LAPORAN PEREKONOMIAN Agustus 2019 · iv LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019...
Transcript of LAPORAN PEREKONOMIAN Agustus 2019 · iv LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019...
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 i
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat
Volume 13 Nomor 3
Agustus 2019
ii LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Publikasi ini dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/id/publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat
Jl. Andi P. Pettarani No.1, Mamuju
Sulawesi Barat 91511, Indonesia
Telepon: 0426 - 22192, Faksimili: 0426 - 21656
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 iii
KATA PENGANTAR Laporan Perekonomian Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) disusun dan
disajikan setiap 3 (tiga) bulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat, mencakup aspek perkembangan ekonomi makro,
keuangan pemerintah, perkembangan inflasi, stabilitas sistem keuangan
dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan
uang Rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan, serta prospek
perekonomian ke depan. Laporan ekonomi daerah di samping bertujuan
untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam
merumuskan kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan, sistem
pembayaran dan pengelolaan uang rupiah juga diharapkan dapat menjadi
salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat
keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di
daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai strategic partner bagi
stakeholders di wilayah kerjanya.
Dalam penyusunan laporan, Bank Indonesia memanfaatkan data dan
informasi yang sudah tersedia dari berbagai institusi, serta melalui
perolehan data internal yaitu survei dan liaison. Sehubungan dengan hal
tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua
pihak yang telah berkontribusi baik berupa pemikiran maupun penyediaan
data dan informasi secara kontinu, tepat waktu, dan reliable. Harapan
kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan
ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Saran serta masukan dari
para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang
lebih baik ke depan.
Mamuju, Agustus 2019
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI BARAT
ttd
Budi Sudaryono
Deputi Direktur
Tim Penyusun
Penanggung Jawab
Budi Sudaryono
Koordinator Penyusun
Setya Dodi Ermawan
Editor
Doddy Dirgantara Putra
Tim Penulis
Perkembangan Ekonomi Doddy Dirgantara Putra
Keuangan Pemerintah A. Adilah B
Inflasi - Anton Kisworo
Stabilitas Keuangan Daerah Anton Kisworo
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran &
Pengelolaan Uang Rupiah - Andrew Pratama
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Ahmad Fikri
Prospek Perekonomian Doddy Dirgantara Putra
Potensi Gangguan Kemarau Terhadap
Inflasi Bahan Makanan Anton Kisworo
Persistensi Inflasi Sulawesi Barat A.
Adilah B
Interkoneksi Keuangan Antar Sektor
Triwulan IV 2018 Doddy Dirgantara
Putra.
Kontributor
Unit Pengembangan Ekonomi
Unit Pengelolaan Uang Rupiah
Unit Operasional Sistem Pembayaran
iv LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
VISI BANK INDONESIA
Menjadi Bank Sentral yang berkontribusi secara nyata terhadap perekonomian Indonesia
dan terbaik di antara negara Emerging Markets.
MISI BANK INDONESIA
1. Mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah melalui efektivitas kebijakan moneter
dan bauran kebijakan Bank Indonesia.
2. Turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui efektivitas kebijakan
makroprudensial Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan mikroprudensial
Otoritas Jasa Keuangan.
3. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui penguatan kebijakan
sistem pembayaran Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan pemerintah dan
mitra strategis lain.
4. Turut mendukung stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan melalui sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal
dan reformasi struktural pemerintah serta kebijakan mitra strategis lain.
5. Memperkuat efektivitas kebijakan Bank Indonesia dan pembiayaan ekonomi, termasuk
infrastruktur, melalui akselerasi pendalaman pasar keuangan.
6. Turut mengembangan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat nasional hingga ke
tingkat daerah.
7. Memperkuat peran internasional, organisasi, sumber daya manusia, tata kelola dan
sistem informasi Bank Indonesia.
NILAI-NILAI STRATEGIS
Nilai-nilai strategis Bank Indonesia adalah: (i) kejujuran dan integritas (trust and integrity);
(ii) profesionalisme (professionalism); (iii) keunggulan (excellence); (iv) mengutamakan
kepentingan umum (public interest); dan (v) koordinasi dan kerja sama tim (coordination
and teamwork) yang berlandaskan keluhuran nilai-nilai agama (religi).
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 v
DAFTAR ISI
1.2.1 Konsumsi Rumah Tangga ________________________________________________________________ 4
1.2.2 Konsumsi Pemerintah ___________________________________________________________________ 5
1.2.3 Investasi _______________________________________________________________________________ 7
1.2.4 Ekspor LN _____________________________________________________________________________ 8
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan ______________________________________ 10
1.3.2 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran ____________________________________________ 11
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan _____________________________________________________ 12
1.3.4 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial ___________________ 13
1.3.5 Lapangan Usaha Konstruksi _____________________________________________________________ 14
2.2.1 Pendapatan ___________________________________________________________________________ 21
2.2.2 Belanja Pemerintah ____________________________________________________________________ 22
3.3.1 Inflasi Kelompok Bahan Makanan ________________________________________________________ 30
3.3.2 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau _______________________________ 31
3.3.3 Inflasi Kelompok Sandang ______________________________________________________________ 31
3.3.4 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar 32
3.3.5 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga 32
4.1.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga ______________________________________ 40
4.1.2 Kinerja Keuangan Rumah Tangga ________________________________________________________ 43
4.1.3 Dana Pihak Ketiga Perseorangan Perbankan _______________________________________________ 44
4.1.4 Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga __________________________________________________ 45
4.3.1 Perkembangan Kredit dan DPK Agregat ___________________________________________________ 47
KATA PENGANTAR _______________________________________________________________________________ iii
RINGKASAN EKSEKUTIF __________________________________________________________________________ xi
TABEL INDIKATOR EKONOMI ____________________________________________________________________ xvii
1. Perkembangan Ekonomi ________________________________________________________________________1
1.1. Kondisi Umum _______________________________________________________________________________ 2
1.2. Sisi Permintaan ______________________________________________________________________________ 2
1.3. Sisi Penawaran _______________________________________________________________________________ 9
2. Keuangan Pemerintah ________________________________________________________________________ 17
2.1. Perkembangan Realisasi APBN di Sulawesi Barat __________________________________________________ 18
2.2. Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Barat _____________________________________________ 20
3. Inflasi ______________________________________________________________________________________ 25
3.1. Inflasi Secara Umum _________________________________________________________________________ 26
3.2. Inflasi Bulanan ______________________________________________________________________________ 27
3.3. Inflasi Tahunan _____________________________________________________________________________ 29
3.4. Upaya Pengendalian Harga ___________________________________________________________________ 33
4. Stabilitas Keuangan Daerah____________________________________________________________________ 39
4.1. Perkembangan Stabilitas Keuangan Rumah Tangga _______________________________________________ 40
4.2. Perkembangan Stabilitas Keuangan Korporasi ____________________________________________________ 46
4.3. Perkembangan Institusi Perbankan _____________________________________________________________ 47
vi LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
4.3.2 Perkembangan Kredit dan DPK Spasial ____________________________________________________ 48
7.1.1 Prospek Sisi Permintaan _________________________________________________________________ 71
7.1.2 Prospek Sisi Penawaran _________________________________________________________________ 72
7.2.1. Risiko Ke Depannya ____________________________________________________________________ 74
4.4. Perkembangan Pembiayaan UMKM dan Akses Keuangan __________________________________________ 50
5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah ___________________________________ 55
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai _______________________________________________________ 56
5.2. Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai ___________________________________________________ 59
6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan ____________________________________________________________ 61
6.1. Ketenagakerjaan ____________________________________________________________________________ 62
6.2. Nilai Tukar Petani ___________________________________________________________________________ 65
6.3. Tingkat Kemiskinan __________________________________________________________________________ 66
7. Prospek Perekonomian ________________________________________________________________________ 69
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi ________________________________________________________________ 70
7.2. Prospek Inflasi ______________________________________________________________________________ 73
7.3. Rekomendasi _______________________________________________________________________________ 74
LAMPIRAN ______________________________________________________________________________________ 75
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Sulawesi (%yoy) _____________________________________________________ 2
Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Permintaan ____________________________ 3
Tabel 1.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Penawaran ____________________________ 9
Tabel 2.1. Realisasi APBN Ke Sulawesi Barat __________________________________________________________________ 18
Tabel 2.2. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (RP juta) ________________________________________________________ 21
Tabel 2.3. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta) ___________________________________________________________ 22
Tabel 3.1. Inflasi di Pulau Sulawesi _________________________________________________________________________ 26
Tabel 3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok ____________________________________________________________________ 27
Tabel 3.3. Perbandingan Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok (%, mtm) ________________________________________ 27
Tabel 3.4. Penyumbang Inflasi Bulanan Terbesar (%) __________________________________________________________ 28
Tabel 3.5. Penyumbang Deflasi Bulanan Terbesar (%) _________________________________________________________ 28
Tabel 3.6. Perkembangan Rata-rata Harga di Pasar Tradisional Mamuju ___________________________________________ 29
Tabel 3.7. Persistensi Inflasi Bahan Makanan _________________________________________________________________ 36
Tabel 4.1. Komposisi Pengeluaran Konsumen ________________________________________________________________ 43
Tabel 4.2. Komposisi Pengeluaran Konsumen ________________________________________________________________ 43
Tabel 4.3 Debt Service Ratio Triwulan I 2019 _________________________________________________________________ 43
Tabel 4.4 Debt Service Ratio Triwulan II 2019 ________________________________________________________________ 43
Tabel 4.5. Neto Posisi Keuangan Provinsi Sulawesi Barat _______________________________________________________ 52
Tabel 4.6. BSA MATRIX, Neto Posisi Keuangan ProvinsiSulawesi Barat (% / PDRB) __________________________________ 53
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (rb jiwa) _______________________________ 63
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (rb jiwa) __________________ 64
Tabel 6.3. NTP Setiap Sub Sektor ___________________________________________________________________________ 66
Tabel 6.4. Kemiskinan dan Garis Kemiskinan _________________________________________________________________ 67
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (%yoy) __________________________________________________________ 2
Grafik 1.2. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan _____________________________________________________ 4
Grafik 1.3. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan ___________________________________________ 4
Grafik 1.4. Perkembangan Konsumsi RT ______________________________________________________________________ 4
Grafik 1.5. Kondisi Ekonomi Dibandingkan 6 Bulan Lalu ________________________________________________________ 4
Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Konsumsi ___________________________________________________________________ 5
Grafik 1.7. Perkembangan Penjualan Mobil ___________________________________________________________________ 5
Grafik 1.8. Perkembangan Konsumsi Pemerintah ______________________________________________________________ 6
Grafik 1.9. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat ____________________________________________ 6
Grafik 1.10. Perkembangan Giro Pemerintah Daerah di Perbankan Sulawesi Barat ___________________________________ 6
Grafik 1.11. Perkembangan Investasi ________________________________________________________________________ 7
Grafik 1.12. Perkembangan Kredit Investasi ___________________________________________________________________ 7
Grafik 1.13. Realisasi Penanaman Modal _____________________________________________________________________ 7
Grafik 1.14. Perkembangan Ekspor LN _______________________________________________________________________ 8
Grafik 1.15. Negara Tujuan Ekspor CPO ______________________________________________________________________ 8
Grafik 1.16. Perkembangan Harga CPO Dunia ________________________________________________________________ 8
viii LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Grafik 1.17. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Penawaran ___________________________________________________ 10
Grafik 1.18. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Penawaran _________________________________________ 10
Grafik 1.19. Perkembangan Lapangan Usaha Pertanian ________________________________________________________ 10
Grafik 1.20. Perkembangan Kredit Pertanian _________________________________________________________________ 11
Grafik 1.21. Perkembangan Curah Hujan ____________________________________________________________________ 11
Grafik 1.22. Perkembangan Lapangan Usaha Perdagangan _____________________________________________________ 11
Grafik 1.23. Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan ________________________________________________________ 11
Grafik 1.24. Perkembangan Lapangan Usaha Industri Pengolahan _______________________________________________ 12
Grafik 1.25. Pertumbuhan Industri Mikro dan Kecil ____________________________________________________________ 13
Grafik 1.26. Pertumbuhan Industri Besar dan Sedang __________________________________________________________ 13
Grafik 1.27. Perkembangan Kredit Sektor Industri Pengolahan __________________________________________________ 13
Grafik 1.28. Perkembangan Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan _________________________________________ 14
Grafik 1.29. Perkembangan Lapangan Usaha Konstruksi _______________________________________________________ 15
Grafik 1.30. Perkembangan Kredit Konstruksi ________________________________________________________________ 15
Grafik 1.31. Realisasi Pengadaan Semen ____________________________________________________________________ 15
Grafik 2.1. Perkembangan Pagu dan Realisasi APBN Sulawesi Barat ______________________________________________ 19
Grafik 2.2. Realisasi APBN Sulawesi Barat ____________________________________________________________________ 19
Grafik 2.3 Pangsa Belanja Modal APBN _____________________________________________________________________ 20
Grafik 2.4. Realisasi Belanja Modal _________________________________________________________________________ 20
Grafik 2.5. Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat _______________________________________________ 20
Grafik 2.6. Perkembangan Pendapatan Pemerintah ___________________________________________________________ 21
Grafik 2.7. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov. Sulawesi Barat ______________________________________________ 23
Grafik 3.1. Inflasi Sulawesi Barat, Sulampua, dan Nasional ______________________________________________________ 26
Grafik 3.2. Andil Kelompok Terhadap Inflasi Tahunan Pada Triwulan I 2019 (%) ___________________________________ 30
Grafik 3.3. Inflasi Tahunan Kelompok Kebutuhan Primer (% yoy) ________________________________________________ 31
Grafik 3.4. Kondisi Cuaca di Sulawesi Barat __________________________________________________________________ 31
Grafik 3.5. Inflasi Tahunan Kelompok Kebutuhan Sekunder dan Tersier (% yoy) ____________________________________ 32
Grafik 3.6. Hasil Survei Konsumen _________________________________________________________________________ 32
Grafik 3.7. Volatilitas Ikan Segar dan Bumbu _________________________________________________________________ 34
Grafik 3.8. Curah Hujan Enrekang & sekitarnya _______________________________________________________________ 34
Grafik 3.9. Tingkat Inflasi Sulawesi Barat ____________________________________________________________________ 37
Grafik 4.1. Konsumsi Rumah Tangga _______________________________________________________________________ 40
Grafik 4.2. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di Mamuju ___________________________________________ 40
Grafik 4.3. Konsumsi Rumah Tangga _______________________________________________________________________ 41
Grafik 4.4. Kredit Pemilikan Rumah ________________________________________________________________________ 41
Grafik 4.5. Kredit Kendaraan Bermotor _____________________________________________________________________ 41
Grafik 4.6. Kredit Multiguna ______________________________________________________________________________ 41
Grafik 4.7. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di Mamuju ___________________________________________ 42
Grafik 4.8. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen _______________________________________________________ 42
Grafik 4.9. Penggunaan Penghasilan Konsumen ______________________________________________________________ 42
Grafik 4.10. Inflasi Triwulanan dan Ekspektasi harga 3 bulan yang akan datang ____________________________________ 42
Grafik 4.11. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total DPK di Sulawesi Barat _____________________________________ 44
Grafik 4.12. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Barat ____________________________________________________ 44
Grafik 4.13. Pertumbuhan Jenis DPK dari sisi Kepemilikan ______________________________________________________ 45
Grafik 4.14. Pertumbuhan Komposisi DPK Perseorangan _______________________________________________________ 45
Grafik 4.15. Perkembangan Kredit Rumah Tangga ____________________________________________________________ 45
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 ix
Grafik 4.16. Perkembangan Risiko Kredit Rumah Tangga _______________________________________________________ 45
Grafik 4.17. Perkembangan Kredit Korporasi _________________________________________________________________ 46
Grafik 4.18. Pangsa Kredit Korporasi _______________________________________________________________________ 46
Grafik 4.19. Perkembangan Risiko Kredit Korporasi ___________________________________________________________ 47
Grafik 4.20. Perkembangan Penyaluran Kredit _______________________________________________________________ 48
Grafik 4.21. Perkembangan Aset dan DPK ___________________________________________________________________ 48
Grafik 4.22. Share Kredit Bank Umum secara Spasial Triwulan I 2019 ____________________________________________ 48
Grafik 4.23. Share Kredit Bank Umum secara Spasial Triwulan II 2019 ____________________________________________ 48
Grafik 4.24. Komposisi Jenis Penggunaan Kredit Triwulan II 2019 ________________________________________________ 49
Grafik 4.25. Rasio NPL Bank Umum secara Spasial ____________________________________________________________ 49
Grafik 4.26. Share DPK Bank Umum Spasial pada Triwulan IV 2018 ______________________________________________ 49
Grafik 4.27. Share DPK Bank Umum Spasial pada Triwulan I 2019 _______________________________________________ 49
Grafik 4.28. Komposisi Jenis DPK Spasial Triwulan I 2019 ______________________________________________________ 50
Grafik 4.29. Perkembangan Kredit UMKM ___________________________________________________________________ 51
Grafik 4.30. Perkembangan Risiko Kredit UMKM _____________________________________________________________ 51
Grafik 4.31. Rasio Rekening Tabungan per Penduduk Usia Bekerja _______________________________________________ 51
Grafik 4.32. Rasio Rekening Kredit per Penduduk Usia Bekerja __________________________________________________ 51
Grafik 4.33. Aset Keuangan (%qtq) ________________________________________________________________________ 52
Grafik 5.1. Perputaran Uang Kartal KPw BI Prov. Sulawesi Barat _________________________________________________ 56
Grafik 5.2. Perkembangan Setoran Uang Tidak Layak Edar _____________________________________________________ 57
Grafik 5.3. Denominasi Uang Kartal Outflow Sulawesi Barat ____________________________________________________ 57
Grafik 5.4. Denominasi Uang Logam Outflow Sulawesi Barat ___________________________________________________ 57
Grafik 5.5. Denominasi Uang Kartal Inflow Sulawesi Barat _____________________________________________________ 58
Grafik 5.6. Denominasi Uang Logam Inflow Sulawesi Barat _____________________________________________________ 58
Grafik 5.7. Denominasi Uang Kartal Outflow Kas Keliling ______________________________________________________ 58
Grafik 5.8. Denominasi Uang Logam Outflow Kas Keliling _____________________________________________________ 58
Grafik 5.9. Denominasi Uang Kartal Inflow Kas Keliling ________________________________________________________ 59
Grafik 5.10. Denominasi Uang Logam Inflow Kas Keliling ______________________________________________________ 59
Grafik 5.11.Transaksi Kliring di Sulawesi Barat ________________________________________________________________ 59
Grafik 5.12. Jumlah Warkat di Sulawesi Barat ________________________________________________________________ 59
Grafik 6.1. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Sulawesi Barat Agustus 2018 ________________________________________ 64
Grafik 6.2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Pada Periode Agustus 2018 ______________________________________ 64
Grafik 6.3. NTP Sulawesi Barat _____________________________________________________________________________ 65
Grafik 6.4. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat _____________________________________________________________ 67
Grafik 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode Triwulanan) ________________________________________________ 70
Grafik 7.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode Tahunan) __________________________________________________ 70
Grafik 7.3. Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok dan India _________________________________________________________ 72
Grafik 7.4. CLI dan Pertumbuhan Impor _____________________________________________________________________ 72
Grafik 7.5. Harga CPO Dunia dan Proyeksinya ________________________________________________________________ 73
Grafik 7.6. Harga Kakao Dunia dan Proyeksinya ______________________________________________________________ 73
Grafik 7.7. Harga Minyak Dunia (Rata-rata) dan Proyeksinya ____________________________________________________ 74
Grafik 7.8. Prospek Inflasi _________________________________________________________________________________ 74
x LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Prakiraan Curah Hujan Daerah Sulawesi ___________________________________________________________ 35
Gambar 2. Network Transaksi Pola Keuangan Provinsi Sulawesi Barat triwulan IV 2018 ______________________________ 53
Gambar 3. Network Posisi Pola Keuangan Provinsi Sulawesi Barat triwulan IV 2018 _________________________________ 53
Gambar 4. Prakiraan Curah Hujan __________________________________________________________________________ 72
Gambar 5. Prakiraan Sifat Hujan ___________________________________________________________________________ 72
DAFTAR BOKS
Boks 1. Potensi Gangguan Inflasi Akibat Kekeringan __________________________________________________________ 34
Boks 2. Persistensi Inflasi Sulawesi Barat _____________________________________________________________________ 36
Boks 3. Interkoneksi Keuangan Antar Sektor Tw IV 2018 _______________________________________________________ 52
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 xi
RINGKASAN EKSEKUTIF
Perkembangan Ekonomi
Pertumbuhan
ekonomi Sulawesi
Barat mengalami
perlambatan pada
triwulan II 2019
Perlambatan ekonomi Sulawesi Barat berlanjut pada triwulan II 2019. Tingkat
pertumbuhan tercatat 4,91% (yoy) pada triwulan II 2019 melambat
dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 5,24% (yoy). Tren perlambatan terpantau
sejak triwulan IV 2018. Hal ini tidak lepas perlambatan sektor pertanian sebagai
mesin pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat. Untuk triwulan II 2019, produksi
tanaman pangan telah melewati periode puncak mempengaruhi kinerja
sektoral. Realisasi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat triwulan II 2019 juga
berada di bawah pertumbuhan nasional dengan realisasi 5,05% (yoy).
Penguatan komponen konsumsi Rumah Tangga (RT) dan Pemerintah tertahan
aktivitas perdagangan antar daerah. Periode Ramadhan menstimulus
masyarakat untuk berbelanja lebih banyak terutama sandang dan bahan
makanan. Peningkatan daya beli ini juga didukung pencairan Tunjangan Hari
Raya (THR) serta perbaikan harga TBS pada triwulan II 2019. Meskipun
mengalami penguatan, pola belanja Pemerintah masih belum banyak berubah
dengan indikasi tingginya realisasi belanja pegawai hingga triwulan II 2019.
Akselerasi pertumbuhan seluruh komponen pengeluaran tertahan dari
komponen net ekspor antar daerah. Kebutuhan barang masyarakat yang
mengalami kenaikan pada triwulan II 2019 harus dipasok dari luar wilayah
Sulawesi Barat.
Pelemahan Lapangan Usaha (LU) utama berdampak pada perlambatan ekonomi
Sulawesi Barat triwulan II 2019. Dua sektor utama Sulawesi Barat yaitu pertanian
dan perdagangan mencatatkan perlambatan kinerja pada triwulan II 2019.
Tingkat pertumbuhan LU pertanian tercatat 2,37% (yoy) pada triwulan II 2019
lebih rendah dibandingkan triwulan I 2019 dengan nilai 5,87% (yoy). Produksi
komoditas tanaman bahan makanan yang telah melewati masa puncak
merupakan faktor pendorong. Sejalan dengan hal tersebut, volume
perdagangan komoditas ikut menurun yang ditopang penguatan perdagangan
besar dan eceran.
Ekonomi Sulawesi Barat diperkirakan menguat pada triwulan III 2019. Secara
historis, produksi perkebunan terutama komoditas Tandan Buah Segar (TBS)
kelapa sawit akan mengalami kenaikan pada triwulan III. Korporasi akan
memanfaatkan momentum ini sebagai bentuk kompensasi penurunan harga
Crude Palm Oil (CPO) global. Percepatan proyek pembangunan Pemerintah akan
didukung dana transfer sebagai sumber dana. Sehubungan dengan hal tersebut,
ekonomi Sulawesi Barat diperkirakan tumbuh berkisar 6,4% 6,8% (yoy).
xii LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Keuangan Pemerintah
Penyerapan belanja
pemerintah daerah
belum optimal hingga
triwulan II 2019
Pagu APBN Provinsi Sulawesi Barat tumbuh positif pada triwulan II 2019.
Kenaikan pagu tercatat Rp580,31 miliar dibandingkan triwulan II 2018 sebesar
Rp4.785 miliar atau tumbuh 12,13% (yoy). Secara umum, pagu APBD triwulan
II 2019 sebesar adalah Rp5.336,09 miliar dan telah terealisasi sebesar
Rp1.807,56 miliar. Realisasi APBN di triwulan II tahun 2019 sebesar 8,5%,
dimana capaian tersebut tumbuh positif dibandingkan pencapaian periode yang
sama pada tahun 2018.
Realisasi APBN pada triwulan II 2019 mencapai Rp1.807,56 miliar atau sebesar
33,68% dari pagu. Pencapaian tersebut lebih rendah dibandingkan dengan
triwulan II 2018 yaitu sebesar 34,81%. Berdasarkan komponennya, belanja
pegawai merupakan realisasi tertinggi pada triwulan II 2019 sebesar Rp482,63
miliar atau tumbuh 51,44% (yoy). Kondisi ini juga menunjukkan kinerja fiskal
dari sisi belanja pegawai lebih baik jika dibandingkan dengan triwulan II 2018
yaitu sebesar 45,68%.
Kinerja fiskal Pemerintah Daerah dari sisi pendapatan melambat pada triwulan II
2019. Realisasi pendapatan triwulan II 2019 mencapai Rp1.056,7 miliar atau
sebesar 50,21% dari target 2019 yang senilai Rp2,104.83 miliar. Kondisi ini
diindikasi akibat melambatnya kinerja pendapatan asli daerah dengan realisasi
belanja hanya sebesar 39,73% dari pagunya. Kinerja pendapatan triwulan II
2019 terlihat sedikit melambat jika dibandingkan pada triwulan II 2018 yang
mampu mencapai 52,5% dari target 2018.
Sisi belanja Pemerintah Daerah mengalami kenaikan di triwulan II 2019. Realisasi
belanja triwulan II 2019 sebesar Rp552,31 miliar atau sebesar 28,67%. Jika
dibandingkan dengan triwulan II 2018 memiliki pangsa sebesar 26,8% atau
lebih rendah dari pangsa realisasi triwulan II 2019. Komponen belanja
pemerintah daerah yang cukup signifikan memengaruhi adalah belanja operasi
dengan pangsa realisasi sebesar 34,34%, sedangkan untuk belanja modal
mengalami perlambatan yang hanya mampu mencapai realisasi sebesar 8,48%
dari pagunya.
Inflasi
Penurunan inflasi
pada triwulan kedua
tahun 2019
Inflasi Sulawesi Barat menurun pada triwulan II 2019. Melanjutkan tren sejak
triwulan III 2018, inflasi tahunan Sulawesi Barat tercatat 0,54% (yoy) pada
triwulan II 2019 atau lebih rendah dibandingkan realisasi 0,96% (yoy) pada
triwulan I 2019. Pencapaian pada triwulan II 2019 lebih rendah jika dilihat
historis inflasi Sulawesi Barat dalam 3 (tiga) tahun terakhir yang sebesar 2,94%
(yoy). Selain itu, realisasi pada periode tersebut juga lebih rendah dibandingkan
pencapaian inflasi kawasan Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua) yang sebesar
3,42% (yoy) dan nasional yang sebesar 3,28% (yoy). Secara spasial, sebagian
kecil provinsi di Pulau Sulawesi yang mengalami penurunan inflasi pada triwulan
II 2019 seperti Sulawesi Barat. Penurunan inflasi terjadi pada Sulawesi Tengah
dan Sulawesi Selatan. Inflasi tertinggi terjadi di Sulawesi Tengah dengan
pencapaian 5,32% (yoy).
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 xiii
Dilihat berdasarkan kelompoknya, inflasi triwulan I 2019 disumbang paling
besar oleh kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan. Meski
menyumbang terbesar, tekanan inflasi pada kelompok ini masih relatif terjaga.
Komoditas utama pada penyumbang inflasi pada kelompok tersebut yaitu tarif
pulsa ponsel dan angkutan udara. Peningkatan beban operasional pada industri
angkutan udara di tengah masih belum bertambahnya frekuensi penerbangan
dari dan ke Mamuju, mendorong penyesuaian tarif angkutan udara. Kelompok
lainnya dengan sumbangan relatif besar yaitu kelompok Perumahan, Air, Listrik,
Gas, & Bahan Bakar. Beberapa komoditas kebutuhan untuk tempat tinggal
sedikit meningkat karena efek pelemahan nilai tukar Rupiah.
Secara bulanan, inflasi Sulawesi Barat selama triwulan II 2019 mengalami
peningkatan jika dibandingkan triwulan I 2019. Rata-rata inflasi Sulawesi Barat
selama 3 (tiga) bulan di triwulan II 2019 yaitu 0,32% (mtm) atau lebih tinggi
dibanding pencapaian triwulan sebelumnya dengan rata-rata inflasi bulanan
mencapai -0,20% (mtm). Peningkatan inflasi terjadi pada kelompok bahan
makanan yang selalu mengalami inflasi selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.
Memasuki bulan puasa dan hari raya Lebaran, tingkat permintaan lebih tinggi
dibanding triwulan I 2019. Selain itu, kelompok Sandang memiliki rata-rata
inflasi bulanan yang juga meningkat selama triwulan II 2019. Peningkatan pada
kelompok tersebut disebabkan peningkatan permintaan untuk digunakan pada
hari besar keagamaan nasional.
Secara tahunan, inflasi Sulawesi Barat pada triwulan II 2019 mengalami
penurunan dibanding triwulan sebelumnya. Realisasi inflasi pada triwulan II
2019 yaitu sebesar 0,54% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan I 2018
yang mencapai 0,96% (yoy). Penurunan inflasi terjadi di tengah keseimbangan
pasokan dan tingkat permintaan pada periode hari besar kegamaan nasional.
Koordinasi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) juga turut berperan dalam
terjaganya ekspektasi masyarakat meningkatnya pasokan beberapa komoditas
bahan pangan seperti panen raya padi yang disertai ekspektasi masyarakat yang
terus terjaga.
