Laporan Kasus App Yusuf Print

48
LAPORAN KASUS APPENDISITIS AKUT Oleh: dr. M. Yusuf Junaedi Pembimbing : dr.Wahyu Hari Sanyoto Sp.B Pendamping : dr. Puguh Santoso dr. Yulita Wahyu Winarni RSUD DR.ISKAK TULUNGAGUNG 1

description

appendicitis

Transcript of Laporan Kasus App Yusuf Print

Page 1: Laporan Kasus App Yusuf Print

LAPORAN KASUS

APPENDISITIS AKUT

Oleh:

dr. M. Yusuf Junaedi

Pembimbing :

dr.Wahyu Hari Sanyoto Sp.B

Pendamping :

dr. Puguh Santoso

dr. Yulita Wahyu Winarni

RSUD DR.ISKAK TULUNGAGUNG

PROGRAM INTERNSIP DOKTER

TULUNGANGUNG

2012

1

Page 2: Laporan Kasus App Yusuf Print

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

• Nama : Sdr. S

• Jenis kelamin : Laki-laki

• Umur : 20 tahun

• Pekerjaan : pelajar

• Alamat : Tanjung Gunung RT03/03 Tulungagung

• Masuk RS : 28 September 2012

• No. RM : 5983**

KELUHAN UTAMA

Nyeri perut kanan bawah.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke IGD RSUD dr.Iskak dengan keluhan nyeri perut di daerah kanan

bawah disertai demam, mual-mual, tetapi tidak sampai muntah. Nyeri dirasakan sejak

3 hari sebelum MRS bersifat terus-menerus dan menetap. Nyeri mulanya dirasakan di

daerah sekitar pusar, kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Pasien juga meneluh

nafsu makan berkurang dan badan terasa lemas. Pasien tidak mengeluhkan gangguan

BAB. BAK pasien juga lancar, tidak ada rasa nyeri saat BAK, warna kuning normal

dan tidak disertai darah.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

• Penderita belum pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya.

• Riwayat penyakit gula disangkal.

• Riwayat penyakit ginjal disangkal.

• Riwayat darah tinggi disangkal.

• Riwayat penyakit jantung disangkal.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

• Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan seperti ini sebelumnya.

2

Page 3: Laporan Kasus App Yusuf Print

PEMERIKSAAN FISIK

• Keadaan Umum : Tampak lemah

• Kesadaran : Compos mentis, GCS456

• Vital Sign :

– TD : 130/80 mmHg

– Suhu : 37,80C

– HR: 80x/mnt

– RR 22x/mnt

STATUS GENERALIS

Kepala : Simetris, mesochepal

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil

isokor, refleks cahaya (+/+)

Hidung : Discharge (-/-)

Mulut : Bibir sianosis (-), lidah kotor (-), karies gigi (-)

Telinga : Tidak ada kelainan bentuk

Leher : Kelenjar thyroid tidak membesar, kelenjar limfe

tidak membesar, JVP tidak meningkat, kelenjar tiroid

tidak membesar.

Thorax

- Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tak kuat angkat

Perkusi : Batas kiri atas ICS II LPS sinistra

Batas kanan atas ICS II LPS dekstra

Batas kiri bawah ICS V LMC sinistra

Batas kanan bawah ICS IV LPS dekstra

Auskultasi : S1 > S2 reguler, bising jantung (-)

- Paru

Inspeksi : Simetris kanan kiri, retraksi (-)

Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru

3

Page 4: Laporan Kasus App Yusuf Print

Auskultasi : Suara dasar vesikuler kanan kiri, suara tambahan (-)

Abdomen : Status lokalis

Ekstremitas : Superior : Edema (-/-)

Inferior : Edema (-/-)

STATUS LOKALIS ABDOMEN

• Inspeksi: distensi(-), massa(-), sikatrik(-).

• Auskultasi: peristaltik usus normal.

• Palpasi: Supel(+), nyeri tekan dititik Mc Burney(+), nyeri lepas tekan(+),

defans muskuler lokal di daerah Mc Burney(+), hepar dan lien tidak teraba.

• Perkusi: hipertimpani (+)

Pemeriksaan khusus intraperitoneal:

• Rebound tenderness (+)

• Rovsing sign (-)

• Blumberg sign (-)

• Psoas sign (+)

• Obturator test (+)

• Rectal toucher : nyeri tekan pada jam 9-12

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Lengkap: Kimia Darah:

– AL : 14,22 - GDA : 102

– AE : 4,87

– Hb : 14,8

– MCV : 92,6

– MCH : 30,4

– MCHC : 32,8

– AT : 211

– Netrofil : 12,55

– Netrofil seg. : 88,3

– Limfosit : 1,1

– Limfosit seg. : 7,7

4

Page 5: Laporan Kasus App Yusuf Print

– Monosit : 0,54

– Monosit seg. : 3,8

RESUME

Clinical Diagnostic Score

Characteristic Score In case

Symptoms M = Migration of pain to the RLQ 1 1

A = Anorexia 1 1

N = Nausea and vomiting 1 1

Signs T = Tenderness in RLQ 2 2

R = Rebound tenderness 1 1

E = Elevated temperature (>37,5º) 1 1

Lab. L = Leukocytosis 2 2

S = Shift of WBC to the left 1 1

Total 10 10

Nilai : – < 4 : bukan– 4-7 : ragu-ragu (observasi)– > 7 : appendisitis akut (operasi dini)

DIAGNOSIS KLINIS

Appendisitis Akut

DD: -Gastroenteritis

-Kolik ureter

TERAPI

Pro. Appendiktomi

Inf. RL 20 tpm

Inj. Cefotaxim 3x1 gr

Inj. Metronidazole 3x500 mg

Inj. Ranitidin 2x50 mg

PROGNOSIS

Dubia at bonam

5

Page 6: Laporan Kasus App Yusuf Print

FOLLOW UP

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning

29/9/2012 -Nyeri post OP(+)

-demam(-)

-mual(+)

-muntah(-)

-BAB(-)

-BAK(+)

-KU: sedang, CM

-S: 37ºC

-N: 76x/mnt

-TD: 130/80

-Luka post. OP(+)

-supel (+)

-BU normal

Post.

