Lapsus Anestesi
-
Upload
christopher-sanchez -
Category
Documents
-
view
19 -
download
0
Transcript of Lapsus Anestesi
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 PENDAHULUAN
Penurunan tekanan darah yang mengancam nyawa biasa dikaitkan dengan kondisi
syok yaitu suatu kondisi dimana perfusi jaringan tidak mampu melakukan metabolism aerob.
Syok dapat terjadi akibat menurunnya output jantung, sepsis atau menurunnya volume
intravaskular. Penyebab syok lainnya antara lain adalah dehidrasi akibat muntah dan diare,
kehilangan cairan terlalu banyak atau kehilangan darah dalam jumlah yang banyak.
Penyebab lain dari syok yang jarang ditemukan adalah ketika mitokondria tidak mampu
menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk fungsi sel. Perdarahan merupakan kondisi
kegawatdaruratan yang sering dihadapi dokter di ruang gawat darurat, ruang operasi dan
ruang ICU. Kehilangan darah dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan ketidakstabilan
hemodinamik, perfusi jaringan menurun, hipoksia sel, kerusakan organ dan bahkan
kematian. Keadaan ini lebih dikenal dengan syok hemoragik
1.2 DEFINISI
Syok hemoragik adalah suatu kondisi penurunan perfusi organ-organ vital yang
menyebabkan sirkulasi nutrisi dan oksigen untuk jaringan normal dan fungsi sel tidak
adekuat. Pada tahap awal syok hemoragik, tubuh dapat memberikan respon fisiologis yang
normal untuk mengatur output jantung tanpa obat atau perawatan apapun dan pasien terlihat
relatif normal. Semakin banyak darah yang hilang, maka tanda-tanda syok semakin jelas.
Oksigen yang ada tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan jaringan sehingga timbul
kondisi metabolisme anaerob. Pada kondisi ini pasien dapat ditangani dengan terapi cairan
saja, namun apabila masih berlanjut dapat mengakibatkan organ-organ vital seperti jantung,
otak dan ginjal mengalami kegagalan akibat hipoksia, yang kemudian mengakibatkan
disfungsi multi organ serta berhentinya kerja jantung dan paru.
1
Etiologi dari syok hemoragik adalah perdarahan internal maupun perdarahan
eksternal. Penyebab terjadinya perdarahan internal maupun eksternal ini bervariasi, antara
lain trauma tumpul maupun tajam, kerusakan jantung, pneumotoraks, serta perdarahan post-
partu.
Syok hemoragik (hipovolemik): disebabkan kehilangan akut dari darah atau cairan
tubuh. Jumlah darah yang hilang akibat trauma sulit diukur dengan tepat bahkan pada
trauma tumpul sering diperkirakan terlalu rendah. Ingat bahwa:
Sejumlah besar darah dapat terkumpul dalam rongga perut dan pleura.
Perdarahan patah tulang paha (femur shaft) dapat mencapai 2 (dua) liter.
Perdarahan patah tulang panggul (pelvis) dapat melebihi 2 liter
Gambar 1. Distribusi Cairan Tubuh
Tindakan utama dari syok hemoragik adalah mengontrol sumber perdarahan secepat
mungkin dan pengganti cairan. Pada syok hemoragik terkontrol dimana sumber perdarahan
telah dihentikan, maka penggantian cairan bertujuan untuk menormalkan parameter
hemodinamik. Pada syok hemoragik tak terkendali di mana perdarahan itu berhenti
sementara karena hipotensi, vasokonstriksi, dan pembentukan pembekuan, terapi cairan
bertujuan untuk pemulihan denyut nadi radial, atau pemulihan kesadaran
2
1.3 DIAGNOSIS
Mengenali syok hemoragik sangat bergantung pada rekam medis dan hasil
pemeriksaan klinis. Adanya kehilangan darah awal dapat ditandai dengan pucat dan lemas,
kemudian diikuti dengan takikardi akibatnya meningkatnya denyut jantung untuk
mempertahankan output jantung. Tekanan darah bisa ditemukan masih dalam keadaan
normal atau meningkat akibat stimulasi simpatik. Membran mukosa bisa tetap dalam
keadaan normal atau menjadi pucat. Kondisi denyut jantung cenderung hiperdinamik
sebagai kompensasi meningkatnya tekanan darah sistolik karena proses vasokonstriksi dan
meningkatnya kontraktibilitas.
