Laporan Kasus PEB

28
Laporan Kasus PRE EKLAMPSIA BERAT Oleh : Andriano Ari Wibowo Marsita Ayu Lestari M. Sabri Sheandra FT Yaoli Susantri Yona Riapesi Pembimbing: dr. Zulmaeta, SpOG KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU PEKANBARU 2012

Transcript of Laporan Kasus PEB

Page 1: Laporan Kasus PEB

Laporan Kasus

PRE EKLAMPSIA BERAT

Oleh :

Andriano Ari Wibowo

Marsita Ayu Lestari

M. Sabri

Sheandra FT

Yaoli Susantri

Yona Riapesi

Pembimbing:

dr. Zulmaeta, SpOG

KEPANITERAAN KLINIK SENIORBAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAURSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU

PEKANBARU2012

Page 2: Laporan Kasus PEB

BAB I

PENDAHULUAN

Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi

yang tertinggi di Indonesia. Penyakit yang disebut sebagai disease of theories ini, masih sulit

untuk ditanggulangi.

Preeklampsia dan eklampsia dikenal dengan nama Toksemia Gravidarum merupakan

suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh

darah perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya hipertensi, edema dan

proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya kejang dan koma lebih mengarah pada

kejadian eklampsia.

Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang dikandungnya.

Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low

Platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan, solusio plasenta bahkan kematian ibu.

Komplikasi pada bayi dapat berupa kelahiran prematur, gawat janin, berat badan lahir rendah

atau intra uterine fetal death (IUFD).1

Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman preeklampsia secara mendasar

dan telah dilakukan pula berbagai peneltian untuk memperoleh penatalaksanaan yang dapat

dipakai sebagai dasar pengobatan untuk preeklampsia. Namun demikian, preeklampsia tetap

menjadi satu di antara banyak penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di Indonesia,

sehingga masih menjadi kendala dalam penanganannya.1 Oleh karena itu diagnosis dini

preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu

segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan

bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak

diketahui atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin

mencari tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan

eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.2

Diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5%, sedangkan kematian bayi lebih

dari tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%, sebaliknya kematian ibu dan bayi di negara-negara

maju lebih kecil. Hal ini disebabkan karena di negara-negara maju terdapat kesadaran untuk

melakukan pemeriksaan antenatal dan natal secara rutin

Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi, preeklampsia masih merupakan sebab

utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini

preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu

Page 3: Laporan Kasus PEB

segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Berdasarkan uraian di

atas, penulis tertarik untuk mengangkat laporan kasus mengenai pasien dengan preeklampsia

berat. Kasus yang kami bahas yaitu pasien wanita, 28 tahun, dengan diagnosis masuk G1P0A0

gravid 31 minggu 5 hari belum inpartu + PEB + suspek IUFD + letak memanjang +

presentasi kepala.

Page 4: Laporan Kasus PEB

BAB II

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. DM Nama suami : Rangga

Usia : 34 tahun Usia : 23 tahun

Pendidikan : D3 Pendidikan :

Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan :

Agama : Islam Agama :

Alamat : Jl. Hang Jabat Gang Pinang no. 61 Perawang Kec. Tualang Siak

No. MR : 76 82 55

II. ANAMNESIS

Pasien rujukan dari Puskesmas Perawang dengan diagnosis G1P0A0 Gravid preterm 31

minggu + preeklampsia berat.

Pasien masuk ruang Camar II RSUD Arifin Achmad pada tanggal 20 Februari 2012 pukul

09.00 WIB dari VK IGD dengan :

Keluhan Utama : Pasien rujukan puskesmas Perawang dengan gravid 31 minggu + PEB.

Riwayat Penyakit Sekarang :

2 hari SMRS tungkai pasien udem, pasien juga mengeluhkan sesak, pusing (+), nyeri

perut yang menjalar ke ari-ari (-), keluar lendir campur darah (-), keluar air-air (-), batuk ± 2

hari SMRS.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Hipertensi (-), DM (-), asma (-).

Riwayat Penyakit Keluarga :

Hipertensi (-), DM (-), asma (-).

