengalami stroke, ditambah dengan
beberapa faktor risiko yang dimiliki pasien, yaitu DM, PGK, dan Hipertensi.
Akhirnya, dilakukam pemeriksaan penunjang berupa CT Scan Kepala dan
didapatkan pasien mengalami intracerebral hemorrhage (ICH) dan intraventrikel
hemorrhage (IVH).
Intracerebral hemorrhage (ICH) atau perdarahan intraserebral merupakan
salah satu bentuk dari stroke hemoragik. Stroke hemoragik terdiri dari ICH,
perdarahan subarachnoid atau subarachnoid hemorrhage (SAH), dan perdarahan
26
intraserebral yang disebabkan oleh AVM. Perdarahan intraserebral adalah suatu
sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak (1, 2).
Sekitar 10% kasus stroke disebabkan oleh ICH. Sumber data dari Stroke
Data Bank (SDB), menyebutkan bahwa setidaknya 1 dari 10 kasus stroke
disebabkan oleh perdarahan parenkim otak. Populasi dimana frekuensi
hipertensinya tinggi, seperti Amerika-Afrika dan orang-orang Cina, Jepang dan
keturunan Thai, memiliki frekuensi yang tinggi terjadinya ICH. Perdarahan
intraserebral dapat terjadi pada rentang umur yang lebar, dapat terjadi pada
dekade tujuh puluh, delapan puluh dan sembilan puluh. Walaupun persentase
tertinggi kasus stroke pada usia dibawah 40 tahun adalah kasus perdarahan, ICH
sering juga terjadi pada usia yang lebih lanjut (3).
Etiologi dari ICH terbagi menjadi 2, yaitu yang berkaitan dengan
hipertensi dan nonhipertensi. Etiologi nonhipertensi diantaranya cerebral amyloid
angiopathy (CAA), antikoagulansia/thrombolitik, neoplasma, drug abuse,
aneurisma/AVM, diopatik, dll (4).
Dalam kasus ini etiologi dari ICH adalah keduamya, hipertensi dan
nonhipertensi. Pasien memiliki riwayat hipertensi yang sudah lama dengan
tekanan darah tertinggi sebesar 200/- tanpa menggunakan satupun obat
antihipertensi. Keadaan ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh
darah kecil, terutama pada cabang-cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke
dalam basal ganglia dan kapsula interna. Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi
lemah, sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi
lapisan media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan
27
aneurisma Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pada pembuluh darah
yang mensuplai pons dan serebelum. Rupturnya satu dari pembuluh darah yang
lemah menyebabkan perdarahan ke dalam substansi otak (2,5)
Pasien ini juga menderita PGK dan telah mengalami hemodialisa sebanyak
44 kali. Keadaan ini menjadi komorbid lain bagi pasien. PGK berkaitan dengan
meningkatnya resiko stroke. Resiko ini ditemukan lima kali lebih tinggi pada
pasien dengan PGK on HD dibandingkan dengan populasi umum. Peningkatan ini
tidak hanya berkaitan dengan insidensi stroke tetapi juga berkaitan dengan angka
mortalitas. Pada pasien PGK on HD biasanya terdapat hipertensi,
hipoalbuminemia, dan malnutrisi protein yang menyebabkan terjadinya
deformabilitas eritrosit dan disfungsi endotel, sehingga dapat menyebabkan
terjadinya stroke hemoragik. Selain itu, penggunaan heparin sebagai antikoagulan
pada proses hemodialisis juga ikut berperan dalam meningkatnya insidensi stroke
hemoragik pada pasien dengan PGK on HD (6).
Terapi antikoagulan dapat meningkatkan resiko terjadinya perdarahan
intraserebral, terutama pada pasien-pasien dengan trombosis vena, emboli paru,
penyakit serebrovaskular dengan transient ischemic attack (TIA) atau katup
jantung prostetik. Nilai international normalized ratio (INR) 2,0 - 3,0 merupakan
batas adekuat antikoagulasi pada semua kasus kecuali untuk pencegahan emboli
pada katup jantung prostetik, dimana nilai yang direkomendasikan berkisar 2,5 -
3,5. Antikoagulan lain seperti heparin, trombolitik dan aspirin meningkatkan
resiko ICH. Penggunaan trornbolitik setelah infark miokard sering diikuti
terjadinya ICH pada beberapa ribu pasien tiap tahunnya (7).
28
Studi yang dilakukan pada pasien diabetes mellitus menunjukkan
penurunan prevalensi stroke hemoragik termasuk ICH dibandingkan dengan
pasien yang tidak menderita diabetes mellitus. Sementara itu, prevalensi stroke
iskemik justru meningkat pada pasien dengan diabetes mellitus. Keadaan ini
dikaitkan dengan penurunan aliran darah ke otak pada pasien DM (8).