Ketika pasien memasuki syok tahap berikutnya maka hipotensi mulai terjadi dan
denyut jantung melemah. Membran mukosa menjadi lebih pucat, sirkulasi pembuluh kapiler
menjadi lebih lambat dan kadang diikuti dengan dinginnya beberapa bagian ekstrimitas.
Temperatur tubuh dapat ditemukan dalam keadaan normal ataupun lebih rendah sebagai
akibat adanya perfusi jaringan. Timbulnya takikardi diikuti dengan takipnea dan dispnea.
Pada kondisi syok terminal maka timbul bradikardi, hipotermi, hipotensi, pucat, delirium
dan anuria. Pemeriksaan hematokrit tidak dapat digunakan untuk mengetahui mengenai
adanya perdarahan karena proses kehilangan darah tidak langsung mempengaruhi
hematokritnya. Karena seluruh darah yang hilang, maka rasio sel darah merah terhadap
plasma tetap sama. Biasanya menurunnya hasil pemeriksaan darah lengkap dapat menjadi
tanda awal dari kehilangan darah akut setelah beberapa jam. Tanda dari metabolisme
anaerob juga dapat digunakan untuk mengetahui adanya syok. Ketika sirkulasi oksigen ke
jaringan terganggu maka metabolisme anaerob glukosa meningkat menghasilkan laktat.
Durasi dan keparahan asidosis laktat menunjukkan seberapa parah syok yang terjadi. Pada
pasien perdarahan meningkatnya laktat menunjukkan dibutuhkan resusitasi cairan dan/atau
darah segera.
1.4 PENANGANAN SYOK
Tujuan utama dari resusitasi adalah menghentikan pusat perdarahan dan
mengembalikan jumlah darah sirkulasi normal. Pasien yang mengalami perdarahan harus
ditransfusi karena oksigenasi jaringan yang terganggu tidak dapat ditoleransi walaupun
3
dalam level rendah. Terapi yang dilakukan harus disesuaikan dengan tingkat perdarahan dan
parameter hemodinamik seperti tekanan darah, denyut jantung, output jantung, tekanan vena
pusat, tekanan arteri paru1. Pada syok hemoragik yang terkontrol (Control Haemorhagic
Shock/ CHS), sumber perdarahan telah dihentikan sehingga penggantian cairan bertujuan
untuk mengstabilkan parameter hemodinamik. Sedangkan pada syok hemoragik yang tidak
terkontrol (Uncontrolled Haemorhagic Shock/ UCHS), dimana perdarahan terhenti
sementara karena hipotensi, vasokonstriksi dan terbentuknya bekuan darah; terapi cairan
bertujuan untuk mengembalikan denyut radial dan mempertahankan tekanan darah 80 mmhg
dengan 250 ml larutan Ringer laktat (hypotensive resuscitation).
Penggunaan larutan koloid yang cenderung tetap berada dalam komponen
intravaskular menjadi pertimbangan penggunaannya dalam perawatan syok hemoragik.
Beberapa larutan koloid telah diteliti secara klinis termasuk albumin manusia, hydroxyl ethyl
starch (HES) dan dekstran. Larutan koloid tetap berada dalam komponen intravaskular, oleh
karena diperlukan sejumlah kecil volume dari cairan resusitasi untuk mencapai stabilitas
hemodinamik bila dibandingkan dengan menggunakan larutan kristaloid. Larutan koloid
lebih mahal, dapat melekat dan menurunkan serum kalsium ionisasi, menurunkan tingkat
sirkulasi immunoglobulin dan lebih lanjut dapat menurunkan volume cairan ekstraseluler
dibandingkan dengan menyimpannya. Beberapa penelitian eksperimental dan klinis
membandingkan pemakain larutan kristaloid dan koloid pada resusitasi. Tidak ditemukan
adanya bukti yang berhubungan dengan pengaruh yang dapat membahayakan fungsi paru.
Penggunaan larutan koloid dianjurkan pada petugas militer oleh karena memiliki
resiko besar mengalami perdarahan, dan bila resusitasi menggunakan larutan kristaloid tidak
efisien jika dibawah medan perang sehubungan dengan berat dan volume cairan kristaloid.