Stabilitas Keuangan Daerah
Stabilitas keuangan
Sulawesi Barat
triwulan I 2019
terjaga
Kerentanan risiko keuangan rumah tangga terpantau relatif stabil pada triwulan
II 2019. Berdasarkan survei konsumen, Debt Service Ratio (DSR) masih tercatat
relatif rendah sebesar 8,0% atau sedikit meningkat dibanding triwulan
sebelumnya 7,3%. Stabilnya DSR terutama pada disebabkan konsumen pada
berbagai kelompok pengeluaran Rp1-2 juta lebih banyak menekan jumlah
angsuran di bawah 10% dari total pengeluaran. Hal tersebut juga
mengindikasikan rumah tangga semakin bijak dalam pengelolaan keuangan.
Penyaluran kredit korporasi mengalami perlambatan pada triwulan II 2019.
Secara nominal, kredit korporasi mencapai Rp5,8 triliun atau tumbuh sebesar
20,3% (yoy) pada triwulan II 2019. Pencapaian tersebut melambat
dibandingkan triwulan I 2019 yang sebesar 24,4% (yoy). Sektor yang paling
besar penyaluran kreditnya yaitu perdagangan tumbuh 13,0% (yoy) pada
triwulan II 2019, lebih rendah dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 14,2%
(yoy). Aktivitas perdagangan telah digenjot di awal tahun untuk menghindari
xiv LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
ekspektasi yang meningkat pada triwulan II 2019. Selain perdagangan,
penyaluran kredit di sektor lainnya mengalami perlambatan. Kredit industri
pengolahan mengalami perlambatan pertumbuhan yaitu sebesar 69,6% (yoy),
setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 82,1% (yoy). Pertumbuhan kredit
korporasi yang tinggi juga terjadi pada sektor lainnya yaitu pertanian, tumbuh
40,3% (yoy).
Kinerja perbankan di Sulawesi Barat pada triwulan II 2019 dalam hal penyaluran
kredit (lokasi bank) tercatat cukup baik. Fungsi intermediasi perbankan pada
triwulan II 2019 tumbuh 13,9% (yoy). Pertumbuhan tersebut relatif stabil
dibandingkan triwulan I 2019 yang sebesar 14,1% (yoy). Akselerasi penyaluran
kredit terutama didorong realisasi kredit investasi yang lebih tinggi dari tahun
sebelumnya dengan tumbuh 24,8% (yoy). Pertumbuhan tersebut didorong
proses realisasi investasi baru pada sektor kelapa sawit. Peningkatan pada kredit
investasi tidak diiringi peningkatan pada kredit konsumsi yang melambat dari
12,6% (yoy) pada triwulan I 2019 menjadi 11,4% (yoy) pada triwulan II 2019.
Penyaluran kredit UMKM mengalami perlambatan. Kredit UMKM tercatat
tumbuh 20,1% (yoy) pada triwulan II 2019, lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh 24,6% (yoy). Secara nominal, nilai kredit UMKM
meningkat dari Rp4,3 triliun menjadi Rp4,4 triliun. Peningkatan penyaluran
kredit ini mendorong pangsa kredit UMKM terhadap total penyaluran kredit di
Sulawesi Barat menjadi 38,1% pada triwulan II 2019.
Sistem Pembayaran
Aliran Uang di
Sulawesi Barat
mengalami net
outflow
Aliran Uang Sulawesi barat Triwulan II 2019 tercatat net outflow. Jumlah uang
yang keluar (outflow) tercatat Rp 1.003,43 miliar mengalami kontraksi sebesar
20,39% (yoy) jika dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara untuk aliran uang yang masuk (inflow) Rp 129,72 miliar mengalami
kontraksi sebesar 17,55% (yoy). Berdasarkan data ini, aliran uang di Sulawesi
Barat tercatat net outflow sebesar Rp 873,71 miliar mengalami kontraksi
20,79% (yoy).
Kegiatan setoran UTLE pada triwulan II secara nominal tercatat Rp 39,26 miliar
mengalami penurunan 44,29% (yoy). Kegiatan layanan kas keliling yang
dilaksanakan pada triwulan II 2019 sebanyak 17 kali dengan rincian yakni 1 kali
untuk kas keliling luar kota dan 16 kali untuk kas keliling dalam kota. Modal
kerja yang dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan kas keliling pada triwulan II
2019 sebesar Rp 16,36 miliar.
Transaksi kliring mengalami pertumbuhan pada triwulan II 2019. Jumlah
nominal transaksi pada triwulan II tahun 2019 mencapai Rp 7,5 Miliar atau
tumbuh 35,49% (yoy). Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,
pertumbuhan kliring pada triwulan II adalah 8,75% (qtq). Dari sisi volume,
jumlah transaksi pada triwulan II mengalami kontraksi sebesar 11,16% (yoy)
dengan jumlah 207 warkat. Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,
transaksi kliring mengalami kontraksi sebesar 4,16% (qtq).
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 xv
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat
pengangguran di
Sulaewsi Barat
menurun
Bertambahnya angkatan kerja meyebabkan peningkatan terhadap serapan
tenaga kerja di berbagai sektor, khususnya pada sektor perdagangan.
Penyerapan tenaga kerja pada sektor perdagangan mengalami peningkatan
yang signifikan dibandingkan periode sebelumnya yaitu sebesar 29,01%.
Peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor perdagangan diperkirakan
akibat meningkatnya harga komoditas pada Februari 2019. Walaupun demikian
secara absolut penyerapan lapangan usaha pekerjaan masih didominasi oleh
Pertanian dengan menyerap 48,7% atau 321 ribu jiwa. Sementara, sektor
industri mengalami penurunan yang sangat signifikan sebesar - 46,49%.
Kesejahteraan petani triwulan 2019 meningkat tercermin dari nilai indeks Nilai
Tukar Petani. Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 2019 mengalami
pertumbuhan sebesar 2,06% dari periode sebelumnya. Secara absolut, NTP di
triwulan II 2019 adalah 112,04 yang mengalami peningkatan dari 109,77 di
triwulan I 2019. Jika di bandingkan dengan periode yang sama pada tahun
sebelumnya, NTP masih relatif stabil. Sehingga, perkembangan NTP bergerak
secara positif yang didukung oleh pertumbuhan NTP sektor tanaman
hortikultural serta tanaman perkebunan rakyat pada triwulan II 2019.
Angka kemiskinan di Sulawesi Barat mengalami penurunan. Tingkat kemiskinan
di Sulawesi Barat adalah 11,02% pada Maret 2019 menurun dibandingkan
September 2019 yaitu sebesar 11,22%. Jika dibandingkan dengan periode yang
sama pada tahun 2018, tingkat kemiskinan mengalami penurunan yang dari
sebelumnya dengan nilai 11,25%. Perbaikan tingkat kemiskinan ini
diindikasikan oleh perbaikan tingkat pengangguran yang ada di Prov. Sulawesi
Barat. Penurunan tingkat kemiskinan yang terjadi tampaknya belum mampu
mencerminkan perkembangan ekonomi triwulan 1 2019. Akan tetapi, jika
secara konsisten dapat menjaga ketersediaan lapangan kerja dan sejalan dengan
peningkatan jumlah angkatan kerja, sehingga diharapkan akan semakin
mendorong pertumbuhan ekonomi.
Prospek Perekonomian
Pertumbuhan
ekonomi Sulawesi
Barat akan tumbuh
dengan inflasi yang
stabil
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat diperkirakan menguat pada triwulan IV
2019. Tingkat pertumbuhan akan berkisar 7,0% 7,4% (yoy). Produksi LU
pertanian akan menguat seiring pergeseran panen tanaman pangan yang
seharusnya jatuh pada awal triwulan III 2019. Namun, produksi perkebunan
kelapa sawit akan mengalami perlambatan setelah mengalami masa puncak
pada triwulan III 2019. Keterbatasan pasokan bahan baku ini berdampak pada
perlambatan kinerja LU industri pengolahan melambat pada periode akhir
tahun. Proyek pembangunan infrastruktur yang berasal dari Pemerintah akan
dipercepat yang berdampak pada akselerasi LU konstruksi. Dari sisi pengeluaran,
demand masyarakat diperkirakan meningkat dalam rangka persiapan hari natal
dan liburan tahun baru meski tidak setinggi triwulan II 2019. Realisasi belanja
Pemerintah yang masih rendah akan dipercepat dalam rangka mengejar target
pembangunan daerah. Meskipun demikian, daya tarik investasi yang masih
menjadi tantangan turut mempengaruhi perlambatan komponen investasi pada
xvi LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
triwulan IV 2019. Untuk ekspor luar negeri, aktivitas perdagangan CPO
diperkirakan menguat sejalan dengan indikator terkini yang menyatakan adanya
sentimen peningkatan demand.
Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat tahun 2019 tidak akan
berbeda dengan tahun 2018. Tingkat perumbuhan diperkirakan berkisar 6,0%
- 6,4% (yoy). Lapangan usaha pertanian masih menjadi sumber pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Barat. Namun, sejumlah tantangan yang berasal dari internal
maupun eksternal dapat menghambat realisasi pertumbuhan. Pengaruh perang
dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat menyebabkan penurunan harga
komoditas khususnya CPO. Hal ini menyebabkan sejumlah korporasi untuk
menunda investasi. Dari sisi internal, peran Pemerintah yang masih vital perlu
ditindaklanjuti melalui perbaikan pola belanja dalam mendorong roda
perekonomian.
Tekanan inflasi triwulan IV 2019 diperkirakan meningkat. Sumber tekanan inflasi
diperkirakan berasal dari kelompok bahan makanan, makanan jadi, sandang,
dan transportasi. Isu keterbatasan pasokan khususnya ikan segar dan beras akan
menjadi sumber tekanan inflasi triwulan IV 2019. Aktivitas nelayan juga akan
berhenti sementara karena perayaan Maulid Nabi yang jatuh pada triwulan IV
2019. Tingkat permintaan transportasi diperkirakan juga mengalami kenaikan
seiring kebutuhan liburan akhir tahun. Penyedia jasa akan memanfaatkan
momentum ini untuk melakukan peningkatan tarif. Namun, tekanan inflasi
Sulawesi Barat diperkirakan masih cukup terkendali dalam rentang 1,8% - 2,2%
(yoy).
Inflasi Sulawesi Barat diperkirakan berada di bawah rentang target 3,5%±1%.
Fluktuasi harga ikan masih menjadi sumber tekanan inflasi Sulawesi Barat. Hal
ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor produksi baik teknis maupun non teknis
yang berdampak pada keterbatasan pasokan. Penyesuaian tarif angkutan udara
pada awal tahun juga memberikan tekanan meski tidak signifikan. Tingkat
konsumsi masyarakat yang tidak mengalami kenaikan secara signifikan
berdampak pada stabilnya inflasi. Masyarakat cenderung bersikap hati-hati
dalam mengantisipasi tren harga CPO yang belum membaik.
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 xvii
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Produk Domestik Regional Bruto & Inflasi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
I II III IV I II III IV I II
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Sisi Permintaan
Harga Konstan (Rp Miliar)
Konsumsi Rumah Tangga 13.290,3 13.966,4 3.531,6 3.672,7 3.681,1 3.747,5 3.756,6 3.873,2 3.856,5 3.893,9 3.890,9 4.056,2
Konsumsi Lembaga Non Profit RT 191,7 201,2 51,1 52,1 54,0 53,5 52,9 54,8 55,8 57,9 60,2 61,0
Konsumsi Pemerintah 4.364,7 4.622,9 667,3 1.071,3 1.447,1 1.642,1 634,0 1.179,3 1.762,1 1.790,3 672,6 1.256,8
Investasi 7.182,9 7.984,4 1.993,6 2.112,2 2.210,3 2.332,8 2.122,8 2.241,7 2.369,9 2.462,5 2.233,2 2.358,8
Ekspor Luar Negeri 3.699,2 3.696,6 844,7 1.232,1 1.066,2 676,7 1.335,3 1.391,3 1.336,0 3.013,5 1.707,5 1.855,2
Impor Luar Negeri 10.394 274.029 139.723 21.020 4.659 6.896 49.529 3.341 5.468 3.717 7.708 3.911
Net Ekspor Daerah -2.846,4 -2.639,5 -112,3 -1.067,9 -914,1 -581,0 -634,5 -1.161,7 -1.297,3 -2.851,6 -918,1 -1.648,9
Total PDRB 25.964,4 27.524,8 6.847,8 7.125,7 7.498,0 7.875,7 7.229,4 7.590,5 8.062,2 8.294,4 7.606,2
Pertumbuhan Tahunan (% yoy)
Konsumsi Rumah Tangga 5,05 5,09 3,76 4,42 4,05 6,83 6,37 5,46 4,77 3,91 3,58 4,72
Konsumsi Lembaga Non Profit RT -1,40 4,96 5,77 5,96 5,12 2,11 3,46 5,05 3,42 8,32 13,96 11,31
Konsumsi Pemerintah 11,12 5,92 4,79 -3,31 17,54 -0,29 -4,98 10,08 21,76 9,03 6,09 6,57
Investasi 6,78 11,16 7,48 7,67 7,83 10,14 6,48 6,13 7,22 5,56 5,20 5,23
Ekspor Luar Negeri 46,05 -0,07 -2,45 23,30 72,06 -44,15 58,08 12,92 25,30 345,29 27,88 33,34
Impor Luar Negeri 8,79 2.536,47 1.340,16 -26,90 -94,95 -95,19 -64,55 -84,10 17,37 -46,11 -84,44 17,04
Net Ekspor Daerah 36,10 -7,27 -77,70 56,76 177,43 -48,37 465,21 8,78 41,93 390,83 44,70 41,94
Total PDRB 7,31 6,01 7,62 5,28 7,10 6,54 5,57 6,52 7,52 5,32 5,24 4,91
Sisi Penawaran
Harga Konstan (Rp Miliar)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 10.313,5 10.734,1 2.754,4 2.902,8 2.872,8 2.944,2 2.861,1 3.059,9 3.084,4 3.138,8 3.029,2 3.132,5
Pertambangan dan Penggalian 557,7 618,4 156,0 153,1 173,9 180,9 164,7 169,1 188,1 190,1 177,9 177,6
Industri Pengolahan 2.966,3 2.893,3 778,9 723,5 779,9 847,0 852,6 827,2 860,0 821,3 895,2 880,4
Pengadaan Listrik dan Gas 15,7 18,8 5,0 5,1 5,2 5,3 5,3 5,5 5,6 5,8 5,7 6,0
Pengadaan Air 42,8 45,5 11,4 12,4 13,1 13,2 13,4 13,4 13,7 14,0 13,9 15,0
Konstruksi 2.013,4 2.231,9 508,1 552,0 611,8 712,2 539,7 585,3 660,9 746,3 572,6 618,3
Perdagangan Besar dan Eceran 2.589,5 2.719,5 687,0 730,8 716,0 738,2 711,0 769,2 779,7 787,7 750,6 799,7
Transportasi dan Pergudangan 422,6 447,1 104,7 113,9 125,4 129,4 120,9 129,2 123,6 126,4 125,6 131,6
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 62,1 67,9 16,5 16,7 17,4 18,4 17,3 18,2 19,1 19,9 19,4 19,3
Informasi dan Komunikasi 1.151,3 1.258,0 317,0 349,9 355,2 361,3 358,6 366,2 374,8 392,5 388,4 417,1
Jasa Keuangan dan Asuransi 508,8 584,6 151,2 160,7 157,3 165,8 163,6 164,8 168,9 166,9 162,5 174,7
Real Estate 721,6 764,5 194,7 198,1 201,9 204,8 206,3 211,1 214,5 218,2 220,3 225,8
Jasa Perusahaan 23,1 24,1 5,9 6,2 6,5 6,7 6,2 6,6 6,7 6,6 6,5 6,8
Administrasi Pemerintahan 2.215,2 2.504,1 509,8 535,4 741,7 794,4 519,7 557,6 807,9 879,0 524,6 583,9
Jasa Pendidikan 1.361,4 1.509,8 372,3 377,6 415,3 438,1 392,1 396,2 432,2 450,3 402,6 439,3
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 512,0 572,5 143,0 146,3 159,0 159,5 154,1 157,2 167,8 174,0 158,8 165,7
Jasa lainnya 487,3 530,7 132,0 141,3 145,5 156,2 142,8 154,1 154,2 156,6 154,8 169,5
Inflasi
Indeks Harga Konsumen 122,78 125,52 127,24 128,92 129,55 130,28 130,57 132,37 132,08 132,62 131,82 133,08
Laju Inflasi Tahunan (% yoy) 5,07 2,23 4,10 4,19 4,53 3,79 2,62 2,68 1,95 1,80 0,96 0,54
Laju Inflasi Tahun Berjalan (% ytd) 5,07 2,23 1,37 2,71 3,21 3,79 0,22 1,74 1,38 1,80 -0,60 0,35
20192018
INDIKATOR
2017
2015 2016
xviii LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Stabilitas Keuangan & Sistem Pembayaran
Sumber: Laporan Bank Umum dan Bank Indonesia, diolah
I II III IV I II III IV I II
Stabilitas Keuangan
Perbankan
Nominal (Rp Miliar)
Total Aset 5.135,5 6.122,5 6.152,7 6.600,7 6.714,1 7,175,0 7.178,2 7.461,3 7.587,8 7.927,1 8.014,2 8.462,9
Total DPK 3304,6 3475,9 3944,1 4144,6 4023,3 3985,3 4344,9 4.777,0 4.768,8 4.404,5 4.890,3 5.322,8
Giro 477,6 439,4 1.111,5 1.019,4 946,3 430,3 1242,3 1.453,4 1.311,5 503,5 1.439,0 1.755,2
Tabungan 2529,9 2679,8 2400,5 2621,7 2588,6 2982,0 2584,9 2.792,9 2.926,0 3.434,5 2.930,5 3.072,1
Deposito 297,0 356,7 432,1 503,4 488,5 572,9 517,7 530,7 531,2 466,6 520,8 495,5
Total Kredit (Lokasi Proyek) 6530,8 7826,9 8025,6 8336,6 8339,4 9392,7 9622,2 10.154,9 10.508,4 11.086,5 11.347,4 11.672
Kredit Modal kerja (Lokasi Proyek) 1980,9 2243,2 2321,0 2444,8 2432,4 2665,0 2722,9 2.922,2 3.005,1 3.280,2 3.258,4 3.453
Kredit Investasi (Lokasi Proyek) 1.090,1 1.266,7 1.313,4 1.285,9 1.271,6 1.732,3 1.761,3 1.890,7 1.971,7 2.138,3 2.318,6 2.337
Kredit Konsumsi (Lokasi Proyek) 3459,9 4317,1 4391,2 4605,9 4635,4 4995,4 5138,0 5.342,1 5.531,7 5.668,0 5.770,4 5.882
Kredit UMKM (Lokasi Proyek) 2.718,5 3.088,8 3.199,4 3.308,8 3.213,2 3.353,0 3.424,0 3.699,3 3.833,8 4.079,1 4.264,6 4.444,0
Risiko Keuangan
NPL Gross (%)
Total Kredit (Lokasi Proyek) 2,07 1,91 1,91 1,95 1,80 1,59 1,59 1,81 1,85 1,76 1,89 1,76
Kredit Modal kerja (Lokasi Proyek) 2,87 3,07 3,54 3,55 3,53 2,73 2,86 3,32 3,58 3,30 3,79 3,07
Kredit Investasi (Lokasi Proyek) 2,48 1,70 2,65 2,52 1,89 2,01 1,68 1,91 1,74 1,62 1,40 1,63
Kredit Konsumsi (Lokasi Proyek) 0,63 0,41 0,83 0,94 0,82 0,82 0,88 0,96 0,95 0,94 1,00 1,05
Kredit UMKM (Lokasi Proyek) 2,74 2,35 3,60 3,58 3,71 3,08 3,10 3,56 3,67 3,39 3,61 3,14
Sistem Pembayaran
Sistem Pembayaran Tunai
Nominal (Rp Miliar)
In Flow 49,2 142,3 284,1 131,3 213,8 114,3 236,9 157,3 111,61 100,37 140,38 129,72
Out Flow 647,1 370,3 254,2 896,8 479,9 955,4 476,3 1260,4 -946,34 874,96 446,33 1003,44
Net Flow -597,8 -228,0 29,9 -765,5 -266,1 -841,1 -239,3 -1103,1 -834,73 -774,59 -305,95 -873,72
Sistem Pembayaran Non Tunai
Nominal Kliring (Rp Miliar) 9,6 14,1 41,9 9,1 18,1 13,3 10,3 5,6 6,4 6,5 6,9 7,5
Jumlah Warkat Kliring 138 295 245 242 310 253 312 233 228 231 216 207
2018 2019
INDIKATOR
2017
2015 2016
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 1
1. Perkembangan Ekonomi
BAB 01 PERKEMBANGAN EKONOMI
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
2 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
1.1. Kondisi Umum
Perlambatan ekonomi Sulawesi Barat berlanjut pada triwulan II 2019. Tingkat pertumbuhan tercatat
4,91% (yoy) pada triwulan II 2019 melambat dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 5,24% (yoy) (Grafik
1.1). Tren perlambatan terpantau sejak triwulan IV 2018. Hal ini tidak lepas perlambatan sektor
pertanian sebagai mesin pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat. Untuk triwulan II 2019, produksi
tanaman pangan telah melewati periode puncak mempengaruhi kinerja sektoral. Realisasi pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Barat triwulan II 2019 juga berada di bawah pertumbuhan nasional dengan realisasi
5,05% (yoy).
Perlambatan pertumbuhan ekonomi triwulan II 2019 turut menjadikan Sulawesi Barat sebagai
provinsi dengan realisasi terendah di kawasan Sulawesi. Ekonomi kawasan Sulawesi tumbuh 6,76%
(yoy) pada triwulan II 2019 meningkat dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 6,54% (yoy). Provinsi
Sulawesi Selatan merupakan satu-satunya daerah yang mengalami akselerasi pertumbuhan, sedangkan
provinsi lain mengalami perlambatan. Tingkat pertumbuhannya mencapai 7,46% (yoy) pada triwulan II
2019 (Tabel 1.1).
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan
(%yoy)
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan
Sulawesi (%yoy)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Ekonomi Sulawesi Barat diperkirakan menguat pada triwulan III 2019. Secara historis, produksi
perkebunan terutama komoditas Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit akan mengalami kenaikan pada
triwulan III. Korporasi akan memanfaatkan momentum ini sebagai bentuk kompensasi penurunan harga
Crude Palm Oil (CPO) global. Percepatan proyek pembangunan Pemerintah akan didukung dana
transfer sebagai sumber dana. Sehubungan dengan hal tersebut, ekonomi Sulawesi Barat diperkirakan
tumbuh berkisar 6,4% 6,8% (yoy).
1.2. Sisi Permintaan
Penguatan komponen konsumsi Rumah Tangga (RT) dan Pemerintah tertahan aktivitas
perdagangan antar daerah. Periode Ramadhan menstimulus masyarakat untuk berbelanja lebih
banyak terutama sandang dan bahan makanan. Peningkatan daya beli ini juga didukung pencairan
Tunjangan Hari Raya (THR) serta perbaikan harga TBS pada triwulan II 2019. Meskipun mengalami
4,91
5,05
4,0
4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0
7,5
8,0
8,5
9,0
5.000
5.500
6.000
6.500
7.000
7.500
8.000
8.500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
PDRB Sulbar
Pertumbuhan Sulbar (yoy) - rhs
Pertumbuhan Nasional (yoy) - rhs
Rp miliar %
Provinsi Triwulan I-2019 Triwulan II-2019
Sulawesi Utara 6,59 5,48
Sulawesi Tengah 6,98 6,62
Sulawesi Selatan 6,54 7,46
Sulawesi Tenggara 6,37 6,30
Gorontalo 6,74 6,69
Sulawesi Barat 5,24 4,91
Sulawesi 6,54 6,76
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 3
penguatan, pola belanja Pemerintah masih belum banyak berubah dengan indikasi tingginya realisasi
belanja pegawai hingga triwulan II 2019. Akselerasi pertumbuhan seluruh komponen pengeluaran
tertahan dari komponen net ekspor antar daerah. Kebutuhan barang masyarakat yang mengalami
kenaikan pada triwulan II 2019 harus dipasok dari luar wilayah Sulawesi Barat. Hal ini tergambar andil
pertumbuhan komponen ekspor antar daerah yang tercatat negatif (Tabel 1.2).
Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Permintaan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Konsumsi RT dan Investasi masih mendominasi struktur ekonomi Sulawesi Barat triwulan II 2019.
Pengaruh komponen konsumsi RT cukup kuat dalam pembentukan ekonomi Sulawesi Barat dimana
pangsanya tercatat sebesar 51,9%. Realisasi investasi perlu mendapatkan perhatian khusus karena
bobotnya sebesar 30,3% terhadap ekonomi Sulawesi Barat. Untuk konsumsi Pemerintah, percepatan
belanja Pemerintah menyebabkan kenaikan pangsanya menjadi 17,9% pada triwulan II 2019 (Grafik
1.2).
TOTAL TOTAL I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II
KONSUMSI RUMAH TANGGA 5,05 5,09 3,76 4,42 4,05 6,83 4,77 6,37 5,46 4,77 3,91 5,11 3,58 4,72
KONSUMSI LNPRT -1,40 4,96 5,77 5,96 5,12 2,11 4,70 3,46 5,05 3,42 8,32 5,08 13,96 11,31
KONSUMSI PEMERINTAH 11,12 5,92 4,79 -3,31 17,54 -0,29 4,43 -4,98 10,08 21,76 9,03 11,14 6,09 6,57
PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PMTDRB) 6,78 11,16 7,48 7,67 7,83 10,14 8,32 6,48 6,13 7,22 5,56 6,34 5,20 5,23
PERUBAHAN PERSEDIAAN -64,89 -136,00 -82,56 -147,24 -37,15 -91,17 -264,72 2,63 -79,40 -63,41 -723,89 -203,20 -352,48 85,10
EKSPOR LUAR NEGERI 46,05 -0,07 -2,45 23,30 72,06 -44,15 3,33 58,08 12,92 25,30 345,29 85,25 27,88 33,34
IMPOR LUAR NEGERI 8,79 2.536,47 1.340,16 -26,90 -94,95 -95,19 -37,12 -64,55 -84,10 17,37 -46,11 -63,98 -84,44 17,04
NET EKSPOR ANTAR DAERAH 36,10 -7,27 -77,70 56,76 177,43 -48,37 1,35 465,21 8,78 41,93 390,83 122,23 44,70 41,94
TOTAL PDRB 7,31 6,01 7,62 5,28 7,10 6,54 6,62 5,57 6,52 7,52 5,32 6,23 5,24 4,91
TOTAL TOTAL I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II
KONSUMSI RUMAH TANGGA 52,20 52,54 52,77 53,51 51,30 48,88 51,51 54,06 52,21 49,23 48,57 50,89 52,9 51,9
KONSUMSI LNPRT 0,75 0,76 0,78 0,77 0,76 0,71 0,75 0,75 0,73 0,71 0,72 0,73 0,8 0,8
KONSUMSI PEMERINTAH 18,27 18,87 11,15 17,11 21,95 23,47 18,72 9,77 17,46 24,66 24,25 19,37 9,9 17,9
PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PMTDRB) 28,99 30,12 29,97 30,51 30,19 30,16 30,21 29,98 29,78 29,84 30,50 30,03 30,5 30,3
PERUBAHAN PERSEDIAAN 0,10 -0,14 0,24 1,31 -0,75 0,20 0,23 0,23 0,27 -0,27 -0,87 -0,18 -0,5 0,5
EKSPOR LUAR NEGERI 12,78 12,99 13,22 17,71 13,53 8,30 13,04 14,91 14,05 13,13 25,09 16,94 14,0 16,2
IMPOR LUAR NEGERI 0,05 1,00 2,10 0,30 0,08 0,09 0,60 0,75 0,05 0,08 0,05 0,22 0,1 0,1
NET EKSPOR ANTAR DAERAH -13,03 -14,13 -6,04 -20,62 -16,92 -11,63 -13,86 -8,95 -14,46 -17,22 -28,20 -17,56 -7,4 -17,5
TOTAL PDRB 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
TOTAL TOTAL I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II
KONSUMSI RUMAH TANGGA 2,64 2,60 2,01 2,30 2,05 3,24 2,42 3,29 2,81 2,34 1,86 2,55 1,86 2,41
KONSUMSI LNPRT -0,01 0,04 0,04 0,04 0,04 0,01 0,03 0,03 0,04 0,02 0,06 0,04 0,10 0,08
KONSUMSI PEMERINTAH 1,81 0,99 0,48 -0,54 3,08 -0,07 0,74 -0,49 1,52 4,20 1,88 1,83 0,53 1,02
PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PMTDRB) 1,89 3,09 2,18 2,22 2,29 2,91 2,41 1,89 1,82 2,13 1,65 1,87 1,53 1,54
PERUBAHAN PERSEDIAAN -0,71 -0,48 -0,86 3,42 0,35 -1,53 0,32 0,00 -0,83 0,36 -1,01 -0,38 -0,58 0,17
NET EKSPOR IMPOR (TOTAL) 1,70 -0,23 3,77 -2,16 -0,72 1,97 0,69 0,85 1,17 -1,52 0,88 0,33 1,80 -0,31
TOTAL PDRB 7,31 6,01 7,62 5,28 7,10 6,54 6,62 5,57 6,52 7,52 5,32 6,23 5,24 4,91
2019
2019
2019
ANDIL PERTUMBUHAN (%)
2015
PERTUMBUHAN YOY (%)
2015
PANGSA (%)
2015
2018
2018
2018
2016
2016
2016
2017
2017
2017
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
4 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Grafik 1.2. Struktur Ekonomi
Sulawesi Barat Sisi Permintaan
Grafik 1.3. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Sisi
Permintaan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Ekonomi Sulawesi Barat akan menguat seiring percepatan realisasi belanja Pemerintah dan
peningkatan ekspor komoditas pada triwulan III 2019. Pemerintah Daerah berupaya mempercepat
realisasi belanja dalam rangka mengejar target pembangunan. Hal ini diindikasikan rendahnya realisasi
komponen belanja modal yang berkaitan erat dengan pembangunan daerah. Demand CPO yang berasal
dari negara importir masih akan cukup kuat. Korporasi akan berupaya mengoptimalisasi kapasitas
industri dalam rangka kompensasi penurunan harga CPO.
