Laporan Kasus DHF Grade III-IV
description
Transcript of Laporan Kasus DHF Grade III-IV
BAB 1
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. N
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 10 tahun 2 bulan
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 1 januari 2015
No Medrek : 87xxxx
B. ANAMNESIS
Alloanamnesis tanggal 1 Januari 2015
Keluhan utama
Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit
Keluhan tambahan
Demam, sakit tenggorokan, nyeri ulu hati, muntah, lemas, dan nafsu makan
menurun
Riwayat Penyakit Sekarang
3 hari sebelum masuk rumah sakit os demam tinggi mendadak dan terus-
menerus, demam hanya turun saat diberikan obat penurun panas saja tapi
beberapa jam kemudian anak kembali demam. Demam disertai nyeri
tenggorokan, nyeri ulu hati, badan terasa nyeri-nyeri, muntah 2x isi makanan,
BAB (+) TAK, BAK (+)
1
1 hari sebelum masuk rumah sakit demam sudah menurun, namun pasien
menggigil pada malam hari, nyeri tenggorokan, nyeri ulu hati, nafsu makan
menurun, BAB (N), BAK (+).
Hari masuk RS, os menggigil dan badan dingin, nyeri tenggorokan, nyeri
ulu hati, dan nafsu makan menurun.
Riwayat Penyakit Dahulu
5 tahun lalu pernah dirawat di RS karena sakit Thyfoid
Riwayat Pengobatan
Sudah perbah berobat, diberi paracetamol, obat yang lain OR OS lupa
Riwayat Penyakit Keluarga
Di tetangga ada yang sakit seperti ini sekitar 3 orang
Riwayat Kehamilan
Ibu ANC ke bidan dan dokter rutin. Selama kehamilan tidak pernah mengalami
perdarahan, sakit sampai dirawat, dan hipertensi.
Kesan : riwayat kehamilan tidak bermasalah
Riwayat Persalinan
Lahir caesar, cukup bulan, langsung menangis.
BBL: 3,8 gr PBL : 52 cm
Pola Makan Anak
Makan 3 kali sehari, os kurang suka makan sayur (+), dan makan ayam (+)
2
Riwayat Imunisasi
o BCG 1x
o DPT 3x
o Hepatitis B 3x
o Polio 4x
o Campak 1x
Kesan : Imunisasi dasar lengkap. Imunisasi lanjutan tidak dilakukan.
Riwayat Tumbuh Kembang (Denver Chart)
Anak sudah bersekolah di sekolah dasar (SD) kelas 3
Kesan : Perkembangan Anak sesuai usia
Riwayat Alergi
Riwayat alergi obat-obatan dan makanan disangkal.
Riwayat Psikososial
OS merupakan anak 2 dari 2, tinggal bersama orang tua dan nenek. Lingkungan
rumah baik
3
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaran Umum : Tampak Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda-Tanda Vital
Nadi : teraba halus, tidak dapat dihitung
Napas : 25 kali/menit, reguler
Suhu : 35,6 °C axila
Tekanan darah : tidak dapat diukur
Antropometri
Berat Badan : 48 kg
Tinggi Badan : 146 cm
Lingkar Kepala : 54 cm (Normocephal)
Status Gizi
BB/U : 48/32 x 100% = 150 %
TB/U : 146/104 x 100% = 140 %
BB/TB : 48/38 x 100% = 126 %
Kesan : Gizi lebih
4
D. STATUS GENERALIS
Kepala
Kepala
Ubun-ubun Kecil
Normocephal
Menutup Sempurna
Mata
Konjungtiva anemis
Sclera icterus
Edema palpebra
Mata cekung
Mata merah dan berair
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Hidung
Pernapasan cuping hidung
Deviasi septum
Sekret
Perdarahan
-
(-/-)
(-/-)
(-/-)
Telinga
Normotia
Sekret
+
-
+
-
Mulut
Mukosa bibir
Sianosis
Stomatitis
Tonsil
Faring Hiperemis
Kering
-
-
T1/T1
(-)
5
Leher
Pembesaran KGB - -
Pembesaran Kelenjar Thyroid - -
Thorax
Inspeksi Gerak dada simetris
Perkusi Sonor/Sonor
Palpasi Vokal fremitus simetris, nyeri tekan (-/-)
Auskultasi Bunyi paru vesikular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Bunyi jantung I dan II murni, regular, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi Distensi (-), Scar (-)
Auskultasi BU (+) normal
Perkusi Tymphani pada seluruh kuadran abdomen
Palpasi Nyeri tekan (+) epigastrium, supel, deafens muscular (-)
