Laporan Tito Dony CSS-Obat Antidepresan Anti Anxietas
Click here to load reader
-
Upload
taufik-muhammad-t -
Category
Documents
-
view
214 -
download
1
Transcript of Laporan Tito Dony CSS-Obat Antidepresan Anti Anxietas
CLINICAL SCIENCE SESSIONOBAT ANTIPSIKOTIK DAN ANTIDEPRESAN
Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) SMF Ilmu Kesehatan Jiwa
Disusun oleh:
Dony Septriana Rosady 12100111035Tito Muhammad Taufik 12100111021
Partisipan :
Ibnu Abdillah 12100111003 Tri Suci Lestari 12100111029
Erwin Oktaviadi R. 12100111070Imania 12100111022Rahmi Fathonah 12100111063
Preseptor:dr.Lelly ,Sp.KJ (K)
SMF ILMU KESEHATAN JIWAPROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT2011
ANTIPSIKOSIS
Indikasi Penggunaan
Gejala sasaran (target syndrome) : Sindrom Psikosis
Butir-butir diagnostik Sindrom Psikosis 4
Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing ability),
bermanifestasi dalam gejala: kesadaran diri (awareness) yang terganggu, daya nilai
norma sosial (judgment) terganggu, dan daya tilikan diri (insight) terganggu.
Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala positif:
gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikaran yang tidak wajar (waham),
gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan (tidak sesuai dengan situasi),
perilaku yang aneh atau tidak dapat terkendali (disorganized), dan gejala negatif:
gangguan perasaan (afek tumpul, respon emosi minimal), gangguan hubungan sosial
(menarik diri, pasif, apatis), gangguan prosses berfikir (lambat, terhambat), isi pikiran
yang stereotip dan tidak ada inisiatif, perilaku yang sangat terbatas dan cenderung
menyendiri (abulia).
Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanisfestasi dalam gejala:
tidak mampu bekerja, menjalin hubugan sosial, dan melakukan kegiatan rutin.
Profil Efek Samping
Efek samping pada obat anti-psikosis dapat berupa:
Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja
psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun.
Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering,
kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, pandangan mata kabur, tekanan
intraokuler meninggi, gangguan irama jantung)
Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson: tremor,
bradikinesia, rigiditas).
Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice), hematologik
(agranulocytosis), biasanya pada pemakaian jangka panjang.
Efek samping ini ada yang dapat di tolerir oleh pasien, ada yang lambat, dan ada yang sampai
membutuhkan obat simptomatis untuk meringankan penderitaan pasien. Dalam penggunaan
obat anti-psikosis yang ingin dicapai adalah “optimal response with minimal side effect”.
Efek samping dapat juga “irreversible” : tardive dyskinesia (gerakan berulang involunter
pada : lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu tidur gejala
tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan)
dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis obat anti-psikosis
(non dose related). Bila terjadi gejala tersebut : obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan,
bisa dicoba pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h, (dopamine depleting agent), pemberian obat
anti parkinson atau I-dopa dapat memperburuk keadaan.
Obat pengganti anti-psikosis yang paling baik adalah Clozapine 50-100 mg/h. Pada
penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus dilakukan pemeriksaan
laboratorium : darah rutin, urine lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, untuk deteksi dini
perubahan akibat efek samping obat. Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan
kematian sebagai akinat overdosis atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk
menghindari akibat yang kurang menguntungkan sebaiknya dilakukan “lavage lambung” bila
obat belum lama dimakan.
Interaksi Obat
Antipsikosis + Antipsikosis lain = potensi efek samping obat dan tidak ada bukti lebih
efektif (tidak ada sinergis antara 2 obat anti-psikosis). Misalnya, Chlorpromazine +
Reserpine = potensiasi efek hipotensif.
Antipsikosis + Antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat (hati-
hati pada pasien dengna hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit jantung).
Antipsikosis + anti-anxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus dengan
gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat (acute adjunctive therapy).
Antispikosis + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat anti-psikosis pada pagi hari
sebelum ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena angka mortalitas yang tinggi.
Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan serangan
kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar (dose-
related). Yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah obat anti-psikosis
Haloperidol.
Antipsikosis + Antasida = efektivitas obat antu-psikosis menurun disebabkan
gangguan absorpsi.