1.2.1 Konsumsi Rumah Tangga
Pengaruh Hari Besar Keagamaan mendorong penguatan konsumsi RT pada triwulan II 2019.
Komponen pengeluaran ini tumbuh sebesar 4,72% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan I 2019
sebesar 3,58% (yoy). Secara musiman, periode puasa dan lebaran mempengaruhi sentimen positif bagi
tingkat konsumsi RT. Momentum ini didukung dengan perbaikan daya beli melalui perbaikan harga
komoditas dan pencairan THR. Harga TBS kelapa sawit berumur 10 tahun triwulan II 2019 tercatat
Rp 1.024,59/kg mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan I 2019 sebesar Rp 969,47/kg.
Grafik 1.4. Perkembangan Konsumsi RT Grafik 1.5. Kondisi Ekonomi Dibandingkan 6 Bulan Lalu
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Berdasarkan survei konsumen, tingkat penghasilan masyarakat masih cukup baik (indeks ≥ 100) dimana
indeksnya tercatat sebesar 108 pada triwulan II 2019 (Grafik 1.5). Daya beli masyarakat yang membaik
Konsumsi
RT
51,9%
Konsumsi
LNPRT
0,8%
Konsumsi
Pemerinta
h
17,9%
Investasi
30,3%
5.603
5.867
3,58
4,72
1,86
2,41
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Konsumsi RT Pert. Konsumsi RT - rhs Andil Pertumbuhan - rhs
Rp miliar
% yoy
40
60
80
100
120
140
160
180
200
Feb-16
Apr-16
Jun-16
Aug-16
Oct-16
Dec-16
Feb-17
Apr-17
Jun-17
Aug-17
Oct-17
Dec-17
Feb-18
Apr-18
Jun-18
Aug-18
Oct-18
Dec-18
Feb
-1
9
Ap
r-1
9
Ju
n-1
9
Indeks Penghasilan Konsumen
Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja
Indeks Konsumsi Barang Kebutuhan Tahan LamaIndeks
5,5
8,6
6,4
8,6
6,1
4,6
5,7
7,6 7,6
5,3
7,16,5
5,6
6,5
7,5
5,3 5,2 4,9
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Konsumsi RT
Konsumsi LNPRT
Konsumsi Pemerintah
Investasi
Perubahan Persediaan
Net Ekspor Impor
PDRB
%
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 5
mendorong penguatan belanja barang kebutuhan tahan lama. Indeksnya tercatat 131 pada triwulan II
2019 meningkat dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 94. Indikator ini sejalan dengan penjualan mobil
yang mengalami kenaikan sekitar 19,43% (yoy) pada triwulan II 2019 (Grafik 1.7). Ketersediaan
lapangan kerja masih cukup baik dimana indeksnya tercatat 145 pada triwulan II 2019 meningkat
dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 140.
Penyaluran kredit konsumsi triwulan II 2019 mengalami penurunan. Realisasi kredit konsumsi
tumbuh sebesar 10,11% (yoy) pada triwulan II 2019 menurun dibandingkan triwulan I 2019 sebesar
12,31% (yoy). Jika ditinjau lebih lanjut, beberapa jenis kredit yang mengalami penurunan adalah kredit
multiguna, kredit kendaraan bermotor, dan kredit pemilikan rumah. Kredit multiguna mengalami
penurunan dari 5,13% (yoy) pada triwulan I 2019 menjadi 1,98% (yoy) pada triwulan II 2019. Untuk
kredit pemilikiran rumah, tingkat pertumbuhannya tercatat 23,45% (yoy) pada triwulan II 2019 masih
lebih rendah dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 27,25% (yoy) (Grafik 1.6).
Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Konsumsi Grafik 1.7. Perkembangan Penjualan Mobil
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Liaison, diolah
Normalisasi kebutuhan RT mempengaruhi perlambatan konsumsi pada triwulan III 2019. Paska
periode puasa dan lebaran yang telah usai menyebabkan tingkat permintaan masyarakat kembali
normal. Pelaksanaan hari raya Idul Adha yang berada pada triwulan III 2019 tidak akan berpengaruh
signifikan. Masyarakat akan kembali menyimpan penghasilannya dalam rangka antisipasi kebutuhan
tidak terduga dan penurunan harga komoditas.
1.2.2 Konsumsi Pemerintah
Akselerasi belanja pemerintah mendorong peningkatan konsumsi RT triwulan II 2019. Realisasinya
tercatat 6,57% (yoy) pada triwulan II 2019 meningkatn dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 6,09%
(yoy). Sejalan dengan penguatan tersebut, andil pertumbuhan komponen ini mengalami kenaikan dari
0,53% (yoy) pada triwulan I 2019 menjadi 1,02% (yoy) pada triwulan II 2019 (Grafik 1.8).
5.882
10,11
0
5
10
15
20
25
30
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Kredit Konsumsi Pert. Kredit Konsumsi - rhsRp miliar % yoy
1,88
19,43
94,0
117
0
20
40
60
80
100
120
140
-60,00
-40,00
-20,00
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Pert. Penjualan Mobil (% yoy)
Indeks Konsumsi Barang Kebutuhan Tahan Lama - skala kanan% yoy indeks
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
6 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Grafik 1.8. Perkembangan Konsumsi Pemerintah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Meski menguat, belanja pemerintah masih relatif rendah hingga triwulan II 2019. Realisasi belanja
APBD non kumulatif triwulan II 2019 sebesar 21,85% mengalami kenaikan dibandingkan triwulan I
2019 sebesar 6,39% (Grafik 1.9). Dengan kata lain, belanja secara kumulatif hingga triwulan II 2019
baru mencapai 28,24%. Jika ditinjau dari indikator lain, giro Pemerintah tercatat sebesar Rp 1,54 triliun
atau tumbuh 27,9% (yoy) pada triwulan II 2019 (Grafik 1.10). Penyaluran dana perimbangan dari
Pemerintah mempengaruhi peningkatan giro pada periode tersebut. Pemerintah Daerah perlu
mempercepat realisasi program kerja terutama belanja modal yang baru mencapai 8,48% pada triwulan
II 2019. Penguatan belanja ini juga harus didukung dengan nilai tambah terhadap perekonomian
Sulawesi Barat. Hal ini tidak lepas dari aktivitas perekonomian yang masih bergantung dari dana
Pemerintah.
Grafik 1.9. Realisasi Belanja Pemerintah
Daerah Provinsi Sulawesi Barat
Grafik 1.10. Perkembangan Giro Pemerintah
Daerah di Perbankan Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah
Provinsi Sulawesi Barat, diolah
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Konsumsi Pemerintah diperkirakan mengalami akselerasi pada triwulan II 2019. Pemerintah Daerah
akan berupaya untuk mengejar rendahnya belanja pada triwulan I 2019. Proses konsolidasi program
kerja dan proses pengadaan yang telah selesai diharapkan dapat menjadi faktor pendorong realisasi
belanja terutama proyek infrastruktur strategis. Alokasi belanja modal yang meningkat sekitar Rp 140
miliar merupakan peluang bagi Pemerintah Daerah sebagai modal pembangunan yang bernilai tambah
bagi perekonomian.
Percepatan belanja pemerintah akan berlanjut hingga triwulan III 2019. Pemerintah akan berupaya
mempercepat belanja modal yang memiliki daya serap yang rendah. Selain itu, komponen lain seperti
673
1.257
6,096,57
0,531,02
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Konsumsi Pemerintah Pert. Konsumsi Pemerintah - rhs
Andil Pertumbuhan - rhs
Rp miliar % (yoy)
587
12,97
21,85%
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Belanja
Pert. Belanja - rhs
Realisasi Belanja Non Kumulatif - rhs
%Rp miliar
1.248
1.540
17,8
27,9
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Giro Pemerintah Pert. Giro Pemerintah - rhsRp miliar %
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 7
Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik juga akan dipercepat. Hal ini tidak lepas dari proses administrasi yang
telah selesai dilaksanakan. Pelaksanaan pembangunan ini diharapkan dapat memberikan pengaruh
yang kuat dalam mendorong produktivitas komoditas unggulan Sulawesi Barat.
1.2.3 Investasi
Grafik 1.11. Perkembangan Investasi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Investasi mengalami peningkatan pada triwulan II 2019. Realisasi pertumbuhan komponen ini
sebesar 5,23% (yoy) pada triwulan II 2019 menguat dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 5,20% (yoy)
(Grafik 1.11). Akselerasi pertumbuhan yang tidak terlalu signifikan menyebabkan andilnya hanya
menguat 0,01% (yoy) dibandingkan triwulan I 2019. Penguatan ini tidak lepas dari investasi pemerintah
melalui dana perimbangan sebagai sumber dana pembangunan. Namun, realisasi investasi swasta
tercatat mengalami penurunan baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri. Penanaman
modal asing tercatat mengalami penurunan dari $5,66 juta USD pada triwulan I 2019 menjadi $1,33
juta USD pada triwulan II 2019. Untuk investasi dalam negeri, realisasinya tercatat Rp 271,64 miliar pada
triwulan II 2019 menurun dibandingkan Rp 457,16 miliar pada triwulan I 2019 (Grafik 1.13).
Pengembangan sektor perkebunan khususnya pengolahan CPO menjadi pilihan bagi investor dalam
negeri, sedangkan sektor transportasi, gudang dan telekomunikasi merupakan pilihan investor luar
negeri. Sejalan dengan penurunan realisasi investasi, penyaluran kredit juga mengalami penurunan.
Tingkat pertumbuhannya tercatat 23,59% (yoy) pada triwulan II 2019 menurun dibandingkan triwulan
I 2019 yang mampu tumbuh 31,64% (yoy) (Grafik 1.12).
Grafik 1.12. Perkembangan Kredit
Investasi
Grafik 1.13. Realisasi Penanaman Modal
2.2332.359
5,20 5,23
1,53 1,54
0
2
4
6
8
10
12
14
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Investasi Pertumbuhan Investasi - rhs Andil Pertumbuhan - rhs
Rp miliar %, yoy
2.337
23,59
0
10
20
30
40
50
60
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Kredit Investasi Pert. Kredit Investasi - rhsRp miliar % yoy
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
0,0
200.000,0
400.000,0
600.000,0
800.000,0
1.000.000,0
1.200.000,0
1.400.000,0
1.600.000,0
1.800.000,0
2.000.000,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Penanaman Modal Dalam Negeri Penanaman Modal Asing - skala kananRp (Juta) USD (ribu)
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
8 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
Penguatan investasi diperkirakan menguat pada triwulan III 2019. Pelaksanaan proyek infrastruktur
pemerintah sejalan dengan selesainya administrasi pengajuan proposal Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik.
Investasi swasta diperkirakan belum mengalami peningkatan signifikan seiring sikap hati-hati korporasi
yang dipengaruhi penurunan harga komoditas CPO.
1.2.4 Ekspor LN
Aktivitas ekspor LN mengalami peningkatan pada triwulan II 2019. Realisasi pertumbuhan tercatat
33,34% (yoy) pada triwulan II 2019 menguat dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 27,88% (yoy)
(Grafik 1.14). Akselerasi ini turut mempengaruhi penambahan sumbangan ekonomi Sulawesi Barat
menjadi 6,11% (yoy) pada triwulan II 2019. Volume perdagangan ekspor yang meningkat tidak lepas
dari penambahan permintaan dari negara importir.
Grafik 1.14. Perkembangan Ekspor LN
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Orientasi negara importir masih didominasi oleh Tiongkok dan India. Tiongkok merupakan negara
yang memiliki pangsa terbesar yaitu 36,83%, sedangkan India mempengaruhi sekitar 27,51% (Grafik
1.15). Pengaruh perang dagang berdampak pada penurunan harga komoditas menjadi $ 476,38
USD/metric ton pada triwulan II 2019 dimana harga tersebut mengalami kontraksi sebesar 20,75% (yoy)
(Grafik 1.16).
Grafik 1.15. Negara Tujuan Ekspor CPO Grafik 1.16. Perkembangan Harga CPO Dunia
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank, diolah
27,8833,34
5,15 6,11
-100
-50
0
50
100
150
200
250
300
350
400
0,00
500,00
1.000,00
1.500,00
2.000,00
2.500,00
3.000,00
3.500,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Ekspor LN Pertumbuhan Ekspor LN - rhs
Andil Pertumbuhan - rhs
Rp miliar%yoy
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Filipina India Pakistan Tiongkok Republik Korea Other Asia%
476,38
-20,75
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
0,00
100,00
200,00
300,00
400,00
500,00
600,00
700,00
800,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Harga CPO Pert. Harga CPO - rhsUSD/metric ton % yoy
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 9
Ekspor diperkirakan melambat pada triwulan III 2019. Normalisasi kebutuhan minyak nabati yang
berasal dari Tiongkok dapat menurunkan volume perdagangan. Indikasinya sejalan dengan penurunan
CLI tiongkok yang memasuki fase kontraksi (CLI < 100). Di sisi lain, upaya negosiasi Pemerintah
Indonesia terhadap kebijakan tarif impor CPO India dapat berjalan sebagai stimulus perdagangan.
1.3. Sisi Penawaran
Pelemahan Lapangan Usaha (LU) utama berdampak pada perlambatan ekonomi Sulawesi Barat
triwulan II 2019. Dua sektor utama Sulawesi Barat yaitu pertanian dan perdagangan mencatatkan
perlambatan kinerja pada triwulan II 2019. Tingkat pertumbuhan LU pertanian tercatat 2,37% (yoy)
pada triwulan II 2019 lebih rendah dibandingkan triwulan I 2019 dengan nilai 5,87% (yoy). Produksi
komoditas tanaman bahan makanan yang telah melewati masa puncak merupakan faktor pendorong.
Sejalan dengan hal tersebut, volume perdagangan komoditas ikut menurun yang ditopang penguatan
perdagangan besar dan eceran (Tabel 1.3).
Tabel 1.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Penawaran
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber pertumbuhan Sulawesi Barat masih didominasi LU pertanian. Pengaruh LU pertanian
mencapai 42,4% terhadap struktur ekonomi Sulawesi Barat. Produksi tanaman pangan, perkebunan,
dan perikanan merupakan LU unggulan meskipun proses hilirisasi masih terbatas. Sejalan dengan hal
tersebut, aktivitas perdagangan yang meliputi komoditas dan besar & eceran memiliki pangsa sebesar
10,5%. LU industri pengolahan yang mengalami akselerasi pertumbuhan berdampak pada
penambahan porsinya menjadi 9,8% pada triwulan II 2019 (Grafik 1.17).
I II III IV I II III IV I II
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5,74 4,08 9,24 6,50 5,71 6,31 6,90 3,87 5,41 7,36 6,61 5,84 5,87 2,37
Pertambangan dan Penggalian 8,06 10,89 16,94 -0,10 7,43 6,45 7,35 5,58 10,44 8,20 5,13 7,26 7,96 5,07
Industri Pengolahan 11,15 -2,46 8,95 5,16 11,71 6,91 8,15 9,47 14,34 10,26 -3,04 7,41 4,99 6,43
Pengadaan Listrik dan Gas 8,29 19,66 10,66 7,69 8,54 11,49 9,59 4,64 7,93 8,43 7,68 7,19 8,80 10,09
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 9,23 6,24 3,48 9,24 14,68 12,48 10,05 18,02 8,34 4,43 5,64 8,81 3,21 11,73
Konstruksi 8,84 10,85 6,77 7,25 7,92 5,61 6,82 6,22 6,04 8,04 4,79 6,22 6,09 5,64
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 5,22 5,02 6,18 6,81 4,66 4,82 5,61 3,50 5,24 8,89 6,71 6,11 5,57 3,98
Transportasi dan Pergudangan 7,20 5,78 4,52 1,96 7,40 9,20 5,87 15,45 13,47 -1,43 -2,27 5,66 3,94 1,84
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4,69 9,33 5,51 -0,24 -0,30 1,60 1,55 5,09 8,58 9,58 8,30 7,92 11,96 6,36
Informasi dan Komunikasi 10,87 9,26 2,79 11,14 12,14 13,62 9,97 13,14 4,66 5,52 8,63 7,86 8,30 13,91
Jasa Keuangan dan Asuransi 6,26 14,90 10,11 3,55 5,36 16,08 8,61 8,24 2,56 7,34 0,66 4,60 -0,71 6,02
Real Estate 5,01 5,94 3,64 3,98 4,78 5,94 4,59 5,95 6,55 6,22 6,53 6,31 6,78 6,98
Jasa Perusahaan 7,63 4,62 0,20 4,30 8,02 8,59 5,33 4,69 6,73 2,48 -1,21 3,06 5,42 3,40
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 11,05 13,04 1,30 -6,65 9,50 5,93 3,08 1,95 4,14 8,93 10,65 7,09 0,95 4,72
Jasa Pendidikan 6,29 10,90 9,62 6,09 5,28 4,38 6,20 5,32 4,91 4,08 2,77 4,21 2,66 10,90
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6,01 11,83 6,76 9,07 7,99 1,48 6,17 7,72 7,46 5,51 9,06 7,43 3,08 5,46
Jasa lainnya 7,14 8,90 7,82 10,24 5,30 10,09 8,36 8,17 9,02 5,93 0,28 5,67 8,46 10,02
TOTAL PDRB 7,31 6,01 7,62 5,28 7,10 6,54 6,62 5,57 6,52 7,52 5,32 6,23 5,24 4,91
PERTUMBUHAN YOY (%) 2015
2019
201820172016
2017 2018
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
10 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Grafik 1.17. Struktur Ekonomi
Sulawesi Barat Sisi Penawaran
Grafik 1.18. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi
Barat Sisi Penawaran
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Akselerasi pertumbuhan diperkirakan terjadi pada triwulan III 2019. Produksi kelapa sawit yang
menguat akan menopang LU pertanian sejalan high season yang terjadi pada periode semester II.
Percepatan proyek pembangunan pemerintah akan memacu LU konstruksi pada triwulan mendatang.
Selain itu, korporasi akan terus berupaya mengoptimalisasi kapasitas industri dalam rangka kompensasi
penurunan harga komoditas.
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
LU pertanian melambat pada triwulan II 2019. Nilai pertumbuhan LU ini tercatat 2,37% (yoy) pada
triwulan II 2019 melambat dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 5,87% (yoy). Produksi tanaman bahan
makanan (tabama) yang telah melewati masa puncak (triwulan I 2019). Untuk komoditas lain, produksi
TBS dan kakao menjadi penopang utama dari sub LU perkebunan meski tidak mengalami pertumbuhan
signifikan. Khusus TBS, salah satu faktor produksi yaitu curah hujan tahun sebelumnya yaitu triwulan II
2018 mengalami penurunan sebesar 351,40 mm1. Produksi buah-buahan sedikit mengalami penurunan
pada triwulan II 2019 karena sebagian jenis buah telah panen pada triwulan I 2019 (Grafik 1.19).
Grafik 1.19. Perkembangan Lapangan Usaha Pertanian
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
1 (Kamil & Omar, 2016)
Pertanian
42,43
Pertambangan
2,16
Industri
9,84
Konstruksi
7,96
Perdagangan
10,47
Informasi dan
Komunikasi
4,23
Jasa Keuangan
2,25
Real Estate
2,65
Administrasi
Pemerintahan
7,04
Jasa Pendidikan
5,24
Lainnya
5,73
5,55
8,58
6,41
8,58
6,06
4,58
5,69
7,617,62
5,28
7,10
6,54
5,57
6,52
7,52
5,325,244,91
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
(2)
(1)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Pertanian Industri Konstruksi
Perdagangan Adm. Pemerintahan PDRB
2,37
0,96
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Pertanian Pert. Pertanian - rhs Andil Pertumbuhan - rhsRp miliar% (yoy)
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 11
Kredit pertanian melambat pada triwulan II 2019. Tingkat pertumbuhannya tercatat 40,85 (yoy) pada
triwulan II 2019 melambat dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 48,29% (yoy) (Grafik 1.20). Penyaluran
dana masih didominasi peningkatan produktivitas kelapa sawit melalui replanting dan perbaikan pola
tanam. Kondisi ini ditempuh dalam rangka kompensasi penurunan harga CPO global (Grafik 1.21).
Grafik 1.20. Perkembangan Kredit Pertanian Grafik 1.21. Perkembangan Curah Hujan
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika,
diolah
LU pertanian diperkirakan mengalami penguatan pada triwulan III 2019. Secara musiman, produksi
kelapa sawit akan mengalami peningkatan pada semester II yang merupakan high season. Aktivitas
penangkapan ikan yang meningkat didukung arah angin dalam melaut. Pengaruh kemarau diharapkan
tidak akan berpengaruh signifikan untuk produksi buah-buahan dan palawija.
1.3.2 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran
Perdagangan besar dan eceran mengalami perlambatan pada triwulan II 2019. Tingkat
pertumbuhan tercatat 3,08% (yoy) pada triwulan II 2019 lebih rendah dibandingkan triwulan I 2019
sebesar 5,08% (yoy) (Grafik 1.22). Hasil komoditas yang telah mencapai titik optimum berdampak pada
penurunan volume perdagangan. Di sisi lain, aktivitas perdagangan besar dan eceran meningkat sejalan
dengan penguatan demand masyarkat. Indikasinya telah tergambar pada penjualan mobil yang
menguat pada triwulan II 2019 (Grafik 1.7).
Grafik 1.22. Perkembangan Lapangan Usaha
Perdagangan
Grafik 1.23. Perkembangan Kredit Sektor
Perdagangan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
1.861
40,85
0
10
20
30
40
50
60
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Kredit Pertanian Pert. Kredit Pertanian - rhsRp miliar % yoy
168
-52,2
-200
0
200
400
600
800
1.000
0
200
400
600
800
1000
1200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017 2018 2019
mm% yoy
3,98
0,40
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
400
500
600
700
800
900
1.000
1.100
1.200
1.300
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Perdagangan
Pert. Perdagangan - rhs
Andil Pertumbuhan - rhs
Rp miliar % (yoy)
2.456
12,65
-5
0
5
10
15
20
25
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Kredit Perdagangan Pert. Kredit Perdagangan - rhsRp miliar % yoy
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
12 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Pertumbuhan kredit terpantau meningkat pada triwulan II 2019. Realisasinya tercatat 12,65%(yoy)
pada triwulan II 2019 menurun dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 13,85%(yoy) (Grafik 1.23).
Perlambatan dipengaruhi momentum penambahan skala usaha telah dilaksanakan pada triwulan I 2019
dalam rangka pemenuhan demand saat puasa Lebaran. Jika ditinjau dari sisi penggunaannya,
pengembangan usaha perdagangan besar dan eceran masih menjadi pilihan utama.
Aktivitas perdagangan diperkirakan menguat pada triwulan III 2019. Perdagangan besar dan eceran
diperkirakan mengalami pelemahan seiring normalisasi demand masyarakat paska Lebaran. Masyarakat
akan cenderung menyimpan sebagian penghasilannya dan lebih berhati-hati dalam berbelanja. Namun,
perdagangan komoditas diperkirakan menjadi penopang utama sejalan dengan peningkatan produksi.
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Akselerasi pertumbuhan LU industri pengolahan tercatat pada triwulan II 2019. Pertumbuhan LU
industri pengolahan sebesar 6,43% (yoy) pada triwulan II 2019 meningkat dibandingkan triwulan I 2019
dengan nilai 4,99% (yoy) (Grafik 1.24). Korporasi berupaya untuk mengoptimalisasi kapasitas industri
baik pemanfaatan produksi lahan perkebunan Sulbar maupun luar daerah. Hal ini ditempuh dalam
rangka pengurangan dampak penurunan harga CPO global. Indikasinya sejalan dengan hasil survei
Industri Besar dan Sedang dimana industri sektor makanan mengalami kenaikan dari 8,20% (yoy) pada
triwulan I 2019 menjadi 11,05% (yoy) pada triwulan II 2019 (Grafik 1.26). Untuk industri menengah
dan kecil, survei mencatatkan indeksnya meningkat dari 25,22% (yoy) pada triwulan I 2019 menjadi
42,38% (yoy). Beberapa industri yang mengalami penguatan antara lain seperti industri makanan,
industri minuman, dan pakaian jadi. Peningkatan demand masyarakat turut mendorong volume
produksi industri menengah kecil tersebut.
Grafik 1.24. Perkembangan Lapangan Usaha
Industri Pengolahan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
6,43
0,70
-10
-5
0
5
10
15
20
25
300
400
500
600
700
800
900
1.000
1.100
1.200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Industri Pert. Industri - rhs Andil Pertumbuhan - rhs
Rp miliar % (yoy)
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 13
Grafik 1.25. Pertumbuhan Industri Mikro dan
Kecil
Grafik 1.26. Pertumbuhan Industri Besar dan
Sedang
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Realisasi kredit industri pengolahan mengalami penurunan. Nilai pertumbuhannya tercatat 69,60%
(yoy) pada triwulan II menurun dibandingkan 82,09% (yoy) pada triwulan I 2019 (Grafik 1.27).
Momentum investasi tengah memasuki masa normalisasi setelah menguat sejak triwulan II 2018.
Meskipun demikian, daya tarik pengembangan kelapa sawit masih cukup kuat karena CPO merupakan
komoditas unggulan Sulawesi Barat.
Grafik 1.27. Perkembangan Kredit Sektor Industri
Pengolahan
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Penguatan LU industri pengolahan diperkirakan berlanjut pada triwulan III 2019. Produksi
pengolahan CPO masih akan menguat karena korporasi masih melanjutkan momentum optimalisasi
kapasitas industri. Hal ini juga didukung produksi TBS yang secara musim akan menguat pada semester
II. Indikasi ini sejalan dengan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
Prompt Manufacturing Index (PMI) mencatatkan adanya kenaikan dalam level ekspansi (indeks > 50).
1.3.4 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial
Penigkatan aktivitas Pemerintah berdampak pada akselerasi pertumbuhan LU Administrasi
Pemerintahan triwulan II 2019. Tingkat pertumbuhan LU ini tercatat 4,72% (yoy) pada triwulan II 2019
meningkat dibandingkan trriwulan I 2019 sebesar 0,95% (yoy). Penyaluran dana perimbangan yang
telah mencapai 52,46% dari pagu merupakan faktor pendorong. Di sisi lain, Pendapatan Asli Daerah
76,94
124,53
42,38
-100
-50
0
50
100
150
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017 2018 2019
IMK Makanan IMK Pakaian Jadi IMK% yoy
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Makanan Industri Besar dan Sedang% yoy
191
82,09
-100
-50
0
50
100
150
200
0
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017 2018 2019
Kredit Industri Pert. Kredit Industri - rhsRp miliar % yoy
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
14 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
(PAD) perlu mendapatkan perhatian khusus dimana realisasinya baru mencapai 39,73% pada triwulan
II 2019. Kinerja ini masih dalam kisaran yang sama jika dibandingkan triwulan II 2018. Untuk komponen
belanja Operasi, realisasi triwulan II 2019 tercatat mengalami kenaikan menjadi 34,34% dibandingkan
7,33% pada triwulan I 2019. Salah satu faktor penodrongnya adalah pelaksanaan Pemilihan Umum
yang berlangsung pada triwulan II 2019. Jika ditinjau lebih lanjut, realisasi belanja operasi triwulan II
2019 masih lebih baik dibandingkan triwulan II 2018 sebesar 29,87% (Grafik 1.28).
Grafik 1.28. Perkembangan Lapangan Usaha
Administrasi Pemerintahan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Percepatan belanja Pemerintah akan mendorong akselerasi kinerja LU administrasi Pemerintahan
pada triwulan III 2019. Rendahnya realisasi belanja operasi dan PAD pada triwulan III 2019 akan
diperbaiki terutama sejumlah proses pengadaan telah selesai dilaksanakan. Dana perimbangan sebagai
sumber dana utama akan dimanfaatkan secara optimal dalam rangka mengejar target pembangunan
Pemerintah.
1.3.5 Lapangan Usaha Konstruksi
Kinerja LU konstruksi melambat pada triwulan II 2019. Tingkat pertumbuhannya tercatat 5,64%
(yoy) pada triwulan II 2019 lebih rendah dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 6,09% (yoy) (Grafik
1.29). Keterbatasan pembangunan yang berasal dari pihak swasta merupakan faktor penyebabnya. Hal
ini juga sejalan dengan penurunan realisasi pengadaan semen dimana tingkat pertumbuhannya tercatat
mengalami kontraksi sebesar 13,65% pada triwulan II 2019 (Grafik 1.31). Penyaluran kredit konstruksi
juga melambat pada triwulan II 2019. Pertumbuhannya tercatat 3,03% (yoy) pada triwulan II 2019
melambat dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 4,04% (yoy) (Grafik 1.30). Di sisi lain, Pemerintah
Daerah masih melanjutkan sejumlah fokus pembangunan seperti perbaikan kualitas jalan,
pengembangan kapasitas bandara, serta penguatan tebing.
4,72
0,35
-10
-5
0
5
10
15
20
25
200
300
400
500
600
700
800
900
1.000
1.100
1.200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Adm. Pemerintahan
Pert. Adm. Pemerintahan - rhs
Andil Pertumbuhan - rhs
Rp miliar % (yoy)
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 15
Grafik 1.29. Perkembangan Lapangan Usaha
Konstruksi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 1.30. Perkembangan Kredit Konstruksi Grafik 1.31. Realisasi Pengadaan Semen
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Kegiatan lapangan usaha konstruksi diperkirakan akan mengalami peningkatan pada triwulan III
2019. Proses administrasi pembangunan yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik yang telah
selesai berdampak pada percepatan pelaksanaan proyek.
