Laporan Kasus Tonsilitis
-
Upload
albert-ivan -
Category
Documents
-
view
125 -
download
5
description
Transcript of Laporan Kasus Tonsilitis
LAPORAN KASUS
Disusun oleh:
dr. Albert Ivan Parasian Mangunsong
Pembimbing:
dr. H. Adhi Purnawawan
1
TONSILITIS KRONIS
BAB I
KASUS
Keterangan Umum
Nama : Tn. J
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Cirende, Tangerang Selatan
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 15 April 2014
Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri saat menelan
Anamnesis Khusus :
Sejak 2 bulan yang lalu, penderita mengeluh nyeri pada saat menelan. Keluhan
dirasakan terutama jika penderita memakan makanan padat yang keras serta makanan
makanan yang mengandung vetsin dan minyak. Keluhan disertai rasa mengganjal pada
tenggorokan, batuk yang tidak disertai dahak, sesak napas dan tidur mengorok dan gangguan
tidur karena sesak. Nyeri yang menjalar sampai ke telinga disangkal penderita. Keluhan tidak
disertai demam, air liur yang banyak hingga menetes keluar, sukar membuka mulut, mulut
berbau dan suara serak. Karena keluhan tersebut penderita berobat ke Poliklinik RSHS.
Keluhan serupa pertama kali dirasakan penderita sejak 1 tahun yang lalu dan keluhan
hilang timbul. Keluhan dirasakan terutama setelah penderita makan makanan yang pedas,
berminyak atau terlalu dingin. Penderita kemudian berobat ke dokter umum dan dinyatakan
menderita sakit amandel. Penderita diberi obat tetapi tidak ingat nama, jenis dan dosis obat
yang diberikan. Setelah keluhan dirasakan berkurang penderita tidak meneruskan
pengobatannya.
Riwayat bersin berulang, keluar cairan dari hidung (beringus) dan hidung tersumbat
disangkal. Riwayat sakit kepala saat bangun tidur, rasa penuh di wajah, menelan ingus
disangkal. Riwayat sakit telinga ataupun keluar cairan dari telinga disangkal. Riwayat alergi
disangkal.
2
Pemeriksaan Fisik
Status G eneralis
Keadaan Umum
Kesadaran : Kompos Mentis
Kesan sakit : Ringan
Tanda vital :
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36.7°C
Kepala
Mata : konjungtiva tidak anemis
sklera tidak ikterik
THT : lihat status lokalis
Mulut : lihat status lokalis
Leher : lihat status lokalis
Leher : JVP tidak meningkat
KGB tidak membesar
Toraks : Bentuk dan gerak simetris
Pulmo : sonor, VBS kanan = kiri, Ronkhi -/-, Wheezing -/-,
Jantung : BJ S1 S2 murni reguler
Abdomen : Datar, lembut
Hepar dan lien : tidak teraba
Bising Usus : (+) normal
Ekstremitas : Edema : (-)
Sianosis : (-)
Genitalia : tidak diperiksa
3
Neurologi : Refleks fisiologis +/+
Refleks patologis -/-
Status Lokalis Telinga
Bagian KelainanAuris
Dextra Sinistra
Preaurikula
Kelainan kongenitalRadangTumorTraumaNyeri Tekan Tragus
-----
-----
Aurikula
Kelainan kongenitalRadangTumorTrauma
----
----
Retroaurikula
EdemaHiperemisNyeri tekanSikatriksFistulaFluktuasi
------
------
Kanalis Akustikus Eksterna
Kelainan kongenitalKulitSekretSerumenEdemaJaringan granulasiMassaKolesteatoma
-Tenang
------
-Tenang
------
Membrana Timpani
WarnaIntakReflek cahaya
Putih keabuan++
Putih keabuan++
Status Lokalis Hidung
PemeriksaanNasal
Dextra SinistraKeadaan Luar Bentuk dan Ukuran Dalam batas normal Dalam batas normal
4
Rhinoskopi anterior
MukosaSekretKrustaConcha inferiorSeptumPolip/tumorPasase udara
Tenang--
Eutrofi
Tenang--
EutrofiTidak ada deviasi
-+
-+
Status Lokalis Mulut Dan Orofaring
Bagian Kelainan Keterangan
Mulut
Mukosa mulutLidahPalatum molleGigi geligiUvulaHalitosis
TenangBersih, basah,gerakan normal ke segala arah
Tenang, simetrisKaries (+)
(+) Ditengah(-)
Tonsil
MukosaBesarKriptaDetritusPerlengketanGambar
HiperemisT2 – T2
Melebar (+/+)(-/-)(-/-)
FaringMukosaGranulaPost Nasal Drip
Tenang(-)(-)
Maksilofasial
Bentuk : Simetris
Parese N.Kranialis : Tidak ada
Leher
Kelenjar getah bening : tidak teraba membesar
5
Massa : tidak ada
Resume
Seorang pria berusia 50 tahun, datang ke Poli THT RS Hasan Sadikin dengan keluhan
utama nyeri saat menelan (odinophagia). Sejak 2 minggu sebelum masuk Rumah sakit,
penderita mengeluh nyeri saat menelan, terutama jika memakan makanan yang keras serta
memakan makanan yang mengandung vetsin dan minyak. Rasa mengganjal pada
tenggorokan dan batuk tanpa dahak diakui oleh penderita. Sesak napas, tidur mengorok dan
gangguan tidur karena sesak juga diakui oleh penderita.
