LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

61
LAPORAN PENDAHULUAN Acute Decompensated of Heart Failure (ADHF) dan FOTO THORAX Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Medikal Ruang 5 CVCU RSU Dr. Saiful Anwar Malang Oleh: FENTI DIAH HARIYANTI 115070201111002 Kelompok 14 JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

description

oke

Transcript of LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

LAPORAN PENDAHULUAN

Acute Decompensated of Heart Failure (ADHF) dan FOTO THORAX

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Medikal

Ruang 5 CVCU RSU Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh:

FENTI DIAH HARIYANTI115070201111002

Kelompok 14

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

Acute Decompensated of Heart Failure (ADHF)

1. DEFINISI

a) Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang

didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atau

tanda – tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa

disfungsi sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau

ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF dapat merupakan serangan

baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan dekompensasi

dari gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah dialami sebelumnya.

ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme

tubuh (Putra, 2012).

b) ADHF adalah didefinisikan sebagai perburukan keadaan dari simtom HF yang

biasanya disebabkan oleh edema pulmonal kardiogenik dengan akumulasi cairan

yang cepat pada paru (Pinto, 2012).

c) Gagal jantung merupakan gejala – gejala dimana pasien memenuhi ciri berikut:

gejala – gejala gagal jantung, nafas pendek yang khas selama istirahat atau saat

melakukan aktifitas, dan atau kelelahan; tanda – tanda retensi cairan seperti

kongestif pulmonal atau pembengkakan tungkai (Crouch MA, DiDomenico RJ,

Rodgers Jo E, 2006)

2. KLASIFIKASI

Klasifikasi ADHF dapat dilihat melalui tabel Forrester Hemodynamic Subsets

Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology (ACC) dan

American Heart Association (AHA) 2008 :

1) Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau

tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang

mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau

obesitas.

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

2) Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang

asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi

ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung

asimptomatik.

3) Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat

ini atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea,

fatigue, dan penurunan toleransi aktivitas.

4) Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul

saat istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.

Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas

berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional yaitu :

1) Functional Class I ( FC I ) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik.

2) Functional Class II ( FC II ) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa

nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau

angina dengan aktivitas biasa.

3) Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa

nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau

angina dengan aktivitas biasa ringan.

4) Functional Class IV ( FC IV ) : ketidaknnyamanan saat melakukan aktivitas fisik

apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat.

3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Ada beberapa keadaan yang mempengaruhi fungsi jantung. Penyebab yang

paling umum adalah kerusakan fungsional jantung dimana terjadi kerusakan atau

hilangnya otot jantung, iskemik akut dan kronik, peningkatan tahanan vaskuler

dengan hipertensi, atau berkembangnya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF).

Penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab penyakit miokard, menjadi

penyebab gagal jantung pada 70% dari pasien gagal jantung. Penyakit katup sekitar

10% dan kardiomiopati sebanyak 10% (Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G,

McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al, 208)

Kardiomiopati merupakan gangguan pada miokard dimana otot jantung

secara struktur dan fungsionalnya menjadi abnormal  dengan ketiadaan penyakit

jantung koroner, hipertensi, penyakit katup, atau penyakit jantung kongenital lainnya]

yang berperan terjadinya abormalitas miokard (Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G,

McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al, 2008).

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

Menurut Joseph (2009) penyebab umum ADHF biasaya berasal dari

ventrikel kiri, disfungsi diastolik, dengan atau tanpa Coronary Artery Disease (CAD),

dan abnormalitas valvular. Meskipun sebagian pasien ADHF adalah pasien dengan

riwayat Heart Failure (HF) dan jatuh pada kondisi yang buruk, 20% pasien lainnya

yang dinyatakan ADHF tidak memiliki diagnosa HF sebelumnya.

Menurut ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic

heart failure tahun 2008, penyebab umum gagal jantung karena penyakit otot jantung

adalah sebagai berikut :

Penyakit Jantung Koroner Banyak Manifestasi

Hipertensi Sering dikaitkan dengan hipertrofi ventrikel kanan

dan fraks injeksi

Kardiomiopati Faktor genetic dan non – genetic (termasuk yang

didapat seperti myocarditis)

Hypertrophic (HCM), dilated (DCM), restrictive

(RCM), arrhythmogenic right ventricular (ARVC),

yang tidak terklasifikasikan

Obat – obatan β - Blocker, calcium antagonists, antiarrhythmics,

cytotoxic agent

Toksin Alkohol, cocaine, trace elements (mercury, cobalt,

arsenik)

Endokrin Diabetes mellitus,  hypo/hyperthyroidism, Cushing

syndrome, adrenal insufficiency, excessive growth

hormone, phaeochromocytoma

Nutrisional Defisiensi thiamine, selenium, carnitine. Obesitas,

kaheksia

Infiltrative Sarcoidosis, amyloidosis, haemochromatosis,

penyakit jaringan ikat

Lainnya Penyakit Chagas, infeksi HIV, peripartum

cardiomyopathy, gagal ginjal tahap akhir

Faktor risiko :

Faktor presipitasi kardiovaskular

a. Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati)

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

b. Sindroma koroner akut

Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang bertambah

luas dan disfungsi sistemik

Komplikasi kronik IMA

Infark ventrikel kanan

c. Krisis Hipertensi

d. Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial, takikardia

supraventrikuler, dll).

e. Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi

katup yang sudah ada

f. Stenosis katup aorta berat

g. Tamponade jantung

h. Diseksi aorta

i. Kardiomiopati pasca melahirkan

Faktor presipitasi non kardiovaskuler

a. Volume overload

b. Infeksi terutama pneumonia atau septikemia

c. Severe brain insult

d. Pasca operasi besar

e. Penurunan fungsi ginjal

f. Asma

g. Penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol

h. Feokromositoma

(Putra, 2012)

4. PATOFISIOLOGI

ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung

kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi

pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi

ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini

beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan

pada jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau hipertropi

remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan

disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun afterload sehingga

menurunkan curah jantung (Price, 2005).

Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme

neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

melibatkan sistem adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi

peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air.

Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan

menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya

telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar

tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai

ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga

muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF

(Price, 2005).

Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi

miokard menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan

penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung. Penurunan

kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah ventrikel kiri)

akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena

penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran

balik vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru – paru. B

endungan ini akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru

sehingga terjadilah oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan

pertukaran gas di paru – paru (Price, 2005).

Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh

akan melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA

untuk mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh

tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan

memicu penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan

aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin

angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak

diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi,

sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer (Price,

2005).