Pemilihan Obat
Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada
dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping ; sedasi, otonomik,
ekstrapiramidal). Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
Apabila obat anti-psikosis tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah optimal
setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat anti-psikosis lain (sebaiknya
dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalen-nya, dimana profil efek samping
belum tentu sama. Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya, jenis
obat anti-psikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek samping-
nya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
Apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran miskin) lebih
menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau, perilaku tak terkendali) pada
pasien Skizofrenia, pilihan obat antipsikosis – atipikal perlu dipertimbangkan. Khususnya
pada penderita Skizofrenia yang tidak dapat mentolerir efek samping ekstrapiramidal atau
mempunyai risiko medik dengan adanya gejala ekstrapiramidal (neuroleptic induced medical
complication).
Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbangkan :
Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2 – 4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2 – 6 jam.
Waktu paruh : 12 – 14 jam (pemberian obat 1-2 x perhari).
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping (dosis
pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien.
Mulai dengan “dosis awal” sesuai dengan “dosis anjuran”, dinaikkan setiap 2-3 hari sampai
mencapai “dosis efektif” (mulai timbul peredaran Sindrom Psikosis) dievaluasi setiap 2
minggu dan bila perlu dinaikkan “dosis optimal” dipertahankan sekitar 8-12 minggu
(stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu “dosis maintenance” dipertahankan 6 bulan sampai 2
tahun (diselingi “drug holiday” 1-2 hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4
minggu) stop.
Lama Pemberian
Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang “multi episode”, terapi pemeliharaan
(maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Pemberian yang cukup lama ini dapat
menurunkan derajat kekambuhan 2,5 – 5 kali. Efek obat anti-psikosis secara relatif
berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis.
Sehingga tidak langsung menimbulkan kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya satu
bulan kemudian baru gejala Sindrom Psikosis kambuh kembali. Hal tersebut disebabkan
metabolisme dan ekskresi obat sangat lambat, metabolit-metabolit masih mempunyai
keaktifan anti-psikosis. Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis sebaiknya
dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama
sekali.
Untuk “Psikosis Reaktif Singkat” penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala
dalam kurun waktu 2 minggu – 2 bulan. Obat anti psikosis tidak menimbulkan gejala lepas
obat yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi
ketergantungan obat kecil sekali. Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala
“Cholinergic Rebound” : gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan
lainlain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian “anticholinergic agent” (injeksi Sulfas
Atropin 0,25 mg (im), tablet Trihexyphenidyl 3x 2 mg/h). Oleh karena itu pada penggunaan
bersama obat anti-psikosis + antiparkinson, bila sudah tiba waktu penghentian obat, obat
antipsikosis dihentikan lebih dahulu, kemudian baru menyusul obat antiparkinson.
Penggunaan Parenteral
Obat anti-psikosis “long acting” (Fluphenazine Decanoate 25 mg/cc atau Haloperidol
Decanoas 50 mg/cc, im, setiap 2 – 4 minggu sangat berguna untuk pasien yang tidak mau
atau sulit teratur makan obat atau apapun yang tidak efektif terhadap medikasi oral.
Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan secara oral lebih dahulu beberapa
minggu untuk melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas. Dosis mulai dengan ½ cc setiap
2 minggu pad bulan pertama kemudian bau ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan.
Pemberian obat anti psikosis “long acting” hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan
(maintenance therapy) terhadap kasus Skizofrenia. 15 – 25 % kasus menunjukkan toleransi
yang baik terhadap efek samping ektrapiramidal.
Perhatian Khusus
Efek samping yang sering timbul dan tindakan mengatasinya : Penggunaan Chlorpromazine
injeksi (im) :
0ering menimbulkan Hipotensi Ortostatik pada waktu perubahan posisi tubuh (efek alfa
adrenergic blockade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi Noradrenaline (Nor-
epinephrine) sebagai “alfa adrenergic stimulator”.
Dalam keadaan ini tidak diberikan Adrenaline oleh karena bersifat “alfa dan beta adrenergic
stimulator” sehingga efek beta-adrenergic tetap ada dan dapat terjadi Shock. Hipotensi
ortostatik seringkali dapat dicegah dengan tidak langsung bangun setelah mendapat suntikan
dan dibiarkan tiduran selama sekitar 5- 10 menit.