Turgor Kulit Baik, Kembali dalam waktu < 2 detik
6
Ekstremitas
Superior
Akral
Edema
Sianosis
CRT
Kanan
Dingin
-
-
±3 detik
Kiri
Dingin
-
-
±3 detik
Inferior
Akral
Edema
Sianosis
CRT
Kanan
Dingin
-
-
±3 detik
Kiri
Dingin
-
-
±3 detik
Anus dan Rectum : Hemorrhoid (-). Tanda infeksi lain (-)
Genitalia : tidak ada kelainan
Refleks : Patologis Fisiologis
Babinski (-) Patella (+)
Oppenheim (-) Biseps (+)
Burdzinski I (-) Achiles (+)
Burdzinski II (-)
7
E. Laboratorium
Pemeriksaan tanggal 1 Januari 2015 Pukul 09.52 di UGD
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai RujukanHemoglobin 18.2 g/dL 11.8-15.0
Jumlah Leukosit 5.80 Ribu/uL 4.50-13.50
Hematokrit 54 % 40-52
Jumlah Trombosit 63 Ribu/uL 156-408
Eritrosit 7.09 10ˆ6/uL 4.40-5.90
MCV/VER 78 fL 80-100
MCH/HER 26 Pg 26-34
MCHC/KHER 33 g/dL 32-36
Natrium (Na) Darah 130 mEq/L 135-147
Kalium (K) Darah 3.5 mEq/L 3.5-5.0
Klorida (Cl) Darh 106 mEq/L 94-111
Glukosa Sewaktu
Gula darah sewaktu 111 Mg/dL 70-200
Imunoserologi
Anti Salmonella IgM 2.0 (-) Negatif < Negatif
8
F. RESUME
An. Laki-laki, usia 10 tahun datang dengan keluhan demam 4 hari, di sertai sakit
tenggorokan, nyeri ulu hati, dan muntah 3x isi makanan, hari ke 3 demam turun
namun OS menggigil, nafsu makan menurun,badan terasa nyeri-nyeri, badan dingin
dan pasien lemas. Di lingkungan sekitar ada yang meimiliki gejala yang serupa
dengan OS
Suhu: 35,6C; Nadi: halus, tidak dapat dihitung; RR: 25x/menit; TD: tidak dapat
diukur
Dari pemeriksaan fisik di dapatkan:
Bibir kering, akral ekstremitas atas dan bawah dingin, RCT ±3”
G. ASSESMENT
Febris H4
Abdominal pain
Anoreksia
Syok
H. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : febris hari ke 4 ec DBD disertai DSS
Status Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap. Imunisasi lanjutan tidak
dilakukan
Satatus Tumbuh Kembang : Tumbuh Kembang sesuai dengan usia
Status Gizi : Gizi lebih
9
I. RENCANA TATA LAKSANA
IVFD RL 48 x 20 kg/BB secepat-cepatnya dalam 30 menit = 960cc 1000 cc
10 tpm selama 30 menit
Paracetamol 3x1tab
Isoprinosin 3x1 tab
Ranitidin inj 2x40 mg
Imunisasi Catch-Up
Monitoring Pasien DBD
1 Januari 2015 (PICU)
Tanggal Jam HB HT Trombosit Leukosit
1/1/2015 16.00 14,0 43 44000 4440
18.00 13,1 36 31.000 4610
2/1/2015 01.00 15,1 46 27.000 7830
08.00 13,6 40 15.000 6820
12.00 12,5 38 14.000 7060
20.00 12,3 38 19.000 7210
10
S O A P
Demam (-)
Sesak (-)
Kesadaran: CM baik
TD: 120/60mmHg
N: 96x/menit, nadi kuat
RR: 25x/mnt
Akral hangat
DSS hari ke-5 IVFD RL 2000 CC/jam
Cek HHTL/6jam bila
TTV baik atau HHTL
baik turunkan 500
cc/jam menjadi 1500
cc/jam
Sanmol 3x1 tab
Isoprinosin 3x1 tab
Ranitidine Inj 1x 40mg
3/1/2015 02.00 12,6 36 26.000 9000
08.00 12,3 36 52.000 9640
13.00 12,5 35 55.000 9390
23.00 11,9 35 73.000 9300
11
S O A P
Demam (-)
Sesak (+)
Kesadaran CM baik
TD: 130/70 mmHg
N: 90x/menit
RR: 30 x/menit
Thorax: Efusi Pleura Kanan
Abdomen: Asites (+)
Ekstremitas
CTR: <2”
Akral Hangat
DSS hari ke-6 Sanmol 3x1 tab
Ranitidin 1x40mg
Lasix
HHTL/6jam
Ro Thorax RLD
Foto thorax RLD
12
4 januari 2015
S O A P
Demam (-)
Sesak (-)
Kesadaran: kompos mentis
TD: 120/70
N:98 kuat angkat
RR: 23x/menit
Akral hangat
DSS dengan
perbaikan
IVFD RL: 1000
cc/24jam14 tpm/12
jam
Sanmol 3x1 tab
Isoprinosine 3x1 tab
Ranitidine Inj 2x40mg
Cek TTV dan HHTL
ulang bila hasil baik,
rencana pulang besok
13
Tanggal Jam HB HT Trombosit Leukosit
4/1/2015 10.00 11,8 35 94.000 6700
22.00 12,1 35 148.000 9550
BAB II
14
TINJAUAN PUSTAKA
A. INFEKSI VIRUS DENGUE
Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue atau Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis
nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia.
