Lapsus Bronkiolitis Nik

33
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bronkiolitis adalah penyakit saluran pernapasan bayi yang lazim, akibat dari obstruksi radang saluran pernapasan kecil. Penyakit ini terjadi selama umur 2 tahun pertama, dengan insiden puncak pada sekitar umur 6 bulan, dan pada banyak tempat penyakit ini paling sering menyebabkan rawat inap bayi di rumah sakit. Insidensi tertinggi selama musim dingin dan awal musim semi. Penyakit ini terjadi secara sporadik dan endemik. (1) Bronkiolitis yang terjadi di bawah umur satu tahun kira-kira 12% dari seluruh kasus, sedangkan pada tahun kedua lebih jarang lagi, yaitu sekitar setengahnya. Penyakit ini menimbulkan morbiditas infeksi saluran napas bawah terbanyak pada anak. Penyebab yang paling banyak adalah virus Respiratory syncytial, kira-kira 45-55% dari total kasus. Sedangkan virus lain seperti Parainfluenza, Rhinovirus, Adenovirus, dan Enterovirus sekitar 20%. Bakteri dan mikoplasma sangat jarang menyebabkan bronkiolitis pada bayi. Sekitar 70% kasus bronkiolitis pada bayi terjadi gejala yang berat sehingga harus dirawat di rumah 1

Transcript of Lapsus Bronkiolitis Nik

Page 1: Lapsus Bronkiolitis Nik

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Bronkiolitis adalah penyakit saluran pernapasan bayi yang lazim, akibat

dari obstruksi radang saluran pernapasan kecil. Penyakit ini terjadi selama umur 2

tahun pertama, dengan insiden puncak pada sekitar umur 6 bulan, dan pada

banyak tempat penyakit ini paling sering menyebabkan rawat inap bayi di rumah

sakit. Insidensi tertinggi selama musim dingin dan awal musim semi. Penyakit ini

terjadi secara sporadik dan endemik.(1)

Bronkiolitis yang terjadi di bawah umur satu tahun kira-kira 12% dari

seluruh kasus, sedangkan pada tahun kedua lebih jarang lagi, yaitu sekitar

setengahnya. Penyakit ini menimbulkan morbiditas infeksi saluran napas bawah

terbanyak pada anak. Penyebab yang paling banyak adalah virus Respiratory

syncytial, kira-kira 45-55% dari total kasus. Sedangkan virus lain seperti

Parainfluenza, Rhinovirus, Adenovirus, dan Enterovirus sekitar 20%. Bakteri dan

mikoplasma sangat jarang menyebabkan bronkiolitis pada bayi. Sekitar 70%

kasus bronkiolitis pada bayi terjadi gejala yang berat sehingga harus dirawat di

rumah sakit, sedangkan sisanya biasanya dapat dirawat di poliklinik. Sebagian

besar infeksi saluran napas ditularkan lewat droplet infeksi. Infeksi primer oleh

virus RSV biasanya tidak menimbulkan gejala klinik, tetapi infeksi sekunder pada

anak tahun-tahun pertama kehidupan akan bermanifestasi berat. Virus RSV lebih

virulen daripada virus lain dan menghasilkan imunitas yang tidak bertahan lama.

Infeksi ini pada orang dewasa tidak menimbulkan gejala klinis. RSV adalah

golongan paramiksovirus dengan bungkus lipid serupa dengan virus

parainfluenza, tetapi hanya mempunyai satu antigen permukaan berupa

glikoprotein dan nukleokapsid RNA helik linear. Tidak adanya genom yang

bersegmen dan hanya mempunyai satu antigen bungkus berarti bahwa komposisi

antigen RSV relatif stabil dar tahun ke tahun.(2)

Infeksi virus sering berulang pada bayi. Hal ini disebabkan oleh:

1

Page 2: Lapsus Bronkiolitis Nik

1. Kegagalan sistem imun host untuk mengenal serotipe protektif dari virus.

2. Kerusakan sistem memori respons imun untuk memproduksi interleukin I

inhibitor dengan akibat tidak bekerjanya sistem antigen presenting.

3. Penekanan pada sistem respons imun sekunder oleh infeksi virus dan

kemampuan virus untuk menginfeksi makrofag serta limfosit. Akibatnya,

terjadi gangguan fungsi seperti kegagalan produksi interferon, interleukin I

inhibitor, hambatan terhadap antiobodi neutralizing, dan kegagalan

interaksi dari sel ke sel.(2)

Bronkiolitis yang disebabkan oleh virus jarang terjadi pada masa neonatus.

Hal ini karena antibodi neutralizing dari ibu masih tinggi pada 4-6 minggu

kehidupan, kemudian akan menurun. Antibodi tersebut mempunyai daya proteksi

terhadap infeksi saluran napas bawah, terutama terhadap virus.(2)

I.2. Tujuan

Untuk mengetahui dan memahami bronkiolitis dari definisi, etiologi,

patogenesis, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosisnya.

2

Page 3: Lapsus Bronkiolitis Nik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Bronkiolitis adalah penyakit inflamasi akut dari saluran atas dan bawah

menyebabkan obstruksi dari saluran napas kecil.(3)

II.2. Etiologi

Respiratory Syncytial Virus (RSV) adalah agen yang paling sering yang

ditemukan dalam isolasi sebanyak 75% pada anak-anak kurang dari 2 th yang

menderita bronkiolitis dan dirawat di rumah sakit. Penyebab lain yang

menyebabkan bronkiolitis termasuk didalamnya adalah virus para influenza tipe 1

dan 3, influenza B, para influenza tipe 2, adenovirus tipe 1,2,5 dan mycoplasma

yang paling sering pada anak-anak usia sekolah. Terdapat pembuktian bahwa

kompleks imunologis yang memainkan peranan penting dari patogenesis dari

bronkiolitis dengan RSV. Reaksi alergi tipe 1 dimediasi oleh antibodi Ig E hal ini

dapat dihitung untuk signifikansi dari bronkiolitis. Bayi yang meminum ASI

dengan colustrum tinggi yang didalamnya terdapat Ig A tampaknya lebih relaktif

terproteksi dari bronkiolitis.(4)

Adenovirus dapat dihubungkan dengan komplikasi jangka lama, termasuk

bronkiolitis obliterans dan sindrom paru hiperlusen unilateral (sindrom Swyer-

James).

