Laporan Kemajuan Cha Revisi 1
-
Upload
m-rizki-fadlan -
Category
Documents
-
view
39 -
download
2
Transcript of Laporan Kemajuan Cha Revisi 1
LAPORAN KEMAJUAN
COMMUNITY HEALTH ANALYSIS
Disusun oleh:
Radietya Alvarabie G1A210023
Dimas Gatra Diantoro G1A211009
Pembimbing Fakultas : dr. Agung Saprasetya Dwi Laksana, M.Sc.PH.
Pembimbing Lapangan : dr. Nurul Eka Santi
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
JURUSAN KEDOKTERANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO
Agustus 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Arah kebijakan pembangunan kesehatan saat ini adalah meningkatkan
mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan
pendekatan paradigma sehat, yang memberikan prioritas pada upaya
peningkatan, pencegahan, penyembuhan, dan rehabilitasi sejak pembuahan
dalam kandungan sampai lanjut usia. Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah
meningkatkan jumlah, efektivitas, dan efisiensi penggunaan biaya kesehatan
(Notoatmodjo, 2003).
Demi mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut
diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan
terpadu. Puskesmas adalah penanggungjawab penyelenggara upaya kesehatan
untuk jenjang tingkat pertama. Berdasarkan Kepmenkes no.128 tahun 2004,
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja.
Masalah kesehatan masyarakat adalah multi kausal, maka
pemecahannya harus secara multi disiplin. Oleh karena itu, kesehatan
masyarakat sebagai seni atau prakteknya mempunyai bentangan yang luas.
Semua kegiatan baik yang langsung maupun tidak langsung untuk mencegah
penyakit (Preventif), meningkatkan kesehatan (Promotif), terapi (terapi fisik,
mental dan sosial) atau kuratif, maupun pemulihan (Rehabilitatif) kesehatan
(fisik, mental, sosial) adalah upaya kesehatan masyarakat. Oleh karena itu,
kesinambungan dan keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan oleh
tersedianya pedoman penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia adalah
tingginya angka kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). ISPA
masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas balita di
Indonesia, yaitu sebesar 28%. Angka tersebut sebagian besar terjadi pada
ISPA bawah, khususnya akibat pneumonia. Kematian akibat pneumonia
sebagai penyebab utama ISPA di Indonesia pada akhir tahun 2000 sebanyak
lima kasus diantara 1.000 balita (Depkes RI, 2003).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi pada
saluran pernafasan yang mencakup saluran pernafasan atas, bawah beserta
adneksanya yang terjadi secara akut (bukan merupakan proses kronik). Kasus
ISPA sebagian besar terjadi pada usia balita. Setiap anak balita diperkirakan
mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. ISPA menyebabkan 4 dari 15
juta kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun (WHO, 2007).
Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian penyakit ISPA adalah
faktor ekstrinsik dan intrinsik. Faktor ekstrinsik terdiri dari ventilasi,
kepadatan hunian, jenis lantai, luas jendela, letak dapur, penggunanaan jenis
bahan bakar dan kepemilikan lubang asap. Sedangkan faktor intrinsik terdiri
dari umur, jenis kelamin, status gizi, status imunisasi, dan pemberian ASI
(Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2001).
B. Tujuan
1. Mengenali faktor-faktor risiko apa saja yang dapat menyebabkan ISPA
pada balita
2. Mengetahui hubungan antara faktor resiko dengan angka kejadian ISPA
pada balita
3. Mengendalikan ISPA pada balita dengan upaya pencegahan penyakit
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Menambah pengetahuan mengenai penyakit ISPA dan faktor-faktor risiko
serta pengendaliannya di masyarakat.
2. Bagi Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai faktor-faktor risiko
yang dapat menyebabkan ISPA dan cara pencegahannya
3. Bagi Puskesmas
Dengan mengenali sedini mungkin faktor risiko ISPA di masyarakat
diharapkan bisa mengurangi angka kejadian ISPA pada balita khususnya
di Kecamatan Pekuncen
BAB II
ANALISIS SITUASI
A. Deskripsi Situasi dan Kondisi Puskesmas dan Wilayah Kerjanya
1. Keadaan Geografi Kecamatan Pekuncen
Kecamatan Pekuncen merupakan salah satu bagian wilayah
Kabupaten Banyumas dengan luas wilayah 92.70 km2. Terbagi dalam 16
desa/kelurahan yang ada di Kecamatan Pekuncen. Desa Krajan merupakan
desa yang mempunyai wilayah paling luas, yaitu sekitar 24,61 km2,
sedangkan desa Pasiraman Kidul merupakan desa yang paling sempit
wilayahnya, yaitu 0,79 km2.
Gambar 2.1. Peta Kecamatan Pekuncen
Letak geografis Kecamatan Pekuncen memiliki batas wilayah
sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Paguyangan Kabupaten
Brebes
b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Cilongok Kabupaten
Banyumas
Krajan
Tumiyang
Semedo
Pekuncen
Glempang
Cibangkong
Karang Kemiri
Petahunan
Pasiraman Lor
Karang KlesemBanjar Anyar
Kranggan
Cirawung CikembulanCandi Nggara
Pasiraman Kidul CilongokPekuncen
Gumelar
Ajibarang
Bataskec
Pekuncen.shpBanjar AnyarCandi NggaraCibangkongCikembulanCirawungGlempangKarang KemiriKarang KlesemKrajanKrangganPasiraman KidulPasiraman LorPekuncenPetahunanSemedoTumiyang
SungaiSungai.shp
BataskecBatas KabupatenBatas Kecamatan
Jalan1Jalan KAJalan KA LamaJalan LokalJalan Propinsi
N
EW
S
Pekuncen
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Ajibarang Kabupaten
Banyumas
d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Gumelar Kabupaten
Banyumas
Luas penggunaan lahan di Kecamatan Pekuncen dapat dirinci
sebagai berikut:
a. Tanah sawah : 1.858,29 Ha
b. Tanah pekarangan : 919,74 Ha
c. Tanah hutan : 38.434,7 Ha
d. Tanah Perkebunan : 1.743,7 Ha
e. Lain-lain : 224,8 Ha
2. Keadaan Demografi Kecamatan Pekuncen
a. Pertumbuhan penduduk
Berdasarkan BPS Kecamatan Pekuncen hasil registrasi
penduduk akhir tahun 2011 jumlah penduduk Kecamatan Pekuncen
adalah 64.689 jiwa terdiri dari 32.056 jiwa lali-laki (49,55%) dan
32.633 jiwa perempuan (50,44%) tergabung dalam 17.068 rumah
tangga/KK dengan rata-rata jiwa/rumah tangga adalah 3 orang.
Jumlah penduduk Kecamatan Pekuncen tahun 2011 yang
tertinggi/terbanyak adalah di desa Pekuncen yaitu sebanyak 6.575 jiwa
dan paling sedikit adalah Desa Pasiraman Kidul sebanyak 1.587 jiwa.
Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2010 , terjadi
penurunan sebesar 1,85 % pada tahun 2011.
b. Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk Kecamatan Pekuncen Tahun 2011 sebesar
698 jiwa/km2, dengan tingkat kepadatan tertinggi yaitu di desa
Cikembulan sebesar 2.433 jiwa/km2, sedangkan tingkat kepadatan
terendah yaitu di desa Krajan sebesar 184 jiwa/km2.
c. Jumlah penduduk menurut golongan umur
Berdasarkan data statistik kecamatan, dapat diketahui bahwa
proporsi penduduk menurut umur di Kecamatan Pekuncen adalah
kelompok umur terbesar pada umur 10-14 tahun yaitu sebanyak 5.998
jiwa, sedangkan kelompok umur terkecil yaitu pada kelompok umur >
75 tahun sebanyak 415 jiwa.
d. Keadaan Sosial Ekonomi
1. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Pekuncen
pada tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1. Tingkat Pendidikan Masyarakat Kecamatan PekuncenNo
.Jenis Pendidikan
Jenis KelaminJumlah
Laki-laki Perempuan
1.
