Laporan Kasus Obstetri Dan Ginekologi Prom
Transcript of Laporan Kasus Obstetri Dan Ginekologi Prom
LAPORAN KASUS OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
LAPORAN KASUS
Premature Rupture of Membrane (PROM)
Oleh:
Airin Aldiani 0910710030
Yosefin Eka Budiarti 0910710135
Cynthia Dellanaura 0910714030
Yennie Ayu Setianingsih 0910714056
PEMBIMBING:
dr. I Wayan Agung Indrawan, Sp.OG(K)
dr. Mulyo Hadi Wibowo
LABORATORIUM OBSTETRI GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DR.SAIFUL ANWAR
MALANG
2013
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
Premature Rupture of Membrane (PROM)
Oleh:
Airin Aldiani 0910710030
Yosefin Eka Budiarti 0910710135
Cynthia Dellanaura 0910714030
Yennie Ayu Setianingsih 0910714056
Menyetujui:
Supervisor, Pendamping,
dr. I Wayan Agung Indrawan, SpOG(K) dr. Mulyo Hadi Wibowo
DAFTAR ISI
Judul ...................................................................................................................i
Lembar Persetujuan.............................................................................................ii
Daftar Isi ..............................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3 Tujuan ..........................................................................................................2
1.4 Manfaat ........................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Ketuban......................................................................3
2.1.1 Anatomi Ketuban.................................................................................3
2.1.2 Fisiologi Ketuban.................................................................................3
2.2 PROM (Premature Rupture of Membrane)....................................................5
2.2.1 Definisi PROM.....................................................................................5
2.2.2 Epidemiologi PROM.............................................................................5
2.2.3 Mekanisme terjadinya PROM..............................................................6
2.2.4 Diagnosis PROM.................................................................................6
2.2.5 Penatalaksanaan.................................................................................8
2.2.6 Komplikasi PROM................................................................................11
BAB 3 LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien.............................................................................................13
3.2 Anamnesa......................................................................................................14
3.3 Pemeriksaan Fisik..........................................................................................14
3.4 Diagnosis Banding.........................................................................................16
3.5 Planning Diagnosis........................................................................................16
3.6 Diagnosis Kerja..............................................................................................17
3.7 Planning Treatment........................................................................................18
3.8 Planning Monitoring.......................................................................................18
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Faktor Predisposisi PROM............................................................................22
4.2 Diagnosis PROM...........................................................................................23
4.3 Penatalaksanaan PROM...............................................................................24
4.4 Prognosis.......................................................................................................27
4.5 Alat Kontrasepsi yang Cocok Digunakan untuk Pasien.................................27
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan....................................................................................................29
5.2 Saran.............................................................................................................29
Daftar Pustaka.....................................................................................................31
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Premature Rupture of Membran (PROM) didefinisikan sebagai
pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan, yaitu pada usia kehamilan
aterm atau lebih dari 37 minggu, dimana dalam keadaan normal, selaput ketuban
pecah dalam proses persalinan (Valemhnska, 2009; Parry & Strauss, 1998).
PROM merupakan salah satu komplikasi sering pada kehamilan, yang dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal serta maternal (Parry &Strauss,
1998). Kejadian PROM berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran, dan
preterm terjadi 1% dari semua kehamilan, 70% kasus PROM terjadi pada
kehamilan cukup bulan dan PROM merupakan penyebab kelahiran premature
sebanyak 30% (Gofar, 2010; Miller, 2009).
Terjadinya ketuban yang pecah dalam proses persalinan secara umum
disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Pecahnya selaput
ketuban juga berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam
kolagen matriks ekstraselular amnion, korion, dan apoptosis membran janin.
Komplikasi yang disebabkan akibat PROM pada usia kehamilan, antara lain
infeksi maternal dan neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali
pusat, deformitasjanin, gagalnya persalinan normal, atau meningkatnya insiden
seksio sesaria (Saifuddin, 2008).
Penegakan diagnosis pecahnya selaput ketuban pada kehamilan adalah
dengan adanya cairan ketuban di vagina. Penentuan cairan ketuban dapat
dilakukan dengan tes lakmus (Nitrazin test) yang menunjukkan perubahan warna
1
6
menjadi warna biru. Selain itu, perlu ditentukan pula usia kehamilan dan ada atau
tidaknya tanda-tanda infeksi. Penanganan pada PROM tergantung pada
diagnosis yang ditegakkan, yang terdiri dari penanganan konservatif dan
penanganan aktif (Saifuddin, 2008).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa saja faktor predisposisi pada pasien ini sehingga terjadi PROM?
1.2.2 Bagaimana prognosis pada pasien ini?
1.2.3 Apakah alat kontrasepsi yang cocok digunakan untuk pasien ini?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui faktor predisposisi pada pasien ini sehingga terjadi PROM.
1.3.2 Mengetahui prognosis pada pasien ini.
1.3.3 Mengetahui alat kontrasepsi yang cocok digunakan untuk pasien ini.
1.4 Manfaat
Penulisan laporan kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman dokter muda mengenai PROM dalam hal pelaksanaan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan penunjang, penegakan diagnosis, penatalaksanaan,
komplikasi serta monitoring pada pasien PROM.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Ketuban
2.1.1 Anatomi Ketuban
Selaput ketuban secara mikroskopis terdiri dari lima lapisan. Lapisan
terdalam yang dibasahi cairan ketuban dibentuk oleh satu lapisan epithelial
kuboidal yang melekat pada membran basalis yang melekat pada lapisan
kompak aselular yang terdiri dari interstitial kolagen. Di luar lapisan kompak ini
terdapat lapisan sel mesenkimal. Lapisan terluar dari ketuban adalah lapisan
zona spongiosa. Lapisan terluar ketuban berhubungan langsung dengan lapisan
chorion. Umbilical amnion melapisi tali pusat (Parry & Strauss, 1998).