Virus sinsisial respiratorik

VSR adalah virus RNA terikat membran berukuran medium yang

berkembang dalam sitoplasma sel yang terinfeksi dan matang dengan pertunasan

dari membran plasma. Berbagai strain VSR menunjukan beberapa heterogenitas

antigenik. Variasi ini terutama ditemukan pada hanya satu dari dua glikoprotein

permukaan dari virus menunjukan reaksi pada hospes manusia seperti satu serotip.

VSR menghasilkan sitopatologis sinsitial khas dalam biakan jaringan spesimen

dikirim dengan cepat dalam es basah karena labil. (4)

3

Page 4: Lapsus Bronkiolitis Nik

Adeno virus

Adenovirus adalah virus DBA ukuran sedang, yang diklasifikasikan menjadi

subgena A sampai G. Tipe 1-39 ada dalam subgena A sampai E, tipe 40 adalah

subgenus F, dan tipe 41 adalah subgenus G, virion mempunyai pembungkus

ikosahedral yang tersusun dari berbagai protein, yang paling berlebihan darinya

adalah “hexon”, antigen biasa yang bereaksi silang dengan semua adenovirus

mammalia. “penton” memberi spesifisitas tipe, dan antibodi terhadapnya adalah

protektif. Penton ini juga sitotoksik pada biakan jaringan, dan sifat sofatoksik

telah dianggap berasal darinya juga in vivo. Adenovirus dapat juga

diklasifikasikan dengan mencetakkan “sidik jari” DNAnya pada jelli sesudah

terdigesti dengan pembatasan endonuklease, dan klasifikasi ini biasanya sesuai

dengan tipe-tipe antigeniknya. (4)

Semua tipe adenovirus kecuali tipe 40 dan 41 tumbuh dalam sel ginjal

embrional manusia primer, dan kebanyakan tumbuh pada sel Hep-2 atau HeLa,

menghasilkan pengaruh sitopatik, destruktif khas. Tipe 40 dan 41 (dan serotip lain

juga), tumbuh pada 293 sel, deretan sel ginjal embrional manusia yang kepadanya

telah dimasukkan gena adenovirus “awal” tertentu.

Banyak tipe adenovirus, tetapi terutama tipe anak biasa (1,2 dan 5), dilepas

selama masa yang panjang dari saluran pernafasan maupun saluran cerna. Tipe ini

juga menyebabkan infeksi tonsil ringan dan kronik. (4)

Virus para influenza

Ada empat virus dalam famili parainfluenza yang menyebabkan sakit pada

manusia, ditandai tipe 1-4. Virus mempunyai genom RNA helai tunggal, tidak

bersegmen dengan pembungkus mengandung lipid yang berasal dari pertunasan

melalui membran sel. Bagian antigenik utama adalah tonjolan-tonjolan protein

pembungkus yang menunjukan sifat-sifat hemaglutinasi (protein HN) dan fusi sel

(protein F). (4)

4

Page 5: Lapsus Bronkiolitis Nik

II.3 Klasifikasi

Bronkiolitis dapat diklasifikasikan menjadi :

Bronkiolitis akut

Bronkiolitis obliteran.

Bronkiolitis akut dengan bronkiolitis obliteran dibedakan pada

bronkhiolus dan saluran pernafasan yang lebih kecil terjejas, karena upaya

perbaikan menyebabkan sejumlah besar jaringan granulasi yang menyebabkan

obstruksi jalan nafas, lumen jalan nafas terobliterasi oleh masa noduler granulasi

dan fibrosis. Bronkiolitis obliterans merupakan komplikasi yang lazim pada

transplantasi paru.(1)

II.4. Epidemiologi

Epidemi dari RSV berkembang pada iklim dengan musim hujan dan

menjelang kemarau, dan biasanya juga muncul pada musim yang bersamaan

dengan menjangkitnya para-influenza. Terdapat bukti bahwa RSV endemik di

daerah sub tropis dari Asia Tenggara sepanjang tahun , dan memuncak antara

bulan Oktober sampai Februari dan berkurang pada bulan Maret sampai Juli. 2

dari sub tipe RSV telah di ketahui, yaitu tipe A dan tipe B, dengan tipe yang

paling sering menyebabkan infeksi yang berat. Tipe B biasanya mendominasi

apabila tipe A tidak dalam musim endemi. Penyakit ini sangat menular, penularan

disebarkan melalui sekresi hidung yang keluar dan sangat menular pada hari ke 6

sampai hari ke 21 setelah gejala muncul. Waktu inkubasi antara 2 - 5 hari. Infeksi

terjadi pada anggota keluarga sebanyak 46 %, 98 % pada anak yang dititipkan

pada perawatan harian, 42 % pada staff rumah sakit dan sebanyak 45 % pada bayi

yang dirawat di RS tetapi tidak terinfeksi. Infeksi menyebar melalui muntahan dan

penggunaan sarung tangan, sedangkan baju khusus dapat mengurangi penyebaran

infeksi nosokomial. 25 % anak umur dibawah 1 tahun dan 13 % anak umur antara

1 sampai 2 tahun akan mendapatkan infeksi saluran nafas. Separuh dari angka

tersebut didapatkan gejala bersin yang diasosiasikan dengan infeksi saluran nafas.