Bila dibutuhkan dapat diberikan Norepinephrine bitartrate (Levophed – Abbot atau Raivas –
Dexa Medica atau Vascon – Fahrenheit) ampul 4 mg/4cc dalam infus 1000 ml dextrose 5%
dengan kecepatan infus 2-3cc/menit. Obat anti-psikosis yang kuat (Haloperidol) sering
menimbulkan gejalan Ekstrapiramidal/Sindrom Parkinson. Tindakan mengatasinya dengan
tablet Trihexyphenidyl (Artane) 3-4x 2 mg/hari, Sulfas Atropin 0,50-0,75 mg (im). Apabila
Sindrom Parkinson sudah terkendali diusahakan penurunan dosis secara bertahap, untuk
menentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan obat antiparkinson. Secara umum
dianjurkan penggunaan obat antiparkinson tidak lebih lama dari 3 bulan (risiko timbul
“atropine toxic syndrome”). Tidak dianjurkan pemberian “antiparkinson profilaksis”, oleh
karena dapat mempengaruhi penyerapan/absorpsi obat anti-psikosis sehingga kadarnya dalam
plasma rendah, dan dapt menghalangi manifestasi gejala psikopatologis yang dibutuhkan
untuk penyesuaian dosis obat antipsikosis agar tercapai dosis efektif.
“Rapid Neuroleptizattion” : Haloperidol 5 – 10 mg (im) dapt diulangi setiap 2 jam, dosis
maksimum adalah 100 mg dalam 24 jam. Biasanya dalam 6 jam sudah dapat mengatasi
gejala-gejala akut dari Sindrom Psikosis (agitasi, hiperaktivitas psikomotorm impulsif,
menyerang, gaduhgelisah, perilaku destruktif dll).
Kontraindikasi
Penyakit hati (hepato-toksik)
Penyakit darah (hemato-toksik)
Epilepsi (menurunkan ambang kejang)
Kelainan jantung (menghambat irama jantung)
Febris yang tinggai (thermoregulator di SSP)
Ketergantungan alkohol (penekanan SSP meningkat)
Penyakit SSP (parkinson, tumor otak dll)
Gangguan kesadaran disebabkan “CNS-depressant” (kesadaran makin memburuk)
ANTIDEPRESAN
Indikasi
Gejala Sasaran(tarfet syndrome) : Sindrom Depresi
Butir-butir diagnostik Sindrom Depresi :
Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami rasa hati yang
murung,kurang minat/kehilangan rasa senang dan kurang tenaga hinga mudah lelah
serta kendur
Keadaan diatas disertai gejala-gejala :
1. Penurunan konsentrasi pikiran dan perhatian
2. Pengurangan rasa harga diri dan percaya diri
3. Pikiran perihal dosa dan diri tidak berguna lagi
4. Pandangan suram dan persimistik terhadap masa depan
5. Gagasan atau tindakan mencederai diri / bunuh diri
6. Gangguan tidur
7. Pengurangan nafsu makan
Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala : penurunan
kemampuan berkerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Mekanisme Kerja
Sindrom depresi diyakini timbul akibat adanya defisiensi relatif salah satu atau beberapa
neurotransmiter aminergik (noradrenalin, serotonin, dopamine) pada sinaps neuron di SSP,
terutama pada sistem limbik. Oleh karena itu, semua obat antidepresi bekerja untuk
meningkatkan jumlah neurotransmiter aminergik pada sinaps neuron di SSP, baik dengan
menghambat reuptake oleh neuron prasinaptik maupun dengan menghambat
penghancurannya oleh enzim monoamine oxydase.
Klasifikasi
Obat-obat antidepresi dikelompokkan dalam 5 golongan, yaitu :
1. Obat antidepresi Trisiklik
2. Obat antidepresi Tetrasiklik
3. Obat antidepresi RIMA ( Reversible Inhibitor Of Monoamine Oxydase-A)
4. Obat antidepresi Atypical
5. Obat antidepresi SSRI ( Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
1. Obat Antidepresi Trisiklik dan Tetrasiklik
Imipramine, Desipramine, Trimipramine, Amitriptyline, Nortriptyline, Protriptyline,
Amoxapine, Doxepine, Maprotiline, Clomipramine. Kedua jenis obat antidepresi ini kadang
dimasukkan dalam kelompok obat heterosiklik. Penamaannya sesuai dengan jumlah cincin
sebagai inti struktur molekularnya.
Farmakokinetik
Absorpsi per oral tidak lengkap
Waktu paruh panjang (10-70 jam) → pemberian obat bisa 1x/hari. Metabolisme obat
terjadi di hati oleh enzim sitokrom P450IID6. Pemakaian bersama obat-obat yang
bersifat menghambat P450IID6 ( quinidine, cimetidine, SSRI, phenothiazine,
carbamazepine, antiaritmik propafenone dan flecainide) akan menyebabkan
intoksikasi obat antidepresi Trisiklik dan Tetrasiklik → dosis harus diturunkan.