Sedangkan menurut Mc.Bride BF, White M, dalam Acute Decompensated

Heart Failure: Pathophysiology tahun 2010 patofisiologi ADHF yakni

Ketidakmampuan dan kegagalan jantung memompa darah secara langsung

menciptakan suatu keadaan hipovolemik relatif yang lebih dikenal dengan arterial

underfilling. Selain itu respon terhadap faktor – faktor neurohormonal (seperti sistem

saraf  simpatis, renin – angiotensin – aldosterone system, arginine vasopressin dan

endotelin – 1) menjadi teraktivasi untuk mempertahankan euvolemia yang

menyebabkan retensi cairan, vasokonstriksi, atau keduanya. Pada pasien tanpa

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

gagal jantung, respon ini untuk mengakhiri volume cairan yang telah dipertahakan

(Mc.Bride BF, White M, 2010)

Aktivasi neurohormonal juga menstimulasi aktivasi sitokin proinflamasi dan

mediator – mediator apoptosis miosit. Elevasi neurohormonal dan imunomodulator

yang diamati pada pasien dengan ADHF yang dikaitkan dengan perburukan gejala

gagal jantung dan perburukan prognosis pasien . Pada pasien dengan gagal jantung,

aktivasi sistem saraf simpatik mencegah terjadinya arterial underfilling yang

meningkatkan cardiac output sampai toleransi berkembang dengan dua mekanisme.

Pertama, myocardial  1 – receptor  terpisah dari second messenger protein, yang

mengurangi jumlah cyclic adenosine 5¸-monophosphate (cAMP) yang dibentuk untuk

sejumlah interaksi reseptor ligan tertentu. Kedua, mekanisme dephosphorylation

menginternalisasi 1-reseptor dalam vesikula sitoplasma di miosit tersebut.

Bahkan dengan latar belakang tingkat toleransi., peningkatan marker akut

pada katekolamin diamati di antara pasien dengan ADHF masih mengangkat cAMP

miokard, meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler dan tingkat metabolisme

anaerobik. Hal ini dapat meningkatkan risiko tachyarrhythmias ventrikel dan

kematian sel terprogram. Selain itu, overdrive simbol-menyedihkan menyebabkan

ditingkatkan 1-reseptor rangsangan tidak mengakibatkan toleransi dan meningkatkan

derajat vasokonstriksi sistemik, meningkatkan stres dinding miokard. Selanjutnya,

peningkatan vasokonstriksi sistemik mengurangi tingkat filtrasi glomerulus, sehingga

memberikan kontribusi bagi aktivasi sistem renin angiotensin aldosterone (Mc.Bride

BF, White M, 2010)

5. MANIFESTASI KLINIS

Gejala utama ADHF antara lain sesak napas, konngesti, dan kelelahan yang

sering tidak spesifik untuk gagal jantung dan sirkulasi. Gejala – gejala ini juga dapat

disebabkan pleh kondisi lain yang mirip dengan gejala gagal jantung, komplikasi

yang diidentifikasikan pada pasien dengan gejala ini. variasi bentuk penyakit

pulmonal termasuk pneumonia, penyakit paru reaktif dan emboli pulmonal, mungkin

sangat sulit untuk dibedakan secara klinis dengan gagal jantung (Lindenfeld J, 2010).

Menurut ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic

heart failure tahun 2008, manifestasi klinis acute decompensated heart failure antara

lain tertera dalam tabel berikut:

Gambaran Klinis yang

Dominan

Gejala Tanda

Edema perifer/ kongesti Sesak napas, kelelahan,

Anoreksia

Edema Perifer,

peningkatan vena

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

jugularis, edema

pulmonal, hepatomegaly,

asites, overload cairan

(kongesti), kaheksia

Edema pulmonal Sesak napas yang berat

saat istirahat

Crackles atau rales pada

paru-paru bagian atas,

efusi, Takikardia,

takipnea

Syok kardiogenik (low

output syndrome)

Konfusi, kelemahan,

dingin pada perifer

Perfusi perifer yang

buruk, Systolic Blood

Pressure (SBP) <

90mmHg, anuria atau

oliguria

Tekanan darah tinggi

(gagal jantung

hipertensif)

Sesak napas Biasanya terjadi

peningkatan tekanan

darah, hipertrofi ventrikel

kiri

Gagal jantung kanan Sesak napas, kelelahan Bukti disfungsi ventrikel

kanan, peningkatan JVP,

edema perifer,

hepatomegaly, kongesti

usus.

Menurut The Consensus Guideline in The Management of Acute

Decompensated Heart Failure tahun 2006, manifestasi klinis acute decompensated

heart failure antara lain tertera dalam tabel berikut :

Volume Overload

a. Dspneu saat melakukan kegiatan

b. Orthopnea

c. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)

d. Ronchi

e. Cepat kenyang

f. Mual dan muntah

g. Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegaly

h. Distensi vena jugular

i. Reflex hepatojugular

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

j. Asites

k. Edema perifer

Hipoperfusi

a. Kelelahan

b. Perubahan status mental

c. Penyempitan tekanan nadi

d. Hipotensi

e. Ekstremitas dingin

f. Perburukan fungsi ginjal

Decompensasi cordis akut dapat dimanifestasikan oleh penurunan curah

jantung dan/atau pembendungan darah di vena sebelum jantung kiri atau kanan,

meskipun curah jantung mungkin normal atau kadang-kadang di atas normal.Tanda

dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume intravaskuler. Kongesti jaringan

terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya curah jantung

dan kegagalan jantung. Peningkatan tekanan vena pulmonalis dapat menyebakan

cairan mengalir dari kapiler ke alveoli, akibatnya terjadi edema paru yang

dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek. Meningkatnya tekanan vena

sistemik dapat mengakibatkan edema perifer umum dan penambahan berat badan.

Turunnya curah jantung pada gagal jantung dimanifestasikan secara luas karena

darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ (perfusi rendah) untuk

menyampaikan oksigen yang dibutuhkan. Beberapa efek yang biasanya timbul

akibat perfusi rendah adalah pusing, konfusi, kelelahan, tidak toleran terhadap

aktivitas dan panas, ektremitas dingin, dan haluaran urin berkurang (oliguri).

Tekanan perfusi ginjal menurun, mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal, yang

pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan

serta peningkatan volume intravaskuler.

