Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

27
LAPORAN PENDAHULUAN CIDERA KEPALA A. PENGERTIAN Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robeknya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemoragik, serta edema serebral disekitar jaringan otak. ( batticaca, 2008 ). Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008). Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. B. ETIOLOGI Cedera kepala disebabkan oleh : 1. Kecelakaan lalu lintas 2. Jatuh 3. Trauma benda tumpul 4. Kecelakaan kerja 5. Kecelakaan rumah tangga 6. Kecelakaan olahraga 7. Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007) C. MANIFESTASIK KLINIK Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak 1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005) a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah

description

lp askep cidera kepala

Transcript of Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

Page 1: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

LAPORAN PENDAHULUAN CIDERA KEPALA

A. PENGERTIANTrauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah

gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robeknya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemoragik, serta edema serebral disekitar jaringan otak. ( batticaca, 2008 ).

Cedera kepala adalah suatu gangguan  traumatik  dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008).

Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan  kemampuan kognitif dan fungsi fisik. 

B. ETIOLOGICedera kepala disebabkan oleh :1. Kecelakaan lalu lintas 2. Jatuh 3. Trauma benda tumpul 4. Kecelakaan kerja 5. Kecelakaan rumah tangga 6. Kecelakaan olahraga 7. Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)

C. MANIFESTASIK KLINIK

Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi

cedera otak

1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)

a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah

cedera.

b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.

c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah

laku.

Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu

atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.

2. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)

a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan

atau hahkan koma.

Page 2: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit

neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran,

disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan

pergerakan.

3. Cedera kepala berat, Diane C (2002)

a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah

b. terjadinya penurunan kesehatan.

c. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera

d. terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.

e. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.

f. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area

g. tersebut.

D. PATOFISIOLOGI

Menurut Tarwoto (2007 : 127) adanya cedera kepala dapat

mengakibatkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada paremkim otak,

kerusakan pembuluh darah,perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak

seperti penurunan adenosis tripospat,perubahan permeabilitas faskuler.

Patofisiologi cedera kepala dapat di golongkan menjadi 2 yaitu cedera kepala

primer dan cedera kepala sekunder.  Cedera kepala primer merupakan suatu

proses biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentur

dan memberi dampak cedera jaringan otak. Cedera kepala primer adalah

kerusakan yang terjadi pada masa akut, yaitu terjadi segera saat benturan

terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat ( fokal ) local, maupun difus.

Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian tertentu

saja dari kepala, sedangkan bagian relative tidak terganggu. Kerusakan difus

yaitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari otak dan

umumnya bersifat makroskopis.

Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya

akibat hipoksemia, iskemia dan perdarahan.Perdarahan cerebral menimbulkan

hematoma, misalnya Epidoral Hematom yaitu adanya darah di ruang Epidural

diantara periosteum tengkorak dengan durameter,subdural hematoma akibat

berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan sub arakhnoit dan

intra cerebal hematom adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral.

Page 3: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

Kerusakan pertukaran

gas

Penurunan kesadaran

Hipoksia jaringan

Kerusakan hemisfermotorik

Merangsang inferior hipofise

Pernafasan dangkal

Kekacauan pola

bahasa

Gangguan komunikasi

verbal

Gangguanpersepsisinsorik

Mengeluarkan steroid &adrenal

Penurunan kekuatan dantahanan otot

Perubahan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

Pola nafas tidak efektif

Gangguan mobilisasi

fisik

Benturan kepala

Trauma akibat deselerasi/ akselerasiTrauma pada jaringan lunak Robekan dan distorsi

Jaringan sekitar tertekanRusaknya jaringan kepala

Luka terbuka Gangguan nyaman nyeri

Trauma kepala

Merangsanghipotalamus

Perubahan perfusi jaringan serebral

hematoma

Cedera jaringan

Resiko tinggi terhadapinfeksi

Gangguanga keseimbangan

cairan & elektrolit

Hipotalamus terviksasi (pddiensefalon)

Retensi Na+H2o

Produksi ADH &aldosteron

E. PATHWAY

Page 4: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

F. KLASIFIKASICedera kepala dapat diklasifikasikan dalam  berbagai aspek yang

secara deskripsi dapat dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan beratnya cedera kepala. (IKABI, 2004).1. Berdasarkan    mekanismenya    cedera  kepala dikelompokkan menjadi

dua yaitua. Cedera kepala tumpul.

Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi 7 dan decelerasi yang menyebabkan  otak bergerak didalam    rongga kranial dan melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak.  

b. Cedera tembusCedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan. (IKABI, 2004)

2. Berdasarkan morfologi cedera kepalaCedera kepala menurut  (Tandian, 2011). Dapat terjadi diarea tulang tengkorak yang meliputia. Laserasi kulit kepala

Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit kepala/scalp  terdiri dari lima  lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin, connective tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan pada  lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak.

b. Fraktur tulang kepalaFraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi :1) Fraktur linier

Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala  bending  dan tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial.

2) Fraktur diastasisFraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura

Page 5: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

tulang 8 kepala. Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura belum menyatu dengan  erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya hematum epidural.

3) Fraktur kominutifFraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih dari satu fragmen dalam satu area fraktur. 

4) Fraktur impresiFraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga besar yang langsung mengenai tulang kepala  dan  pada area yang kecal. Fraktur impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau laserasi pada duremater dan jaringan otak,  fraktur impresi dianggap bermakna terjadi,  jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk dibawah tabula interna segmen tulang yang sehat. 

5) Fraktur basis kraniiFraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang tengkorak,  fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii berdasarkan    letak anatomi di bagi menjadi fraktur fossa  anterior, fraktur fossa  media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi  ada perbedaan struktur di daerah basis kranii dan tulang kalfaria. Durameter daerah basis krani lebih tipis dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih erat pada tulang dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis).Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan  raccon eyes sign  (fraktur  basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batle’s sign  (fraktur basis kranii fossa media). Kondisi ini juga 9 dapat menyebabkan lesi saraf kranial yang paling sering terjadi adalah gangguan saraf penciuman (N,olfactorius). Saraf wajah (N.facialis) dan  saraf pendengaran (N.vestibulokokhlearis). Penanganan dari fraktur basis kranii meliputi pencegahan peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak misalnya dengan mencegah batuk, mengejan, dan makanan yang tidak menyebabkan  sembelit. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan telinga, jika perlu dilakukan tampon steril (konsultasi ahli THT) pada tanda bloody/ otorrhea/otoliquorrhea. Pada penderita dengan tanda-tanda bloody/otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring ke posisi yang sehat. 

c. Cedera kepala di area intracranial

Page 6: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

Menurut  (Tobing, 2011)  yang diklasifikasikan menjadi cedera otak fokal  dan cedera otak difus Cedera otak fokal yang meliputi :1) Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH) Epidural

hematom (EDH) adalah adanya darah di ruang epidural yitu ruang potensial antara tabula interna tulangtengkorak dan durameter. Epidural hematom dapat menimbulkan penurunan kesadaran adanya interval  lusid selama beberapa  jam dan kemudian terjadi defisit neorologis berupa hemiparesis kontralateral dan gelatasi pupil itsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah, kejang dan hemiparesis.

2) Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akutPerdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang subdural yang terjadi akut (6-3 hari). Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil dipermukaan korteks cerebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh hemisfir otak. Biasanya kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan 10 prognosisnya jauh lebih buruk dibanding pada perdarahan epidural.

3) Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik Subdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah diruang subdural lebih dari 3 minggu setelah trauma.  Subdural hematom kronik diawali dari SDH akut dengan jumlah darah yang sedikit. Darah di ruang subdural akan memicu terjadinya inflamasi sehingga akan terbentuk bekuan darah atau clot yang bersifat tamponade. Dalam beberapa hari akan terjadi infasi fibroblast ke dalam clot dan membentuk noumembran pada lapisan dalam (korteks) dan lapisan luar (durameter). Pembentukan neomembran tersebut akan di ikuti dengan pembentukan kapiler baru dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi proses degradasi atau likoefaksi bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan hipertonis yang dilapisi membran semi permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka akan menarik likuor diluar membran masuk kedalam membran sehingga cairan subdural bertambah banyak. Gejala klinis yang dapat ditimbulkan oleh SDH kronis antara lain sakit kepala, bingung, kesulitan berbahasa dan gejala yang menyerupai TIA  (transient ischemic attack).disamping itu dapat terjadi defisit neorologi yang berfariasi seperti kelemahan otorik dan kejang.

4) Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan konfluen yang terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral hematom bukan disebabkan oleh benturan antara parenkim otak dengan tulang tengkorak,  tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang terletak lebih dalam, yaitu di parenkim otak

Page 7: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

atau pembuluh darah kortikal dan subkortikal. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh ICH antara lain  adanya 11 penurunan kesadaran. Derajat penurunan kesadarannya dipengaruhi oleh mekanisme dan energi dari trauma yang dialami.

5) Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH)Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma dapat memasuki ruang subarahnoit dan disebut sebagai perdarahan subarahnoit (PSA). Luasnya PSA menggambarkan luasnya kerusakan pembuluh darah, juga menggambarkan burukna prognosa. PSA yang luas akan memicu terjadinya vasospasme pembuluh darah dan menyebabkan iskemia akut luas dengan manifestasi edema cerebri.

3. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan beratnyaCedera kepala berdasarkan beratnya cedera,  menurut (Mansjoer, 2000)  dapat diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS dan dikelompokkan menjadi:a. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 – 15

1) Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.2) Tidak ada kehilangan kesadaran3) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang4) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing5) Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala

b. Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 – 13Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi respon yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan1) Amnesia paska trauma2) Muntah3) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,

hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)4) Kejang

c. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.1) Penurunan kesadaran sacara progresif2) Tanda neorologis fokal3) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium

(mansjoer, 2000)

G. KOMPLIKASIRosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari cedera kepala adalah :1. Edema pulmonal

Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan

Page 8: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan darah sistematik meningkat untuk memcoba mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala. Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.

2. Peningkatan TIKTekana intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral. Yang merupakan komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal jantung serta kematian.

3. Kejang Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut. Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap. Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan obat yang paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena. Hati-hati terhadap efek pada system pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.

4. Kebocoran cairan serebrospinalis Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah hidung atau telinga. Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga.

5. InfeksiFraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran (meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke system saraf yang lain.

Page 9: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK1. Spinal X ray

Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi (perdarahan atau ruptur atau fraktur).

2. CT ScanMemeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.

3. MyelogramDilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal aracknoid jika dicurigai.

4. MRI (magnetic imaging resonance)Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak.

5. Thorax X rayUntuk mengidentifikasi keadaan pulmo.

6. Pemeriksaan fungsi pernafasanMengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).

7. Analisa Gas DarahMenunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan

I. PENATALAKSANAAN 1. Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat

luka mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.

2. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan; lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang collar cervikal, pasang guedel/mayo bila dapat ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.

3. Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jikatidak beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada berat seperti pneumotoraks tensif, hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi

4. O2 minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan terancan/memperoleh O2 yang adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%)atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi.

5. Menilai sirkulasi : otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intraabdomen/dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan

Page 10: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

darah pasang EKG. Pasang jalur intravena yg besar.Berikan larutan koloidsedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.

6. Obati kejang : Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harusdiobati mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dandpt diulangi 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin15mg/kgBB.

7. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB6. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukan fototulang belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral dan odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-C7normal7.Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat :- Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairanisotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada cairanhipotonis dan larutan ini tdk menambah edema cerebri- Lakukan pemeriksaan : Ht, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah. Lakukan CT scan. Pasien dgn CKR, CKS, CKB harusn dievaluasi adanya :1.Hematoma epidural2.Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel3.Kontusio dan perdarahan jaringan otak 4.Edema cerebri5.Pergeseran garis tengah6.Fraktur kranium8.Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda herniasilakukan : Elevasi kepala 30, Hiperventilasi, Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semulasetiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I- Pasang kateter foley-Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural besar,hematom sub dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1 diplo).

J. ASUHAN KEPERAWATAN1. Pengkajian

a. Riwayat kesehatanWaktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.

b. Pemeriksaan Fisik1) Breathing

Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.

2) BloodEfek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan

Page 11: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia)

3) BrainGangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :a) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,

konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).

b) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.

c) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.

d) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.e) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada

nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.f) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah

jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

4) BladderPada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.

5) BowelTerjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.

6) BonePasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

Page 12: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

2. Diagnosa Keperawatana. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema

serebral dan peningkatan tekanan intrakranial b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial,

neurovaskuler, kerusakan medula oblongata neuromaskuler c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

pengeluaran urine dan elektrolit meningkat d. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

melemahnya otot yang digunakan untuk mengunyah dan menelane. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan cedera psikis, alat traksif. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan persepsi

sensori dan kognitif, penurunan kekuatan dan kelemahan g. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan

kesadaran, peningkatan tekanan intra h. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera otak dan

penurunan keseadaran i. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kerusakan

kulit kepala

3. Intervensi dan Rasionala. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema

serebral dan peningkatan tekanan intracranialTujuan: Setelah dilalukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan perfusi jaringan serebral kembali normalKiteria Hasil:1) Kien melaporkan tidak ada pusing atau sakit kepala2) Tidak terjadi peningkatan tekanan intracranial3) Peningkatan kesadaran, GCS ≥ 134) Fungsi sensori dan motorik membaik, tidak mual, tidak ada mutah

Page 13: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial, neurovaskuler, kerusakan medula oblongata, hiperventilasi.Tujuan : Setelah dilakuan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pola nafas efektif denganKriteria hasil:1) Klien tidak mengatakan sesak nafas2) Retraksi dinding dada tidak ada, dengan tidak ada otot-otot3) dinding dada.4) Pola nafas reguler, RR. 16-24 x/menit, ventilasi adekuat5) bebas sianosis dengan GDA dalam batas normal pasien,6) kepatenan jalan nafas dapat dipertahankan.

Intervensi Rasional1) Kaji kecepatan, kedalaman,

frekuensi, irama nafas, adanya 1) Hipoventilasi biasanya terjadi atau

menyebabkan akumulasi/atelektasi

Intervensi Rasional1) Kaji tingkat kesadaran.2) Pantau status neurologis secara

teratur, catat adanya nyeri kepala, pusing.

3) Tinggikan posisi kepala 15- 30 derajat

4) Pantau TTV, TD, suhu, nadi, input dan output, lalu catat hasilnya.

5) Kolaborasi pemberian Oksigen.6) Anjurkan orang terdekat untuk

berbicara dengan klien.

1) Mengetahui kestabilan klien.2) Mengkaji adanya kecendeungan

pada tingkat kesadaran dan resiko TIK meningkat.

3) Untuk menurunkan tekanan vena jugularis.

4) Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti dengan penurunan tekanan darah diastolik serta napas yang tidak teratur merupakan tanda peningkatan TIK.

5) Mengurangi keadaan hipoksia

6) Ungkapan keluarga yang menyenangkan klien tampak mempunyai efek relaksasi pada beberapa klien koma yang akan menurunkan TIK.

Page 14: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

sianosis. Kaji suara nafas tambahan (rongki, mengi, krekels).

2) Atur posisi klien dengan posisi semi fowler 30o. Berikan posisi semi prone lateral/ miring, jika tak ada kejang selama 4 jam pertama rubah posisi miring atau terlentang tiap 2 jam.

3) Anjurkan pasien untuk minum hangat (minimal 2000 ml/hari).

4) Kolaborasi terapi oksigen sesui indikasi.

5) Lakukan section dengan hati-hati (takanan, irama, lama) selama 10-15 detik, catat, sifat, warna dan bau secret

6) Kolaborasi dengan pemeriksaan AGD, tekanan oksimetri.

atau pneumonia (komplikasi yang sering terjadi).

2) Meningkatkan ventilasi semua bagian paru, mobilisasi serkret mengurangi resiko komplikasi, posisi tengkulup mengurangi kapasitas vital paru, dicurigai dapat menimbulkan peningkatan resiko terjadinya gagal nafas.

3) Membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret/sebagai ekspektoran.

4) Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas. Mencegah hipoksia, jika pusat pernafasan tertekan. Biasanya dengan menggunakan ventilator mekanis.

5) Penghisapan yang rutin, beresiko terjadi hipoksia, bradikardi (karena respons vagal), trauma jaringan oleh karenanya kebutuhan penghisapan didasarkan pada adanya ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret.

6) Menyatakan keadaan ventilasi atau oksigen, mengidentifikasi masalah pernafasan, contoh: hiperventilasi (PaO2 rendah/ PaCO2 mengingkat) atau adanya komplikasi paru. Menentukan kecukupan oksigen, keseimbangan asam-basa dan kebutuhan akan terapi.

c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan pengeluaran urine dan elektrolit meningkat.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam ganguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat teratasi dengan Kriteria Hasil:1) Menunjukan membran mukosa lembab2) Tanda vital normal , haluaran urine adekuat dan bebas oedema.