Farmakodinamik
Menghambat reuptake neurotransmiter norepinefrin dan serotonin ke terminal saraf
prasinaptik → ↑ konsentrasi monoamin dalam celah sinaptik → efek antidepresan
Menghambat reseptor asetilkolin histamin dan muskarinik, α-adrenergik →
menimbulkan efek samping
Indikasi Terapetik
Gangguan Depresif Berat
Gangguan Mood Karena Kondisi Medis Umum dengan Ciri Depresif
Gangguan Panik dengan Agorafobia
Gangguan Kecemasan Umum
Gangguan Obsesif-Kompulsif (Clomipramine dan SSRI)
Gangguan Makan
Gangguan Nyeri, dll.
Efek Samping Merugikan
Efek Psikiatrik, yaitu dapat menginduksi episode manik pada pasien gangguan bipolar
I. Hal ini dapat diatasi dengan mengurangi dosis atau menggantinya dengan
Fluoxetine atau Bupropion.
Efek Antikolinergik (esp. amytriptiline, imipramine, trimipramine dan doxepine)
berupa mulut kering ( atasi dengan permen karet tanpa gula, kembang gula atau isap
mulut fluoride), konstipasi, pandangan kabur dan retensi urin. Selain itu, juga dapat
memperberat kondisi pasien dengan glaukoma sudut sempit ( atasi dengan pemberian
tetes mata pilocarpine secara bersamaan).Bethanecol dapat membantu mengatasi efek
antikolinergik lainnya.
Sedasi (esp. amytriptiline, trimipramine dan doxepine)
Efek Otonomik berupa hipotensi ortostatik (inhibisi α1-adrenergik), keringat
berlebihan, palpitasi, penngkatan tekanan darah
Efek pada Jantung berupa takikardi, gangguan EKG dan aritmogenik (overdosis)
Efek Neurologis : kedutan mioklonik dan tremor lidah ( desipramine dan
protriptyline) parkinsonisme, akathisia, diskinesia (amoxapine)
Efek Alergi dan Hematologi, jarang terjadi
Efek lainnya : penambahan berat badan (inhibisi reseptor histamine H2), impotensi
(inhibisi reseptor dopamine dalam traktus uberoinfundibular) dan disfungsi seksual
(gangguan ejakulasi, anorgasme, galaktorea, hiperprolaktinemia) karena penggunaan
amoxapine
Interaksi Obat
Obat antidepresi Trisiklik dan Tetrasiklik + antihipertensi : inhibisi efek obat
antihipertensi, bahkan pemberian bersama dengan methyldopa menyebabkan agitasi
perilaku
Obat antidepresi Trisiklik dan Tetrasiklik + antipsikotik : peningkatan kadar plasma
masing-masing obat dan efek samping antikolinergik dan sedasi dari obat antidepresi
Obat antidepresi Trisiklik dan Tetrasiklik + CNS depressant (opiate, opioid, ansiolitik,
hipnotik dan obat flu) : potensiasi depresi SSP
Obat antidepresi Trisiklik + Simpatomimetik : efek merugikan pada system
kardiovaskuler yang berat
Obat antidepresi Trisiklik dan Tetrasiklik + Kontrasepsi oral, asam askorbat, NH4Cl,
barbiturate, merokok, lithium : penurunan kadar plasma obat antidepresi Trisiklik dan
Tetrasiklik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat antidepresi Trisiklik dan
Tetrasiklik :
Hindari penggunaannya selama kehamilan dan pada ibu menyusui ( bisa
diekskresikan lewat ASI)
Monitor dengan ketat penggunaannya pada pasien hepatitis dan penyakit ginjal
Tidak boleh diberikan selama terapi ECT (efek pada jantung)
Pemeriksaan hitung darah lengkap, differential count leukosit, elektrolit serum, tes
fungsi hati, EKG perlu dilakukan terutama pada pasien lanjut usia dan anak-anak.