2.
3
4.
5
6
Tidak/ Belum pernah sekolah
Tidak/ Belum tamat SD
SD
SLTP
SLTA
Perguruan Tinggi
1.475
6.558
16.209
3.742
3.060
446
1.365
6.060
14.378
3.321
3.060
339
2.840
12.618
30.587
7.063
2.214
785
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa tingkat
pendidikan penduduk sebagian besar adalah tamat SD sebesar
30.587 orang atau 54,51% dari jumlah penduduk. Sedangkan
jumlah tingkat pendidikan terkecil yaitu Perguruan tinggi sebanyak
785 orang atau 1,40 % dari jumlah penduduk.
Angka melek huruf di Kecamatan Pekuncen juga sudah
cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari penduduk usia 10 tahun ke
atas yang melek huruf di kecamatan Pekuncen yaitu sebesar
83,01%.
2. Jenis Pekerjaan
Berdasarkan data statistik Kecamatan Pekuncen, dapat
diketahui bahwa sebagian besar penduduk memiliki mata
pencaharian pada sektor informal yaitu sebesar 50,33 % dari
jumlah penduduk, sedangkan yang memiliki mata pencaharian pada
sektor formal sebesar 1,89 % dari total penduduk. Secara spesifik,
mata pencaharian sebagian besar penduduk Kecamatan Pekuncen
adalah sebagai buruh tani yaitu sebanyak 11.890 orang atau sebesar
18,50% dari jumlah penduduk. Sedangkan jumlah terkecil adalah
penduduk yang bekerja pada BUMN/BUMD yaitu sebanyak 18
orang atau sebesar 0,03 % dari total penduduk.
B. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat
Untuk memberikan gambaran derajat kesehatan masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas Pekuncen pada tahun 2011 disajikan situasi mortalitas dan
morbiditas.
I. Angka Kesakitan (Morbiditas)
1. Penyakit Diare
Kejadian atau kasus penyakit diare di wilayah Puskesmas
Pekuncen, berdasarkan data dari programmer P2M Diare Puskesmas
Pekuncen adalah sebanyak 1.041 kasus atau sebesar 16,09 per 1000
penduduk. Berdasarkan analisis pelaporan kasus dapat diketahui bahwa
kejadian diare tahun 2011, terbanyak terjadi pada bulan Januari dan
Juli.
2. Penyakit Malaria
Kasus penyakit Malaria Klinis tahun 2011 sebanyak 0 kasus atau
sebesar 0,00 per 1.000 penduduk. Kasus Malaria di Puskesmas
Pekuncen biasanya merupakan kasus import dari luar jawa. Meski
demikian ini perlu diwaspadai oleh petugas kesehatan dan masyarakat
terutama untuk Desa Tumiyang, Cikembulan, Semedo, Petahunan dan
Cibangkong yang memiliki letak geografis yang memungkinkan untuk
terjadinya malaria.
3. TB Paru
Jumlah kasus TB Paru Positif pada tahun 2011 sebanyak 32 kasus
atau CDR (Case Detection Rate) BTA positif sebesar 46,43 per 100.000
penduduk. Pada tahun 2011 jumlah pasien TB Paru yang diobati
sebanyak 33 kasus dan yang sembuh sebanyak 16 atau 48,48% sembuh,
dengan pengobatan lengkap sebanyak 15 atau sebesar 45,45%. Dari
hasil statistik menunjukkan bahwa angka CDR pasien TB paru di
Puskesmas Pekuncen lebih rendah dari target CDR TB paru nasional
(≥70%).
4. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Jumlah kasus DBD di Kecamatan Pekuncen tahun 2011 sebanyak
6 kasus atau sebesar 9,28 per 100.000 penduduk. Dari semua kasus
DBD yang ada tersebut, semuanya (100%) mendapat penanganan dan
tidak terdapat kematian akibat DBD.
5. HIV
Jumlah kasus HIV-AIDS di kecamatan Pekuncen pata tahun 2011
adalah 0 kasus. Kasus HIV-AIDS merupakan fenomena gunung es
sehingga kemungkinan adanya kasus HIV-AIDS yang tidak terdeteksi
atau tidak terdata.
6. Acute Flaccid Paralysis (AFP)
Jumlah penemuan kasus AFP di kecamatan Pekuncen pada tahun
2011 sebanyak 0 kasus. Standar penemuan kasus polio adalah 2 per
100.000 penduduk usia kurang dari 15 tahun. Tidak ditemukannya
kasus polio karena pengetahuan masyarakat mengenai gejala-gejala
penyakit polio masih sangat kurang sehingga seringkali pasien
terlambat untuk datang ke puskesmas.
7. ISPA pada Balita
Jumlah kasus ISPA pada balita ditemukan/ditangani di Kecamatan
Pekuncen adalah sebanyak 20 kasus dari jumlah perkiraan penemuan
kasus pneumonia balita sebanyak 485 atau hanya sebesar 9,93%.
Banyaknya kasus ISPA yang tidak ditangani ini sebagian besar
disebabkan karena kesadaran orang tua yang masih kurang dan
menganggap anaknya dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak
dibawa ke puskesmas.
II. Angka Kematian (Mortalitas)
Berikut ini akan diuraikan perkembangan tingkat kematian pada
periode tahun 2011 yaitu sebagai berikut :
1. Angka Kematian Bayi
Berdasarkan Profil Kesehatan Puskesmas Pekuncen dapat
diketahui bahwa, pada tahun 2011 terdapat 1.076 kelahiran hidup
dan jumlah lahir mati sebanyak 19 bayi. Angka kematian bayi
(AKB) di kecamatan Pekuncen pada tahun 2011 adalah sebesar 11,2
per 1000 kelahiran hidup akan tetapi jumlah tersebut lebih rendah
dari indikator Indonesia sehat 2011 yaitu sebesar 40/1000 kelahiran
hidup
2. Angka Kematian Ibu
Berdasarkan hasil laporan dari petugas KIA Puskesmas
Pekuncen diketahui bahwa jumlah kematian ibu hamil di Kecamatan
Pekuncen sebanyak 0 orang, jumlah kematian ibu bersalin sebanyak
1 orang, dan jumlah kematian ibu nifas sebanyak 1 orang. Sehingga
Angka Kematian Ibu (AKI) di Kecamatan Pekuncen sebesar 185,9
per 100.000 kelahiran hidup.
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJMN) tahun 2010-2014 di bidang kesehatan, target angka
kematian ibu adalah 118 per 100.000 penduduk, dan Millenium
Development Goals (MDG) tahun 2015 adalah 102 per 100.000
penduduk. Angka kematian ibu di Kecamatan Pekuncen masih
tinggi. Namun bila dibandingkan dengan data tahun 2010 (262,93
per 100.000), angka kematian ibu di Kecamatan Pekuncen sudah
mengalami penurunan.
3. Angka Kecelakaan
Kejadian kecelakaan lalu lintas di Kecamatan Pekuncen pada
tahun 2011 sebanyak 145 kejadian, dengan korban mati sebanyak 3
orang, luka berat sebanyak 23 orang, dan luka ringan sebanyak 139
orang. Dengan demikian rasio kejadian kecelakaan per 100.000
penduduk adalah sebesar 255,07.