0
5,64
0,43
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
200
300
400
500
600
700
800
900
1.000
1.100
1.200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Konstruksi
Pert. Konstruksi - rhs
Andil Pertumbuhan - rhs
Rp miliar % (yoy)
186
3,03
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Kredit Konstruksi Pert. Kredit Konstruksi - rhsRp miliar % yoy
78
63
7,75
-13,65
-20
-10
0
10
20
30
40
50
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Realisasi Pengadaan Semen Pert. Realisasi Pengadaan Semen - rhs
ribu ton %, yoy
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
16 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 17
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH
2. Keuangan Pemerintah
BAB 02 Keuangan Pemerintah
18
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
2.1. Perkembangan Realisasi APBN di Sulawesi Barat
Pagu APBN Provinsi Sulawesi Barat tumbuh positif pada triwulan II 2019. Kenaikan pagu tercatat
Rp580,31 miliar dibandingkan triwulan II 2018 sebesar Rp4.785 miliar atau tumbuh 12,13% (yoy).
Secara umum, pagu APBD triwulan II 2019 sebesar adalah Rp5.336,09 miliar dan telah terealisasi
sebesar Rp1.807,56 miliar. Realisasi APBN di triwulan II tahun 2019 sebesar 8,5%, dimana capaian
tersebut tumbuh positif dibandingkan pencapaian periode yang sama pada tahun 2018 (Grafik 2.1).
Tabel 2.1. Realisasi APBN Ke Sulawesi Barat
Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah
Pertumbuhan pagu APBN triwulan II 2019 masih didominasi oleh komponen dana transfer. Dana
transfer tercatat Rp1,646,94 miliar atau mencapai 30,69% dari total pagu APBN 2019. Secara absolut
dana transfer memiliki jumlah yang sama dengan triwulan I 2019 yaitu sebesar Rp333,47 miliar.
Selanjutnya, pangsa pagu komponen APBN lainnya masing-masing adalah belanja barang sebesar
28,30%, belanja modal sebesar 23,41%, belanja pegawai sebesar 17,49%, dan belanja bantuan sosial
sebesar 0,11% dari total pagu APBN 2019 sebesar Rp5.336,09 miliar.
Dana transfer menjadi sumber utama pendapatan pemerintah. Pertumbuhan pagu dana transfer
tumbuh pada triwulan II 2019 sebesar 25,4% (yoy). Sedangkan penyerapan dana transfer di triwulan II
2019 dari sisi pangsa sebesar 23,86% masih lebih rendah dibandingkan triwulan II 2018 yang mencapai
28,79% dari total realisasi. Selanjutnya pangsa alokasi komponen APBN untuk belanja barang sebesar
28,30%, belanja modal sebesar 23,41%, belanja pegawai sebesar 17,49%, dan alokasi bantuan sosial
sebesar 0,11%.
Belanja
Pegawai
Belanja
Barang
Belanja
Modal
Bantuan
SosialTransfer Total
Belanja
Pegawai
Belanja
Barang
Belanja
Modal
Bantuan
SosialTransfer Total Pertumbuhan (yoy)
I 561.49 1,264.40 1,460.26 16.00 - 3,302.15 101.63 125.68 189.74 0.19 - 417.24 84.4%
II 562.76 1,301.68 1,505.38 15.99 - 3,385.81 272.22 405.61 538.48 4.36 - 1,220.67 55.3%
III 567.40 1,289.53 1,309.24 15.45 - 3,181.62 411.67 725.73 864.98 6.37 - 2,008.75 18.6%
IV 585.46 1,321.55 1,310.55 15.45 - 3,233.01 581.40 1,096.95 1,214.93 15.20 - 2,908.48 -23.5%
I 856.66 963.74 1,198.14 12.85 - 3,031.39 174.45 100.34 122.37 0.13 - 397.29 -4.8%
II 862.09 985.62 1,197.00 12.85 1,262.11 4,319.67 411.23 341.74 370.59 1.62 517.36 1,642.54 34.6%
III 872.05 1,100.03 1,190.35 13.18 1,262.11 4,437.72 648.68 645.43 595.53 7.28 793.93 2,690.85 34.0%
IV 942.43 1,130.98 1,206.11 13.24 1,442.48 4,735.24 897.87 1,021.95 1,165.10 12.40 1,402.67 4,499.99 54.7%
2018 I 996.17 1,382.11 1,079.67 7.75 1,313.47 4,779.17 178.49 133.46 67.38 0.03 94.38 473.74 19.2%
II 996.49 1,390.77 1,077.30 7.75 1,313.47 4,785.78 455.24 480.67 249.29 1.06 479.53 1,665.79 1.4%
III 998.56 1,469.52 1,085.06 7.75 1,313.47 4,874.36 717.50 860.79 463.93 3.31 870.54 2,916.07 8.4%
IV 1,044.29 1,494.89 1,087.18 7.75 1,313.47 4,947.58 1,012.00 1,425.47 1,022.37 7.73 1,298.37 4,765.94 5.9%
I 978.86 1,259.77 1,227.61 5.78 1,646.94 5,118.96 189.02 179.99 70.67 0.65 79.71 520.04 9.8%
II 938.28 1,518.77 1,256.32 5.78 1,646.94 5,366.09 482.63 571.15 321.36 1.05 431.37 1,807.56 8.5%
Realisasi (Rp Miliar)
Periode
2019
Pagu (Rp Miliar)
2017
2016
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 19
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH
Grafik 2.1. Perkembangan Pagu dan Realisasi
APBN Sulawesi Barat
Grafik 2.2. Realisasi APBN Sulawesi Barat
Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah
Realisasi APBN pada triwulan II 2019 mencapai Rp1.807,56 miliar atau sebesar 33,68% dari pagu.
Pencapaian tersebut lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II 2018 yaitu sebesar 34,81% (Grafik
2.1 dan Grafik 2.2). Berdasarkan komponennya, belanja pegawai merupakan realisasi tertinggi pada
triwulan II 2019 sebesar Rp482,63 miliar atau tumbuh 51,44% (yoy). Kondisi ini juga menunjukkan
kinerja fiskal dari sisi belanja pegawai lebih baik jika dibandingkan dengan triwulan II 2018 yaitu sebesar
45,68%.
Pangsa penyerapan belanja barang tumbuh positif di triwulan II 2019. Nilainya sebesar 31,60% dari
total realisasi APBN merupakan pangsa belanja barang. Kinerja komponen belanja barang berkontribusi
signifikan terhadap APBN di triwulan II 2019. Komponen APBN lainnya yang juga mengalami kenaikan
adalah belanja modal dengan pangsa sebesar 17,78% sedangkan belanja pegawai dan dana transfer
mengalami penurunan persentase masing-masing menjadi 26,70% dan 23,86%. Adapun dana
bantuan sosial memiliki pangsa sebesar 0,06% atau masih sama dengan kondisi di triwulan II 2018.
Realisasi dana transfer kembali melambat di triwulan II 2019. Kinerja komponen dana transfer hanya
sebesar Rp431,37 miliar atau mengalami penurunan sebesar 23,86% dibandingkan triwulan I 2018.
Kondisi ini setidaknya lebih baik dibandingkan triwulan I 2019, dimana penyaluran dana desa secara
berangsur dapat terealisasi meskipun belum optimal. Kelengkapan administrasi yang harus diserahkan
sebagai salah satu syarat pencairan masih menjadi kendala penyaluran dana transfer.
Pangsa pagu belanja modal APBN triwulan II 2019 yang terbesar adalah pembangunan jalan,
irigasi dan jaringan. Alokasi belanjanya mencapai 71,87% dengan telah mencapai realisasi sebesar
22,91% (Grafik 2.3 dan Grafik 2.4). Pembiayaan belanja modal gedung dan bangunan mempunyai
alokasi 14,99% dari total pagu. Sebagai komponen pagu belanja terbesar kedua dari sisi pangsanya,
kinerja komponen tersebut mencapai 14,79% dari pagunya pada triwulan II 2019. Komponen belanja
modal tanah memiliki pangsa 7,60% dengan persentasi realisasi yang cukup baik yaitu sebesar 16,30%.
Komponen lainnya yang seperti belanja modal peralatan dan mesin dan belanja modal lainnya masing-
masing telah terealisasi sebesar 9,05% dan 8,24% dari pagunya.
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi
Triwulan II 2015 Triwulan II 2016 Triwulan II 2017 Triwulan II 2018 Triwulan II 2019
Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Bantuan Sosial Transfer
Rp miliar
51.44%
37.61%
25.58%18.17%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
Triwulan II 2015 Triwulan II 2016 Triwulan II 2017 Triwulan II 2018 Triwulan II 2019
Total Belanja Pegawai (rhs) Belanja Barang (rhs)
Belanja Modal (rhs) Bantuan Sosial (rhs)
%
20
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Grafik 2.3 Pangsa Belanja Modal APBN
TA. 2019
Grafik 2.4. Realisasi Belanja Modal
Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah
2.2. Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Barat
Kinerja fiskal Pemerintah Daerah dari sisi pendapatan melambat pada triwulan II 2019. Realisasi
pendapatan triwulan II 2019 mencapai Rp1.056,7 miliar atau sebesar 50,21% dari target 2019 yang
senilai Rp2,104.83 miliar (Grafik 2.5). Kondisi ini diindikasi akibat melambatnya kinerja pendapatan asli
daerah dengan realisasi belanja hanya sebesar 39,73% dari pagunya. Kinerja pendapatan triwulan II
2019 terlihat sedikit melambat jika dibandingkan pada triwulan II 2018 yang mampu mencapai 52,5%
dari target 2018.
Sisi belanja Pemerintah Daerah mengalami kenaikan di triwulan II 2019. Realisasi belanja triwulan
II 2019 sebesar Rp552,31 miliar atau sebesar 28,67%. Jika dibandingkan dengan triwulan II 2018
memiliki pangsa sebesar 26,8% atau lebih rendah dari pangsa realisasi triwulan II 2019. Komponen
belanja pemerintah daerah yang cukup signifikan memengaruhi adalah belanja operasi dengan pangsa
realisasi sebesar 34,34%, sedangkan untuk belanja modal mengalami perlambatan yang hanya mampu
mencapai realisasi sebesar 8,48% dari pagunya.
Grafik 2.5. Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah
% Pagu, Belanja
Modal Tanah,
7.60%
% Pagu, Belanja
Modal Peralatan
dan Mesin,
5.38%
% Pagu, Belanja
Modal Gedung
dan Bangunan,
14.99%
% Pagu, Belanja
Modal Jalan,
Irigasi dan
Jaringan, 71.87%
% Pagu, Belanja
Modal Lainnya,
0.16%
0.14%
5.43%
1.63%
7.25%
0.00%
5.76%
Belanja Modal
Tanah
Belanja Modal
Peralatan dan
Mesin
Belanja Modal
Gedung dan
Bangunan
Belanja Modal
Jalan, Irigasi dan
Jaringan
Belanja Modal
Lainnya
Total
%Realisasi Tw I 2019 %Realisasi Tw II 2019
13.0%
11.7%
5.5%
11.7%
5.9%
5.1%
32.4%
27.7%
31.4%
36.9%
26.8%
28.7%
56.0%
53.9%
46.0%
54.3%
53.3%
90.0%
98.4%
95.1%
93.1%
99.70%
Belanja + Transfer
28.9%
29.4%
15.9%
24.3%
2.5%
23.1%
52.9%
51.3%
41.1%
45.5%
52.5%
50.2%
79.8%
81.4%
67.2%
70.6%
75.4%
101.6%
103.0%
99.3%
97.6%
97.4%
Pendapatan
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2014
2015
2016
2017
2018
2014
2015
2016
2017
2018
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 21
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH
2.2.1 Pendapatan
Kinerja pendapatan sedikit melambat pada triwulan II 2019. Target penerimaan tahun 2019 sebesar
Rp2.104,83 miliar telah terealisasi Rp1.056,7 miliar pada triwulan II 2019 (Tabel 2.2). Realisasi triwulan
II 2019 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II 2018 yang mampu mencapai 52,50%. Faktor
perlambatan ini disebabkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dana transfer dari pemerintah pusat juga
melambat masing-masing menjadi 39,73% dan 52,46%. Komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang signifikan memengaruhi perlambatan kinerja adalah penurunan dari Pendapatan Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang Dipisahkan yaitu hanya mencapai 56,97% pada triwulan II 2019 dari sebelumnya
sebesar 75,12% pada triwulan II 2018.
Tabel 2.2. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (RP juta)
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah
Realisasi dana transfer melambat pada triwulan II 2019 menjadi 52,46%. Komponen dana transfer
yang singnifikan berpengaruh terhadap penurunan realisasi dana transfer adalah Bagi Hasil Pajak hanya
mencapai 26,29% pada triwulan II 2019 dari sebelumnya sebesar 37,53% dari pagunya pada triwulan
II 2018. Perlambatan realisasi dana transfer yang selama ini menjadi salah satu indikator kinerja
pendapatan Sulawesi Barat cukup dapat menggambarkan kondisi pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Barat yang turut mengalami perlambatan pertumbuhan.
Grafik 2.6. Perkembangan Pendapatan Pemerintah
Prov. Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi
Barat, diolah
(juta Rupiah)
Uraian Anggaran 2018 Tw I 2018 Tw II 2018 Tw III 2018 Tw IV 2018 Anggaran 2019 Tw I 2019 Tw II 2019% Realisasi Tw I
2018
% Realisasi Tw
II 2018
% Realisasi Tw
III 2018
% Realisasi Tw
IV 2018
% Realisasi Tw I
2019
% Realisasi Tw II
2019
Pendapatan 1,869,048.38 45,741.10 981,329.75 1,408,997.47 1,819,755.98 2,104,832.04 486,247.94 1,056,770.41 2.45% 52.50% 75.39% 97.36% 23.10% 50.21%
Pendapatan Asli Daerah (PAD) 334,264.86 45,597.16 133,205.21 206,553.91 302,219.44 370,109.98 52,209.95 147,029.01 13.64% 39.85% 61.79% 90.41% 14.11% 39.73%
Pendapatan Pajak Daerah 282,710.87 43,097.22 115,480.89 183,765.14 272,229.06 295,359.86 45,227.47 121,500.65 15.24% 40.85% 65.00% 96.29% 15.31% 41.14%
Pendapatan Retribusi Daerah 26,948.00 2,251.82 3,483.68 4,790.09 7,280.79 44,937.60 4,017.84 8,543.91 8.36% 12.93% 17.78% 27.02% 8.94% 19.01%
Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
yang di Pisahkan8,100.00 0.00 6,084.94 6,084.94 6,084.94 16,175.00 0.00 9,215.16 0.00% 75.12% 75.12% 75.12% 0.00% 56.97%
Lain - lain PAD yang Sah 16,506.00 248.12 8,155.70 11,893.74 16,624.65 13,637.52 2,964.64 7,769.28 1.50% 49.41% 72.06% 100.72% 21.74% 56.97%
Pendapatan Transfer 1,534,783.52 0.00 847,576.21 1,201,611.58 1,515,760.14 1,732,910.64 433,805.74 909,122.66 0.00% 55.22% 78.29% 98.76% 25.03% 52.46%
Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat 1,534,783.52 0.00 847,576.21 1,201,611.58 1,515,760.14 1,732,910.64 433,805.74 909,122.66 0.00% 55.22% 78.29% 98.76% 25.03% 52.46%
Bagi Hasil Pajak 22,879.24 0.00 8,585.90 13,919.23 18,969.75 18,086.88 2,377.15 4,754.30 0.00% 37.53% 60.84% 82.91% 13.14% 26.29%
Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam 278.97 0.00 103.82 164.21 1,467.77 771.53 1,708.97 0.00% 37.22% 58.86% 0.00% 52.57% 116.43%
Dana Alokasi Umum (DAU) 1,025,033.06 0.00 597,935.93 854,194.19 1,025,033.06 1,064,068.73 354,689.56 620,706.74 0.00% 58.33% 83.33% 100.00% 33.33% 58.33%
Dana Alokasi Khusus (DAK) 468,342.24 0.00 231,825.56 315,083.95 110,699.23 613,203.10 75,967.49 281,952.65 0.00% 49.50% 67.28% 23.64% 12.39% 45.98%
Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik 342,808.10
Dana Insentif Daerah (DID) 18,250.00 0.00 9,125.00 18,250.00 18,250.00 36,084.16 0.00 0.00 0.00% 50.00% 100.00% 100.00% 0.00% 0.00%
Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat Lainnya
Dana Penyesuaian 0.00 0.00
Lain - lain Pendapatan Daerah yang Sah 0.00 143.94 548.33 851.99 1,776.40 1,811.43 232.25 618.75
Pendapatan Hibah 0.00 0.00 162.00 243.00 324.00 1,811.43 168.00
Pendapatan Dana Darurat 0.00 0.00 232.25 0.00
Pendapatan Lainnya 0.00 143.94 386.33 608.99 1,452.40 450.75
0
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000
1,800,000
2,000,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan yang SahRp Juta
22
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Tren Pendapatan Asli Daerah (PAD) tumbuh positif. Kinerja PAD tercatat terealisasi sebesar Rp147,02
miliar atau tumbuh sebesar 39,73% (yoy). Pertumbuhan positif ini didorong oleh seluruh komponen
Pendapatan Asli Daerah yaitu Pendapatan Pajak Daerah, Pendapatan Retribusi Daerah, Pendapatan Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain PAD yang Sah tumbuh secara signifikan.
Jika dibandingkan triwulan I 2019, pendapatan Pajak Daerah hanya tumbuh sebesar 14,11% (yoy).
2.2.2 Belanja Pemerintah
Kinerja belanja APBD pada triwulan II 2019 tumbuh positif. Realisasi belanja triwulan II 2019 sebesar
Rp552,31 miliar atau setara 28,67% dari pagunya sebesar Rp1.926,78 miliar. Penyerapan belanja pada
triwulan ini lebih baik dibandingkan dengan triwulan II 2018 sebesar 25,10% dari pagunya. Komponen
realisasi belanja yang signifikan mempengaruhi peningkatan adalah belanja operasi yang memiliki
pangsa sebesar 34,34%, sedangkan belanja modal mengalami perlambatan dengan pangsa hanya
sebesar 8,48% dari pagunya.
Tabel 2.3. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta)
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah
(juta Rupiah)
Uraian Anggaran 2018 Tw II 2018 Anggaran 2019 Tw I 2019 Tw II 2019% Realisasi Tw II
2018
% Realisasi Tw
I 2019
% Realisasi Tw II
2019
BELANJA + TRANSFER 1,751,673.29 439,737.85 1,926,781.99 98,564.98 552,314.90 25.10% 5.12% 28.67%
BELANJA OPERASI 1,347,226.47 375,946.24 1,505,348.93 98,440.17 516,899.36 27.91% 6.54% 34.34%
Belanja Pegawai 545,833.74 213,611.52 612,368.62 60,599.35 255,302.29 39.13% 9.90% 41.69%
Belanja Barang dan Jasa 517,497.11 107,839.73 538,271.31 32,657.84 126,857.43 693.41% 6.07% 23.57%
Belanja Bunga 23,807.82 8,839.39 19,154.08 5,182.98 9,918.40 37.13% 27.06% 51.78%
Belanja Hibah 260,087.80 45,655.60 262,750.92 0.00 124,821.24 17.55% 0.00% 47.51%
Belanja Bantuan Sosial 0.00 72,804.00 0.00 0.00% 0.00%
BELANJA MODAL 402,446.82 63,781.33 417,433.06 124.82 35,415.55 15.85% 0.03% 8.48%
Belanja Modal Tanah 30,722.17 15,129.05 31,197.08 0.00 21,515.58 49.24% 0.00% 68.97%
Belanja Modal Peralatan dan Mesin 110,432.05 16,598.89 122,947.29 62.69 7,166.97 15.03% 0.05% 5.83%
Belanja Modal Gedung dan Bangunan 70,699.57 4,703.64 123,109.13 5.40 168.57 6.65% 0.00% 0.14%
Belanja Modal Jalan. Irigasi dan Jaringan 164,980.22 26,605.75 118,786.37 56.73 2,404.09 16.13% 0.05% 2.02%
Belanja Modal dan Tetap Lainnya 25,612.81 744.00 19,600.77 0.00 3,929.91 2.90% 0.00% 20.05%
Belanja Modal Aset Lainnya 1,792.43 0.00 230.42 0.00% 12.86%
BELANJA TAK TERDUGA 2,000.00 10.27 4,000.00 0.51% 0.00% 0.00%
Belanja Tak Terduga 2,000.00 10.27 4,000.00 0.00 0.51% 0.00% 0.00%
TRANSFER 185,532.00 79,482.98 149,939.97 34,239.05 34,239.05 42.84% 22.84% 22.84%
TRANSFER BAGI HASIL PENDAPATAN 142,462.98 71,232.98 149,939.97 34,239.05 34,239.05 50.00% 22.84% 22.84%
Transfer Bagi Hasil Pajak Daerah 142,462.98 71,232.98 149,939.97 34,239.05 34,239.05 50.00% 22.84% 22.84%
TRANSFER BANTUAN KEUANGAN 43,069.01 8,250.00 0.00 0.00 0.00 19.16% 0.00% 0.00%
Transfer Bantuan Keuangan ke Pemerintah Daerah Lainnya 42,000.00 8,250.00 19.64% 0.00% 0.00%
Transfer Bantuan Keuangan Lainnya 1,069.01 0.00% 0.00% 0.00%
SURPLUS/ (DEFISIT) -68,156.91 462,108.92 28,110.08 353,443.90 506,274.13 1257.4% 1801.0%
PEMBIAYAAN 0.00% 0.00%
PENERIMAAN PEMBIAYAAN 56,746.80 8,610.01 30,650.37 0.00 15.17% 0.00% 0.00%
Penggunaan SILPA 56,746.80 30,650.37 0.00 0.00% 0.00% 0.00%
Pinjaman Dalam Negeri 0.00 8,610.01 0.00% 0.00%
PENGELUARAN PEMBIAYAAN 45,070.34 10,000.00 58,760.45 23,556.26 35,112.51 22.19% 40.09% 59.76%
Penyertaan Modal/Investasi Pemerintah Daerah 45,070.34 10,000.00 12,000.00 12,000.00 12,000.00 22.19% 100.00% 100.00%
PEMBIAYAAN NETTO 11,676.47 1,389.99 -28,110.08 -23,556.26 35,112.51 11.90% 83.80% -124.91%
SISA LEBIH PEMBIAYAN ANGGARAN (SILPA) -56,480.44 460,718.92 0.00 329,887.65 471,161.62 0.00 0.00
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 23
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH
Belanja Operasi menjadi komponen penyerap anggaran terbesar pada triwulan II 2019. Realisasi
belanjanya tercatat Rp516,89 miliar atau 34,34% dari pagunya. Jika ditinjau per komponen, pangsa
belanja bunga menyerap paling besar yaitu mencapai 51,78%. Realisasi belanja hibah sebesar 47,51%
atau setara dengan Rp124,82 miliar, belanja pegawai terealisasi 41,69% dari pagunya atau setara
Rp255,3 miliar, dan belanja barang dan jasa mampu menyerap sebesar 23,57% atau setara dengan
Rp126,8 miliar.
Belanja modal belum optimal di triwulan II 2019. Hal ini diindikasikan masih rendahnya penyerapan
realisasi pada triwulan II 2019 sebesar 8,48% dari pagu atau Rp417,43 miliar. Kinerja fiskal untuk
komponen ini menurun dibandingkan triwulan II 2018 yang mampu mencapai 15,85% dari total
pagunya. Komponen belanja modal yang memengaruhi perlambatan adalah belanja modal dan perlatan
mesin sebesar 5,83%, belanja modal gedung dan bangunan sebesar 0,14%, dan belanja modal jalan,
irigasi, dan jaringan sebesar 2,02%.
Grafik 2.7. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov. Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah
2.2.3 Pendapatan - Pengeluaran dan Rasio Kemandirian
APBD Sulawesi Barat mengalami surplus Rp506,27 miliar pada triwulan II 2019. Surplusnya fiskal
pemerintah mengindikasikan kurang optimalnya belanja Pemerintah. Hal ini sejalan dengan rendahnya
realisasi belanja modal hingga triwulan II 2019. Ke depan, Pemerintah dapat memberikan perhatian
khusus terhadap komponen belanja ini dalam rangka mendorong pembangunan yang memiliki nilai
tambah bagi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat.
Rasio kemandirian keuangan daerah meningkat pada triwulan II 2019. Rasio ini tercatat 13,91%
lebih baik dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 10,74%. Hal ini disebabkan realisasi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang menguat sedangkan dana transfer mengalami perlambatan. Sejalan dengan hal
tersebut, Pemerintah Sulawesi Barat diharapkan dapat memperkuat kemandirian daerahnya melalui
optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Belanja Operasional + Transfer Belanja Modal Belanja Tidak TerdugaRp Juta
24
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 25
BAB 03. INFLASI
3. Inflasi
BAB 03 Inflasi
BAB 03. INFLASI
26 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
3.1. Inflasi Secara Umum
Inflasi Sulawesi Barat menurun pada triwulan II 2019. Melanjutkan tren sejak triwulan III 2018, inflasi
tahunan Sulawesi Barat tercatat 0,54% (yoy) pada triwulan II 2019 atau lebih rendah dibandingkan
realisasi 0,96% (yoy) pada triwulan I 2019. Pencapaian pada triwulan II 2019 lebih rendah jika dilihat
historis inflasi Sulawesi Barat dalam 3 (tiga) tahun terakhir yang sebesar 2,94% (yoy). Selain itu, realisasi
pada periode tersebut juga lebih rendah dibandingkan pencapaian inflasi kawasan Sulawesi-Maluku-
Papua (Sulampua) yang sebesar 3,42% (yoy) dan nasional yang sebesar 3,28% (yoy) (Grafik 3.1). Secara
spasial, sebagian kecil provinsi di Pulau Sulawesi yang mengalami penurunan inflasi pada triwulan II
2019 seperti Sulawesi Barat. Penurunan inflasi terjadi pada Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Inflasi
tertinggi terjadi di Sulawesi Tengah dengan pencapaian 5,32% (yoy) (Tabel 3.1).
Grafik 3.1. Inflasi Sulawesi Barat, Sulampua,
dan Nasional
Tabel 3.1. Inflasi di Pulau Sulawesi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Penurunan inflasi di Sulawesi Barat terutama disebabkan terjaganya ekspektasi inflasi. Meski
memasuki periode bulan puasa dan Idul Firi, kelompok bahan pangan yang menjadi komoditas
konsumsi pokok utama mengalami deflasi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pasokan bahan
makanan mencukupi kebutuhan tingkat permintaan yang meningkat pada hari besar keagamaan
nasional. Kebijakan pemerintah juga turut membentuk inflasi yang rendah dan stabil dimana tidak
terjadi kenaikan harga BBM subsidi maupun tarif listrik selama triwulan II 2019.
Dilihat berdasarkan kelompoknya, inflasi triwulan II 2019 disumbang paling besar oleh kelompok
Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar. Meski menyumbang terbesar, tekanan inflasi pada
kelompok ini masih relatif terjaga. Komoditas utama pada penyumbang inflasi pada kelompok tersebut
yaitu bahan bakar rumah tangga, besi beton, dan semen. Kenaikan harga terjadi seiiring meningkatnya
beban operasional pelaku usaha bidang konstruksi. Kelompok lainnya dengan sumbangan relatif besar
yaitu kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga. Inflasi pada kelompok tersebut disebabkan
kenaikan biaya pendidikan yang dimana terjadi peningkatan jumlah pelajar yang ada di Mamuju.
3.21
3.42
0.96
0.54
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Nasional Sulampua SulBar% yoy Rata-rata
Inflasi SulBar
3 tahun
terakhir
2,94%
Inflasi Tahunan (% yoy) Triwulan I 2019 Triwulan II 2019
Sulawesi Barat 0.96 0.54
Sulawesi Utara 2.46 5.10
Gorontalo 1.56 3.07
Sulawesi Tengah 5.59 5.32
Sulawesi Selatan 3.08 2.98
Sulawesi Tenggara 2.60 3.48
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 27
BAB 03. INFLASI
Tabel 3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Inflasi triwulan III 2019 diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II 2019.
Kenaikan inflasi terutama terjadi pada kelompok bahan makanan. Musim kemarau yang lebih panjang
dari tahun sebelumnya diprediksi membatasi pasokan bumbu-bumbuan pada triwulan III 2019.
Komoditas cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah diperkirakan akan mengalami kenaikan harga.
Selain itu, pasokan ikan segar terutama ikan cakalang dan layang juga akan terbatas. Adanya periode
hari besar keagamaan pada triwulan III 2019 membuat beberapa nelayan cenderung tidak melaut untuk
mencari ikan. Meskipun begitu, panen padi diperkirakan mulai terjadi sejak Agustus 2019 sehingga
deflasi akan terjadi pada komoditas beras.
3.2. Inflasi Bulanan
Secara bulanan, inflasi Sulawesi Barat selama triwulan II 2019 mengalami peningkatan jika
dibandingkan triwulan I 2019. Rata-rata inflasi Sulawesi Barat selama 3 (tiga) bulan di triwulan II 2019
yaitu 0,32% (mtm) atau lebih tinggi dibanding pencapaian triwulan sebelumnya dengan rata-rata inflasi
bulanan mencapai -0,20% (mtm). Peningkatan inflasi terjadi pada kelompok bahan makanan yang
selalu mengalami inflasi selama 3 (tiga) bulan berturut-turut. Memasuki bulan puasa dan hari raya
Lebaran, tingkat permintaan lebih tinggi dibanding triwulan I 2019. Selain itu, kelompok Sandang
memiliki rata-rata inflasi bulanan yang juga meningkat selama triwulan II 2019. Peningkatan pada
kelompok tersebut disebabkan peningkatan permintaan untuk digunakan pada hari besar keagamaan
nasional.
