Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

34
PENGUKURAN KETEBALAN CURAH HUJAN DAN INTENSITRAS HUJAN Laporan Praktikum Oleh: Eryalfan Setyo Prakoso NIM 111710201028 JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Transcript of Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

Page 1: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

PENGUKURAN KETEBALAN CURAH HUJAN DAN INTENSITRAS

HUJAN

Laporan Praktikum

Oleh:

Eryalfan Setyo PrakosoNIM 111710201028

J U R U S A N T E K N I K P E R T A N I A N

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2012

Page 2: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam siklus hidrologi dikenal berbagai istilah mengenai pergerakan

siklus air, salah satunya adalah presipitasi. Presipitasi bisa berbentuk air, salju,

atau es tergantuk dari iklim wilayah tersebut. Wilayah indonesia sendiri yang

beriklim tropis presipitasinya berupa air atau yang biasa disebut hujan. Hujan

merupakan suatu kejadian alam yang sering terjadi di daerah yang mempunyai

iklim tropis seperti Indonesia. Hujan meempunyai pengaruh yang besar bagi

kehidupan manusia dapat bermanfaat dan dapat juga merugikan. Hujan dapat

bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan air tanaman dan makhluk hidup lainya

dan dapat dijadikan pengisi air tanah. Sedangkan hujan dapat juga merugikan

karena dapat menyebebkan erosi pada tanah.

Jumlah air hujan yang turun pada setiap tempat berbeda-beda, jumlah air

hujan yang turun pada kurun waktu tertentu disebut curah hujan. Perhitungan

curah hujan sangat dibutuhkan untuk perencanaan kebutuhan air tanaman,

pembanguanan jembatan, irigasi dan drainase. Oleh karena perbedaan jumlah air

hujan yang turun pada tiap tempat berbeda maka pengukuran curah hujan perlu

dilakukan ditiap wilayah. Karena sangat pentingnya melakukan perhitungan curah

hujan, oleh karena itu praktikan perlu melakukan praktikum mengenai

perhitungan curah hujan dengan menggunakan alat pengukur curah hujan manual

dan otomatis agar dapat membandingkan antara kedua alat tersebut.

1.2 Tujuan dan Manfaat

1.2.1 Tujuan

Tujuan dari laporan ini adalah

1. Untuk mengetahui definisi hujan, curah hujan dan intensitas hujan.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi curah hujan

3. Untuk mengetahui bagaimana hujan dapat terbentuk

4. Untuk mengetahui nama dan cara kerja alat-alat pengukur ketebalan

dan intensitas curah hujan.

Page 3: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

1.2.2 Manfaat

Manfaat dari laporan ini adalah

1. Dapat mengetahui konsep dasar mengenai hujan dan faktor-faktor

yang mempengaruhinya.

2. Dapat mengetahui mengenai terbentuknya hujan

3. Dapat mengetahui mengenai nama dan cara kerja alat yang digunakan

dalam mengukur ketebalan dan intensitas hujan.

Page 4: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Curah Hujan dan Intensitas Hujan

Presipitasi atau Hujan adalah peristiwa jatuhnya air/es dari atmosfer ke

permukaan bumi dan atau laut dalam bentuk yang berbeda. Hujan di daerah tropis

(termasuk Indonesia) umumnya dalam bentuk air dan sesekali dalam bentuk es

pada suatu kejadian ekstrim, sedangkan di daerah subtropis dan kutub hutan dapat

berupa air atau salju/es.

Curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam

waktu tertentu. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu

areal tertentu. Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau

untuk masa tertentu seperti perhari, perbulan, permusim atau pertahun

(Sastrodarsono et al, 1999).

Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu

tertentu. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini

sangat berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek

negatif terhadap tanaman (Anonim., 2010).

2.2 Faktor-Faktor Curah Hujan

Faktor-faktor yang mempengaruhi curah hujan antara lain (Anonim,

2012):

1. Bentuk medan/topografi. Relief daratan Indonesia tidak homogen. Adanya

medan yang berbukit-bukit dan bergunung-gunung akan menyebabkan

angin yang membawa uap air naik. Makin ke atas suhunya makin turun

sehingga terjadi kondensasi dan menimbulkan hujan orografis.

2. Arah lereng medan. Faktor ini sebenarnya berkaitan dengan faktor bentuk

medan. Pada lereng pegunungan yang menghadap ke arah angin banyak

terjadi hujan, sebaliknya pada lereng pegunungan yang membelakangi

arah angin merupakan daerah bayang-bayang hujan. Itulah sebabnya kota

Bandung dan Palu memiliki curah hujan yang sedikit, karena kedua kota

tersebut terletak di daerah bayang-bayang hujan.