III. Status Gizi Masyarakat
Tujuan umum upaya perbaikan gizi puskesmas adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan setiap keluarga di
wilayah Puskesmas untuk mencapai Keluarga Sadar Gizi agar terwujud
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Sedangkan tujuan khususnya adalah:
1. Meningkatkan cakupan dan kualitas pemberdayaan Keluarga menuju
Keluarga Sadar Gizi.
2. Meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan gizi (Pelayanan gizi
masyarakat dan pelayanan gizi perorangan).
Berdasarkan pemantauan status gizi Balita pada tahun 2011
dengan jumlah balita yang ditimbang 3.594 ditemukan:
a. Balita dengan Gizi Lebih sebanyak 16 anak (0,45%)
b. Balita dengan Gizi Baik sebanyak 3.534 anak (98,33%)
c. Balita dengan Gizi Kurang sebanyak 30 anak (0,83%)
d. Balita dengan Gizi Buruk sebanyak 14 anak (0,39%)
Jumlah balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk sebanyak 44 anak dan
dari jumlah tersebut semuanya mendapat perawatan. SPM untuk balita
gizi buruk mendapatkan perawatan adalah sebesar 100%. Sehingga
cakupan gizi buruk mendapat perawatan di Kecamatan Pekuncen
dibanding dengan SPM sudah memenuhi target. Disamping itu
berdasarkan laporan petugas gizi puskesmas, Kecamatan Pekuncen
termasuk kecamatan yang bebas rawan gizi.
IV. Upaya Kesehatan
Upaya pelayanan kesehatan merupakan langkah awal yang sangat
penting dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar secara tepat dan
cepat, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat sudah
dapat diatasi. Kegiatan pokok Puskesmas biasa dikenal dengan istilah
basic six atau enam program pokok puskesmas yang meliputi:
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular, KIA-KB, Gizi
Masyarakat, Kesehatan Lingkungan, Promosi Kesehatan (Promkes),
dan Pelayanan Kesehatan Dasar. Tiap program tersebut dilaksanakan
melalui suatu rangkaian yang sistematis, meliputi perencanaan (P1),
penggerakan dan pelaksanaan (P2), pengawasan, pengendalian dan
penilaian (P3).
A. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
1. Pencegahan dan Pemberantasan TB Paru
Berdasarkan data dari programer TB Paru Puskesmas dapat
diketahui bahwa pada tahun 2010 kasus TB Paru sebanyak 10 kasus,
diobati 10 kasus dan yang sembuh sebanyak 10 kasus atau 100%.
Sedangkan pada tahun 2011 terdapat 32 kasus baru BTA positif, dari
perkiraan kasus baru sebanyak 69 kasus.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk kesembuhan penderita
TBC BTA positif adalah > 85%. Sehingga jika dibandingkan dengan
SPM maka kesembuhan penderita TBC BTA positif sudah
memenuhi target.
2. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD
Pada tahun 2011 berdasarkan data petugas P2 DBD Puskesmas
Pekuncen diketahui bahwa kasus penyakit DBD sebanyak 6 kasus,
dan jumlah tersebut semuanya telah mendapat pelayanan/ditangani
(100%).
Upaya pemberantasan demam berdarah terdiri dari 3 hal yaitu:
Peningkatan kegiatan surveilance penyakit dan vektor; Diagnosis
dini dan pengobatan dini; serta Peningkatan upaya pemberantasan
vektor penular DBD.
3. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA dan Pneumonia
Pada tahun 2011 berdasarkan data petugas P2 ISPA Puskesmas
Pekuncen, dapat diketahui bahwa kasus pneumonia balita sebanyak
20 kasus, yang ditangani sebanyak 20 kasus (100%). Perkiraan kasus
pneumonia balita adalah sebanyak 485 kasus, sehingga pneumonia
balita yang ditemukan/ditangani belum memenuhi target. Sedangkan
jika dibandingkan dengan SPM untuk balita dengan pneumonia yang
ditangani sebesar 100% maka Puskesmas Pekuncen sudah memenuhi
standar SPM.
4. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Kusta
Berdasarkan data petugas P2 Kusta Puskesmas Pekuncen, pada
tahun 2011 terdapat 2 penderita Kusta tipe MB (Kusta Basah) dan 1
penderita Kusta tipe PB (Kusta Kering). Angka ini mungkin
merupakan keadaan sebenarnya dan bisa juga bukan. Hal ini
dikarenakan penyakit Kusta merupakan fenomena gunung es,
sehingga bisa saja di kecamatan Pekuncen ada lebih banyak lagi
penderita penyakit Kusta namun tidak terdata karena penderita sulit
terdeteksi atau keengganan warga datang meminta pertolongan ke
pusat pelayanan kesehatan.
Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit kusta
dilakukan dengan melakukan penemuan dini kasus kusta dan
pengawasan terhadap penderita, keluarga penderita dan orang-orang
yang melakukan kontak dengan penderita.
5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit HIV-AIDS dan Infeksi
Menular Seksual (IMS)
Berdasarakan data Puskesmas, jumlah kasus penyakit HIV-
AIDS dan IMS pada tahun 2011 sebanyak 0 kasus. Angka ini bisa
merupakan keadaan sebenarnya dan bisa juga bukan. Hal ini karena
kasus penyakit HIV-AIDS dan IMS merupakan fenomena gunung
es, sehingga bisa saja di kecamatan Pekuncen ada penderita HIV-
AIDS dan IMS tapi tidak terdata karena penderita sulit terdeteksi.
B. Pembinaan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar
1. Pendataan Rumah Sehat
Salah satu usaha guna pembinaan kesehatan lingkungan adalah
dengan dilakukannya pendataan rumah sehat. Berdasarkan hasil
pendataan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa dari jumlah
rumah sebanyak 17.299 rumah dengan jumlah rumah yang diperiksa
sebanyak 837 rumah atau 4,8%. Didapatkan bahwa sebanyak 624
rumah atau sebesar 74,6 % termasuk dalam rumah sehat.
Cakupan rumah sehat ini tidak dapat menggambarkan kondisi
rumah sehat seluruh wilayah Puskesmas Pekuncen mengingat hasil
cakupan hanya berdasarkan jumlah rumah yang diperiksa (tidak
seluruh rumah yang diperiksa). Namun, angka tersebut
merepresentasikan bahwa mayoritas rumah di wilayah Puskesmas
Pekuncen sudah memenuhi kriteria rumah sehat. Di mana rumah
sehat adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap kualitas
kesehatan penghuninya.
2. Akses Rumah Tangga Terhadap Air Bersih
Dari 20.181 kepala keluarga (KK) yang ada dengan jumlah KK
yang diperiksa sebanyak 837 KK atau sebesar 4,1 %, didapatkan
bahwa sebanyak 66 KK atau 7,9 % menggunakan ledeng sebagai
sumber air bersihnya.
Keadaan ini tidak dapat menggambarkan baik atau buruknya
akses warga Kecamatan Pekuncen terhadap air bersih mengingat
tidak semua kepala keluarga (KK) yang diperiksa. Namun dari hasil
perhitungan di atas didapatkan bahwa mayoritas KK di wilayah
Puskesmas Pekuncen masih belum bisa mengakses air bersih sebagai
sumber airnya. Keadaan ini dipengaruhi banyak faktor, di antaranya
adalah akses tempat tinggal warga yang sulit menjangkau air bersih
dan kondisi alam tempat tinggal warga yang mendukung warga
menggunakan sumber air dari alam seperti dari sungai dan sumur.
3. Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar
3.1 Persediaan Air Bersih
Dari jumlah kepala keluarga sebanyak 20.181 KK dengan
jumlah KK yang diperiksa sebanyak 837 KK didapatkan bahwa
semua KK yang dijadikan sampel pemeriksaan memiliki
persediaan air bersih (100%). Keadaan ini menggambarkan
bahwa sebagian besar warga di Kecamatan Pekuncen memiliki
persediaan air bersih dan sehat.