Dampak dari cardiac output dan kongesti yang terjadi pada sistem vena atau sistem

pulmonal antara lain:

Lelah

Angina

Cemas

penurunan aktifitas GI

Kulit dingin dan pucat

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balik dari ventrikel kiri, antara lain :

Dyspnea

Batuk

Orthopnea

Rales paru

Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru

Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :

Edema perifer

Distensi vena leher

Hati membesar (hepatomegali)

Peningkatan central venous pressure (CPV)

Respon terhadap kegagalan jantung :

1. Peningkatan tonus simpatis >> Peningkatan sistem saraf simpatis yang

mempengaruhi arteri dan vena jantung. Akibatnya meningkatkan aliran balik

vena ke jantung dan peningkatan kontraksi. Tonus simpatis membantu

mempertahankan tekanan darah normal

2. Retensi air dan natrium >> Bila ginjal mendeteksi adanya penurunan volume

darah yang ada untuk filtrasi, ginjal merespon dengan menahan natrium dan air

dengan cara demikian mencoba untuk meningkatkan volume darah central dan

aliran balik vena.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan penunjang untuk kasus ADHF menurut Hanafiah (2006):

1) Laboratorium :

Hematologi : Hb, Ht, Leukosit.

Elektrolit : K, Na, Cl, Mg.

Enzim Jantung (CK-MB , Troponin, LDH).

Gangguan fungsi ginjal dan hati : B UN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT,

SGPT.

Gula darah.

Kolesterol, trigliserida.

Analisa Gas Darah

2) Elektrokardiografi, untuk melihat adanya :

Penyakit jantung koroner : iskemik, infark.

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

Pembesaran jantung (LVH : Left Ventricular Hypertrophy).

Aritmia.

Perikarditis.

3) Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya :

Edema alveolar.

Edema interstitials.

Efusi pleura.

Pelebaran vena pulmonalis.

Pembesaran jantung.

Echocardiogram menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung

Radionuklir.

Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri.

Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard

4) Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen)

bertujuan untuk :

Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru.

Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung

Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung.

Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent.

Mengetahui beratnya lesi katup jantung.

Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner.

Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi

ventrikel kiri).

Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri coroner)

5) Echocardiogram - Menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung

(Putra, 2012)

7. PENATALAKSANAAN MEDIS

1) Tirah Baring

Kebutuhan pemompaan jantung diturunkan, untuk gagal jantung kongesti tahap

akut dan sulit disembuhkan.

2) Pemberian diuretik

Pemberian terapi diuretik bertujuan untuk memacu ekskresi natrium dan air

melalui ginjal. Obat ini tidak diperlukan bila pasien bersedia merespon

pembatasan aktivitas, digitalis dan diet rendah natrium

3) Pemberian morphin

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

Untuk mengatasi edema pulmonal akut, vasodilatasi perifer, menurunkan aliran

balik vena dan kerja jantung, menghilangkan ansietas karena dispnea berat.

4) Terapi vasodilator

Obat-obat vasoaktif merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal

jantung. Obat ini berfungsi untuk memperbaiki pengosongan ventrikel dan

peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat

diturunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis kongesti paru dengan cepat.

5) Terapi digitalis

Digitalis adalah obat utama yang diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas

(inotropik) jantung dan memperlambat frekuensi ventrikel serta peningkatam

efisiensi jantung. Ada beberapa efek yang dihasilkan seperti : peningkatan curah

jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah, dan peningkatan diuresis

yang mengeluarkan cairan dan mengurangi edema.

6) Inotropik positif

Dopamin >> Pada dosis kecil 2,5 s/d 5 mg/kg akan merangsang alpha-

adrenergik beta-adrenergik dan reseptor dopamine ini mengakibatkan

keluarnya katekolamin dari sisi penyimpanan saraf. Memperbaiki

kontraktilitas curah jantung dan isi sekuncup. Dilatasi ginjal-serebral dan

pembuluh koroner. Pada dosis maximal 10-20 mg/kg BB akan menyebabkan

vasokonstriksi dan meningkatkan beban kerja jantung.

Dobutamin >> Merangsang hanya betha adrenergik. Dosis mirip dopamine

memperbaiki isi sekuncup, curah jantung dengan sedikit vasokonstriksi dan

tachicardi.

7) Dukungan diet (pembatasan natrium)

Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi

edema, seperti pada hipertensi atau gagal jantung. Dalam menentukan ukuran

sumber natrium harus spesifik dan jumlahnya perlu diukur dalam milligram.

Tindakan-tindakan mekanis

Dukungan mekanis ventrikel kiri (mulai 1967) dengan komterpulasi balon intra

aortic / pompa PBIA. Berfungsi untuk meningkatkan aliran koroner,

memperbaiki isi sekuncup dan mengurangi preload dan afterload ventrikel

kiri.

Tahun 1970, dengan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO). Alat ini

menggantikan fungsi jantung paru. Mengakibatkan aliran darah dan

pertukaran gas. Oksigenasi membrane extrakorporeal dapat digunakan untuk

memberi waktu sampai tindakan pasti seperti bedah by pass arteri koroner,

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

perbaikan septum atau transplantasi jantung dapat dilakukan (Nasution,

2006).

Menurut Heart Failure Society of America tahun 2010, terapi untuk pasien ADHF

dapat berangkat dari goal treatment di bawah ini :

Discharge Planning pada pasien ADHF dapat dilakukan jika pasien dapat

memenuhi kriteria di bawah ini :

Faktor eksaserbasi dapat ditangani.

Pemberian obat oral stabil dalam 24 jam

Pasien dan keluarga sudah di KIE

Fraksi ejeksi ventrikel kiri terdokumentasi.

Adanya konseling smoking cessation.

Kontrol ulang selama 7-10 hari setelah KRS.

Sudah menerima semua terapi.

Dokumentasi discharge planning sudah dibuat.

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

Algoritma ADHF menurut Empowering Physician with Evidence Based Content,

penatalaksanaan ADHF adalah seperti berikut :

Page 15: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

Terapi farmakologis meliputi :

a. Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat

frekuensi jantung. Misal : digoxin.

b. Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta mengurangi

edema paru. Misal : furosemide ( lasix ).

Page 16: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

c. Vasodilator, untuk mengurangi impedansi ( tekanan ) terhadap penyemburan

darah oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida, nitrogliserin.

d. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor ( ACE inhibitor ) adalah agen yang

menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan darah.

Obat ini juga menurunkan beban awal ( preload ) dan beban akhir ( afterload ).

Misal : captopril, quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dll.

e. Inotropik ( Dopamin dan Dobutamin )

Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung dan

produksi urine pada syok kardiogenik.

Dobutamin menstimulasi  adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan

kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan

penurunan tekanan darah. Dopamin dan dobutamin sering digunakan

bersamaan.

8. ASUHAN KEPERAWATAN

1) PENGKAJIAN

a. Pengkajian Primer

1) Airway

Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya

benda asing, adanya suara nafas tambahan.

2) Breathing

Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi dada,

adanya sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas,

kaji adanya suara nafas tambahan.

3) Circulation

Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya

perdarahan. pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit,

nadi.

b. Pengkajian Sekunder

1. Aktivitas/istirahat

a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia,

nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.

b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital

berubah pada aktivitas.