Keluhan serupa pertama kali dirasakan penderita sejak 1 tahun yang lalu dan keluhan
dirasakan hilang timbul oleh penderita. Keluhan dirasakan terutama setelah penderita makan
makanan yang pedas, berminyak atau cuaca terlalu dingin. Penderita kemudian berobat ke
dokter umum dan didiagnosis tonsilitis. Penderita diberi obat tetapi tidak ingat nama, jenis
dan dosis obat yang diberikan. Setelah keluhan dirasakan berkurang, penderita tidak
meneruskan pengobatannya. Riwayat rhinitis (-), Riwayat sinusitis (-), Riwayat otitis (-),
Riwayat alergi (-), Riwayat penyakit TB (-)
Tanda vital dan status generalis dalam batas normal.
Status Lokalis:Telinga : CAE tenang +/+, sekret - /-, serumen -/-, MT intact +/+
Hidung : Mukosa tenang, sekret -/-, choncae inferior eutrofi
Rongga Mulut : Tenang
Tonsil palatina:
Mukosa : Hiperemis +/+
Besar : T2 – T2
Kripta : Melebar
Detritus : (-/-)
Perlengketan : (-/-)
Faring : tenang
Maksilofasial : tenang
6
Leher : tenang
Diagnosis Kerja
Tonsilitis Kronis Hipertrofikans
Diagnosa Banding
Tonsilitis Akut
Tonsilitis Tuberkulosa
Usulan Pemeriksaan
- Pemeriksaan darah rutin: Hb, Leukosit, Ht, Trombosit
- Kultur bakteri dan tes resistensi dari apus tenggorok
Penatalaksanaan
1. Umum :
- Istirahat yang cukup
- Diet makanan lunak
- Peningkatan higine mulut
2. Khusus :
- Antibiotik : Amoxiclav 3 x 625 mg
- Analgetik : Paracetamol 3 x 500 mg
Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
7
BAB II
PEMBAHASAN
1. Mengapa pasien ini didiagnosa sebagai tonsilitis kronis hipertrofikans ?
Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsila yang
biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati, dan bakteri
pathogen dalam kripta.
Tonsilitis dapat dibagi dua, akut dan kronik.
a. Akut : Grup A Streptococcus beta hemolitikus. Meskipun pneumokokus,
stafilokokus dan Haemophilus influenzae juga virus patogen dapat dilibatkan.
b. Kronis : Grup A Streptococcus beta hemolitikus, Pneumococcus,
Streptococcus viridans dan Streptococcus piogenes.
Gejala tonsilitis :
nyeri tenggorok,
rasa mengganjal pada tenggorokan,
tenggorokan terasa kering,
nyeri pada waktu menelan,
bau mulut,
demam dengan suhu tubuh yang tinggi,
rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga
(otalgia).
Tonsilitis akut :
o tonsil membengkak,
o hiperemis
o terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna, atau tertutup oleh membrane semu.
o Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.
8
Tonsilitis kronis :
o Hipertrofikans,
o yaitu ditandai pembesaran tonsil dengan hipertrofi dan pembentukan
jaringan parut. Kripta mengalami stenosis, dapat disertai dengan eksudat,
seringnya purulen keluar dari kripta tersebut.
o Atrofikans,
o Yaitu ditandai dengan tonsil yang kecil (atrofi), di sekelilingnya hiperemis
dan pada kriptanya dapat keluar sejumlah kecil sekret purulen yang tipis.