RSV dapat ditemukan pada kultur pasien yang dirawat di RS yang menderita

infeksi tersebut dan 80 % nya berumur kurang dari 6 bulan. Diantaranya bayi

5

Page 6: Lapsus Bronkiolitis Nik

yang sehat 80 % dirawat di RS pada tahun pertama kehidupannya dan sekitar 50

% perawatan di rumah sakit adalah bayi antara umur 1-3 bulan. Kurang dari 5 %

perawatan di RS pada neonatus, kemungkinan dengan adanya antibodi yang

masih terdapat dari transplasental-maternal. Faktor resiko untuk onset yang dini

dari penyakit ini dan kemungkinan perawatan intensif dihubungkan dengan berat

badan lahir rendah, prematuritas, sosio-ekonomi rendah, hidup didaerah padat,

orang tua perokok, tidak diberikannya ASI ekslusif, dan perawatan harian.(4)

Pada satu laporan, pemeriksaan fungsi paru yang canggih dilakukan

terhadap populasi besar bayi-bayi normal. Analisis tindak lanjut menunjukan

bahwa penyakit paru mengi secara bermakna lebih lazim dijumpai pada bayi yang

hantaran pernafasan total awalnya ada pada sepertiga terendah dari mereka yang

diuji. Penurunan fungsi paru dapat memainkan peran penting dalam menentukan

bayi mana yang dengan infeksi virus yang akan berkembang bronkiolitis.(1)

II.5. Patogenesis

Bronkiolitis akut ditandai dengan obstruksi bronkiolus yang disebabkan

oleh edema dan kumpulan mukus dan oleh invasi bagian-bagian bronkus yang

lebih kecil oleh virus. Karena tahanan/ resistensi terhadap aliran udara didalam

saluran besarnya berbanding terbalik dengan radius/ jari-jari pangkat empat, maka

penebalan yang sedikit sekali pun pada dinding bronkiolus bayi dapat sangat

mempengaruhi aliran udara. Tahanan pada saluran udara kecil bertambah selama

fase inspirasi dan ekspirasi, namun karena selama ekspirasi jalan nafas menjadi

lebih kecil, maka hasilnya adalah obstruksi pernafasan katup yang menimbulkan

udara terperangkap dan overinflasi. Atelektasis dapat terjadi ketika obstruksi

menjadi total dan udara yang terperangkap diabsorbsi.(1)

Proses patologis menggangu pertukaran gas normal di dalam paru. Perfusi

ventilasi yang tidak seimbang mengakibatkan hipoksemia, yang terjadi pada awal

perjalanannya. Retensi karbondioksida (hiperkapnia) biasanya tidak terjadi

kecuali pada pasien yang terkena berat. Makin tinggi frekuensi pernapasan

melebihi 60/menit; selanjutnya hiperkapnia berkembang menjadi takipnea.(1)

6

Page 7: Lapsus Bronkiolitis Nik

Beberapa fakta memberi kesan cidera imunologis sebagai faktor faktor

pada patogenesis bronkiolitis yang disebabkan VSR : (1) bayi yang sekarat karena

bronkitis telah menunjukkan imunoglobulin maupun virus dalam jaringan

bronkiolus yang terjejas; (2) anak yang mendapat vaksin RSV yang diberikan

secara parenteral sangat antigenik, inaktif pada pemajanan RSV berikutnya,

penyakitnya menjadi lebih berat dan lebih sering kambuh dibandingkan anak-anak

lainnya ; (3) bronkiolitis yang bergabung kedalam asma pada bayi yang lebih tua,

dan RSV seringkali merupakan serangan asma akut yang dikenali pada anak usia

1-5 tahun; dan (4) antibodi imunoglobulin E (IgE) yang mengarah langsung ke

RSV ditemukan pada sekresi konvalesen pada bayi dengan bronkiolitis.(1)

Disamping pengruh destruktif virus dan respons hospes yang menyertai,

belum jelas peran apa yang dimainkan oleh bakteri yang menumpanginya. Pada

kebanyakan bayi dengan bronkiolitis, dengan atau tanpa pneumonia interstitial,

pengalaman klinis memberi kesan bahwa bakteri memainkan peran yang tidak

berarti.(1)

Penyakit ini juga berkembang pada bayi-bayi yang biasanya terdapat titer

antibodi maternal (IgG) menetralkan RSV tetapi tidak terdapat antibodi sekretorik

(IgA) pada saluran nafas, sehingga terdapat pada sekret hidung yang memproteksi

terhadap infeksi RSV. Fakta tersebut telah mengarah ke spekulasi bahwa fakta

tersebut penyebab alamiah terjadinya bronkiolitis.(5)

Berbeda antara bayi, anak besar dan orang dewasa dapat mentoleransi

udem saluran napas dengan lebih baik. Oleh karena itu, pada anak besar dan orang

dewasa jarang terjadi bronkiolitis bila terkena infeksi oleh virus.(2)

Ada pendapat bahwa bronkiolitis merupakan hasil dari reaksi kompleks

imun antara antibodi non-neutralizing dengan virus. Pendapat tersebut

berdasarkan pengamatan di mana terjadinya infeksi oleh virus ketika umur masih

muda, terutama kurang dari 6 bulan. Saat itu, antibodi yang secara pasif

didapatkan dari ibu masih cukup tinggi.(2)

7

Page 8: Lapsus Bronkiolitis Nik

Gambar 1. Pembengkakan Bronkiolus akibat Infeksi RSV.(6)

