Lapsus DM tipe 2 dgn kaki diabetik

25
PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh adanya kenaikan kadar gula darah (hiperglikemia) kronik. Keadaan hiperglikemia kronik pada DM dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi kronik beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Keadaan hiperglikemia kronik tersebut dapat mengenai banyak organ pada semua lapisan masyarakat di seluruh dunia. 1 Menurut WHO, pada tahun 2004 didapatkan lebih dari 150 juta orang dari seluruh dunia yang menderita diabetes. Angka kejadian ini meningkat dengan cepat dan diperkirakan pada tahun 2025 akan bertambah dua kali lipat. Peningkatan angka prevalensi diabetes yang paling besar terjadi di Asia dan Afrika. Peningkatan angka kejadian diabetes ini diikuti juga oleh Negara berkembang melalui urbanisasi dan akibat perubahan gaya hidup. 2 Pada tahun 2000 di Indonesia diperkirakan minimal terdapat 4 juta. Diperkirakan pada tahun 2010 1

Transcript of Lapsus DM tipe 2 dgn kaki diabetik

Page 1: Lapsus DM tipe 2 dgn kaki diabetik

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh

adanya kenaikan kadar gula darah (hiperglikemia) kronik. Keadaan hiperglikemia

kronik pada DM dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi kronik beberapa

organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Keadaan

hiperglikemia kronik tersebut dapat mengenai banyak organ pada semua lapisan

masyarakat di seluruh dunia.1

Menurut WHO, pada tahun 2004 didapatkan lebih dari 150 juta orang dari

seluruh dunia yang menderita diabetes. Angka kejadian ini meningkat dengan

cepat dan diperkirakan pada tahun 2025 akan bertambah dua kali lipat.

Peningkatan angka prevalensi diabetes yang paling besar terjadi di Asia dan

Afrika. Peningkatan angka kejadian diabetes ini diikuti juga oleh Negara

berkembang melalui urbanisasi dan akibat perubahan gaya hidup.2 Pada tahun

2000 di Indonesia diperkirakan minimal terdapat 4 juta. Diperkirakan pada tahun

2010 jumlah penderita diabetes di Indonesia menjadi minimal 5 juta.1

Penderita diabetes yang kontrol diabetesnya baik, ternyata lebih sedikit

mengalami komplikasi kronik, itu sebabnya para pakar diabetes menekankan

pentingnya pengendalian atau kontrol diabetes yang ketat (baik).3 Diantara

komplikasi kronik DM, kelainan pada tungkai bawah yang selanjutnya disebut

sebagai kaki diabetes, merupakan komplikasi yang paling mencemaskan bagi

pasien dan dokter yang mengobatinya. Data dari berbagai penelitian di Indonesia

menunjukan angka amputasi dan angka kematian ulkus/gangren diabetes masing-

1

Page 2: Lapsus DM tipe 2 dgn kaki diabetik

masing sebesar 15-30% dan 17-32%. Sampai saat ini pengelolaan kaki diabetes

masih merupakan kendala yang cukup berat untuk diatasi.1

Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus diabetes mellitus tipe II dengan

kaki diabetes yang dirawat di bagian penyakit dalam pria RSUD Ulin

Banjarmasin.

2

Page 3: Lapsus DM tipe 2 dgn kaki diabetik

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. S

Umur : 48 tahun

Pekerjaan : Swasta

Agama : Islam

Alamat : Jl. Veteran km. 3,5 RT. 15 No. 20 Banjarmasin

B. Anamnesa

1. Keluhan Utama : Luka dan bengkak pada kaki kiri

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 20 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengaku kakinya

mulai bengkak. Awalnya kaki pasien tertusuk keong di sawah. Kemudian

luka dibawa ke mantri dan puskesmas. Kaki sudah diberi obat dan disuntik

(pasien tidak tahu nama dan jenis obat yang disuntikkan), tetapi luka tidak

sembuh-sembuh dan kaki semakin membengkak dan terasa sakit. Pasien

tidak ada keluhan panas.

Pasien mengaku sering merasa haus dan sering buang air kecil.