Tabel 3.3. Perbandingan Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok (%, mtm)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pada April 2019, inflasi Sulawesi Barat mengalami inflasi yang relatif rendah. Inflasi Sulawesi Barat
pada April 2019 tercatat sebesar 0,17% (mtm). Kenaikan harga terjadi pada beberapa komoditas antara
lain bawang merah, bawang putih, cakalang, dan cabai merah. Meski memasuki bulan April, curah
Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
Bahan Makanan 3.97 1.72 1.11 -1.28 -0.97 0.96 0.41 0.27 -0.31 -0.24
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 2.28 1.78 1.49 1.07 0.62 0.38 0.30 0.25 0.18 0.10
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 1.17 1.80 1.77 1.33 1.10 0.32 0.49 0.48 0.36 0.30
Sandang 1.32 1.16 1.09 1.03 0.92 0.09 0.08 0.08 0.07 0.07
Kesehatan 0.60 0.60 0.88 0.86 0.43 0.02 0.02 0.03 0.03 0.02
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 13.44 4.14 4.17 4.19 4.08 0.68 0.24 0.24 0.24 0.23
Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 1.40 2.58 2.86 2.44 0.38 0.22 0.41 0.45 0.38 0.06
Total IHK 2.68 1.95 1.80 0.96 0.54 2.68 1.95 1.80 0.96 0.54
Kelompok Inflasi
Inflasi Tahunan (% yoy) Andil Inflasi Tahunan (%)
2018 20182019 2019
Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Bahan Makanan 0.61 0.38 2.34 1.11 -0.66 -0.54 -1.86 -1.02 -0.12 -0.50 1.45 0.28 -0.13 -1.46 -0.71 -0.77 0.42 2.63 0.60 1.22
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 0.10 0.16 0.45 0.24 -0.30 0.10 0.34 0.04 0.16 -0.05 0.07 0.06 -0.01 0.01 0.03 0.01 0.15 0.13 0.01 0.09
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 0.13 0.09 0.05 0.09 0.10 0.14 0.45 0.23 0.12 0.09 0.08 0.10 0.03 0.04 -0.02 0.02 0.06 -0.03 0.02 0.02
Sandang 0.16 0.13 0.57 0.29 0.02 -0.05 0.00 -0.01 0.11 0.03 -0.12 0.01 0.12 0.03 0.03 0.06 -0.03 0.31 0.47 0.25
Kesehatan 0.12 0.34 0.00 0.15 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.28 0.00 0.09 0.00 0.11 0.00 0.04 0.00 0.00 0.04 0.01
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 0.01 -0.04 0.00 -0.01 4.34 -0.01 -0.01 1.44 -0.06 0.08 -0.01 0.00 -0.08 0.01 -0.03 -0.03 -0.10 -0.13 0.11 -0.04
Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0.12 0.66 1.11 0.63 0.48 0.16 -0.20 0.15 -0.12 0.11 0.58 0.19 -0.16 -0.25 -0.07 -0.16 0.22 -0.14 -0.23 -0.05
Total IHK 0.24 0.27 0.87 0.46 0.14 -0.05 -0.30 -0.07 0.02 -0.07 0.46 0.14 -0.05 -0.37 -0.18 -0.20 0.17 0.62 0.16 0.32
Triwulan III 2018Rata-rataKelompok Inflasi
Triwulan II 2018Rata-rata
TriwulanI II 2019Rata-rata
Triwulan IV 2018Rata-rata
Triwulan I 2019Rata-rata
BAB 03. INFLASI
28 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
hujan di wilayah sentra produksi bawang dan cabai yaitu Sulawesi Selatan masih cukup tinggi. Hal
tersebut mempengaruhi rendahnya produksi bawang merah, cabai rawit, dan cabai merah. Untuk
kelompok inflasi Transpor, Komunikasi, & Jasa Keuangan, kenaikan harga terjadi pada tarif angkutan
udara. Selebihnya, komoditas lain cenderung tidak mengalami perubahan yang mempengaruhi inflasi
di Sulawesi Barat secara signifikan.
Inflasi bulanan Sulawesi Barat mengalami peningkatan pada periode puasa di bulan Mei 2019.
Inflasi Sulawesi Barat pada Mei 2019 tercatat sebesar 0,62% (mtm). Ikan cakalang menjadi komoditas
penyumbang inflasi terbesar dengan sumbangan 0,14%. Pasokan yang terbatas menjadi pendorong
utama kenaikan inflasi pada komoditas ikan cakalang dan bumbu-bumbuan. Sementara itu, animo
masyarakat untuk pulang ke kampung halaman, menyebabkan tarif angkutan antar kota dan angkutan
udara meningkat.
Tabel 3.4. Penyumbang Inflasi Bulanan Terbesar (%)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Meski masuk hari raya Lebaran, inflasi tetap terkendali pada bulan Juni 2019. Realisasi sebesar
0,16% (mtm) lebih rendah dibanding pencapaian bulan sebelumnya. Kenaikan harga terutama terjadi
pada komoditas ikan segar yakni ikan layang, ikan cakalang, dan ikan kembung. Kondisi tersebut
didorong kebiasaan masyarakat nelayan yang tidak melaut pada saat menjelang hingga hari besar
keagamaan nasional. Kenaikan harga ikan tertahan penurunan harga sejumlah komoditas pangan
lainnya seperti bawang putih, telur ayam ras, dan daging ayam ras.
Tabel 3.5. Penyumbang Deflasi Bulanan Terbesar (%)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Komoditas Andil Komoditas Andil Komoditas Andil Komoditas Andil
Bawang Merah 0.08 Ikan Cakalang 0.14 Cabai Merah 0.09 Ikan Cakalang 0.23
Bawang Putih 0.07 Angkutan Antar Kota 0.08 Ikan Layang 0.07 SD 0.04
Ikan Cakalang 0.04 Telur Ayam Ras 0.07 Bawang Merah 0.05 SMP 0.03
Angkutan Udara 0.04 Cabai Merah 0.06 Ikan Cakalang 0.03 Emas Perhiasan 0.03
Cabai Merah 0.01 Bawang Putih 0.06 Udang Basah 0.02 Kecap 0.03
Biskuit 0.01 Daging Ayam Ras 0.04 Ikan Kembung 0.02 Tarip Pulsa Ponsel 0.02
Tomat Sayur 0.01 Ayam Hidup 0.03 Cabai Rawit 0.02 Buku Tulis Bergaris 0.01
Cabai Rawit 0.01 Ketela Pohon 0.03 Emas Perhiasan 0.01 Cabai Merah 0.01
Ikan Layang 0.01 Biskuit 0.02 Baju Kaos Berkerah 0.01 Katamba 0.01
Semen 0.01 Angkutan Udara 0.02 Baju Muslim 0.01 Kol Putih 0.01
April 2019 Mei 2019 Juni 2019 Juli 2019
Komoditas Andil Komoditas Andil Komoditas Andil Komoditas Andil
Beras -0.09 Tarip Pulsa Ponsel -0.12 Bawang Putih -0.05 Bawang Merah -0.25
Telur Ayam Ras -0.02 Besi Beton -0.02 Telur Ayam Ras -0.04 Cabai Rawit -0.13
Ikan Kembung -0.02 Seng -0.01 Angkutan Antar Kota -0.03 Angkutan Antar Kota -0.04
Katamba -0.01 Udang Basah -0.01 Ikan Bandeng -0.02 Ikan Bandeng -0.03
Tarip Listrik -0.01 Telepon Seluler -0.01 Daging Ayam Ras -0.01 Angkutan Udara -0.02
Bayam -0.01 Televisi Berwarna -0.01 Telepon Seluler -0.01 Ayam Hidup -0.02
Lada -0.01 Minyak Goreng -0.01 Ikan Tongkol -0.01 Tomat Sayur -0.02
Laptop -0.01 Lada -0.01 Bawang Putih -0.01
Jeruk -0.01 Ketimun -0.01
Pepaya -0.01 Ikan Kembung -0.01
Juni 2019 Juli 2019April 2019 Mei 2019
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 29
BAB 03. INFLASI
Memasuki periode awal triwulan III 2019, Sulawesi Barat mengalami inflasi pada Juli 2019. Inflasi
Sulawesi Barat pada Juli 2019 tercatat sebesar 0,10% (mtm). Keterbatasan pasokan ikan tangkap masih
terasa di bulan Juli 2019 dimana ikan cakalang menjadi penyumbang inflasi terbesar. Selain ikan
cakalang, komoditas di bidang pendidikan juga mengalami kenaikan harga seiiring memasuki tahun
ajaran baru. Meskipun begitu, pasca hari raya Idul Fitri, sebagian besar komoditas bahan makanan
mengalami penurunan harga. Tingkat permintaan komoditas bumbu-bumbuan dan sayur-sayuran
sudah tidak setinggi pada saat bulan puasa hingga Lebaran.
Tabel 3.6. Perkembangan Rata-rata Harga di Pasar Tradisional Mamuju
Sumber: Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) s.d. 26 Agustus 2019, diolah
Beberapa komoditas bahan makanan mengalami penurunan harga pada Agustus 2019.
Berdasarkan situs hargapangan.id per tanggal 26 Agustus 2019 yang menjadi acuan harga pangan
nasional, rata-rata harga keseluruhan komoditas pangan utama masyarakat Sulawesi Barat mengalami
penurunan di bulan Agustus 2019 kecuali cabai merah dan cabai rawit. Tingkat permintaan kembali
normal pasca bulan suci Ramadhan dan hari raya Idul Fitri.
Inflasi triwulan III 2019 diperkirakan meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Dari kelompok
bahan makanan, komoditas ikan segar diperkirakan mengalami inflasi seiring nelayan yang cenderung
tidak melaut menjelang hari raya Idul Adha. Komoditas bumbu-bumbuan juga mengalami keterbatasan
pasokan yang disebabkan produksi yang tidak optimal pada beberapa sentra produksi. Pada sektor
pendidikan, meningkatnya jumlah pelajar disertai peningkatan harga gaji pengajar menjadi pendorong
utama meningkatnya tarif sekolah di setiap jenjang.
3.3. Inflasi Tahunan
Secara tahunan, inflasi Sulawesi Barat pada triwulan II 2019 mengalami penurunan dibanding
triwulan sebelumnya. Realisasi inflasi pada triwulan II 2019 yaitu sebesar 0,54% (yoy) atau lebih rendah
dibandingkan triwulan I 2018 yang mencapai 0,96% (yoy). Penurunan inflasi terjadi di tengah
keseimbangan pasokan dan tingkat permintaan pada periode hari besar kegamaan nasional. Koordinasi
Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) juga turut berperan dalam terjaganya ekspektasi masyarakat
meningkatnya pasokan beberapa komoditas bahan pangan seperti panen raya padi yang disertai
ekspektasi masyarakat yang terus terjaga.
Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt
Beras Rp10,500 Rp10,472 Rp10,356 Rp10,526 Rp10,575 Rp10,580 Rp10,621 Rp10,596 Rp10,806 Rp10,425 Rp10,425 Rp10,454 Rp10,475 Rp10,186
Daging Ayam Rp30,955 Rp31,572 Rp32,375 Rp30,315 Rp28,071 Rp28,250 Rp28,360 Rp28,811 Rp22,124 Rp23,349 Rp26,800 Rp27,007 Rp23,150 Rp22,729
Telur Ayam Rp23,261 Rp22,122 Rp20,375 Rp19,723 Rp21,315 Rp23,020 Rp22,384 Rp22,250 Rp19,986 Rp19,618 Rp22,063 Rp20,044 Rp20,201 Rp19,910
Bawang Merah Rp30,716 Rp28,467 Rp26,069 Rp24,087 Rp25,012 Rp31,868 Rp34,837 Rp29,446 Rp30,714 Rp39,211 Rp39,525 Rp43,456 Rp37,457 Rp31,875
Bawang Putih Rp27,068 Rp26,278 Rp23,542 Rp22,707 Rp23,357 Rp23,921 Rp24,023 Rp22,932 Rp27,200 Rp40,197 Rp47,875 Rp41,029 Rp38,533 Rp34,694
Cabai Merah Rp27,676 Rp27,689 Rp22,597 Rp21,370 Rp25,798 Rp24,211 Rp22,227 Rp21,459 Rp22,293 Rp23,711 Rp31,988 Rp38,860 Rp41,440 Rp64,792
Cabai Rawit Rp26,506 Rp25,933 Rp22,938 Rp22,500 Rp23,542 Rp23,526 Rp21,081 Rp20,500 Rp21,271 Rp23,901 Rp23,700 Rp25,125 Rp23,842 Rp37,153
Komoditas
2018 2019
BAB 03. INFLASI
30 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Grafik 3.2. Andil Kelompok Terhadap Inflasi Tahunan Pada
Triwulan I 2019 (%)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar memberi andil terbesar terhadap inflasi
tahunan Sulawesi Barat pada triwulan II 2019. Kelompok tersebut memberi andil 0,30% terhadap
inflasi tahunan Sulawesi Barat. Kelompok lainnya yang juga memiliki andil besar yaitu kelompok
Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga dengan andil sebesar 0,23%. Penurunan inflasi yang terjadi pada
triwulan II 2019 terutama didorong andil deflasi yang terjadi pada kelompok Bahan Makanan dengan
sumbangan sebesar -0,24%.
3.3.1 Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Inflasi kelompok bahan makanan meningkat dari -1,28% (yoy) pada triwulan I 2019 menjadi -
0,97% (yoy) pada triwulan II 2019. Meski meningkat, tren deflasi pada triwulan sebelumnya masih
berlanjut. Peningkatan inflasi pada kelompok ini lebih disebabkan peningkatan konsumsi pangan pada
bulan puasa dan Lebaran. Panen raya yang telah usai pada triwulan I 2019 menjadi salah satu
penyumbang peningkatan inflasi. Komoditas lauk pauk dan bumbu-bumbuan menjadi sub kelompok
paling banyak menyumbang peningkatan inflasi tahunan. Keterbatasan produksi di Sulawesi Barat
membuat sebagian komoditas-komoditas tersebut didatangkan dari luar daerah. Distributor pun
memanfaatkan kondisi hari besar raya kegamaan untuk menaikkan harga. Meski meningkat, kenaikan
harga yang terjadi masih terkendali melalui koordinasi TPID dalam menjaga ekspektasi pedagang dan
konsumen relatif lebih terjaga. Realisasi inflasi pada triwulan II 2019 pada kelompok bahan makanan
lebih rendah dibanding dengan rata-rata historis pada triwulan yang sama 3 (tiga) tahun terakhir yang
mencapai 3,72% (yoy).
Komoditas beras menjadi pendorong utama peningkatan inflasi. Inflasi yang terjadi pada komoditas
beras di Sulawesi Barat pada Juni 2019 sebesar 0,41% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang
sebesar -0,18% (yoy). Meski meningkat, inflasi yang terjadi relatif rendah dan masih terjangkau
masyarakat. Peningkatan yang terjadi dikarenakan sudah tidak ada lagi lahan yang mengalami panen
selama triwulan II 2019. Pasokan beras mengandalkan surplus selama masa panen raya pada triwulan I
2019.
-0.24
0.10
0.30
0.070.02
0.23
0.06
Bahan Makanan
Makanan Jadi,
Minuman, Rokok &
Tembakau
Perumahan, Air, Listrik,
Gas & Bahan Bakar
SandangKesehatan
Pendidikan, Rekreasi
dan Olah Raga
Transpor, Komunikasi
dan Jasa Keuangan
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 31
BAB 03. INFLASI
Grafik 3.3. Inflasi Tahunan Kelompok
Kebutuhan Primer (% yoy)
Grafik 3.4. Kondisi Cuaca di Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sementara, harga tahunan ikan segar secara total mengalami penurunan. Pada triwulan II 2019,
inflasi ikan segar sebesar -7,25% (yoy) atau semakin dalam dibanding triwulan I 2019 sebesar -6,84%
(yoy). Penurunan inflasi ikan segar disebabkan pasokan ikan yang lebih baik dibanding tahun
sebelumnya, didukung infrastruktur nelayan yang lebih baik. Pasokan tersebut tidak hanya bersumber
dari produksi nelayan Sulawesi Barat, akan tetapi juga pasokan ikan bandeng yang banyak bersumber
dari wilayah lain seperti Gorontalo. Komoditas yang menjadi penyebab turunnya inflasi ikan segar yaitu
ikan cakalang dengan inflasi sebesar -13,07% (yoy). Sedangkan inflasi ikan bandeng yang merupakan
komoditas ikan dengan pangsa konsumsi yang juga besar, inflasinya sebesar -14,11% (yoy).
Kondisi cuaca mendukung ketersediaan pasokan bahan pangan. Selama triwulan II 2019, kondisi
cuaca curah hujan yang cukup dengan kecepeatan angin yang tidak esktrim, memudahkan nelayan
dalam menangkap ikan. Hal ini mendorong produksi ikan tangkap yang meningkat. Selain itu, kondisi
iklim tersebut juga membantu optimalnya produksi komoditas bumbu-bumbuan. Produksi komoditas
seperti bawang merah, bawang putih, dan cabai merah memang relatif cukup rentan terhadap kondisi
curah hujan yang tinggi.
3.3.2 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
Seperti halnya kelompok Bahan Makanan, kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
mengalami penurunan inflasi pada triwulan II 2019. Inflasi kelompok ini pada triwulan I 2019 sebesar
0,62% (yoy) atau lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya sebesar 1,07% (yoy). Seperti pada
triwulan sebelumnya, andil inflasi terbesar berasal dari komoditas rokok terutama rokok kretek filter dan
rokok putih yang konsumsinya cukup besar di Sulawesi Barat. Kebijakan mengenai cukai rokok yang
dilakukan secara gradual menyebabkan peningkatan inflasi tidak signifikan.
3.3.3 Inflasi Kelompok Sandang
Di triwulan II 2019, inflasi kelompok Sandang relatif stabil dibanding triwulan sebelumnya.
Kelompok salah satu kebutuhan pokok ini mengalami inflasi sebesar 0,92% (yoy) pada triwulan II 2019
atau tidak berbeda dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,03% (yoy). Komoditas yang mengalami
-1.28
1.07
1.33
1.03
-0.97
0.62
1.10
0.92
Bahan Makanan Makanan Jadi,
Minuman, Rokok &
Tembakau
Perumahan, Air,
Listrik, Gas & Bahan
Bakar
Sandang
Tw I'19 Tw II'19
-200
0
200
400
600
800
1,000
-2.0
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Inflasi Bahan Makanan Curah Hujan - skala kanan
Kecepatan Angin - skala kanan
% yoy % yoy
BAB 03. INFLASI
32 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
perubahan harga tidak banyak, hanya komoditas emas perhiasan dan baju kaos berkerah yang memberi
andil besar terhadap inflasi tahunan Sulawesi Barat pada triwulan II 2019. Permintaan akan sandang
relatif stabil meski memasuki datangnya bulan puasa dan Lebaran. Harga emas perhiasan di Sulawesi
Barat relatif tidak mengalami perubahan signifikan selama triwulan II 2019 meski harga emas
internasional mengalami fluktuasi.
Grafik 3.5. Inflasi Tahunan Kelompok
Kebutuhan Sekunder dan Tersier (% yoy)
Grafik 3.6. Hasil Survei Konsumen
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Bank Indonesia dan Bloomberg, diolah
3.3.4 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar
Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar mengalami penurunan inflasi pada triwulan
II 2019. Kelompok yang komoditasnya didominasi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga ini
mengalami penurunan dari 1,33% (yoy) pada triwulan I 2019 menjadi 1,10% (yoy) pada triwulan II
2019. Penurunan inflasi ini terutama disebabkan tidak terjadinya kenaikan harga yang signifikan selama
triwulan I 2019. Peningkatan harga bahan bangunan secara tahunan masih terlihat pada triwulan I 2019
dimana salah satunya disebabkan pelemahan nilai tukar Rupiah. Beberapa bahan bangunan yang ada
di Indonesia merupakan produk impor sehingga pelemahan Rupiah meningkatkan harga jual.
Komoditas bahan bangunan yang memberi sumbangan cukup besar terhadap inflasi tahunan di
triwulan II 2019 antara lain besi beton (12,19%, yoy) dan semen (1,73%, yoy).
3.3.5 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga
Pada kelompok kebutuhan sekunder dan tersier lainnya yaitu kelompok Pendidikan, Rekreasi, &
Olah Raga relatif stabil dibanding triwulan sebelumnya. Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah
raga mengalami inflasi 4,19% (yoy) pada triwulan I 2019 menjadi 4,08% (yoy) pada triwulan II 2019.
Penyumbang utama inflasi pada kelompok ini yaitu perguruan tinggi dan sekolah dasar.
Akademi/Perguruan Tinggi mengalami inflasi sebesar 15,20% (yoy), sedangkan Sekolah Dasar hanya
mengalami kenaikan 1,22% (yoy). Kebutuhan akan pendidikan masih tetap tinggi di Sulawesi Barat
namun kondisi infrastruktur yang sudah jauh lebih baik disertai penambahan tenaga pengajar, membuat
kenaikan harga relatif tidak signifikan (Grafik 3.5).
0.86
4.19
2.44
0.43
4.08
0.38
Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan
Olah Raga
Transpor, Komunikasi dan
Jasa Keuangan
Tw I'19 Tw II'19
-30
-20
-10
0
10
20
30
60
80
100
120
140
160
180
200
II III IV I II III IV I II III IV I II III
2016 2017 2018 2019
Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Konsumsi Keb. Tahan Lama
Ekspektasi Harga - lag 1 tw Batas Optimisme
Harga CPO Global - rhs % yoy
indeks
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 33
BAB 03. INFLASI
3.4. Upaya Pengendalian Harga
Terjaganya inflasi pada triwulan II 2019 tidak terlepas kontrol yang secara konsisten dilakukan Tim
Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di Sulawesi Barat baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Sejumlah upaya yang dilakukan selama triwulan II 2019, antara lain:
1. Dalam menghadapi hari besar keagaaman nasional (HBKN) yang dimulai sejak Mei 2019,
pada bulan April dilaksanakan High Level Meeting (HLM) TPID provinsi Sulawesi Barat dengan
mengundang seluruh anggota TPID provinsi maupun seluruh kabupaten yang ada di Sulawesi
barat. Selain membahas rencana aksi pengendalian inflasi menjelang Ramadhan, HLM tersebut
juga menyepakati Peta Jalan Pengendalian Inflasi di Sulawesi Barat yang merupakan amanat dari
instruksi Menteri Dalam Negeri. Pasca HLM, aksi nyata mengendalikan inflasi dilakukan melalui
komunikasi yang dilakukan sejak tanggal 29 April 2019 melalui bentuk iklan layanan masyarakat
agar senantiasa belanja bijak. Iklan tersebut tidak hanya ditujukan bagi konsumen namun juga
bagi para produsen dan pedagang agar tidak menaikkan harga barang terutama bahan
makanan. Kegiatan dilanjutkan dengan sidak pasar pada tanggal 2 Mei 2019 jelang Ramadhan
untuk memantau harga dan ketersediaan pasokan komoditas bahan pokok.
2. Pendampingan Agropreneur Milenial. Inisiasi pendampingan usaha sekor pertanian
(agropreneur) khusus untuk petani milenial dilakukan pada 26 April 2019. Pesertanya berasal
dari KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan Majene, Polman dan sekolah tani BKPM Miftahul Ulum
Pasangkayu. Materi tentang perubahan mindset pertanian sebagai pengusaha. Antusias cukup
tinggi melebihi ekspektasi, target awal hanya 20 orang, namun peserta yang datang 40 orang.
Selain itu kegiatan ini juga ditanggapi secara positif oleh wakil bupati Majene, yang menilai
agropreneur milenial dapat menjadi potensi yang besar bagi pengembangan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat.
3. Sosialisasi Penggunaan LPG 3kg. Penggunaan LPG 3kg yang masih memiliki subsidi oleh
Pemerintah sering kali tidak tepat sasaran. Beberapa konsumen dinilai cukup mampu, sehingga
masyarakat yang kurang mampu tidak memiliki akses tersebut. TPID Provinsi menghimbau
kepada Masyarakat melalui media cetak maupun elektronik mengenai penggunaan gas LPG 3kg
hanya dapat digunakan oleh masyarakat yang kurang mampu.
4. Bimbingan Teknis Budidaya Pertanian Jagung dan Bawang Merah. Pengembangan klaster
jagung dilaksanakan di desa Kalonding dengan topik bahasan cara pengolahan lahan,
pemupukan, pola tanam serta penguatan kelembagaan. Tujuan dari bimtek dimaksud untuk
meningkatkan produksi pertanian jagung. Selain jagung, KPw BI Sulbar tengah menjalankan
pengembangan bawang merah di Kabupaten Majene, sebagai salah satu komoditas yang
memberikan tekanan inflasi. Kegiatan ini tidak hanya membahas teknis pola tanam juga teknis
pengolahan pasca panen.
BAB 03. INFLASI
34 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Boks 1. Potensi Gangguan Inflasi Akibat Kekeringan
POTENSI GANGGUAN INFLASI AKIBAT KEKERINGAN
Volatilitas inflasi bumbu-bumbuan tertinggi di antaranya komoditas bahan makanan lainnya di
Sulawesi Barat. Berdasarkan kajian Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat, sub
kelompok bumbu-bumbuan dan ikan segar menjadi yang tertinggi di antara kelompok lainnya. Dari nilai
volatilitas inflasi sejak 2014 hingga 2018, tercatat bahwa bumbu-bumbuan merupakan sub kelompok
dengan volatilitas tertinggi dengan komoditasnya yaitu cabai rawit, cabai merah, dan bawang merah.
Tingginya volatilitas pada komoditas tersebut salah satunya disebabkan pasokan yang bergantung
dengan daerah lain yang di antaranya daerah Enrekang di Sulawesi Selatan.
Grafik 3.7. Volatilitas Ikan Segar dan Bumbu Grafik 3.8. Curah Hujan Enrekang & sekitarnya
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, diolah
Dikutip dari CNN Indonesia, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan
bahwa musim kemarau tahun ini diprediksi akan lebih kering dan terasa lebih panas dari
sebelumnya. Salah satu faktor penyebab kekeringan itu adalah akibat fenomena El Nino. El Nino
merupakan fenomena memanasnya suhu muka laut di Samudera Pasifik bagian tengah hingga timur.
Dampak dari El Nino yang terjadi di sejumlah daerah Indonesia adalah kondisi kering dan berkurangnya
curah hujan. Seperti yang tergambar dari Grafik 3.8, dimana curah hujan di daerah Enrekang dan
sekitarnya pada bulan Juli 2019 sangat rendah yaitu sebesar 14,8 mm, jauh lebih rendah dibanding
periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 86,5 mm. Kondisi tersebut berlanjut pada bulan
Agustus 2019 dimana curah hujan hanya sebanyak 2,1 mm. Menurut perkiraan BMKG, kemaran masih
akan terjadi pada bulan September dan Oktober 2019 sebagaimana Gambar 1. Musm penghujan baru
akan dimulai pada November 2019, meski melihat peta tersebut jumlah curah hujan masih terbatas.
Melihat kondisi saat ini dan perkiraan ke depannya, terdapat potensi gangguan produksi pada
komoditas bumbu-bumbuan. Pada wilayah Sulawesi Barat, komoditas yang banyak didatangkan dari
Enrekang yaitu cabai rawit dan cabai merah. Berdasarkan simulasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat, keterbatasan produksi komoditas tersebut mendorong kenaikan inflasi pada
kelompok bahan makanan pada kisaran 6%-8% (yoy). Jika dilihat secara total, potensi penambahan
terhadap inflasi total di Sulawesi Barat di akhir tahun 2019 akibat kenaikan harga bumbu-bumbuan
adalah sebesar 0,4% (yoy) hingga 0,7% (yoy).
Bandeng
Cakalang
Kakap Merah
Katamba
Layang
TongkolUdang Basah
Bawang Merah
Bawang Putih
Cabai Merah
Cabai Rawit
0%
50%
100%
150%
200%
250%
0.0% 0.2% 0.4% 0.6% 0.8% 1.0% 1.2% 1.4% 1.6%
Vola
tilitas
Pangsa
0
100
200
300
400
500
600
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7
2017 2018 2019
mm
BOKS 1
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 35
BAB 03. INFLASI
Gambar 1. Prakiraan Curah Hujan Daerah Sulawesi
Prakiraan September 2019 Prakiraan Oktober 2019 Prakiraan November 2019
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
Dengan adanya potensi tekanan inflasi hingga akhir 2019, perlu adanya upaya untuk menahan
laju inflasi. Upaya tersebut dilakukan agar masyarakat merasa nyaman berbelanja karena bumbu-
bumbuan merupakan bahan pangan yang selalu digunakan dalam konsumsi sehari-hari. TPID baik di
tingkat provinsi dan kabupaten dapat bekerja sama di wilayah sentra porduksi untuk meningkatkan
ketahanan tanaman melalui teknologi terbaru agar produksi tidak menurun drastis. Perlu juga
meningkatkan sentra-sentra produksi baru di wilayah Sulawesi Barat agar tidak bergantung terhadap
daerah lain untuk konsumsi masyarakat. Selain itu, komunikasi yang efektif kepada para pedagang perlu
juga dilakukan agar kenaikan harga bersifat wajar.
0 - 20
20 - 50
50 - 100
100 - 150
150 - 200
200 - 300
300 - 400
400 - 500
> 500 SANGAT TINGGI
RENDAH
MENENGAH
TINGGI
CURAH HUJAN (mm):
BAB 03. INFLASI
36 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Boks 2. Persistensi Inflasi Sulawesi Barat
PERSISTENSI INFLASI SULAWESI BARAT
Endogenitas Sulawesi Barat sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat persistensi
inflasi. Kecenderungan sikap konsumtif masyarakat terhadap komoditas pangan strategis tertentu,
seperti permintaan ikan segar yang cukup populer bahkan belum mampu tergantikan oleh bahan
makanan alternatif. Di sisi lain, ketersediaan bahan makanan strategis tersebut belum dapat ditawarkan
di setiap musim. Adanya kondisi cuaca esktrim ataupun perilaku distributor dan pedagang besar dalam
mempengaruhi harga jual menjadi indikator kebutuhan masyarakat belum dapat terpenuhi sepenuhnya.