Hal ini menyebabkan jumlah cairan yang dapat dibawa tidak adekuat untuk melakukan
resusitasi. Selain itu pasien dengan syok hemoragik sering disertai dengan dehidrasi
sehingga mempengaruhi keberhasilan resusitasi.
4
JENIS CAIRAN INTRAVENA
1. Transfusi darah.
Ini adalah pilihan pokok apabila terdapat donor yang cocok. Hemodilusi dengan cairan tidak
bertujuan meniadakan transfusi, tetapi mempertahankan hemodinamik dan perfusi yang baik
sementara darah donor tetap perlu ditransfusikan dalam memberikan koreksi defisit cairan
ekstraselular (ECF). Bila darah golongan yang sesuai tidak tersedia, dapat digunakan
universal donor yaitu golongan O dengan titer anti A rendah (Rh negatif) atau Packed Red
Cell-O. Sebaiknya darah universal ini selalu tersedia di UGD.
2. Plasma Expander.
Cairan koloid ini mempunyai nilai onkotik yang tinggi (dextran, gelatin, hydroxy-ethyl
starch) sehingga mempunyai volume effect lebih baik dan tinggal lebih lama di
intravaskular. Namun, sayangnya defisit ECF tidak dapat dikoreksi oleh plasma expander.
Selain itu, dari segi harga, plasma expander jauh lebih mahal daripada Ringer Laktat (kira-
kira 10x lipat lebih mahal). Reaksi anaphylactoid dapat terjadi, baik karena dextran maupun
gelatin (0,03 - 0,08% pemberian). Reaksi ini dapat terjadi disertai dengan syok, yang
memerlukan adrenalin untuk mengatasinya. Apabila tidak segera ditangani dengan baik dan
tepat, reaksi ini dapat berakhir fatal. Dextran juga menyebabkan gangguan pada crossmatch
darah dan pada dosis lebih dari 10 - 15 ml/kgBB akan menyebabkan gangguan pembekuan
darah.
3. Albumin
Albumin 5% ataupun Plasma Protein Fraction adalah alternatif yang baik dari segi volume
effect. Tetapi harganya sangat mahal, sekitar 70x lipat dari harga Ringer Laktat untuk
mendapatkan volume effect yang sama.
4. Ringer Laktat atau NaCl 0,9%
Cairan ini paling mirip komposisinya dengan cairan ECF. Meskipun pemberian infus IVF
diikuti perembesan, namun akhirnya tercapai keseimbangan juga setelah cairan
interstitial/ISF jenuh. Cairan lain seperti Dextrose dan NaCl 0,45% tidak dapat digunakan.
Larutan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau dextrosa, tidak mengandung
molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat sebagian besar akan keluar dari intravaskular,
5
sehingga volume yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali) dari volume darah yang hilang.
Kristaloid mempunyai waktu paruh intravaskular 20-30 menit. Ekspansi cairan dari ruang
intravaskular ke interstisial berlangsung selama 30-60 menit sesudah infus dan akan keluar
dalam 24 - 48 jam sebagai urin. Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan volume
ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel.
Tabel 8. Berbagai Cairan Kristaloid
Cairan Na+
(mEq/L)
K+
(mEq/L)
Cl-
(mEq/L)
Ca++
(mEq/L)
HCO3
(mEq/L)
Tekanan
Osmotik
(mOsm/L)
Ringer
Laktat
130 4 190 3 28* 273
Ringer
Asetat
130 4 109 3 28# 273
NaCl
0,9%
154 0 0 0 0 308
* sebagai laktat# sebagai asetat
Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid
antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi dan sedikit
efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh
tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan
hiponatremia, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang
paling mirip dengan cairan ekstraselular. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar
kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio dan
sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara
untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.
Ringer Asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat
terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada
6
hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat
sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti
sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien
sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.
Jenis cairan berdasarkan tujuan terapi:
1. Cairan rumatan (maintenance).
Bersifat hipotonis: konsentrasi partikel terlarut kurang dari konsentrasi cairan
intraselular/Intracellular Fluid (ICF); menyebabkan air berdifusi ke dalam sel. Tonisitas <
270 mOsm/kg; misal: Dekstrosa 5%, Dekstrosa 5% dalam Saline ¼ / NaCl 0,22%
2. Cairan pengganti (resusitasi, substitusi)
Bersifat isotonis: konsentrasi partikel terlarut = ICF; tidak ada perpindahan cairan
melalui membran sel semipermeabel. Tonisitas 275 – 295 mOsm/kg; misal : NaCl 0,9%,
Ringer Laktat, koloid
3. Cairan khusus
Bersifat hipertonis: konsentrasi partikel terlarut > ICF; menyebabkan air keluar dari
sel, menuju daerah dengan konsentrasi lebih tinggi. Tonisitas > 295 mOsm/kg; misal: NaCl
3 %, Manitol, Natrium-bikarbonat, Natrium laktat hipertonik.