Pasien juga mengaku nafsu makan normal tetapi berat badan pasien tidak

bertambah. Karena keluhan sakit dikakinya tidak sembuh-sembuh, pasien

berobat ke dokter swasta dan disarankan untuk berobat ke RSUD Ulin.

3

Page 4: Lapsus DM tipe 2 dgn kaki diabetik

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak tahu ada riwayat kencing manis, riwayat darah tinggi

dan asma tidak ada.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat kencing manis, hipertensi dan asma dalam

keluarga.

C. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

2. Kesadaran : Compos Mentis

3. Tanda Vital : TD = 120/70 mmHg N = 24 x/menit

RR = 96 x/menit T = 36,8oC

4. Kulit : warna sawo matang, sianosis tidak ada, hemangioma tidak ada,

turgor cepat kembali, vena kolateral tidak ada, kelembaban cukup.

5. Kepala dan Leher

Rambut : warna hitam, lurus, tipis, tidak mudah dicabut, alopesia tidak ada.

Kepala : bentuk simetris, tidak ada trauma maupun memar.

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokhor

refleks cahaya (+/+)

Mulut : bentuk normal, mukosa tidak anemis, lidah tidak kotor, tidak

tremor, tidak ada perdarahan gusi, pharing tidak ada edema dan

tidak hiperemis

4

Page 5: Lapsus DM tipe 2 dgn kaki diabetik

Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, jugular venous

pressure tidak meningkat, pembesaran kelenjar getah bening

tidak ada, kaku kuduk tidak ada.

6. Thorak

Paru : I = Gerakan nafas simetris

P = Fremitus raba simetris, nyeri tekan tidak ada

P = Sonor, nyeri ketuk tidak ada

A = Suara nafas vesikuler, Ronkhi (-), Wheezing (-)

Jantung : I = Iktus, pulsasi dan voussure cardiaqe tidak terlihat

P = Thrill tidak teraba

P = Batas Kanan ICS IV LPS Dextra

Batas Kiri ICS VI LMC Sinistra

A = S1 dan S2 tunggal, bising dan murmur tidak ada

7. Abdomen

I = tampak datar, umbilikus tidak menonjol

P = Hepar/Lien/Massa tidak teraba, nyeri tekan epigastrium tidak ada

P = timpani, nyeri ketuk tidak ada, shifting dullness tidak ada

A = Bising usus (+) normal.

8. Ekstremitas

- Atas: refleks fisiologis (+) kanan kiri tidak meningkat, refleks patologis

(-/-), edema, deformitas dan atrofi tidak ada.

- Bawah : Refleks fisiologis (+/+), reflex patologis (-/-), edema (-/+),

atrofi dan deformitas tidak ada.

5

Page 6: Lapsus DM tipe 2 dgn kaki diabetik

Status lokalis ekstremitas bawah kiri :

- Inspeksi: tampak kaki pedis sinistra bengkak, hiperemi (+), luka (+)

- Palpasi : nyeri tekan positif

D. Pemeriksaan Penunjang

25 April 2005

Darah Rutin :

Hb : 12,3 gr%

Eritrosit : 5,44 juta/mmk

Leukosit : 15.000/mmk

Trombosit : 235.000/mmk

Hematokrit : 42%

Kimia Darah :