Komoditas bahan makanan strategis lainnya sebagai penyumbang inflasi adalah kelompok
rempah. Komoditas ini tidak bersubtitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta
bahan obat tradisional. Karakteristik beberapa kelompok rempah yang berproduksi secara musiman
karena hanya pada bulan-bulan tertentu saja komoditas itu ada, sedangkan periode penanaman
umumnya dilakukan hanya pada musim kemarau. Kondisi pasokan terbatas tersebut secara tidak
langsung mendorong ekspektasi harga naik dan secara masif akan dimanfaatkan pedagang dalam
memperoleh selisih keuntungan lebih tinggi.
Persistensi inflasi digunakan dalam melihat kecenderungan inflasi untuk konvergen menuju
keseimbangan jangka panjang secara perlahan. Kondisi ini terjadi ketika terjadi suatu shock yang
telah membawa inflasi menjauhi keseimbangan jangka panjangnya (Altissimo et al. 2006). Persistensi
inflasi juga dapat diartikan durasi waktu yang dibutuhkan inflasi untuk kembali ke keseimbangan setelah
terjadi suatu perubahan yang tidak terduga (Willis, 2003).
Tabel 3.7. Persistensi Inflasi Bahan Makanan
Komoditas Bahan Makanan Rata-rata Inflasi
Tahunan ß Half Life
Beras 5,54 0,98 34,31
Bawang Putih 5,56 0,96 16,98
Layang/Benggol 9,08 0,95 13,51
Tomat Buah -16,91 0,93 9,55
Tongkol/Ambu-ambu 9,82 0,92 8,31
Katamba 8,17 0,91 7,35
Cakalang/Sisik 11,65 0,90 6,58
Bandeng/Bolu 8,13 0,89 5,95
Tomat Sayur -1,16 0,88 5,42
Telur Ayam Ras 4,26 0,86 4,60
Kembung/Gembung/Banyar/Gembolo/Aso-aso 4,65 0,81 3,29
Cabai Rawit 0,90 0,75 2,41
Cabai Merah -0,40 0,70 1,94
Daging Ayam Ras 1,35 0,61 1,40
Bawang Merah -0,56 0,50 1,00
BOKS 2
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 37
BAB 03. INFLASI
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Ket : β>0,8 = persisten;
β<0,8 = tidak persisten;
Half life = waktu yang diperlukan inflasi dalam menyerap 50% shock yang terjadi sebelum kembali ke nilai rata-
ratanya(Gujarati,2003)
Persamaan persistensi inflasi berdasarkan Marques (2005) didapatkan bahwa Beras termasuk
bahan makanan persisten yang relatif tinggi. Pengukuran persistensi dilakukan terhadap 15 (lima
belas) komoditas bahan makanan di Sulawesi Barat selama periode 201401 sampai dengan 201904.
Beras memiliki koefisien persistensi sebesar 0,98 dan kemampuan untuk kembali menuju keseimbangan
jangka panjang membutuhkan waktu selama 34,31 bulan dalam mencapai rata-rata inflasi tahunan
sebesar 5,54%. Produksi gabah Sulawesi Barat yang cukup tinggi tidak diolah sepenuhnya di Sulawesi
Barat, mengingat selisih harga yang lebih menguntungkan mengakibatkan produsen cenderung
menjual gabah ke luar wilayah Sulawesi Barat. Kondisi ini menjadikan stok gabah untuk pemenuhan
kebutuhan beras di Sulawesi Barat menjadi terbatas akibat tingginya ketergantungan permintaan gabah
daerah lain seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, bahkan ke Kalimantan.
Bawang merah termasuk bahan makanan yang tidak persisten. Koefisien persisten bawang merah
sebesar 0,50 dan kemampuan untuk kembali menuju keseimbangan jangka panjang membutuhkan
waktu selama 1,00 bulan dalam mencapai rata-rata inflasi tahunan sebesar -0,56%. Keterjangkauan
harga bawang merah yang relatif stabil sebagai akibat dari pasokan bawang merah di Sulawesi Barat
yang cukup melimpah dan daerah pemasok bawang merah jaraknya yang tidak jauh dari Sulawesi Barat
yaitu di Pinrang Sulawesi Selatan, sehingga lebih memudahkan jalur distribusi pada saat pasokan
berkurang.
Grafik 3.9. Tingkat Inflasi Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Beras; 0,98
Bawang Putih; 0,96Layang/Benggol;
0,95Tomat Buah; 0,93Tongkol/Ambu-
ambu; 0,92Katamba; 0,91Cakalang/Sisik; 0,9
Bandeng/Bolu; 0,89Tomat Sayur; 0,88
Telur Ayam Ras; 0,86
Kembung; 0,81
Cabai Rawit; 0,75
Cabai Merah; 0,7
Daging Ayam Ras;
0,61
Bawang Merah; 0,5
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00
ß
Bobot Inflasi
BAB 03. INFLASI
38 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 39
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
4. Stabilitas Keuangan Daerah
Bab 04 BAB 04 Stabilitas Keuangan Daerah
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
40 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
4.1. Perkembangan Stabilitas Keuangan Rumah Tangga
4.1.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Konsumsi rumah tangga memiliki pengaruh besar pada struktur perekonomian Sulawesi Barat.
Hal ini tercermin pada pangsa konsumsi rumah tangga triwulan II 2019 sebesar 51,9% dari total PDRB
Sulawesi Barat (harga berlaku) senilai Rp11,3 triliun. Pangsa konsumsi rumah tangga triwulan II 2019
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 52,9% (Grafik 4.1). Meski pangsanya menurun,
pertumbuhan konsumsi rumah tangga justru mengalami peningkatan dengan tumbuh sebesar 4,72%
(yoy) pada triwulan II 2019, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang sebeasr 3,58% (yoy).
Masyarakat memiliki persepsi optimis terhadap kondisi perekonomian di triwulan II 2019. Survei
konsumen menunjukkan sejumlah indeks yang dijadikan tolak ukur tercatat positif atau lebih dari 100.
Pada triwulan II 2019, masyarakat memiliki keyakinan terhadap kondisi ekonomi dengan nilai Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) sebesar 122,9 atau meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar
119,8. Kondisi perekonomian juga dinilai baik oleh masyarakat tercermin dari nilai Indeks Kondisi
Ekonomi (IKE) yang meningkat dari 118,1 pada triwulan I 2019 menjadi 122,9 pada triwulan II 2019.
Optimisme ekspektasi masyarakat tercatat 123,0 pada triwulan II 2019 atau mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan I 2019 yang sebesar 121,5 (Grafik 4.2). Peningkatan optimisme ditengarai
disebabkan memasuki hari besar agama yang sebagian besar dianut masyarakat Sulawesi Barat.
Grafik 4.1. Konsumsi Rumah Tangga
Grafik 4.2. Perkembangan Indeks Kondisi
Ekonomi Saat ini di Mamuju
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Peningkatan kinerja pertumbuhan konsumsi rumah tangga diiringi realisasi inflasi yang relatif
rendah. Inflasi triwulan II 2019 tercatat 0,54% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan I 2019
sebesar 0,96% (yoy). Pasokan bahan makanan yang mencukupi disertai terjaganya ekpektasi pedagang
dan konsumen menjadi beberapa faktor pendorong penurunan tingkat inflasi. Harga barang kebutuhan
lainnya pun relatif stabil meski masuk periode bulan puasa dan hari raya Lebaran.
Akselerasi konsumsi rumah tangga tidak disertai peningkatan pertumbuhan penyaluran kredit
konsumsi (lokasi proyek) triwulan II 2019. Kredit konsumsi tercatat tumbuh 10,11% (yoy) pada
triwulan II 2019, lebih rendah dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 12,31% (yoy). Perlambatan kredit
konsumsi lebih disebabkan penggunaan konsumsi yang berasal dari tabungan. Konsumen berupaya
menghindari penambahan jumlah kredit mengingat harga komoditas yang masih relatif rendah. Jika
3.58
4.72
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
40
45
50
55
60
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Pangsa
Kontribusi - skala kanan
gKonsumsi RT - skala kanan
% %, yoy
122.9
123.0
122.9
80
90
100
110
120
130
140
150
160
II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
IKK IEK IKE Batas Optimisme
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 41
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
ditinjau dari jenis kreditnya, penyaluran kredit multiguna (KMG) menjadi penyumbang terbesar bagi
perlambatan pertumbuhan kredit konsumsi rumah tangga dimana pada triwulan II 2019 hanya tumbuh
1,98% (yoy). Selain KMG, jenis kredit konsumsi lainnya juga mengalami perlambatan. Kredit
kepemilikan rumah (KPR) mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sebesar 23,45% (yoy).
Sedangkan, kredit kendaraan bermotor mengalami perlambatan pada triwulan II 2019 dengan
pertumbuhan sebesar 29,56% (yoy).
Grafik 4.3. Konsumsi Rumah Tangga Grafik 4.4. Kredit Pemilikan Rumah
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik 4.5. Kredit Kendaraan Bermotor Grafik 4.6. Kredit Multiguna
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Meski konsumsi rumah tangga mengalami perlambatan, keuangan rumah tangga diindikasikan
dalam kondisi stabil. Berdasarkan hasil Survei Konsumen, indeks konsumsi barang kebutuhan tahan
lama berada pada level optimis yaitu 127,3 pada triwulan II 2019 (Grafik 4.7). Selain itu, indeks
penghasilan konsumen berada pada level 100,0 di triwulan II 2019. Tendensi konsumsi yang baik
disebabkan harga TBS sawit yang meningkat dibanding triwulan sebelumnya dimana secara rata-rata
harga TBS sawit pada triwulan II 2019 sebesar Rp1.025/kg. Meskipun begitu, konsumen terlihat masih
hati-hati dalam melakukan konsumsi karena tabungan yang dimiliki masih terbatas. Kenaikan harga
komoditas secara historis meningkatkan perilaku konsumsi di Sulawesi Barat pada periode tertentu
meski belum signifikan mengingat harga TBS sawit masih di bawah harga pada periode yang sama pada
tahun 2018 yang sebesar Rp1.274/kg.
10.11
0
5
10
15
20
25
30
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi - rhsRp miliar % yoy
23.45
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
KPR gKPR - rhsRp miliar % yoy
29.56
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
0
50
100
150
200
250
300
350
400
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
KKB gKKB - rhsRp miliar % yoy
29.56
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
0
50
100
150
200
250
300
350
400
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
KKB gKKB - rhsRp miliar % yoy
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
42 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Grafik 4.7. Perkembangan Indeks Kondisi
Ekonomi Saat ini di Mamuju
Grafik 4.8. Perkembangan Indeks Ekspektasi
Konsumen
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Konsumen berekspektasi kondisi perekonomian masih cukup baik dalam beberapa periode ke
depan. Berdasarkan survei konsumen, optimisme kondisi ketersediaan lapangan kerja dan dunia usaha
diperkirakan masih akan cukup baik dan mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya
(Grafik 4.8). Konsumen menilai penghasilan periode mendatang akan meningkat, sejalan dengan
optimisme indeks ekspektasi penghasilan sebesar 124,0 pada triwulan II 2019. Hasil survei konsumen
menyatakan indeks kegiatan usaha meningkat dari 109,3 pada triwulan I 2019 menjadi 113,0 pada
triwulan II 2019.
Grafik 4.9. Penggunaan Penghasilan Konsumen
Grafik 4.10. Inflasi Triwulanan dan Ekspektasi
harga 3 bulan yang akan datang
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Alokasi untuk konsumsi meningkat pada struktur pengeluaran triwulan I 2019. Berdasarkan survei
konsumen pada triwulan II 2019, sebanyak 73,0% (Grafik 4.9) pengeluaran konsumen digunakan untuk
konsumsi. Angka tersebut meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 72,6%. Hal
ini terjadi terutama pada tingkat pengeluaran level Rp2jt - Rp3 jt. Pada konsumen dengan tingkat
pengeluaran tersebut, alokasi pengeluaran bergeser dari tabungan menjadi konsumsi. Sementara secara
keseluruhan, porsi cicilan konsumen sedikit meningkat menjadi 8,0% pada triwulan II 2019 dari 7,3%
pada triwulan I 2019.
9691,025
107.3
100.0
108.7127.3
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
60
70
80
90
100
110
120
130
140
II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Harga TBS sawit (Rp/kg)-rhs Indeks Penghasilan Konsumen
Indeks Konsumsi Keb. Tahan Lama Batas Optimismeindeks Rp/kg
124.0
132.0
113.0
80
90
100
110
120
130
140
150
160
170
II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lap. Kerja
Indeks Kegiatan Usaha Batas Optimisme
55
.8
%
64
.3
%
66
.2
%
59
.3
%
64
.3
%
60
.7
%
59
.8
%
66
.4
%
64
.7
%
73
.4
%
69
.4
%
70
.1
%
72
.6
%
73
.0
%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Konsumsi Cicilan Pinjaman Tabungan
0
50
100
150
200
250
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2017 2018 2019
Inflasi (qtq) perubahan harga 3 bulan ke depan - rhs% indeks
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 43
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
Tabel 4.1. Komposisi Pengeluaran Konsumen
Triwulan I 2019
Tabel 4.2. Komposisi Pengeluaran Konsumen
Triwulan II 2019
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Keterangan
(1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <- 3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt ; (4) Rp4jt < - 5 jt
(5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt <
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Keterangan
(1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <- 3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt ; (4) Rp4jt < - 5 jt
(5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt <
Konsumen berekspektasi tingkat harga akan meningkat selama triwulan II 2019. Berdasarkan
indeks perkiraan harga 3 bulan ke depan, kondisi harga di triwulan II 2019 diekspektasikan dalam
kondisi meningkat (Grafik 4.10). Hal ini seiiring meningkatnya konsumsi pada bulan Ramadhan dan
hari raya Idul Fitri tahun 2019. Namun, peningkatan konsumsi tidak terlalu menekan tingkat harga yang
beredar di masyarakat karena pasokan dan ekspektasi yang terus dijaga selama hari besar keagamaan
nasional.
4.1.2 Kinerja Keuangan Rumah Tangga
Kerentanan risiko keuangan rumah tangga terpantau relatif stabil pada triwulan II 2019.
Berdasarkan survei konsumen, Debt Service Ratio (DSR) masih tercatat relatif rendah sebesar 8,0% atau
sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya 7,3% (Grafik 4.9). Stabilnya DSR terutama pada
disebabkan konsumen pada berbagai kelompok pengeluaran Rp1-2 juta lebih banyak menekan jumlah
angsuran di bawah 10% dari total pengeluaran. Hal tersebut juga mengindikasikan rumah tangga
semakin bijak dalam pengelolaan keuangan.
Tabel 4.3 Debt Service Ratio Triwulan I 2019 Tabel 4.4 Debt Service Ratio Triwulan II 2019
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Keterangan
(1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <- 3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt ; (4) Rp4jt < - 5 jt
(5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt <
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Keterangan
(1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <-3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt; (4) Rp4jt < - 5 jt
(5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt <
Dengan porsi konsumsi yang meningkat, pangsa tabungan yang dimiliki masyarakat tidak
meningkat. Untuk meningkatkan konsumsi menjelang Lebaran, konsumen meningkatkan tendensi
konsumsi. Hal ini membuat porsi untuk tabungan mengalami penurunan. Dengan melihat penghasilan
yang tidak mengalami peningkatan yang signifikan, konsumen dari berbagai kelompok pengeluaran
cenderung mengurangi porsi tabungan.
1 2 3 4 5 6 7 8
Konsumsi 83.3 68.6 60.4 55.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Cicilan 7.6 6.3 19.2 35.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Tabungan 9.1 25.1 20.4 10.0 0.0 0.0 0.0 0.0
KeteranganTingkat Pengeluaran (%)
1 2 3 4 5 6 7 8
Konsumsi 78.1 70.5 56.67 50.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Cicilan 4.7 6.0 19.67 43.3 0.0 0.0 0.0 0.0
Tabungan 17.2 23.5 23.67 6.7 0.0 0.0 0.0 0.0
KeteranganTingkat Pengeluaran (%)
Rasio Angsuran /
Bulan1 2 3 4 5 6 7 8
0-10% 20.7% 10.0% 2.0% 0.7% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
10-20% 4.7% 10.7% 3.7% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
20-30% 1.7% 37.0% 2.7% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
>30% 1.3% 5.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Rasio Angsuran /
Bulan1 2 3 4 5 6 7 8
0-10% 52.7% 25.3% 1.7% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
10-20% 5.3% 3.3% 1.3% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
20-30% 2.0% 1.7% 1.3% 0.3% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
>30% 2.3% 1.3% 0.7% 0.7% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
44 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Tabel 4.3. Rasio Tabungan Menurut Tingkat
Pengeluaran Triwulan I 2019
Tabel 4.4. Rasio Tabungan Menurut Tingkat
Pengeluaran Triwulan II 2019
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Keterangan
(1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <- 3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt ; (4) Rp4jt < - 5 jt
(5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt <
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Keterangan
(1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <- 3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt ; (4) Rp4jt < - 5 jt
(5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt <
4.1.3 Dana Pihak Ketiga Perseorangan Perbankan
DPK perseorangan masih mendominasi total DPK Sulawesi Barat. Total DPK perseorangan di
Sulawesi Barat yaitu Rp3,45 triliun atau 66,1% dari total DPK triwulan II 2019 (Grafik 4.11). Hal ini
menurun dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 67,7%. Penurunan porsi DPK perseorangan lebih lebih
disebabkan aliran dana dari pemerintah pusat untuk pemerintah daerah sudah mulai mengalir ke kas
daerah meski belum direalisasikan untuk program kerja. Jika ditinjau dari komposisi DPK, instrumen
simpanan yang paling banyak dipilih masyarakat adalah tabungan (Grafik 4.12). Nominal tabungan
mencapai Rp3,0 triliun atau 86,5% dari total DPK perseorangan pada triwulan II 2019. Porsi ini realtif
sama dengan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, nominal giro perseorangan tercatat sekitar Rp125,5
miliar atau 3,6% terhadap total DPK perseorangan. Deposito memiliki pangsa sebesar 9,9% setara
dengan Rp340,4 miliar.
Grafik 4.11. Pangsa DPK Perseorangan
Terhadap Total DPK di Sulawesi Barat
Grafik 4.12. Komposisi DPK Perseorangan di
Sulawesi Barat
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Pertumbuhan DPK perseorangan melambat pada triwulan II 2019. Pertumbuhan tercatat 9,1% (yoy)
pada triwulan II 2019, lebih rendah dibandingkan 9,5% (yoy) pada triwulan I 2019 (Grafik 4.13).
Perlambatan pertumbuhan tersebut ditopang perlambatan pertumbuhan pada instrumen tabungan.
Tabungan perseorangan mengalami pertumbuhan 8,1% (yoy) pada triwulan II 2019 atau melambat dari
triwulan sebelumnya 12,7% (yoy). Sebagaimana pada pembahasan sebelumnya, penurunan tabungan
didorong tendensi konsumsi yang menguat pada bulan puasa dan menjelang Lebaran.
Rasio Tabungan /
Bulan1 2 3 4 5 6 7 8
0-10% 20.7% 49.0% 3.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
10-20% 5.3% 8.0% 2.7% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
20-30% 1.3% 2.3% 0.7% 0.3% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
>30% 1.0% 3.3% 2.0% 0.3% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Rasio Tabungan /
Bulan1 2 3 4 5 6 7 8
0-10% 25.7% 6.7% 1.0% 1.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
10-20% 10.7% 4.7% 2.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
20-30% 23.3% 19.0% 1.7% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
>30% 2.7% 1.3% 0.3% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
68.0
%
69.4
%
72.8
%
89.1
%
70.6
%
74.2
5%
75.1
6%
85.1
0%
69
.56
%
67.3
7%
69.6
5%
86.9
4%
67.6
9%
66.1
1%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Perseorangan Bukan Perseorangan
85.2
%
82.2
%
83.7
%
84.9
8%
84.6
1%
83
.36
%
83.8
5%
86.6
9%
84.0
5%
85.6
7%
85.8
3%
87.6
3%
86.5
0%
86.4
8%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Giro Tabungan Deposito
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 45
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
Grafik 4.13. Pertumbuhan Jenis DPK dari sisi
Kepemilikan
Grafik 4.14. Pertumbuhan Komposisi DPK
Perseorangan
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
4.1.4 Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga
Meski konsumsi rumah tangga meningkat, penyaluran kredit konsumsi mengalami perlambatan.
Secara nominal, kredit rumah tangga tercatat Rp5,9 triliun dengan pertumbuhan 10,1% (yoy) pada
triwulan II 2019, melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 12,3% (yoy) (Grafik 4.15).
Perlambatan kredit konsumsi lebih disebabkan konsumsi yang lebih banyak memanfaatkan tabungan
dibandingkan mengambil kredit untuk menjaga stabilitas keuangan rumah tangga. Jika ditinjau lebih
lanjut, perlambatan pertumbuhan terjadi pada produk kredit yang umum diambil masyarakat Sulawesi
Barat. Penyaluran KMG tumbuh 2,0% (yoy) pada triwulan II 2019, menurun jika dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mengalami pertumbuhan 5,1% (yoy). Selain itu, pertumbuhan KPR tercatat 23,5%
(yoy) pada triwulan II 2019, menurun dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 27,3% (yoy). Kredit
Kendaraan Bermotor (KKB) juga mengalami deselerasi pertumbuhan. Kredit untuk kebutuhan
pendukung transportasi ini mengalami pertumbuhan 29,6% (yoy), lebih rendah dibanding triwulan
sebelumnya 31,0% (yoy).
Grafik 4.15. Perkembangan Kredit Rumah
Tangga
Grafik 4.16. Perkembangan Risiko Kredit
Rumah Tangga
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Rasio kredit bermasalah masih rendah sejalan dengan penurunan pertumbuhan kredit rumah
tangga. Secara umum, rasio kredit rumah tangga yang terkategori bermasalah (NPL) sebesar 1,05%
9.09
7.05
13.31
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
-5
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
DPK Total Perseorangan Non Perseorangan - rhs
% yoy % yoy
8.06
-1.16
7.48
-60
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
-5
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Tabungan Deposito Giro - rhs
% yoy% yoy
23.45
29.56
1.98
10.11
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Pert. KPR Pert. KKB Pert. KMG Pert. Kredit Rumah Tangga
% yoy
1.71%
2.26%
0.87%
1.05%
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
3.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
NPL KPR NPL KKB NPL KMG NPL Kredit Rumah Tangga
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
46 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
pada triwulan II 2019 (Grafik 4.16). Realisasi tersebut stabil dibandingkan triwulan I 2019 yang sebesar
1,00%. Stabilnya NPL terutama disebabkan penurunan NPL pada produk KKB disertai sedikit kenaikan
pada produk KMG. NPL pada produk KMG dan KKB masing-masing sebesar 0,87% dan 2,26% pada
triwulan II 2019. Rendahnya level NPL pada kredit rumah tangga di Sulawesi Barat tidak terlepas dari
peran perbankan yang selektif dan mengandalkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit.
4.2. Perkembangan Stabilitas Keuangan Korporasi
Penyaluran kredit korporasi mengalami perlambatan pada triwulan II 2019. Secara nominal, kredit
korporasi mencapai Rp5,8 triliun atau tumbuh sebesar 20,3% (yoy) pada triwulan II 2019. Pencapaian
tersebut melambat dibandingkan triwulan I 2019 yang sebesar 24,4% (yoy) (Grafik 4.17). Sektor yang
paling besar penyaluran kreditnya yaitu perdagangan tumbuh 13,0% (yoy) pada triwulan II 2019, lebih
rendah dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 14,2% (yoy). Aktivitas perdagangan telah digenjot di awal
tahun untuk menghindari ekspektasi yang meningkat pada triwulan II 2019. Selain perdagangan,
penyaluran kredit di sektor lainnya mengalami perlambatan. Kredit industri pengolahan mengalami
perlambatan pertumbuhan yaitu sebesar 69,6% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh
82,1% (yoy). Pertumbuhan kredit korporasi yang tinggi juga terjadi pada sektor lainnya yaitu pertanian,
tumbuh 40,3% (yoy).
Grafik 4.17. Perkembangan Kredit Korporasi Grafik 4.18. Pangsa Kredit Korporasi
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Pangsa kredit pada sektor perdagangan masih yang terbesar di Sulawesi Barat. Kredit sektor
perdagangan memiliki peran sebesar 44% terhadap total kredit korporasi di Sulawesi Barat. Sektor
perdagangan memang menjadi usaha favorit di Sulawesi Barat. Hasil sumber daya alam yang berlimpah
menjadi produk yang paling banyak diperdagangkan di Sulawesi Barat. Sektor kedua dengan
penyaluran kredit terbesar yaitu sektor pertanian yang memiliki pangsa 32%. Pembangkit listrik yang
baru yaitu PLTU Belang-Belang mampu mendorong penyaluran kredit pada sektor kelistrikan yang pada
triwulan II 2019 memiliki pangsa 9%.
Risiko kredit korporasi mengalami penurunan pada triwulan II 2019. Risiko NPL kredit korporasi
secara umum tercatat 2,5% pada triwulan II 2019, lebih rendah dibandingkan triwulan I 2019 sebesar
2,8% (Grafik 4.19). Penurunan NPL terutama terjadi pada sektor konstruksi yang menurun dari 22,0%
40.31
13.00
20.30
69.60
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Pertanian Perdagangan
Kredit Korporasi Industri pengolahan - rhs
% yoy % yoy
Pertanian
32%
Industri
pengolahan
4%
Listrik,Gas dan
Air
9%
Konstruksi
3%
Perdagangan
44%
Lainnya
8%
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 47
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
pada triwulan I 2019 menjadi 10,5% pada triwulan II 2019. Risiko kredit sektor industri pengolahan
tercatat juga menurun menjadi 1,5% pada triwulan II 2019 dibandingkan 1,8% pada triwulan
sebelumnya. Sementara itu, risiko kredit pada sektor terbesar dalam penyaluran kredit yaitu
perdagangan, relatif stabil pada angka 3,8%. Sementara, risiko kredit bermasalah pada sektor pertanian
tercatat 0,8% pada triwulan II 2019, meningkat dibandingkan 0,6% pada triwulan I 2019.
Grafik 4.19. Perkembangan Risiko Kredit Korporasi
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
4.3. Perkembangan Institusi Perbankan
4.3.1 Perkembangan Kredit dan DPK Agregat
Kinerja perbankan di Sulawesi Barat pada triwulan II 2019 dalam hal penyaluran kredit (lokasi
bank) tercatat cukup baik. Fungsi intermediasi perbankan pada triwulan II 2019 tumbuh 13,9% (yoy).
Pertumbuhan tersebut relatif stabil dibandingkan triwulan I 2019 yang sebesar 14,1% (yoy). Akselerasi
penyaluran kredit terutama didorong realisasi kredit investasi yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya
dengan tumbuh 24,8% (yoy). Pertumbuhan tersebut didorong proses realisasi investasi baru pada sektor
kelapa sawit. Peningkatan pada kredit investasi tidak diiringi peningkatan pada kredit konsumsi yang
melambat dari 12,6% (yoy) pada triwulan I 2019 menjadi 11,4% (yoy) pada triwulan II 2019.
Stabilnya pertumbuhan penyaluran kredit tidak diiringi dengan kinerja pertumbuhan DPK yang
mengalami deselerasi dari 12,6% (yoy) pada triwulan I 2019 menjadi 11,4% (yoy) pada triwulan
II 2019 (Grafik 4.21). Perlambatan DPK terutama terjadi pada jenis instrumen simpanan tabungan dan
deposito. Tabungan melambat dari 13,4% (yoy) di triwulan I 2019 menjadi 10,0% (yoy) di triwulan II
2019. Sementara, deposito mengalami penurunan nominal sehingga tumbuh -6,64% (yoy).
Perlambatan pada jenis simpanan tabungan disebabkan penggunaan penghasilan untuk konsumsi di
saat periode hari besar raya keagamaan nasional.
0.77%
1.52%
3.83%
2.49%
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
3.0%
3.5%
4.0%
4.5%
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
3.0%
3.5%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
NPL Kredit Pertanian NPL Industri pengolahan
NPL Kredit Perdagangan - rhs NPL Kredit Korporasi - rhs
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
48 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Grafik 4.20. Perkembangan Penyaluran Kredit Grafik 4.21. Perkembangan Aset dan DPK
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
4.3.2 Perkembangan Kredit dan DPK Spasial
Penyaluran kredit (lokasi proyek) di Sulawesi Barat pada triwulan II 2019 terkonsentrasi pada
Kabupaten Mamuju dan Polewali Mandar. Kedua Kabupaten ini melaksanakan fungsi intermediasinya
dengan pangsa masing-masing sebesar 26,4% dan 28,2% (Grafik 4.23). Besarnya penduduk pada
kedua kabupaten tersebut mendorong perbankan banyak menyasar daerah tersebut untuk penyaluran
kredit. Kabupaten Pasangkayu menjadi kabupaten ketiga terbesar dalam penyaluran kredit dengan porsi
sebesar 17,2%. Tingginya penyaluran kredit di Kabupaten Pasangkayu meski jumlah penduduknya tidak
besar disebabkan banyaknya industri pengolahan pada wilayah yang dahulunya bernama Mamuju Utara
ini. Sementara, kabupaten Mamasa yang masih aktivitas perekonomian yang relatif rendah dibanding
kabupaten lainnya memiliki proporsi kredit paling rendah di Sulawesi Barat sebesar 7,2%.