PHYSICAL STATUS
Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan pra bedah, selanjutnya dapat dibuat penilaian
status fisis. ASA mengklasifikasikan pasien kedalam beberapa tingkatan pasien berdasarkan
kondisi pasien :
- ASA I : pasien tidak memiliki kelainan organic, fisiologik, biokimia atau gangguan
psikiatri.
- ASA II : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang disebabkan oleh kondisi yang
akan diterapi dengan pembedahan atau oleh proses patofisiologi lainnya.
- ASA III: keterbatasan melakukan aktifitas, pasien dengan penyakit sistemik berat.
- ASA IV : pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam nyawa.
- ASA V : penderita yang diperkirakan tidak akan selamat dalam 24 jam, dengan atau
tanpa operasi.
- ASA VI : penedrita mati batang otak yang organ-organya dapat digunakan untuk donor.
7
ANESTESI PADA PASIEN SYOK HEMORAGIC
Terdapat perbedaan-perbedaan pokok dari anestesi untuk pembedahan elektif (terencana)
dengan anestesi untuk pembedahan darurat yakni adanya bahaya aspirasi dari lambung yang
berisi adanya gangguan-gangguan pernafasan,hemodinamik dan kesadaran yang tidak selalu
dapat diperbaiki sampai optimal dan terbatasnya waktu persiapan untuk mencari baseline data
dan perbaikan fungsi tubuh dimana penundaan pembedahan akan membahayakan jiwa pasien.
Masalah tersebut diatas harus dapat dihindari atau diminimalisasikan oleh ahli anestesi
agar dapat dicapai suatu keberhasilan dalam melakukan pembedahan darurat dan mengurangi
risiko akibat dari pemberian anestesi umum, syarat pemberian anestesi umum harus
memperhatikan masalah-masalah tersebut diatas, dan pasien harus sudah dalam keadaan stabil
hemodinamikanya
Pemilihan Teknik Anestesi
Pemilihan teknik anestesi berdasarkan pada faktor-faktor seperti usia (bayi, anak, dewasa
muda, geriatri), status fisik, jenis operasi, ketrampilan ahli bedah, ketrampilan ahli anestesi, dan
pendidikan. Pada pasien ini dilakukan anestesi umum karena akan dilakukan operasi
Hysterektomi. Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri / sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible).
Pada pasien ini dikhawatirkan adanya bahaya aspirasi dari lambung yang berisi.
Tindakan-tindakan aktif yang dapat digunakan untuk menghindarinya adalah :
1. Posisi head down selama trakea tidak diintubasi. Posisi head down juga setelah trakea
diintubasi, kecuali bila ada trauma kapitis atau kenaikan tekanan intrakranial.
2. Tube nasogastrik dipasang.
3. Siapkan suction yang kuat, dan bekerja baik
Selain itu, pada pasien HPP, sering mengalami gangguan hemodinamik berupa perdarahan
atau fluid loss. Stabilisasi hemodinamik yang dapat dilakukan pada kasus perdarahan adalah
menilai Estimated Blood Volume yang dapat ditolerir tanpa perubahan-perubahan yang serius
(EBV dewasa perempuan 65 cc/kg BB).
Kehilangan > 10% memerlukan penggantian berupa elektrolit. Batas penggantian elektrolit
dengan darah adalah sampai kehilangan 20%. EBV atau Hematokrit 28% atau Hemoglobin ± 8
8
gr%. Jumlah cairan masuk harus 2-4 x jumlah perdarahan. Cara hemodilusi ini bukan untuk
menggantikan tempat transfusi darah, tetapi untuk 3:
1. Tindakan sementara, sebelum darah datang.
2. Mengurangi jumlah transfusi darah sejauh transport oksigen masih memadai.
3. Menunda pemberian transfusi darah sampai saat yang lebih baik (misalnya pemberian
transfusi perlahan-lahan/postoperatif setelah penderita sadar, agar observasi lebih baik
jika terjadi reaksi transfusi).