2.1.2 Fisiologi cairan Ketuban
Amnion manusia pertama kali dapat diidentifikasi pada sekitar hari ke-7
atau ke-8 perkembangan janin. Pada awalnya sebuah vesikel kecil yaitu amnion,
berkembang menjadi sebuah kantung kecil yang menutupi permukaan dorsal
mudigah. Cairan amnion pada keadaan normal berwarna putih agak keruh
karena adanya campuran partikel solid yang terkandung di dalamnya yang
berasal dari lanugo, sel epitel, dan material sebasea. Volume cairan amnion
pada keadaan aterm adalah sekitar 800 ml, atau antara 400 ml -1500 ml dalam
keadaan normal. Pada kehamilan 10 minggu rata-rata volume adalah 30 ml, dan
kehamilan 20 minggu 300 ml, 30 minggu 600 ml. Pada kehamilan 30 minggu,
cairan amnion lebih mendominasi dibandingkan dengan janin sendiri (Parry &
Strauss, 1998).
3
4
Cairan amnion merupakan komponen penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin selama kehamilan. Pada awal embriogenesis, amnion
merupakan perpanjangan dari matriks ekstraseluler dan di sana terjadi difusi dua
arah antara janin dan cairan amnion. Pada usia kehamilan 8 minggu, terbentuk
uretra dan ginjal janin mulai memproduksi urin. Selanjutnya janin mulai bisa
menelan. Eksresi dari urin, sistem pernafasan, sistem digestivus, tali pusat dan
permukaan plasenta menjadi sumber dari cairan amnion. Telah diketahui bahwa
cairan amnion berfungsi sebagai kantong pelindung di sekitar janin yang
memberikan ruang bagi janin untuk bergerak, tumbuh meratakan tekanan uterus
pada partus, dan mencegah trauma mekanik dan trauma termal (Parry &
Strauss, 1998).
Cairan amnion juga berperan dalam sistem imun bawaan karena memiliki
peptid antimikrobial terhadap beberapa jenis bakteri dan fungi patogen tertentu.
Cairan amnion adalah 98% air dan elektrolit, protein, peptide, hormon,
karbohidrat, dan lipid. Pada beberapa penelitian, komponen-komponen cairan
amnion ditemukan memiliki fungsi sebagai biomarker potensial bagi
abnormalitas-abnormalitas dalam kehamilan. Beberapa tahun belakangan,
sejumlah protein dan peptide pada cairan amnion diketahui sebagai faktor
pertumbuhan atau sitokin, dimana kadarnya akan berubah-ubah sesuai dengan
usia kehamilan. Cairan amnion juga diduga memiliki potensi dalam
pengembangan medikasi stemcell (Parry & Strauss, 1998)
5
2.2 PROM (Premature Rupture of Membran)
2.2.1 Definisi PROM
Ketuban pecah dini (Saifuddin, 2008) atau dikenal juga sebagai
premature rupture of membrans (PROM) adalah adanya rupture dari membran
fetus secara spontan sebelum onset dari persalinan pada kehamilan aterm. Bila
ruptur yang demikian terjadi sebelum kehamilan aterm (sebelum usia 37 minggu
gestasi), maka kondisi ini disebut sebagai preterm premature rupture of
membrans (PPROM). Hal ini berbeda dari keadaan normal dimana selaput
ketuban akan pecah dalam proses persalinan (Saifuddin, 2008). Dalam keadaan
normal, Selaput ketuban pecah dalam proses persalinan.
2.2.2 Epidemiologi PROM
Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan
hasil yang bervariasi. Insidensi PROM berkisar antara 8 – 10 % dari semua
kehamilan. Hal yang menguntungan dari angka kejadian PROM yang dilaporkan,
bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan daripada yang
kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan
atau PROM pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran
prematur (Parry & Strauss, 1998).
PROM merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan
kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian
perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan PROM pada kehamilan
kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan
kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS (Parry & Strauss, 1998).
6
2.2.3 MekanismeTerjadinya PROM
Ketuban pecah pada persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu pada selaput ketuban terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan
selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu
persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi
proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin. Aktivitas degradasi
proteolitik ini meningkat menjelang persalinan.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga
selaput ketuban akan mudah pecah. Melemahnya selaput ketuban ada
hubunganya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin.
Pada trimester akhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban.
Ketuban pecah dini pada premature ataupun aterm disebabkan oleh
faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina, trauma pada
ibu, malposisi. Ketuban pecah dini premature sering terjadi pada polihidramnion,
inkompeten serviks, solusio plasenta.
2.2.4 Diagnosis PROM
Ibu harus selalu diperingatkan selama periode antepartum untuk
mewaspadai keluarnya cairan dari vagina dan untuk segera melaporkan kejadian
ini. Hal ini penting, untuk kemudian ditegakkannya segera diagnosis pecah
ketuban karena 3 alasan. Pertama, bila bagi anter bawah janin (presentasi janin)
belum terfiksasi pada pelvis, kemungkinan prolaps dan kompresi dari tali pusat
sangat meningkat. Kedua, persalinan mungkin akan segera terjadi bila kehamilan
7
mendekati atau telah mencapai usia aterm. Ketiga, bila persalinan tertunda
setelah terjadinya pecah ketuban, resiko infeksi intrauterin semakin meningkat
seiring dengan peningkatan jarak waktu dengan persalinan (Parry & Strauss,
1998).