Pada pasien ini ditemukan gejala-gejala berupa :
o Nyeri pada saat menelan
o Rasa mengganjal pada tenggorokan
o Keluhan sesak napas, tidur mengorok dan gangguan tidur karena sesak.
o Pada pemeriksaan ditemukan tonsil yang membengkak, hiperemis dan
kripta yang melebar.
Pasien ini didiagnosa tonsilitis kronis karena :
o keluhan sering dirasakan hilang timbul sejak 1 tahun serta keluhan terakhir
sudah terjadi semenjak 2 bulan yang lalu.
2. Apakah etiologi dan bagaimanakah proses patologis yang terjadi pada tonsilitis?
Etiologi Tonsilitis : paling sering disebabkan oleh Streptokokus Beta Hemolitikus
Penyebab lain : gram (-), virus, dan bakteri anaerob
Infeksi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang
berupa keluarnya lekosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini
merupakan kumpulan lekosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas. Secara klinis
detritus ini mengisi kripta tonsil dan tampak sebagai bercak kuning
Pada Tonsilitis Kronis dapat terjadi proses radang yang berulang maka epitel mukosa
dan jaringan limfoid terkikis sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid
diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan dan terjadi pelebaran
kripti. Proses berjalan terus sehingga dapat menimbulkan perlekatan dengan jaringan di
sekitar fossa tonsilaris
9
3. Apakah faktor predisposisi terjadinya tonsilitis pada pasien ini?
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik adalah rangsangan yang menahun dari
rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan
fisik dan pengobatan tonslitis akut yang tidak adekuat.
Pada pasien ini, dari anamnesa didapatkan beberapa faktor predisposisi, yaitu sering
mengkonsumsi makanan yang pedas, berminyak, dan makanan yang terlalu dingin,
riwayat tonsilitis akut sebelumnya yang diduga pengobatan yang dilaksanakan tidak
adekuat, serta didapatkan higienitas mulut yang buruk pada saat pemeriksaan fisik yang
dibuktikan dengan terdapatnya karies pada gigi pasien.
4. Apakah komplikasi yang dapat terjadi pada pasien ini?
Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa
Rhinitis kronis, Sinusitis atau Otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh
terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, arthritis,
miositis, nefritis, uveitis, irdosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.
5. Bagaimanakah penatalaksanaan tonsilitis pada pasien ini?
Antibotika spektrum luas, antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan
merupakan penatalaksaan pasien dengan tonsilitis. Pada keadaan dimana tonsilitis sangat
sering timbul dan pasien merasa sangat terganggu, maka terapi pilihan adalah
pengangkatan tonsil (tonsilektomi).
Pada pasien ini jenis antibiotika yang diberikan adalah golongan penisilin
(amoxicilin) yang merupakan drug of choice. Golongan penisilin memiliki spektrum yang
luas, efek samping yang minimal, dan bersifat bakterisidal. Pemberian amoxicilin dapat
dikombinasikan dengan asam clavulanat yang merupakan suatu β-laktamase inhibitor. β-
laktamase adalah enzim pada bakteri yang bekerja dengan cara menghidrolisis cincin β-
laktam sehingga menghilangkan efek antimikroba. β-laktamase inhibitor mempunyai cara
kerja yaitu dengan berikatan dengan β-laktamase, sehingga melindungi antibiotik dari
enzim tersebut. Contoh β-laktamase inhibitor adalah asam clavulanat, sulbactam, dan
tazobactam.
10
The American Academy of Otolaryngology–Head and Neck Surgery (AAO-HNS)
menjabarkan indikasi-indikasi klinis untuk prosedur tonsilektomi sebagai berikut :
Indikasi Absolut
Pembesaran tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran pernafasan
bagian atas, disfagia berat, gangguan tidur, atau komplikasi
kardiopulmonal.
Abses peritonsilar yang tidak responsif terhadap medikamentosa dan
prosedur drainase, kecuali prosedur dilakukan saat fase akut.
Tonslitis yang menyebabkan kejang demam.
Tonsil yang harus dibiopsi untuk melihat patologi jaringannya.
Indikasi Relatif
3 atau lebih episode infeksi dalam 1 tahun walaupun dengan terapi
yang adekuat.
Nafas berbau atau rasa tidak enak pada mulut yang persisten akibat
tonsilitis kronis yang tidak responsif terhadap terapi.
Tonsilitis kronis atau rekuren pada karier streptococus yang tidak
responsif terhadap terapi.
hipertrofi tonsil unilateral yang memiliki kemungkinan keganasan.