II.6. Manifestasi Klinis

Bronkiolitis Akut

Mula-mula bayi mendapatkan infeksi saluran napas ringan berupa pilek

encer, batuk, bersin-bersin, dan kadang-kadang demam. Gejala ini berlangsung

beberapa hari, kemudian timbul distres respirasi yang ditandai oleh batuk

paroksimal, mengi, dispneu, dan iritabel. Timbulnya kesulitan minum terjadi

karena napas cepat sehingga menghalangi proses menelan dan menghisap. Pada

kasus ringan, gejala menghilang 1-3 hari. Pada kasus berat, gejalanya dapat timbul

beberapa hari dan perjalananya sangat cepat. Kadang-kadang, bayi tidak demam

sama sekali, bahkan hipotermi. Terjadi distres pernapasan dengan frekuensi napas

60 x/menit, terdapat napas cuping hidung, penggunaan otot pernapasan tambahan,

retraksi, dan kadang-kadang sianosis. Retraksi biasanya tidak dalam karena

adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru). Hepar dan lien bisa

teraba karena terdorong diafragma akibat hiperinflasi paru. Mungkin terdengar

ronki pada akhir inspirasi dan awal ekpirasi. Ekpirasi memanjang dan mengi

kadang-kadang terdengar dengan jelas.(2)

8

Page 9: Lapsus Bronkiolitis Nik

Gambaran radiologik biasanya normal atau hiperinflasi paru, diameter

anteroposterior meningkat pada foto lateral. Kadang-kadang ditemukan bercak-

bercak pemadatan akibat atelektasis sekunder terhadap obtruksi atau anflamasi

alveolus. Leukosit dan hitung jenis biasanya dalam batas normal. Limfopenia

yang sering ditemukan pada infeksi virus lain jarang ditemukan pada brokiolitis.

Pada keadaan yang berat, gambaran analisis gas darah akan menunjukkan

hiperkapnia, karena karbondioksida tidak dapat dikeluarkan, akibat edem dan

hipersekresi bronkiolus.(2)

Bronkiolitis Obliterans

Bronkiolitis obliterans adalah suatu peradangan kronik pada bronkiolitis

dimana sudah terjadi obliterasi pada bronkiolus.Pada mulanya dapat terjadi batuk,

kegawatan pernafasan dan sianosis dan disertai dengan periode perbaikan nyata

yang singkat. Penyakit yang progresif terlihat dengan bertambahnya dispnea,

batuk, produksi sputum, dan mengi. Polanya dapat menyerupai bronkitis,

bronkiolitis atau pneumonia.(7)

Temuan rontgenografi dada berkisar dari normal sampai pola yang

memberi kesan tuberkulosis milier. Sindrom Swyer James dapat berkembang

dengan dijumpainya hiperlusensi unilateral dan pengurangan corak pembuluh

darah paru pada sekitar 10% kasus. Bronkografi menunjukan obstruksi

bronkiolus, dengan sedikit atau tidak ada bahan kontras yang mencapai perifer

paru. Tomografi terkomputasi (CT) dapat menunjukan bronkiektasia yang terjadi

pada banyak penderita. Temuan-temuan uji fungsi paru bervarisasi, yang paling

sering adalah obstruksi berat, namun demikian retreksi atau kombinasi obstruksi

dan retraksi dapat ditemukan. Diagnosis dapat dikonfirmasikan melalui biopsi

paru.(7)

II. 7. Faktor resiko

Salah satu faktor resiko yang terbesar untuk menjadi bronkiolitis pada

umur kurang dari 6 bulan, sebab paru-paru dan sistem kekebalan tidak secara

9

Page 10: Lapsus Bronkiolitis Nik

penuh berkembang dengan baik. Anak laki-laki cenderung untuk mendapatkan

bronkiolitis lebih sering dibanding anak-anak perempuan. faktor lain yang telah

dihubungkan dengan peningkatan resiko bronkiolitis pada anak-anak meliputi:

a. Tidak pernah diberi air susu ibu sehingga tidak menerima perlindungan

kekebalan dari ibu

b. Kelahiran prematur

c. Pajanan ke asap rokok

d. Sering dititipkan pada tempat banyak bayi-bayi contoh tempat penitipan anak,

panti asuhan

e. Saudara kandung lebih tua dengan kontak infeksi dari sekolah/ tempat

bermain.(8)

Bayi dengan ibu perokok pasif mempunyai peningkatan resiko infeksi

RSV dengan suatu perbandingan rintangan dilaporkan 3.87 untuk itu telah banyak

studi atas efek dari perokok pasif pada penyakit yang berhubungan dengan

pernapasan di bayi dan anak-anak. Di dalam suatu tinjauan ulang yang sistematis

dari perokok pasif dan infeksi saluran nafas bawah pada bayi dan anak-anak,

Strachan Dan Cook menunjukkan suatu perbandingan digabungkan dari 1.57 jika

kedua orang tua perokok dan suatu perbandingan dari 1.72 jika ibu yang merokok.

Stock Dan Dezateux meninjau 20 kasus studi dari fungsi berkenaan dengan paru-

paru di bayi. Studi ini menunjukkan suatu penurunan fungsi paru-paru di bayi

para ibu yang merokok selama kehamilan. Aliran Expirasi berkurang kira-kira

20%. ukuran lain-lain fungsi berkenaan dengan paru-paru demikian juga

abnormal. Bapak yang merokok juga mempunyai suatu efek, prevalensi penyakit

bidang berhubung pernapasan bagian atas meningkat dari 81.6% ke 95.2% di bayi

di bawah 1 tahun usia jika hanya bapak yang merokok.(9)

Air susu ibu (ASI) telah menunjukkan mempunyai faktor kebal terhadap

RSV yang mencakup immunoglobulin G dan Suatu antibodies160 dan interferon-

161. ASI telah pula ditunjukkan untuk mempunyai menetralkan aktivitas melawan

terhadap RSV. Di satu studi merujukan ke rumah sakit yang relatif dengan RSV

adalah anak-anak yang tidak diberi ASI .Di dalam studi lain, 8 ( 7%) dari 115

10

Page 11: Lapsus Bronkiolitis Nik

anak-anak di opname dengan infeksi RSV adalah disusui, dan 46 ( 27%) dari 167

pasien sebagai kendali disusui.(9)