Page 17: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

2. Sirkulasi

a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit

jantung, bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septik, bengkak

pada kaki, telapak kaki, abdomen.

b. Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ;

mungkin sempit, Irama Jantung ; Disritmia, Frekuensi jantung ;

Takikardia , Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah, posisi

secara inferior ke kiri, Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4

dapat, terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, Murmur sistolik dan

diastolic, Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik, Punggung kuku ;

pucat atau sianotik dengan pengisian, kapiler lambat, Hepar ;

pembesaran/dapat teraba, Bunyi napas ; krekels, ronkhi, Edema ;

mungkin dependen, umum atau pitting , khususnya pada ekstremitas.

3. Integritas ego

a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan

penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)

b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah,

ketakutan dan mudah tersinggung.

4. Eliminasi

a. Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam

hari (nokturia), diare/konstipasi.

5. Nutrisi

a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat

badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah,

pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah

diproses dan penggunaan diuretic.

b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen

(asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).

6. Higiene

a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan

diri.

b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

7. Neurosensori

a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.

b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah

tersinggung.

Page 18: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

8. Nyeri/Kenyamanan

a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan

atas dan sakit pada otot.

b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku

melindungi diri.

9. Pernapasan

a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan

beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat

penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.

b. Tanda :

1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori

pernpasan.

2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus

menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.

3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema

pulmonal)

4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.

5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.

6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.

10.Interaksi sosial

a. Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa

dilakukan.

2) DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas

miokardial/perubahan inotropik.

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek

batuk, penumpukan secret.

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru

d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi

glomerulus, meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

Page 19: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

3) INTERVENSI

No.Diagnosa

keperawatan

Tujuan dan Kriteria

hasilIntervensi

1. Penurunan

curah jantung

berhubungan

dengan

Perubahan

kontraktilitas

miokardial/peru

bahan

inotropik.

NOC :

1. Cardiac Pump

effectiveness

2. Circulation

Status

3. Vital Sign Status

Setelah diberikan

asuhan

keperawatan selama

….x…. diharapkan

tanda vital dalam

batas yang dapat

diterima (disritmia

terkontrol atau

hilang) dan bebas

gejala gagal jantung.

Kriteria Hasil:

1. Tanda Vital

dalam rentang

normal (Tekanan

darah, Nadi,

respirasi)

2. Dapat

mentoleransi

aktivitas, tidak

ada kelelahan

3. Tidak ada

edema paru,

perifer, dan tidak

ada asites

NIC :

Cardiac Care

1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,lokasi, durasi)

2. Catat adanya disritmia jantung

3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output

4. Monitor status kardiovaskuler

5. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal

jantung

6. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi

7. Monitor balance cairan

8. Monitor adanya perubahan tekanan darah

9. Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan

antiaritmia

10. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari

kelelahan

11. Monitor toleransi aktivitas pasien

12. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu

13. Anjurkan untuk menurunkan stress

Vital Sign Monitoring

1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah

3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri

4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah

aktivitas

6. Monitor kualitas dari nadi

7. Monitor adanya puls paradoksus

8. Monitor adanya puls alterans

Page 20: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

4. Tidak ada

penurunan

kesadaran

9. Monitor jumlah dan irama jantung

10. Monitor bunyi jantung

11. Monitor frekuensi dan irama pernapasan

12. Monitor suara paru

13. Monitor pola pernapasan abnormal

14. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

15. Monitor sianosis perifer

16. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang

melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)

17. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

2. Bersihan jalan

nafas tidak

efektif

berhubungan

dengan

penurunan

reflek batuk,

penumpukan

secret.

NOC :

1. Respiratory

status :

Ventilation

2. Respiratory

status : Airway

patency

3. Aspiration

Control

Setelah diberikan

asuhan keperawatan

selama ….x….

diharapkan klien

dapat menunjukkan

keefektifan jalan

napas

Kriteria Hasil :

1. Mendemonstrasi

kan batuk efektif

dan suara nafas

yang bersih,

tidak ada

sianosis dan

NIC :

Airway suction

1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning

2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.

3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning

4. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.

5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk

memfasilitasi suksion nasotrakeal

6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan

7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah

kateter dikeluarkan dari nasotrakeal

8. Monitor status oksigen pasien

9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction

10. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien

menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.

Airway Management

1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust

bila perlu

2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas

buatan

4. Pasang mayo bila perlu

Page 21: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

dyspneu

(mampu

mengeluarkan

sputum, mampu

bernafas dengan

mudah, tidak ada

pursed lips)

2. Menunjukkan

jalan nafas yang

paten (klien tidak

merasa tercekik,

irama nafas,

frekuensi

pernafasan

dalam rentang

normal, tidak ada

suara nafas

abnormal)

3. Mampu

mengidentifikasik

an dan

mencegah factor

yang dapat

menghambat

jalan nafas

5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

8. Lakukan suction pada mayo

9. Berikan bronkodilator bila perlu

10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab

11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

12. Monitor respirasi dan status O2

3. Gangguan

pertukaran gas

berhubungan

dengan edema

paru

NOC :

1. Respiratory

Status : Gas

exchange

2. Respiratory

Status :

ventilation

NIC :

Airway Management

1. Pasang mayo bila perlu

2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

3. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

4. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

5. Lakukan suction pada mayo

Page 22: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

3. Vital Sign Status

Setelah diberikan

asuhan

keperawatan

selama ….x….

diharapkan

gangguan

pertukaran gas

teratasi

Kriteria Hasil :

1. Mendemonstrasi

kan peningkatan

ventilasi dan

oksigenasi yang

adekuat

2. Memelihara

kebersihan paru

paru dan bebas

dari tanda tanda

distress

pernafasan

3. Mendemonstrasi

kan batuk efektif

dan suara nafas

yang bersih,

tidak ada

sianosis dan

dyspneu

(mampu

mengeluarkan

sputum, mampu

bernafas dengan

mudah, tidak ada

6. Berika bronkodilator bial perlu

7. Berikan pelembab udara

8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

9. Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring

1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha

respirasi

2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan

otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan

intercostals

3. Monitor suara nafas, seperti dengkur

4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,

hiperventilasi, cheyne stokes, biot

5. Catat lokasi trakea

6. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)

7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak

adanya ventilasi dan suara tambahan

8. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi

crakles dan ronkhi pada jalan napas utama

9. auskultasi suara paru setelah tindakan untuk

mengetahui hasilnya

Page 23: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

pursed lips)

4. Tanda tanda vital

dalam rentang

normal

4. Kelebihan

volume cairan

berhubungan

dengan

menurunnya

laju filtrasi

glomerulus,

meningkatnya

produksi ADH

dan retensi

natrium/air.