Riwayat Haid :

Menarche usia 13 tahun, HPHT 25-10-2011, taksiran persalinan 2-9-2012.

Riwayat Kontrasepsi : (-)

Riwayat Obat : Obat-obatan dari dokter pusekesmas

Riwayat Hamil Muda : Mual (+), muntah (+), tidak mengganggu aktifitas.

Riwayat Hamil Tua : perdarahan (-).

ANC : Ke bidan 1 kali 1 bulan

Page 5: Laporan Kasus PEB

Riwayat G / P / A : 1 / 0 / 0

ANAMNESIS ULANG

Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 2 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan pandangan kabur, bengkak pada kedua

tungkai, nyeri ulu hati (-), keluar darah dan cairan dari kemaluan (-).

Sejak 2 hari SMRS tungkai pasien bengkak, pasien juga mengeluhkan sesak nafas,

pusing (+), nyeri perut yang menjalar ke ari-ari (-), keluar lendir campur darah (-), keluar air-

air (-), batuk (+).

1 hari SMRS pasien masih merasakan gerakan janin. Saat itu adalah terakhir kali

pasien merasakannya, hingga saat ini pasien tidak merasakan gerakan janin dalam

kandungannya.

Kemudian pasien dibawa ke puskesmas lalu dirujuk ke RSUD AA dengan diagnosis

dari Perawang G1P0A0 Gravid aterm 31 minggu + preeklampsia berat. Di puskesmas

Perawang pasien mengeluhkan sesak nafas dan kaki bengkak, pada pemeriksaan tekanan

darah pasien 180/100 mmHg, dan protein urin (++++). Di Perawang telah diberikan IVFD

D5 + 25 cc MgSO4 40 % diberikan 200 cc pertama 100 gtt/menit, 300 cc pertama 10

gtt/menit. Juga diberikan deksametason 2 ampul IV.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Penyakit hipertensi (-), DM (-), asma (-), dan jantung (?).

Riwayat Penyakit Keluarga :

Hipertensi (-), DM (-), asma (-), jantung (-)

Riwayat Haid :

Menarche usia 13 tahun, HPHT 25-10-2011, taksiran persalinan 1-8-2012.

Riwayat Perkawinan :

Riwayat Hamil Muda : Mual (+), muntah (+), tidak mengganggu aktifitas.

Riwayat Hamil Tua : Mual (-), muntah (-), perdarahan (-), hipertensi (+).

ANC : Ke bidan tiap bulan

Riwayat G / P / A : 1 / 0 / 0

Riwayat Kontrasepsi : (-)

Riwayat Operasi Sebelumnya : (-)

Page 6: Laporan Kasus PEB

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : berat

Kesadaran : somnolen

Vital Sign

Tekanan darah : 180/130 mmHg

Nadi : 180 x/menit

Frekuensi napas : 42 x/menit

Suhu : 36,5 oC

Berat Badan :

Tinggi Badan :

Kepala : Edema palpebra (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Dada : Paru : I = gerakan paru kanan dan kiri simetris

Pal = sulit dinilai

Per = sonor seluruh lapangan paru

Au = ronkhi basah pada basal paru kiri dan kanan

Jantung : I = ictus cordis tidak terlihat

Pal = ictus cordis teraba di SIC V

Per = batas jantung dalam batas normal

Au = reguler, tidak terdapat bunyi jantung tambahan

Abdomen : Status obstetrikus

Genitalia : Status obstetrikus

Ekstremitas : Edema tungkai (+/+).

Status Obstetri

Muka : Edema palpebra (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).

Mamae : Hiperpigmentasi areola dan papilla (+/+).

Abdomen

Inspeksi : Perut tampak membuncit.

Palpasi : Nyeri tekan (-), Leopold:

I : TFU 3 jari di atas pusat, teraba massa bulat dan kenyal.

II : Tahanan terbesar di kanan.

III : Teraba massa bulat, keras.

Page 7: Laporan Kasus PEB

IV : Bagian terbawah janin belum masuk PAP.

DJJ : Tidak terdengar.

HIS : (-).

Perkusi : Timpani.

Auskultasi : BU (+) normal.

Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin (1/6/2012) Kimia Darah (1/6/2012)

Hb : 13,4 g/dl AST : 42 IU/L

Ht : 38,9 vol% ALT : 9 IU/L

Leukosit : 21.500/ul Glu : 285 mg/dl

Trombossit : 228.000 /ul CRS : 1,24 mg/dl

BUN : 16 mg/dl

Ureum : 34,2 mg/dl

Albumin: 2,7 g/dl

Pemeriksaan Elektrolit (1/6/2012)

Na+ : 136,1 mmol/L Kimia Darah (2/6/2012)

K+ : 4,68 mmol/L Glu : 93 mg/dl

Cl : 104,8 mmol/L Chol : 202 mg/dl

HDL : 36,2 mg/dl

Urin (2/6/2012) TGB : 382 mg/dl

Warna : kuning DBil : 0,1 mg/dl

Kejernihan : keruh BUN : 23 mg/dl

Protein : + 3 CRS : 1,26 mg/dl

Glukosa : - Uric : 11,5 mg/dl

Bilirubin : - AST : 48 IU/L

Urobilinogen: 0,2 u Moll/L ALT : 11 IU/L

pH : 6,2 Albumin: 2,3 g/dl

Bj : 1,05 TP : 5,3 g/dl

Darah : + 3 Ureum : 49,2 mg/dl

Keton : - LDL : 89,4 mg/dl

Nitrit : + Globulin: 3,0 mg/dl

Eritrosit : > 150/LPB

Page 8: Laporan Kasus PEB

Leukosit : 1-2/LPB

Sel epitel : 3-5/LPB

Hasil pemeriksaan urin dibakar (1/6/2012)

+ 3

Hasil EKG (1/6/2012)

Hasil USG (2/6/2012)

BPD : 7,32 cm

TBJ : 1.300-1.400 gram

Diagnosis : IUFD 29-30 minggu

DIAGNOSIS KERJA

G1P0A0 gravid 31 minggu + PEB + janin hidup ? + observasi dyspnue + impending ALO

Follow up

Sabtu, 2 Juni 2012

Pukul Follow up

05.03 S :

HPHT = 25-10-2011 , TP = 28-7-2012

Sesak (+), Batuk (+)

Infus terpasang SM 40%, DC (+)

Os sudah dapat dexa 2 ampul IV, jam 03.00 WIB

O :

KU : sedang

TD : 180/130 mmHg, Nadi : 101 x/i, Suhu : 37ºC, RR : 35 x/i

Palpasi : TFU 3 jari di atas pusat, puka, his (-), DJJ : tidak jelas dengan

dopler.

TBJ : 1085 gram, udem tungkai (+)

VT tidak dilakukan.

A:

G1P0A0 gravid 31 minggu 5 hari + PEB + Janin hidup ? tunggal intra

Page 9: Laporan Kasus PEB

uterin

P :

Cek lab

Kolaborasi dengan dokter jaga co dr. Ruza, SpOG a/p

IVFD RL drip SM 40%

Injeksi Lasix 1 ampul/IV

Konsul ke dokter spesialis penyakit dalam

O2 4 liter/menit

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Page 10: Laporan Kasus PEB

3.1. Hipertensi Dalam Kehamilan

3.1.1. Definisi

Menurut American College Obstetric and Gynaecologist (ACOG). Hipertensi adalah

suatu keadaan dengan tekanan darah diastolik minimal 90 mmHg atau tekanan sistolik

minimal 140 mmHg atau kenaikan tekanan diastolik minimal 15 mmHg atau kenaikan

tekanan sistolik minimal 30 mmHg. Tekanan darah harus diukur 2 kali dengan selang waktu

6 jam.2

Beberapa definisi yang berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan adalah

sebagai berikut :2,7,8

Preeklampsia adalah suatu keadaan hipertensi yang disertai proteinuria, edema, atau

keduanya (trias) yang terjadi akibat kehamilan di atas 20 minggu dan paling sering

mendekati aterm dan dapat timbul sebelum kehamilan 20 minggu bila terjadi penyakit

trofoblas.