Grafik 4.22. Share Kredit Bank Umum secara
Spasial Triwulan I 2019
Grafik 4.23. Share Kredit Bank Umum secara
Spasial Triwulan II 2019
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Sebagian besar Kabupaten di Sulawesi Barat didominasi oleh kredit konsumsi. Penyaluran kredit
yang dilakukan oleh perbankan bersifat konsumtif (Grafik 4.24). Kabupaten Majene menjadi kabupaten
memiliki porsi kredit konsumtif sebesar 68,4% atau terbesar dibandingkan kabupaten lain. Hal yang
menarik adalah Kabupaten Mamuju Tengah memiliki penyaluran kredit investasi dengan porsi terbesar
yaitu 56,7%. Berkembangnya industri olahan yang sebelumnya hanya berada di daerah Pasangkayu ke
14.30
21.38
12.64
14.05
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Pert. Kredit Modal Kerja Pert. Kredit Investasi
Pert. Kredit Konsumsi Pertumbuhan Kredit% yoy
12.55
11.65
-5
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Pertumbuhan DPK Pert. Aset% yoy
Kab. Polewali
Mandar
28.1%
Kab. Majene
9.9%
Kab. Mamasa
7.2%
Kab.
Pasangkayu
16.4%
Kab. Mamuju
Tengah
11.0%
Kab. Mamuju
27.3%
Kab. Polewali
Mandar
28.2%
Kab. Majene
9.9%
Kab. Mamasa
7.2%
Kab.
Pasangkayu
17.2%
Kab. Mamuju
Tengah
11.0%
Kab. Mamuju
26.4%
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 49
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
arah Mamuju Tengah, membuat penyaluran kredit investasi pada kabupaten termuda di Sulawesi Barat
ini menjadi besar. Fakta ini perlu dicontoh oleh perbankan di daerah lain untuk memberikan nilai tambah
bagi aktivitas perekonomian.
Grafik 4.24. Komposisi Jenis Penggunaan Kredit
Triwulan II 2019
Grafik 4.25. Rasio NPL Bank Umum secara
Spasial
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Perkembangan risiko kredit di seluruh kabupaten bervariasi. Daerah yang mengalami peningkatan
risiko kredit yaitu Polewali Mandar dan Pasangkayu dengan masing-masing NPL sebesar 2,17% dan
1,28. Sementara di kabupaten Majene, Mamasa, dan Mamuju Tengah, risiko kredit mengalami
penurunan dimana masing-masing sebesar 1,19%, 0,94%, dan 2,23%. Secara spasial, seluruh
kabupaten terpantau tingkat yang terjaga karena rasio NPL berada di bawah 5% (Grafik 4.25).
Grafik 4.26. Share DPK Bank Umum Spasial
pada Triwulan IV 2018
Grafik 4.27. Share DPK Bank Umum Spasial
pada Triwulan I 2019
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Aktivitas penghimpunan dana masyarakat di Kabupaten Mamuju meningkat pada triwulan I 2019.
Porsinya tercatat 41,0% meningkat dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 40,5% (Grafik 4.26 dan
Grafik 4.27). Kabupaten Mamuju dan Polewali Mandari menjadi 2 (dua) daerah dengan pangsa terbesar
di Sulawesi Barat dalam hal penghimpunan dana dari masyarakat. Di sisi lain, Kabupaten Mamuju
Tengah menjadi kabupaten dengan share terendah sebesar 2,1% pada triwulan I 2019 untuk aktivitas
penghimpunan dana masyarakat. Meskipun paling rendah, pangsa tersebut meningkat dibanding
triwulan sebelumnya yang hanya 2,0%.
34.4%
26.1%31.2% 29.4%
13.7%
31.0%
14.0%
5.5%
7.6%
39.7%
56.7%
15.3%
51.7%
68.4%
61.2%
30.9% 29.6%
53.7%
Kab. Polewali
Mandar
Kab. Majene Kab. Mamasa Kab. Pasangkayu Kab. Mamuju
Tengah
Kab. Mamuju
Modal Kerja Investasi Konsumsi
2.08
1.31
1.16 1.14
3.39
1.52
2.17
1.19
0.94
1.28
2.23
1.53
Kab. Polewali
Mandar
Kab. Majene Kab. Mamasa Kab. Pasangkayu Kab. Mamuju
Tengah
Kab. Mamuju
Tw I 2019 Tw II 2019
Kab.
Polewali
Mandar
28.9%
Kab. Majene
13.0%
Kab.
Mamasa
5.0%
Kab.
Pasangkayu
10.7%
Kab.
Mamuju
Tengah
2.0%
Kab.
Mamuju
40.5%
Kab. Polewali
Mandar
28.8%
Kab. Majene
12.9%
Kab. Mamasa
5.1%Kab.
Pasangkayu
10.1%
Kab. Mamuju
Tengah
2.1%
Kab. Mamuju
41.0%
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
50 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Hampir seluruh kabupaten memilih instrumen tabungan sebagai pilihan untuk menyimpan
dananya di perbankan. Porsi tabungan terbesar berasal dari Kabupaten Polewali Mandar hingga
72,4% (Grafik 4.28). Kabupaten Mamuju Tengah menjadi kabupaten yang memiliki giro dengan porsi
terbesar yaitu 70,5%. Jumlah deposito pun belum banyak dilirik oleh sebagian besar masyarakat
Sulawesi Barat. Hal ini ditandai porsinya masih di bawah 15% pada setiap kabupaten.
Grafik 4.28. Komposisi Jenis DPK Spasial Triwulan I 2019
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
4.4. Perkembangan Pembiayaan UMKM dan Akses Keuangan
Penyaluran kredit UMKM mengalami perlambatan. Kredit UMKM tercatat tumbuh 20,1% (yoy) pada
triwulan II 2019, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 24,6% (yoy). Secara
nominal, nilai kredit UMKM meningkat dari Rp4,3 triliun menjadi Rp4,4 triliun. Peningkatan penyaluran
kredit ini mendorong pangsa kredit UMKM terhadap total penyaluran kredit di Sulawesi Barat menjadi
38,1% pada triwulan II 2019. Aktivitas perekonomian yang terus meningkat mendorong masyarakat
untuk lebih produktif dengan mendirikan usaha sendiri. Program Wirausaha Baru Indonesia (WUBI) yang
diselenggarakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat menjadi motivasi bagi
masyarakat untuk terus mengembangkan usaha.
Risiko kredit UMKM pada triwulan II 2019 mengalami penurunan. Kredit UMKM yang terkategori
bermasalah mengalami penurunan dari 3,6% pada triwulan I 2019 menjadi 3, 1% pada triwulan II 2019
(Grafik 4.30). Penurunan tersebut mengindikasikan tingkat risiko pada sektor UMKM yang semakin
rendah. Selain dari penerapan prinsip kehati-hatian perbankan, penurunan risiko juga didorong semakin
meningkatnya kompetensi pelaku UMKM di Sulawesi Barat. Ekspansi usaha hingga diversifikasi produk
menjadi beberapa alternatif yang telah dilakukan untuk meningkatkan keuntungan dalam berusaha.
16.8%
23.2%
50.3%
34.6%
70.5%
38.8%
72.4%
66.3%
40.8%
59.1%
25.8%
52.2%
Kab. Polewali
Mandar
Kab. Majene Kab. Mamasa Kab. Pasang Kayu Kab. Mamuju
Tengah
Kab. Mamuju
Giro Tabungan Deposito
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 51
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
Grafik 4.29. Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4.30. Perkembangan Risiko Kredit UMKM
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Akses keuangan dari penghimpunan dana dan pembiayaan mengalami peningkatan. Dengan
membandingkan jumlah rekening tabungan perseorangan dengan jumlah penduduk usia bekerja (di
atas 15 tahun), kemudahan dalam mendapatkan akses keuangan mengalami perbaikan. Rasio rekening
tabungan terhadap jumlah penduduk usia bekerja pada triwulan II 2019 sebesar 110,4% atau
meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 106,5% (Grafik 4.31). Selain itu, kemudahan
dalam mendapatkan akses pembiayaan dimana rasio rekening kredit terhadap penduduk usia bekerja
tercatat meningkat dari 11,4% pada triwulan I 2019 menjadi 11,6% pada triwulan II 2019 (Grafik 4.32).
Rendahnya nilai akses terhadap pembiayaan mengindikasikan masih banyak masyarakat yang belum
memperoleh fasilitas keuangan untuk pengembangan wirausaha.
Grafik 4.31. Rasio Rekening Tabungan per
Penduduk Usia Bekerja
Grafik 4.32. Rasio Rekening Kredit per Penduduk
Usia Bekerja
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
20.13
38.07
34
36
38
40
42
44
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Pert. Kredit UMKM
Pangsa Kredit UMKM - skala kanan
% yoy %
10.9
3.14%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
10
11
11
12
12
13
13
14
14
15
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Suku Bunga Kredit UMKM NPL UMKM
56.859.1
63.5 62.767.3
80.1
86.3
95.297.3
100.2101.1104.5
106.5110.4
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Rasio Rek. Tabungan per Penduduk Usia >15 th (%)
Pert. Jml. rekening tabungan (% yoy)-rhs
8.79.0 9.0 9.2 9.4
9.7 9.910.1 10.3
10.611.0 11.1
11.4 11.6
6%
8%
10%
12%
14%
16%
18%
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Rasio Rek. Kredit per Penduduk Usia >15 th (%)
Pert. Jml. rekening kredit (% yoy)-rhs
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
52 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Boks 3. Interkoneksi Keuangan Antar Sektor Tw IV 2018
INTERKONEKSI KEUANGAN ANTAR SEKTOR TW IV 2018
Posisi keuangan Sulawesi Barat tercatat mengalami surplus aset. Neto aset keuangan tercatat Rp
544,74 miliar pada triwulan IV 2018 mengalami kenaikan dibandingkan triwulan III 2018 yang tercatat
sebesar Rp 207,09 miliar. Jika ditinjau lebih lanjut, kenaikan aset keuangan tercatat pada sejumlah
sektor seperti korporasi, RT, Perbankan, dan IKNB. Untuk Pemerintah Daerah, aset keuangan terpantau
mengalami kontraksi pertumbuhan hingga 66,8% (qtq). Hal ini dapat diindikasikan adanya realisasi
belanja program kerja yang cukup signifikan pada akhir tahun.
Tabel 4.5. Neto Posisi Keuangan Provinsi Sulawesi
Barat
Grafik 4.33. Aset Keuangan (%qtq)
Sumber: Departemen Statistik - Bank Indonesia, diolah Sumber: Departemen Statistik - Bank Indonesia, diolah
Berdasarkan BSA Matrix, secara kumulatif, sektor korporasi memiliki kewajiban terbesar terutama
pada ROI. Aliran dana korporasi unggulan Sulawesi Barat yaitu industri pengolahan mendapatkan dana
dari parent company yang selanjutnya akan digunakan untuk modal kerja maupun investasi. Dari sisi
netto aset keuangan, perbankan memiliki aset terbesar yang dipengaruhi kewajiban RT dalam bentuk
kredit. Peningkatan aset perbankan pada triwulan IV 2018 sejalan dengan realisasi penyaluran kredit
yang tumbuh menjadi 3,3% (qtq) pada triwulan IV 2018 dibandingkan 3,0% (qtq) pada triwulan
sebelumya. Untuk pemerintah daerah, penurunan neto aset keuangan yang menurun cukup drastis
menjadi 0,68% (qtq) sejalan dengan realisasi belanja akhir tahun. Indikasinya terlihat dari giro
pemerintah yang mengalami kontraksi pertumbuhan hingga 79,82% (qtq). Tingkat kewajiban RT yang
mengalami penurunan menjadi -2,43% pada triwulan IV 2018 diindikasikan sejalan dengan
perlambatan konsumsi RT yang melambat dibandingkan triwulan III 2018.
INDIKATOR 2018 Q4 2018 Q3
NOMINAL % QOQ NOMINAL % QOQ
Aset Keuangan 18.100,77 3,68% 17.458,27 5,37%
Total Liabilitas 17.556,03 1,77% 17.251,18 2,50%
Utang 16.417,30 1,29% 16.207,84 2,10%
Ekuitas 1.138,73 9,14% 1.043,33 9,23%
Neto Aset Keuangan 544,74 163,04% 207,09 -179,08%
3,0%12,7%
2,3%
-2,8%-9,0%
31,1%15,4%
4,5%4,8%
-66,8%
Korporasi RT Bank IKNB Pemda
2018 Q3 2018 Q4
BOKS 3
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 53
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
Tabel 4.6. BSA MATRIX, Neto Posisi Keuangan ProvinsiSulawesi Barat (% / PDRB)
Sumber: Departemen Statistik - Bank Indonesia, diolah
Ket : NFC : Korporasi , HH : Rumah Tngga, ODC : Perbankan, OFC : Institusi Keuangan Lainnya, LG :
Pemerintah Daerah, ROI : Provinsi Lain di Indonesia, ROW : Luar Negeri
Realisasi belanja Pemerintah yang meningkat pada akhir tahun mendorong kebutuhan dana likuid .
Hal ini tergambar pada kontraksi pertumbuhan giro yang hampir mencapai 80% (qtq). Di samping itu,
penurunan harga komoditas yang cukup tajam pada triwulan IV 2018 mendorong perilaku masyarakat
untuk menyimpan sebagian penghasilannya. Aliran dana pembelian hasil komoditas masyarakat berasal
dari parent company sawit yang tergambar transaksi keuangan ROI kepada HH. Pola belanja pemerintah
yang menumpuk pada akhir tahun tergambar pada semakin mengecilnya posisi net liabilities. Kegiatan
penghimpunan DPK perbankan yang terus berlanjut hingga akhir tahun. Hal ini tidak lepas dari tendensi
menyimpan penghasilan kepada perbankan
Gambar 2. Network Transaksi Pola Keuangan
Provinsi Sulawesi Barat triwulan IV 2018
Gambar 3. Network Posisi Pola Keuangan
Provinsi Sulawesi Barat triwulan IV 2018
Sumber: Analisis, diolah Sumber: Analisis, diolah
Keterangan : Net Inflow Net Outflow Keterangan : Net Assets Net Liabilities
NFC HH ODC OFC LG ROI ROW TOTAL
NFC 0,00% -0,72% -0,15% -0,67% -0,18% -2,94% -0,20% -4,86%
HH 0,72% 0,00% -6,86% 0,01% -0,02% 3,72% 0,00% -2,43%
ODC 0,15% 6,86% 0,00% -0,23% -0,39% 0,68% -0,01% 7,05%
OFC 0,67% -0,01% 0,23% 0,00% 0,00% -0,08% 0,00% 0,82%
LG 0,18% 0,02% 0,39% 0,00% 0,00% 0,09% 0,00% 0,68%
ROI 2,94% -3,72% -0,68% 0,08% -0,09% 0,00% 0,00% -1,46%
ROW 0,20% 0,00% 0,01% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,21%
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
54 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 55
BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH
5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang
Rupiah
BAB 05 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah
56 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai
5.1.1. Perkembangan Inflow/Outflow Uang Kartal
Aliran Uang Sulawesi barat Triwulan II 2019 tercatat net outflow. Jumlah uang yang keluar (outflow)
tercatat Rp 1.003,43 miliar mengalami kontraksi sebesar 20,39% (yoy) jika dibandingkan pada periode
yang sama tahun sebelumnya. Sementara untuk aliran uang yang masuk (inflow) Rp 129,72 miliar
mengalami kontraksi sebesar 17,55% (yoy). Berdasarkan data ini, aliran uang di Sulawesi Barat tercatat
net outflow sebesar Rp 873,71 miliar mengalami kontraksi 20,79% (yoy) (Grafik 5.1). Tingginya
peningkatan aliran uang ini dipengaruhi permintaan masyarakat sepanjang periode puasa dan lebaran.
Pada awal triwulan III 2019, aliran uang yang keluar tercatat sebesar Rp 360,6 miliar, sedangkan aliran
uang yang masuk adalah Rp 129,72 miliar. Dengan kata lain, aliran uang Sulawesi Barat Juli 2019
mengalami net outflow Rp 230,88 miliar yang mengalami pertumbuhan hingga 558,48% (mtm)
dibandingkan bulan sebelumnya. Pencairan gaji ke-13 bagi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Pemerintah Daerah menjadi salah satu penyebab tingginya aliran uang keluar pada bulan Juli 2019.
Grafik 5.1. Perputaran Uang Kartal KPw BI Prov. Sulawesi Barat
Sumber: Bank Indonesia, diolah
5.1.2. Penarikan Uang Tidak Layak Edar
Sebagai Bank sentral, Bank Indonesia secara konsisten berupaya memenuhi kebutuhan uang baik
dari nominal, pecahan, dan kondisi layak edar (clean money policy). Dalam mendukung keberhasilan
kebijakan ini, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat melakukan penukaran Uang
Tidak Layak Edar (UTLE) melalui berbagai mekanisme yakni penukaran uang di loket Bank Indonesia,
perbankan, kas keliling dalam dan luar kota, serta kas titipan di kabupaten Pasangkayu dan Polewali
Mandar. Kegiatan setoran UTLE pada triwulan II secara nominal tercatat Rp 39,26 miliar mengalami
penurunan 44,29% (yoy) (Grafik 5.2). Kegiatan layanan kas keliling yang dilaksanakan pada triwulan II
2019 sebanyak 17 kali dengan rincian yakni 1 kali untuk kas keliling luar kota dan 16 kali untuk kas
keliling dalam kota. Modal kerja yang dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan kas keliling pada triwulan
II 2019 sebesar Rp 16,36 miliar.
-228
30
-765
-266
-841
-239
-1.103
-835
-775
-306
-874
-231
-17,55
-20,39
-75
-50
-25
0
25
50
75
100
125
150
175
200
225
250
-1.200
-1.000
-800
-600
-400
-200
0
200
TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II Tw III Tw IV Tw I TW II Juli
2016 2017 2018 2019
Netflow gInflow (rhs) gOutflow (rhs)Rp miliar
% yoy
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 57
BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Grafik 5.2. Perkembangan Setoran Uang
Tidak Layak Edar
Sumber: Bank Indonesia, diolah
5.1.3. Denominasi aliran uang kartal di Sulawesi Barat
Pecahan Uang Kertas Rp 50.000,- dan Uang Logam Rp 500,- merupakan jenis pecahan terbanyak
pada aliran outflow triwulan II 2019. Aliran Uang Kertas (UK) tercatat Rp 968,16 miliar pada triwulan
II 2019. Uang kertas pecahan Rp 50.000,- tercatat 6,42 juta lembar atau setara dengan 24,03 % dari
total UK yang keluar. Untuk UK pecahan Rp 2.000,- jumlah uang yang tercatat sebanyak 5,67 juta
lembar yang setara dengan 21,24 % dari total UK yang keluar (Grafik 5.3). Sementara untuk uang
logam (UL) tercatat Rp 215,10 juta pada triwulan II 2019. Uang logam pecahan Rp 500 tercatat 184,31
ribu keeping atau setara dengan 38,66 % dari total UL yang keluar. Sedangkan untuk UL pecahan Rp
200 tercatat 100,10 ribu keping setara dengan 21% dari total UL yang keluar (Grafik 5.4). Uang
pecahan Rp 2.000,- mengalami peningkatan kebutuhan pada triwulan II dikarenakan adanya hari raya
Idul Fitri sehingga masyarakat membutuhkan uang pecahan kecil.
Grafik 5.3. Denominasi Uang Kartal Outflow
Sulawesi Barat
Grafik 5.4. Denominasi Uang Logam Outflow
Sulawesi Barat
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Aliran uang masuk (inflow) triwulan II 2019 didominasi UK pecahan Rp 10.000,- dan UL pecahan
Rp 100,-. Jumlah UK yang masuk ke Sulawesi Barat (inflow) tercatat Rp 129,72 juta pada triwulan II
2019. Uang kertas pecahan Rp 10.000 tercatat 798,9 ribu lembar setara dengan 18,88 % dari total
inflow jenis uang kertas. Untuk uang kertas pecahan Rp 100.000,- tercatat 758,2 ribu lembar setara
17,21% dari total UK yang masuk (Grafik 5.5). Untuk pecahan uang logam (UL), aliran inflow tercatat
Rp 887,2 ribu . Aliran masuk dari pecahan UL Rp 100 tercatat 792 keping atau setara dengan 24,62%
83
167
88
112
66
80
70
47 46
54
39
-200
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II
2016 2017 2018 2019
Total Setoran UTLE gSetoran UTLE (RHS)Rp miliar % yoy
20,86%
24,03%
7,10%8,73%
12,16%
21,24%
5,88%
UK - 100000
UK - 50000
UK - 20000
UK - 10000
UK - 5000
UK - 2000
UK - 1000
19,51%
38,66%
21,00%
20,82%
0,02%
UL - 1000
UL - 500
UL - 200
UL - 100
UL - 50
58 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH
dari total inflow, sementara UL Rp 500,- tercatat 720 keping setara 22,38% dari total inflow (Grafik
5.6).
Grafik 5.5. Denominasi Uang Kartal Inflow
Sulawesi Barat
Grafik 5.6. Denominasi Uang Logam Inflow
Sulawesi Barat
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Penukaran uang pada kegiatan kas keliling dalam dan luar kota pada Triwulan II 2019 didominasi
uang kertas. Realisasi penukaran kas keliling dalam dan luar kota tercatat Rp 5,76 Miliar dengan
didominasi penukaran jenis uang kertas. Uang kertas pecahan Rp2.000,- menjadi pecahan yang paling
banyak keluar mencapai 43,5% dari total lembar UK yang keluar dengan nominal Rp 832,8 juta.
Sementara uang kertas pecahan Rp 5.000,- mencapai 21,6% dari total UK yang keluar dengan nominal
Rp 1.034,80 juta (Grafik 5.7). Dominasi penukaran uang kertas pecahan kecil yaitu Rp2.000,- dan Rp
5.000,- pada kas keliling disebabkan adanya kebutuhan masyarakat akan uang pecahan kecil untuk
kegiatan hari raya Idul Fitri pada Triwulan II. Untuk uang logam, pecahan Rp 500,- menjadi pecahan
yang paling banyak keluar yaitu mencapai 42,9% dari total uang logam yang keluar dengan nominal
Rp 29,5 juta. Uang logam pecahan Rp 1.000,- yang keluar mencapai 22,5% dari total uang logam yang
keluar dengan nominal Rp 31 juta (Grafik 5.8).
Grafik 5.7. Denominasi Uang Kartal
Outflow Kas Keliling
Grafik 5.8. Denominasi Uang Logam Outflow
Kas Keliling
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Dari kegiatan kas keliling yang dilakukan, pecahan uang kertas Rp 100.000,- dan Rp 50.000,- menjadi
pecahan terbanyak yang masuk yaitu masing-masing 24,8% dan 18,2% (Grafik 5.9). Nominal uang
kertas pecahan Rp 100.000,- yang masuk adalah Rp 3.745,6 juta dan uang kertas pecahan Rp 50.000,-
berjumlah Rp 1.370,1 juta. Hal ini sejalan dengan kebutuhan masyarakat akan uang pecahan kecil
menjelang hari raya Idul Fitri sehingga uang pecahan besar seperti Rp 50.000,- dan Rp 100.000,-
mengalami peningkatan dalam hal inflow. Pecahan uang logam yang paling banyak masuk adalah
17,92%
14,04%
13,24%
18,88%
16,58%
16,32%
3,01%
UK - 100000
UK - 50000
UK - 20000
UK - 10000
UK - 5000
UK - 2000
UK - 1000
12,19%
22,38%
8,52%24,62%0,16%
32,14%
UL - 1000
UL - 500
UL - 200
UL - 100
UL - 50
UL - 1
5,4%
11,1%
21,6%
43,5%
16,3%
UK - 100000
UK - 50000
UK - 20000
UK - 10000
UK - 5000
UK - 2000
UK - 1000
22,5%
42,9%
16,7%
17,5%
UL - 1000
UL - 500
UL - 200
UL - 100
UL - 50
UL - 1
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 59
BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH
pecahan Rp 500,- dan Rp 100,- dengan masing-masing 27,4% dari total keping uang logam yang
masuk (Grafik 5.10).
Grafik 5.9. Denominasi Uang Kartal Inflow
Kas Keliling
Grafik 5.10. Denominasi Uang Logam Inflow
Kas Keliling
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
5.2. Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai
Transaksi kliring mengalami pertumbuhan pada triwulan II 2019. Jumlah nominal transaksi pada
triwulan II tahun 2019 mencapai Rp 7,5 Miliar atau tumbuh 35,49% (yoy) (Grafik 5.11). Jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, pertumbuhan kliring pada triwulan II adalah 8,75% (qtq).
Dari sisi volume, jumlah transaksi pada triwulan II mengalami kontraksi sebesar 11,16% (yoy) dengan
jumlah 207 warkat. Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, transaksi kliring mengalami
kontraksi sebesar 4,16% (qtq) (Grafik 5.12).
Grafik 5.11.Transaksi Kliring di Sulawesi Barat Grafik 5.12. Jumlah Warkat di Sulawesi Barat
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
24,8%
18,2%
8,6%
15,6%
13,8%
14,5%
4,4%
UK - 100000
UK - 50000
UK - 20000
UK - 10000
UK - 5000
UK - 2000
UK - 1000
14,1
41,9
9,1
18,1
13,3
10,3
5,6 6,4 6,5 6,9
-200
-100
0
100
200
300
400
500
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
35,0
40,0
45,0
TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I
2016 2017 2018 2019
Nominal Kliring Pert. Kliring (skala kanan)Rp miliar % (YoY)
189 187
220
295
245 242
310
253
312
233 228 231 216
I II III IV I II III IV I II III IV I
2016 2017 2018 2019
14,8%
27,4%
5,1%
27,4%
25,4% UL - 1000
UL - 500
UL - 200
UL - 100
UL - 50
UL - 1
60 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 61
BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH
6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
BAB 06 Ketenagakerjaan & Kesejahteraan
62
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
6.1. Ketenagakerjaan
Bertambahnya angkatan kerja meyebabkan peningkatan terhadap serapan tenaga kerja di
berbagai sektor, khususnya pada sektor perdagangan. Penyerapan tenaga kerja pada sektor
perdagangan mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan periode sebelumnya yaitu sebesar
29,01%. Peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor perdagangan diperkirakan akibat
meningkatnya harga komoditas pada Februari 2019. Walaupun demikian secara absolut penyerapan
lapangan usaha pekerjaan masih didominasi oleh Pertanian dengan menyerap 48,7% atau 321 ribu
jiwa. Sementara, sektor industri mengalami penurunan yang sangat signifikan sebesar - 46,49%.
Grafik 6.1. Pertumbuhan Jumlah Penduduk Bekerja Per Sektor (%yoy)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Ketersediaan lapangan kerja masih cukup baik yang tercermin dari optimisme masyarakat di
triwulan II 2019. Indeks ketersediaan lapangan pekerjaan di Sulawesi Barat mengalami kenaikan
dibanding triwulan sebelumnya yaitu berada pada level 141,3. Peningkatan lapangan pekerjaan ini
sejalan dengan berkembangnya pertumbuhan ekonomi serta pembangunan di Sulawesi Barat,
diantaranya perkembangan pusat pembelanjaan dan pembangunan hotel Maleo Town Square (Matos).
Ke depannya, konsumen masih cukup optimis terhadap terbukanya lebar lapangan pekerjaan yang ada
di Sulawesi Barat. Fenomena tersebut didukung oleh ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan ke depan
dibandingkan saat ini, yang menunjukkan optimisme penghasilan konsumen sebagaimana terlihat dari
grafik berikut. Akan tetapi kecenderungan Indeks Penghasilan Konsumen yang menurun di Bulan Juli
dan Agustus, mengindikasikan bahwa ketersediaan lapangan kerja yang ada di Prov. Sulawesi Barat
belum mampu untuk menumbuhkan gairah ekonomi masyarakat Sulawesi Barat.
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 63
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Grafik 6.2. Kondisi Ekonomi Saat ini
Dibandingkan 6 Bulan yang Lalu
Grafik 6.3. Ekspektasi Kondisi Ekonomi 6
Bulan ke Depan Dibandingkan Saat Ini
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Berdasarkan data BPS periode Februari 2019, jumlah pengangguran di Sulawesi Barat menurun
dibandingkan periode sebelumnya. Jumlah pengangguran menurun dari 20,2 jiwa pada Agustus 2018
menjadi 9,7 ribu jiwa pada Februari 2019.Hal ini selaras dengan peningkatan jumlah penduduk usia
kerja secara absolut yang mengalami peningkatan, persentase jumlah penduduk angkatan kerja pada
bulan Februari 2018 adalah 70,69% atau 669,9 ribu jiwa mengalami peningkatan sebesar 1% (yoy).
Sejalan dengan jumlah penduduk bukan angkatan kerja yang mengalami penurunan sebanyak 277,8
ribu jiwa atau sebesar 5% (yoy)
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (rb jiwa)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Serapan tenaga kerja di sektor informal mengalami peningkatan. Jumlah pekerja tecatat meningkat
menjadi 471,6 ribu jiwa dibandingkan Februari 2018 sebesar 445,9 ribu jiwa dimana tercatat mengalami
kenaikan sebesar 2,5% (yoy). Sedangkan pangsa pekerja sektor formal di Sulawesi Barat turun menjadi
28,6% atau 188,7 ribu jiwa. Trend serapan tenaga kerja ini, meggambarkan kondisi masyarakat lebih
mengarah ke sektor informal dengan jumlah ketersediaan lapangan pekerjaan yang lebih banyak
dibandingkan sektor formal.