NOC :

1. Electrolit and

acid base

balance

2. Fluid balance

3. Hydration

Setelah diberikan

asuhan

keperawatan selama

….x…. diharapkan

keseimbangan

volume cairan dapat

dipertahankan

Kriteria hasil

1. Terbebas dari

edema, efusi,

anaskara

2. Bunyi nafas

bersih, tidak ada

dyspneu/

ortopneu

3. Terbebas dari

distensi vena

jugularis, reflek

hepatojugular (+)

4. Memelihara

tekanan vena

sentral, tekanan

NIC :

Fluid management

1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan

2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

3. Pasang urin kateter jika diperlukan

4. Monitor hasil Lab yang sesuai dengan retensi cairan

(BUN, Hmt , osmolalitas urin  )

5. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP,

dan PCWP

6. Monitor vital sign

7. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP ,

edema, distensi vena leher, asites)

8. Kaji lokasi dan luas edema

9. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori

harian

10. Monitor status nutrisi

11. Berikan diuretik sesuai interuksi

12. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi

dengan serum Na < 130 mEq/L

13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul

memburuk

Fluid Monitoring

1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan

eliminasi

2. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak

seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan

renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )

Page 24: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

kapiler paru,

output jantung

dan vital sign

dalam batas

normal

5. Terbebas dari

kelelahan,

kecemasan atau

kebingungan

6. Menjelaskan

indikator

kelebihan cairan

3. Monitor berat badan

4. Monitor serum dan elektrolit urine

5. Monitor serum dan osmilalitas urine

6. Monitor BP, HR, dan RR

7. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama

jantung

8. Monitor parameter hemodinamik infasif

9. Catat secara akutar intake dan output

10. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan

penambahan BB

11. Monitor tanda dan gejala dari edema

12. Beri obat yang dapat meningkatkan output urin

5. Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan

kelemahan

NOC :

1. Energy

Conservation

2. Self Care : ADLs

Setelah diberikan

asuhan

keperawatan selama

….x…. diharapkan

terjadi peningkatan

toleransi pada klien

setelah

dilaksanakan

tindakan

keperawatan selama

di RS

Kriteria Hasil :

1. Berpartisipasi

dalam aktivitas

fisik tanpa

disertai

NIC :

Energy Management

1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan

aktivitas

2. Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap

keterbatasan

3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan

4. Monitor nutrisi  dan sumber energi yang adekuat

5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi

secara berlebihan

6. Monitor respon kardiovaskuler  terhadap aktivitas

7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien

Activity Therapy

1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam

merencanakan progran terapi yang tepat.

2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu

dilakukan

3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai

dengan kemampuan fisik, psikologi dan social

Page 25: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

peningkatan

tekanan darah,

nadi dan RR

2. Mampu

melakukan

aktivitas sehari

hari (ADLs)

secara mandiri

4.  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber

yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan

5. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti

kursi roda, dll

6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai

7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang

8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan

dalam beraktivitas

9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas

10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan

penguatan

11. Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual

4) IMPLEMENTASI

Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah dilaksanakan.

5) EVALUASI

Dx 1 : tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol/hilang)

Dx 2 : kepatenan jalan nafas pasien terjaga

Dx 3 : dapat mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat

Dx 4 : keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan

Dx 5 : terjadi peningkatan toleransi pada klien

Page 26: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

FOTO THORAX

A. Definisi Foto thorax

Foto thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) adalah suatu proyeksi

radiografi dari thorax untuk mendiagnosis kondisi-kondisi yang mempengaruhi thorax, isi

dan struktur-struktur di dekatnya. Foto thorax menggunakan radiasi terionisasi dalam

bentuk x-ray. Dosis radiasi yang digunakan pada orang dewasa untuk membentuk

radiografi adalah sekitar 0.06 mSv.

Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan

dinding thorax, tulang thorax dan struktur yang berada di dalam kavitas thorax termasuk

paru-paru, jantung dan saluran-saluran yang besar. Pneumonia dan gagal jantung

kongestif sering terdiagnosis oleh foto thorax. CXR sering digunakan untuk skrining

penyakit  paru yang terkait dengan pekerjaan di industri-industri seperti pertambangan

dimana para pekerja terpapar oleh debu.

Secara umum kegunaan foto thorax/ CXR adalah:

Untuk melihat abnormalitas congenital (jantung, vaskuler)

Untuk melihat adanya trauma (pneumothorax, hematothorax)

Untuk melihat adanya infeksi (umumnya tuberculosis/TB)

Untuk memeriksa keadaan jantung

Untuk memeriksa keadaan paru

B. Jenis Pemeriksaan Foto Thorax

1. Fluoroscopy Thorax

Adalah cara pemeriksaan yang mempergunakan sifat tembus sinar rontgen

dan suatu tabir yang bersifat fluorosensi bila terkena sinar tersebut. Umumnya cara

ini tidak dipakai lagi, hanya pada keadaan tertentu yaitu bila kita ingin menyelidiki

pergerakan suatu organ / system tubuh seperti dinamika alat-alat peredaran darah,

misalnya jantung dan pembuluh darah besar, serta pernapasan berupa diafragma

dan aerasi paru-paru.

2. Rontgenography

Adalah pembuatan foto rontgen thorax, yang biasanya dibuat dengan arah

postero-anterior (PA) dan lateral bila perlu. Agar distorsi dan magnifikasi yang

diperoleh menjadi sekecil mungkin, maka jarak antara tabung dan film harus 1,80

Page 27: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

meter dan foto dibuat sewaktu penderita sedang bernapas dalam (inspirasi

maksimal).

3. Bronchography

Adalah pemeriksaan percabangan bronkus, dengan cara mengisi saluran

bronchial dengan salah satu bahan kontras yang bersifat opaque (menghasilkan

bayangan putih pada foto). Bahan kontras tersebut biasanya mengandung jodium

(lipiodol, dionosil, dsb).

Indikasi pemeriksaan ini misalnya pada bronkiektasis untuk meneliti letak,

luas, dan sifat bagian-bagian bronkus yang melebar dan pada tumor yang terletak

dalam lumen bronkus (space occupying lesions), yang mungkin mempersempit

bahkan menyumbat sama sekali bronkus bersangkutan.

4. Tomography

Istilah lainnya adalah Plannigrafi, Laminagrafi, atau Stratigrafi. Pemeriksaan

lapis demi lapis dari rongga dada, biasanya untuk evaluasi adanya tumor atau

atelektase yang bersifat padat.