Efek obat antidepresi Trisiklik dan Tetrasiklik yang bermakna baru terlihat setelah
empat minggu
Penghentian terapi harus dilakukan dengan penurunan dosis secara bertahap untuk
menghindari timbulnya ‘rebound’ kolinergik (mual, gangguan lambung, berkeringat,
nyeri kepala, nyeri leher dan muntah)
2. Obat Antidepresi RIMA ( Reversible Inhibitor Of Monoamine Oxydase-A)
Mis. Moclobemide, Brofaromine
Farmakokinetik
Mudah diabsorpsi per oral
Mengalami asetilasi
Efek antidepresi tampak setelah 2-4 minggu pengobatan
Farmakodinamik
Monoamin oksidase (MAO) adalah suatu enzim mitokondria yang terdistribusi luas di
seluruh tubuh. Konsentrasi MAO tertinggi ditemukan di hati, saluran gastrointestinal, SSP
dan system saraf simpatis. Dalam neuron, MAO berperan dalam me-nonaktifkan
neurotransmitter (norepinefrin, serotonin, dopamine) yang berlebih dan bocor keluar vesikel
sinaptik ketika neuron istirahat. Inhibitor MAO dapat me-nonaktifkan enzim ini secara
irreversible (Isokarboksazid, Phenelzine, Tranylcypromine, Selegiline) atau reversible
(Moclobemide, Brofaromine), sehingga molekul neurotransmitter tidak mengalami degradasi,
menumpuk dalam neuron presinaptik dan masuk ke ruang sinaptik. Hal ini menyebabkan
aktivasi reseptor norepinefrin dan serotonin. Akibatnya, timbullah efek antidepresi obat.
Monoamin oksidase tipe A(MAO-A) dalam saluran gastrointestinal bertanggung
jawab terhadap metabolisme tiramin yang terkandung dalam makanan yang dikonsumsi.
Inhibitor MAO akan mengakibatkan tiramin masuk ke dalam sirkulasi tanpa mengalami
metabolisme terlebih dahulu. Selanjutnya, tiramin akan menyebabkan lepasnya katekolamin
dalam jumlah besar, yang tersimpan di ujung terminal saraf, menginduksi timbulnya sakit
kepala, takikardi, mual, hipertensi, aritmia jantung dan stroke. Pasien yang menggunakan
MAOI reversible ( RIMA) sebagai antidepresi hanya memerlukan waktu 2-5 hari setelah
dosis obat terakhir untuk mensintesis ulang MAO dalam jumlah yang cukup untuk
menggantikan MAO yang telah diinhibisi dan dihancurkan oleh MAO Inhibitor. Hal ini
berarti pasien dapat mengkonsumsi kembali makanan yang mengandung tiramin sesudahnya.
Sedangkan, pasien pengguna MAOI irreversible membutuhkan waktu yang lebih lama, yaitu
sekurang-kurangnya dua minggu setelah dosis obat terakhir.
Indikasi Terapetik
Gangguan Depresif Berat
Gangguan Mood Karena Kondisi Medis Umum dengan Ciri Depresif
Gangguan Panik dengan Agorafobia
Gangguan Stres Pascatraumatik
Gangguan Obsesif-Kompulsif
Gangguan Makan
Fobia Sosial
Gangguan Nyeri
Efek Samping Merugikan
Hipotensi ortostatik (Isokarboksazid, Phenelzine), dapat diatasi dengan
fludrocortisone 0,1-0,2 mg/hari, kaus kaki elastik (support stocking), hidrasi dan
peningkatan asupan garam
Penambahan berat badan
Edema
Disfungsi seksual
Insomnia
Parathesia (defisiensi pyridoxine akibat MAOI), atasi dengan suplemen pyridoxine
50-150 mg/hari
Efek psikiatrik : menyebabkan pasien depresi gangguan bipolar I berubah menjadi
episode manik dan menyebabkan pasien skizofrenia menjadi memiliki dekompensasi
psikotik
Krisis hipertensi akibat mengkonsumsi MAOI bersama dengan makan yang
mengandung tiramin, juga bisa terjadi bila mendapat gigitan lebah saat
mengkonsumsi MAOI. Hal ini dapat diatasi dengan 100 mg kapsul nifedipine, α-
adrenergik ( phentolamine) atau chlorpromazine. Risiko krisis hipertensi akibat
tiramin menurun pada pasien yang menggunakan RIMA.