Eklampsia adalah keadaan terjadinya kejang-kejang pada wanita dengan kriteria klinis

preeklampsia yang bukan disebabkan penyakit neurologi seperti epilepsi.

Superimposed preeklampsia adalah suatu keadaan preeklampsia-eklampsia yang terjadi

pada wanita yang sebelumnya telah menderita hipertensi vaskuler kronis atau penyakit

ginjal.

Hipertensi kronis adalah keadaan hipertensi yang menetap dengan penyebab apapun yang

sudah diderita sebelum konsepsi atau sebelum kehamilan 20 minggu atau menetap selama

6 minggu post partum.

Transient hipertensi yaitu timbulnya hipertensi dalam kehamilan sesudah trimester II atau

dalam 24 jam pertama post partum tanpa ada tanda-tanda hipertensi kronis atau

preeklampsia-eklampsia dan gejala ini akan hilang setelah 10 hari post partum.

3.1.2. Insiden

Spellacy dkk, melaporkan bahwa pada wanita > 40 tahun insiden hipertensi

meningkat 3 kali lipat dibandingkan dengan wanita usia 20-30 tahun. Hansen melaporkan

peningkatan insiden preeklampsia sebesar 2-3 kali pada nullipara yang berusia di atas 40

tahun bila dibandingkan dengan usia 25-29 tahun. Secara umum insiden preeklampsia ± 5%

dari seluruh kehamilan, hampir 70% diantaranya adalah nullipara. Hampir 20% nullipara

menderita hipertensi sebelum, selama persalinan, dan masa nifas jika dibandingkan dengan

multipara sebesar 7%. Menurut Cunningham dan Leveno di RS Parkland selama tahun 1986

ditemukan insiden hipertensi sebesar 18% pada ras kulit putih, 20% hispanik, dan 22% ras

Page 11: Laporan Kasus PEB

kulit hitam. Insiden hipertensi dalam kehamilan pada multipara adalah 6,2% pada kulit putih,

6,6% pada hispanik, dan 8,5% pada ras kulit hitam.2

3.1.3. Klasifikasi

Hipertensi dalam kehamilan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :2

1. Hipertensi karena kehamilan dan sembuh setelah persalinan.

a. Hipertensi tanpa proteinuria atau edema patologis.

b. Preeklampsia dengan proteinuria dan atau edema patologik.

i. Preeklampsia berat.

ii. Preeklampsia ringan.

c. Eklampsia yaitu proteinuria dan atau edema patologik disertai kejang.

2. Hipertensi yang sudah ada sebelumnya dan diperberat oleh kehamilan.

a. Superimposed preeklampsia.

b. Superimposed eklampsia.

3. Hipertensi bersamaan dengan kehamilan, yaitu hipertensi kronis yang sudah ada

sebelum kehamilan atau menetap setelah persalinan.

3.2. Preeklampsia

3.2.1. Definisi Preeklampsia

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi

organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan

darah dan proteinuria.2

Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat

pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan

kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai

preeklampsia yang berat (George, 2007).2

3.2.2. Epidemiologi Preeklampsia

Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang

mempengaruhinya, jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam

penentuan diagnosis dan lain-lain.9

Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10% (Triatmojo, 2003).

Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari

Page 12: Laporan Kasus PEB

semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran) (Dawn C Jung, 2007). Pada primigravida

frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama

primigravida muda. Sudinaya (2000) mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan

eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1.431 persalinan

selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61

kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%). Di samping itu, preeklampsia juga dipengaruhi

oleh paritas. Surjadi dkk, mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di

RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu

sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu

sebanyak 18 kasus. Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin

disebabkan karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosis dengan superimposed

PIH (Deborah E Campbell, 2006).10,11

3.2.3. Faktor Risiko Preeklampsia

Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya

preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi

terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi :12,13

1) Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau riwayat

keluarga dengan preeklampsia maka akan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.

2) Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking

antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.

Perkembangan preklamsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan

kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.

3) Kegemukan

4) Kehamilan ganda. Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi

kembar atau lebih.

5) Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu

sebelumnya, memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi

hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degenerati seperti reumatik

arthritis atau lupus.