5. Computerized Tomography (Ct-Scan)

Adalah tomography tranversal, dengan X-ray dan computer. Pemeriksaan ini

terutama pada daerah mediastinum.

Page 28: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

6. Arteriography

Mengisi kontras pada pembuluh darah pulmonale, sehingga dapat diketahui

vaskularisasi pada mediastinum atau pada paru.

7. Angiocardiography

Adalah pemeriksaan untuk melihat ruang-ruang jantung dan pembuluh darah

besar dengan sinar rontgen (fluoroskopi atau rontgenografi), dengan menggunakan

suatu bahan kontras radioopaque, misalnya Hypaque 50% dimasukkan dalam salah

satu ruang jantung melalui kateter secara intravena.

C. Indikasi Pemeriksaan Foto Thorax

Indikasi dilakukan antara lain :

1. Infeksi traktus respirasi bawah (TBC Paru, Bronkitis, Pneumonia)

2. Batuk kronis / berdarah

3. Trauma dada

4. Tumor

5. Nyeri dada

6. Metastase neoplasma

7. Penyakit paru kerja

8. Aspirasi benda asing

9. Persiapan pasien pre-operasi

10. Pemeriksaan berkala (follow up) yang objektif

Page 29: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

D. Pemilihan Proyeksi Pada Posisi Foto Thorax

1. Posisi PA (Postero Anterior)

Pada posisi ini film diletakkan di depan dada, siku ditarik kedepan supaya

scapula tidak menutupi parenkim paru.

2. Posisi AP (Antero Posterior)

Dilakukan pada anak-anak atau pada pasien yang tidak koorperatif. Film

diletakkan dibawah punggung, biasanya scapula menutupi parenkim paru. Jantung

juga terlihat lebih besar daripada posisi PA.

Page 30: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

3. Posisi lateral dextra & sinistra

Posisi ini hendaknya dibuat setelah posisi PA diperiksa. Buatlah proyektil

lateral kiri kecuali semua tanda dan gejala klinis terdapat di sebelah kanan, maka

dibuat proyeksi lateral kanan, berarti sebelah kanan terletak pada film. Foto juga

dibuat dalam posisi berdiri

4. Posisi lateral decubitus

Foto ini hanya dibuat pada keadaan tertentu, yaitu bila klinis diduga ada cairan

bebas dalam cavum pleura, tetapi tidak terlihat pada posisi PA atau lateral. Penderita

terbaring pada satu sisi (kanan atau kiri). Film diletakkan di punggung penderita dan

diberikan sinar dari depan arah horizontal.

Page 31: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

5. Posisi apical (lordotik)

Foto ini dibuat pada foto PA bila menunjukkan kemungkinan adanya kelainan

pada daerah kedua apex paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya hanya dibuat setelah

foto rutin diperiksa dan bila ada kesulitan menginterpretasikan suatu lesi di apex.

6. Foto Oblique Iga

Page 32: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

Hanya dibuat bila pada PA menunjukkan kemungkinan adanya kelainan pada

daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya hanya dibuat setelah foto

rutin diperiksa dan bila ada kesulitan dalam menginterpretasikan suatu lesi di apeks

paru.

7. Posisi ekspirasi

Adalah foto thorax PA atau AP yang diambil pada saat penderita dalam

ekspirasi penuh. Hanya dibuat bila foto rutin gagal menunjukkan adanya

pneumothorax yang diduga secara klinis atau suatu benda asing yang terinhalasi.

E. Kriteria Kelayakan Foto

Kriteria foto thorax yang baik harus memenuhi :

1. Dapat dilihat kedua klavikula lurus atau miring

2. Scapula seluruh ada diluar lapangan paru

3. Batas atas adalah vertebra C6 dan batas bawahnya vertebra T4

4. Trakea ada ditengah

5. Foto harus simetris kiri dan kanan baik organ maupun tulang, sudut costopherenicus

terlihat jelas

6. Inspirasi maksimum, kosta VI memotong diafragma ditengah ditengah

7. Film harus kontras, ada perbedaan hitam dan putih sehingga ada gradasi densitas

tulang dan jaringan lunak

Foto thorax harus memenuhi beberapa criteria tertentu sebelum dinyatakan layak

baca. Di antara lain :

1. Faktor Kondisi

Yaitu faktor yang menentukan kualitas sinar-X selama di kamar rontgen (tempat

expose). Faktor kondisi meliputi hal-hal berikut yang biasa dinyatakan dengan menyebut

satuannya.

Waktu / lama exposure milliseconds (ms)

Arus listrik tabung mili Ampere (mA)

Tegangan tabung kilovolt (kV)

Ketiga hal di atas akan menentukan kondisi foto apakah

Cukup / normal

Kurang bila foto thorax terlihat putih (samar-samar)

Lebih bila foto thorax terlihat sangat hitam

Page 33: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

Dalam membuat foto thorax ada dua kondisi yang dapat sengaja dibuat, tergantung

bagian mana yang ingin diperiksa yaitu :

a. Kondisi pulmo (kondisi cukup) foto dengan kV rendah

Inilah kondisi standard pada foto thorax, sehingga gambaran parenkim dan

corakan paru dapat terlihat. Cara mengetahui apakah suatu foto rontgen pulmo

kondisinya cukup atau tidak :

Melihat lusensi udara (hitam) yang terdapat di luar tubuh

Memperhatikan vertebrae thorakalis :

- Pada proyeksi PA kondisi cukup : tampak VTh I-IV

- Pada proyeksi PA kondisi kurang : hanya tampak VTh I

b. Kondisi kosta (kondisi keras / tulang) foto dengan kV tinggi

Cara mengetahui apakah suatu pulmo kondisinya keras atau tidak :

a. Pada foto kondisi keras, infiltrate pada paru tidak terlihat lagi. Cara mengetahuinya

adalah dengan membandingkan densitas paru dengan jaringan lunak. Pada kondisi

keras densitas keduanya tampak sama.

b. Memperhatikan vertebra thorakalis

o Proyeksi PA kondisi keras : tampak VTh V-VI

o Proyeksi PA kondisi tulang : yang tampak VTh I-XII selain itu densitas jaringan

lunak dan kosta terlihat mirip

2. Inspirasi Cukup

Foto thorax harus dibuat dalam keadaan inspirasi cukup. Cara mengetahuinya adalah :

a. Foto dengan inspirasi cukup :

Diafragma setinggi VTh X (dalam keadaan expirasi diafragma setinggi VTh VII-

VIII)

Kosta VI anterior memotong dome diafragma

b. Foto dengan inpirasi kurang :

Ukuran jantung dan mediastinum meningkat sehingga dapat menyebabkan salah

interpretasi

Corakan bronkovesikuler meningkat sehingga dapat terjadi salah interpretasi

3. Posisi Sesuai

Page 34: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

Seperti telah diterangkan di atas, posisi standard paling banyak dipakai adalah

PA dan lateral. Foto thorax biasanya diambil dalam posisi erect.

