Laporan Fisiologi Tumbuhan "Hormon AIA"
-
Upload
nia-azimuth -
Category
Data & Analytics
-
view
1.186 -
download
2
description
Transcript of Laporan Fisiologi Tumbuhan "Hormon AIA"
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu ciri organisme adalah tumbuh dan berkembang. Tumbuhan tumbuh
dari kecil menjadi besar dan berkembang dari satu sel zigot menjadi embrio
kemudian menjadi satu individu yang mempunyai akar, batang dan daun.
Pertumbuhan adalah suatu proses pertambahan ukuran atau volume serta jumlah
sel secara irreversible yaitu tidak dapat balik kebentuk semula. Perkembangan
adalah suatu proses menuju keadaan yang lebih dewasa.pertumbuhan dan
perkembangan merupakan hasil interaksi antara faktor dalam dan faktor luar.
Proses perkembangan dan pertumbuhan bagian tubuh tumbuhan tidak lepas
dari pengaruh zat kimia tertentu berupa protein yang disebut hormon. Hormon
dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit, tetapi akan merusak jika ada dalam
mumlah yang banyak. Konsentrasi hormon yang amat rendah pada tumbuhan
maka hormon pertama yang ditemukan yaitu asam indolasetat baru dapat
diketahui. Hormon dapat menyebabkan begitu banyak respon, bila diberikan dari
luar kepada tumbuhan, maka oleh banyak orang hormon itu dianggap sebagai
satu-satunya hormon tumbuh.
Pertumbuhan tidak pernah lepas dari peranan hormon yang berfungsi
mempercepat pertubuhan dan memperlambat atau menghambat kerja hormon
yang lain. Respon pada organ sasaran tidak perlu bersifat memacu, karena proses
seperti pertumbuhan atau differensiasi kadang mlahan terhambat oleh hormon,
terutama oleh asam absisat. Karena hormon harus disintesis oleh tumbuhan, maka
ion anorganik seperti K+ atau CA2+ yang dapat juga menimbulkan respon
penting, dikatakan bukan hormon. Zat pengatur tumbuh organik (misalnya 2,4 D,
sejenis auksin) atau yang disintesis organisme selain tumbuhan, juga bukan
hormon. Batasan tersebut menyatakan bahwa hormon harus dapat dipindahkan di
dalam tubuh tumbuhan.
1
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu koordinasi dari banyak
peristiwa dengan tahap yang berbeda, yaitu dari tahap biofisika dan biokimia ke
tahap organisme dan menghasilkan suatu orgaisme yang utuh dan lengkap. Faktor
dalam adalah faktor yang terdapat didalam tubuh organisme misalnya gen dan
hormon yang disintesis tumbuhan itu sendiri. Faktor luar meliputi air, suhu,
cahaya, nutrien, kelembaban, oksigen dan hormon tumbuh sintetik. Salah satu
faktor luar yang mempengaruhi pemanjangan jaringan adalah hormon Auksin.
Hormon ini biasanya berupa hormon auksin alami dan sintetik. Hormon auksin
sintetik bisa berupa AIA, NAA, 2,4 D dan lain-lain.
Saat ini makin banyak hormon yang telah diketahui efek serta konsentrasi
endogennya, maka akan diketahui beberapa hal antara lain, setiap hormon
mempengaruhi respon pada banyak bagian tumbuhan dan respon itu bergantung
pada spesies, bagian tumbuhan, fase perkembangan, konsentrasi hormon, interaksi
antar hormon yang diketahui, dan berbagai faktor lingkungan. Oleh karena itu,
efek hormon tidak selalu berlaku umum pada proses pertumbuhan dan
perkembangan suatu organ atau jaringan tumbuhan tertentu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka diperoleh rumusan masalah sebagai
berikut :
Bagaimana pengaruh hormon AIA, 2.4 D dan NAA 1 ppm terhadap pemanjangan
jaringan akar dan batang jagung ?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan praktikum ini adalah :
Mengetahui pengaruh hormon AIA, 2.4 D dan NAA 1 ppm terhadap pemanjangan
jaringan akar dan batang jagung.
D. Manfaat
Mengetahui jenis hormon yang paling efektif untuk mempercepat pertumbuhan
tanaman khususnya yang merangsang pemanjangan jaringan.