4. Cairan elektrolit mengembalikan sequestrasi/third space loss yang terjadi pada waktu
perdarahan/shock. Jumlah darah yang hilang tidak selalu dapat diukur namun dengan
melihat akibatnya pada tubuh penderita, jumlah darah yang hilang dapat diperkirakan
sbb. :
a. preshock : kehilangan s/d 10%
b. shock ringan : kehilangan 10 - 20%. Tekanan darah turun, nadi naik, perfusi dingin,
basah, pucat.
c. shock sedang : kehilangan 20 - 30%. Tekanan darah turun sampai 70 mmHg. Nadi
naik sampai diatas 140. Perfusi buruk, urine berhenti.
d. shock berat : kehilangan lebih dari 35% : Tekanan darah sampai tak terukur, nadi
sampai tak teraba.
Untuk fluid lose pada kasus-kasus abdomen akut diberikan elektrolit dengan pedoman:
1. Berkurangnya volume cairan intersisial menyebabkan terjadinya tanda-tanda intersisial
yaitu : turgor kulit jelek, mata cekung, ubun-ubun cekung, selaput lendir kering.
2. Berkurangnya volume plasma menyebabkan terjadinya "tanda-tanda plasma" yaitu
takhikardia, oliguria, hipotensi, shock.
Berdasarkan tanda-tanda itu maka perkiraan besarnya defisit adalah sebagai berikut :
1. Tanda-tanda intersisial minimal : deficit 4% dari berat badan.
2. Tanda-tanda intersisial dan tanda plasma sedang : deficit 7% dari berat badan.
3. Tanda-tanda intersisial dan plasma berat : deficit 10% dari berat badan.
4. Shock : deficit 15% dari berat badan 1.
9
Pada pasien ini, terjadi perdarahan lebih dari 800 cc. Memperkirakan jumlah perdarahan dapat
dilakukan dengan mengukur jumlah darah dalam botol suction dan juga dari kain kassa dan kain
operasi yang terbasahi darah. Satu kassa steril yang basah kira-kira menampung 30 ml darah,
sedangkan kasa steril besar/handuk dapat menampung kira-kira 100-150 ml darah. Sebelum
operasi berlangsung, kain ditimbang. Perbedaan 1 gram kain operasi yang terdapat darah
dianggap sama dengan 1 ml darah.
10
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS
Nama : Ny. Nova
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Tegal Rejo - Dringu
Tanggal MRS : 12 – 3 – 2013
No. RM : 473417
2.2 KRONOLOGI KEJADIAN
Pasien melahirkan secara spontan di Bidan pada pukul 17.00 wib. Berat bayi 3 gram.
Kemudian pasien mengalami perdarahan yang sangat banyak dan dirujuk ke RS Siti Aisyah.
Disana dilakukan hecting portio oleh dr. Hytriawan. Pasien mendapatkan transfuse 2
kantong. Kemudian dirujuk ke RSUD Moh. Saleh dan ditangani oleh dr, Hytriawan karena
harus di observasi 2x24 jam. Setelah 2 hari masih terjadi perdarahan, akhirnya dilakukan
pengangkatan rahim.
2.3 ANAMNESA
Keluhan Utama : HPP
Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pada kelahiran anak pertama tidak mengalami perdarahan post partum.
Pasien tidak memiliki riwayat DM, hipertensi, Asma
Riwayat Penyakit Keluarga :
Orang tua tidak memiliki riwayat DM, Hipertensi, Asma
11
Riwayat Pengobatan :
Pasien melahirkan di Bidan secara normal, kemudian di rujuk ke RS Siti Aisyah karena
perdarahan, disana dilakukan hecting portio. Karena masih terjadi perdarahan, akhirnya
dirujuk ke RSUD Dr. Moh Saleh.
Riwayat Alergi :
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat-obatan maupun makanan.