Mayoritas pasien dengan ICH mengalami nyeri kepala akut dan penurunan
kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada pemeriksaaan
biasanya didapati hipertensi kronik. Gejala dan tanda tergantung lokasi
perdarahan. Herniasi uncal dengan hiiangnya fungsi batang otak dapat terjadi.
Pasien yang selamat secara bertahap mengalami pemulihan kesadaran dlam
beberapa hari. Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal
dapat mengalami seizure tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral (3,
9).
Pasien Ny. K dari anamnesis yang didapat tidak mengalami nyeri kepala.
Entah pasien memang tidak mengalami atau keluarga tidak tahu apakah pasien
mengalami nyeri kepala atau tidak. Gejala yang dominan muncul pada pasien ini
adalah didapatkannya penurunan kesadaran secara tiba-tiba setelah HD. Selain itu,
juga didapat hemiparesis kontralateral yang sesuai dengan hasil CT Scan. Lesi
didapatkan pada hemisfer sinistra dan diikutu dengan manifestasi klinis
hemiparesis dextra.
Intraventrikular hemorrhage (IVH) merupakan terdapatnya darah dalam
sistem ventrikuler. Secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu perdarahan
intraventrikular primer dan perdarahan intraventrikular sekunder. Perdarahan
29
intraventrikular primer adalah terdapatnya darah hanya dalam sistem ventrikuler,
tanpa adanya ruptur atau laserasi dinding ventrikel. Disebutkan pula bahwa PIVH
merupakan perdarahan intraserebral nontraumatik yang terbatas pada sistem
ventrikel. Sedangkan perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat
pecahnya pembuluh darah intraserebral dalam dan jauh dari daerah
periventrikular, yang meluas ke sistem ventrikel (10, 11).
Sekitar 70% perdarahan intraventrikular (IVH) terjadi sekunder, IVH
sekunder mungkin terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim atau
subarachnoid yang masuk ke sistem intraventrikel. Kontusio dan perdarahan
subarachnoid (SAH) berhubungan erat dengan IVH. Perdarahan dapat berasal dari
middle communicating artery atau dari posterior communicating artery (12).
Dalam kasus ini IVH yang terjadi adalah tipe sekunder. Selain didapatkan
IVH juga didapatkan ICH pada gambaran radiologis.
Hipertensi dan aneurisma pembuluh darah pada otak dapat menyebabkan
timbulnya perdarahan pada sistem ventrikel. Ventrikel mempunyai fungsi sebagai
sarana penghasil LCS dan juga mengatur aliran. Bila terdapat penambahan
volume pada sistem ventrikel terlebih lagi darah maka ventrikel akan melebar dan
lebih mudah terjadi sumbatan. Sumbatan dapat terjadi pada bagian yang
menyempit, dapat terjadi clotting sehingga terjadi sumbatan. Bila terbentuk
sumbatan di situ akan secara otomatis tekanan intrakranialpun ikut meningkat
yang menyebabkan terjadinya desakan pada area sekitar otak. Penekanan dapat
menimbulkan reaksi berupa penurunan kesadaran akibat adanya penekanan pada
batang otak, menimbulkan nyeri kepala bila timbul penekanan pada area yang
30
sensitif nyeri, bila menyebabkan penekanan berat perfusi ke bagian-bagian otak
tertentu dapat berkurang. Berkurangnya perfusi dapat menyebabkan gangguan
fungsi otak. Seperti yang diketahui tiap bagian otak memiliki fungsi masing-
masing dalam menjalankan tugasnya seperti (13).
Sindrom klinis IVH menurut Caplan menyerupai gejala SAH, berupa (14):
1. Sakit kepala mendadak
2. Kaku kuduk
3. Muntah
5. Penurunan Kesadaran
Pada pasien ini didapatkan penurunan kesadaran, muntah, dan kaku kuduk yang
positif.
Etiologi PIVH bervariasi dan pada beberapa pasien tidak diketahui, teetapi
menurut penelitian didapatkan (15):
1. Hipertensi, aneurisma
PIVH tersering berasal dari perdarahan hipertensi pada arteri parenkim yang
sangat kecil dari jaringan yang sangat dekat dengan sistem ventrikuler
2. Kebiasaan merokok
3. Alkoholisme
Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya kejadian stroke perdarahan
pada pasien merokok dan konsumsi alkohol.