Suatu meta-analysis hubungan menyusui dengan opname untuk infeksi

saluran nafas bawah di (dalam) awal kelahiran menguji 33 studi, semua dari yang

menunjukkan suatu asosiasi bersifat melindungi antara menyusui dan resiko

opname untuk infeksi saluran nafas bawah. Sembilan studi dijumpai pada semua

ukuran-ukuran pemasukan analisa. Kesimpulan adalah bahwa bayi yang tidak

disusui ASI hampir meningkatakan resiko yang lebih besar lipat tiga diopname

untuk infeksi saluran nafas bawah dibanding yang disusui ASI eklusif untuk 4

bulan ( perbandingan resiko: 0.28).(9)

II.8. Diagnosis

Bronkiolitis adalah diagnosa klinis. Keterlibatan VSR pada setiap penyakit

anak tertentu dapat dicurigai pada berbagai tingkat kepastian dari musim tahunan

dan adanya wabah khas pada saat tersebut. Tanda lain yang mungkin membantu

adalah umur anak ( selain VSR, satu-satunya virus respiratori yang sering

menyerang bayi umur beberapa bulan pertama adalah virus parainfluenza tipe-3 )

dan epidemiologi keluarga.(10)

Masalah terbesar dalam diagnostik bronkiolitis adalah adanya

kemungkinan keterlibatan infeksi bersama dengan bakteri atau klamidia. Bila

bronkiolitis ringan atau infiltrat tidak tampak pada roentgenogram, ada

kemungkinan infeksi komponen dengan bakteri. Pada bayi usia 1-4 bulan,

pneumonitis interstisial dapat disebabkan oleh chlamydia trakhomatis. Pada

keadaan ini mungkin riwayat konjungtivitis, dan penyakit cenderung subakut.

Terdapat keluhan batuk sering tetapi tidak ada mengi dan tanpa demam.(10)

Konsolidasi tanpa tanda-tanda lain atau dengan efusi pleura dianggap

berasal dari bakteri sampai terbukti lain. Tanda-tanda lain yang mengarah pada

pneumonia bakteri adalah kenaikan angka neutrofil, depresi jumlah sel darah putih

bila ada penyakit berat, ileus atau tanda-tanda perut lain, demam tinggi, dan

kolaps sirkulasi.(10)

11

Page 12: Lapsus Bronkiolitis Nik

Diagnosis pasti infeksi VSR didasarkan pada deteksi virus atau antigen

virus dalam sekresi pernafasan. Spesimen harus diletakkan diatas es, dan langsung

dibawa ke laboratorium untuk diproses dengan deteksi antigen atau ditanamkan

pada suatu sel yang rentan. Aspirat mukus dari lubang hidung posterior ( nasal

washing ) merupakan spesimen yang optimal. Pulasan nasofaring atau tenggorok

juga dapat diterima. Aspirat trakhea tidak perlu.(10)

II.9. Diagnosis Banding

Keadaan yang paling lazim terancu dengan bronkiolitis akut adalah asma,

satu atau lebih dari yang berikut ini mendukung diagnosis asma, riwayat keluarga

asma, episode berulang kali pada bayi yang sama, mulainya mendadak tanpa

infeksi yang mendahului, ekspirasi sangat memanjang, eosinofilia, dan respons

pembaikan segera pada pemberian satu dosis albuterol aerosol. Serangan berulang

menggambarkan titik pembeda yang penting kurang dari 5% serangan berulang

bronkiolitis klinis mempunyai penyebab infeksi virus. Wujud lain yang dapat

terancukan dengan bronkiolitis akut adalah gagal jantung kongesif, benda asing di

dalam trakhea, pertusis, keracunan organofosfat, kistik fibrosia, dan

bronkopneumonia bakteri yang disertai dengan overinflasi paru obstruktif

menyeluruh.(1)

II.10. Pemeriksaan penunjang

Darah lengkap

Dengan hitungan jumlah sel darah lengkap jarang bermanfaat karena sel

darah putih pada umumnya di dalam batas normal atau naik dan hitung

jenis mungkin normal atau bergeser kekanan atau kekiri

Urin

Berat jenis urin dapat menyediakan informasi bermanfaat mengenai

balance cairan dan kemungkinan dehidrasi.

Serum darah

12

Page 13: Lapsus Bronkiolitis Nik

Kimia serum darah tidaklah terpengaruh secara langsung oleh

infeksi/peradangan tetapi dapat membantu menerka beratnya derajat

dehidrasi.

Analisa gas darah

Analisa gas darah mungkin diperlukan pada pasien yang sakitnya berat,

terutama yang menuntut ventilasi mekanik atau buatan.

Radiologi

Foto sinar x dada cukup diperlukan meliputi foto anterior-posterior dan

lateral. dapat terlihat gambaran (tergantung berat ringannya penyakit)

o Hiperinflasi dan infiltrat yang tertutup, gambaran ini adalah

nonspesifik dan mungkin juga dapat pada gambaran pasien dengan

sakit asma, pneumonia yang tidak lazim atau karena virus, dan aspirasi

cairan.

o Ateletaksis fokal

o Gambaran udara yang terperangkap

o Gambaran sekat diafragma yang rata

o Peningkatan gambaran Garis tengah Antero posterior

o Peribronchial Cuffing

o Foto sinar x dapat juga mengungkapkan bukti alternatif untuk

diagnosa banding, seperti pneumonia lobaris , gagal jantung kongestif,

atau aspirasi benda asing.

Pemeriksaan lainnya:

o Antigen Test pada nasal wash, dapat mengungkap dengan cepat

( pada umumnya di dalam 30 min) dan akurat ( kepekaan 87-91%,

ketegasan 96-100%) dalam pendeteksian RSV.

o Kultur positif dengan direct fluorescent antibody, test hasil

percobaan dapat mengkonfirmasikan infeksi karena RSV .

o Nasal washing test harus diperoleh dari anak-anak yang diperlukan

opname dan anak-anak yang berhadapan dengan resiko berat.