2
BAB II
KAJIAN TEORI
Pertumbuhan suatu tubuh tumbuhan sangat erat kaitannya dengan
pertumbuhan atau aktivitas bagian lainnya. Di duga hubungan itu terjadi karena
adanya suatu senyawa kimia tertentu yang bergerak dari suatu bagian ke bagian
lainnya. Senyawa kimia pada tumbuhan tersebut salah satunya adalah hormon.
Hormon berasal dari kata Yunani hormaein yang berarti menggerakkan, dari
pengertian hormon tersebut dapat dijabarkan bahwa hormon tumbuhan adalah
suatu senyawa organik yang disintesis dalam satu bagian tumbuhan dan diangkut
kebagian lain dalam konsentrasi yang sangat rendah dn melibatkan respon
fisiologi.
Proses perkembangan dan pertumbuhan bagian tubuh tumbuhan tidak lepas
dari pengaruh zat kimia tertentu berupa protein yang disebut hormon. Penggunaan
istilah "hormon" sendiri menggunakan analogi fungsi hormon pada hewan; dan,
sebagaimana pada hewan, hormon juga dihasilkan dalam jumlah yang sangat
sedikit di dalam sel. Beberapa ahli berkeberatan dengan istilah ini karena fungsi
beberapa hormon tertentu tumbuhan (hormon endogen, dihasilkan sendiri oleh
individu yang bersangkutan) dapat diganti dengan pemberian zat-zat tertentu dari
luar, misalnya dengan penyemprotan (hormon eksogen, diberikan dari luar sistem
individu). Para ilmuwan sendiri lebih sering menggunakan istilah zat pengatur
tumbuh atau plant growth regulator.
Fungsi hormon pada tumbuhan yaitu sebagai koordinator pertumbuhan dan
perkembangan. Hormon yang dimaksud adalah auksin, giberelin, sitokinin,
absisin, dan etilen. Tergantung pad system yng dipengaruhi, hormon dapat
berfungsi sendiri atau lebih sering dalam keseimbangan antar hormon itu.
Pemberin hormon dapat berakibat terhadap berbagai macam pertumbuhan yang
tidak berkaitan, diduga hormon dari luar akan mengganggu keseimbngan hormon
di dalam tubuh. Konsentrasi masing-masing hormon akan menentukan tanggapan
pertumbuhan yang terjadi. Hormon biasanya hanya efektif pada konsentrasi
internal sekitar 1 µM atau kurang. Hormon yang diproduksi oleh tumbuhan sering
mempengaruhi sel lainnya, sehingga senyawa-senyawa tersebut disebut dengan
3
zat pengatur tumbuh untuk membedakannya dengan hormon yang diangkut secara
sistemik atau sinyal jarak jauh.
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan
berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya
hormon tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu,
sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi.
Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses
adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup jenisnya. Pemahaman terhadap fitohormon pada masa kini
telah membantu peningkatan hasil pertanian dengan ditemukannya berbagai
macam zat sintetis yang memiliki pengaruh yang sama dengan fitohormon alami.
Aplikasi zat pengatur tumbuh dalam pertanian modern mencakup pengamanan
hasil (seperti penggunaan cycocel untuk meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap lingkungan yang kurang mendukung), memperbesar ukuran dan
meningkatkan kualitas produk (misalnya dalam teknologi semangka tanpa biji),
atau menyeragamkan waktu berbunga (misalnya dalam aplikasi etilena untuk
penyeragaman pembungaan tanaman buah musiman. Hormon–hormon tersebut
antara lain auksin, giberelin, sitokinin dan asam abisat.
1. Auksin
Istilah auksin ( dari bahasa Yunani auxien, “meningkatkan” ) pertama kali
digunakan oleh Frits Went,seorang mahasiswa pascasarjana di negeri Belanda
pada tahun 1926 yang menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat
diketahui mungkin menyebabkan pembengkokan ini, yang disebut
fototropisme. Senyawa yang ditemukan Went didapati cukup banyak di ujung
koleoptil dan menunjukkan upaya Went untuk menjelaskan hal tersebut. Hal
penting yang ingin diperlihatkan bahwa bahan tersebut berdifusi dari ujung
koleoptil menuju ptongan kecil agar. Aktivitas auksin dilacak melalui
pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan pada sisi
yang ditempeli potongan agar.