Pada pasien ini tidak dilaksanakan tonsilektomi karena tidak terdapat indikasi secara
klinis untuk dilaksanakannya tonsilektomi pada pasien.
11
BAB III
TEORI
ANATOMI
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terdapat di dalam faring,
diliputi epitel skuamosa dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya.
Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsila faringeal (adenoid), tonsila palatina (tonsil faucium),
dan tonsila lingualis yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer ditemukan pada permulaan dari saluran aerodigestive bagian
atas.
Dalam pengertian sehari-hari yang dimaksud dengan tonsil adalah tonsila palatina,
sedang tonsila faringeal lebih dikenal sebagai adenoid.
Tonsil, merupakan massa yang berbentuk oval dan terletak pada fossa tonsilaris
dengan ukuran dewasa panjang 20-25 mm, lebar 15-20 mm, tebal 15 mm dan berat sekitar
1,5 gram. Fosssa tonsilaris, dibagian depan dibatasi oleh pilar anterior (arkus palatina
anterior), sedangkan dibagian belakang dibatasi oleh pilar posterior (arkus palatina posterior),
yang kemudian bersatu di pole atas dan selanjunya bersama-sama dengan M. palatina
membentuk palatum molle.
Permukaan lateral tonsil ditutupi oleh kapsula fibrosa yang kuat dan berhubungan
dengna fascia faringobasilaris yang melapisi M. Konstriktor faringeus. Kapsul tonsil tersebut
masuk kedalam jaringan tonsil, membentuk septa yang mengandung pembuluh darah dan
saraf tonsil.
Permukaan tonsil merupakan permukaan bebas dan mempunyai lekukan yang
merupakan muara dari kripta tonsil. Jumlah kripta tonsil berkisar antara 20-30 buah,
berbentuk celah kecil yang dilapisi oleh epitel berlapis gepeng. Beberapa kripta ada yang
berjalan kearah dalam substansia tonsil dan berakhir dibawah permukaan kapsul. Kripta
tonsil mungkin bercabang-cabang dan biasanya mempunyai bentuk yang sangat tidak teratur.
Kripta dengan ukuran terbesar terletak pada pole atas tonsil dan disebut kripta superior.
Dalam keadaan normal kripta-kripta ini mengandung sel-sel epitel, limfosit, bakterri, dan sisa
makanan.Pada kripta superior sering menjadi tempat pertumbuhan kuman karena kelembaban
dan suhunya sesuai untuk pertumbuhan kuman, juga karena tersedianya substansi makanan di
daerah tersebut.
12
Kutub bawah tonsil melekat pada lipatan mukosa yang disebut ‘plika triangularis’,
dimana pada bagian bawahnya terdapat folikel yang kadang-kadang membesar. Plika ini
penting, karena sikatrik yang terbentuk setelah proses tonsilektomi dapat menarik folikel
tersebut ke dalam fosa tosilaris, sehingga dapat dikelirukan sebagai sisa tonsil.
Pole atas tonsil terdapat pada cekungan yang berbentuk bulan sabit, disebut sebagai
‘plika semilunaris’. Pada plika ini terdapat massa kecil lunak, letaknya dekat dengan ruang
supratonsil dan disebut ‘glandula salivaris mukosa dari Weber’, yang penting peranannya
dalam pembentukan abses peritonsil. Pada saat tonsilektomi, jaringan areolar yamg lunak
antara tonsil dengan fosa tonsilaris mudah dipisahkan.
Untuk kepentingan klinis, faring dibagi menjadi 3 bagian utama: nasofaring,
orofaring, dan laringofaring. Satu pertiga bagian atas atau nasofaring adalah bagian
pernafasan dari faring dan tidak dapat bergerak kecuali palatum molle bagian bawah. Bagian
tengah faring disebut orofaring, meluas dari batas bawah palatum molle sampai permukaan
lingual epigglotis. Bagian bawah faring dikenal dengan nama hipofaring atau laringofaring,
menunjukkan daerah jalan nafas bagian atas yang terpisah dari saluran pencernaan bagian
atas.
Pada orofaring yang disebut juga mesofaring, terdapat cincin jaringan limfoid yang
melingkar dikenal dengan Cincin Waldeyer, terdiri dari Tonsila pharingeal (adenoid), Tonsila
palatina, dan Tonsila lingualis. Dalam pengertian sehari-hari yang dikenal sebagai tonsil
adalah tonsila palatina.