Diagnosis pecahnya selaput ketuban didapatkan dengan adanya cairan
ketuban di vagina (Saifuddin, 2008). Juga pada pemeriksaan inspekulo,
didiagnosa dengan ditemukannya genangan cairan amnion pada fornix posterior
atau adanya cairan bening yang mengalir dari canalis servikalis. Meskipun
terdapat beberapa tes diagnosis yang direkomendasikan untuk mendeteksi
pecah ketuban, tidak ada yang sepenuhnya dapat diandalkan. Jika diagnosis
tetap tidak dapat dipastikan, terdapat metode lain yang melibatkan pengukuran
pH dari cairan vagina. Normalnya, pH dari sekresi vagina berkisar antara 4,5
sampai 5,5, sedangkan cairan amnion biasanya berkisar antara 7,0 sampai 7,5.
Penggunaan indikator nitrazine untuk mengidentifikasi pecahnya ketuban
merupakan metode yang sederhana dan cukup dapat diandalkan. Kertas tes
diimpregnasi dengan pewarna, dan warna hasil reaksi strip kertas ini dengan
cairan vagina diintepretasi dengan bagan warna standar (tes lakmus, perubahan
warna merah menjadi biru(Saifuddin, 2008). PH diatas 6,5 adalah konsisten
dengan ketuban pecah. Hasil tes positif palsu dapat terjadi dengan adanya
darah, semen, atau bacterial vaginosis pada saat yang bersamaan, sedangkan
hasil negatif palsu dapat terjadi bila cairan yang ada terlalu sedikit (American
Academy of Pediatrics and American College of Obstetricians and Gynecologists,
2007). Penggunaan antiseptik alkalin juga dapat menaikkan pH vagina
(Saifuddin, 2008; Divisi Fetomaternal, 2008).
8
Tes lainnya meliputi pembentukan pola seperti bulu dari cairan vagina
yang mengarah pada adanya cairan amnion bukannya sekresi serviks. Cairan
amnion akan mengkristal dan membentuk pola seperti bulu akibat konsentrasi
relatif dari natrium klorida, protein dan karbohidrat. Deteksi alpha-fetoprotein
pada vagina juga telah digunakan untuk mengidentifikasi adanya cairan amnion
oleh Yamada dan koleganya (1998). Identifikasi juga dapat dilakukan sesudah
injeksi indigo carmine ke dalam kantong amnion melalui abdominal
amniosentesis (Varney, 2004). Pemeriksaan lainnya dapat dilakukan dengan
penggunaan ultrasound dimana adanya PROM dapat dikonfirmasikan dengan
adanya oligohidramnion (Saifuddin, 2008).
2.2.5 Penatalaksanaan
Konservatif (rawat di rumah sakit)
Berikan antibiotik (ampisilin 4x 500 mg atau eritromisin bila tidak
tahan ampisilin dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari)
Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat sampai air ketuban
tidak keluar lagi
Usia kehamilan 32- 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi
dan tes busa negatif beri deksametason, observasi tanda-tana
infeksi, dan kesejahterhan janin.
Lakukan terminasi pada usia kehamilan 37 minggu.
Usia 32- 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi berikan
tokolitik, deksametason, dan lakukan induksi sesudah 24 jam.
Usia 32-37 minggu ada infeksi, beri antibiotik dan induksi, nilai
tanda-tanda infeksi.
9
Pada usia 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin. Betametason diberikan dengan dosis 12
mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason I.M 5 mg
setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
Aktif
Usia kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitsin, bila gagal
lakukan seksio sesarea. Dapat juga diberikan misoprostol 25 µg –
50 µg intravaginal intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada
tanda –tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan akhiri
persalinan.
Bila Pelvic Score <5, lakukan pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika gagal lakukan seksio sesarea.
Bila pelvic score >5, induksi persalinan.
Berdasarkan Pedoman Diagnosis Fetomaternal RSSA, 2008,
tatalaksana Premature Rupture of the Membran:
- Induksi persalinan jika:
12 jam belum inpartu
Terdapat tanda infeksi intra uterin
Tidak ada kontraindikasi untuk dilakukan persalinan
Bila PS>5 dilakukan induksi dengan oksitosin drip
PS<5 dilakukan ripening dengan misoprostol 50 μg/6 jam
sampai PS>5 dilanjutkan oksitosin drip.
- Berikan antibiotik Gentamycin 2x80 mg IV
Pada infeksi intra uterin diberikan kombinasi obat sampai 48 jam
bebas panas, obat tersebut antara lain:
10
Ampicillin 3x1gr
Gentamycin 2x80gr
Metronidazole 3x500mg.
Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm, baik dengan
atau tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit. Bila terdapat prolaps tali
pusat, pasien dirujuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari badannya, bila
mungkin dengan posisi sujud. Kalau perlu kepala janin didorong keatas dengan 2
jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin. Tali pusat di vulva dibungkus kain
hangat yang dilapisi plastik. Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi
saat rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, berikan antibiotic seperti
penisilin prokain 1,2 juta IU IM tiap 12 jam dan ampisilin 1 g per oral diikuti 500
mg tiap 6 jam atau eritromisin dengan dosis yang sama. (Saifuddin, 2008; Bruce
2010).
Pada kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his, pimpin meneran dan
lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his, lakukan induksi
persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan skor pelvic kurang dari 5
atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dan skor pelvic lebih dari 5, seksio sesarea
bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan skor pelvic kurang dari 5 (Saifuddin,
2008).