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spectrum manifestasi klinis
yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness),
demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) sampai demam berdarah dengue
disertai syok (dengue shok syndrome = DSS). Gambaran manifestasi klinis yang
bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena gunung es, dengan kasus DBD dan
DSS yang dirawat di rumah sakit sebagai puncak gunung es yang terlihat di atas
permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan merupakan dasarnya.
Perbedaan patofisiologik utama antara DD/DBD/DS dan penyakit lain ialah
adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma
dan gangguan hemostasis. Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi yaitu
demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan
peredaran darah.
B. EPIDEMIOLOGI
Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina
pada tahun 1953. Di Jakarta kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969, pada saat ini
DBD sudah endemis di banyak kota-kota besar, bahkan sejak tahun 1975 penyakit
ini talah berjangkit di daerah pedesaan. Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia
15
menempati urutan kedua setelah Thailand. Sejak tahun 1968 angka kesakitan rata-
rata DBD di Indonesia terus meningkat dari 0,05 (1968), menjadi 8,14 (1973), 8,65
(1983) dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 35,19 per 100.000
penduduk dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang.
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai Negara bervariasi
disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vector,
tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotype virus dengue dan kondisi
meteorologis. Pada awal terjadinya wabah di sebuah Negara, pola distribusi umur
memperlihaatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari golongan anak berumur < 15
tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutya, jumlah kasus golongan usia dewasa
muda meningkat.
C. ETIOLOGI
Virus dengue termasuk group B arthropod bone vius (arboviruses) dan
sekarang dikenal sebagai genus flavivius, famili Flaviviridae, yang mempunyai 4
jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3, den-4. Infeksi dengan salah satu serotipe
akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan
tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain.
Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di
beberapa rumah sakit menunjukan bahwa keempat serotipe ditemukan dan
bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe den-3 merupakan serotipe yang dominan dan
banyak berhubungan dengan kasus berat.
16
D. PATOGENESIS
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika, dan biokimiawi
DBD belum diketahui secara pasti karena kesukaran mendapatkan model binatang
percobaan yang dapat menimbulkan gejala klinis DBD seperti pada manusia. Hingga
kini sebagian besar sarjana masih menganut the secondary heterologous infection
hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah
terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus
dengue serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun.
E. MANIFESTASI KLINIK
17
Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi yaitu demam tinggi,
perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran
darah.fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
membedakan DBD dari DD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia, dan diathesis hemoragik.
Perbedaan gejala antara DBD dan DD tertera pada tabel berikut :
DD GEJALA KLINIS DBD
++ Nyeri Kepala +
+++ Muntah ++
+ Mual +
++ Nyeri otot +
++ Ruam kulit +
++ Diare +
+ Batuk +
+ Pilek +
++ Limfadenopati +
0 Obstipasi +
+ Uji turniquet + ++
++++ Petekie +++
18
0 Perdarahan sal cerna +
++ Hepatomegali +++
+ Nyeri perut +++
++ Trombositopenia ++++
0 Syok +++
Keterangan : (+): 25%, (++):50%, (+++):75%, (++++):100%
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tourniquet positif, memar dan
perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus yang tersebar di
anggota gerak, muka, aksila seringkali ditemukan pada masa dini demam.
Sedangkan pada masa konvalesens seringkali ditemukan eritema pada telapak
tangan/telapak kaki.