3.2 Kepemilikan Jamban
Dari jumlah kepala keluarga sebanyak 20.181 KK dengan
jumlah KK yang diperiksa sebanyak 837 KK didapatkan bahwa
sebanyak 638 KK atau 76,2 % memiliki jamban dan dari jumlah
tersebut, jumlah jamban yang sehat sebanyak 407 atau 63,8 %.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa mayoritas warga
sudah memiliki jamban, dan dari jumlah warga yang memiliki
jamban, sebagian besar warga sudah memiliki jamban yang sehat.
Walaupun hanya sebagian kecil saja warga yang tidak memiliki
jamban, namun hal ini masih menjadi masalah yang perlu menjadi
perhatian, mengingat amat banyak permasalahan kesehatan yang
dapat ditimbulkan akibat perilaku warga yakni buang air besar
tidak pada tempatnya juga akibat penggunaan jamban yang tidak
sehat.
3.3 Kepemilikan Tempat Sampah
Dari jumlah kepala keluarga sebanyak 20.181 KK dengan
jumlah KK yang diperiksa sebanyak 837 KK didapatkan bahwa
sebanyak 710 KK atau 84,8% memiliki tempat sampah dan
jumlah tempat sampah yang sehat sebanyak 131 atau sebesar
18,50%.
Dari data di atas disimpulkan bahwa tidak semua warga yang
dijadikan sampel pemeriksaan memiliki tempat sampah yang
sehat sehingga diperlukan tindakan yang lebih besar untuk
mendorong warga memiliki tempat sampah yang sehat. Walau
demikian, data di atas juga menunjukkan bahwa sebagian besar
sudah memiliki tempat sampah, walau hanya sebagian kecil yang
memiliki tempat sampah yang sehat. Hal ini dipengaruhi beberapa
faktor, di antaranya faktor pendidikan dan ekonomi masyarakat
yang sebagian besar masih rendah.
4. Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM) Sehat
Berdasarkan data petugas sanitarian Puskesmas Pekuncen,
dapat diketahui bahwa terdapat 6 restauran dan Jumlah yang
diperiksa ada 4, dengan hasil pemeriksaan terdapat 3 restauran atau
75 % sehat. Jumlah pasar yang ada yaitu sebanyak 1 pasar dan
setelah dilakukan pemeriksaan diketahui bahwa pasar tersebut tidak
memenuhi syarat sehat.
5. Pembinaan Kesehatan Lingkungan bagi Institusi
Jumlah sarana kesehatan yang ada di Kecamatan Pekuncen
adalah sebanyak 18 buah, yang terdiri dari Puskesmas, Puskesmas
Pembantu (Pustu), PKD, Balai Pengobatan/Klinik Swasta.
Sedangkan jumlah sarana pendidikan yang ada adalah sebanyak 94
buah, tempat ibadah sebanyak 98 buah, perkantoran sebanyak 29
buah, instalasi pengelolaan air minum sebanyak 2 buah dan sarana
lain sebanyak 28 buah. Sehingga jumlah keseluruhan dari institusi
yang ada di wilayah Kecamatan Pekuncen adalah sebanyak 269 buah
dengan jumlah intitusi yang dibina kesehatan lingkungannya adalah
sebanyak 140 buah atau 52,0% dibina.
Data di atas menunjukkan bahwa lebih dari setengah institusi
mendapat pembinaan di bidang kesehatan lingkungan. Namun masih
terdapat institusi yang belum mendapat pembinaan kesehatan
lingkungan, hal ini dapat berdampak buruk bagi kualitas kesehatan
pasien, mengingat institusi-institusi tersebut merupakan fasilitas
yang akan melayani warga dan berinteraksi dengan warga sehingga
akan mempengaruhi status kesehatan masyarakat.
C. Perbaikan Gizi Masyarakat
1. Cakupan Bayi dan Balita Mendapat Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan laporan dari petugas gizi puskesmas Pekuncen
tahun 2011, dapat diketahui bahwa jumlah bayi umur 6-11 bulan
sebanyak 600 orang dan seluruhnya telah mendapat vit A 1x atau
100%. Balita umur 12 – 59 bulan sebanyak 4.854 orang dan 3.767
balita atau (77,60%) telah mendapat vit A 2x.
Data ini menunjukkan bahwa masih terdapat Balita yang
belum mendapat vitamin A 2x. Padahal peran vitamin A sangat
penting bagi kesehatan mata. Sehingga hal ini berpotensi menjadi
permasalahan kesehatan bagi warga dikemudian hari bila tidak
segera ditanggulangi.
2. Cakupan Ibu Hamil Mendapat Tablet Fe
Berdasarkan laporan petugas gizi Puskesmas Pekuncen
diketahui bahwa jumlah ibu hamil di wilayah. Puskesmas Pekuncen
pada tahun 2011 adalah sebanyak 1.057 orang. Dari jumlah tersebut
yang sudah mendapat tablet Fe1 sebanyak 932 orang atau sebesar
88,17%, dan yang sudah mendapat tablet Fe3 sebanyak 945 orang
atau sebesar 89,40%. Sedangkan jumlah ibu nifas adalah sebanyak
989 orang dengan 868 orang atau 87,76% diantaranya telah
mendapat vit A.
Dari data di atas didapatkan bahwa belum semua Ibu Hamil di
wilayah Puskesmas Pekuncen mendapat tablet Fe1 dan Fe3. Juga
belum semua Ibu nifas mendapat vitamin A. Hal ini dapat
dipengaruhi banyak faktor di antaranya pengetahuan Ibu akan
pentingnya pemberian tablet besi dan vitamin A pada Ibu hamil, juga
faktor ekonomi dan transportasi dalam mengakses sarana pelayanan
kesehatan untuk mendapatkan tablet besi dan vitamin A.
D. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) – KB
1. Cakupan Kunjungan Neonatus, Bayi Dan Bayi BBLR yang
Ditangani
Berdasarkan data koordinator KIA Puskesmas Pekuncen
diketahui bahwa cakupan kunjungan neonatus KN1 adalah sebanyak
1.076 orang atau 100%, adapun cakupan kunjungan KN Lengkap
adalah sebanyak 1.076 atau sebesar 100%. Jumlah bayi lahir hidup
sebanyak 1.076 orang dengan jumlah bayi dengan Berat Bayi Lahir
Rendah (BBLR) sebanyak 16 orang atau sebesar 1,50%. Dari
sejumlah 16 bayi dengan BBLR tersebut, semuanya atau 100% telah
mendapat penanganan.
2. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil (K1, K4), Persalinan Ditolong
Tenaga Kesehatan, Dan Pelayanan Ibu Nifas
Jumlah ibu hamil di wilayah Puskesmas Pekuncen pada tahun
2011 tercatat sebanyak 1.057 orang. Dari jumlah tersebut yang
melakukan pemeriksaan kesehatan ke petugas kesehatan untuk
kunjungan pertama (K1) sebanyak 1.224 orang atau 100%,
sedangkan yang melakukan kunjungan ke empat (K4) sebanyak 987
orang atau 93,4%.
Dari data ini didapatkan bahwa belum semua ibu hamil
melakukan kunjungan ke empat. Walau semua ibu hamil melakukan
kunjungan pertama, dan mayoritas ibu hamil sudah melakukan
kunjungan ke empat, namun sebagian ibu hamil yang belum
melakukan kunjungan ke empat harus tetap mendapat perhatian
khusus. Kondisi ini bisa dipengaruhi dari banyak faktor antara lain
faktor pengetahuan ibu serta faktor akses ke sarana pelayanan
kesehatan.