Induksi persalinan sendiri menggambarkan usaha menstimulasi kontraksi
sebelum onset persalinan spontan dengan ataupun tanpa adanya pecah
ketuban. Indikasi dari induksi persalinan adalah ketika keuntungan yang
didapatkan, baik oleh ibu maupun fetus, melebihi keuntungan yang didapatkan
bila kehamilan dilanjutkan. Indikasinya termasuk kondisi yang membutuhkan
penanganan segera seperti ketuban pecah dengan korioamnionitis atau
11
preeklamsia berat. Indikasi yang lebih sering adalah PROM, hipertensi
gestasional, status janin yang mengkhawatirkan, kehamilan posterm, dan
berbagai kondisi medis ibu seperti hipertensi kronis dan diabetes (American
College of Obstetricians and Gynecologists, 1999 dalam Cunningham et al.,
2010). Kontraindikasi dari induksi persalinan mirip dengan kontraindikasi dari
persalinan spontan. Faktor janin termasuk makrosomia, kehamilan kembar,
hidrosefalus berat, malpresentasi atau status janin yang mengkhawatirkan. Untuk
beberapa faktor kontraindikasi ibu berhubungan dengan tipe insisi uterin
sebelumnya, panggul sempit atau anatomi panggul yang berbeda, implatasi
plasenta abnormal, dan kondisi seperti infeksi herpes genital aktif atau kanker
serviks (Saifuddin, 2008)
2.2.6 Komplikasi PROM
Setelah ketuban pecah normalnya segera disusul dengan persalinan.
Pada kehamilan aterm 90% persalinan terjadi dalam 24 jam setelah ketuban
pecah (Saifuddi, 2008). Sedangkan berdasarkan Parry dan Strauss (1998)
setelah terjadinya PROM, 70% ibu akan memulai persalinan dalam 24 jam dan
95% dalam 72 jam. Dengan perkembangan klinis yang relatif cepat kearah
persalinan setelah terjadinya PROM, maka tujuan dari penanganan PROM
adalah meminimalkan resiko infeksi intrautein tanpa meningkatkan insidens
sectio cesarian. Karena, seperti telah dijelaskan sebelumnya, komplikasi yang
mungkin timbul dari PROM adalah infeksi maternal ataupun neonatal dan
hipoksia karena kompresi tali pusat (Saifuddin, 2008; Bruce, 2010),
meningkatnya insiden sectio cesarean, atau gagalnya persalinan normal. Risiko
infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini yaitu dapat terjadi
12
koriamnionitis dan pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, dan omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.
Korioamnionitis merupakan keadaan pada ibu di mana korion, amnion,
dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri, yang merupakan komplikasi paling
serius bagi ibu dan janin (Saifuddin, 2008). Terdapat berbagai macam organisme
yang dapat menyebabkan korioamnionitis. Rute dari infeksi termasuk
ascendinginfection dari traktus genetalia bagian bawah, penyebaran
hematogenous dari darah ibu, penyebaran langsung dari endometrium atau tuba
fallopi, dan kontaminasi iatrogenik selama prosedur invasif. Dari semua ini,
ascendinginfection merupakan penyebab yang paling sering. Dimulai dengan
masuknya organisme yang menimbulkan infeksi awal pada korion dan desidua
disekitarnya pada area yang berada disekitar internal ostium. Hal ini dapat
berkembang pada keterlibatan ketuban pada seluruh ketebalannya
(korioamnionitis). Organisme kemudian dapat menyebar sepanjang permukaan
korioamnion dan menginfeksi cairan amnion. Juga dapat terjadi penyebaran lebih
lanjut pada plasenta dan tali pusat (funitis) (Jazayeri, 2010).
Infeksi pada janin dapat terjadi sebagai hasil penyebaran secara
hematogen, aspirasi, penelanan atau kontak langsung lainnya dengan cairan
amnion yang telah terinfeksi. Selain infeksi, dengan pecahnya ketuban terjadi
oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia.
Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion,
yaitu semakin sedikit air ketuban, keadaan janin akan semakin gawat (Saifuddin,
2008).
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. AS
Usia : 22 tahun
No.RM : 1333944
Alamat : Jl. Muria Dalam IIA Klojen
JenisKelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pramusaji Restoran
Suami : Tn. YE
Umur : 29tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pramusaji Restoran
Menikah : 1 kali
Lama menikah : 1 tahun
Kehamilan : G1 P0000 Ab000 gr 41-42 mg T/H + PROM
Riwayat KB : (-)
HPHT : 3-02-2013 ~ 41-42minggu
Tanggal MRS : 22-11-2013 pukul 17.30
13
14
3.2 Anamnesa
Keluhan utama: keluar cairan jernih dari jalan lahir.
Tanggal 22-11-2013 pukul 09.00 pasien mulai terasa kenceng-kenceng
tetapi pasien tetap di rumah.
Tanggal 22-11-2013 pukul 10.00 pasien merasa kenceng-kenceng semakin
sering sehingga pasien pergi ke RS RKZ. Karena pembukaan masih 2 cm,
pasien diobservasi di tempat.
Tanggal 22-11-2013 pukul12.00 pasien merasa kenceng-kenceng disertai
cairan merembes dari jalan lahir. Karena alas an biaya pasien pindah ke
RSSA.
Tanggal 22-11-2013 pukul 17.30 pasien datang ke RSSA dengan keluhan
keluar cairan dari jalan lahir. Karena alasan biaya pasien pindah ke RSSA.
Riwayat keputihan (+) saat usia kehamilan 8 bulan, kental, gatal (+), berbau
(+), berwarna putih kekuningan.
Riwayat anyang-anyang (+) sejak usia kehamilan 8 bulan, tanpa disertai
nyeri saat kencing, tanpa disertai darah.