3.2.4. Etiologi Preeklampsia

Page 13: Laporan Kasus PEB

Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, sehingga

penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa faktor yang berkaitan

dengan terjadinya preeklampsia adalah:14

a. Faktor Trofoblast

Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina terjadinya Preeklampsia.

Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini didukung pula dengan

adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.

b. Faktor Imunologik

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada

kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan

pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen plasenta tidak sempurna,

sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas

Plasenta. Pada kehamilan berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih

banyak akibat respos imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.

Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada

penderita Preeklampsia-Eklampsia :

a) Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai komplek imun dalam

serum.

b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada

Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan proteinuri.

c. Faktor Hormonal

Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron antagonis, sehingga

menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang menyebabkan retensi air dan natrium,

sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.

d. Faktor Genetik

Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat diturunkan

melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetic

pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain :

a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.

b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada

anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.

c) Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak dan cucu

ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia.

e. Faktor Gizi

Page 14: Laporan Kasus PEB

Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam lemak

essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan

menyebabkan “Loss Angiotensin Refraktoriness” yang memicu terjadinya preeklampsia.

f. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga

terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat,

aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin.

Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi

trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi

vasospasme dan kerusakan endotel.

3.2.5. Patofisiologi Preeklampsia

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada

sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia.

Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap

berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan

vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat

mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal

dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan

proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan

peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume

intavaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer.2

Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni.

Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan

kematian janin dalam rahim.2,15

Perubahan pada organ-organ :15

1) Perubahan kardiovaskuler.

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan

eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan

afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh

berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik

Page 15: Laporan Kasus PEB

ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai

ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru.

2) Metabolisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklamsia tidak diketahui

penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita

preeklampsia dan eklamsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan

hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air

dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun,

sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein

tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium,

natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal.

3) Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi

ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi

untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preklamsia

berat yang mengarah pada eklamsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal

ini disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks

serebri atau didalam retina.

4) Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks

serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.

5) Uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga

terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin.

Pada preeklampsia dan eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan

terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.

6) Paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema paru

yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia,

atau abses paru.

3.2.6. Diagnosis Preeklampsia

Page 16: Laporan Kasus PEB

Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan

laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi 2

golongan yaitu :16

1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

a) Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau

kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat

tekanan darah normal.

b) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter

atau midstearm.

2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:

a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

b) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+

c) Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.

d) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.

e) Terdapat edema paru dan sianosis

f) Trombositopeni

g) Gangguan fungsi hati

h) Pertumbuhan janin terhambat (Lanak, 2004).

3.2.7. Penatalaksanaan Preeklampsia Berat

Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah mencegah timbulnya kejang,

mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta kerusakan dari organ-

organ vital, pengelolaan cairan, dan saat yang tepat untuk persalinan.Perawatannya dapat

meliputi :16

a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri.

Indikasi bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini

1) Ibu :

a) Kehamilan lebih dari 37 minggu

b) Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia

c) Kegagalan terapi pada perawatan konservatif.

2) Janin :

a) Adanya tanda-tanda gawat janin

b) Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat.

3) Laboratorium :

Adanya sindroma HELLP .

Page 17: Laporan Kasus PEB

b. Pengobatan Medikamentosa

1) Pemberian obat : MgSO4 40% dalam larutan RL 500 cc (60-125 cc/jam)

2) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.

3) Diuretikum diberikan bila ada edema paru, payah jantung kongestif, atau anasarka.

Diuretikum yang dipakai adalah furosemid.

4) Pemberian antihipertensi apabila TD ≥160/110 mmHg. Anti hipertensi lini pertama

adalah nifedipin dosis 10-20 mg per oral, diulangi setiap 30 menit, maksimum 120 mg

dalam 24 jam.

c. Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap dipertahankan.

Indikasi : Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending

eklamsi dengan keadaan janin baik.