Appendiktomi

-Inf. RL:D5%:1:1 20tpm

-Inj. Cefotaxim 3x1gr

-Inj. Ketorolak 3x30mg

-Inj. Pumpitor 1x40mg

-Rawat Luka

-Mobilisasi

-Diet bubur halus

30/9/2012 -Nyeri post OP(+)

-demam(-)

-mual berkurang

-muntah(-)

-BAB(-)

-BAK(+)

-KU: sedang, CM

-S: 36,8ºC

-N: 80x/mnt

-TD: 120/80

-Luka post. OP(+)

-supel (+)

-BU normal

Post.

Appendiktomi

-Inf. RL:D5%:1:1 20tpm

-Inj. Cefotaxim 3x1gr

-Inj. Ketorolak 3x30mg

-Inj. Pumpitor 1x40mg

-Rawat Luka

-Mobilisasi

-Diet bubur halus

1/10/2012 -Nyeri post OP(+)

-demam(-)

-mual berkurang

-muntah(-)

-BAB lembek

-BAK(+)

-KU: sedang, CM

-S: 36,5ºC

-N: 72x/mnt

-TD: 120/80

-Luka post. OP(+)

-supel (+)

-BU normal

Post.

Appendiktomi

-Inf. RL:D5%:1:1 20tpm

-Inj. Cefotaxim 3x1gr

-Inj. Ketorolak 3x30mg

-Inj. Pumpitor 1x40mg

-Rawat Luka

-Mobilisasi

-Diet bubur halus

6

Page 7: Laporan Kasus App Yusuf Print

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

Apendisitis merupakan peradangan pada Appendix vermiformis sebagai

penyebab abdomen akut yang paling sering dimana memerlukan tindakan bedah

mayor segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. Penyakit ini

dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, akan tetapi sebagian

besar kasus ditemukan pada usia antara 20 sampai dengan 30 tahun dimana lebih

banyak menyerang laki-laki dibandingkan perempuan.1.2

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri.1 Sebagai faktor pencetus berupa

penyumbatan pada lumen appendiks, berupa hiperplasia folikel limfoid, fekalith,

benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.3

Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus dan

periumbilikus dimana nyeri tersebut akan beralih ke kuadran kanan bawah yang

selanjutnya menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan

berupa anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi.3

Sekali diagnosis apendisitis dibuat, penderita disiapkan untuk menjalani

pembedahan, dan apendiks dengan segera dibuang setiap saat, siang atau malam. Bila

pembedahan dilakukan sebelum ruptur dan tanda-tanda peritonitis terjadi, perjalanan

pasca bedah umumnya tanpa komplikasi, dan penderita dikeluarkan dari rumah sakit

dalam beberapa hari.11

B. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada negara

berkembang.1 Di Amerika Serikat apendisitis berlangsung pada 7% populasi, yaitu

sekitar 1,1 kasus per 1000 penduduk dalam setahunnya. Secara internasional insiden

apendisitis jarang ditemukan pada mereka yang mempunyai kebiasaan

mengkonsumsi serat.4

7

Page 8: Laporan Kasus App Yusuf Print

Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur baik laki-laki maupun

perempuan, dimana lebih banyak menyerang laki-laki dibandingkan perempuan, yaitu

sebesar 57% kasus ditemukan pada laki-laki dan 43% kasus menyerang perempuan.2.5

Insiden tertinggi ditemukan pada kelompok umur antara 20 sampai dengan 30 tahun,

dimana puncaknya terdapat pada usia kurang dari 20 tahun, 80% pada mereka dengan

usia kurang dari 50 tahun, setelah itu menurun.5.7 Meskipun jarang, pernah dilaporkan

kasus apendisitis neonatal dan prenatal.1 Pasien dengan usia yang lebih dari 60 tahun

dilaporkan sebanyak 50% meninggal akibat apendisitis.7

Penelitian menunjukkan bahwa apendisitis supurative akut sebenarnya

berbeda dengan apendisitis akut, dimana insiden apendisitis supuratif akut dapat

mengenai semua umur, sedangkan pada apendisitis akut sebagian besar mengenai

usia puberitas.14

C. ANATOMI, FISIOLOGI DAN HISTOLOGI

1. Anatomi

Apendiks atau Appendix vermiformis (dari bahasa latin “worm” = cacing)

merupakan organ berbentuk tabung, penjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm)

yang panjangnya melekat pada sekum kurang lebih 2-3 cm di bawah ileocecal

junction di bawah valvula ileocecal, dan berpangkal di sekum (menonjol dari dinding

posterolateral sekum), yaitu pada pertemuan ketiga taenia coli: 1) Taenia libera, 2)

Taenia Colica, 3) Taenia omentum.1.5.8.9 Sekum merupakan bagian pertama usus besar.

Proksimal dimana apendiks melekat pada terminal ileum pada usus halus

berhubungan dengan sekum. Pada hubungan ini valvula ileocecal mengatur

masuknya chyme ke dalam kolon. Apendiks mempunyai mesenterium sendiri yang

disebut sebagai meso-apendiks, yang gambarannya dapat membantu membedakannya

dengan sekum yang tidak mempunyai mesenterium.5

Apendiks lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.

Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan

menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden

apendisitis pada usia itu.1

8

Page 9: Laporan Kasus App Yusuf Print

Posisi apendiks terhadap sekum bervariasi, yaitu terdiri atas posisi retrosekal

(65%), antesekal, pelvinal, medial, preileal, postileal, dan lain-lain.1 Pada posisinya

yang normal, Appendix vermiformis terletak pada dinding abdomen di bawah titik Mc

Burney. Titik Mc Burney dicari dengan menarik garis dari spina iliaka superior kanan

ke umbilicus. Titik tengah garis ini merupakan pangkal apendiks.Pada 65% kasus,

apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan ini memungkinkan apendiks bergerak

dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya.1 Pada

kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di

belakang kolon asendens atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis

ditentukan oleh letak apendiks.1

Gambar 1. Tipe Lokasi Appendiks vermiformis pada system digestive

Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan cabang dari

a.ileokolika. Arteri apendikuler ini berfungsi untuk menyalurkan darah yang kaya

akan oksigen dan nutrisi ke apendiks. Arteri ini melewati meso-apendiks dan sampai

pada bagian apendiks (terbentang dari mesenterium = meso-apendiks dan

berhubungan dengan apendiks terhadap ileum terminal.5.8 Arteri assesorius dapat

dipercabangkan dari a.ileokolika atau arteri sekum posterior yang mensuplai sebagian

terhadap apendiks.8 Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi,

apendiks akan mengalami ganggren.1

9

Page 10: Laporan Kasus App Yusuf Print

Gambar 2. Anatomi Appendiks vermiformis

Persyarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.