Cara membedakan foto thorax posisi AP dan PA adalah :

Pada foto AP scapula terletak dalam bayangan thorax sementara pada foto PA

scapula terletak di luar bayangan thorax

Pada foto AP clavicula terlihat lebih tegak dibandingkan foto PA

Pada foto PA jantung biasanya terlihat lebih jelas

Pada foto AP gambaran vertebrae biasanya terlihat lebih jelas

Untuk foto PA label terletak sebelah kiri foto sementara pada foto AP label terletak

di sebelah kanan foto

Cara membedakan foto posisi erect dengan supine :

Erect

Di bawah hemidiafragma sinistra terdapat gambaran udara dalam fundus gaster

akibat aerofagia. Udara ini samar-samar karena bercampur dengan makanan. Jarak

antara udara gaster dengan permukaan diafragma adalah 1 cm atau kurang. Udara

di fundus gaster ini disebut Magenblase.

Terdapat gas di flexura lienalis akibat bakteri komensal yang hidup di tempat itu.

Warna lebih gelap.

Supine

Udara magenblase bergerak ke bawah (corpus gaster) sehingga jarak udara

magenblase dengan diafragma kurang lebih 3 cm. Jadi pada posisi supine udara

magenblase jarang terlihat.

4. Simetris

Jarak antara sendi sternoklavikularis dekstra dan sinistra terhadap garis median

adalah sama. Jika jarak antara foto kanan dan kiri berbeda maka foto tidak simetris.

5. Foto thorax tidak boleh terpotong.

F. Interpretasi Foto Thorax

Cara sistematis membaca foto thorax antara lain :

Cek apakah sentrasi foto sudah benar dan foto dibuat saat penderita inspirasi penuh.

Foto yang dibuat pada waktu ekspirasi bisa menimbulkan keraguan karena bisa

Page 35: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

menyerupai suatu penyakit misalnya kongesti paru, kardiomegali, atau mediastinum

melebar. Kesampingkan bayangan yang terjadi karena rambut, pakaian, atau lesi kulit.

Cek apakah eksposure sudah benar (bila sudah diperoleh densitas yang benar, maka

jari yang diletakkan di belakang “daerah hitam” pada foto tepat dapat terlihat). Foto

yang pucat karena “underexposed” harus diinterpretasikan dengan hati-hati, gambaran

paru dapat memberi kesan ada edema paru atau konsolidasi. Foto yang hitam karena

“underexposed” bisa memberikan kesan emfisema.

Cek apakah tulang-tulang (iga, clavicula, scapula, dll) normal.

Cek jaringan lunak yaitu kulit , subcutan fat, musculi seperti pectoralis mayor,

trapezius, dan sternocleidomastoideus. Pada wanita terlihat mamae serta nipple.

Cek apakah posisi diafragma normal : diafragma kanan biasanya 2,5 cm lebih tinggi

dibanding kiri. Normalnya pertengahan costae VI depan memotong pada pertengahan

hemidiafragma kanan.

Cek sinus costophrenicus baik pada foto PA maupun lateral.

Cek mediastinum superior apakah melebar, ataukah ada massa abnormal, dan carilah

trakea.

Cek adakah kelainan pada jantung dan pembuluh darah besar. Lebar jantung pada

orang dewasa (posisi berdiri) harus kurang dari separuh lebar dada. Atau dapat

ditentukan melalui CTR (Cardio Thoracalis Ratio).

Cek hilus dan bronkovaskular pattern. Hilus adalah bagian tengah pada paru dimana

tempat masuknya pembuluh darah, bronkus, syaraf dan pembuluh limfe. Hilus kiri

normal lebih tinggi daripada hilus kanan.

G. Syarat Foto Thorax Normal

1. Indentitas harus lengkap , menampilkan nama,umur, jenis kelamin, tanggal (untuk

kepentingan kontol ), nomor foto rontgen, tanda R atau L, dan ada klinisnya.

2. Inspirasi cukup, ditandai dengan kosta VI yang memotong during, akan terlihat

pelebaran diafragma dipertengahan. Bila inspirasi kurang, maka akan terlihat

pelebaran pumbuluh darah.

3. Posisi pasien harus simetris (prosessus spinosus clavicula kanan dan kiri harus

simetris). Hal ini dapat dievaluasi dengan melihat apakah proyeksi tulang korpus

vertebra toracal terletak di tengah sendi sternoclaviculer kanan dan kiri.

4. Pasien dalam keadaan berdiri karena bila tidur, jantung akan terlihat membesar dan

dalam posisi berdiri, scapula akan mengarah keluar.

Page 36: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

5. Foto harus postero anterior (PA) karena letak jantung di mediatinum anterior sehingga

posisi jantung dekat dengan film.

6. Waktu, biasanya foto untuk anak-anak harus cito, karena jika >24 jam jam kondisinya

akan berubah

7. Densitas (kehitaman) dalam satuan kilowatt yang berbeda-beda untuk melihat tulang

atau jantung

8. Kondisi sinar x sesuai, jumlah sinar dan kualitas sinar cukup

9. Film meliputi seluruh kavum thorax, mulai dari puncak cavum thorax sampai sinus

phrenicocostalis kanan dan kiri dapat terlihat pada film tersebut.

H. Kelainan Foto Thorax

Berikut ini kelainan radiologi thorax :

1. Kesalahan teknis saat pengambilan foto sehingga mirip suatu penyakit.

- Sendi sternoclavicula sama jauhnya dari garis tengah

- Diafragma letak tinggi,

- Corakan meningkat pada kedua lobus bawah,

- diameter jantung bertambah.

2. Pada jantung : Cardiomegali

Page 37: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

Setelah dibuat garis-garis seperti di atas selanjutnya kita hitung menggunakan rumus

perbandingan :

CTR= A+B/C x 100%

Ketentuan :

Jika nilai perbandingan di atas nilai 50% dapat dikatakan telah terjadi

pembesaran jantung (cardiomegali).

- Apex cordis tergeser ke bawah kiri pada pembesaran ventrikel kiri

- Apex cordis terangkat lepas dari diafragma pada pembesaran ventrikel kanan

3. Pada Mediastinum : Massa Mediastinum

Page 38: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

4. Pada Pulmo :

a. Oedema Paru

- Bayangan dengan garis tidak tegas

- Terdapat suatu bronkogram udara

- Tanda “Silhouette” yaitu hilangnya visualisasi bentuk diafragma atau

mediastinum berdekatan

b. Pemadatan Paru, Misalnya Tbc Paru, Pneumonia

TB Paru Pneumonia

- Terlihat pemadatan bercak-bercak dengan bayangan tidak jelas

- Terlihat adanya kavitas (pembentukan abses)

Page 39: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

c. Kolaps Paru / Atelektasis

Tampak perselubungan homogen pada lapangan paru sebelah kiri yang menutupi

batas kiri jantung, diafragma, dan sinus disertai dengan shift midline ke kiri.