4. Etiologi lain yang mendasari PIVH di antaranya adalah anomali pembuluh
darah serebral, malformasi pembuluh darah termasuk angioma kavernosa dan
aneurisma serebri merupakan penyebab tersering PIVH pada usia muda. Pada
31
orang dewasa, PIVH disebabkan karena penyebaran perdarahan akibat
hipertensi primer dari struktur periventrikel.
Semua penderita yang dirawat dengan ICH harus mendapat pengobatan
untuk (1, 16):
1. ”Normalisasi” tekanan darah
Hipertensi dapat dikontrol dengan obat, sebaiknya tidak berlebihan karena
adanya beberapa pasien yang tidak menderita hipertensi; hipertensi terjadi
karena cathecholaminergic discharge pada fase permulaan. Lebih lanjut
autoregulasi dari aliran darah otak akan terganggu baik karena hipertensi
kronik maupun oleh tekanan intrakranial yang meninggi. Kontrol yang
berlebihan terhadap tekanan darah akan menyebabkan iskemia pada miokard,
ginjal dan otak.
Obat-obat anti hipertensi yang dianjurkan adalah dari golongan:
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors
Angiotensin Receptor Blockers
Calcium Channel Blockers
Normalisasi tekanan darah telah dilakukan dengan pemberian Amlodipin
10 mg dan Candesartan 8 mg.
2. Pengurangan tekanan intrakranial
Pemberian agen untuk mengurangi peningkatan TIK dan edema cerebral
seperti manitol juga tidak diberikan pada kasus ini. Ini disebabkan selain
menderita IVH dan ICH pasien juga menderita PGK. Apabila manitol yang
bersifat hipertonis ini bertahan dalam aliran darah akibat adanya gagal ginjal,
32
efek yang terjadi akan berbeda. Peninggian osmolaritas plasma yang bisa
menimbulkan gejala seperti pada kondisi hipernatremia, menyebabkan air
keluar dari sel dan otak secara osmosis. Hal ini mengarah ke kondisi ekspansi
volume, hiponatremia, dan asidosis metabolik, serta hiperkalemia.
3. Pengontrolan terhadap edema serebral
4. Pencegahan kejang
Pasien yang mempunyai perdarahan pada kepala tidak terkecuali
perdarahan intraventrikel dan intraserebral mempunyai risiko tinggi akan
terjadinya kejang. Menrut rekomendasi American Heart Association tahun
2007 pemberian obat anti kejang seperti Obat Anti Epilepsi pada pasien-pasien
dengan perdarahan di otak , dapat mencegah terjadinya kejang awal.
5. Neuroprotektan
Pada kasus ini neuroprotektan yang digunakan adalah citiccolin. Inj.
Brainact (Citicolin) berfungsi sebagai neuroprotektan. Terdapat 3 mekanisme
bagaimana citicolin dapat bekerja sebagai neuroprotektan (17):
Memperbaiki membran neuron dengan cara meningkatan sintesis
phosphatidylcholine
Memperbaiki kerusakan pada neuron kolinergik dengan cara potensiasi
produksi asetilkolin
Mereduksi jumlah asam lemak bebas yang dapat menginduksi kerusakan
neuron.
Sementara itu, tatalaksana untuk pasien IVH antara lain (18):
1. Kontrol tekanan darah
33
Rekomendasi dari American Heart Organization/ American Strouke
Association guideline 2009 merekomendasikan terapi tekanan darah bila >
180 mmHg. Tujuan yang ingin dicapai adalah tekanan darah sistolik ≥140
mmHg, dimaksudkan agar tidak terjadi kekurangan perfusi bagi jaringan otak.
Pendapat ini masih kontroversial karena mempertahankan tekanan darah yang
tinggi dapat juga mencetuskan kembali perdarahan. Nilai pencapaian CPP 60
mmHg dapat dijadikan acuan untuk mencukupi perfusi otak yang cukup.
2. Terapi anti koagulan
Dalam 24 jam pertama IVH ditegakkan dapat diberikan antikoagulan.
Pemberian yang dianjurkan adalah fresh frozen plasma diikuti oleh vitamin K
oral. Perhatikan waktu pemberian antikoagulan agar jangan melebihi 24 jam.
Dimasudkan untuk menghindari tejadinya komplikasi.
3. Penanganan peningkatan TIK:
Elevasi kepala 300C
Dimaksudkan untuk melakukan drainage dari vena-vena besar di leher
seperti vena jugularis
Trombolitik
Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya clotting yang dapat
menyumbat aliran LCS di sistem ventrikel sehingga menimbulkan
hidrosefalus. Trombolitik yang digunakan sebagai obat pilihan untuk
intraventrikular adalah golongan rt-PA (recombinant tissue
plasminogen activator). Obat golongan ini bekerja dengan mengubah
plaminogen menjadi plasmin , plasmin akan melisis fibrin clot atau
34
bekuan yang ada menjadi fibrin degradation product. Contoh obat yang
beredar adalah alteplase yang diberikan bolus bersama infus.