Page 15: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

Intervensi Rasional1) Kaji tanda klinis dehidrasi atau

kelebihan cairan

2) Catat masukan dan haluaran, hitung keseimbangan cairan, ukur berat jenis urine.

3) Berikan air tambahan sesuai indikasi

4) Kolaborasi pemeriksaan lab. kalium/fosfor serum, Ht dan albumin serum.

1) Deteksi dini dan intervensi dapat mencegah kekurangan/kelebihan fluktuasi keseimbangan cairan.

2) Kehilangan urinarius dapat menunjukan terjadinya dehidrasi dan berat jenis urine adalah indikator hidrasi dan fungsi renal.

3) Dengan formula kalori lebih tinggi, tambahan air diperlukan untuk mencegah dehidrasi.

4) Hipokalimia/fofatemia dapat terjadi karena perpindahan intraselluler selama pemberian makan awal dan menurunkan fungsi jantung bila tidak diatasi.

d. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan melemahnya otot yang digunakan untuk mengunyah dan menelanTujuan : Pasien tidak mengalami gangguan nutrisi setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam dengan Kiteria Hasil:1) Tidak mengalami tanda- tanda mal nutrisi dengan nilai lab. Dalam

rentang normal.2) Peningkatan berat badan sesuai tujuan.

Intervensi Rasional1) Kaji kemampuan pasien untuk

mengunyah dan menelan, batuk dan mengatasi sekresi.

2) Auskultasi bising usus, catat adanya penurunan/hilangnya atau suara hiperaktif.

3) Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien, seperti meninggikan kepala selama makan atatu selama pemberian makan lewat NGT.

4) Berikan makan dalam porsi kecil dan sering dengan teratur.

1) Faktor ini menentukan terhadap jenis makanan sehingga pasien harus terlindung dari aspirasi.

2) Bising usus membantu dalam menentukan respon untuk makan atau berkembangnya komplikasi seperti paralitik ileus.

3) Menurunkan regurgitasi dan terjadinya aspirasi.

4) Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan

Page 16: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

5) Kolaborasi dengan ahli gizi. 5) Metode yang efektif untuk memberikan kebutuhan kalori

e. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan cedera psikis, alat traksi.Tujuan : Setelah dilakuan tindakan keperawatan selama 2x24 jam rasa nyeri dapat berkurang/ hilang dengan Kriteria Hasil:1) Sekala nyeri berkurang 3-12) Klien mengatakan nyeri mulai berkurang, ekspresi wajah klien

rileksIntervensi Rasional

1) Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya, lokasinya dan lamanya.

2) Catat kemungkinan patofisiologi yang khas, misalnya adanya infeksi, trauma servikal.

3) Berikan tindakan kenyamanan, misal pedoman imajinasi, visualisasi, latihan nafas dalam, berikan aktivitas hiburan, kompres

4) Kolaborasi dengan pemberian obat anti nyeri, sesuai indikasi misal, dentren (dantrium) analgesik; antiansietas missal diazepam (valium).

1) Mengidentifikasi karakteristik nyeri merupakan faktor yang penting untuk menentukan terapi yang cocok serta mengevaluasi keefektifan dari terapi.

2) Pemahaman terhadap penyakit yang mendasarinya membantu dalam memilih intervensi yang sesuai.

3) Menfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan dapat meningkatkan koping.

4) Tindakan alternatif mengontrol nyeri. Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme/nyeri otot atau untuk menghilangkan ansietas dan meningkatkan istirahat.

f. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan persepsi sensori dan kognitif, penurunan kekuatan dan kelemahan. Tujuan : Pasien dapat melakukan mobilitas fisik setelah mendapat perawatan dengan Kriteri Hasil :1) Tidak adanya kontraktur, footdrop.2) Ada peningkatan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit.3) Mampu mendemonstrasikan aktivitas yang memungkinkan

dilakukannya

Intervensi Rasional1) Periksa kembali kemampuan dan

keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.

1) Mengidentifikasi kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.

Page 17: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

2) Berikan bantu untuk latihan rentang gerak

3) Bantu pasien dalam program latihan dan penggunaan alat mobilisasi. Tingkatkan aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan

2) Mempertahankan mobilitas dan fungsi sendi/ posisi normal ekstrimitas dan menurunkan terjadinya vena statis.