GDS : 445 mg/dl

Urea : 37 mg/dl

Kreatinin : 0,7 mg/dl

Asam urat : 4,7 mg/dl

SGPT : 23 U/L

SGOT : 20 U/L

27 April 2005

- GDP : 294 mg/dl

- GD 2 J PP : 236 mg/dl

- Foto Pedis : Soft tissue swelling (+), gas gangren (-), gambaran tulang

normal

28 April 2005

GDP : 212 mg/dl

30 April 2005

GDS : 270 mg/dl

2 Mei 2005

GDS : 235 mg/dl

6

Page 7: Lapsus DM tipe 2 dgn kaki diabetik

4 Mei 2005

GDS : 136 mg/dl

E. Diagnosis

Diabetes Mellitus Type II dengan Kaki Diabetes

F. Follow up dan Penatalaksanaan

Follow Up 25/4 26/4 27/4 28/4 29/4 30/4 1/5 2/5 3/5 4/5

SUBJEK

Panas

Kaki Bengkak

Nanah

Kaki Nyeri

-

+

+

+

-

+

+

+

-

+

+

+

-

+

<

<

-

<

<

<

-

<

<

<

-

<

<

<

-

<

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Objek

TD 120/

70

120/

70

110/

70

130/

80

120/

80

120/

70

120/

70

110/

70

120/

60

120/

80

Nadi 82 86 90 86 84 88 90 88 86 88

Respirasi 20 22 18 22 20 20 22 22 20 24

Suhu 36,6 36,8 37,0 36,5 36,8 36,6 36,7 36,5 37,2 36,8

Planning

IVFD RL 20 tts/mnt + + + + + + + + + +

Cefotaxime 3x1 gr + + + + + + + + + +

Inj. Gentamisin 2x80 mg - - + + + + + - - -

Actravid 3x8 IU + + - - - - - - - -

Actravid 3x10 IU - - + + + - - - - -

Actravid 3x12 IU + + + - - + + - - -

Actravid 3x14 IU - - - - - - - + + +

Asetosal 1x100 - - - + + + + + + +

Asam folat 2x1 - - - + + + + + + +

Kompres Gentamisin 80mg-NaCl + + + + + + + + + +

7

Page 8: Lapsus DM tipe 2 dgn kaki diabetik

PEMBAHASAN

Diabetes mellitus (DM) sering disebut sebagai the great imitator dissease,

karena penyakit ini dapat mengenai semua organ dan menimbulkan berbagai

macam keluhan. DM adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang bersifat

adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, gangguan

insulin atau keduanya. Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan dengan adanya

gejala khas DM berupa poliuiri, polidipsi, polifagia, lemas, berat badan menurun

serta gejala lain/gejala tidak khas yang mungkin diungkapkan adalah kesemutan,

gatal, mata kabur, impotensi atau keputihan. 4

Menurut American Diabetes Association (ADA), Diabetes Mellitus

diklasifikasikan menjadi DM tipe I dan DM tipe II. Menurut ADA yaitu apabila

kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl, kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl

dan kadar glukosa darah 2 jam PP adalah > 200 mg/dl.5

Perlu dilakukan pemeriksaan penyaring pada kelompok dengan salah satu

resiko DM sebagai berikut : 6

Usia > 45 tahun

Berat badan : BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2

Hipertensi (> 140/90 mmHg)

Riwayat DM dalam garis keturunan

Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi >

4000 gr

Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 360 mg/dl

8

Page 9: Lapsus DM tipe 2 dgn kaki diabetik

Klasifikasi etiologi DM menurut ADA (1997) sesuai anjuran Perkumpulan

Endokrinologi Indonesia (PERKENI) ialah :7

1. DM tipe I (destruksi sel β, umumnya menjurus ke defisiensi insulin

absolute: autoimun, idiopatik)

2. DM tipe II (bervariasi mulai terutama dominan resistensi insulin disertai

defisiensi insulin relatif sampai terutama defek sekresi insulin disertai

resistensi insulin).

3. DM tipe lain :

a. Defek genetik fungsi β :

- Maturity onset diabetes Of The Young (MODY) 1,2,3

- DNA mitokondria

b. Defek genetik kerja insulin

c. Penyakit eksokrin pankreas

d. Endokrinopati : akromegali, syndrome cushing, feokromositoma dan

hipertyroidisme.

e. Karena obat/zat kimia

- Vacor, pentamidin, asam nikotinat

- Glukokortikoid, hormone tiroid

- Tiazid, dilantin, interferon alfa, dan lain-lain

f. Infeksi : rubella congenital, sitomegalovirus

g. Penyebab imunologi yang jarang : antibody antiinsulin

h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM : sindrom down,

sindrom kleinefelter, sindrom turner, dan lain lain.