Page 5: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

3. Arah angin yang sejajar dengan garis pantai. Faktor ini menyebabkan

suhu yang konstan sehingga curah hujan sedikit/rendah. Contoh: Pantai

Utara Pulau Jawa, Pulau Madura, Pantai Barat Pulau Bali.

4. Jarak perjalanan angin di atas medan datar. Angin yang berasal dari

daerah perairan menuju ke daratan pada umumnya dapat menimbulkan

hujan. Jika dataran yang dilewati angin itu lebar, sedangkan sifat

permukaannya tidak berubah maka pada kawasan sekitar pantai

kemungkinan akan terjadi hujan, tetapi di daerah pedalama tidak tidak

terjadi hujan. Kemungkinan hujan akan turun lagi apabila medannya mulai

naik. Sebaliknya, jika uap air yang dibawa angin dari daerah perairan

belum cukup menimbulkan hujan di kawasan pantai maka di daerah

pedalaman kemungkinan akan terjadi hujan. Peristiwa demikian sering

terjadi pada kawasan Jakarta, Cibinong, dan Bogor. Pada bulan Januari-

Februari hujan turun di Jakarta dan Bogor, sedangkan di Cibinong udara

ceras. Sebaliknya, pada bulan April-Mei Jakarta dan Bogor cerah, tetapi di

Cibinong terjadi hujan.

2.3 Proses Terjadinya Hujan

Pembentukan hujan merupakan proses fisika awan Sejumlah proses fisik

terdapat dalam proses terjadiinya hujan, dan proses tersebut memiliki hubungan

dengan kualitas lingkungan sampai perubahan iklim.

a. Terbentuknya awan

Awan terbentuk ketika udara menjadi sangat jenuh (supersaturated),

dimana ketika teknan uap aktual mencapai atau melebihi tekanan uap jenuh:

Supersaturation terjadi melalui pengembangan dan pendinginan kolom udara

yang menyebabkan uap air terkondensasi pada partikel atmosfir. Proses ini

disebut nukleasi (nucleation). Aeroso; atmosfir yang merupakan suspensipadat

atau bahan cair dengan kecepatan jatuh kecil memegang peranan penting dalam

permulaan kondensasi dengan memfasilitasi tempat proses nukleasi bagi uap air.

Dua tipe awan dapat dibedakan atas awan dingin (cold clouds) dan awan panas

Page 6: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

(warm clouds). Awan dengan suhu di atas 0oC disebut awan dingin (Anonim,.

2011:3).

b. Struktur Awan

Droplet atau butiran hujan bertumbuh pada awan yang suhunya lebih

tinggi (warm clouds) melalui proses kondensasi, kollisi (collision), dan koalesens

(coalescence). Umumnya awan yang terbentuk di wilayah tropis adalah awan

dengan suhu diatas 0oC. Jenis awan ini mencairkan partikel kristal yang terbentuk

di wilayah atmosfir dengan suhu di bawah 0oC. Proses ini juga mengecilkan

kristal hujan dan membentuk butiran hujan (Anonim, 2011:3).

c. Mekanisme Jatuhnya Air Hujan

Mekanisme jatuhnya air hujan secara umum terjadi karena proses konveksi

dan pembentukan awan berlapis (stratiform). Kedua mekanisme ini berbeda

dalam proses pembentukan dan pembesaran ukuran dan berat butiran hujan yang

menyebabkan pergerakan vertikal udara yang berasosiasi dengan awan pembentuk

hujan.

Pada mekanisme stratiform, gerakan vertikal udara lemah, partikel hujan

diinisiasi dekat permukaan atas awan hingga proses terjadinya pengembangan

hujan cukup lama (berjam-jam). Untuk mekanisme konvektif, gerakan udara

vertikal sangat cepat sehingga pembesaran partikel butiran hujan diinisiasi dengan

cepat saat terbentuknya awan. Hal ini menyebabkan proses jatuhnya butiran hujan

sangat cepat (sekitar 45 menit).

Mekanisme lain dalam proses hujan adalah kombinasi konvektif dan

stratiform yang merupakan proses pengangkatan massa udara dan uap air secara

orografis melalui pegungungan dan perbukitan

Ada enam kelas sistem kejadian hujan secara umum yang diuraikan seperti

berikut (Anonim, 2011:4-8):

a. Siklon Extratropis

Sirkulasi udara yang terdiri dari massa udara (streams) yang bergerak

secara normal dan stabil mengikuti pola gerakan di atas permukaan bumi. Suhu

dan kelembaban udara sangat tergantung pada asal gerakan udara; masssa udara

kontinental kutub dingin dan kering; massa udara laut tropis panas dan lembab.