Interaksi Obat
MAOI + CNS depresan : potensiasi efek depresi SSP
MAOI + Obat serotonergik (SSRI, clomipramine) : Sindrom Serotonin Maligna
dengan gejala awal berupa hipertonisitas, mioklonus, dan gangguan otonom,
selanjutnya timbul halusinasi, hipertermi, bahkan kematian.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat antidepresi MAOI
Monitor ketat penggunaan MAOI pada pasien dengan penyakit ginjal, gangguan
kejang, penyakit kardiovaskular atau hipertiroid
MAOI dapat mengubah kadar obat oral hipoglikemik
MAOI dikontraidikasikan penggunaannya pada ibu hamil dan menyusui
3. Obat Antidepresi SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Mis. Fluoxetine, Fluvoxamine, Paroxetine, Sertraline)
Farmakokinetik
Waktu paruh Fluoxetine terpanjang (2-3 hari)
Absorpsi per oral baik
Metabolisme terjadi di hati oleh P450IID6 (Paroxetine)
Pemberian SSRI dengan makanan sering menurunkan insidensi gejala efek samping
SSRI yakni mual dan diare
Farmakodinamik
Menghambat reuptake serotonin secara spesifik ke terminal saraf prasinaptik
Tidak terdapat aktivitas pada reseptor antikolinergik, antihistamin, dan anti-
adrenergik-α1 sehingga efek samping yang timbul sangat rendah
Indikasi Terapetik
Gangguan depresi berat
Episode depresi dari gangguan bipolar I
Gangguan makan
Gangguan panik
Gangguan obsesif-kompulsif
Gangguan distimik
Gangguan kepribadian ambang
Efek Samping Merugikan
Efek SSP : nyeri kepala, ketegangan, insomnia, mengantuk, dan kecemasan
Efek sistem gastrointestinal : mual, diare, mulut kering, anoreksia, dan dyspepsia
Gangguan fungsi seksual (jarang terjadi) : anorgasme, ejakulasi terlambat, impotensi,
dapat diterapi dengan Yohimbine atau Cyproheptadine
Gangguan pada kulit berupa ruam (jarang terjadi)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat antidepresi SSRI :
Pemberian Fluoxetine disertai dengan penurunan konsentrasi glukosa, dengan
demikian dosis obat hipoglikemik perlu diturunkan
SSRI merupakan obat yang paling aman meski digunakan secara overdosis
Monitor penggunaan SSRI pada pasien dengan penyakit hati
SSRI dikontraidikasikan penggunaannya pada ibu hamil ( drug of choice bila
diharuskan memberikan antidepresi pada ibu hamil) dan menyusui
Profil Efek Samping
Efek Samping Obat Anti depresi dapat berupa:
Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun,
kemampuan kognitif menurun)
Efek Antikolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi)
Efek Anti adrenergik alfa (perubahan EKG, hipotensi)
Efek Neurotoksis (tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia)
Efek Samping yang tidak berat (tergantung daya toleransi dari penderita), biasanya
berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap diberikan pada dosis yang sama.
Pada keadaan Overdosis/ Intoksikasi Trisiklik dapat timbul: “Atropine Toxic
Syndrome” dengan gejala : eksitasi SSP, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi, toxic
confusional state(confusion, delirium, disorientation )
Interaksi Obat
SSRI + L-tryptophan/MAOI : Sindrom Serotonin Maligna
Pemberian SSRI sebelum maupun sesudah pemberian MAOI memerlukan periode
pencucian selama 6 minggu sebelum digunakan.
Paroxetine + cimetidine : peningkatan konsentrasi Paroxetine
Paroxetine + Phenobarbital/Phenytoin : penurunan konsentrasi Paroxetine
Paroxetine memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami interaksi obat karena jalur
metaboliknya melalui enzim hati P450IID6
Trisklik+ Haloperidol/Phenotiazine = mengurangi eksresi dari Trisiklik( kadar dalam
plasma meningkat). Terjadi potensiasi efek antikolinergik(ileus paralitik, disuria,
gangguan absorbsi).
SSRI/TCA+MAOI= Serotonin Malignant Syndrome dengan gejala-gejala:
gastrointestinal distress(mula, muntah,diare), agitasi(mudah marah, ganas),
restlessness(gelisah).
MAOI + “sympathomimetic drugs” (phenypropanolamine, pseudoephedrine pada
obat flu/ asma, noradrenaline pada anastesi lokal,derivat amfetamine, L-dopa) + efek
potensiasi yang dapat menjurus ke Krisis Hipertensi (acute paroxysmal hypertension),
dimana ada resiko terjadinya serangan stroke.