9

Page 10: Lapsus DM tipe 2 dgn kaki diabetik

4. Diabetes Mellitus Gestasional (DMG)

Diabetes Mellitus gestasional diartikan sebagai intoleransi glukosa

yang ditemukan pada saat hamil dan diperkirakan insiden sebesar 1-3%.

Pada umumnya mulai ditemukan pada kehamilan trimester ketiga.

10

Gambar : Langkah-langkah diagnosis DM dangangguan toleransi glukosa.6

Keluhan klnis DM

Keluhan khas (+) Keluhan khas (-)

GDPAtauGDS

≥ 126

≥ 200

< 126

< 200

GDPAtauGDS

≥ 126

≥ 200

110-125 < 110

110-199

Ulang GDS atau GDP

≥ 126

≥ 200

< 126

< 200

GDPAtauGDS

TTGOGD 2 Jam

≥ 200 140-199 < 140

GDPT NormalTGTDIABETES MELLITUS

Evaluasi status giziEvaluasi penyulit DMEvaluasi dan perencanaan makan

Sesuai kebutuhan

Nasihat umumPerencanaan makanLatihan jasmaniBerat IdamanBelum perlu obat penurun glukosa

Keterangan: GDP (Glukosa Darah Puasa), GDS (Glukosa Darah Sewaktu),

GDPT (Glukosa Darah Puasa Teragnggu, TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)

Page 11: Lapsus DM tipe 2 dgn kaki diabetik

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksan laboratorium pasien ini didiagnosa

sebagai DM dengan komplikasi kaki diabetes. Didiagnosa sebagai penderita DM

karena didapatkan gejala yang mendukung, yaitu sering buang air kecil, sering

haus, penurunan berat badan, dan luka yang lama sembuh. Selain itu juga

didapatkan kadar glukosa darah sewaktu yang meningkat dari normal (445 mg/dl)

pada pemeriksaan darah rutin. Pada keadaan pasien yang demikian perlu

dilakukan tes toleransi glukosa oral untuk memastikan diagnose DM.

Diabetes pada orang dewasa seringkali langsung dinyatakan sebagai DM

tipe II, sebagaimana halnya dengan kasus ini. DM bentuk ini bervariasi mulai dari

yang mempunyai kelainan utama resistensi insulin disertai defisiensi insulin

relatif sampai dengan kelainan utama adalah defek sekresi insulin yang disertai

resistensi insulin.8

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terhadap meningktanya

kerentanan penderita DM terhadap penyakit infeksi antara lain : 9

1. Tingginya kadar glukosa darah

Kemampuan lekosit memfagosit dan membunuh kuman berkurang

akibatnya infeksi mudah berkembang. Adanya kerusakan atau penurunan

fungsi fagositosis bakteri dan pertahanan sel oleh granulosit dapat terlihat

pada serum penderita DM yang tidak terkontrol (glukosa darah > 250

mg/dl).

2. Gangguan mekanisme seluler

Semua asfek fungsi fagosit yaitu adherence, fagositosis dan

intercellular killing terganggu pada pasien DM. Gangguan gerakan sel

11

Page 12: Lapsus DM tipe 2 dgn kaki diabetik

(sitotaksis, kemotaksis dan leukotaksis) tampaknya bersifat herediter dan

tidak diperburuk oleh tingginya kadar glukosa darah. Dalam melaksanakan

fungsinya “menelan” partikel sasaran, sel-sel fagosit (neutrofil dan

makrofag) harus mengenal dan menempel dulu pada sel sasaran. Proses

pengenalan sel sasaran melalui reseptor IgG pada membrane sel,

komplemen C3b dan lektin. Pada pasien DM dengan HLA B8/DR3 kadar

IgA serta IgG berkurang. Defisiensi komplemen terutama C4 merupakan

kejadian yang sering dijumpai pada DM tipe I. Masih belum jelas pengaruh

berkurangnya komplemen pada proses fagositosis leukosit. Sulitnya

mengukur kemampuan fagsositosis leukosit menyebabkan kesimpulan hasil-

hasil penelitian yang berbeda. Sesudah mikroroganisme sarsan “ditelan”,

granula-granula lisosom dilepaskan ke dalam vakuola dan proses

“membunuh” dengan cara oksidatif dan non-oksidatif berlangsung. Cara

oksidatif dengan menggunakan produk-produk oksigen aktif seperti

superoksida, hydrogen peroksida dan hipoklorit berlangsung lebih awal.