- Terdapat bayangan lobus yang kolaps

- Ditemukan tanda “Silhouette”

- Pergeseran struktur untuk mengisi ruangan yang normalnya ditempati lobus

kolaps

- Pada kolaps keseluruhan paru tampak opaque dan ada pergeseran hebat pada

mediastinum dan trakea

d. Massa paru, misal : abses paru, kista hydatid

- Ditemukan lesi uang logam (coin lesion) / nodulus

- Terdapat bayangan sferis

Page 40: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

e. Bayangan kecil tersebar luas

- Bayangan cincin 1 cm bersifat diagnostic bagi bronkiektasis

- Kalsifikasi paru yang kecil tersebar luas dapat timbul setelah infeksi paru oleh TB

- Area pemadatan kecil berbatas tidak jelas menunjukkan adanya bronkiolitis

f. Bayangan garis

- Biasanya tidak lebih tebal dari garis pensil, yang terpenting adalah garis septal,

dapat terlihat pada limfangitis Ca.

g. Sarkoidosis

- Terlihat limfadenopati hilus dan paratrachealis

- Bayangan retikulonodularis pada paru.

Page 41: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

h. Fibrosis paru

- Bayangan kabur pada basis paru yang menyebabkan kurang jelasnya garis bentuk

pembuluh darah,kemudian terlihat nodulus berbatas tak jelas dengan garis

penghubung.

- Volume paru menurun, sering jelas, dan translusensi sirkular terlihat memberikan

pola yang dikenal sebagai “paru sarang tawon”, kemudian jantung dan arteria

pulmonalis membesar karena semakin parahnya hipertensi pulmonalis.

i. Neoplasma

- Bayangan bulat dengan tepi tak beraturan berlobulasi dan tepi infiltrasi

Page 42: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

- Terdapat kavitas dengan massa

5. Pada Pleura :

a. Efusi Pleura

- Terlihat cairan mengelilingi paru, lebih tinggi di lateral daripada medial, juga

dapat berjalan ke dalam fissure terutama ke ujung bawah fissure oblique

b. Fibrosis Pleura

- Penampilannya serupa dengan cairan pleura, tetapi selalu lebih kecil daripada

bayangan asli. Sudut costophrenicus tetap terobliterasi.

c. Kalsifikasi Pleura

- Plak kalsium tak teratur, dapat terlihat dengan atau tanpa disertai penebalan pleura

Page 43: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

d. Pneumothorax

- Garis pleura yang membentuk tepi paru yang terpisah dari dinding dada,

mediastinum, atau diafragma oleh udara

- Tidak ada bayangan pembuluh darah di luar garis ini

e. Hematothorax

Hematothorax adalah adanya darah dalam rongga pleura. Sumber darah mungkin

dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Meskipun beberapa

penulis menyatakan bahwa nilai hematokrit setidaknya 50% diperlukan untuk

membedakan hematotoraks dari efusi pleura berdarah, sebagian besar tidak setuju

pada setiap perbedaan yang spesifik. Biasanya akibat dari trauma tumpul atau

penetrasi. Lebih jarang, mungkin merupakan komplikasi dari penyakit, dapat induksi

iatrogenik, atau mungkin berkembang secara spontan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 44: LAPORAN PENDAHULUAN ADHF + FOTOO TORAX

Abraham WT, Adams KF, Fonarow GC, et al. 2005. In-hospital mortality in patients with acute decompensated heart failure requiring intravenous vasoactive medications: an analysis from the Acute Decompensated Heart Failure National Registry (ADHERE). J Am Coll Cardiol. 2005 ;46:57–64.

Armstrong Peter, L.Wastie Martin. 1989. Pembuatan Gambar Diagnostik. Jakarta : EGC.Crouch MA, DiDomenico RJ, Rodgers Jo E. 2006. Applying Consensus Guidelines in the

Management of acute decompensated heart failure. California : 41st ASHP Midyear Clinical Meeting. www.ashpadvantage.com/website_images/pdf/adhf_scios_06.pdf. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2015.

 Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al. 2008. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008. European Journal of Heart Failure [serial on the internet]. http://eurjhf.oxfordjournals.org/content/10/10/933.full.pdf #page= 1&view=FitH. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2015.

Hanafiah, A. 2006. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Heart Failure Society of America. 2010. Evaluation and management of patients with acute

decompensated heart failure: HFSA 2010 comprehensive heart failure practice guideline. J Card Fail. 2010;16:e134-e156.

Joseph SM, Cedars AM, Ewald GA, et al. 2009. Acute decompensated heart failure: contemporary medical management. Tex Heart Inst J. 2009 ;36:510–520.

Kirk JD. 2004. Acute Decompensated Hheart Failure: Nnovel Approaches To Cclassification Aand Treatment. Philadelphia : Departement of Emergency Medicine University of Pennsylvania. www.emcreg.org . Diakses pada tanggal 24 Oktober 2015.

Lindenfeld J. 2010. Evaluation and Management of Patients with Acute Decompensated Heart Failure. Journal of Cardiac Failure. http://www.heartfailureguideline.org/assets/document/2010_heart_failure_guideline_sec_12.pdf . Diakses pada tanggal 24 Oktober 2015.

Mc.Bride BF, White M. 2010. Acute Decompensated Heart Failure: Pathophysiology. Journal of Medicine. http://www.medscape.com/viewarticle/459179_3. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2015.

Nasuution SA, Ismail D. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Jakarta: EGCPalmer P.E.S, Cockshott W.P, Hegedus V, Samuel E. 1995. Manual of Radiographic

Interpretation for General Practitioners (Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum). Jakarta : EGC,Pinto DS, Lewis S. 2012. Pathophysiology of acute decompensated heart failure. In: Basow DS, ed. UpToDate. Waltham, MA: UpToDate

Price A.S Wilson L.M. 2005. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit-edisi 6. Jakarta : ECG.

Putra, Semara. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien ADHF. Jakarta : ECG.Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik Edisi ke-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.Rusdi Gazali,Malueka. 2008. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka Cendekia PressSjahriar, Rasad . 2005. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Tallaj JA, Bourge RC. 2003. The Management of Acute Decompensated Heart Failure.

Birmingham : University of Alabama. http://www.fac.org.ar. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2015.