Page 7: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

Wilayah disekitar daerah tropis sangat berbeda sehingga dua airan udara paralel

dengan suhu berbeda sehingga memicu ketidak stabilan di lapisan antara

keduanya yang cenderung menyebabkan terjadinya siklon.

Kejadian siklon ekstratropis dapat mencapai ribuan kilometer.

Pengangkatan vertiakal dalam siklon ekstratropis diasosiasikan dengan posisi

kurva dengan kecepatan kurng dari 0.1 km/jam. Kebanyakan hujan pada siklon ini

didominasi oleh mekanisme stratiform yang dimicu oleh kejadian konvektif.

b. Midlatitude Thunderstorms

Seperti halnya siklon ekstratropis yang merupakan contoh hujan

stratiform, maka midlatitude thunderstorms merupakan contoh hujan konveksi.

Massa udara thunderstorms terbentuk dari massa udara tak stabil secara konveksi

dalam jumlah yang relatif besar dari kandungan uap rendah dan gesekan angin

kecil. Struktur spasial hujan ditentukan dengan pola acak pada thunderstorm.

Studi pada akhir 1940an memberikan hasil proses kejadian hujan thunderstorm

yang memiliki karakterisrik siklus,

(1) membetuk awan cumulus yang 26 membentuk partikel hujan di awan

tapi tidak mencapai bumi karena proses pengangkatan udara yang kuat,

(2) tahap pematangan dimana gesekan partikel hujan menyebabkan gerak

ke bumi sehingga butiran hujan jatuh, dan

(3) tahap dissipasi dimana butiran hujan kecil terus jatuh. Umumnya

thunderstorms tidak menghasilkan curah hujan yang tinggi pada wilayah yang

luas. Kejadian thunderstorms dalam skala sedang (mesoscale convective systems,

MCS) merupakan penyebab utama terjadinya banjir di berbagai tempat.

c. Kluster Awan Tropis (Tropical Cloud Clusters)

Secara global curah hujan rata-rata tahunan di wilayah tropis merupakan

yang terbesar. Curah hujan yang maksimum tersebut berasosiasi dengan kluster

awan yang terjadi pada zona putaran angin yang memusat. Kluster awan, seperti

halnya pada sistem awan tropis, konveksi merupakan pemicu awal kejadian hujan.

Meskipun sistem awan tropis meliputi jangkauan skala yang luas, kebanyakan

hujan karena proses kluster awan jatuh pada luas wilayah yang dapat mencapai

Page 8: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

50.000 km2. Hujan tropis memainkan peranan penting dalam sirkulasi global dan

berkaitan erat dengan anomali sirkulasi atmosfir seperti El-Nino.

d. Hujan Monsoon ( Monsoon Rainfall)

Akumulasi hujan terbesar selama periode lebih dari 24 jam berasosiasi

dengan Asian monsoon. India dan Asia Tenggara adalah lokasi utama kejadian

hujan monsoon selama musim panas di Asia. Indonesia dan Malaysia sering

mengalami hujan monsoon ekstrim selama periode Winter di Asia. Istilah

monsoon diadopt dari bahasa arab yang berarti musim. Karakteristik umum iklim

monsoon ditandai oleh arah angin yang berlawanan pada dua musim. Misalnya di

Indonesia dikenal dengan Musim Angin Timur (banyak hujan) dan Musim Angin

Barat (kurang hujan).

e. Hujan Badai (hurricanes)

Badai umumnya dikenal di wilayah pasifik yang menyebabkan hujan

ektrim di wilayah pesisir pantai sepanjang Samudra Atlantik dan Pasifik. Kejadian

hujan badai merupakan proses ektrim dari konveksi dan stratiform. Kejadian

badai masih merupakan proses yang diperdebatkan.

f. Hujan Orografi

Hujan ini terjadi karena adanya penghalang topografi, udara dipaksa naik

kemudian mengembang dan mendingin terus mengembun dan selanjutnya dapat

jatuh sebagai hujan. Bagian lereng yang menghadap angina hujannya akan lebih

lebat dari pada bagian lereng yang ada dibelakangnya. Curah hujannya berbeda

menurut ketinggian, biasanya curah hujan makin besar pada tempat-tempat yang

lebih tinggi sampai suatu ketinggian tertentu.