Energi cara oksidatif ini dipaosk melalui heksose monofosfat shunt (HMPS).

Proses ini diawali dengan oksidasi membran sel yang memanfaatkan donor

elektron yang berasal dari NADPH yang menghasilkan radikal superoksida.

Dalam keadaan normal glukosa memasuki HMPS dan menghasilkan

NADPH. Dinding leukosit permeabel terhadap glukosa sehingga pada

keadaan hiperglikemia, glukosa membannjiri HMPS di dalam leukosit dan

dimetabolisme oleh aldose redoktase melalui polyolpathway. Aldose

reduktase merupakan enzim yang membutuhkan NADPH dan berakibat

12

Page 13: Lapsus DM tipe 2 dgn kaki diabetik

menurunnya produksi radikal superoksid yang dibutuhkan oleh leukosit

untuk proses “oksidative killing”. Obat penyekat aldose reduktase terbukti

mampu memulihkan proses abnormalitas tersebut dengan cara memulihkan

kadar radikal superoksid.

3. Pengaruh hormonal

Kaitan DM dengan peran hormon selain insulin dalam hubungannya

dengan ketahanan tubuh terhadap infeksi masih belum jelas. Pengaruh anti

inflamasi steroid adrenal dikaitkan dengan permeabilitas mikrovaskuler,

menurunnya respon antibodi dan sistem retikuloendotelial.

4. Angiopati

Insufisiensi vaskuler sangat berperan dalam timbulnya infeksi pada

kaki. Pada DM infeksi merupakan faktor yang penting dalam patogenesis

gangren.

5. Neuropati dan mekanik

Neuropati sensorik menyebabkan berkurangnya rasa nyeri setempat

sehingga luka kurang disadari dan diabaikan oleh paien,serta berakibat

terlambatnya pengobatan. Luka dapat timbul spontan misalnya akibat bula

yang pecah atau akibat ruda paksa. Neuropati motorik dapat berakibat

deformitas bentuk kaki dan gangguan titik-titik tekan pada telapak kaki.

Lebih lanjut neuropati autonom dapat menyebabkan atoni kandung kemih

serta gangguan mekanisme fungsi kelenjar keringat. Atoni kandung kemih

menyebakna timbulnya stasis residu urin dalam kandung kemih yang

merupakan faktor predisposisi infeksi yang sering kambuh.

13

Page 14: Lapsus DM tipe 2 dgn kaki diabetik

Untuk terapi DM pada kasus ini penderita diberikan suntikan insulin

actrapid, pemberian insulin pada penderita ini sesuai dengan indikasi pengobatan

dengan insulin yaitu pada keadaan DM dengan infeksi. Karena pada keadaan

infeksi biasanya menyebabkan kebutuhan insulin meningkat cepat dan banyak.

Seringkali dibutuhkan pemberian tambahan insulin untuk mempertahankan

kendali metabolisme. Karena defisiensi terhadap insulin, menyebabkan kerusakan

atau ketidaknormalan respon leukosit dan limfosit terhadap infeksi. 10

Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronis DM. Komplikasi

sering ditemukan pada penderita DM. Sekitar 5-10% dari penderita DM

ditemukan ulserasi pada kaki dan sekitar 1% dari mereka akan mengalami

amputasi. Berbagai faktor secara bersama-sama berperan pada terjadinya

ulkus/gangren diabetes. Dimulai dari faktor DM yang tidak dikelola dengan baik,

adanya neuropati perifer maupun autonom, diserati faktor komplikasi vaskuler

yang memperburuk aliran darah ke kaki tempat luka dan faktor kerentanan

terhadap infeksi akibat respon kekebalan tubuh yang menurun pada keadaan DM

tidak terkendali, serta kemudian ditambah lagi dengan faktor ketidaktahuan pasien