mesenterika superior dan a. apendikularis, sedangkan persyarafan simpatis berasal

dari n.torakalis X. oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar

umbilikus.1

2. Histologi

Banyak ahli anatomis yang berkeyakinan bahwa apendiks merupakan struktur

rudimenter (belum sempurna) pada usus besar dan tidak mempunyai fungsi pada

manusia. Ahli anatomi lainnya cenderung tidak setuju sebab Appendix vermiformis

pada bayi dan anak-anak terbentuk baik dan mempunyai gambaran histologikal yang

dibangun dengan baik sebagai organ lymphoid. Hal ini diyakini bahwa Appendix

vermiformis mempunyai peranan penting dalam fungsi immune yang sampai

sekarang belum ditemukan. Yang jelas bahwa Appendix vermiformis tidak

memperlihatkan fungsi digestive pada manusia.5

10

Page 11: Laporan Kasus App Yusuf Print

Gambar 3. Histologi Appendiks vermiformis

Secara histologi, lapisan dari Appendix vermiformis sesuai dengan lapisan

yang pada usus besar dimana terdiri atas tunika mukosa, lamina propria, tunika

submukosa, dan tunika muskularis.5.9 Sama seperti mukosa pada usus besar (sekum/

kolon). Pada lamina propria terlihat penuh diisi oleh jaringan limfatis yang terdiri atas

aggregasi limfosit, scattered limfosit (limfosit yang tersebar-sebar) dan folikel limfoid

sehingga terlihat seolah-olah mengelilingi mukosa secara utuh, pada beberapa tempat

terlihat jaringan limfatis ini menembus muskularis mukosa dan masuk ke dalam

submukosa.5.9 Pada tunika submukosa terdiri atas anyaman penyambung padat dengan

sedikit jaringan limfatis, tunika muskularis terdiri dari lapisan dalam yang serat

ototnya berjalan sirkuler dan bagian luar berjalan longitudinal, pada apendiks tidak

dijumpai tenia koli.9

Lumen di luar tunika mukosa, lamina propria, tunika submukosa, tunika

muskularis, dan tunika adventisia, tidak ditemukan adanya glandula digestive atau

duktus sekretorius untuk produksi dari enzim pencernaan dan fungsi pencernaan.5

Bagaimanapun, semua setuju bahwa pemotongan Appendix vermiformis tidak

memperlihatkan adanya kehilangan fungsi dari sistem digestive maupun sistem imun

seseorang.5

3. Fisiologi

11

Page 12: Laporan Kasus App Yusuf Print

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke dalam sekum. Hambatan

aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.1

D. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Penyebab apendisitis berhubungan dengan blokade (sumbatan/ obstruksi)

pada lumen apendiks. Secara umum penyebab obstruksi pada lumen apendiks adalah

pengentalan mucus, feses (fekalith), calculus, tumor, atau worm ball (Exyuriasis

vermicularis) yang selanjutnya mengeras dan dapat dilihat sebagai struktur yang

disebut sebagai appendicolith.5

Gambar 4. Menunjukkan perubahan pada Appendix vermiformis yang menyebabkan

akut apendisitis. Gambar kiri menunjukkan pembengkakan apendiks yang menempel

pada sekum. Gambar kanan menunjukkan appendicolith yang menyumbat lumen

apendiks.

Biasanya, infeksi bakteri dan virus pada traktus digestive berperan terhadap

pembengkakan nodus limfoid, dimana akan menekan apendiks dan menyebabkan

obstruksi. Pembengkakan tersebut dikenal sebagai hyperplasia limfoid. Luka

traumatik pada abdomen mungkin berperan terhadap terjadinya apendisitis pada

12

Page 13: Laporan Kasus App Yusuf Print

sebagian kecil orang. Genetik mungkin sebagai faktor lainnya, dimana sebagai

contohnya apendisitis dapat ditemukan pada keluarga dengan varian genetik dimana

seseorang cenderung untuk mengalami obstruksi pada lumen apendiks.2 Obstruksi ini

berakibat buruk pada apendiks karena fisiologi normal sekresi musinous oleh mukosa

ke dalam lumen dapat menyebabkan edema.5

Obstruksi lumen apendiks tersebut oleh apendikolith menyebabkan mukus

yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin

banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga

menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal.3 Peningkatan tekanan intraluminal

selanjutnya akan menyebabkan penekanan pada pengaliran vena apendiks. Dimana

vena apendiks menjadi kolaps sehingga tekanannya menjadi berkurang untuk

pengaliran vena, di samping itu juga menyebabkan tidak efektifnya pengaliran

limfatik. Perubahan siklus dinamik ini menyebabkan iskemia pada apendiks.

Beberapa kondisi tersebut mempermudah invasi bakteri (diapedesis bakteri) pada

dinding lumen yang selanjutnya berkembang proses inflamasi. Inflamasi ini

merupakan promotor terhadap terjadinya edema dan eksudasi yang menyebabkan

pembengkakan hebat dan ulserasi mukosa.3.5 Pada saat inilah terjadi apendisitis akut

fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.3

Yang selanjutnya seperti lingkaran setan, dimana apabila tidak diobati maka

sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan

menyebabkan invasi bakteri yang lebih hebat dan menembus dinding, iskemia dan

inflamasi hebat, serta pembengkakan yang lebih hebat.3.5 Peradangan yang timbul

meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah

kanan bawah. Keadaan ini disebut sebagai apendisitis supuratif akut.3 Apendisitis

supuratif akut sebagian besar berhubungan dengan obstruksi lumen apendiks oleh

fekalith atau hiperplasia.14

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks

yang diikuti dengan terbentuknya gangren.3.5 Stadium ini disebut dengan apendisitis

ganggrenosa. Bila dinding yang telah rapuh tersebut pecah, akan terjadi apendisitis