2.4 Alat-Alat Pengukur Curah Hujan

Alat-alat yang digunakan dalam mengukur hujan adalah (Hendayana,

2011:2-3) :

a. Penakar Hujan Otomatis Type Hellmann

Alat ini berfungsi untuk mengukur intensitas, jumlah, dan waktu

terjadinya hujan, dipasang dengan ketinggian 120 cm dari permukaan tanah

sampai ke corong penakar dan luas penampang corong 200 cm2. Pada alat ini

Page 9: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

terdapat sebuah silinder jam sebagai tempat pemasangan pias, sehingga akan

dapat diketahui curah hujan maksimum dan minimum serta waktu terjadinya.

Prinsip kerja alat ini yaitu air hujan masuk melalui corong kemudian akan

terkumpul dalam tabung. Dalam tabung ini terdapat pelampung yang dihubungkan

dengan tangkai pena, sehingga air yang masuk kedalam tabung akan menekan

pelampung, maka pelampung akan naik dan tangkai pena turut bergerak keatas.

Gerakan pena tersebut akan mencatat pada pias yang dipasang pada

silinder jam, jika gerakan pena mencapai skala 10 mm pada pias maka secara

otomatis air akan turun melalui pipa siphon dan jatuh kedalam bejana plastik. Air

dalam tabung terkuras habis sehingga tangkai pena turut bergerak turun sampai

pena menunjuk skala nol, jika hujan masih turun pena akan naik lagi, demikian

seterusnya.

Waktu pengamatan : pengamatan dilakukan selama 24 jam dan

penggantian pias dilakukan pada jam 07.00 WIB.

b. Penakar Hujan Otomatis Type Typping Bucket.

Berfungsi untuk mengukur jumlah curah hujan pada periode waktu

tertentu, dipasang dengan ketinggian 140 cm dari permukaan tanah dan luas

penampang corong 400 cm2. Alat ini terdiri dari sensor yang berupa bucket

(semacam timbangan) dan dihubungkan dengan menggunakan kabel ke

recorder/pencatat yang ditempatkan dalam ruangan observasi, kerja alat ini

memerlukan arus AC yang diubah menjadi DC 7,5 – 9,0 Volt. Prinsip kerja alat

ini yaitu air yang masuk melalui corong akan jatuh kedalam alat semacam

timbangan, dimana satu jungkitan pada alat ini akan direspon oleh recorder

sehingga akan terbentuk lukisan satu anak tangga pada pias dan angka counter

bertambah satu. Perubahan satu angka counter menunjukkan lukisan satu anak

tangga pada pias dan satu jungkitan pada sensor nilainya akan setara dengan 0,5

mm curah hujan.

c. Penakar Hujan Manual Type Observatorium

Berfungsi untuk mengukur jumlah curah hujan. Alat ini dipasang diatas

tonggak kayu yang dibeton dengan ketinggian 120 cm dari permukaan tanah

sampai mulut corong penaka r, luas penampang corong yaitu 100 cm2 dengan

Page 10: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

kapasitas menampung curah hujan ± 5 liter, dan ditengah corong penakar

dipasang kran. Jumlah curah hujan yang tertampung akan dituangka melalui kran

dan ditakar dengan gelas ukur yang berskala sampai dengan 20 mm.

Waktu pengamatan : pengamatan dilakukan jam 07.00 WS dengan

membuka kran dan menampung air hujan dalam gelas penakar kemudian dibaca

skala yang menunjukkan jumlah curah hujan yang terjadi selama 24 jam.

Page 11: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum yang dilakukan untuk mengukur ketebalan dan intensitas curah

hujan dilakukan pada:

Waktu : Pukul 13.00 WIB

Tanggal : 10 Oktober 2012

Tempat : Laboratorium Teknik Pengendalian dan Konservasi

Lingkungan, Workshop Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi

Pertanian, Universitas Jember.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum mengukur ketebalan dan intensitas

curah sebagai berikut:

a. Jangka sorong

b. Rainfall Simulator

c. Ombrometer

d. Papan aluminium

e. Stopwatch

f. Gelas Ukur

g. Papan penutup ombrometer (triplek)

h. Timba plastik

Bahan yang digunakan dalam praktikum mengukur ketebalan dan

intensitas curah adalah:

a. Air

3.3 Langkah Kerja Praktikum

Langkah kerja praktikum pengukuran ketebalan dan intensitas curah

hujan:

Page 12: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

1. Menyiapakn alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum.

2. Melakukan penginstalan alat rainfall simulator dengan cara:

a. Mengisi bak air rainfall simulator hingga penuh.

b. Mengatur sudut lubang cakram dengan tiga kondisi yakni 15o, 25o

dan 35o kemudian diputar knob pengunci agar sudut cakram tidak

berubah-ubah.

c. Membuka kran pengukur debit air agar air dapat mengalir dari bak

ke rangkaian penyemprot.

d. Menghidupkan pompa dengan menekan switch control pompa,

kemudian mengatur kecepatan putaran cakram sebesar 80

putaran/menit.

e. Mengatur debit air melalui tombol pengaturan debit air sebesar 60

liter/menit.