Riwayat Kebiasaan :
Merokok (-)
2.4 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 4 5 6
Airway : clear, batuk (-)
Breathing : RR : 20 x/menit
Sesak : (-)
Asthma : (-)
Suara Napas Tambahan : (-)
Circulation : Tensi : 108/63
Nadi : 123 x/menit
Suhu : 38,4 o C
Grimace : (-)
Makan/Minum : (+)
Mual/muntah : (-)
Status Generalis
- Kepala – Leher :
Kepala : bentuk simetris
Mata : Konjunctiva Anemi (+) sclera Icterus (-)
12
Leher : Pembesaran KGB (-)
- Thorax :
Jantung
- Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-), jejas (-), deformitas (-)
- Palpasi : iktus kordis (-)
- Perkusi : batas jantung kesan normal
- Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Paru
- Inspeksi : bentuk dada simetris, retraksi (-), jejas (-), deformitas (-)
- Palpasi : fremitus vocal simetris
- Perkusi : sonor
Auskultasi : suara napas vesikuler (+), wheezing (-), ronchi (-)
- Abdomen
Inspeksi - Distensi (-), asites (-), jejas (-)
Palpasi - Tfu: setinggi pusat
Perkusi - Timpani
Auskultasi - Bising usus (+) normal
13
- Extremitas : akral hangat + + Edema - -
+ + - -
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah ( Selasa, 26 Februari 2013 )
Pemeriksaan Hasil Harga Normal
Hb 5,8 L: 13-18 P: 12-16 g/dl
Lekosit 11.200 4.000-11.000/cm
Trombosit 177.000 150.000 – 450.000/cm
PCV (Hematokrit) 17 L: 40-50% P 35-47%
Diff Count -/-/7/78/14/1 0-2/0-1/1-3/45-70/35-50/0-
2%
Foto USG
14
15
2.6 ASSESTMENT
P2-2 dengan HPP
2.7 PLANNING
Histerektomy
2.8 PHYSICAL STATUS :
ASA 2E
2.9 ANESTESI YANG DIBERIKAN
Pada kasus ini digunakan teknik General Anestesi (GA) dengan menggunakan Anestesi
Intravena
- Premedikasi
Diberikan Midazolam, Sulfas Atropin dan Fentanil.
- Induksi operatif
Teknik General Anestesi (GA) dengan menggunakan Anestesi Intravena dengan
menggunakan Ketamin sebagai induksi. Setelah itu pasien diberikan O2 murni sebesar 5 liter
per menit melalui masker. Diberikan juga N2O sebesar 3 liter per menit. Isofluran 2 vol%.
Infus diberikan kepada pasien sebagai rumatan, RL sebanyak 1000cc dan NaCl 100cc.
WB juga diberikan sekitar 700cc.
Anestesi pada pasien ini dilakukan tindakan intubasi endotrakea, tujuannya adalah untuk
membersihkan saluran trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten,
mencegah aspirasi, serta memudahkan pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien
operasi. Diberika Endotrakeal Tube nomor 7. Dan diberikan Dexamethasone agar tidak
terjadi edema laring saat intubasi.
- Post Operasi
Operasi berlangsung kurang lebih 1 jam 30 menit. Setelah Operasi Selesai, pasien dibawa ke
ruangan pada pukul 09.00. Keadaan umum lemah, kesadaran somnolent karena pengaruh
anastesi, napas spontan, terpasang O2 10 liter per menit, Rhonki (-), weezing (-), batuk (-)
Mual/muntah (-), Tensi 134/75 mmHg, Nadi 80 x/menit, suhu36,8 derajat celcius, kateter
urine (+), sementara puasa.
- Monitoring Post Op
16
- Rabu, 13 Maret 2013 Pukul 14.15
Keadaan umum lemah, kesadaran somnolent (pengaruh anestesi), posisi berbaring, pasien
mengatakan nyeri pada daerah bekas operasi, mual/muntah (-), DC masih terpasang,
warna jernih kekuningan. Tensi 134/75 mmHg, Nadi 80 x/menit. Suhu 36,8 derajat
celcius.
- Kamis, 14 Maret 2013
Kesadaran Compos mentis, GCS 456, posisi nyeri pada bekas operasi, mual/muntah (-),
pasien masih berpuasa, DC masih terpasang, warna jenih kekuningan, tensi 123/57
mmHg, Nadi 95 x/menit, suhu 36,5 derajat celcius. Terpasang O2 8lpm. Diberikan Obat
Ondansentron, Ranitidin, Kalnex.
- Jumat, 15 Maret 2013
Kesadaran compos mentis, GCS 456, pasien sudah bisa bangun dari tempat tidur, nyeri
bekas operasi, mual/muntah (-), DC masih terpasang, warna jernih kekuningan, tensi
129/60 mmHg, nadi 97 x/menit, suhu 36,5 derajat celcius, perdarahan sudah berhenti.