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari uraian kasus diatas didapatkan permasalahan yakni sebagai berikut :

1. Apakah diagnosis di puskesmas dan IGD pada pasien ini sudah tepat?

Page 18: Laporan Kasus PEB

2. Apakah penatalaksanaan awal pasien di puskesmas sudah tepat?

3. Apakah penyebab sesak nafas pada pasien ini?

4. Apakah faktor risiko terjadinya preeklampsia pada pasien ini?

5. Apakah penatalaksanaan di IGD dan bangsal pada pasien ini sudah tepat?

1. Apakah diagnosis di puskesmas dan IGD pada pasien ini sudah tepat?

Diagnosis pasien ini di puskesmas G1P0A0 Gravid preterm 31 minggu + preeklampsia

berat, dan diagnosis di IGD G1P0A0 gravid 31 minggu 5 hari + PEB + Janin hidup ? tunggal

intra uterin.

Penulisan status paritas yaitu G1P0A0 sudah tepat karena telah sesuai dengan kaidah

penulisan status obstetri.

Diagnosis usia kehamilan pasien ini tidak tepat karena berdasarkan penghitungan

dengan rumus Naegele [(tanggal sekarang – tanggal HPHT) + (bulan sekarang – bulan

HPHT) x 4⅓] dimana HPHT pasien ini 25 Oktober 2011 dan tanggal pemeriksaan pada 1

Juni 2012, perkiraan usia kehamilan seharusnya 30 – 31 minggu. Jika digunakan cara

Spiegelberg dengan jalan mengukur tinggi fundus uteri dari simfisis maka didapatkan usia

kehamilan kurang dari 22 minggu, karena tinggi fundus uteri pasien ini 20 cm. Hal ini

mungkin dikarenakan telah terjadi IUFD yang lama atau janin mengalami IUGR pada pasien

ini sebagai komplikasi PEB.

Penulisan janin hidup ? tunggal intra uterin pada kasus ini tidak tepat. Menurut buku

Ilmu bedah kebidanan (Wiknjosastro) tidak boleh menggunakan tanda tanya (?) atau istilah

yang tidak jelas. Tulislah dengan tepat apa yang dimaksud dengan istilah tersebut dan hal

yang meragukan, bila ditemukan akan dapat diperjelas dalam rencana permulaan.

2. Apakah penatalaksanaan awal pada pasien di puskesmas sudah tepat?

Pada pasien ini, penatalaksanaan di puskesmas diberikan D5% + MgSO4 40%. Ini

sudah tepat. Perawatan yang penting pada preeklampsia berat adalah pengelolaan cairan

karena penderita preeklamsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya udem paru. Bila

terjadi tanda-tanda udem paru segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang dapat

diberikan berupa (a) 5% Ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan < 125cc/jam

atau (b) infus Dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer Laktat (60-

125cc/jam) 500 cc.

Page 19: Laporan Kasus PEB

Pemberian MgSO4 sebagai regimen penatalaksanaan preeklampsia berat. Pada pasien

ini, pemberianya sudah tepat.

Keadaan klinis pasien yang memburuk sehingga dipikirkan untuk dilakukan

perawatan agresif berupa terminasi. Deksametason diperlukan untuk pematangan paru janin.

Pada pasien ini, pemberiaanya tidak ada indikasi karena deksametason diberikan pada

kehamilan 32-34 minggu.

3. Apakah penyebab sesak nafas pada pasien ini?

Sesak pada pasien ini disebabkan oleh hipoalbumin yang menyebabkan udem paru.

Udem yang terjadi pada kehamil;an memiliki banyak interpretasi, misalnya 40% udem

dijumpai pada hamil normal, 60% udem dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi, dan

80% udem dijumpai pada pasien dengan hipertensi dan proteinuria. Udem terjadi karena

hipoalbiminemia. Udem yang patologis adalah udem yang nondependen pada muka dan

tangan, atau udem generalisata. Pada pasien ini dijumpai udem para periorbita dan paru.

Udem paru ditandai dengan ditemukannya ronkhi basah di basal paru kiri dan kanan.

4. Apakah faktor risiko terjadinya preeklampsia pada pasien ini?

5. Apakah penatalaksanaan di IGD dan bangsal pada pasien ini sudah tepat?

Penatalaksanaan di IGD dan bangsal pada pasien ini sudah tepat. Karena pada pasien

ini terjadi udem paru dan pasien sudah mendapat furosemid.