3. Mengukur diameter dalam ombrometer dengan menggunakan jangka

sorong.

4. Menempatkan ombrometer diatas papan aluminium lalu atasnya ditutup

papan triplek agar air tidak masuk ke ombrometer saat rainfall simulator

pertama kali dihidupkan atau saat penyetelan rainfall simulator.

5. Menghidupkan rainfall simulator lalu dilakukan penyetelan ulang

seperti mengatur debit air dan kecepatan putaran cakram.

6. Setelah penyetelan selesai, buka penutup ombrometer dan menjalankan

stopwatch untuk mengatur waktu hingga 10 menit setiap praktikum

pada tiga kondisi sudut cakram.

7. Setelah 10 menit, mengukur volume air pada ombrometer dengan

menggunakan gelas ukur.

8. Mencatat dan menghitung ketebalan dan intensitas hujan dengan

menggunakan rumus:

a. Ketebalan curah hujan : I = vA

Dengan, I = Ketebalan curah hujan (mm)

V = Volume tampungan air hujan (cm3)

Page 13: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

A = Luas mulut ombrometer (cm2)

b. Intensitas Hujan : I = QAt

x 600

Dengan, I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

Q = volume air di tiap container (ml)

A = Luas mulut ombrometer (cm3)

T = Waktu Pengumpulan hujan (menit)

Page 14: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Perhitungan

Tabel pengamatan 1. Pengukuran Ketebalan Curah Hujan

NomorOmbrometer

Volume (ml)Luas Mulut Ombrometer

(cm2)

Ketebalan Curah Hujan (mm)

15o 25o 35o 15o 25o 35o

1 810 1170 1940 124.4289 65.097 94.0296 155.9122 1070 1450 2320 122.4601 87.375 118.406 189.4493 940 1340 1880 125.0226 75.186 107.181 150.3734 790 1280 2260 125.2208 63.089 102.219 180.4815 1300 1430 1800 124.0338 104.81 115.291 145.1226 760 1190 1790 125.0226 60.789 95.1828 143.1747 1080 1340 2500 125.2208 86.248 107.011 199.6478 820 1390 2300 123.2457 66.534 112.783 186.6199 740 1180 1470 124.0338 59.661 95.1353 118.516

Pembahasan Tabel 1.

Pengukuran ketebalan curah hujan:

Awal langkah pengukuran dilakukan dengan mengukur diameter dalam

mulut ombrometer dengan menggunakan jangka sorong sebanyak tiga kali,

sehingga akan didapat data hasil pengukuran sebanyak 3 data setiap ombrometer

kemudian di rerata untuk mendapat diameter optimum. Pengukuran diameter

ombrometer dilakukan tiga kali untuk menghindari kesalahan-kesalahan

pengukuran dan menambah keakuratan dalam pengukuran. Sehingga didapat data

hasil pengukuran rerata sebesar:

D1 = 12,59 cm D2 = 12,49 cm D3 = 12,62 cm D4 = 12,63 cm

D5 = 12,57 cm D6 = 12,62 cm D7 = 12,63 cm D8 = 12,53 cm

D9 = 12,57 cm

Page 15: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

Data diameter diatas, dapat digunakan untuk mencari luas ombrometer

dengan menggunakan rumus luas lingkaran yakni L = x ( D2

)2

, dengan π bernilai

sebesar 3,14. Sehingga di dapat data luas mulut ombrometer:

A1= 3,14 x ( 12,592

)2

=124,4289 cm2

A2= 3,14 x ( 12,492

)2

=122,4601 cm2

A3= 3,14 x ( 12,622

)2

=125,0226 cm2

A4= 3,14 x ( 12,632

)2

=125,2208 cm2

A5= 3,14 x ( 12,572

)2

=124,0338 cm2

A6= 3,14 x ( 12,622

)2

=125,0226 cm2

A7= 3,14 x ( 12,632 )

2

=125,2208 cm2

A8= 3,14 x ( 12,532 )