sehingga terjadilah kaki diabetes tersebut. 11

Adapun klasifikasi/penentuan derajat lesi menurut Wagner adalah : 12

1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit intak/utuh

2. Derajat 1 : Tukak supefisial, tanpa infeksi, terbatas pada kulit

3. Derajat 2 : Tukak dalam, tembus kulit sampai dengan tendon dan

tulang

4. Derajat 3 : Tukak dalam dengan infeksi

14

Page 15: Lapsus DM tipe 2 dgn kaki diabetik

5. Derajat 4 : Tukak dengan gangren pada 1-2 jari kaki

6. Derajat 5 : Tukak dengan gangren luas seluruh kaki

Sedangkan perawatan atau pengobatan pada tiap derajat lesi adlah :12

1. Derajat 0 : Tidak ada perawatan lokal secara husus

2. Derajat 1-4 : Terdiri dari terapi non-bedah (obat-obatan) dan

tindakan bedah minor

3. Derajat 5 : amputasi atau bedah mayor (mulai dari lutut atau

dibawah lutut) yang sedapat meungkin didahului dengan bedah

minor.

15

Diabets Mellitus

Neuropati Penyakit vascular periferal

HiperlipidemiaMerokok

Neuropati Autonomic Neuropati

Somatik

Pain sensationProprioseptif

Masalah ortopedi

Limited joint movement

Keringat Altered blood flow

Plantar pressure

Dry skin fissure

Engorged vein Warm foot

Otot hipotropik

Ulkus pada kaki

Callus

Ischemic limb

Infeksi

Skema : Patofisiologi terjadinya kaki diabetes pada DM 13

Page 16: Lapsus DM tipe 2 dgn kaki diabetik

Tindakan debridement yang baik pada tukak diabet sangat penting untuk

mendapatkan hasil pengelolaan yang memadai. Pemberian antibiotik sering

memerlukan kombinasi berbagai macam obat, disesuaikan dengan

hasilpemeriksaan biakan dan resistensi kuman. Dengan demikian, berbagai

tindakan untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang baik harus dikerjakan

bersama-sama, sekaligus memanfaatkan debridement luka yang adekuat,

perawatan dan pemantauan luka yang baik, pengendalian kadar glukosa darah,

menggunakan antibiotik yang tepat dan adekuat, semuanya diharapkan memberi

hasil pengelolaan yang lebih baik.12

Pada pasien ini komplikasi kaki diabetesnya dikelola dengan melakukan

dressing berupa kompres NaCL dan gentamisin 80 mg. Juga diberikan injeksi

cefotaxime 3x1 gr, obat ini berfungsi untuk mengobati infeksi kaki diabetes yang

termasuk derajat 1. Selain itu juga diberikan injeksi gentamisin 2x80 mg. Pada

keadaan infeksi berat, penggunaan antibiotik harus dilakukan semaksimal

mungkin dengan pemikiran bahwa infeksi berat umumnya disebabkan oleh lebih

dari satu jenis kuman, disamping itu juga sering disertai kuman anaerob.5

Sedangkan obat-obatan lain diberikan untuk menghilangkan symptom atau gejala

yang ada, antara lain antrain/parasetamol, asma folat dan asetosal.

Dari hasil pemeriksaan fungsi gunjal dan hati tidak ditemukan adanya

kelainan. Dan selama perawatan keadaan penderita membaik, glukosa darah

sewaktu teregulasi dan penderita dijinkan pulang dengan pengobatan diteruskan

secara rawat jalan.

16

Page 17: Lapsus DM tipe 2 dgn kaki diabetik

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus seorang laik-laki, Tn. S, 48 tahun, telah

dirawat di ruang penyakit dalam pria RSUD Ulin Banjarmaisn dengan diagnose

DM tipe II dengan komplikasi kaki diabetes derajat I. Selama perawatan keadaan

penderita membaik dan diijinkan pulang untuk pengobatan rawat jalan.

17