Jumlah ibu bersalin sebanyak 997 orang, dan ibu bersalin yang
ditolong tenaga kesehatan sebanyak 967 atau sebesar 97%.
Sedangkan jumlah ibu nifas sebanyak 1.024 orang dan yang
mendapat palayanan nifas sebanyak 1.024 orang atau 100%.
Dari data di atas didapatkan bahwa semua ibu hamil di wilayah
Puskesmas Pekuncen sudah mendapat pelayanan tenaga kesehatan
dalam hal nifas, namun belum semua ibu bersalin yang ditolong
tenaga kesehatan. Hal ini bisa disebabkan karena pengetahuan ibu
dan kesulitan dalam akses menuju pelayanan tenaga kesehatan.
3. Cakupan Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Balita, Pemeriksaan
Kesehatan Siswa SD/SMP/SMU
Pada tahun 2011, di Kecamatan Pekuncen terdapat balita (Pra
sekolah) sebanyak 4.861 orang, dan yang dideteksi sebanyak 3.506
orang atau sebesar 72,13%. Sedangkan jumlah anak usia SD
sebanyak 7.286 orang dengan jumlah diperiksa sebanyak 1.312
orang atau sebesar 16,68%.
4. Jumlah PUS, Peserta KB, Peserta KB Baru, Dan KB Aktif
Berdasarkan data koordinator KB Puskesmas Pekuncen,
diketahui bahwa jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di wilayah
Puskesmas Pekuncen sebanyak 14.012 orang. Dari jumlah PUS yang
ada tersebut jumlah peserta KB baru sebanyak 2.562 orang atau
18,3%. Sedangkan jumlah peserta KB aktif sebanyak 10.470 orang
atau 74,7%.
Berdasarkan data di atas didapatkan bahwa baru sebagian kecil
dari PUS yang menjadi peserta KB. Walaupun sebagian besar dari
peserta KB tadi sudah menjadi peserta KB aktif, namun diperlukan
perhatian khusus untuk lebih meningkatkan angka kepesertaan KB di
masyarakat. Sedikitnya jumlah PUS yang menjadi peserta KB
dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya pengetahuan PUS,
pengaruh kebudayaan lokal dari pihak keluarga, sosialisasi yang
kurang, dan sulitnya akses menuju sarana pelayanan kesehatan.
5. Jumlah Peserta KB Aktif Menurut Jenis Kontrasepsi
Jumlah seluruh peserta KB aktif di kecamatan Pekuncen pada
tahun 2011 sebanyak 10.470 orang. Dari jumlah tersebut yang
menggunakan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) jenis
IUD sebanyak 1.018 orang, MOP/MOW sebanyak 456 orang dan
implant sebanyak 1.395 orang. Sedangkan yang mengunakan Non
MKJP jenis suntik sebanyak 5,855 orang, jenis PIL sebanyak 1.554
orang, dan kondom sebanyak 192 orang.
6. Cakupan Imunisasi Bayi
Berdasarkan data petugas koordinator imunisasi Puskesmas
Pekuncen diketahui bahwa jumlah bayi di Kecamatan Pekuncen
pada tahun 2011 sebanyak 600 bayi. Sedangkan cakupan
imunisasinya untuk tiap jenis imunisasi adalah sebagai berikut: bayi
mendapat imunisasi BCG sebanyak 1.057 atau sebesar 176%, bayi
mendapat imunisasi DPT1+HB1 sebanyak 1.041 atau sebesar
173,5%, bayi mendapat imunisasi DPT3+HB3 sebanyak 1.063 atau
177.2%, bayi mendapat imunisasi polio 3 sebanyak 1.045 atau
sebesar 174,167%, bayi mendapat imunisasi campak sebanyak 1.037
atau 172,8% . Sedangkan angka Drop Out (DO) sebesar 0,4%.
7. Bumil dan Neonatal Risiko Tinggi
Data petugas KIA Puskesmas Pekuncen menunjukan bahwa
jumlah ibu hamil sebanyak 1.057 orang, dan dari jumlah tersebut ibu
hamil dengan resiko tinggi/komplikasi sebanyak 211 orang dengan
jumlah bumil risti ditangani sebanyak 287 orang. Jumlah neonatal
sebanyak 1.076, dengan jumlah perkiraan neonatal risti/komplikasi
sebanyak 161 orang dan ditangani sebanyak 42 orang atau sebesar
26%. Rendahnya neonatal risti yang ditangani diakibatkan jumlah
neonatal risti yang bisa ditangani di PKD tidak terlaporkan.
E. Promosi Kesehatan
program-program yang dilakukan oleh Puskesmas Pekuncen
khususnya dalam bidang Promosi Kesehatan adalah melalui kegiatan-
kegiatan berikut:
1. Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan bisa dilakukan secara langsung maupun
tidak langsung. Jumlah kegiatan penyuluhan kesehatan kelompok
(secara langsung) yang dilakukan sebanyak 4.818 dan yang jumlah
kegiatan penyuluhan massa adalah 18. Materi penyuluhan adalah
mengenai masalah-masalah kesehatan seperti PHBS, KIA, Kesehatan
Lingkungan, Gizi, NAPZA dan Penyakit Menular.
2. Stratifikasi PHBS Tatanan Rumah Tangga
Berdasarkan hasil pendataan dengan menggunakan kuesioner
PHBS tatanan rumah tangga, dengan jumlah sampel sebanyak 17.068
KK, dan pada tahun ini semua desa yang di data, dengan cakupan
pendataan sebesar 5.670 atau 33,2% dari seluruh jumlah yang
dipantau. Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk rumah tangga
sehat (Starata Utama dan Paripurna) sebesar 65%. Sehingga
berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa pencapaian PHBS
tatanan rumah tangga di wilayah Puskesmas Pekuncen sudah
memenuhi SPM yaitu 4.855 atau 85,6%
3. Posyandu
Program promosi kesehatan juga melakukan upaya-upaya guna
mengembangkan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan.
Salah satu bentuknya adalah pembinaan Posyandu. Guna
meningkatkan kualitas Posyandu, salah satunya adalah dengan
dilakukan stratifikasi Posyandu. Jumlah posyandu di wilayah
puskesmas Pekuncen sebanyak 134 Posyandu.
Hasil stratifikasi posyandu tahun 2011, didapatkan hasil sebagai
berikut:
a. Posyandu dengan strata Pratama sebanyak 7 posyandu atau sebesar
5,22%.
b. Posyandu dengan strata Madya sebanyak 55 posyandu atau sebesar
41,04%.
c. Posyandu dengan strata Purnama sebanyak 49 posyandu atau
sebesar 36,57%.
d. Posyandu dengan strata Mandiri sebanyak 23 posyandu atau
sebesar 17,16%.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) 2011 untuk presentase
posyandu dengan strata purnama adalah sebesar 40% dan strata
mandiri sebesar >2%. Sehingga pencapaian strata Posyandu purnama
belum mencapai target dan posyandu mandiri di Kecamatan Pekuncen
sudah mencapai target. Sedangkan tingkat partsipasi masyarakat di
posyandu (D/S) adalah sebesar 74,04%, tingkat keberhasilan program
posyandu (N/D) sebesar 70,01%. D/S belum mencapai target SPM
yaitu 80% disebabkan kesadaran masyarakat yang kurang dan
menganggap di posyandu hanya ditimbang saja. Untuk N/D juga
belum mencapai target SPM yaitu 80% karena usia diatas 1-5 tahun
kebanyakan mengalami kesulitan dalam hal makan.
F. Pelayanan Kesehatan Dasar
Salah satu upaya kesehatan wajib yang ditetapkan berdasarkan
komitmen nasional, regional dan global serta yg mempunyai daya ungkit
tinggi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyrakat. Upaya ini harus
diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di Indonesia.