2

=123,2457 cm2

A9= 3,14 x ( 12,572

)2

=124,0338 cm2

Langkah pengukuran berikutnya adalah mengukur volume air yang berada

dalam ombrometer. Volume air ini didapat dari pengamatan ombrometer yang

telah diletakkan dibawah rainfall simulator dengan sudut lubang cakram berbeda

yakni 15o, 25o dan 35o dalam waktu 10 menit, debit air sebesar 60 liter/menit dan

kecepatan putaran cakram sebesar 80 putaran/menit. Kemudian air dari setiap

ombrometer diukur volumenya dengan menggunakan gelas ukur dengan satuan

milliliter (ml) atau setara dengan cm3. Sehingga didapat data sebesar

- Pada sudut lubang cakram sebesar 15o

V1 = 810 ml V2 = 1070 ml V3 = 940 ml V4 = 790 ml

V5 = 1300 ml V6 = 760 ml V7 = 1080 ml V8 = 820 ml

V9 = 740 ml

Page 16: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

- Pada sudut lubang cakram sebesar 25o

V1 = 1170 ml V2 = 1450 ml V3 = 1340 ml V4 = 1280 ml

V5 = 1430 ml V6 = 1190 ml V7 = 1340 ml V8 = 1390 ml

V9 = 1180 ml

- Pada sudut lubang cakram sebesar 35o

V1 = 1940 ml V2 = 2320 ml V3 = 1880 ml V4 = 2260 ml

V5 = 1800 ml V6 = 1790 ml V7 = 2500 ml V8 = 2300 ml

V9 = 1470 ml

Dari data diatas dapat diketahui bahwa semakin tinggi elevasi atau sudut

lubang cakram maka volume air hujan yang keluar akan semakin besar. Hal ini

dikarenakan semakin besar lubang sudut cakram maka semakin banyak air yang

keluar dari lubang cakram pada saluran penyemprot di rainfall simulator.

Setelah mengukur dari diameter dalam ombrometer untuk mencari luas

mulut ombrometer dan mengukur volume air yang tertampung pada tiap

ombrometer, maka daari data tersebut dapat digunakan untuk mencari ketebalan

curah hujan dengan menggunakan rumus I¿VA

, dengan I = ketebalan curah hujan

(mm), V = volume tampungan air hujan (cm3) dan A = luas mulut ombrometer

(cm2) sehingga didapat data:

- Pada sudut lubang cakram sebesar 15o

I1¿810

124,4289=6,5097 cm = 65,097 mm

I2¿1070

122,4601=8,7375 cm = 87,375 mm

I3¿940

125,0226=7,5186 cm = 75,186 mm

I4¿790

125,2208=6,3089 cm = 63,089 mm

I5¿1300

124,0338=10,481 cm = 104,81 mm

I6¿760

125,0226=6,0789 cm = 60,789 mm

Page 17: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

I7¿1080

125,2208=8,6248 cm = 86,248 mm

I8¿820

123,2457=6,6534 cm = 66,534 mm

I9¿740

124,0338=5,9661 cm = 59,661 mm

- Pada sudut lubang cakram sebesar 25o

I1¿1170

124,4289=9,40296 cm = 94,0296 mm

I2¿1450

122,4601=11,8406 cm = 118,406 mm

I3¿1340

125,0226=10,7181 cm = 107,181 mm

I4¿1280

125,2208=10,2219 cm = 102,219 mm

I5¿1430

124,0338=11,5291 cm = 115,291 mm

I6¿1190

125,0226=9,51828 cm = 95,1828 mm

I7¿1340

125,2208=10,7011 cm = 107,011 mm

I8¿1390

123,2457=11,2783 cm = 112,783 mm

I9¿1180

124,0338=9,51353 cm = 95,1353 mm

- Pada sudut lubang cakram sebesar 35o

I1¿1940

124,4289=15,5912 cm = 155,912 mm

I2¿2320

122,4601=18,9449 cm = 189,449 mm

I3¿1880

125,0226=15,0373 cm = 150,373 mm

I4¿2260

125,2208=18,0481 cm = 180,481 mm

I5¿1800

124,0338=14,5122 cm = 145,122 mm

Page 18: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

I6¿1790

125,0226=14,3174 cm = 143,174 mm

I7¿2500

125,2208=19,9647 cm = 199,647 mm

I8¿2300

123,2457=18,6619 cm = 186,619 mm

I9¿1470

124,0338=11,8516 cm = 118,516 mm

Dari data diatas dapat disimpulkan bahawa ketebalan curah hujan setiap

wadah ombrometer berbeda-beda hal ini dapat dikarenakan letak ombrometer

yang tidak sepenuhnya berada ditengah saluran penyemprot rainfall simulator dan

besar sudut lubang cakram yang semakin besar.