Riwayat coitus (-), trauma (-), pijat oyok (-), demam (-)
ANC dilakukan sebanyak 5x di spesialis kandungan. Kontrol terakhir 6
November 2013.
Ini kehamilan pertama pasien.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tinggi badan : 154 cm
Berat badan : 78 kg
15
Tensi : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu rectal : 37,50C
Suhu axilla : 37,30C
Kepala dan leher : anemis – / – ,icterus – / –
Pembesaran kelenjar leher – / –
Thorax : C/ S1S2 tunggal, regular, Iktus palpable ICS V,
MCL sinistra
: P/ Simetris, suara paru vesikular, Rh ,,,,Wh
Abdomen :
o Tinggi Fundus Uteri (TFU) : 31 cm
o Letak janin : letak bujur U
o Bunyi Jantung Anak (DJJ) : 148 x/menit
o Taksiran Berat Janin (TBJ) : 2945 gram
o His : (+) 10.3.30
Ekstremitas : Dalam batas normal
Genital Eksterna : Aliran ketuban (+)
Inspekulo :
o Aliran ketuban dari OUE (+)
o Genangan ketuban di fornix posterior (+)
o Pemeriksaan kertas lakmus : didapatkan perubahan warna kertas
menjadi warna biru
VT :
o Pembukaan 6 cm
- -- -- -
- -- -- -
16
o Effacement 100%
o Hodge II
o Presentasi kepala
o Denominator sutura sagitalis melintang
o Ketuban (-), jernih
o UPD~dbn
3.4 Diagnosis Banding
G1 P0000Ab000 part 41-42 mg T/H
+ Kala I fase aktif
+ Riwayat PROM
3.5 Planning Diagnosis
- Non Stressed Test Cardiotocography (CTG)
o Baseline rate 150 bpm
o Variability 5 – 10 bpm
o Acceleration : (+)
o Decceleration : (-)
o Hasil - kesimpulan: normal CTG
- USG Fetomaternal
Hasil:
o Tampak janin intrauterineT/H
o Letak bujur : kepala di bawah
o Bipariental Diameter : 88,7 (35w6d)
o Abdominal Circumference : 309 (34w6d)
o Femur Length : 58,8 (30w5d)
17
o Estimated Fetal Weight : 2340
o Amniotic Fluid Index : 8,2
- Laboratorium : DL, FH
Hasil Laboratorium Darah Lengkap tanggal 22-November-2013
Darah Lengkap Nilai Satuan NilaiRujukan Kesan
Hemoglobin 11,30 g/dL 11,4-15,1 Normal
Eritrosit 3,73 106/mm3 4 - 5 Rendah
Leukosit 20,34 103/mm3 4,7-11,3 Normal
Hematokrit 33,10 % 38 - 42 Rendah
Trombosit 204 103/mm3 142 – 424 Rendah
MCV 88,70 fL 80 – 93 Normal
MCH 30,30 Pg 27 –31 Normal
MCHC 34,10 gr% 32 –36 Normal
RDW 14,00 % 11,5 - 14,5 Normal
HitungJenis :
Eosinofil 0,0 % 0 – 4 Normal
Basofil 0,0 % 0 – 1 Normal
Neutrofil 90,3 % 51 – 67 Meningkat
Limfosit 4,9 % 25 – 33 Normal
Monosit 4,4 % 2 – 5 Normal
Lain-lain -
Hasil Laboratorium Faal Hemostasis tanggal24-Mei-2013
PPT : 9,6 detik (kontrol: 11,5 detik)
APTT : 26,1 detik (kontrol: 27,0detik)
*kesimpulan: PPT dan APTT dalam batas normal
3.6 Diagnosis Kerja
G1 P0000Ab000 part41-42 mg T/H
+ Kala I fase aktif
+ Riwayat PROM
18
3.7 Planning Treatment
Evaluasi 2 jam setelah ketuban pecah (pukul 20.00)
Pro exp pervaginam
3.8 Planning Monitoring
Vital Signs, keluhan subyektif, his, DJJ
Tanda-tanda infeksi intrauterine
Tanda-tanda inpartu
19
Follow Up
Tanggal Subjektif Objektif Assessment Planning
22/11/2013
Pk 20.00
Kenceng
-
kenceng
adekuat
Ibuingin
mengeja
n
KU : baik, CM
T : 120/70
N : 90x/menit
RR : 20x/menit
T rec : 37.5oC
T ax : 37.2oC
K/L : an -/-, ict -/-
Thorak :c/ dbn
p/ dbn
Abd : TFU 31 cm,
letakbujurU , DJJ :
155x, TBJ = 2945 g,
HIS 10.3.35/sk
VT : Ø : lengkap,
eff100%, H III, ketuban
(-), jernih,
presentasikepala,
denominator UUK jam
01.00, UPD ~dbn
G
1P0000Ab00
0 part 41-42
mg T/H
+ Kala II
+Riwayat
PROM
PDx
PTx:
Ibu dipimpin mengejan
Pro exp pervaginam
P Mo:
- Vital sign
- Keluhan subjektif
Ped : KIE
20
Laporan Tindakan Persalinan Kala II
Tindakan Spontan Belakang Kepala, tanggal 22November 2013 jam 20.00
WIB
DPO : G1 P0000Ab000 part41-42 mg T/H + Kala II + Riwayat PROM
1. Ibu ingin mengejan
2. Dilakukan VT, pembukaan lengkap, presentasi kepala, UUK jam
01.00 H IV
3. Penderita ditidurkan dengan posisi litotomi
4. Bersamaan dengan his, ibu dipimpin mengejan, pada saat kepala
meregang vulva, dilakukan episiotomi mediolateral
5. Dengan tangan kanan menahan perineum dan tangan kiri
menjaga defleksi kepala dan dengan subocciput dibawah simfisis
sebagai hipomochlion, berturut-turut lahirlah UUB, dahi, mulut,
dagu dan akhirnya lahirlah seluruh kepala. Kepala mengadakan
putar paksi luar. Mulut dan hidung bayi dibersihkan.