Salah satu upaya kesehatan wajib adalah upaya kesehatan dasar,
upaya-upaya kesehatan dasar yang dilakukan oleh Puskesmas Pekuncen
diantaranya adalah:
1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir
2. Pelayanan Kesehatan Bayi dan Anak Pra Sekolah
3. Pelayanan Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja
4. Pelayanan Kesehatan Usia Subur
5. Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut
6. Pelayanan Imunisasi
7. Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat
8. Pelayanan Pengobatan / Perawatan
Dari hasil pelayanan kesehatan di Puskesmas Pekuncen, baik rawat
jalan maupun rawat inap, dapat diketahui 10 besar penyakit yang ada
pada tahun 2011 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2. Daftar 10 Besar Penyakit di Kecamatan Pekuncen
G. Kefarmasian
Gambaran stok obat, pemakaian rata-rata obat per bulan, dan tingkat
kecukupan obat di puskesmas pekuncen berdasarkan data dari petugas
obat dapat diketahui bahwa secara umum tingkat kecukupan obat di
puskesmas pekuncen sudah cukup terpenuhi.
No PenyakitJumlah Kasus
1 ISPA 12562 DERMATITIS 7143 MIALGIA 5754 DYSPEPSIA 5325 HIPERTENSI 4176 FARINGITIS 3597 OBSERVASI FEBRIS 3288 CEPHALGIA 2649 ASMA BRONKHIAL 209
10 DIARE 1041JUMLAH 4830
BAB III
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH
A. Daftar Permasalahan Kesehatan Yang Ada (Berdasar Data Sekunder
Puskesmas Pekuncen) Juni-Juli 2011
Masalah merupakan sesuatu yang menunjukkan adanya kesenjangan
antara harapan dan sesuatu yang dicapai, sehingga menimbulkan rasa tidak
puas. Masalah dapat menyebabkan ketidakmaksimalan dalam melaksanakan
suatu kegiatan. Dalam penetapan masalah, perlu diperhatikan hal-hal yang
diinginkan dan keadaan yang terjadi sekarang, sehingga dapat dicari
penyebab atau hal-hal yang dapat membuat tujuan tidak tercapai.
Untuk memutuskan adanya masalah, diperlukan tiga syarat yang
harus dipenuhi, antara lain: adanya kesenjangan, adanya rasa tidak puas,
adanya rasa tanggung jawab untuk menanggulangi masalah.
Tabel 3.1. Daftar Masalah di Puskesmas PekuncenNo Input Proses Output
1 Hiv-AIDS Rumah Sehat ISPA
2Jumlah Posyandu Purnama Akses Air Bersih Diare
3Kurangnya vitamin A 2x untuk Balita Dermatitis
4
Institusi yang belum mendapatkan pembinaan kesling Mialgia
5
Pemberian tablet Fe1 dan Fe 3 untuk bumil Dyspepsia
6 Hipertensi 7 Faringitis8 Cephalgia9 Asma Bronkhial
10 Angka Kematian Bayi11 Angka Kematian Ibu12 Angka Kecelakaan
B. Penentuan Prioritas Masalah (Berdasarkan Metode Tertentu)
Penentuan prioritas masalah di Kecamatan Tambak dengan
menggunakan metode Hanlon Kuantitatif. Untuk keperluan ini digunakan 4
kelompok kriteria, yaitu:
1. Kelompok kriteria A: besarnya masalah
2. Kelompok kriteria B: kegawatan masalah, penilaian terhadap dampak,
urgensi dan biaya
3. Kelompok kriteria C: kemudahan dalam penanggulangan, yaitu penilaian
terhadap tingkat kesulitan penanggulangan masalah
4. Kelompok kriteria D: PEARL faktor, yaitu penilaian terhadap propriety,
economic, acceptability, resources availability, legality
Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah
di Puskesmas Tambak adalah sebagai berikut :
Kriteria A (besarnya masalah)
Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya
penduduk yang terkena efek langsung.
Masalah Kesehatan
Besarnya Masalah per 10000 penduduk Nilai<200(2)
200-400(4)
400-600(6)
600-800(8)
>800(10)
ISPA X 10Diare X 10AKI X 10Angka kecelakaan
X 10
Dermatitis X 8Mialgia X 6Dyspepsia X 6Hipertensi X 6Faringitis X 4Cephalgia X 4Asma Bronkhial
X 4
Angka Kematian Bayi
X 2
Tabel 3.2. Skor Besarnya Masalah
Kriteria B (kegawatan masalah)
Kegawatan (paling cepat mengakibatkan kematian)
1. Tidak gawat
2. Kurang gawat
3. Cukup gawat
4. Gawat
5. Sangat gawat
Urgensi (harus segera ditangani, apabila tidak ditangani dapat menyebabkan
kematian)
1. Tidak urgent
2. Kurang urgent
3. Cukup urgent
4. Urgent
5. Sangat urgent
Biaya (biaya penanggulangan)
1. Sangat murah
2. Murah
3. Cukup mahal
4. Mahal
5. Sangat mahal
Masalah kesehatan
Severity Tingkat Urgensi
Biaya yang Dikeluarkan
Nilai
ISPA 6 8 6 6,7Diare 6 8 8 7,3AKI 10 10 10 10Angka kecelakaan
10 10 10 10
Dermatitis 2 2 4 2,7Mialgia 4 4 6 4,7Dyspepsia 4 4 4 4Hipertensi 6 4 4 4,6Faringitis 4 4 4 4Cephalgia 2 2 4 2,7Asma Bronkhial
4 4 4 4
Angka Kematian
10 10 10 10
Tabel 3.3. Skor Kegawatan Masalah
Bayi
Kriteria C (Kemudahan dalam Penanggulangan)
Kriteria C digunakan untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan
masalah, maka dinilai apakan sumber daya dan teknologi yang ada dapat
menyelesaikan masalah. Skor yang digunakan dari skala 1 sampai 5. Semakin
sulit penanggulangan, skor yang diberikan semakin kecil.
Tabel 3.4 Skor yang Diberikan Tiap-Tiap AnggotaMasalah Dona friska yuli Jml N
ISPA 4 4 4 12 4Diare 4 4 4 12 4AKI 1 1 1 3 1Angka kecelakaan 2 2 2 6 2Dermatitis 3 3 4 10 3,3Mialgia 4 4 4 12 4Dyspepsia 3 3 4 10 3,3Hipertensi 3 2 2 7 2,3Faringitis 3 3 3 9 3Cephalgia 3 3 3 9 3Asma Bronkhial 2 2 2 6 2Angka Kematian Bayi
1 2 1 4 1,3
Kriteria D (PEARL factor)
Kriteria D terdiri dari beberapa faktor yang saling menentukan dapat
tidaknya suatu program dilaksanakan. Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Kesesuaian (Propriety)
b. Murah (Economic)
c. Dapat diterima (Acceptability)
d. Tersedianya sumber (Resources Availability)
e. Legalitas terjamin (Legality)
Dari diskusi kelompok, didapatkan nilai PEARL untuk masing-masing
masalah :
Tabel 3.5 Kriteria PEARLMasalah Kesehatan P E A R L Hasil Perkalian
ISPA 1 1 1 1 1 1
Diare 1 1 1 1 1 1
AKI 1 0 1 1 1 0
Angka kecelakaan 1 0 1 1 1 0
Dermatitis 1 1 1 1 1 1
Mialgia 1 1 1 1 1 1
Dyspepsia 1 1 1 1 1 1
Hipertensi 1 1 1 1 1 1
Faringitis 1 1 1 1 1 1
Cephalgia 1 1 1 1 1 1
Asma Bronkhial 1 1 1 1 1 1
Angka Kematian Bayi 1 0 1 1 1 0
Penetapan nilai
Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai tersebut
dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :
Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B)x C
Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D
Tabel 3.5. Skor total penilaian Hanlon
Masalah A B C D NPD NPT Urutan
prioritasP E A R L
ISPA 10 6,7 4 1 1 1 1 1 66,8 66,8 2
Diare10 7,3 4 1 1 1 1 1 69,2 69,2 1
AKI 10 10 1 1 0 1 1 1 20 0 10
Angka kecelakaan
10 10 2 1 0 1 1 1 40 0 11
Dermatitis 8 2,7 3,3 1 1 1 1 1 35,3 35,3 4
Mialgia6 4,7 4 1 1 1 1 1 42,8 42,8 3
Dyspepsia6 4 3,3 1 1 1 1 1 33 33 5
Hipertensi 6 4,6 2,3 1 1 1 1 1 27,5 27,5 6
Faringitis4 4 3 1 1 1 1 1 24,4 24,4 7
Cephalgia 4 2,7 3 1 1 1 1 1 20,1 20,1 8
Asma Bronkhial
4 4 2 1 1 1 1 1 16 16 9
AKB 2 10 1,3 1 0 1 1 1 26 0 12
Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan
prioritas masalahnya adalah sebagai berikut :
1. ISPA
2. Diare
3. Myalgia
4. Dermatitis
5. Dyspepsia
6. Hipertensi
7. Faringitis
8. Cephalgia
9. Asma bronchial
10. AKI
11. Angka kecelakaan
12. AKB
BAB IV
KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH
A. Tinjauan Pustaka ISPA
1. Definisi ISPA
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan
atas. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan
berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau
infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung
pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu (WHO,
2007).