Pada DBD syok, setelah demam berlangsung salama beberapa hari keadaan
umum tiba-tiba memburuk, hal ini biasanya terjadi pada saat atau setelah demam
menurun, yaitu diantara hari sakit ke 3-7. Pada sebagian besar kasus ditemukan
tanda kegagalan peredaran darah, kulit teraba lembab dan dingin, sianosis sekitar
mulut, nadi menjadi cepat dan lembut. Anak tampak lesu, gelisah, dan secara cepat
masuk dalam fase syok.
Pada DBD untuk perdarahan saluran cerna tidak harus selalu ada, terjadinya
perdarahan saluran cerna terjadi karena keadaan syok menyababkan transport
oksigen yang kurang, sehingga aliran oksigen dipindahkan ke 3 organ utama yang
19
penting, yaitu jantung , otak dan kelenjar adrenal, sehingga oksigen ke usust tidak
ada, ditambah adanya trombositopenia, sehingga mudah sekali terjadi perdarahan.
Patokan diagnosis DBD (WHO) berdasarkan gejala klinis dan laboratorium
Klinis
Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari
1. Manifestasi perdarahan, minimal uji tourniquet positif dan salah satu bentuk
perdarahan lain (petekia, purpura,ekimosis,epistasis,perdarahan gusi),
hematemesis dan melena.
2. Pembesaran hati
3. Syok yang ditandai nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun
(≤20mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistol ≤80mmHg) disertai kulit
yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung , jari dan kaki,
pasien menjadi gelisah, dan timbul sianosis disekitar mulut.
Laboratorium
Trombositopenia (≤100.000/ul) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari
peningkatan nilai hematokrit ≥20% dibandingkan dengan nilai hematokrit pada
masa sebelum sakit atau masa konvalesen. Ditemukannya dua atau tiga patokan
klinis pertama disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah cukup untuk
klinis membuat diagnosis DBD. Dengan patokan ini 87% kasus tersangka DBD
dapat didiagnosis dengan tepat, yang dibuktikan olah pemeriksaan serologis, dan
dapat dihindari diagnosis berlebihan.
WHO (1975) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 Derajat yaitu :
20
1.Derajat I
Demam di sertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah uji tourniquet +.
2.Derajat II
Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan/ perdarahan lain
3.Derajat III
Ditemukan tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, Tekanan
nadi menurun (<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab,dan
pasien menjadi gelisah.
4.Derajat IV
Syok berat, nadi tdk teraba dan TD tidak dapat di ukur.
Kurva panas pada DBD
F. KRITERIA DIAGNOSIS
Kontak dengan penderita DBD atau DSS
Kriteria WHO
21
- Gejala klinis
a. demam tinggi mendadak 2 – 7 hari
b. manifestasi perdarahan
- Hepatomegali
- Tanpa atau dengan gejala renjatan
Laboratorium
- Trombositopenia (<100.000/ul)
- Hemokonsentrasi (Ht ≥20%)
Diagnosis klinis ditegakkan bila didapatkan >2 gejala klinis dan satu dari riteria
laboratorium (atau hanya peningkatan hematorit) cukup untuk menegakkan
diagnosis DBD.
Pemeriksaan Penunjang
• Darah perifer
• NS1
• Uji serologi
• Elektrolit
• Tubex TF untuk membedakan dengan demam tifoid
• Foto thorax
G. PEMERIKSAAN SEROLOGIS
Setelah satu minggu tubuh terinfeksi virus dengue, terjadi viremia yang
diikuti oleh pembentukan IgM-antidengue. Pada kira-kira hari ke lima infeksi
22
terbentuklah antibodi yang bersifat menetralisasi virus (neutralizing antibody).
Setelah antibody NT, akan timbul antibodi yang mempunyai sifat menghambat
hemaglutinasi sel darah merah angsa (haemaglutination inhibiting antibody= HI).
Antibodi yang terakhir, yaitu antibodi yang mengikat complement (complement
fixing antibody= CF), timbul pada sekitar hari keduapuluh.
Pada dasarnya diagnosis konfirmasi infeksi virus dengue ditegakkan atas
hasil pemeriksaan serologic atau hasil isolasi virus. Dasar pemeriksaan serologis
adalah membandingkan titer antibody pada masa akut dengan konvalesen. Teknik
pemeriksaan serologi yang dianjurkan WHO ialah pemeriksaan HI dan CF.