13

Page 14: Lapsus Bronkiolitis Nik

o Kultur RSV lebih sedikit sensitip ( 60%) tetapi spesifitas mencapai

100%.

o Panel karena virus yang berhubungan dengan pernapasan, kultur

untuk RSV atau lain virus, atau pendeteksian dengan direct fluorescent

antibody atau dengan polymerase chain reaction mungkin bermanfaat

untuk pertimbangan yang berikut:

Sebagai pemeriksaan konfirmasi lainnya

Untuk mencari agen lain infeksius yang lain

Karena tujuan epidemiologik. (11)

II.11. Penatalaksanaan dan Pengobatan

II.11.a Penatalaksanaan

Bayi umur kurang dari 6 bulan dengan bronkiolitis akut dan distress

pernafasan sebaiknya dirawat di rumah sakit bila ditemukan kadar SpO2 kurang

dari 92 %, tidak dapat mempertahankan hidrasi oral, dan meningkatkan angka

respirasi, atau mempunyai riwayat penyakit kardio-respiratori yang kronik.

Desaturasi di 40 %O2 (3-4 l/mnt) biasanya muncul sianosis, gejala extra

pulmonal, apnea dan asidosis merupakan tanda bayi di rawat di ruang rawat

intensif. Hipoksemia merupakan tanda kelainan laboratorium yang tampak untuk

itu diperlukan tambahan oksigen bagi pasien. Arah utama untuk pengobatan

pasien dengan bronkiolitis adalah dengan penggantian cairan dan suplemen

cairan. Pada pasien tersebut biasanya mengalami dehidrasi ringan dikarenakan

berkurangnya asupan cairan dan banyak kehilangan cairan melalui demam dan

takipnea. Pengguanan cairan tambahan agar diawasi agar tidak terbentuknya

formasi edema paru. Terapi supportive adalah mendeteksi cepat bila ada apnea

dan memberikan perhatian khusus terhadap demam pada neonatus .(4)

II.11.b.Pengobatan

Bronkodilator

Penggunaan bronkodilator merupakan kontroversi pada neonatus dan bayi.

Pada tahun 1993 editorial dari Lancet masih tidak memperkenankan penggunaan

14

Page 15: Lapsus Bronkiolitis Nik

bronkodilator pada pasien-apsien bronkiolitis yang jelas tidak efektif. Kellner

dkk., mereka menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan ringan dari perbaikan

sementara pada pasien dengan bronkiolitis sedang sampai berat. (4)

Kortikosteroid

Disamping aturan utama inflamasi sebagai patoghenesis terjadinya

sumbatan saluran nafas, kortikosteroid sebagai anti inflamsi tidak terbukti

menguntungkan untuk meningkatkan status klinis pada studi klinis multi-

instusional. Dibuktikan dalam penelitan yang ada maka penggunaan

dexamethasone atau glukokortikosteroid lain pada anak-anak tidak dapat

didukung. Nebulasi ephinefrin (0,1 mg/Kg BB) ditemukan lebih efektif daripada

B-agonis salbutamol pada bayi dengan bronkiolitis akut. Pada studi yang

dilakukan henderson dkk, tidak ditemukannya peningkatan signifikan fungsi

respirasi pada penggunaan inhalasi adrenalin. Kesimpulan yang didapat bahwa

adrenalin inhalasi tidak mengurangi obstruksi saluran nafas. Berdasarkan

percobaan random terkontrol untuk membandingkan subcutaneus ephinefrin dan

nebulalisasi ephinefrin dengan plasebo ditemukan peningkatan yang signifikan

pada pasien yang diterapi dengan ephinefrin dalam hal peningktan perbaikan

oksigenasi dan tanda klinis. (4)

Antikolinergik

Ipratropium bromide adalah zat antikolinergik dalam bentuk aerosol, tidak

dapat menunjukkan bukti dapat membantu dalam manajemen dari bayi yang sakit.

Hal ini menunjukkan tidak ada keuntungan klinis dibandingkan dengan

pengobatan albuterol tersendiri pada kasus bronkiolitis sedang sampai berat. (4)

Antibiotik

Virus adalah etiologi utama pada bronkiolitis untuk itu penggunaan rutin

dari antibiotik sebaiknya dihindari untuk penyakit ini. Apabila bayi mengarah ke

arah lebih buruk dan menunjukkan kenaikan dari hitung sel darah putih

kedepannya menunjukkan tanda-tanda sepsis, selanjutnya kultur bakteri dari

darah, urine, dan cairan LCS sebaiknya diambil dan di follow up segera dengan

pemberian antibiotik spektrum luas. Penelitian yang dilakukan oleh Kupperman

dkk. dari 156 bayi dibawah umur 24 bulan yang sebelumnya sehat dengan sedikit

15

Page 16: Lapsus Bronkiolitis Nik

demam dan menderita bronkiolitis, menunjukkan bahwa bayi-bayi ini mau tidak

mau menderita bakteremia dan menderita infeksi saluran kemih.penggunaan rutin

dari antibiotik tidak menunjukkan perbaikan dari bronkiolitis. (4)

Heliox

Heliox (campuran antara helium dengan oxygen) telah digunakan pada

pasien asma akut. telah ada laporan kasus yang menyatakan dan menjelaskan

tentang penggunaan heliox pada bayi laki-laki umur 4 bulan dengan bronkiolitis

positif RSV. Heliox mungkin bermanfaat sebagai tambahan untuk terapi

konvensional pada pasien bronkiolitis dalam keadaan kritis. Bagaimanapun studi

klinis dari terapi ini sangat diperlukan untuk mengetahui keefektifan terapi ini.