2019
Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb
Penduduk Usia Kerja (15+) 866,6 877,4 887,3 898,0 908,1 918,1 927,2 934,3 947,8
Angkatan Kerja 647,7 616,5 641,5 646,0 641,8 614,7 663,3 639,6 669,9
Bekerja 636,0 595,9 624,1 624,2 622,6 595,0 647,0 619,4 660,3
Pengangguran 11,7 20,6 17,4 21,5 19,1 19,7 16,3 20,2 9,7
Bukan Angkatan Kerja 218,9 260,9 245,8 252,3 266,3 303,4 263,9 294,7 277,8
Tingkat Partisipasi Kerja/TPAK (%) 74,74 70,27 72,30 71,90 70,68 66,96 71,53 68,46 70,69
Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 1,81 3,35 2,72 3,33 2,98 3,21 2,45 3,16 1,45
2015 2016 2017
Keterangan
2018
64
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (rb jiwa)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan adanya rencana rekrutmen Calon ASN belum
mampu mendorong tenaga kerja di sektor formal. Kebijakan pemerintah untuk menaikan 8,05%
UMP yang diyakini dapat menjadi pendorong dalam meningkatkan tenaga kerja dari sektor formal
belum berhasil. Hal ini tercermin pada jumlah tenaga kerja sektor formal yang mengalami perlambatan
dalam 4 periode terakhir. Mengacu pada data BPS terakhir terdapat indikasi, ketersediaan kesempatan
lapangan pekerjaan sektor informal yang lebih banyak menjadikan sektor formal kurang diminati oleh
masyarakat. Walaupun demikian, pekerja buruh atau karyawan masih mendominasi jenis pekerjaan
yang ada di Provinsi Sulawesi Barat hingga mencapai 179 ribu jiwa atau 27,1%, dan disusul oleh
berusaha dibantu buruh tidak tetap sebanyak 170 ribu jiwa atau 25,7%.
Tenaga kerja berpendidikan tinggi di Sulawesi Barat meningkat. Jumlah tenaga kerja yang
merupakan lulusan Diploma/Universitas mengalami peningkatan yang cukup signifikan menjadi 16,1%
atau sejumlah 81,8 ribu jiwa dari yang sebelumnya hanya mencapai 63 ribu jiwa. Di sisi lain peningkatan
kualitas tenaga kerja terlihat pada meningkatnya porsi tenaga kerja lulusan sekolah menengah pertama,
menengah atas, dan menengah kejurunan masing masing menjadi 15,1%, 16,1%, dan 7,6% (yoy)
pada Februari 2019. Hal tersebut mengindikasikan kesadaran masyarakat Sulawesi Barat terhadap
pentingnya aspek pendidikan sebagai basis dalam kesejahteraan mulai meningkat.
Grafik 6.1. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja
Sulawesi Barat Agustus 2018
Grafik 6.2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Pada Periode Agustus 2018
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
2019
Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb
Berusaha Sendiri 131.045 114.787 124.281 128.355 114.907 133.381 128.771 124.717 121.820
Berusaha dibantu buruh tidak tetap 155.179 138.544 138.832 151.650 149.307 122.400 127.604 149.415 170.000
Berusaha dibantu buruh tetap 14.751 17.120 22.912 18.098 22.539 20.269 19.926 7.750 9.610
Buruh/Karyawan 140.594 139.728 161.371 168.236 165.239 167.635 181.159 150.358 179.060
Pekerja Bebas 45.474 36.728 28.524 40.577 35.130 32.448 45.548 45.930 37.720
Pekerja Tak Dibayar 148.967 148.998 148.188 117.266 135.519 118.898 144.024 141.225 142.950
Jumlah Tenaga Kerja 636.010 595.905 624.108 624.182 622.641 595,000 647.032 619.395 660.260
Sektor Formal 24,4% 26,3% 29,5% 29,9% 30,2% 31,6% 31,1% 25,5% 28,6%
Sektor Informal 75,6% 73,7% 70,5% 70,2% 69,8% 68,4% 68,9% 74,5% 71,4%
Status Pekerjaan Utama
2015 2016 2017 2018
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 65
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
6.2. Nilai Tukar Petani
Kesejahteraan pertani triwulan II 2019 meningkat tercermin dari nilai indeks Nilai Tukar Petani.
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 2019 mengalami pertumbuhan sebesar 2,06% dari periode
sebelumnya. Secara absolut, NTP di triwulan II 2019 adalah 112,04 yang mengalami peningkatan dari
109,77 di triwulan I 2019. Jika di bandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, NTP
masih relatif stabil. Sehingga, perkembangan NTP bergerak secara positif yang didukung oleh
pertumbuhan NTP sektor tanaman hortikultural serta tanaman perkebunan rakyat pada triwulan II 2019.
Grafik 6.3. NTP Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Peningkatan NTP triwulan II 2019 berasal hampir dari seluruh sektor. Sektor sektor yang pada
triwulan II 2019 mengalami peningkatan NTP yaitu Hortikultura (NTPH) dari 116,7 menjadi 117,9,
Tanaman Perkebunan Perkebunan Rakyat (NTPR) dari 113,9 menjadi 120,3, Perternakan (NTPT) dari
105,6 menjadi 106,2, Perikanan (NTNP) dari 109,4 menjadi 109,5, Nelayan (NTN) dari 148,2 menjadi
149,2, Pembudidaya Ikan (NTPI) dari 94,9 menjadi 96,6. Sementara sektor yang mengalami penurunan
yaitu pada sektor Tanaman Pangan dari 102,07 menjadi 100,86. Peningkatan nilai tukar yang terjadi di
hampir semua sektor mengindikasikan bahwa memang harga yang diterima oleh petani lebih tinggi
dibandingkan dengan harga yang dibayar.
66
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Tabel 6.3. NTP Setiap Sub Sektor
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
6.3. Tingkat Kemiskinan
Angka kemiskinan di Sulawesi Barat mengalami penurunan. Tingkat kemiskinan di Sulawesi Barat
adalah 11,02% pada Maret 2019 menurun dibandingkan September 2019 yaitu sebesar 11,22%. Jika
dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2018, tingkat kemiskinan mengalami penurunan
yang dari sebelumnya dengan nilai 11,25%. Perbaikan tingkat kemiskinan ini diindikasikan oleh
perbaikan tingkat pengangguran yang ada di Prov. Sulawesi Barat. Penurunan tingkat kemiskinan yang
terjadi tampaknya belum mampu mencerminkan perkembangan ekonomi di Triwulan 1 2019. Akan
tetapi, jika secara konsisten dapat menjaga ketersediaan lapangan kerja dan sejalan dengan
peningkatan jumlah angkatan kerja, sehingga diharapkan akan semakin mendorong pertumbuhan
ekonomi.
Penurunan tingkat kemiskinan di Sulawesi Barat terjadi baik di daerah pendesaan ataupun di
daerah kota. Tingkat kemiskinan daerah pendesaan menurun menjadi 11,45% yang sebelumnya
11,66%, serta tingkat kemiskinan daerah perkotaan menurun dari 9,63% yang sebelumnya 9,80%.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2018, tingkat kemiskinan daerah perkotaan
tidak mengalami perubahan yang sangat signifikan. Sehingga penurunan tingkat kemiskinan di Sulawesi
Barat banyak dipengaruhi oleh penurunan tingkat kemiskinan di daerah pendesaan. Secara Absolut di
periode yang sama jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami kenaikan hingga 31,28
ribu jiwa, sedangkan jumlah penduduk miskin di daerah desa mengalami penurunan hingga 120,12
ribu jiwa. Kondisi tersebut sejalan dengan penurunan jumlah pengangguran yang ada di Sulawesi Barat,
dengan demikian peningkatan kesejahteraan penduduk dapat terealisasi.
I II III IV I II III IV I II
NILAI TUKAR PETANI (NTP) 106,07 105,43 106,23 110,13 109,06 112,12 111,59 110,90 109,77 112,04
Indeks Harga diterima 125,03 129,38 131,37 134,55 136,14 141,00 140,93 139,62 139,01 143,03
Indeks Harga dibayar 117,88 122,72 123,90 122,18 124,84 125,76 126,30 125,90 126,63 127,66
Tanaman Pangan (NTPP) 105,78 99,25 99,07 100,89 100,50 98,63 99,49 101,99 102,07 100,86
Indeks Harga diterima 124,96 122,25 123,18 123,73 125,95 124,61 126,11 128,89 129,77 129,29
Indeks Harga dibayar 118,14 119,84 122,17 122,63 125,33 126,34 126,76 126,37 127,13 128,19
Hortikultura (NTPH) 103,19 106,02 104,12 106,67 109,70 114,07 113,10 116,16 116,67 117,86
Indeks Harga diterima 121,13 130,08 129,00 130,45 138,57 143,77 143,07 146,03 147,82 150,53
Indeks Harga dibayar 117,39 122,70 123,90 122,29 125,09 126,04 126,49 125,94 126,70 127,71
Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) 110,72 110,44 112,59 120,80 116,84 125,16 122,44 117,72 113,90 120,31
Indeks Harga diterima 132,00 137,29 141,40 149,17 147,66 159,26 156,37 149,68 145,56 155,22
Indeks Harga dibayar 119,23 124,32 125,59 123,48 126,37 127,24 127,71 127,15 127,79 128,99
Peternakan (NTPT) 102,33 103,64 104,59 106,35 105,27 104,92 106,22 105,57 105,64 106,20
Indeks Harga diterima 118,56 124,16 126,38 127,03 128,02 128,62 131,11 130,28 131,29 132,75
Indeks Harga dibayar 115,85 119,79 120,84 119,45 121,60 122,59 123,43 123,40 124,29 124,99
Perikanan (NTNP) 100,58 104,09 104,81 106,28 107,51 106,10 108,52 107,96 109,37 109,46
Indeks Harga diterima 118,51 127,26 129,44 130,08 134,36 133,15 136,83 135,56 138,01 139,27
Indeks Harga dibayar 117,82 122,25 123,50 122,40 124,97 125,49 126,09 125,56 126,18 127,22
NTN (nelayan) 102,68 109,25 110,54 112,49 115,01 112,53 116,40 115,14 148,24 149,16
Indeks Harga diterima 121,86 133,99 136,91 138,11 144,05 141,58 147,12 144,95 148,24 149,16
Indeks Harga dibayar 118,68 122,63 123,86 122,77 125,25 125,25 122,77 125,25 125,81 127,67
NTPI (pembudidaya ikan) 96,86 95,08 94,79 95,40 94,40 94,40 95,40 94,40 94,86 96,57
Indeks Harga diterima 112,69 115,59 116,48 116,15 117,53 117,53 116,15 117,53 118,52 122,10
Indeks Harga dibayar 116,34 121,95 122,88 121,76 124,50 124,50 121,76 124,50 124,95 126,44
20192018
URAIAN
2017
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 67
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Grafik 6.4. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pertumbuhan garis kemiskinan (GK) mengalami peningkatan. Garis kemiskinan Sulawesi Barat pada
Maret 2019 berada pada level Rp. 328,144/kapita/bulan atau tumbuh mencapai 2,83% (yoy). Garis
kemiskinan mengalami peningkatan dibanding periode sebelumnya, baik pada garis kemiskinan
makanan (GKM) maupun garis kemiskinan non makanan (GKNM). Garis kemiskinan makanan berada
pada level Rp. 254,528/kapita/bulan atau tumbuh 1,89% (yoy), sedangkan garis kemiskinan non
makanan berada pada level Rp. 73,626/kapita/bulan atau tumbuh 6,19% (yoy).
Tabel 6.4. Kemiskinan dan Garis Kemiskinan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
MakananBukan
MakananTotal Makanan
Bukan
MakananTotal
Jumlah
(ribu jiwa)
Pertumbuhan
(% yoy)
Tingkat
Kemiskinan
(%)
KOTA
Sep 2015 212.226 56.854 269.080 8,12 14,47 9,40 22,51 -24,64 8,69
Mar 2016 215.503 57.721 273.224 5,39 9,88 6,31 22,85 -16,58 8,59
Sep 2016 220.419 59.698 280.117 3,86 5,00 4,10 25,07 11,37 8,43
Mar 2017 233.412 61.766 295.178 8,31 7,01 8,04 23,50 2,84 8,53
Sep 2017 255.318 63.058 318.376 15,83 5,63 13,66 30,02 19,74 9,50
Mar 2018 255.642 65.681 321.324 9,52 6,34 8,86 30,76 30,89 9,64
Sep 2018 259.387 67.039 326.426 1,59 6,31 2,53 31,45 4,76 9,80
Mar 2019 261.198 67.608 328.806 2,17 2,93 2,33 31,28 1,69 9,63
DESA
Sep 2015 221.332 58.262 279.594 12,20 18,72 13,50 130,70 4,71 12,70
Mar 2016 230.339 60.001 290.340 9,75 12,71 10,35 129,88 -2,41 12,56
Sep 2016 233.676 62.063 295.739 5,58 6,52 5,77 121,83 -6,79 12,00
Mar 2017 240.904 63.946 304.849 4,59 6,57 5,00 126,26 -2,79 12,03
Sep 2017 247.744 67.392 315.137 6,02 8,59 6,56 119,45 -1,95 11,70
Mar 2018 248.042 70.469 318.512 2,96 10,20 4,48 121,02 -4,15 11,75
Sep 2018 249.420 74.140 323.561 0,68 10,01 2,67 121,38 1,62 11,66
Mar 2019 252.528 75.486 328.014 1,81 7,12 2,98 120,12 -0,74 11,45
TOTAL
Sep 2015 219.500 57.979 277.479 11,25 17,81 12,56 153,21 -0,96 11,90
Mar 2016 227.208 59.632 286.840 8,82 12,31 9,53 152,73 -4,83 11,74
Sep 2016 230.960 61.558 292.519 5,22 6,17 5,42 146,90 -4,12 11,19
Mar 2017 239.359 63.493 302.852 5,35 6,47 5,58 149,76 -1,94 11,30
Sep 2017 249.544 66.374 315.918 8,05 7,82 8,00 149,47 1,75 11,18
Mar 2018 249.788 69.333 319.121 4,36 9,20 5,37 151,78 1,35 11,25
Sep 2018 251.464 72.579 324.042 0,77 9,35 2,57 152,83 2,25 11,22
Mar 2019 254.518 73.626 328.144 1,89 6,19 2,83 151,40 -0,25 11,02
Pertumbuhan (% yoy) Penduduk MiskinGaris Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Daerah
68
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 69
BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN
7. Prospek Perekonomian
BAB 07 Prospek Perekonomian
70
BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat diperkirakan menguat pada triwulan IV 2019. Tingkat
pertumbuhan akan berkisar 7,0% 7,4% (yoy). Produksi LU pertanian akan menguat seiring pergeseran
panen tanaman pangan yang seharusnya jatuh pada awal triwulan III 2019. Namun, produksi
perkebunan kelapa sawit akan mengalami perlambatan setelah mengalami masa puncak pada triwulan
III 2019. Keterbatasan pasokan bahan baku ini berdampak pada perlambatan kinerja LU industri
pengolahan melambat pada periode akhir tahun. Proyek pembangunan infrastruktur yang berasal dari
Pemerintah akan dipercepat yang berdampak pada akselerasi LU konstruksi. Dari sisi pengeluaran,
demand masyarakat diperkirakan meningkat dalam rangka persiapan hari natal dan liburan tahun baru
meski tidak setinggi triwulan II 2019. Realisasi belanja Pemerintah yang masih rendah akan dipercepat
dalam rangka mengejar target pembangunan daerah. Meskipun demikian, daya tarik investasi yang
masih menjadi tantangan turut mempengaruhi perlambatan komponen investasi pada triwulan IV 2019.
Untuk ekspor luar negeri, aktivitas perdagangan CPO diperkirakan menguat sejalan dengan indikator
terkini yang menyatakan adanya sentimen peningkatan demand.
Grafik 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
(Periode Triwulanan)
Grafik 7.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
(Periode Tahunan)
Sumber:
Badan Pusat Statistik, diolah
Proyeksi Bank Indonesia
Sumber:
Badan Pusat Statistik, diolah
Proyeksi Bank Indonesia
Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat tahun 2019 tidak akan berbeda dengan
tahun 2018. Tingkat perumbuhan diperkirakan berkisar 6,0% - 6,4% (yoy). Lapangan usaha pertanian
masih menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat. Namun, sejumlah tantangan yang berasal
dari internal maupun eksternal dapat menghambat realisasi pertumbuhan. Pengaruh perang dagang
antara Tiongkok dan Amerika Serikat menyebabkan penurunan harga komoditas khususnya CPO. Hal
ini menyebabkan sejumlah korporasi untuk menunda investasi. Dari sisi internal, peran Pemerintah yang
masih vital perlu ditindaklanjuti melalui perbaikan pola belanja dalam mendorong roda perekonomian.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
PDRB Realisasi Proyeksi 4 per. Mov. Avg. (PDRB Realisasi)% yoy
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
% yoy
10,73%
9,25%
6,93%
8,86%
7,31%
6,01%
6,0 - 6,4%6,62%
6,23%
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 71
BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN
7.1.1 Prospek Sisi Permintaan
Konsumsi RT diperkirakan menguat pada triwulan IV 2019. Masyarakat akan menggunakan
sebagian penghasilannya untuk mempersiapkan liburan akhir tahun dan hari keagamaan. Namun,
tingkat permintaan diperkirakan tidak akan setinggi triwulan II 2019. Hal ini dipengaruhi kecenderungan
masyarakat masih berhati-hati dalam berbelanja dalam mengantisipasi penurunan harga komoditas.
Aktivitas ekspor yang meningkat menyebabkan surplus neraca perdagangan pada triwulan IV
2019. Pemenuhan demand rumah tangga yang dipasok dari luar Sulawesi Barat masih dapat diantisipasi
melalui perdagangan komoditas. Tingkat permintaan negara importir diperkirakan menguat dalam
rangka penggunaan sehari-hari.
Percepatan belanja Pemerintah akan memasuki titik puncak pada triwulan IV 2019. Rendahnya
realisasi belanja terutama komponen belanja modal dan Dana Alokasi Khusus akan dipercepat dalam
rangka mengejar target pembangunan. Sejumlah program kerja yang memiliki nilai tambah akan
memiliki multiplier effect bagi roda perekonomian Sulawesi Barat.
Investasi diperkirakan belum mencapai titik optimum pada triwulan IV 2019. Pengaruh
perekonomian global yang mengurangi iklim usaha khususnya industri yang memiliki basis komoditas.
Korporasi memilih menunda ekspansi usaha karena penurunan harga komoditas yang tercatat hingga
dibawah $500/MT. Keterbatasan investasi swasta akan dikompensasi Pemerintah Daerah. Sumber dana
pembangunan akan berasal dari dana perimbangan sebagai stimulus ekonomi Sulawesi Barat.
Ekonomi Sulawesi Barat tahun 2019 masih ditopang konsumsi RT. Masyarakat masih memiliki
pengaruh yang kuat sebagai sumber pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat. Namun, penurunan harga
komoditas khususnya CPO memiliki dampak pada penurunan penghasilan bagi sebagian masyarakat.
Masyarkat akan cenderung untuk berhati-hati dalam rangka mengantisipasi risiko ke depan. Dari sisi
Pemerintah, pola belanja yang belum berubah dibandingkan tahun 2018 tergambar pada rendahnya
realisasi hingga triwulan II 2019. Padahal, di tengah iklim usaha dan ekonomi yang kurang kondusif,
percepatan pembangunan proyek Pemerintah yang memiliki nilai tambah dapat mengurangi dampak
perlambatan ekonomi. Dari sisi global, tensi perang dagang global antara Tiongkok dan Amerika Serikat
menyebabkan perlambatan ekonomi. Menurut World Economic Outlook (WEO) April 2019, ekonomi
Tiongkok diperkirakan melambat hingga 2024 dengan realisasi 5,5% (yoy). Bahkan, International
Monetary Fund (IMF) telah melakukan koreksi proyeksi melalui publikasi WEO Juli 2019 dimana tingkat
pertumbuhan ekonomi Tiongkok hanya mencapai 6% (yoy) pada tahun 2019. Hal ini sejalan dengan
indikasi nilai Composite Leading Indicator (CLI) yang masih memasuki fase pelemahan (CLI < 50). Di sisi
lain, ekonomi India akan mengalami akselerasi pertumbuhan hingga mencapai 7,4% (yoy) pada 2024.
Kondusifnya ekonomi India juga tergambar melalui nilai CLI yang menunjukkan fase ekspansi (CLI > 50)
(Grafik 7.4).
72
BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Grafik 7.3. Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok dan
India
Grafik 7.4. CLI dan Pertumbuhan Impor
Sumber: CEIC dan WEO, diolah Sumber: CEIC dan OECD, diolah
7.1.2 Prospek Sisi Penawaran
Gambar 4. Prakiraan Curah Hujan Gambar 5. Prakiraan Sifat Hujan
Prakiraan Oktober 2019 Prakiraan November
2019
Prakiraan Oktober 2019 Prakiraan November
2019
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
Lapangan usaha pertanian diperkirakan meningkat pada triwulan IV 2019. Pergeseran panen
tanaman pangan diperkirakan terjadi pada awal triwulan IV 2019. Namun, hasil produksi tidak akan
setinggi periode triwulan I 2019. Tanaman perkebunan khususnya kelapa sawit akan mengalami
perlambatan setelah mengalami masa puncak pada triwulan III 2019. Aktivitas perikanan akan
memasuki masa puncak seiring kemudahan penangkapan pada periode tersebut.
Akselerasi LU perdagangan diperkirakan terjadi pada triwulan IV 2019. Volume perdagangan akan
menguat seiring peningkatan hasil produksi komoditas baik pertanian, perkebunan, maupun perikanan.
Sejalan dengan hal tersebut, perdagangan besar dan eceran juga ikut menguat karena tendensi
masyarakat untuk berbelanja lebih banyak dalam rangka persiapan libur sekolah dan hari keagamaan.
Percepatan belanja Pemerintah akan meningkatkan pertumbuhan LU Administrasi Pemerintahan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan mencapai titik optimum sesuai dengan target pagunya. Rendahnya
realisasi belanja operasi akan dipercepat melalui langkah strategis dan peraturan yang mendukung.
Dana perimbangan juga telah dicairkan sebagai modal pembangunan Sulawesi Barat.
6,46,36,1
5,5
6,6
7,37,5
7,7
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
10,0
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV
20
19
20
20
20
24
2013 2014 2015 2016 2017 2018 Tahun
Tiongkok India Pry. Tiongkok Pry. India
% yoy
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
97,0
97,5
98,0
98,5
99,0
99,5
100,0
100,5
101,0
101,5
Jan-16
Mar-16
May-1
6
Ju
l-1
6
Sep
-1
6
Nov-16
Jan
-1
7
Mar-17
May-17
Ju
l-1
7
Sep
-1
7
Nov-17
Jan
-1
8
Mar-18
May-18
Jul-18
Sep
-1
8
Nov-18
Jan-19
Mar-19
May-1
9
CLI Tiongkok CLI India
Impor Tiongkok - skala kanan Impor India - skala kananindeks % yoy
0 - 20
20 - 50
50 - 100
100 - 150
150 - 200
200 - 300
300 - 400
400 - 500
> 500 SANGAT TINGGI
RENDAH
MENENGAH
TINGGI
CURAH HUJAN (mm):
0 - 30%
31 - 50%
51 - 84%
85 - 115% NORMAL
116 - 150%
151 - 200%
> 200%
SIFAT HUJAN:
BAWAH NORMAL
ATAS NORMAL
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 73
BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN
Aktivitas industri pengolahan masih tumbuh pada triwulan IV 2019. Penurunan harga komoditas
menyebabkan korporasi berupaya melakukan optimalisasi kapasitas industri. Selain itu, pemanfaatan
investasi yang telah dilakukan akan ditempuh dalam rangka mendorong produksi. Berdasarkan data
terkini, indikasinya sejalan dengan realisasi pertumbuhan kredit yang tumbuh tinggi hingga 49,17%
(yoy) pada Juli 2019.
Lapangan usaha pertanian dan perdagangan menjadi sumber pertumbuhan perekonomian
Sulawesi Barat. Potensi sumber daya alam yang berasal dari komoditas unggulan masih menjadi motor
perekonomian Sulawesi Barat. Namun, rendahnya nilai tambah dan isu produktivitas masih menjadi
tantangan dalam rangka akselerasi pertumbuhan. Tantangan lain yang dihadapi adalah proyeksi
komoditas CPO dan kakao yang belum menguat secara signifikan. Perbaikan pola tanam dan
pengolahan produk diharapkan dapat menambah daya saing produk untuk mengurangi faktor
eksternal.
Grafik 7.5. Harga CPO Dunia dan Proyeksinya Grafik 7.6. Harga Kakao Dunia dan Proyeksinya
Sumber: World Bank dan CMO, diolah Sumber: World Bank dan CMO, diolah
7.2. Prospek Inflasi
Tekanan inflasi triwulan IV 2019 diperkirakan meningkat. Sumber tekanan inflasi diperkirakan
berasal dari kelompok bahan makanan, makanan jadi, sandang, dan transportasi. Isu keterbatasan
pasokan khususnya ikan segar dan beras akan menjadi sumber tekanan inflasi triwulan IV 2019. Aktivitas
nelayan juga akan berhenti sementara karena perayaan Maulid Nabi yang jatuh pada triwulan IV 2019.
Tingkat permintaan transportasi diperkirakan juga mengalami kenaikan seiring kebutuhan liburan akhir
tahun. Penyedia jasa akan memanfaatkan momentum ini untuk melakukan peningkatan tarif. Namun,
tekanan inflasi Sulawesi Barat diperkirakan masih cukup terkendali dalam rentang 1,8% - 2,2% (yoy).
Inflasi Sulawesi Barat diperkirakan berada di bawah rentang target 3,5%±1%. Fluktuasi harga ikan
masih menjadi sumber tekanan inflasi Sulawesi Barat. Hal ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor produksi
baik teknis maupun non teknis yang berdampak pada keterbatasan pasokan. Penyesuaian tarif
angkutan udara pada awal tahun juga memberikan tekanan meski tidak signifikan. Tingkat konsumsi
masyarakat yang tidak mengalami kenaikan secara signifikan berdampak pada stabilnya inflasi.
Masyarakat cenderung bersikap hati-hati dalam mengantisipasi tren harga CPO yang belum membaik.
-40.0
-30.0
-20.0
-10.0
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2030
Harga CPO Proyeksi Harga
Pert. Harga CPO - skala kanan Proyeksi Pert. - skala kanan
$/mt % yoy
-40.0
-30.0
-20.0
-10.0
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2030
Harga Kakao Proyeksi Harga
Pert. Harga Kakao - skala kanan Proyeksi Pert. - skala kanan
$/kg % yoy
74
BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Grafik 7.7. Harga Minyak Dunia (Rata-rata) dan
Proyeksinya
Grafik 7.8. Prospek Inflasi
Sumber: World Bank dan CMO, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Proyeksi Bank Indonesia
7.2.1. Risiko Ke Depannya
Pengendalian inflasi yang rendah dan stabil perlu memperhatikan potensi risiko yang dapat
meningkatkan tekanan harga lebih tinggi, antara lain :
1. Pasokan komoditas pangan yang strategis seperti beras, ikan segar, bumbu-bumbuan, ayam,
dan telur.
2. Kondisi cuaca yang mempengaruhi produksi komoditas pertanian dan perikanan.
3. Jalur distribusi yang terganggu untuk mengangkut pasokan pangan.
4. Ekspektasi masyarakat dalam berbelanja
5. Kenaikan harga minyak dunia di pasar global.
6. Kebijakan tarif transportasi yang ditetapkan oleh penyedia jasa.
7. Kebijakan penyesuaian tarif cukai rokok, listrik, dan BBM yang ditetapkan oleh Pemerintah
7.3. Rekomendasi
Melihat perkembangan ekonomi dan inflasi terkini serta prospek ke depannya, sejumlah langkah
strategis untuk mengoptimalkan potensi yang ada, antara lain:
1. Mengembangkan program kerja yang menyasar produktivitas sektor pertanian melalui
pendampingan intensif terhadap petani, perbaikan lahan, standarisasi pola tanam, dan
peningkatan infrastruktur pendukung.
2. Diversifikasi produk ekspor agar tidak bergantung kepada olahan kelapa sawit. Beberapa
komoditas potensi ekspor yang belum dioptimalkan seperti kakao, kopi, nanas, dan jagung.
3. Mengantisipasi adanya potensi El Nino dengan menyediakan inrastruktur pengairan yang dapat
berjalan sepanjang waktu agar produksi sektor pertanian tidak mengalami degradasi.
4. Menjaga ekspektasi harga di tingkat pedagang dan konsumen melalui komunikasi secara
berkala dan intensif pada periode tertentu.
5. Meningkatkan peran sektor pariwisata dalam perekonomian melalui event berskala nasional dan
internasional dengan promosi yang masif.
-60.0
-50.0
-40.0
-30.0
-20.0
-10.0
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
0
20
40
60
80
100
120
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
20
15
20
16
20
17
20
18
20
19
20
20
20
21
20
22
20
23
20
24
20
25
20
30
Harga Minyak Proyeksi Harga
Pert. Harga Minyak - skala kanan Proyeksi Pert. - skala kanan
$/bbl % yoy
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
4,91%
3,28%
5,91%
7,89%
5,07%
% yoy
Inflasi tahunan
Inflasi triwulanan
Proyeksi
Puasa dan Lebaran
2,23%
3,79%
1,80%
2019:
1,8 - 2,2%
LAPORAN PEREKONOM IAN PR OVINSI SULAWE SI BAR AT - AGU STU S 201 9 75
LAMPIRAN
Istilah Keterangan
Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham
preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit Batas kredit
Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan
Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan
Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan
kesepakatan antara bank dengan nasabah
Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat
dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan
Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau
kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak
melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
E-money Uang elektronik
Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek
atau surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate
governance
Tata kelola yang baik
Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat
ditimbulkan
Idle money Uang yang tidak terpakai
Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
76 LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2019
Istilah Keterangan
Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur
organisasi
Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealerUtama
Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara
keseluruhan
Margin Selisih
Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak
membahayakan kelangsungan usahanya
Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu bulan tertentu
terhadap satu bulan sebelumnya
Push factor Faktor pendorong
Prompt indicator Indikator yang menunjukkan arah variabel acuan pada waktu bersamaan
Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate
demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam
jangka pendek
Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya
ditawarkan oleh bank-bank ritel
Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu
(hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titilk waktu tertentu
(hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31
Desember)