Tonsila Faringeal (adenoid)
Terletak pada nasofaring yaitu pada dinding atas nasofaring bagian belakang. Pada
masa pubertas adenoid ini akan menghilang atau mengecil sehingga jarang seklai dijumpai
pada orang dewasa. Apabila adenoid membesar maka akan tampak sebagai sebuah massa
yang terdiri dari 4-5 lipatan longitudinal anteroposterior serta mengisi sebagian besar atas
nasofaring. Berlainan dengan tonsil, adenoid mengandung sedikit sekali kripta dan letak
kripta tersebut dangkal. Tidak ada jaringan khusus yang memisahkan adenoid ini dengan m.
konstriktor superior sehingga pada waktu adeoidektomi sukar mengangkat jaringan ini secara
keseluruhan. Adenoid mendapat darah dari cabang-cabang faringeal A. Karotis interna dan
sebagian kecil dari cabang-cabang palatina A. Maksilaris. Darah vena dialirkan sepanjang
pleksus faringeus ke dalam V. Jugularis interna. Sedangkan persarafan sensoris melelui N.
Nasofaringeal yaitu cabang dari saraf otak ke IX dan juga melalui N. Vagus.
13
Tonsila Lingualis
Merupakan kumpulan jaringan limfoid yang tidak berkapsul dan terdapat pada basis
lidah diantara kedua tonsil palatina dan meluas ke arah anteroposterior dari papilla
sirkumvalata ke epiglottis. Jaringan limfoid ini menyebar ke arah lateral dan ukurannya
mengecil. Dipisahkan dari otot-otot lidah oleh suatu lapisan jaringan fibrosa. Jumlahnya
bervariasi, antara 30-100 buah. Pada permukaannya terdapat kripta yang dangkal dengan
jumlah yang sedikit. Sel-sel limfoid ini sering mengalami degenerasi disertai deskuamasi sel-
sel epitel dan bakteri, yang akhirnya membentuk detritus.
Tonsila lingualis mendapat perdarahan dari A. Lingualis yang merupakan cabang dari
A. Karotis eksterna. Darah vena dialirkan sepanjang V. Lingualis ke V. Jugularis interna.
Aliran limfe menuju ke kelenjar servikalis profunda. Persarafannya melalui cabang lingual N.
IX.
Tonsila Palatina (Faucial / Palatine)
Tonsil terletak di dinding lateral orofaring, dalam fossa tonsilaris, berbentuk oval
dengan ukuran dewasa panjang 20-25 mm, lebar 15-20 mm, tebal 15 mm, dan berat sekitar
1,5 gram. Berat tonsil pada laki-laki berkurang dengan bertambahnya umur, sedangkan pada
wanita berat bertambah pada masa pubertas dan kemudian menyusut kembali. Fossa
tonsilaris di bagian depan dibatasi oleh pilar anterior (arkus plalatina anterior), sedangkan di
bagian belakang dibatasi oleh pilar posterior (arkus palatina posterior), yang kemudian
bersatu di pole atas dan selanjutnya bersama-sama dengan m. Palatina membentuk palatum
molle. Bagian atas fossa tonsilaris kosong dinamakan fossa supratonsiler yang merupakan
jaringan ikat longgar.
Permukaan lateral tonsil ditutupi oleh kapsula fibrosa yang kuat dan berhubungan
dengan fascia faringobasilaris yang melapisi m. Konstriktor faringeus. Kapsul tonsil tersebut
masuk ke dalam jaringan tonsil, membentuk septa yang mengandung pembuluh darah dan
saraf tonsil.
Permukaan tonsil merupakan permukaan bebas dan mempunyai lekukan yang
merupakan muara dari kripta tonsil. Kripta tonsil berjumlah sekitar 10-20 buah, berbentuk
celah kecil yang dilapisi oleh epitel berlapis gepeng. Kripta yang paling besar terletak di pole
atas, sering menjadi tempat pertumbuhan kuman karena kelembaban dan suhunya sesuai
untuk pertumbuhan kuman, juga karena tersedianya substansi makanan di daerah tersebut.
Kutub bawah tonsil melekat pada lipatan mukosa yang disebut plika triangularis,
dimana pada bagian bawahnya terdapat folikel yang kadang-kadang membesar. Plika ini
14
penting karena sikatrik yang terbantuk setelah proses tonsilektomi dapat menarik folikel
tersebut ke dalam fossa tonsilaris, sehingga dapat dikelirukan sebagai sisa tonsil.