- Sabtu, 16 Maret 2013
Kesadaran compos mentis, GCS 456, masih terasa pusing dan nyeri pada bekas operasi.
Mual/muntah (-), Tensi 129/62 mmHg, nadi 109 x/m, suhu 37,9 derajat celcius.
17
BAB III
PEMBAHASAN
Operasi yang dilakukan adalah Histerektomi atau pengangkatan rahim (uterus), yaitu
suatu prosedur operatif dimana seluruh organ dari uterus diangkat. Operasi ini dilakukan atas
indikasi perdarahan post partum dan rupture portio. Operasi ini termasuk operasi cito agar
perdarahan segera teratasi, sebelum membahayakan pasien
Teknik anestesi yang dilakukan dapat berupa General Anastesi, penderita dibuat tidak
sadar dengan obat-obatan namun dapat disadarkan kembali. Status fisik pada pasien ini adalah
ASA 2 E (pasien dengan penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan sampai
sedang) karena penurunan nilai hasil laboratorium pada Hb.
Pada pasien dilakukan general anestesi, tidak dilakukan regional anestesi karena pada
pasien ini dilakukan operasi histerektomi dengan Hb yang rendah, bila menggunakan regional
anestesi akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah sehingga perdarahan yang terjadi akan lebih
banyak dan akan memperparah kondisi pasien. Regional anestesi juga dapat menyebabkan
hipotensi padalah dengan Hb yang rendah tubuh membutuhkan oksigen lebih banyak untuk
dialirkan ke seluruh tubuh. Selain itu, bila menggunakan GA, anestesinya bias lebih
diperpanjang daripada teknik SAB sehingga bias digunakan pada operasi dengan durasi yang
lama.
Anestesi pada pasien tersebut dilakukan tindakan intubasi endotrakea, tujuannya adalah
untuk membersihkan saluran trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten,
mencegah aspirasi, serta memudahkan pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi.
Obat-obatan yang dipakai yaitu:
Premedikasi:
1. Midazolam
Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi, induksi, dan
pemeliharaan anestesi. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja cepat karena
transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat.\
18
Dosis premedikasi dewasa 0,07-0,10 mg/kgBB, disesuaikan dengan umur dan keadaan
pasien. Dosis lazim adalah 5mg. pada pasien lemah dosisnya 0,025-0,05 mg/kgBB.
Efek samping yaitu perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan pernafasan.
2. Fentanyl
Fentanyl adalah derivat fenilpiperidin (seperti petidin) dengan khasiat analgetik 80 kali
lebih kuat dari morfin. Mulai kerjanya cepat, dalam 2-3 menit (i.m. atau i.v.) tetapi
pendek sekali, hanya sekitar 30 menit. Digunakan untuk mengurangi nyeri setelah
operasi, biasanya dikombinasi dengan neuroleptika droperidol.
Efek Samping : lebih kurang sama dengan morfin.
Dosis : 0,05 – 0,10 mg setiap 1-2 jam
3. Sulfas Atropin
Atropine dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat pilihan utama untuk mengurangi
efek bronchial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis, baik akibat obat
atau anestesikum maupun tindakan lain dalam operasi. Disamping itu efek lainnya adalah
melemaskan tonus otot polos organ-organ dan menurunkan spasme gastrointestinal.
Setelah penggunaan obat ini dalam dosis terapeutik ada perasaan kering di rongga dan
penglihatan jadi kabur. Oleh karena itu sebaiknya obat ini tidak digunakan untuk anestesi
regional. Atropine tersedia dalam bentuk sulfat atropine dalam ampul 0,25 mg dan 0,50
mg. diberikan secara intravena dengan dosis 0,5-1 mg untuk dewasa dan 0,015 mg/kgBB
untuk anak-anak.
Induksi
Pada paseien diberikan Ketamin. Ketamin, mempunyai efek analgesic yang kuat sekali
tapi efek hipnotiknya kurang. Dosis IV 1-4 mg/kgBB, dengan dosis rata-rata 1-2
mg/kgBB dengan lama kerja kurang lebih 15-20 menit, dosis tambahan 0,5 mg/kgBB
sesuai kebutuhan.