Auksin yang ditemukan Went kini diketahui sebagai asam indol asetat
(IAA) dan beberapa ahli fifiologi masih menyamakan IAA dengan auksin.
4
Namun, tumbuhan mengandung tiga senyawa lain yang srukturnya mirip
dengan IAA dan menyebabkan banyak respon yang sama dengan IAA. Ketiga
senyawa tersebut dapat dianggap sebagai hormon auksin. Salah satunya adalah
asam 4-kloroindolasetat (4-kloroIAA) yang ditemukan pada biji muda
berbagai jenis kacang-kacangan. Yang lainnya asam fenilasetat (PAA) ditemui
pada banyak jenis tumbuhan dan sering lebih banyak jumlahnya daripada
IAA, walaupun kurang aktif dalam menimbulkan respon khas IAA (Wightman
dan Lighty, 1982; Leuba dan Le Torneau, 1990). Yang ketiga asam indo
butirat (IBA) yang ditemukan belakangan semula diduga hanya merupakan
auksin tiruan yang aktif namun ternyata ditemukan daun jagung dan berbagai
jenis tumbuhan dikotil sehingga barangkali zat tersebut tersebar luas pada
dunia tumbuhan.
Secara kimia, IAA mirip dengan asam amino triptofan dan barangkali
memang disintesis dari triptofan. Ada dua mekanisme sintesis yang dikenal
dan keduanya meliputi pengusiran gugus asam amino dan gugus karboksil –
akhir dari cincin samping triptofan. Ada dua proses lain untuk menyingkirkan
IAA yang bersifat merusak. Yang pertama meliputi oksidasi dengan O2 dan
hilangnya gugus karboksil sebagai CO2. hasilnya bermacam-macam tapi
biasanya yang utama adalah 3-metilenoksindol. Enzim yang mengkatalisis
reaksi ini adalah IAA oksidase. Terdapat beberapa isozim bagi IAA oksidase,
dan semuanya atau hampir semuanya sama dengan peroksidase yang berperan
dalam lignin.
5
Gambar 1. Struktur kimia Asam Indol Asetat (IAA)
Gambar 2. Pengaruh Hormon Auksin
Selain IAA (asam indol-3-asetat) terdapat pula beberapa jenis auksin yang
telah diidentifikasi yaitu Asam Naftalenasetat (NAA), asam indobultirat
(IBA), asam 2,4 diklorofenioksi asetat (2,4D) dan asam 2 metil 4
klorofenoksiaetat (MCPA).
Gambar.3 Stuktur Kimia Turunan Auksin
2. Giberelin
Giberelin ditemukan pertama kali di jepang saat mempelajari tumbuhan
padi yang tumbuh tinggi secara tidak wajar. Saat ini lebih dari 60 jenis
giberelin telah diidentifikasi dari berbagai jamur dan tumbuhan, tetapi tidak
satu pun yang mengandung lebih dari 15 macam giberelin dalam satu individu,
bahkan beberapa spesies hanya mengandung beberapa macam giberelin saja.
Giberelin diasa disingkat GA, untuk membedakan antara giberelin satu dengan
yang lainnya digunakan tanda GA1, GA2, GA3 dan seterusnya. Diantara
semua jenis hormongiberelin yang ditemukan, hormongiberelin GA3
merupakan yang paling banyak digunkana dibandingkan hormongiberelin
yang lain.
3. Sitokinin
Sitokinin yang paling banyak dideteksi dan secara fisiologi paling aktif
pada berbagai tumbuhan yaitu zeatin, dihidrozeati dan isopentenil adenine.
Zeatin ribose merupakan sitokinin yang paling banyak dijumpai pada
tumbuhan. Sitokinin jugan dijumpai pada lumut, diatomae, ganggang coklat
dan ganggang merah.Fungsi utama sitokinin adalah merangsang pembelahan
sel.