H. PENATALAKSANAAN
Demam :
1. Antipiretik (parasetamol) 10-15 mg/kgBB/x :3-4
2. Pemberian cairan
3. Penggantian volume plasma
Kebutuhan cairan rumatan:
100ml/kgBB (BB 10 kg), + 50 ml/kgBB (BB > 10 kg)
Jenis cairan: kristaloid (RL, RLD, RA, RAD, NaCL 0.9%) dan koloid.
a. Tatalaksana Demam Dengue
Sebagian besar anak dengan Demam Dengue dapat dirawat di rumah
dengan memberikan nasehat perawatan kepada orang tua anak. Berikan anak
23
banyak minum dengan air hangat atau larutan oralit untuk mengganti cairan yang
hilang akibat demam dan muntah. Berikan parasetamol untuk demam. Jangan
berikan asetosal atau ibuprofen karena obat-obatan ini dapat merangsang
perdarahan. Anak harus dibawa ke rumah sakit apabila demam tinggi, kejang,
tidak mau minum atau muntah terus menerus.
b. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok
Anak dirawat di rumah sakit
Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah atau air sirup atau
susu untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah atau diare
Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan
Berikan infuse sesuai dengan derajat dehidrasi sedang
Berikan hanya larutan isotonic seperti Ringer Laktat atau Asetat
Kebutuhan cairan parenteral :
- Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
- Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
- Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
Pantau tanda vital dan dieresis tiap jam, serta periksa laboratorium : HHTL
tiap 6 jam
24
Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah
cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya
hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler
spontan setelah pemberian cairan
Apabila terjadi perburukan klinis, berika tatalaksana sesuai dengan
tatalaksaa syok terkompensasi (compensated shock).
c. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan syok
Perlakukan hal ini kegawatdaruratan. Berikan Oksigen 2-4 liter/menit secara
nasal
Berikan 20 mg/kgBB larutan kristaloid seperti Ringer Laktat atau Asetat
secepatnya
Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya, maksimal 30 menit, atau pertimbangkan pemberian
Koloid 10-20 ml/kgBB/jam, maksimal 30 ml/kgBB/24 jam
Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan Hemoglobin menurun,
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi, berikan transfuse
darah/komponen
Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler & perfusi perifer mulai
membaik, tekana dahi melebar. Jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam
sesuai kondisi klinis dan laboratorium
25
Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 26-48 jam.
26
27
28
29
Indikasi untuk rawat di rumah sakit
o Takikardia
o Peningkatan Hematokrit
o Akral pucat atau dingin
o Oliguria
o Hipotensi
o Tekanan nadi melemah (<20 mmHg)
o Penurunan kesadaran
o Capillary refill time > 2 detik atau memanjang
Kriteria memulangkan Pasien:
• Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
• Nafsu makan membaik
• Klinis perbaikan hematokrit stabil
• Trombosit > 50.000/ul dan cenderung meningkat
• Tidak dijumpai distres pernapasan
• 3 hari setelah syok teratasi
I. PENCEGAHAN
30
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya,
yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia,
dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:
- Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
- Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
- Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
- Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan
lain sebagainya.
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
- Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna
untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
31
- Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air
seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan “3M Plus”, yaitu
menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti
memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada
waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan
repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan
kondisi setempat.
Komplikasi
Perdarahan organ interna
DIC
Ensefalopati Dengue
o Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD
yang tidak disertai syok.
o Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan,
dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati.
o Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat
juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai
akibat dari koagulasi intravaskular diseminata (KID).
Kelainan Ginjal
o Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat
dari syok yang tidak teratasi dengan baik.
32
Edema Paru
o Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
berlebihan pemberian cairan.
o Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sesuai panduan yang
diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru oleh karena
perembesan plasma masih terjadi.
o Akan tetapi apabila pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang
ekstraseluler, apabila cairan masih diberikan (kesalahan terjadi bila hanya
melihat penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit tanpa
memperhatikan hari sakit) pasien akan mengalami distress pernafasan,
disertai sembab pada kelopak mata, dan tampak adanya gambaran edema
paru pada foto dada.
Prognosis
Buruk bila terjadi DSS dengan syok berulang/berkepanjangan atau terjadi DIC.
33
DAFTAR PUSTAKA
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Cetakan 1. WHO. 2009.
Garna, Herry. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi ke-3. Bandung: FK UNPAD. 2005.
Soedarmo, Sumarno S. Purwo, dkk. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi kedua.
Jakarta: IDAI. 2010.
Standar Pelayanan Medis RSUP DR. SARDJITO Fakultas Kedokteran UGM 1999.
www.ejorunal.unud.ac.id
34