Istilah ISPA mengandung tiga unsur, yaitu infeksi, saluran
pernafasan dan akut. Pengertian atau batasan masing-masing unsur
adalah sebagai berikut:
a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam
tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala
penyakit.
b. Saluran pernapasan dimulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Dengan demikian ISPA secara otomatis mencakup saluran pernafasan
bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan
paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan.
Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14
hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun
untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan ISPA proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes RI, 2002).
2. Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan Penyakit ISPA membagi penyakit ISPA
dalam 2 golongan, yaitu ISPA non-pneumonia yang dikenal masyarakat
dengan istilah batuk pilek, dan pneumonia yang ditandai dengan keluhan
batuk pilek disertai gejala kesulitan dalam bernapas, peningkatan
frekuensi nafas, serta penarikan dinding dada ke dalam. Dengan
demikian klasifikasi non-pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA
lain di luar pneumonia seperti batuk pilek biasa (common cold),
faringitis, serta tonsilitis.
Klasifikasi lain dari ISPA pada balita dibagi berdasarkan
kelompok umur, yaitu untuk umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun dan
kelompok untuk umur kurang 2 bulan.
a. Kelompok umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun dibagi menjadi :
- Pneumonia berat
- Pneumonia
- Bukan pneumonia
b. Kelompok umur kurang 2 bulan klasifikasi dibagi menjadi :
- Pneumonia berat
- Bukan pneumonia
3. Etiologi ISPA
Etiologi pada Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dibagi
berdasarkan letak anatomis terjadinya kelainan atau infeksi, yaitu saluran
nafas bagian atas atau bawah (pneumonia).
a. Infeksi saluran nafas bagian atas
Infeksi saluran napas atas adalah infeksi-infeksi yang
disebabkan oleh mikro-organisme. Infeksi-infeksi tersebut terbatas
pada struktur-struktur saluran napas termasuk rongga hidung, faring
dan laring (Corwin, 1997).
Infeksi saluran napas atas mencakup Common cold, faringitis
atau sore throat (radang tenggorokan), laringitis, dan influenza tanpa
komplikasi. Sebagian besar infeksi saluran napas atas disebabkan
oleh virus, walaupun bakteri juga dapat terlibat baik sejak awal atau
yang bersifat sekunder terhadap infeksi virus. Semua jenis infeksi
mengaktifkan respon imun dan peradangan sehingga terjadi
pembengkakan dan edema jaringan yang terinfeksi. Reaksi
peradangan menyebabkan peningkatan pembentukan mukus yang
berperan menimbulkan gejala-gejala infeksi saluran napas atas yaitu
hidung tersumbat, sputum berlebihan, dan pilek. Nyeri kepala,
demam ringan juga timbul akibat reaksi peradangan (Corwin, 1997).
b. Infeksi saluran nafas bagian bawah
Pneumonia adalah infeksi saluran napas bagian bawah.
Penyakit ini adalah infeksi akut jaringan paru oleh mikro-organisme.
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang timbul
secara primer atau sekunder setelah infeksi virus. Penyebab tersering
Pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram, Streptococcus
pneumoniae yang menyebabkan Pneumonis streptococcus (Corwin,
1997).
Risiko untuk mengidap Pneumonia lebih besar pada bayi,
orang berusia lanjut, atau mereka yang mengalami gangguan
kekebalan atau menderita penyakit atau kondisi kelemahan lain
(Corwin, 1997).
4. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian ISPA
a. Agent
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru.
Kejadiannya bisa secara akut atau kronis, yang paling sering adalah
rinitis simpleks, faringitis, tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis simpleks
atau yang lebih dikenal sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek,
merupakan penyakit virus yang paling sering terjadi pada manusia.
Penyebabnya adalah virus Myxovirus, Coxsackie, dan Echo (Depkes
RI, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian Isbagio (2003), mendapatkan
bahwa bakteri Streptococcus pneumonie adalah bakteri yang
menyebabkan sebagian besar kematian 4 juta balita setiap tahun di
negara berkembang. Isbagio ini mengutip penelitian WHO dan
UNICEF tahun 1996, di Pakistan didapatkan bahwa 95%
S.pneumococcus kehilangan sensitivitas paling sedikit pada satu
antibiotika, hampir 50% dari bakteri yang diperiksa resisten terhadap
kotrimoksasol yang merupakan pilihan untuk mengobati infeksi
pernafasan akut. Demikian pula di Arab Saudi dan Spanyol 60% S.
pneumonie ditemukan resisten terhadap antibiotika (Isbagio, 2003).
Gambar 4.1. Etiologi ISPA
b. Manusia (Host)
1. Umur
Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak
berusia dibawah 2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali
lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini
terjadi karena anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum
sempurna dan lumen saluran nafasnya masih sempit.
2. Status Gizi
Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan
penyebab utama kematian terutama pada anak dibawah usia 5
tahun. Akan tetapi anak-anak yang meninggal karena penyakit
infeksi itu biasanya didahului oleh keadaan gizi yang kurang
memuaskan. Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat
memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit
dalam tubuh (Moehji, 2003).
Hasil penelitian Dewi, dkk (1996) di Kabupaten Klaten,
dengan desain cross sectional didapatkan bahwa anak yang
berstatus gizi kurang/buruk mempunyai risiko pneumonia 2,5 kali
lebih besar dibandingkan dengan anak yang berstatus gizi
baik/normal.
3. Berat Badan Lahir
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu
berat lahir <2.500 gram. Menurut Tuminah (1999), bayi dengan
BBLR mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi
dengan berat ≥2500 gram saat lahir selama tahun pertama
kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab kematian terbesar
akibat infeksi pada bayi baru lahir (Tuminah, 1999).
4. Status Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang
terhadap penyakit menular tertentu agar kebal dan terhindar dari
penyakit infeksi tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada
pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya
terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak.