13

Page 14: Laporan Kasus App Yusuf Print

perforasi, pengeluaran pusnya ke dalam rongga peritoneum yang mengakibatkan

peritonitis dan dapat berkembang menjadi septisemia dan menyebabkan kematian.2.3.5

Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan

seluruh lapisan dinding abdomen dalam waktu 24-48 jam pertama.1 Bila semua proses

tersebut berjalan lambat maka usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses

radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga

terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrate

apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat

mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa

periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara

lambat.1.3

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,

dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh

yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua

perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.3

Penelitian apidemiologik menunjukkan bahwa faktor lingkungan dan higiene

seseorang mempengaruhi terjadinya apendisitis. Berdasarkan Medical Journal of

Australia, “Teori Diet”, khususnya konsumsi serat yang tidak cukup, telah

meningkatkan pelaporan geografi penyakit tersebut, tetapi tidak secara penuh

menjelaskan epidemiologinya.12 Insiden apendisitis sedikit pada mereka yang

mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tinggi serat. Diet tinggi serat

akan menurunkan viskositas dari feses, menurunkan bowel transit time, dan

mengecilkan formasi fekalith yang membuat individu cenderung mengalami

obstruksi pada lumen apendiksnya.4

E. GAMBARAN KLINIS

Gejala apendisitis akut dapat dibedakan ke dalam dua tipe, yaitu gejala tipikal

dan gejala atipikal (Hobler, K. 1998).Gejala tipikal meliputi nyeri samar-samar dan

tumpul yang bermula pada umbilikus atau periumbilikus sebelum terlokalisir pada

fossa iliaca kanan (sebelah kanan bawah abdomen). Nyeri biasanya berhubungan

14

Page 15: Laporan Kasus App Yusuf Print

dengan penurunan nafsu makan (74-78% kasus), demam, mual (61-92% kasus), dan

muntah (50% kasus) yang dapat berlangsung atau tidak. Ketika muntah berlangsung,

beberapa saat kemudian selalu diikuti oleh sakit perut yang hebat. Pada saat muntah

mendahului terjadinya nyeri ini menunjukkan bahwa terjadi obstruksi pada usus.2.4

Gejala atipikal muncul dalam 2-12 jam dimana nyeri berpindah ke perut

kanan bawah ke titik Mc Burney, nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya

sehingga merupakan nyeri somatik setempat, yang bersifat menetap dan diperberat

bila berjalan atau batuk.1.12 Tidak semua orang yang menderita apendisitis mengalami

semua gejala tersebut.2

Variasi letak Appendix vermiformis, umur pasien, serta beratnya inflamasi

membuat gejala dari apendisitis tidak konsisten.4 Bila letak apendiks retrosekal

retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan

bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih

ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas

mayor yang menegang dari dorsal.1

Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang dapat menimbulkan

gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga peristaltik meningkat,

pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi

menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena

rangsangan dindingnya.1.4 Disamping itu peradangan apendiks dekat dengan vesika

urinaria maupun ureter dapat menyebabkan gejala iritasi, hematuri atau pyuria.

Cystitis pada pasien laki-laki jarang hadir. Cystitis pada pasien laki-laki

dipertimbangkan jika terjadi inflamasi apendiks dekat dengan pelvis.4

Pada pengamatan jasmani: untuk apendisitis akut tampak penderita yang

kesakitan, jalannya agak membungkuk ke depan. Tampak perut agak tegang. Nyeri

tekan di perut atas tetapi lebih jelas nyeri tekan dan nyeri lepas di perut kanan bawah.

Sedangkan untuk apendisitis kronik tidak nampak penderita yang kesakitan. Tetapi

pada perabaan perut teraba nyeri tekan di perut atas, dan lebih jelas nyeri tekan dan

nyeri lepas di perut kanan bawah.15

15

Page 16: Laporan Kasus App Yusuf Print

Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya

rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam

beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan

letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah

terjadi perforasi. Pada bayi 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi

perforasi.1

1. Tanda Awal :

Nyeri dimulai di epigastrium atau di region umbilicalis disertai mual dan

anoreksia

2. Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan

peritoneum lokal di titik Mc.Burney :

Nyeri tekan

Nyeri lepas

Defans muskuler

3. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung :

Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)

Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)

Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti nafas dalam,

berjalan, batuk, atau mengedan.

F. DIAGNOSIS

Diagnosis apendisitis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan

pemeriksaan penunjang lainnya.

1. Anamnesis

Anamnesis sangat penting dalam menegakkan diagnosis suatu penyakit.

Hampir 80% diagnosis penyakit dapat ditegakkan melalui anamnesis. Dalam kasus

apendisitis, seorang dokter akan mengajukan banyak pertanyaan antara lain: Keluhan

utama ? Dialami sejak kapan ? Lokasinya ? Pola nyeri ? Berat ringannya gejala ?

Kondisi medik lainnya ? Riwayat penyakit dalam keluarga ? Riwayat pengobatan ?

Riwayat penyakit sebelumnya ? Riwayat penggunaan alkohol, merokok ? 2

16

Page 17: Laporan Kasus App Yusuf Print

Pada umumnya pada kasus apendisitis, pasien datang dengan keluhan utama

nyeri perut kanan bawah dengan sifat nyeri samar-samar dan tumpul yang bermula

pada umbilikus atau periumbilikus sebelum terlokalisir pada fossa iliaca kanan

(sebelah kanan bawah abdomen) yang diikuti oleh anoreksia, nausea, dan muntah.2.4

Pada kasus apendisitis akut yang klasik gejala-gejala ini umumnya berlangsung lebih

dari 1-2 hari, yang dalam 2-12 jam dimana nyeri berpindah ke perut kanan bawah ke

titik Mc Burney, nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga

merupakan nyeri somatik setempat, yang bersifat menetap dan diperberat bila

berjalan atau batuk.1.11.12 Sementara pada kasus apendisitis kronis terdapat riwayat

nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu.1

Sangat penting untuk menanyakan riwayat penyakit sebelumnya, riwayat

penyakit dalam keluarga, riwayat pengobatan maupun riwayat penggunaan alkohol

maupun merokok, disebabkan banyak gangguan lain yang juga memberikan

gambaran klinis akut abdomen yang harus dibedakan dengan apendisitis akut.2.11

2. Pemeriksaan Fisis

Sebelum melakukan pemeriksaan fisis, seorang dokter maupun seorang

perawat sebelumnya melakukan pemeriksaan terhadap status vitalis pasien meliputi

tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan. Ditemukan bahwa pasien tampak

kesakitan, membungkuk, dan memegang perut kanan bawah. Demam biasanya

ringan, dengan suhu 37.5 – 38.5oC. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi

perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksiler dan suhu rektal sampai 1oC.1

Pemeriksaan fisis dilakukan dari kepala hingga kaki (Head to Toe) meliputi inspeksi,

palpasi, perkusi, dan auskultasi.2

a. Inspeksi

Pemeriksaan pada perut sangat membantu untuk mempersempit diagnosis.