4. Asam Absisat
6
Ketika auksin,sitokinin dann giberelin merangsang pertumbuhan, asam
absisat justru memiliki fugsi menghambat. Hal ini sangat menguntungkan jika
sebuah tumbuhan mengahadapi lingkungan yang tidak mendukung. Sebagai
contoh adalah asam absisat yang dihasilkan oleh tunas terminal akan
menmbentuk primordial daun untuk berkembang menjadi sisik yang
melindungi tunas selama musim dingin. Selain itu asam absisat juga
menghambat perkembangan kambium.
Pada perkecambahan, asam absisat bekerja secara antagonis dengan
giberelin. Suatu biji tidak akan berkecamabh jika konsentrasi asam absisat
lebih besar dari konsentrasi giberelin atau dalam beberapa kasus seperti pada
tumbuhan gurun, biji baru berkecambah setelah asam absisat pada biji
dilarutkan oleh air hujan. Juga terdapat beberapa tumbuhan yang memerlukan
stimulus berupa cahaya untuk memicu perombakan asam absisat. Namun rasio
konsentrasi asam absisat-giberelin lah yang memiliki pengaruh paling besar.
5. Etilen
Berbeda dengan hormone lain, etilen berbentuk gas. Etilen memiliki
pengaruh seperti penuaan pada tumbuhan, pematangan buah,dan penguguran
daun. Produksi etilen sangat dipengaruhi oleh konsentrasi auksin.
Pengaplikasian gas etilen yang paling umum adalah proses “pengeraman”
buah agar segera matang. Sebagai contoh jika seseorang meletakan buah apel
yang matang bersama dengan beberapa buah apel muda di tempat tertutup,
maka buah apel muda akan lebih cepat menjadi matang jika dibandingkan
dengan jika buah apel muda diletakkan begitu saja di tempat terbuka. Hal ini
terjadi karena gas etilen yang dihasilkan buah apel tua terakumulasi dan
memengaruhi buah yang lain.
Penggunaan hormon atau zat tumbuh untuk mengatur pertumbuhan telah
dimanfaatkan dalam kehidupan manusia. Seperti menghambat pertunasan pada
umbi-umbian, memacu pertumbuhan akar pada proses setek, memepertahankan
buah agar tidak lekas gugur atau masak dengan menggunakan hormonauksin serta
memperbanyak tumbuhan dengan teknik kultur jaringan dengan menggunakan
kombinasi hormon auksin dan sitokinin pada medium penumbuhan.
7
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang kami gunakan adalah eksperimen karena kami menggunakan
suatu pembanding dan beberapa variabel diantaranya variabel kontrol, variabel
manipulasi, dan variabel respon.
B. Variabel Penelitian
Variabel kontrol:
- Jenis kecambah
- Umur kecambah
- Ukuran panjang jaringan yang direndam baik koleoptil maupun akar,
- Volume larutan AIA, larutan 2,4 D, larutan NAA, dan aquades,
- Jumlah potongan jaringan koleoptil dan akar yan direndam,
- Waktu perendaman
- Media penyimpanan.
Variabel manipulasi : jenis larutan dan jenis jaringan yang direndam.
Variabel respon : pertambahan panjang jaringan yang direndam dn rata-rata
pertambahan panjang.
C. Alat dan Bahan
Alat: - Cawan Petri
- Silet tajam
- Penggaris
Bahan:
- Kecambah jagung umur 5 hari. Dibuat potongan koleoptil dan akar primer dengan
panjang 5 mm diukur pada jarak 2 mm dari kotiledon.
- Larutan AIA, larutan 2,4 D dan larutan NAA 1 ppm
8
D. Langkah Kerja
1). Menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan.
2). Menyediakan potongan koleoptil dan akar primer unrtuk tiap-tiap perlakuan
sebanyak 5 potong.
3). Mengisi cawan Petri dengan larutan AIA 1 ppm sebanyak 10 ml, kemudian
merendam potongan jaringan tersebut (akar dan batang), melakukan hal yang sama
untuk larutan 2,4 D, larutan NAA 1 ppm dan air suling. Menutup cawan Petri dan
membiarkan selama 48 jam.
4). Melakukan pengukuran kembali terhadap potongan akar dan batang jagung.