Medikasi:
1. Atracurium (relaksan), merupakan pelumpuh otot sintetik dengan masa kerja sedang.
Obat ini menghambat transmisi neuromuscular sehingga menimbulkan kelumpuhan pada
otot rangka. Kegunaannya dalam pembedahan adalah adjuvant dalam anestesi untuk
19
medapatkan relaksasi otot rangka terutama pada dinding andomen sehingga manipulasi
bedah lebih mudah dilakukan.
Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasinya selama 20-45 menit
dan dapat meningkat menjadi 2kali lipat pada suhu 25 derajat celcius, kecepatan efek
kerjanya 1-2 menit.
2. Ephedrin Hcl, sebagai bronkodilator yang mempengaruhi system saraf adrenergic.
3. Dexamethasone, obat anti inflamasi dan anti alergi yang sangant kuat. Dosis
5mg-40mg/kgBB.
4. Ondancetron
Suatu antagonis resetor serotonin 5 – HT 3 selektif. Baik untuk pencegahan dan
pengobatan mual, muntah pasca bedah. Efek samping berupa ipotensi, bronkospasme,
konstipasi dan sesak nafas. Dosis 2-4 mg.
5. Tramadol
Analog kodein sintetik yang merupakan agonis reseptor µ lemah. Bekerja sebagai
analgesik untuk nyeri sedang-berat. Efek analgesiknya timbul dalam waktu 1 jam setelah
penggunaan oral dan 2-3 jam mencapai waktu puncak. Efek sampingnya mual, muntah,
pusing, mulut kering, sedasi, konvulsi, dan sakit kepala.
Maintainance
- N2O 3lpm
Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat
anestetik lemah, tetapi analgesiknya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi
nyeri. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah
satu anestesi lain seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anestesi setelah N2O
dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran
O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan
O2 100% selama 5-10 menit.
- Isofluran 2 Vol %
Komponen darah pada pasien ini, diberikan Whole Blood, darah lengkap segar digunakan
pada perdarahan akut, syok hipovolemik, dan bedah mayor dengan perdarahan >1500 mL. darah
lengkap segar hanya untuk 48 jam, baru untuk 6 hari dan biasa untuk 35 hari.
20
KESIMPULAN
- Syok hemoragik adalah suatu kondisi penurunan perfusi organ-organ vital yang
menyebabkan sirkulasi nutrisi dan oksigen untuk jaringan normal dan fungsi sel tidak
adekuat. Pada tahap awal syok hemoragik, tubuh dapat memberikan respon fisiologis
yang normal untuk mengatur output jantung tanpa obat atau perawatan apapun dan pasien
terlihat relatif normal. Semakin banyak darah yang hilang, maka tanda-tanda syok
semakin jelas.
- Tindakan utama dari syok hemoragik adalah mengontrol sumber perdarahan secepat
mungkin dan pengganti cairan. Pada syok hemoragik terkontrol dimana sumber
perdarahan telah dihentikan, maka penggantian cairan bertujuan untuk menormalkan
parameter hemodinamik. Pada syok hemoragik tak terkendali di mana perdarahan itu
berhenti sementara karena hipotensi, vasokonstriksi, dan pembentukan pembekuan, terapi
cairan bertujuan untuk pemulihan denyut nadi radial, atau pemulihan kesadaran
- Pada kasus di atas dilakukan anestesi umum karena akan dilakukan operasi Hysterektomi.
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri / sakit secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible).
- Pada pasien dilakukan general anestesi, tidak dilakukan regional anestesi karena pada
pasien ini dilakukan operasi histerektomi dengan Hb yang rendah, bila menggunakan
regional anestesi akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah sehingga perdarahan yang
terjadi akan lebih banyak dan akan memperparah kondisi pasien.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Tanpa tahun. http://www.scribd.com/doc/11534339/Anestesi-umum diakses pada
tanggal 19 Maret 2013
2. Yogaswara, Dendy. 2013. Anestesi Intra Vena.
http://www.academia.edu/2245219/AnestesiIntraVena diakses pada tanggal 19 Maret 2013
3. Leksana, Ery; 2010; Terapi Cairan dan Darah; Semarang; SMF/Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif, RSUP Dr. Kariadi / Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/27_177Terapicairandandarah.pdf/
27_177Terapicairandandarah.pdf diakses pada tanggal 20 Maret 2013
4.
22