Lokasi nyeri sangat penting.2 Pada inspeksi perut tidak ditemukan adanya gambaran

yang spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi.

Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses periapendikuler.1

b. Palpasi

17

Page 18: Laporan Kasus App Yusuf Print

Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan bisa

disertai nyeri lepas (ditemukan pada 96% pasien), tapi ini tidak spesifik.1.4 Nyeri tekan

perut kiri bawah ditemukan hanya pada pasien dengan situs inversus atau anatomi

apendiks yang panjang sampai pada kuadran perut kiri bawah, hal ini jarang.4 Defans

muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal. Nyeri tekan perut

kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan

dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing.2.4.12 Pada

apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan

adanya nyeri.1 Dapat pula ditemukan nyeri perut kanan bawah apabila tekanan di

perut kiri bawah dilepaskan yang disebut sebagai tanda Blumberg.1

c. Perkusi

Didapatkan nyeri ketok pada perut kanan bawah, ini menandakan terjadi

proses inflamasi pada apendiks.2

d. Auskultasi

Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik

dapat hilang pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.1

Pemeriksaan fisis lainnya yang perlu dilakukan untuk membantu menegakkan

diagnosis antara lain melalui pemeriksaan colok dubur, pemeriksaan uji psoas,

maupun pemeriksaan uji obturator.1.2..4.12

a. Pemeriksaan colok dubur

Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila di daerah infeksi bisa

dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pada apendisitis

pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas

pada saat dilakukan colok dubur.1

b. Pemeriksaan uji psoas

Uji psoas merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui

letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi

sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan

ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel pada m.psoas mayor, tindakan

tersebut akan menimbulkan nyeri.1.2.4 Uji psoas ini ditemukan pada sebagian kecil

18

Page 19: Laporan Kasus App Yusuf Print

pasien dengan apendisitis akut.4 Uji psoas dilakukan pada apendiks yang letaknya

retrosekal.12

c. Pemeriksaan uji obturator

Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang

kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil.2 Gerakan

fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri

pada apendiks pelvis.1.4

3. Pemeriksaan Penunjang

Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis

apendisitis akut masih mungkin salah sekitar 15-20% kasus. Untuk menurunkan

angka kesalahan diagnosis apendisitis akut bila diagnosis meragukan, sebaiknya

dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam.1

Kesulitan untuk mendiagnosis apendistis akut ini dapat pula dipermudah dengan

melakukan beberapa pemeriksaan penunjang, antara lain terdiri atas pemeriksaan

labolatorium (pemeriksaan darah rutin, kimia darah, urinalisis, C-Reactive Protein),

pemeriksaan radiologi, dan tes lainnya (Clinical Score).4

a. Pemeriksaan Laboratorium

• Pemeriksaan Darah Rutin

Pemeriksaan darah rutin biasanya digunakan untuk melihat ada tidaknya

infeksi, seperti peningkatan jumlah leukosit.1 Akan terjadi leukositosis ringan

(10.000-20.000/ml) pada 80-85% pada pasien dewasa, yang disertai dengan

peningkatan jumlah netrofil lebih dari 75% berlangsung pada 78% pasien, terlebih

pada kasus dengan komplikasi.1.3.4 Demam ditemukan pada 4% pasien dengan

apendisitis akut dimana jumlah sel darah putihnya kurang dari 10.000/ml dan netrofil

kurang dari 75%.4

• Pemeriksaan Kimia Darah

Pemeriksaan kimia darah mahal, dan penemuannya tidak spesifik.

Pemeriksaan kimia darah ini biasanya memperlihatkan adanya dehidrasi, atau

kelainan elektrolit maupun cairan.2

• Pemeriksaan Urinalisis

19

Page 20: Laporan Kasus App Yusuf Print

Pemeriksaan urine juga perlu dilakukan untuk membedakannya dengan

kelainan pada ginjal dan saluran kemih, misalnya infeksi traktus urinarius.2.3 Satu

studi pada 500 pasien dengan apendisitis akut menampakkan adanya gejala traktus

urinarius seperti disuria dan nyeri panggul kanan. Satu dari tujuh pasien mengalami

puyria dengan 10 Leukosit/LPB, dan satu dari enam pasien ditemukan lebih dari 3

eritrosit/LPB. Seorang dokter mungkin melakukan pemeriksaan urinalisis untuk

melihat kehamilan pada seorang wanita dalam usia subur (mereka yang mempunyai

periode menstruasi yang teratur).2

• Pemeriksaan C-Reactive Protein

C-Reactive Protein (CRP) merupakan reaktan yang dihasilkan oleh hati yang

merespon terhadap infeksi bakteri. Level serum meningkat setelah 6-12 jam pada

inflamasi akut jaringan. Spesifitas 50-87%. Tiga studi pada orang dewasa dengan

kombinasi leukosit <10.500/ml, neutrofil <75%, dan CRP normal (99-100%),

memberikan hasil negative terhadap apendisitis akut.4

b. Pemeriksaan Radiologi

USG Abdomen

USG abdomen merupakan metode lainnya yang digunakan untuk

mengevaluasi apendisitis. Terutama digunakan pada anak-anak, pasien yang kurus,

dan kadang-kadang efektif digunakan pada wanita hamil. Meskipun CT-Scan

merupakan pemeriksaan gold standar radiologi untuk mendiagnosis apendisitis, akan

tetapi terdapat beberapa alasan mengapa USG-Abdomen dipertimbangkan dalam

mendiagnosis, antara lain : 1) Biaya lebih murah, 2) Aman digunakan pada wanita

hamil, 3) dan tersedia di institusi kesehatan lainnya.5

Beberapa studi mengemukakan bahwa USG abdomen memiliki sensitifitas

85-90% dan spesifitas 92-96%. Lima studi mengemukakan bahwa USG abdomen

pada anak-anak memiliki sensitifitas sebesar 85-95% dan spesifitas antara 47-96%.