Pole atas tonsil terletak pada cekungan yang berbentuk bulan sabit, disebut sebagai
plika semilunaris. Pada plika ini terdapat massa kecil lunak, letaknya dekat dengan ruang
supratonsil dan disebut glandula salivaris mukosa dari Weber, yang penting peranannya
dalam pembentukan abses peritonsil. Pada saat tonsilektomi, jaringan areolar yang lunak
antara tonsil dengan fosa tonsilaris mudah dipisahkan.
Aliran Limfe Tonsil
Tonsil tidak mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran limfe dari parenkim tonsil
ditampung pada ujung pembuluh limfe eferen yang terletak pada trabekula, yang kemudian
membentuk pleksus pada permukaan luar tonsil dan berjalan menembus M. Konstriktor
faringeus superior, selanjutnya menembus fascia bukofaringeus dan akhirnya menuju kelenjar
servikalis profunda yang terletak sepanjang pembuluh darah besar leher, di belakang dan di
bawah arkus mendibula. Kemudian aliran limfe ini dilanjutkan ke nodulus limfatikus daerh
dada, untuk selanjutnya bermuara ke dalam duktus torasikus.
Vaskularisasi Tonsil
Tonsil diperdarahi oleh beberapa cabang pembuluh darah, yaitu :
- A. Palatina Ascenden, cabang A. Fasialis, memperdarahi bagian postero inferior
- A. Tonsilaris, cabang A. Fasialis, memperdarahi daerah antero-inferior
- A. Lingualis Dorsalis, cabang A. Maksilaris Interna, memperdarahi daerah antero-media
15
- A. Faringeal Ascenden, cabang A. Karotis Eksterna, memperdarahi daerah postero-
superior
- A. Palatida Descenden dan cabangnya, A. Palatina Mayor dan A. Palatina Minor,
memperdarahi daerah antero-superior
Daerah vena dialirkan melalui pleksus venosus perikapsular ke V. Lingualis dan
pleksus venosus faringeal, yang kemudian bermuara ke V. Jugularis Interna. Pembuluh vena
tonsil berjalan dari palatum, menyilang bagian lateral kapsula dan selanjutnya menembus
dinding faring.
FISIOLOGI
Fungsi jaringan limfoid faring adalah memproduksi sel-sel limfosit tetapi peranannya
sendiri dalam mekanisme pertahanan tubuh masih diragukan. Penelitian menunjukkan bahwa
onsil memegang peranan penting dalam fase-fase permulaan kehidupan terhadap infeksi
mukosa nasofaring dari udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bagian
bawah.
Hasil penelitian mengenai kadar antibodi pada tonsil menunjukkan bahwa perenkim
tonsil mempunyai kemampuan untuk memproduksi antibodi. Penelitian terakhir menyatakan
bahwa tonsil memegang peranan dalam memproduksi Ig-A, yang menyebabkan jaringan
lokal resisten terhadap organisme patogen.
Sewaktu baru lahir tonsil secara histologis tidak mempunyai centrum germinativum,
biasanya ukurannya kecil. Setelah antibodi dari ibu habis, barulah mulai terjadi pembesaran
tonsil dan adenoid, yamg pada permulaan kehidupan masa kanak-kanak dianggap normal dan
dipakai sebagai indeks aktifitas sistem imun. Pada waktu pubertas atau sebelum masa
pubertas, terjadi kemunduran fungsi tonsil yang disertai proses involusi.
Kuman-kuman patogen yang terdapat dalam flora normal tonsil dan faring tidak
menimbulkan peradangan, karena pada daerah ini terdapat mekanisme pertahanan dan
hubungan timbal balik antara berbagai jenis kuman.
Terdapat 2 bentuk mekanisme pertahanan tubuh, yaitu :
1. Mekanisme pertahanan non spesifik
Berupa lapisan mukosa tonsil dan kemampuan limfoid untuk menghancurkan
mikroorganisme. Pada beberapa tempat lapisan mukosa ini tipis sekali sehingga bagian ini
menjadi tempat yang lemah terhadap pertahanan dari masuknya kuman ke dalam jaringan
16
tonsil. Dengan masuknya kuman ke dalam lapisan mukosa, maka kuman ini akan ditangkap
oleh sel fagosit, dalam hal ini adalah elemen tonsil. Sebelumnya kuman akan mengalami
opsonisasi. Peranan opsonin (antibodi) adalah mengadakan reaksi dengan bakteri, sehingga
menimbulkan kepekaan bakteri terhadap sel fagosit.
Setelah proses opsonisasi, maka sel fagosit akan bergerak mengelilingi bakteri dan
memakannya dengan cara memasukkannya ke dalam suatu kantung yang disebut fagososm.