6. Kepala dipegang secara biparietal, ditarik curam kebawah sampai
bahu depan lahir, kemudian dielevasikan ke atas sampai bahu
belakang lahir, lalu ditarik sesuai arah sumbu panggul, lahirlah
bayi laki-laki, BB2980 gram, PB50 cm, hidup, AS 7/9, jam 20.05
WIB.
7. Tali pusat diklem di dua tempat (5cm dan 10cm diatasabd bayi),
dipotong ditengah-tengahnya,bayi dirawat.
8. Plasenta dilahirkan secara peregangan tali pusat terkendali.
21
9. Eksplorasi jalan lahir, SBR, servix, vagina didapatkan luka
episiotomi
10. Dilakukan penjahitan luka episiotomi
DDO :G1 P0000Ab000 part41-42 mg T/H + Kala II + Riwayat PROM
Kala III : Tanggal 22/11/2013 pukul 20.10 plasenta dilahirkan secara
spontan dengan peregangan tali pusat terkendali, berat
500 gram, diameter 20 cm, tebal 2 cm, kalsifikasi (-), infark
(-), panjang talipusat 50 cm
Kala IV : 2 jam post partum: 22/11/2013 pukul 22.10
TFU : 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik, T: 120/80
mmHg, N: 80x/menit, perdarahan 50 cc, Pindah ke Rawat
Gabung.
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Faktor Predisposisi PROM
Etiologi dari PROM bersifat multifaktorial (Parry and Strauss, 1998).
Mekanisme rupture dari fetal membran intrapartum telah dihubungkan dengan
melemahnya membran secara menyeluruh akibat dari kontraksi dan peregangan
yang berulang.melambangkan titik awalpecahnya ketuban.
Defisiensi nutrisi juga menjadi faktor resiko ibu memiliki struktur kolagen
abnormal dan telah dihubungkan dengan peningkatan resiko PROM.Faktor
lainnya adalah merokok, yang secara sendirian dapat meningkatkan resiko
terjadinya PROM. Merokok memiliki hubungan dengan menurunnya konsentrasi
serum ascorbic acid.Selain itu, Cadmium dalam tembakau telah terbukti
meningkatkan metallothionein, protein pengikat logam, dalam trophoblast yang
dapat menyebabkan sequestrasi dari tembaga (Parry and Strauss, 1998).
Faktor resiko lainnya adalah infeksi.Sebenarnya, telah lama diperdebatkan
infeksi intrauterin merupakan penyebab atau konsekuensi dari PROM.
Mekanisme pecah selaput ketuban dengan infeksi intrauterin sebagai faktor
resiko melibatkan beberapa mekanisme, yang mana setiap mekanisme
menginduksi degradasi dari matriks ekstraseluler (Parry and Strauss,1998)..
Overdistensi uterus akibat adanya polihidramnion atau kehamilan multifetus
menginduksi peregangan selaput ketuban yang pada akhirnya meningkatkan
resiko terjadinya PROM. Peregangan mekanik dari selaput ketuban
menyebabkan terjadinya up-regulation dari produksi beberapa faktor amnion,
termasuk prostaglandin E2 dan interleukin-8 (Parry and Strauss, 1998).
22
23
Pada pasien ini, dari data anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh
keputihan sejak usia kehamilan 8 bulan, kental, gatal (+) dan berbau selama satu
minggu. Kemudian pasien berobat ke bidan dan dianjurkan untuk mencuci area
genitalia dengan air rebusan sirih. Setelah itu pasien mengaku keputihan hilang.
Padausia kehamilan yang sama pasien juga mengeluhkan anyang-anyangan,
namun tidak disertai nyeri saat berkemih, maupun tidak disertai darah. Hal ini
dapat berhubungan dengan adanya infeksi yang mungkin disebabkan hygiene
pasien yang kurang baik. Kemungkinan faktor predisposisi terjadinya PROM
pada pasien ini adalah disebabkan adanya infeksi.
4.2 Diagnosis PROM
Ketuban pecah dini atau dikenal juga sebagai premature rupture of
membrans (PROM) adalah adanya ruptur dari membran fetus secara spontan
sebelum onset dari persalinan pada kehamilan aterm (Saifuddin dkk., 2009).
Penegakan diagnosis PROM pada pasien ini sudah sesuai dengan teori karena
berdasarkan data anamnesis didapatkan adanya cairan jernih keluar dari jalan
lahir. Pada pasien ini, dari hasil pemeriksaan tampak cairan jernih keluar dari
OUE genangan ketuban di fornix posterior, selaput ketuban telah pecah, cairan
bening di vagina, pemeriksaan pH dengan menggunakan kertas lakmus
(indikator nitrazine) menunjukkan perubahan warna kertas lakmus menjadi warna
biru. Pembukaan 6 cm dan effacement 100%, serta kontraksi yang adekuat. Hal
ini menunjukkan terdapat tanda-tanda inpartu (dari segi power dan passage)
(Saifuddin dkk.,2009).
Diagnosis pecahnya selaput ketuban didapatkan dengan adanya cairan
ketuban divagina (Saifuddin dkk.,2009). Juga pada pemeriksaan inspekulo,
didiagnosa dengan ditemukannya genangan cairan amnion pada fornix posterior
24
atau adanya cairan bening yang mengalir dari canalis servikalis.Pada pasien ini,
dari hasil pemeriksaan tampak cairan jernihkeluar dari OUE bertumpuk di fornix
posterior.