Tabel Pengamatan 2. Pengukuran Intensitas Curah Hujan

Waktu pengumpulan hujan: 10 menit

Luas Mulut Ombromete

r (cm2)

Volume terkumpul (ml)

Intensitas Hujan (mm/jam)

Sudut lubang cakram (o)

15o 25o 35o 15o 25o 35o

Ombrometer 1 124.4289 810 1170 1940 390.585 564.178 935.474Ombrometer 2 122.4601 1070 1450 2320 524.252 710.436 1136.7Ombrometer 3 125.0226 940 1340 1880 451.119 643.084 902.237Ombrometer 4 125.2208 790 1280 2260 378.531 613.317 1082.89Ombrometer 5 124.0338 1300 1430 1800 628.861 691.747 870.73Ombrometer 6 125.0226 760 1190 1790 364.734 571.097 859.045Ombrometer 7 125.2208 1080 1340 2500 517.486 642.066 1197.88Ombrometer 8 123.2457 820 1390 2300 399.203 676.697 1119.71Ombrometer 9 124.0338 740 1180 1470 357.967 570.812 711.096

Volume Total (ml) 8310 11770 18260Intensitas rerata (mm/jam) 445.86 631.493 979.53

Pembahasan Tabel 2

Pengukuran intensitas hujan

Langkah-langkah pengukuran yang dilakukan sama dengan langkah-

langkah pengukuran ketebalan curah hujan yakni pertama mengukur diameter

dalam ombrometer kemudian dihitung luas mulut ombrometer dan didapat data

luas mulut ombroneter. Langkah kedua adalah mengukur volume yang berada

Page 19: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

dalam ombrometer setelah dilakukan pengamatan dan didapat data volume air

yang ditampung ombrometer. Setelah pengukuran-pengukuran terhadap

diameter dalam ombrometer dan volume air yang ditampung, langkah akhir

untuk mengukur intensitas adalah dengan menghitungnya dengan rumus

I = QAt

x 600, dengan I = intensitas curah hujan (mm/jam), Q = volume air di

tiap container (ml), A = luas mulut ombrometer (cm2) dan T = waktu

pengumpulan hujan (menit).

- Pada sudut lubang cakram sebesar 15o

I1¿810

124,4289 x 10x 600 = 390.585 mm/jam

I2¿1070

122,4601 x 10x600= 524.252 mm/jam

I3¿940

125,0226 x 10x 600 = 451.119 mm/jam

I4¿790

125,2208 x 10x 600 = 378.531 mm/jam

I5¿1300

124,0338x 10x 600 = 628.861 mm/jam

I6¿760

125,0226 x 10x 600 = 364.734 mm/jam

I7¿1080

125,2208x 10x 600 = 517.486 mm/jam

I8¿820

123,2457 x 10x 600 = 399.203 mm/jam

I9¿740

124,0338x 10x 600 = 357.967 mm/jam

- Pada sudut lubang cakram sebesar 25o

I1¿1170

124,4289 x 10x 600 = 564.178 mm/jam

I2¿1450

122,4601 x 10x600 = 710.436 mm/jam

I3¿1340

125,0226 x 10x 600 = 643.084 mm/jam

Page 20: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

I4¿1280

125,2208 x 10x 600 = 613.317 mm/jam

I5¿1430

124,0338x 10x 600 = 691.747 mm/jam

I6¿1190

125,0226 x 10x 600 = 571.097 mm/jam

I7¿1340

125,2208x 10x 600 = 642.066 mm/jam

I8¿1390

123,2457 x 10x 600 = 676.697 mm/jam

I9¿1180

124,0338x 10x 600 = 570.812 mm/jam

- Pada sudut lubang cakram sebesar 35o

I1¿1940

124,4289 x 10x 600 = 935.474 mm/jam

I2¿2320

122,4601 x 10x600 = 1136.7 mm/jam

I3¿1880

125,0226 x 10x 600 = 902.237 mm/jam

I4¿2260

125,2208x 10x 600 = 1082.89 mm/jam

I5¿1800

124,0338 x 10x 600 = 870.73 mm/jam

I6¿1790

125,0226 x 10x 600 = 859.045 mm/jam

I7¿2500

125,2208 x 10x 600 = 1197.88 mm/jam

I8¿2300

123,2457 x 10x 600 = 1119.71 mm/jam

I9¿1470

124,0338 x 10x 600 = 711.096 mm/jam

Dari data diatas merupakan intensitas hujan dari setiap ombrometer tiap

tiga kondisi sudut. Setelah itu dicari intensitas rerata tiap tiga kondisi sudut yakni

15o, 25o dan 35o dengan menjumlahkan semua intensitas setiap tiga kondisi sudut

lalu dibagi jumlah ombrometer.