Hal ini dimungkinkan bahwa heliox dengan terapi nebulalisasi dapat sangat

berguna pada bayi dengan bronkiolitis berat atau pasien terpasang intubasi dan

tidak merespon dengan terapi konvensional. (4)

Ventilasi mekanik

Bayi dengan bronkiolitis kadang-kadang memerlukan ventilasi mekanik

khususnya pada kasus apneu berulang atau peningkatan usaha nafas pada gagal

nafas. Terapi pada pasien seperti ini adalah terapi suportif , dengan pemberian

oksigen yang adekuat baik continous positive airway pressure (CPAP) dan

intermitent mandattory ventilation (IMV) dengan possitive end-distending

pressure (PEEP) telah digunakan dan sukses sebagai terapi pada bayi tersebut.

Penyapihan awal pada hari ke-2 sampai ke-3 biasanya tidak sukses setelah

kesakitan berkurang, untuk itu penyapihan dilakukan segera. Bayi dengan

hypoxemia progresiv tidak merespon ventilasi konvensional biasanya merespon

penggunaan ventilasi frekuensi tinggi atau extracorporeal oksigenasi membran.

experimen terapi terkini untuk bayi dengan insuffisiensi pulmonal dari

bronkiolitis meliputi surfaktan dan nitrit oksida. (4)

Antivirus ( Ribavirin )

Ribavirin ( 1 beta-D-ribafuranosyl-1,2,4-triazole-3-carbox-amide) adalah

analog nukleosida sintetik yang menggabungkan guanosin dan inosin tampaknya

di buat untuk mempengaruhi RNA massenger dan menghambat sintesis protein

virus. Ribavirin mempunyai spektrum luas aktivitas antiviral invitro. Terapi

16

Page 17: Lapsus Bronkiolitis Nik

ribavirin untuk infeksi RSV masih kontroversial dikarenakan masih ada

penggunaan aerosol, harga yang relatif mahal, toxisitas dan efek samping. (4)

Saat ini rekomendasi dari AAP terapi dengan ribavirin aerosol sedang

dipertimbangkan untuk bayi-bayi dengan resiko tinggi penderita penyakit karena

RSV :

a. Diantara mereka dengan komplikasi penyakit jantung kongenital termasuk

didalamnya hipertensi portal dan juga mereka yang menderita displasie

bronkopulmonar, kistik fibrosis dan penyakit paru kronik lainnya.

b. Mereka yang menderita penyakit yang didasari oleh penyakit imun.

c. Pasien yang dirawat di rumah sakit dengan umur kurang dari 6 minggu dengan

penyakit penyerta seperti anomali kongenital multipel atau penyakit neurologi

metabolik.

Kesimpulannya ribavirin merupakan terapi yang aman tapi mahal,

efisiensi dan keefektifannya tidak tampak jelas menunjukan dalam penelitian.

Penggunaan ribavirin secara rutin pada saat ini kurang direkomendasikan. (4)

II.12. Pencegahan

Penyebaran dari RSV kemungkinan terjadi karena kontak langsung dengan

sekret pasien yang terinfeksi. Pencegahan penting pada staf rumah sakit seperti

perhatian khusus terhadap kebersihan sekret pasien dan kebersihan badan petugas

rumah sakit tampaknya dapat mengurangi penyebaran RSV di rumah sakit. Saat

ini menggunaan RSV imunoglobulin intra vena pada dosis tinggi (500-750 mg/Kg

BB) tampaknya dapat mencegah RSV pada pasien resiko tinggi, sebagai tambahan

RSV imunoglobulin intra venus dalam bentuk aerosol dapat memberikan

keuntungan pada pasien dengan bronkiolitis karena RSV. Dalam penelitian baru

oleh Rimensberger, dkk., menyimpulkan bahwa dosis tunggal RSV

imunodlobulin intra vena (0,1 gr/Kg BB) tidak menunjukan keuntungan untuk

bronkiolitis akut karena RSV.Saat ini tampaknya ada kerugian yang ditimbulkan

oleh penggunaan human polyclonal RSV- Imunoglobulin antibodi spesifik pada

bayi. Hal ini meliputi penggunaan bulanan secara intra vena antara 2-4 jam. (4)

Insidensi tertinggi di rumah sakit pada kasus bronkiolitis karena RSV

17

Page 18: Lapsus Bronkiolitis Nik

terjadi pada bayi umur 2-5 bulan untuk itu vaksinasi dapat menstimulasi

keefektifan setelah bayi berumur 2 bulan.

II.13. Prognosis

Bronkiolitis Akut

Fase penyakit yang paling kritis terjadi selama 48-72 jam pertama sesudah

batuk dan dispnea mulai. Selama masa ini, bayi tampak sangat sakit, serangan

apneu terjadi pada bayi yang sangat muda dan asidosis respiratorik mungkin ada.

Sesudah periode klinis, perbaikan terjadi dengan cepat dan seringkali secara

drastis. Penyembuhan selesai dalam beberapa hari. Angka fatalitas kasus di bawah

1%, kematian dapat merupakan akibat dari serangan apnea yang lama, asidosis

respiratorik berat yang tidak terkompensasi, atau dehidrasi berat akibat kehilangan

penguapan air dan takipnea serta ketidak mampuan minum cairan. Bayi yang

memiliki keadaan-keadaan, misalnya penyakit jantung kongenital, displasia

bronkopulmonal, penyakit imunodefisiensi, atau kistik fibrosis mempunyai angka

morbiditas yang lebih besar dan mempunyai sedikit kenaikan angka mortalitas.