Dan satu studi mengemukakan bahwa pada pasien geriatrik dengan perforasi

apendisitis, dengan pemeriksaan USG abdomen memiliki sensitifitas 35% dan

spesifitas 98%.4

20

Page 21: Laporan Kasus App Yusuf Print

Gambar 9. menunjukkan adanya abses pada apendiks melalui pemeriksaan

USG-abdomen longitudinal

Gambar 6. Menunjukkan apendisitis yang ditandai dengan adanya cairan yang

mengisi apendiks (tengah gambar) dan penebalan dinding apendiks

Beberapa keuntungan USG abdomen pada kasus apendisitis, antara lain :5

Tidak invasif

Waktu lebih singkat

Tidak membutuhkan kontras

Dapat lebih mudah pada anak kecil yang banyak bergerak

Pemaparan terhadap radiasi lebih sedikit

21

Page 22: Laporan Kasus App Yusuf Print

Mempunyai kemampuan yang besar untuk menemukan penyebab nyeri

perut lainnya seperti kista ovarium, kehamilan ektopik, atau abses tuba

ovarium).

CT-Scan Abdomen

CT-Scan abdomen merupakan Gold Standar bagi pemeriksaan radiologi yang

penting dalam mengevaluasi pasien apendisitis dengan gejala yang tidak khas

terutama mereka yang tidak jelas anamnesis dan pemeriksaan fisis (CT-Scan

abdomen jarang digunakan pada wanita yang hamil maupun anak-anak mengingat

efek radiasi yang ditimbulkan).4.12

Keuntungan dari CT-Scan abdomen meliputi sensitifitas dan akurasi yang

tinggi dibandingkan dengan tehnik pemeriksaan radiologi lainnya (sensitifitas dan

spesifitas CT-Scan abdomen hampir sama yaitu mencapai 95% = sensitivitas: 94%,

spesifitas: 95%)4.12, dalam hal ini CT-Scan abdomen lebih akurat dibandingkan

dengan USG abdomen untuk mendiagnosis apendisitis pada orang dewasa dan anak

remaja.4 Keuntungan lainnya CT-Scan tidak invasive, dan mempunyai potensi untuk

mengevaluasi kelainan akut abdominal lainnya.4.5 Kerugiannya antara lain pasien akan

terpapar oleh radiasi, berpotensi untuk menimbulkan reaksi anafilaktik pada

pemakaian kontras intravena, waktunya lebih lama jika digunakan kontras melalui

mulut, dan pasien akan merasa tidak nyaman jika digunakan kontras melalui rektum.4

CT-Scan abdomen merupakan metode yang dapat digunakan untuk

membedakan periappendiks flegmon dengan abses.6

Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen merupakan pemeriksaan radiologi yang dapat

menunjukkan adanya obstruksi usus atau perforasi, benda asing dan pada kasus yang

jarang dapat memperlihatkan adanya apendikolith pada apendiks.1.6 Adanya

apendikolith pada pasien dengan gejala apendisitis yang jelas adalah besar

kemungkinan merupakan apendisitis, tetapi ini hanya berlangsung pada beberapa

kasus (10% kasus).4

22

Page 23: Laporan Kasus App Yusuf Print

Gambar 7. Menunjukkan adanya air fluid level dengan suspek appendicitis

atau obstruksi usus halus. Tidak terdapat efek massa atau apendikolith pada area

apendiks. Gambaran radiologi ini tidak menyingkirkan adanya apendisitis tetapi

kemungkinan adanya nyeri abdomen.

Gambar 8. Menunjukkan foto polos abdomen posisi supine yang diambil pada

pasien dengan keluhan utama nyeri perut kanan bawah yang hebat. Adanya lesi pada

tulang panggul kanan yang mungkin menyebabkan nyeri. Foto polos abdomen dapat

digunakan untuk mengevaluasi kasus lain yang yang menyebabkan nyeri akut

maupun kronik abdomen.

c. Clinical Diagnostic Score

Pemeriksaan lainnya yaitu melalui sistem skoring. Yang terkenal adalah yang

dikenal dengan istilah MANTRELS Score (Skor Alvarado).

23

Page 24: Laporan Kasus App Yusuf Print

Characteristic Score

M = Migration of pain to the RLQ 1

A = Anorexia 1

N = Nausea and vomiting 1

T = Tenderness in RLQ 2

R = Rebound pain 1

E = Elevated temperature 1

L = Leukocytosis 2

S = Shift of WBC to the left 1

Total 10

Nilai :

– < 4 : bukan

– 4-7 : ragu-ragu (observasi)

– > 7 : appendisitis akut (operasi dini)

G. DIAGNOSIS BANDING

Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai

diagnosis banding.1 Gastroenteritis adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan

apendisitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan leukosit

akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri

tidak jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik merupakan gejala yang khas.

Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, suatu observasi berkala akan dapat

menegakkan diagnosis.3

Adenitis mesenterikum, divertikulitis Meckeli, enteritis regional, amubiasis,

ileitis akut, perforasi ulkus duodenik, kolik ureter, salfingitis akut, kehamilan ektopic

terganggu, dan kista ovarium terpuntir juga sering dikacaukan dengan apendisitis.

Pneumonia lobus kanan bawah kadang-kadang juga berhubungan dengan nyeri perut

di kuadran kanan bawah. Berikut ini memperlihatkan beberapa diagnosa banding

apendisitis.3

Tabel . Diagnosa Banding Apendisitis

24

Page 25: Laporan Kasus App Yusuf Print

H. PENATALAKSANAAN

Pada penatalaksanaan pasien dengan apendisitis beberapa hal yang perlu

dilakukan antara lain: 1) Penatalaksanaan sebelum operasi, 2) Operasi apendektomi,

3) Penatalaksanaan pascaoperasi 4) Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi.3

1. Penatalaksanaan Sebelum Operasi

Penatalaksanaan pada pasien apendisitis dimulai dengan memelihara pasien

dari makanan maupun minuman apapun sebagai persiapan operasi. Drips intravena

untuk hidrasi pasien. Antibiotik diberikan secara intravena seperti cefuoxamine dan

metronidazole untuk membunuh bakteri dan mengurangi infeksi perut maupun

komplikasi postoperative pada luka di perut.12 Antibiotik yang digunakan merupakan

antibiotik gram negative spektrum luas dan anaerobik.4 Bagaimanapun secara umum,

apendisitis tidak dapat diobati hanya dengan pemberian antibiotik saja, tetapi

memerlukan operasi.2

25

Page 26: Laporan Kasus App Yusuf Print

Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis

seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan.