Page 21: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

Intensitas rerata sudut 15o = (390,585+52,252+451,119+378,531+628,861+

364,734+517,486+399,203+357,967)/9

= 445.86 mm/jam

Intensitas rerata sudut 25o= (564,178+710,436+643,084+613,317+691,747+

571,097+642,066+676,697+570,812)/9

= 631.493 mm/jam

Intensitas rerata sudut 35o= (935,474+1136,7+902,237+1082,89+870,73+859,045

1197,88+1119,71+711,096)/9

= 979.53 mm/jam

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa intensitas hujan setiap sudut

memiliki ukuran yang berbeda-beda meskipun dilakukan pada waktu yang sama

hal ini dikarenakan sudut yang semakin besar membuat jumlah air yang keluar

semakin besar pula.

4.2 Perbedaan Intensitas dan Curah Hujan

Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan dalam jangka

waktu tertentu. Curah hujan adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam

tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Dari

pengertian diatas dapat diambil perbedaan bahwa curah hujan merupakan

ketinggian air hujan pada suatu tempat tertentu tanpa dipengaruhi wkatu

sedangakn intensitas adalah banyaknya hujan dalam suatu waktu tertentu.

Perbedaan lainnya adalah satuan curah hujan adalah mm (millimeter) sedangkan

intensitas hujan memiliki satuan mm/jam atau mm/menit.

4.3 Bentuk Ombrometer

Ombrometer merupakan alat pengukur curah hujan. Bentuk ombrometer

memiliki fungsi yang membantu dalam cara kerjanya untuk mengukur intensitas

mauapun ketebalan curah hujan.

Bagian atas ombrometer berbentuk corong kedalam hal ini berfungsi saat

air masuk ke ombrometer air langsung masuk kedalam ombrometer dan juga

meminimalkan tetesan air yang jatuh keluar dari ombrometer dan juga berfungsis

ebagai penutup tabung luar ombrometer.

Page 22: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

Bagian dalam ombrometer terdapat sebuah tabung kecil dari aluminium

yang berfungsi untuk menampung air hujan yang jatuh dari corong dan juga

tabung ini mempunyai ukuran 100 ml sehingga memudahkan pembaca untuk

membaca volume air hujan yang masuk.

Bagian tabung besar tempat menampungnya tabung aluminium kecil.

Bagian ini berfungsi sebagai wadah air yang tumpah dari tabung kecil yang

berada didalamnya, sehingga air tidak tumpah keluar.

Bentuk ombrometer berbentuk silinder agar lebih ergonomis saat dipegang

oleh pengguna.

BAB 5. KESIMPULAN

Kesimpulan dari laporan ini adalah

Page 23: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

1. Hujan adalah peristiwa jatuhnya air/es dari atmosfer ke permukaan bumi dan

atau laut dalam bentuk yang berbeda. Curah hujan adalah ketinggian air hujan

yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan

tidak mengalir. Intensitas hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada

suatu daerah dalam waktu tertentu.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi curah hujan dan intensitas hujan adalah

bentuk medan/topografi, arah lereng medan, arah angin yang sejajar dengan

garis pantai dan jarak perjalanan angin di atas medan datar.

3. Mekanisme jatuhnya air hujan secara umum terjadi karena proses konveksi

dan pembentukan awan berlapis (stratiform). Kedua mekanisme ini berbeda

dalam proses pembentukan dan pembesaran ukuran dan berat butiran hujan

yang menyebabkan pergerakan vertikal udara yang berasosiasi dengan awan

pembentuk hujan.

4. Alat-alat yang digunakan adalah ombrometer, penakar hujan otomatis type

hellmann, penakar hujan otomatis type typping bucket dan penakar hujan

manual type observatorium

DAFTAR PUSTAKA

Page 24: Laporan Tpkl Pengamatan Hujan Versiq

Anonim. 2010. Hujan. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=pengertian

curah hujan dan intensitas hujan&source=web. (11 Oktober 2012)

Anonim. 2011. Prespitasi. Semarang: Universitas Dipenogoro.

www.unhas.ac.id/lkpp/tani/3%20PRESIPITASI.pdf (16 Oktober 2012)

Anonim. 2012. Pengertian Curah Hujan

http://www.infogue.com/viewstory/2012/03/28/mengenal_pengertian_cura

h_hujan/?url=http://afghanaus.com/pengertian-curah-hujan/ (16 Oktober

2012)

Hendayana, D. 2011. Mengenal Nama dan Fungsi Alat‐alat Pemantau Cuaca dan

Iklim. Bandung.

Sastrodarsono, Suyono dan Kensaku Takeda. 1999, Hidrologi untuk Pengairan.

Pradnya Pramita. Bandung.