Angka mortalitasnya tidak sebesar pada bayi yang “beresiko tinggi” seperti di

masa yang silam. Perkiraan mortalitas pada bayi beresiko tinggi yang menderita

bronkiolitis. VSR ini telah menurun dari 37% pada tahun 1982 menjadi 3,5% pada

tahun 1988. Komplikasi bakteri seperti bronkopneumonia atau otitis media, tidak

lazim terjadi. Kegagalan jantung selama bronkiolitis jarang, kecuali pada anak

yang memiliki dasar penyakit jantung. Ada proporsi yang bermakna bahwa bayi-

bayi yang menderita bronkiolitis mengalami hiperreaktivitas saluran pernafasan

selama akhir masa anak-anak, tetapi hubungan antara kedua hal ini, jika ada

belum dimengerti. Kesan bahwa satu episode bronkiolitis dapat mengakibatkan

kelainan saluran pernafasan kecil yang jangkanya sangat lama memerlukan

pengamatan lebih lanjut. Kelainan ini sebagian dapat dijelaskan melalui

penemuan bahwa bayi yang memiliki hantaran pernafasan total rendah lebih

mungkin mengalami bronkiolitis dalam responnya terhadap infeksi virus

pernafasan. Bayi dengan bronkiolitis yang padanya berkembang saluran

18

Page 19: Lapsus Bronkiolitis Nik

pernafasan reaktif kemungkinan besar mempunyai riwayat keluarga asma dan

alergi, episode bronkiolitis akut lama, dan terpajan asap rokok.(1)

Bronkiolitis Obliterans

Beberapa minggu setelah mulainya gejala-gejala awal, penderita keadaan

umumnya menjelek sampai meninggal, tetapi kebanyakan bertahan hidup,

beberapa anak menderita kecacatan kronis.(7)

19

Page 20: Lapsus Bronkiolitis Nik

BAB III

KESIMPULAN

1. Bronkiolitis adalah penyakit inflamasi akut dari saluran atas dan bawah

menyebabkan obstruksi dari saluran napas kecil.

2. Bronkiolitis dapat diklasifikasikan menjadi :

a.Bronkiolitis akut

b. Bronkiolitis obliteran.

3. Manifestasi Klinis

a. Bronkiolitis Akut

Bayi mendapatkan infeksi saluran napas ringan berupa pilek encer, batuk,

bersin-bersin, dan kadang-kadang demam. Gejala ini berlangsung

beberapa hari, kemudian timbul distres respirasi yang ditandai oleh batuk

paroksimal, mengi, dispneu, dan iritabel.

b. Bronkiolitis Obliterans

Pada mulanya dapat terjadi batuk, kegawatan pernafasan dan sianosis dan

disertai dengan periode perbaikan nyata yang singkat. Penyakit yang

progresif terlihat dengan bertambahnya dispnea, batuk, produksi sputum,

dan mengi.

4. Pemeriksaan penunjang

- Darah lengkap

- Urin

- Serum darah

- Analisa gas darah

- Radiologi

5. Pengobatan

a. Bronkodilator

b. Kortikosteroid

c. Antikolinergik

d. Antibiotik

20

Page 21: Lapsus Bronkiolitis Nik

e. Heliox

f. Ventilasi mekanik

g. Antivirus

21

Page 22: Lapsus Bronkiolitis Nik

DAFTAR PUSTAKA

1. Orenstein DM, Bronchiolitic. In Nelson WE, Editor Nelson, Textbook of

Pediatric, 15th edition, Philadelphia, 1996, hal : 1484-1485.

2. Hartoyo E. Naning R. Mengi Berulang Setelah Bronkiolitis Akut Akibat

Infeksi Virus [serial Online] Jan 2002 [ akses 2006 Okt 10 ]; [ 7 Halaman]. Di

akses dari: URL : http://www.tempo.co.id/medika/arsip/012002/pus-1.htm

3. Hasan R, Alatas H, Bronkiolitis Akut, dalam Buku Kuliah Ilmu Kesehatan

Anak, Volume 3, Jakarta : Info Medika FK UI ; 1996. hal. 1233.

4. DeNicola LK, Gayle M O, Bronchiolitis, [serial online ] Sept 1998 [ akses

2006 Okt 10 ]; [12 Halaman ]. Di akses dari : URL:

http://www.dcmsonline.org/jax-medicine/1998journals/september98/bronchiol

itis.htm

5. Howard EW, Acute Viral Bronchiolitis, Respiratory Illness in Children.

Oxford : Blackwell Scientific Publication; 1998. p. 41-48.

6. Anonim, Bronchiolitis , [serial online] 2004 [ akses 2006 Okt 10 ];

[ Gambar 1]. Di akses dari URL : www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?

id=&iddtl=943&idktg=19&idobat=&UID=20060926150740222.124.htm

7. Orenstein DM, Obliterans Bronchiolitic. In Nelson WE, Editor Nelson,

Textbook of Pediatric, 15th edition, Philadelphia, 1996, hal : 1486.

8. Mayo Foundation staff , Bronchiolitis, [serial online] Okt 2006 [akses

2006 Okt 10 ]; [15 Halaman]. Di akses dari : URL :

http://www.mayoclinic.com/health/bronchiolitis/DS00481/DSECTION=9.htm

9. Pianosi P, Diagnosis and Management of Bronchiolitis, [serial online] Okt

2006 [akses 2006 Okt 10]; [66 halaman]. Di akses dari URL :

http//:www.aap.org.us/Diagnosis_and_Management_of_Bronchiolitis_--

_subcommittee_on_Diagnosis_and_Management_of_Bronchiolitis_118_(4)_1

774 _Pediatrics.htm

22

Page 23: Lapsus Bronkiolitis Nik

10. McIntosh K, Respiratory Syncytial Virus. In : Vaughan VC, et al (eds).

Nelson Textbook. of Pediatrics. 13 th ed. Toronto : WB Saunders Company;

1987.p . 1112 - 1114.

11. Louden M, Bronchiolitis, [serial online] Feb 2006 [akses 2006 Okt 10]; [8

halaman]. Di akses di URL : http//:www.emedicine.com/bronchiolitis.htm

23