MAOI+ Senyawaan mengandung “tyramine”(keju, anggur) = dapat terjadi krisis
Hipertensi(“Hypertensive Crisis”) dengan resiko serangan stroke pada usia lanjut.
Obat anti depresi + CNS Depressant (morphine,benzodiazepine,alcohol) = potensiasi
efek sedasi dan penekanan terhadap pusat nafas, resiko timbulnya “respiratory
failure”.
Pemilihan Obat
Pada dasarnya semua obat anti depressan mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama
pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping).
Pemilihan jenis obat anti depresi
Tergantung pada toleransi pasien terhadap efek samping dan penyesuaian efek samping
terhadap kondisi pasien (usia, penyakit fisik tertentu, jenis depresi)
Misalnya:
Trisiklik (Amitriptyline, Imipramine) → efek samping sedatif, otonomik, kardiologik
lebih besar→ diberikan pada pasien muda (young healthy) yang lebih besar toleransi
terhadap efek samping tersebut dan bermanfaat untuk meredakan ‘agitated
depression’.
Tetrasiklik (Maprotiline, Mianserin) dan Atipikal (Tazodone, Mirtazapine) → efek
samping otonomik, kardiologik relatif lebih kecil, efek sedasi lebih kuat → diberikan
pada pasien yang kondisinya kurang tahan terhadap efek otonomik dan
kardiologik(usia lanjut) dan sindrom depresi dengna gejala anxietasdari insomnia
yang menonjol.
SSRI (Fluoxetine, Setraline) → efek sedasi, otonomik,hipotensi sangat minimal→
untuk pasien ‘retarded depression’ pada usia dewasa dan usia lanjut, atau yang dengan
gangguan jantung, berat badan lebih, dan keadaan lain dimana manfaat efek samping
yang minimal tersebut.
MAOI-Reversible (Meclobemide) → efek samping hipotensi ortostatik (relatif sering)
→ pasien usia lanjut mendadak bangunmalam hari ingin miksi→ resiko jatuh dan dan
trauma lebih besar. Perubahan posis tubuh dianjurkan tidak mendadak, dengan
tenggang waktu dan gradual.
Mengingat profil efek sampingnya, untuk penggunaan pada Sindrom Depresi ringan dan
Sedang yang datang berobat jalan pada fasilitas kesehatan, pemilihan obat anti depresi
sebaiknya mengikuti urutan(step core)
o Step 1 = Gol SSRI (Fluoxetine, Sertraline)
o Step 2 = Gol Trisiklik (Amitriptyline)
o Step 3 = Gol Tetrasiklik (Maprotiline)
Pertama gunakan golongan SSRI yg efek sampingnya sangat minimal, spectrum antidepresi
luas, gejala putus obat minimal & lethal dose yang tinggi (>6000mg) sehingga relatif aman.
Bila telah diberikan dosis yang adekuat dalam jangkawaktu yang cukup (sekitar 3 bulan)tidak
efektif, dapat beralih ke golongan kedua, golongan Trisiklik, yang spectrumnya luas namun
efek sampingnya lebih berat.
Bila pilihan kedua belum berhasil, dapat beralih ketiga dengan spectrum anti depresi yang
lebih sempit dan juga efek samping lebih ringan dibanding Trisiklik, yang terringan yaitu
golongan MAOI Reversible. Disamping itu juga dipertimbangkan bahwa pergantian SSRI ke
MAOI membutuhkan waktu 2-4 minggu istirahat untuk ‘wash out period’ guna mencegah
timbulnya ‘Serotonin Malignant Syndrome’.
Lithium digunakan pada ‘Unipolar Recurrent Depression’ yaituuntuk mencegah kekambuhan
sebagai ‘Mood stabilizers’ dibutuhkan kadar serum lithium 0,4-0,8 mEq/L. Untuk efek
Mania, kadar serum lithium 0,8-1,2 mEq/L (kadar teraupetik). Kadar toksik adalah >1,5
mEq/L. Rentang kadar serum terapeutik dan toksis sempit sehingga membutuhkan
monitoring kadar serum lithium untuk deteksi dini intoksikasi. Dosis obat Lithium sekitar
250-500 mg/h untuk mencapai kadar serum Lithium profilaksis.
Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
Onset efek primer: sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder : sekitar12-24 jam
Waktu paruh: 12-48 jam (pemberian 1-2 kali/ hari)
proses dalam pengaturan dosis:
1.Initiating dosage (test dose) → untuk mencapai dosis anjuran selama minggu 1.