3) Proses penyembuhan yang lambat seringakli menyertai trauma kepala dan pemulihan fisik merupakan bagian yang sangat penting. Keterlibatan pasien dalam program latihan sangat penting untuk meningkatkan kerja sama atau keberhasilan program.

g. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran, peningkatan tekanan intra kranial. Tujuan : Fungsi persepsi sensori kembali normal setelah dilakukan perawatan selama 3x 24 jam dengan Kriteria Hasil :1) Mampu mengenali orang dan lingkungan sekitar.2) Mengakui adanya perubahan dalam kemampuannya.

Intervensi Rasional

1) Kaji kesadaran sensori dengan sentuhan, panas/ dingin, benda Semua sistem sensori dapat terpengaruh dengan adanya perubahan yang melibatkan tajam/tumpul dan kesadaran terhadap gerakan.

2) Evaluasi secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan, sensori dan proses pikir.

3) Bicara dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan kalimat pendek dan sederhana. Pertahankan kontak mata.

4) Berikan lingkunganterstruktur rapi, nyaman dan buat jadwal untuk klien jika mungkin dan tinjau

1) peningkatan atau penurunan sensitivitas atau kehilangan sensasi untuk menerima dan berespon sesuai dengan stimuli.

2) Fungsi cerebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dahulu oleh adanya gangguan sirkulasi, oksigenasi. Perubahan persepsi sensori motorik dan kognitif mungkin akan berkembang dan menetap dengan perbaikan respon secara bertahap

3) Pasien mungkin mengalami keterbatasan perhatian atau pemahaman selama fase akut dan penyembuhan. Dengan tindakan ini akan membantu pasien untuk memunculkan komunikasi.

4) Pasien mungkin mengalami keterbatasan perhatian atau pemahaman selama fase akut dan

Page 18: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

kembali.

5) Kolaborasi pada ahli fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara dan terapi kognitif.

penyembuhan. Dengan tindakan ini akan membantu pasien untuk memunculkan komunikasi.

5) Pendekatan antar disiplin ilmu dapat menciptakan rencana panatalaksanaan terintegrasi yang berfokus pada masalah klien

h. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera otak dan penurunan keseadaran. Tujuan: Kerusakan komunikasi verbal tidak terjadi.Kriteria hasil: Mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi dan klien dapat menunjukan komunikasi dengan baik

Intervensi Rasional

1) Kaji derajat disfungsi

2) Mintalah klien untuk mengikuti perintah

3) Anjurkan keluarga untuk berkomunikasi dengan klien

1) Membantu menentukan daerah atau derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam proses komunikasi

2) Melakukan penelitian terhadap adanya kerusakan sensori

3) Untuk merangsang komunikasi pasien, mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan penciptaan komunikasi yang efektif..

i. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.Tujuan : Tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam dengan Kiteria Hasil:1) Bebas tanda-tanda infeksi, Mencapai penyembuhan luka tepat

waktu2) Suhu tubuh dalam batas normal (36,5-37,5OC)

Intervensi Rasional1) Berikan perawatan aseptic dan

antiseptik, pertahankan teknik cuci tangan

2) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, kaji keadaan luka, catat adanya kemerahan, bengkak, pus daerah yang terpasang alat invasi dan TTV

1) Cara pertama untuk menghindari nosokomial infeksi, menurunkan jumlah kuman patogen .

2) Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya, monitoring adanya infeksi.

Page 19: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

3) Anjurkan klien untuk memenuhi nutrisi dan hidrasi yang adekuat.

4) Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi

5) Pantau hasil pemeriksaan lab, catat adanya leukositosis

6) Kolaborasi pemberian atibiotik sesuai indikasi.

3) Meningkatkan imun tubuh terhadap infeksi

4) Menurunkan pemajanan terhadap pembawa kuman infeksi.

5) Leukosit meningkat pada keadaan infeksi

6) Menekan pertumbuhan kuman pathogen.

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. B. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan. Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury. 2006. Diunduh pada 27 Februari 2015 dari: http://www.biausa.org/pages/type_of_brain_injury

Muttaqin, arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem persyarafan. Jakarta : salemba medika

Tarwoto. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta : CV. Sagung Seto