Meskipun terdapat beberapa tes diagnosis yang direkomendasikan untuk
mendeteksi pecah ketuban, tidak ada yang sepenuhnya dapat diandalkan. Jika
diagnosis tetap tidak dapat dipastikan, terdapat metode lain yang melibatkan
pengukuran pH dari cairan vagina.
Normalnya, pH dari sekresi vagina berkisar antara 4,5 sampai 5,5,
sedangkan cairan amnion biasanya berkisar antara 7,0 sampai 7,5. Penggunaan
indikator nitrazine untuk mengidentifikasi pecahnya ketuban merupakan metode
yang sederhana dan cukup dapat diandalkan. Kertas tes diimpregnasi dengan
pewarna, dan warna hasil reaksi strip kertas ini dengan cairan vagina
diintepretasi dengan bagan warna standar (tes lakmus, perubahan warna merah
menjadi biru(Saifuddin dkk., 2009). PH diatas 6,5 adalah konsisten dengan
ketuban pecah. Hasil tes positif palsu dapat terjadi dengan adanya darah,
semen, atau bacterial vaginosis pada saat yang bersamaan, sedangkan hasil
negatif palsu dapat terjadi bila cairan yang ada terlalu sedikit (American Academy
of Pediatrics and American College of Obstetricians andGynecologists, 2007).
Penggunaan antiseptic alkalin juga dapat menaikkan pH vagina (Saifuddin dkk.,
2009).
4.3 Penatalaksanaan PROM
Berdasarkan Pedoman Diagnosis Fetomaternal RSSA, 2008, tata laksana
Premature Rupture of the Membran (PROM):
- Induksi persalinan jika:
• 12 jam belum inpartu
25
• FWB baik
• Terdapat tanda infeksi intra uterin
• Tidak ada kontra indikasi untuk dilakukan persalinan
• Bila PS>5 dilakukan induksi dengan oksitosin drip
• PS<5 dilakukan ripening dengan misoprostol 50 g/6 jam sampai
PS>5dilanjutkan oksitosin drip.
- Berikan antibiotik Gentamycin 2x80 mg IV
Pada infeksi intra uterin diberikan kombinasi obat sampai 48 jam bebas
panas, obat tersebut antara lain:
• Ampicillin 3x1gr
• Gentamycin 2x80gr
• Metronidazole 3x500mg.
Dari hasil pemeriksaan dalam pada tanggal 22November 2013 jam 17.30,
didapatkan pembukaan: 6 cm, eff 100%, Hodge 2, ketuban (-), jernih, presentasi
kepala, denominator teraba sutura sagitalis melintang, UPDdalam batas normal,
sedangkan His belum adekuat (his +, adekuat) dan NST dalam batas
normal,sehingga diberikan antibiotik gentamycin 80 mg iv dan dilakukan
observasi terhadap kemajuan persalinan pasien atau pun tanda-tanda infeksi
intra uterin. Penatalaksanaan ini, telahsesuai dengan standar penatalaksanaan
PROM di RSSA yaitu memberikan antibiotik profilaksispada kasus PROM dan
melakukan observasi partus terhadap pasien.Lalu dilakukan rencana
pemeriksaan USG untuk mengetahui kondisi dari janin, placenta, dan sisa air
ketuban yang masih tersisa di dalam uterus. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan
his adekuat. Pada pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan 6 cm, eff 100%,
Hodge2, ketuban (-), jernih, presentasi kepala, denominator teraba sutura
26
sagitalis melintang, UPD dalam batas normal, sehingga akhirnya di usulkan pro
expectatice pervaginam.
Pada pukul 20.00, di evaluasi kembali untuk kemajuan persalinan. Pada
pemeriksaan fisik, didapatkan BJA dalam batas normal, dan his telah adekuat.
Pada pemeriksaan dalam, didapatkan pembukaan 10 cm, eff 100%, H III,
ketuban (-), jernih, tidak berbau, presentasi kepala, denominator UUK arah jam
01.00, UPD dalam batas normal.Pada pukul 20.05, persalinan telah memasuki
kala II, dimana ibu ingin mengejan, his adekuat, dan pada saat dilakukan
pemeriksaan dalam, di dapatkan pembukaan lengkap, maka ibu mulai dipimpin
persalinan. Pada saat kala II berlangsung, untuk menghindari robekan pada
perineum yang lebih parah, maka dilakukan episiotomi.
Pada pukul 20.15, bayi telah lahir, kemudian dilanjutkan ke kala III, untuk
persalinan placenta. Setelah bayi lahir, diberikan suntikan oxytocin 10 IU
(intramuskular) untuk membantu kontraksi uterus. Setelah menunggu 5 menit,
plasenta mulai dilahirkan secara peregangan tali pusat terkendali. Tali pusat
diregangkan dengan tangan kanan penolong, sambil dilakukan penekanan di
atas abdomen ibu untuk menahan fundus. Setelah tali pusat keluar dan plasenta
telah terlihat akan keluar, dengan kedua tangan penolong melakukan
pengeluaran plasenta dengan memutar plasenta tersebut secara perlahan
hingga plasenta tersebut lahir seluruhnya. Kemudian dilakukan eksplorasi ke
dalam uterus untuk memeriksa bagian plasenta jika ada yang tertinggal di dalam
uterus, sambil terus dilakukan pemijatan uterus melalui bagian atas abdomen
untuk merangsang kontraksi uterus. Setelah eksplorasi selesai dilakukan,
dilanjutkan dengan penjahitan luka episiotomi.