Penggunaan terapi antikoagulan dan trombolitik untuk IVH pada
kasus ini tidak digunakan. Alasannya terdapat perdarahan lain yaitu di
intraserebral. Dikhawatirkan pemberian antikoagulan dan trombolitik
dapat memperparah perdarahan tersebut.
Pemasangan EVD (Eksternal Ventrikular Drainage)
Teknik yang digunakan untuk memantau TIK ataupun untuk kasus ini
digunakan untuk melakukan drainase pada LCS dan darah yang ada di
ventrikel. Indikasi dilakukannya teknik ini bila didapatkan adanya
obstruksi akut hidrosefalus, dapat diketahui dengan melakukan
penilaian graeb score.
Rekomendasi AHA Guideline 2009 (19):
1. Pasien dengan nilai GCS <8, dan dengan bukti klinis herniasi transtentorial,
atau dengan IVH yang nyata atau hidrosefalus dipertimbangkan untuk monitor
dan tatalaksana TIK. Cerebral perfusion pressure (CPP) 50-70 mmHg
beralasan untuk dipertahankan tergantung dari autoregulasi serebri. (IIb; C).
(rekomendasi baru).
2. Drainase ventrikuler sebagai terapi untuk hidrosefalus beralasan pada pasien
dengan penurunan tingkat kesadaran.
3. Terapi hidrosefalus pada pasien dilanjutkan dengan konsul ke bagian bedah
saraf dengan rencana tindakan VP shunt cito. Ventriculoperitoneal (VP) Shunt
35
merupakan tehnik operasi yang paling popular untuk tatalaksana hidrosefalus,
yaitu LCS dialirkan dari ventrikel otak ke rongga peritoneum.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani WI, Setiowulan W eds. Strok. Dalam : Kapita selekta kedokteran jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius, 2002; 17-26
2. Gilroy J. Basic neurology. 3rd ed. New York: Mc.Graw-Hill, 2000.
3. Caplan LR. Caplan’s Stroke: A clinical approach. 3rd ed. Boston: ButterworthHeinermann, 2000.
4. Woo D, et al. Effect of untreated hypertension on hemorrhagic stroke. Stroke 2004; 35:1703–1708.
5. Ropper AH, Brown RH Adams and victor’s principles of neurology. 8th ed. New York: McGraw – Hill, 2005.
6. Khrisna PR, Nares R, Khrisna SR. Stroke in kidney disease. Indian Journal of Nephrology 2009; 19:5-7.
7. Toyoda K, Fujii K, Fujimi S, et al. Stroke in patients on maintenance hemodialysis 22 year single-center study. Am J Kidney Dis 2005; 45:1058-1066.
8. Bell DSH. Stroke in diabetic patients. Diabetic Care 1994; 17:214-219.
9. Rost NS, Smith EE, Chang Y, et al. Prediction of functional outcome in patients with primary intracerebral hemorrhage. The FUNC Score. Stroke 2008; 39:2304-2309.
10. Giray S, Sen O, Sarica FB, et al.Spontaneous intraventricular hemorrhage in adults: clinical data, etiology and outcome. Turkish Neurosurgery. 2009; 19(4):334-338.
37
11. Hallevi H, Albright KC, Aronowski J, et al. Intraventricular hemorrhage: anatomic relationships and clinical implications. Neuroloogy. 2008; 70:848:852.
12. Hanley DF. Intraventricular hemorrhage: severity factor and treatment target in spontaneus intracerebral hemorrhage. Stroke. 2009; 40:1533-1538.
13. Waxman SG. Clinical neuroanatomy 25th ed. New York: Mc Graw Hill Companies, 2007.
14. Brust John C.M. current diagnosis & treatment neurology. 2nd edition. New York: Mc Graw-Hill companies, 2012.
15. Caplan LR. Caplan’s stroke: a clinical approach, 4th ed. USA: Saunders Elsevier; 2009.
16. Sastrodiningrat AG. Perdarahan intraserebral hipertensif. Majalah Kedokteran Nusantara 2006; 39:331-338.
17. Conant R, Schauss AG. Therapeutic applications of citicoline for stroke and cognitive dysfunction in the elderly: a review of the literature. Alternative Medicine Review 2004; 9:17-31.
18. Annibal J david. Periventrikuler hemorrage-intraventrikuler hemorrage. (Available on http://emedicine.medscape.com, 15 Juli 2014)
19. AHA Guidelines 2009.
38