Imunisasi bermanfaat untuk mencegah beberapa jenis
penyakit seperti polio (lumpuh layu), TBC (batuk berdarah), difteri,
liver (hati), tetanus, pertusis. Bahkan imunisasi juga dapat
mencegah kematian dari akibat penyakit-penyakit tersebut. Jadwal
pemberian imunisasi sesuai dengan yang ada dalam Kartu Menuju
Sehat (KMS) yaitu BCG : 0-11 bulan, DPT 3x : 2-11 bulan, Polio
4x : 0-11 bulan, Campak 1x : 9-11 bulan, Hepatitis B 3x : 0-11
bulan. Selang waktu pemberian imunisasi yang lebih dari 1x adalah
4 minggu (Supartini, 2004).
c. Status Ekonomi dan Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001), didapatkan
bahwa bila rasio pengeluaran makanan dibagi pengeluaran total
perbulan bertambah besar, maka jumlah ibu yang membawa anaknya
berobat ke dukun ketika sakit lebih banyak. Bedasarkan hasil uji
statistik didapatkan bahwa ibu dengan status ekonomi tinggi 1,8 kali
lebih banyak pergi berobat ke pelayanan kesehatan dibandingkan
dengan ibu yang status ekonominya rendah (Djaja et al., 2001).
Ibu dengan pendidikan lebih tinggi, akan lebih banyak
membawa anak berobat ke fasilitas kesehatan, sedangkan ibu dengan
pendidikan rendah lebih banyak mengobati sendiri ketika anak sakit
ataupun berobat ke dukun. Ibu yang berpendidikan minimal tamat
SLTP 2,2 kali lebih banyak membawa anaknya ke pelayanan
kesehatan ketika sakit dibandingkan dengan ibu yang tidak
bersekolah, hal ini disebabkan karena ibu yang tamat SLTP ke atas
lebih mengenal gejala penyakit yang diderita oleh balitanya.
B. Kerangka Teori
BBLR
Faktor penyebab ISPA Faktor penyebab ISPA pada pejamu
Gambar 4.1. Kerangka Teori
C. Kerangka Konsep
ISPA
Status Gizi Buruk
Status imun rendah
Faktor Ibu :
1. Pengetahuan ibu
2. Pendapatan Keluarga
Faktor Lingkungan
Faktor Ibu :
Pengetahuan ibu
Pendapatan Keluarga
Faktor LingkunganISPA
Keterangan :
: Objek yang menjadi variabel bebas yang diteliti
: Objek yang menjadi variabel luar penelitian yang tidak diteliti
Gambar 4.2. Kerangka Konsep
D. Hipotesis
1. Terdapat hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada balita
di Puskesmas Pekuncen, Kabupaten Banyumas.
2. Terdapat hubungan pendapatan keluarga dengan kejadian ISPA pada
balita di Puskesmas Pekuncen Kabupaten Banyumas.
3. Terdapat hubungan antara faktor lingkungan dengan kejadian ISPA
pada balita di Puskesmas Pekuncen Kabupaten Banyumas.
BAB V
METODOLOGI PENELITIAN
n = N 1 + N (d2)
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah adalah penelitian analitik deskriptif
dengan pendekatan Cross Sectional Study.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populasi dan Sampel
Populasi umum adalah balita Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas.
Populasi terjangkau adalah balita Desa Cikawung dan Desa Banjaranyar
Kecamatan Pekuncen.
b. Kriteria Sampel
1) Kriteria Inklusi
Balita yang orang tuanya bersedia mengisi kuesioner
2) Kriteria Eksklusi
Balita yang orang tuanya tidak menjawab seluruh pertanyaan pada
kuesioner
c. Besarnya Sampel :
Kecamatan Pekuncen terdiri dari 16 desa dengan jumlah balita sebanyak
4.854 balita. Berikut adalah jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian ini.
Jumlah balita = 4.854 balita
Karena populasi sampel kurang dari 10.000, maka rumusnya adalah:
n = Besarnya sampel
N= Besarnya Populasi
d = 0,1
n = 4.854
1 + 4.854 (0,1) 2
= 4.854 / 49,54
n ≈ 98 responden
Jumlah tersebut ditambah 10 % untuk mencegah drop out sehingga
jumlah sampel minimal yang diperlukan 108 responden. Responden dalam
penelitian ini diambil dari 2 desa dengan alasan keterjangkauan waktu dan
tempat yaitu Desa Banjaranyar dan Desa Cikawung.
C. Variabel Penelitian
Variabel Bebas : Berat badan lahir, status gizi balita, pemberian ASI eksklusif,
pemberian imunisasi, tingkat pengetahuan ibu, lingkungan
rumah, dan status sosial ekonomi
Variabel Terikat : ISPA pada balita
D. Definisi Operasional Variabel
Tabel 5.1. Definisi Operasional Variabel PenelitianNo Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala
1. Berat badan lahir Berat badan yang
dimiliki balita pada
waktu lahir dengan
satuan gram
Kuesioner Ordinal;
< 2500 gr =
buruk
≥ 2500 gr =
baik
2. Statuz gizi balita Status gizi yang dimiliki
balita pada saat
menderita ISPA
berdasarkan
antropometri Weight
Height z score (WHZ)
Kuesioner;
KMS (bila
ada)
Ordinal;
< (-2) SD =
buruk
≥ (-2) SD =
baik
3. Pemberian ASI
eksklusif
Pemberian ASI saja
kepada balita pada saat
usia 0-6 bulan
Kuesioner Nominal;
Ya dan Tidak
4. Pemberian Imunisasi Pemberian imunisasi
dasar secara lengkap
yang terdiri dari BCG,
Polio, Hepatits B, DPT
dan campak, sampai usia
9 bulan
Kuesioner;
KMS (bila
ada)
Nominal;
Ya dan Tidak
5. Tingkat pengetahun
ibu
Pengetahuan yang
dimiliki Ibu kandung
Kuesioner Ordinal;
balita terhadap penyakit
ISPA
Baik dan Buruk
6. Lingkungan rumah Lingkungan rumah yang
merupakan tempat
tinggal balita meliputi
unsur pencemaran udara
dalam rumah, ventilasi
rumah dan kepadatan
hunian rumah
Kuesioner Ordinal; Baik
dan Buruk
7. Status sosial ekonomi Status sosial ekonomi
dari orang tua balita
yang meliputi tingkat
pendidikan dan
penghasilan
Kuesioner Ordinal;
Baik dan Buruk
8. Balita dengan ISPA Balita yang didiagnosis
ISPA di Puskesmas
Pekuncen pada tahun
2011
Data (rekam
medik)
Puskesmas
Pekuncen
Nominal;
Ya dan Tidak
E. Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari data kuesioner.
Pengisian kuesioner dilakukan oleh responden sendiri.
F. Instrumen pengambilan data
Kuesioner yang terdiri dari pertanyaan close ended yaitu pertanyaan tentang
faktor lingkungan, faktor individu anak, dan faktor perilaku yang
mempengaruhi angka kejadian ISPA.
G. Rencana Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi tentang
higienitas perorangan dan kebersihan lingkungan.
2. Analisis Hubungan
Dilakukan menggunakan analisis bivariat untuk melihat hubungan
antar variabel. Uji yang digunakan adalah uji Chi Square. Untuk
mengetahui variabel yang paling dominan dan berhubungan dengan
perilaku hidup sehat digunakan uji Regresi Logistik Multivariat.
Tingkat signifikansi ditentukan dengan batas ∞ : 0,05
2.1 Bila nilai p < 0,05 : yang berarti ada hubungan antar variabel.
2.2 Bila nilai p > 0,05 : yang berarti tidak ada hubungan antar variabel
H. Waktu dan lokasi
Kegiatan dilaksanakan pada bulan Agustus 2012, lokasi di tempat
dilaksanakannya kegiatan posyandu yang telah ditentukan pada penentuan
sampel.