27
Setelah bayi dan plasenta telah selesai dilahirkan, pasien diobservasi
setiap 15 menit pada jam pertama. Kemudian dilanjutkan observasi setiap 30
menit pada jam kedua. Observasi dilakukan terutama pada keadaan umum ibu,
adanya perdarahan dari jalan lahir, dan tanda vital ibu.
Langkah persalinan yang dilakukan pada pasien ini telah sesuai dengan
teori.
4.4 Prognosis
Prognosis pasien pada kasus ini baik, oleh karena penatalaksanaan yang
diberikantelah sesuai dengan teori dan pedoman untuk penatalaksanaan kasus
PROM dan tidak didapatkan tanda-tanda adanya komplikasi pada ibu maupun
bayi.
4.5 Alat kontrasepsi yang cocok digunakan untuk pasien
Kondisi kesehatan reproduksi pasien ini harus selalu diperhatikan, baik
pada saat pasca persalinan maupun selanjutnya. Dari anamnesis diketahui
bahwa pasien terdapat riwayat mengalami keputihan sejak kehamilan bulan ke-8
sampai pasien datang untuk melakukan pemeriksaan di bidan. Hal ini dapat
berhubungan dengan adanya infeksi yang mungkin disebabkan hygiene pasien
yang kurang baik. Sehingga diperlukan edukasi tentang pentingnya hygiene
pasien dan pemberian terapi di saat keputihan terjadi dan menimbulkan keluhan
berkepanjangan.
Kontrasepsi merupakan usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Usaha-usaha tersebut dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen.
Kontrasepsi yang ideal harus memenuhi syarat-syarat antara lain dapat
dipercaya, tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan, daya kerja
28
dapat diatur menurut kebutuhan, tidak menimbulkan gangguan sewaktu
melakukan koitus, tidak memerlukan motivasi terus-menerus, mudah
pelaksanaannya, murah, dan dapat diterima oleh pasangan yang bersangkutan
(Saifuddin,2008).
Pasien ini merupakan wanita berusia 22 tahun, menikah satu kali selama
1 tahun, dan kehamilan ini merupakan hamil yang pertama. Kontrasepsi yang
dapat menjadi pilihan dari segi keamanan dan efektifitas adalah pil hormonal
(membutuhkan keteraturan dalam penggunaannya) atau IUD.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Faktor predisposisi terjadinya PROM pada pasien ini adalah infeksi
genital (vulvovaginitis).
2. Penegakan diagnosis PROM pada pasien ini sudah tepat. Dari anamnesa
didapatkan pasien merasakan adanya cairan jernih yang keluar dari jalan
lahir tetapi tidak disertai tanda-tanda inpartu dan bayi dalam keadaan
aterm. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya cairan yang mengalir
keluar dari OUE, tes lakmus merah berubah warna menjadi biru, yang
menunjukkan cairan bersifat basa.
3. Pilihan terapi pada pasien ini adalah antibiotik gentamycin IV 2 x80 mg.
4. Prognosis pasien pada kasus ini baik, karena penatalaksanaan yang
diberikan telah sesuai dengan teori dan pedoman serta tidak didapatkan
tanda-tanda adanya komplikasi pada ibu maupun bayi.
5. Kondisi kesehatan reproduksi pasien ini harus selalu diperhatikan, baik
pada saat pasca persalinan maupun selanjutnya. Pilihan alat kontrasepsi
(KB) yang digunakan berdasarkan segi keamanan dan efektifitasnya
adalah pil hormonal dan IUD.
5.2 Saran
1. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang hygiene
supaya tidak terjadi infeksi saat kehamilan.
2. Pentingya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pada pasien yang
mengalami (Premature Rupture of Membran) PROM untuk segera ke
29
30
tempat pelayanan kesehatan untuk mendapatkan penanganan yang
tepat.
31
DAFTAR PUSTAKA
Bruce, Elizabeth. 2010. Premature rupture of the Membrane. http://www.compleatmother.com/prom.htm. Diakses 23 November 2013, pukul 20.20
Divisi Fetomaternal. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Malang: Lab/SMF Obstetri-Ginekologi FKUB/RSSA
Gofar, Abdul. 2010. Ketuban Pecah Dini. http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/ketuban-pecah-dini.pdf. Diakses 23 November 2013, pukul 20.20
Jazayeri, Alhazar. 2010. Premature Rupture of Membranes. http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview 2011. Diakses pada 23 November 2013, pukul 20.20
Medina, Hill. 2006. Preterm Prematre Rupture of Membranes: Diagnosis and Management.American Family Physician. 23 November 2013, pukul 20.20
Miller, Jekel. 2009. Epidemiology of Spontaneous Premature Rupture of Membranes: Factors in Preterm Births. The Yale Journal of Biology and Medicine p241-251.http://emedicine.medscape.com/article. Diakses 23 November 2013, pukul 20.20
Parry, S. dan Strauss, J. F. 1998. Premature Rupture of the Fetal Membranes. The New England Journal of Medicine. 338:663-670.http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview 2011. Diakses 23 November 2013, pukul 20.20
Prawiroharjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta. 677-684
Saifuddin, A. B., Rachimhadhi, T., Wikhjosastro, G. H.. 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohadrjo. Edisi ke-4.Pt. Bina Pustaka Sarwono Prawirohadrjo. Jakarta.
Varney, Kriebs, Gegor. 2004. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC
Velemhnska. 2009. Management of Pregnancy with Premature Rupture of Membrane (PROM). Journal of Health Sciences Management and Public Health. http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview 2011. Diakses pada 23 November 2013, pukul 20.20
31