Misalnya: dosis Amitriptyline 25 mg/h = hari 1 dan 2, 50 mg/h = hari 3 dan 4
2.Titrating dosage (optimal dose) → mulai dari anjuran sampai mencapai dosis efektif→ dosis
optimal.
Misal: dosis Amitriptyline 150 mg/h=hari 7 s/d 14 hari (Minggu II), Minggu
III:200mg/h→Minggu IV:300mg/h
3.Stabilizing Dosage(stabilization dose)→dosis optimal dipertahankan slma 2-3 bln
4.Maintaining Dosage(maintenance dose) →selama 3-6 bulan. Biasanya dosis pemeliharaan
=1/2 dosis optimal
5.Tapering Dosage(tapering dose) selama 1 bulan. Kebalikan pada proses ‘Initiating dosage’.
Dengan demikian obat anti depresi dapat diberhentikan total. Kalau Sindrom Depresi kambuh
lagi, proses dimulai dari awal dan seterusnya. Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis
tunggal pada malam hari (single dose one hour before sleep) untuk golongan Trisiklik dan
Tetrasiklik. Untuk golongan SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan
pagi.
Lama pemberian
Pemberian obat anti depresi dapat dilakukan dalam jangka panjang oleh karena ’addiction
potential’-nya sangat minimal.
Kontra indikasi:
Penyakit jantung Koroner khusunya pada usia lanjut.
Glaukoma, Retensi urin, hipertrofi proistas, gangguan fungsi hati, epilepsi.
Pada penggunaan obat Lithium, kelainan fungsi jantung,ginjal dan kelenjar tiroid.
Wanita hamil dan menyusui tidak dianjurkan menggunakan TCA, resiko teratogenik
besar (khususnya trimester 1) dan TCA dieksresi melalui ASI.
Anti Depresi Trisiklik
Kerja
TCA meningkatkan pikiran, memperbaiki kewaspadaan mentalm meningkatkan aktivitas
fisik dan mengurangi angka kesakitan pada depresi utama sampai 50-70%. Obat-obat ini
tidak menyebabkan stimulasi SSP atau peningkatan pikiran pada orang normal. Obat dapat
digunakan untuk memperpanjang pengobatan depresi tanpa kehilangan efektivitas.
Penggunaan dalam terapi
Antidepresan trisiklik efektif mengobati depresi mayor yang berat dan beberapa gangguan
panik.Imipramin telah digunakan dalam mengontrol ngompol pada anak-anak karena
menyebabkan kontraksi sfingter interna kandung kencing.
Efek Samping
1.Efek antimuskarinik: Penghambatan reseptor asetilkolin menyebabkan penglihatan kabur,
mulut kering, retensi urine, konstipasi dan epilepsi.
2.Kardiovaskular: Peningkatan aktivitas katekolamin dapat menyebabkan stimulasi jantung
berlebihan yang dapat membahayakan.
3.Hipotensi ortostatik: TCA menghambat reseptor alfa adrenergik sehingga menyebabkan
hipotensi ortostatik dan takikardia yang refleks.
4.Sedasi
5.Perhatian: TCA dapat menutupi tingkah mania depresi.
Inhibitor ambilan kembali serotonin selektif
Fluoksetin
Penggunaan dalam terapi Indikasi utama fluoksetin adalah depresi. Digunakan pula untuk
bulimia dan anoreksia nervosa dan gangguan obsesif kompulsif. Efek Samping hilangnya
libido, ejakulasi terhambat, anorgasme, menyebabkan kejang.
Penyekat monoamine oksidase
Penggunaan dalam terapi
MAOI digunakan pada pasien depresi yang tidak responsif dan alergi terhadap antidepresan
trisiklik atau menderita ansietas berat. Obat ini dapat menstimulasi pada pasien dengan
aktivitas motorik lemah. Obat ini dapat digunakan pada fobia dan pada depresi atipikal( yaitu
pikiran labil,menolak kebenaran dan gangguan nafsu makan).
Efek Samping
MAOI dapat menghambat penguraian tiramin yang terdapat pada keju, hati ayam dan anggur
merah. Tiramin menyebabkan lepasnya katekolamin dalam jumlah besar sehingga terjadi
sakit kepala, takikardia, mual, hipertensi, aritmia jantung dan stroke. Efek samping lain yaitu
mengantuk, hipotensi ortostatik, penglihatan kabur, mulut kering,disuria dan konstipasi.