Proses selanjutnya adalah digesti dan mematikan bakteri. Mekanisme yang jelas belum pasti,
namun diduga terjadi peningkatan konsumsi oksigen yang diperlukan untuk pembentukan
superoksidase yang akan membentuk H2O2 (bersifat bakterisidal), yang kemudian akan
masuk ke dalam fagosom atau berdifusi di sekitarnya, kemudian membunuh bakteri dengan
proses oksidasi.
Di dalam sel fagosit terdaapt granula lisosom. Bila fagosit kontak dengan bakteri
maka membran lisosom akan mengalami ruptur dan enzim hidrolitiknya mengalir dalam
fagosom membentuk rongga digestif, yang selanjutnya akan menghancurkan bakteri dengan
proses digesti.
2. Mekanisme pertahanan spesifik
Merupakan ekanisme pertahana yang penting dalam mekanisme pertahanan tubuh
terhadap udaran pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bawah. Tonsil dapat
memproduksi IgA yang akan menyebabkan resistensi jaringan lokal terhadap organisme
patogen. Disamping itu, tonsil dan adenoid juga dapat menghasilkan IgE yang berfungsi
untuk mengikat sel basofil dan sel mastosit, dimana sel-sel tersebut mengandung granula
yang berisi mediator vasoaktif, yaitu histamin. Sel basofil yang terutama adalah sel basofil
dalam sirkulasi (sel basofil mononuklear) dan sel basofil dalam jaringan (sel mastosit).
Bila ada alergen, maka alergen tersebut akan bereaksi dengan IgE sehingga permukaan
sel membrannya terangsang dan terjadilah proses degranulasi. Proses ini akan menyebabkan
keluarnya histamin sehingga timbul reaksi hipersensitivitas tipe 1, yaitu atopi, anafilaksis,
urtikaria, dan angioedema.
Dengan teknik immunoperoksida, dapat diketahui bahwa IgE dihasilkan dari plasma
sel terutama dari epitel yang menutupi permukaan tonsil, adenoid, dan kripta tonsil.
Sedangkan mekanisme kerja IgA, bukanlah menghancurkan antigen akan tetapi mencegah
substansi tersebut masuk ke dalam proses imunologi, sehingga dalam proses netralisasi dari
infeksi virus, IgA mencegah trjadinya penyakit autoimun. Oleh karena itu, IgA merupakan
barier untuk mencegah reaksi imunologi serta untuk menghambat proses bakteriolisis.
17
TONSILITIS
Definisi
Tonsilitis ialah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer.
Etiologi
Streptokokus β-hemolitikus grup A diketahui sebagai bakteri yang paling sering
ditemukan pada tonsillitis akut. Namun banyak penelitian yang menunjukkan mulai
meningkatnya peranan mikroorganisme aerob dan anaerob lain pada perjalanan tonsillitis
baik akut ataupun kronis.
Virus lebih sering ditemukan pada penyakit akut daripada kronis, dimana virus
merupakan inisiator inflamasi mukosa, obstruksi kripta, dan ulserasi yang kemudian disertai
invasi dan infeksi bakteri. Virus Epstien-Barr (EBV) dapat ditemukan pada faringotonsilitis
akut yang berat bahkan saat adanya obstruksi jalan nafas. EBV juga dihubungkan dengan
hyperplasia adenotonsilar persisiten.
Klasifikasi
1. Tonsilitis Akut
Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsila yang
biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati, dan bakteri pathogen
dalam kripta. Biasanya disebabkan oleh beta hemolitik streptococcus dapat juga oleh
staphylococcus, pneumooccus, hemophyllus influenza dan virus yang patogen.
Terdapat dua bentuk patogen :
a. Tonsilitis akut parenkimatosa
Seluruh tonsil menalami peradangan, tampak hiperemis, edematous, kripta melebar tetapi
tidak mengandung pus.
b. Tonsilitis akut folikularis
Muara kripta berisi fibrin dan pus, sehingga terlihat bercak yang khas, bla eksudat folikularis
ini bersatu tampak sebagai membran putih kekuningan disebut tonsilitis akut lakunaris.
Gejala lebih berat dan tiba-tiba, biasanya terjadi pada usia dewasa muda.
Infeksi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang
berupa keluarnya lekosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini
18
merupakan kumpulan lekosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas. Secara klinis
detritus ini mengisi kripta tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.
Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis folikularis, bila
bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur alur maka akan terjadi tonsillitis
lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membrane semu
(Pseudomembran) yang menutupi tonsil. Pada keadaan ini didiagnosa banding dengan
Angina Plaut Vincent, tonsilitis difteri, scarlet fever, dan angina agranulositosis.