Pasien diminta tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila

dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan

abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang

secara periodik. Foto abdomen dan torak tegak dilakukan untuk mencari

kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan

dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya

gejala.3

2. Operasi Apendiks

Pembedahan pada kasus apendisitis akut dilakukan oleh ahli bedah dengan

mengangkat apendiks. Pada operasi ini diperlukan kerja sama dengan ahli anestesi,

dan biasanya anestesi yang digunakan dapat berupa anestesi umum jika lambung

kosong (tidak terisi makanan sejak 6 jam yang lalu), dapat pula dengan menggunakan

anestesi spinal.12 Operasi dapat saja dengan membuat insisi kecil pada perut bagian

bawah (apendektomi) atau dengan menggunakan laparoskop yaitu membuat insisi

kecil sebanyak tiga atau empat buah. Pada kasus lain yang dicurigai apendisitis dapat

diidentifikasi melalui pemeriksaan laparoskopi. Laparoskopi lebih disukai pada

operasi terbuka karena insisi lebih kecil sehingga luka yang dihasilkan sedikit, waktu

perawatan di rumah sakit lebih cepat, dan nyeri lebih sedikit.2.4 Kerugiannya yaitu

membutuhkan biaya yang lebih mahal, dan waktu operasi kira-kira 20 menit lebih

lama dibandingkan dengan open apendektomi.4 Pembedahan laparoskopi dikenal juga

sebagai minimally invasive surgery (MIS), bandaid surgery, atau keyhole surgery,

atau pinhole surgery yang merupakan tehnik operasi modern pada abdomen dengan

membuat insisi kecil (biasanya 0.5-1.5cm).17

Operasi laparoskopi apendektomi ini berhasil kira-kira 90% pada apendisitis

perforasi. Kontraindikasinya pada pasien dengan intra-abdominal adhesi yang

signifikan.4

26

Page 27: Laporan Kasus App Yusuf Print

Apendektomi direncanakan pada infiltrate periapendikuler tanpa pus yang

telah ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif

terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8

minggu kemudian, dilakukan apendektomi. Pada anak kecil, wanita hamil, dan

penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi

abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.1

SERI APENDEKTOMI

Appendix terinfeksi

Lokasi Insisi Apendektomi

27

Page 28: Laporan Kasus App Yusuf Print

Prosedur Insisi Apendektomi

Post Operasi Apendektomi

Pada apendektomi, untuk mencapai apendiks ada tiga cara yang secara tehnik

operatif mempunyai keuntungan dan kerugian :

Insisi menurut Mc Burney (grid incision atau muscle splitting incision). Sayatan

dilakukan pada garis yang tegak lurus pada garis yang menghubungkan SIAS

(Spina Iliaka Anterior Superior) dengan umbilicus pada batas sepertiga lateral

(titik Mc Burney). Sayatan ini mengenai kutis, subkutis, dan fasia. Otot-otot

dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya, setelah itu akan

tampak peritoneum parietal (mengkilat dan berwarna biru keabu-abuan) yang

disayat secukupnya untuk meluksasi sekum. Sekum dikenali dari ukurannya yang

28

Page 29: Laporan Kasus App Yusuf Print

lebih besar, mengkilat, lebih kelabu/putih, dan tidak mempunyai haustrae dan

taenia koli. Basis apendiks dicari pada pertemuan ketiga taenia koli.3

Tehnik inilah yang paling sering digunakan karena keuntungannya tidak mungkin

terjadi benjolan dan tidak mungkin terjadi herniasi, trauma operasi minimum pada

alat-alat tubuh, dan masa istirahat pasca bedah yang lebih pendek karena

penyembuhan lebih cepat. Kerugiannya adalah lapangan operasi terbatas, sulit

diperluas, dan waktu operasi lebih lama. Lapangan operasi dapat diperluas dengan

memotong otot secara tajam.3

Insisi menurut Roux (Muscle cutting incision). Lokasi dan arah sayatan sama

dengan Mc Burney, hanya sayatannya langsung menembus dinding otot perut

tanpa memperdulikan arah serabut sampai tampak peritoneum. Keuntungannya

adalah lapangan operasi lebih luas, mudah diperluas, sederhana, dan mudah.

Kerugiannya bahwa diagnosis harus tepat sehingga lokasi dapat dipastikan, lebih

banyak memotong saraf dan pembuluh darah sehingga pendarahan lebih banyak,

masa istirahat pasca operasi lebih lama karena adanya benjolan yang mengganggu

pasien, nyeri pasca operasi lebih sering, kadang-kadang ada hematoma yang

terinfeksi, dan masa penyembuhan lebih lama.3

Insisi Pararektal. Dilakukan sayatan pada garis batas lateral m.rectus abdominis

dextra secara vertical dari cranial ke kaudal sepanjang 10 cm. Keuntungannya,

tehnik ini dapat dipakai pada kasus-kasus apendisitis yang belum pasti dan kalau

perlu sayatan dapat diperpanjang dengan mudah. Sedangkan kerugiannya, sayatan

ini tidak secara langsung mengarah ke apendiks atau sekum, kemungkinan

memotong saraf dan pembuluh darah lebih besar, dan untuk menutup luka operasi

diperlukan jahitan penunjang.3

3. Penatalaksanaan Pascaoperasi

Pascaoperasi apendektomi, perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk

mengetahui terjadinya perdarahan dalam, syok, hipertermia, atau gangguan

pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan

lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik

bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila

29

Page 30: Laporan Kasus App Yusuf Print

tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, maka

pasien dipuasakan terus sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan

minum mulai dari 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam.

Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan

lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk ditempat tidur selama

2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat duduk dan berdiri di luar kamar. Hari

ketujuh jahitan dapat diangkat dan diperbolehkan pulang.3

4. Penatalaksanaan Gawat Darurat Non-Operasi

Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam

peritonitis akut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda, dan

kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang.3

I. KOMPLIKASI

Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi

penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecendrungan untuk menjadi

progresif dan perforasi.3 Komplikasi apendisitis yang paling sering adalah ruptur.

Ruptur terjadi apabila apendisitis tidak didiagnosa dan ditangani dengan cepat dan

tepat. Mereka yang beresiko tinggi mengalami ruptur apendiks adalah bayi, anak-

anak, dan mereka yang lebih tua. Ruptur ini dapat berkembang menjadi abses dan

peritonitis. Peritonitis merupakan infeksi yang sangat berbahaya, dimana terjadi

perforasi sehingga bakteri dan bagian lainnya bocor ke dalam rongga perut. Pada

beberapa pasien peritonitis ini menyebabkan kegagalan organ dan terjadi kematian.2

J. PROGNOSIS

Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan

morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan

morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi yaitu peritonitis. Serangan berulang

dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminology apendisitis kronik sebenarnya

tidak ada.3.12 Waktu penyembuhan bergantung pada usia, kondisi pasien, keadaan gizi,

komplikasi dan berbagai kondisi lainnya (konsumsi alkohol), tetapi biasanya

30

Page 31: Laporan Kasus App Yusuf Print

penyembuhannya berlangsung antara 10-28 hari. Untuk anak-anak yang usianya lebih

muda (sekitar 10 tahun) penyembuhan berlangsung kira-kira 3 minggu. Seorang

dokter menganjurkan agar pasien tidak mengkonsumsi alkohol setelahnya.12

DAFTAR PUSTAKA

1. Jong de Wim, Sjamsuhidajat.Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum. In; R.

Sjamsuhidajat, Wing de Jong, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2 th ed. Jakarta.

Buku Kedokteran EGC; 2002. 639-46

2. Anonyma. Appendicitis. Available from URL;

http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=57743. Last update

July 22, 2007.

3. Mansjoer Alif. Bedah Digestif. In; Arif Mansjoer, Suprohaita, Wahyu Ika

Wardhani, Wiwiek Setiowulan, editors. Kapita Selekta Kedokteran. 3 th ed.

Jakarta. Media Aesculapius FKUI; 2000. 307-13.

31

Page 32: Laporan Kasus App Yusuf Print

4. Craig Sandy. Appendicitis, acute. William Lober, MD, Francisco Talavera,

PharmD, PhD, Eugene Hardin, MD, John Halamka, MD, Jonathan Adler, MD,

editors. Available from URL; http://www.emedicine.com/emerg/topic41.htm.

Last up date July 22, 2007.

5. Joseph Nicholas, Garrett James. Radiography of Acute Appendicitis. Nicholas

Joseph, James Garrett, editors. Available from URL;

http://www.ceessentials.net/article17.html. Last up date July 22, 2007.

6. Yamada Tadataka. Approach to The Patient with Acute Abdomen. In; Tadataka

Yamada,M.D, David H.Alpers,M.D, Neil Kaplowitz, M.D, Loren Laine,M.D,

Chung Owyang,M.D, Don W.Powell,M.D, editors. Gastroenterology. 4th ed. USA.

Wolters Kluwer Company; 2003. 818.

7. Lipsky S. Martin. Abdominal Pain in Adults. In; Martin S.Lipsky,M.D, Richard

Sadovsky,M.D, editors. Gastrointestinal Problems. USA. Wolters Kluwer

Company, 2000. 3, 9, 11, 14, 17.

8. Long Sarah Melanie. The Intestine. Daniel Horton-Szar, Paul M Smith, editors.

Gastrointestinal System. 1st ed. USA. Mosby; 2002. 119.

9. Lianury N Robby. Usus Besar. Robby N Lianury. Histologi Sistem

Gastrohepatologi. Makassar. FKUH. 2002. 23.

10. Anonyma. Appendectomy Series. Available from URL;

http://health.allrefer.com/health/appendectomy-appendectomy-series-2.html. Last

up date July 22, 2007.

11. Price A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Lambung dan Duodenum. In; Sylvia

Anderson Price, Lorraine McCaerty Wilson, editors. Patofisiologi. 4th ed. Jakarta.

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002. 401-2.

12. Hobler. Appendicitis. Available from URL;

http://en.wikipedia.org/wiki/Vermiform_appendix. Last up date July 22, 2007.

13. Anonyma. Human Anatomy. Available from URL;

http://www.factmonster.com/ce6/sci/A0804398.html. Last up date July 22, 2007.

14. Hobler E Kirtland, MD. Acute and Suppurative Appendicitis: Disease Duration

and its Implications for Quality Improvement. Available from URL;

32

Page 33: Laporan Kasus App Yusuf Print

http://xnet.kp.org/permanentejournal/spring98pj/appendicitis.html. Last up date

July 22, 2007.

15. Hadi Sujono. Nyeri Epigastrik; Penyebab dan Pengelolaannya. Available from

URL;

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/03_NyeriEpigastrik.pdf/03_NyeriEpigastrik

.html. Last up date July 22, 2007.

16. Forbes Alastair. Colon II. In Alastair Forbes, JJ. Misiewicz, Carolyn C Compton,

Marc S Levine, M Shafi Quraishy, Stephen E Rubesin, Paul J Thuluvath. Atlas of

Clinical Gastroenterology. 4th ed. USA. Elsevier Mosby; 2005. 188-9.

17. Anonyma. Laparoscopic Surgery. Available from URL;

http://en.wikipedia.org/wiki/Laparotomy. Last up date July 22, 2207.

18. Labeda Ibrahim. Akurasi Diagnosis Apendisitis Akut berdasarkan Sistem Skor

Kalesaran Mei-Oktober 1998. In: dr Ibrahim Labeda, SpB-KBD, dr. Murni A. Rauf,

SpB-KBD, dr.Djumadi Achmad, Sp.PA, dr. Nadjib Bustan, dan dr. John Pieter,

editors. Kumpulan Makalah Ilmiah Sebagai Peserta Program Pendidikan Dokter

Spesialis I Ilmu Bedah FK-UH. 1999.

33