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorokan, nyeri waktu
menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lelah, rasa nyeri pada sendi-sendi, tidak
nafsu makan dan nyeri pada telinga. Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih melalui
N.Glosofaringeus. Seringkali disertai adenopati servikalis disertai nyeri tekan. Pada
pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel,
lakuna, atau tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri
tekan.
Diagnosa dapat langsung ditegakan dengan pemeriksaan fisik dimana didapatkan
lidah otor, nafas berbau, tonsil hiperemis dan biasanya terdapat detritus kadang ulserasi,
leukositosis 12.000 – 20.000/mm3, dan pembesaran kelenjar limfe servikal.
Pada umumnya penderita dengan tonsillitis akut serta demam sebaiknya tirah baring,
pemberian cairan adekuat serta diet ringan. Analgetik oral efektif untuk mengurangi nyeri.
Terapi antibiotik dikaitkan dengan biakan dan sensitivitas yang tepat. Penisilin masih
merupakan obat pilihan, kecuali jika terdapat resistensi atau penderita sensitive terhadap
penisilin. Pada kasus tersebut eritromisin atau antibiotik spesifik yang efektif melawan
organisme sebaiknya digunakan. Pengobatan sebaiknya diberikan selama lima sampai
sepuluh hari. Jika hasil biakan didapatkan streptokokus beta hemolitikusterapi yang adekuat
dipertahankan selama sepuluh hari untuk menurunkan kemungkinan komplikasi non
supurativa seperti nefritis dan jantung rematik.
Prognosa tonsilitis streptococcus baik. Bila tidak diobati dapat sembuh sendiri dan
biasanya lama dalam beberapa minggu. Apabila diobati dengan antibiotik yang tepat biasanya
sembuh dalam 2 – 3 hari.
19
2. Tonsillitis Akut Rekuren
Terdapat beberapa definisi mengenai tonsillitis akut rekuren, yaitu
Empat sampai tujuh kali tonsilitis akut dalam satu tahun
Lima kali tonsilitis akut selama dua tahun berturut-turut
Tiga kali tonsilitis akut dalam satu tahun selama tiga tahun berturut-turut
3. Tonsilitis Kronis
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari semua penyakit
tenggorokan yang berulang. Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik adalah rangsangan
yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh
cuaca, kelelahan fisk dan pengobatan tonslitis akut yang tidak adekuat. Gambaran klinis
bervariasi dan diagnosa sebagian besar tergantung pada infeksi.
3.1 Patogenesa
Pada umumnya tonsilitis kronis memiliki dua gambaran, yaitu terjadi pembesaran
tonsil dan pembentukan jaringan parut. Terlihat gambaran pembesaran kripta pada beberapa
kasus tonsilitis kronis. Karena proses radang berulang yang timbul, maka selain epitel
mukosa juga jaringan limfoid terkikis sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid
diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan, sehingga kripta melebar.
Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil dalam waktu lama akan
menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya sel limfosit dan basofil sehingga timbul
detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas.
Secara klinis, detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning. Bercak
detritus ini, dapat melebar sehingga terbentuk membran semu (pseudomembran) yang
menutupi tonsil. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya
20
menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris. Dari hasil biakan tonsil,
pada tonsilitis kronis didapatkan bakteri dengan virulensi rendah dan jarang ditemukan
Streptococcus beta hemolitikus.
3.2 Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, rasa mengganjal
pada tenggorokan, tenggorokan terasa kering, nyeri pada waktu menelan, bau mulut , demam
dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan
rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini dikarenakan nyeri alih (referred pain)
melalui n. Glossopharingeus (n.IX). Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak,
hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu.
Kelenjar submandibula membengak dan nyeri tekan.
3.3 Terapi
Antibotika spektrum luas, antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.
Pada keadaan dimana tonsilitis sangat sering timbul dan pasien merasa sangat terganggu,
maka terapi pilihan adalah pengangkatan tonsil (tonsilektomi).
3.4 Komplikasi
Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa
abses peritonsiler, rhinitis kronis, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis,
arthritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Bailey, Byron J (Editor). 2001. Head and Neck Surgery - Otolaryngology (2-Volume Set)
3rd edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers
2. Boeis, Adam H. 1997. Buku Ajar Penyakit THT . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC
3. Mangunkusumo, Endang dan Rifki, Nusjirwan. 2002. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
22