E. Rancangan Percobaan
9
Kecambah jagung
berumur 5 hari
Memotong radikula dan koleoptil
sepanjang 5 mm,. Radikula dipotong
dari jarak 2mm terhadap kotiledon
Mengisi cawan Petri dengan 10 ml larutan AIA, NAA, 2,4 D dan air suling/akuades
10 ml AIA+5 potong radikula
10 ml AIA+5 potong koleoptil
Ukur kembali panjang radikula dan koleoptil setelah 48 jam
10 ml NAA+5 potong radikula
10 ml NAA+5 potong koleoptil
10 ml 2,4D+5 potong radikula
10 ml 2,4D+5 potong koleoptil
10 ml Akuades+5 potong radikula
10 ml Akuades+5 potong koleoptil
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Tabel. Pengaruh Hormon Terhadap Pemanjangan Jaringan Radikula dan Koleoptil Jagung
10
Jaringan
Perlakuan
AIA NAA 2,4 D Akuades
Po(mm) P1(mm) Po(mm) P1(mm) Po(mm) P1(mm) Po(mm) P1(mm)
Koleoptil
5 6 5 6 5 6 5 5
5 6 5 5 5 5 5 6
5 6 5 6 5 5 5 5
5 6 5 7 5 6 5 5
5 5 5 7 5 6 5 6
∆P(mm) 0,8 1,2 0,6 0,4
Radikula
5 7 5 5 5 6 5 5
5 6 5 6 5 6 5 6
5 7 5 7 5 6 5 5
5 6 5 5 5 5 5 6
5 6 5 6 5 6 5 6
∆P(mm) 1,4 1,0 0,8 0,6
AIA NAA 2,4 D AKUADES0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
KOLEOPTIL
RADIKULA
Hormon yang Diberikan
Per
tam
bah
an P
anja
ng(
mm
)
Histogram. Pengaruh Hormon Terhadap Pemanjangan Koleoptil dan Radikula
Jagumg
Analisa Data
Berdasarkan data hasil pengamatan dan histogram diatas maka dapat diketahui
bahwa hormon mempengaruhi pemanjangan jaringan koleoptil dan radikula pada
kecambah jagung. Penambahan hormon (IAA/AIA, NAA, 2,4 D) dan aquades
sebagai kontrol menyebabkan pemanjangan baik pada jaringan batang maupun
jaringan akar kecambah jagung.
Pada potongan koleoptil jagung setelah diberi perlakuan dengan hormon (IAA,
2,4D, NAA dan aquades) semua potongan koleoptil mengalami pemanjangan.
Koleoptil yang semula panjangnya 5 mm setelah direndam hormon AIA selama
48 jam rata-rata pertambahan panjangnya 0,8 mm. Koleoptil jagung yang
direndam hormon NAA selama 48 jam rata-rata pertambahan panjangnya 1,2 mm.
Koleoptil jagung yang direndam hormon 2,4 D selama 48 jam rata-rata
pertambahan panjangnya 0,6 mm. Sedangkan koleoptil jagung setelah direndam
dengan aquades selama 48 jam rata-rata pertambahan panjangnya adalah 0,4 mm.
Pada potongan akar atau radikula yang direndam dalam larutan hormon juga
mengalami pemanjangan dengan panjang yang berbeda-beda. Pada radikula
dengan panjang mula-mula 5 mm setelah direndam hormon AIA selama 48 jam,
rata-rata pertambahan panjangnya 1,4 mm. Rata-rata pertambahan panjang
radikula jagung setelah direndam dalam hormon NAA selama 48 jam panjangnya
1,0 mm. Radikula yang direndam direndam hormon 2,4 D selama 48 jam rata-rata
pertambahan panjangnya 0,8 mm dan radikula jagung yang direndam dengan
aquades selama 48 jam rata-rata pertambahan panjangnya 0,6 mm.
Dari data diatas maka dapat diketahui pertambahan panjang setelah direndam
hormon IAA, NAA, 2,4 D dan aquades pada radikula maupun koleoptil bertambah
panjang. Dengan hormon IAA yang mengakibatkan radikula paling besar
pertambahan panjangnya sedangkan yang mengakibatkan koleoptil paling tinggi
pertambahan panjangnya yaitu hormon NAA.
B. Pembahasan
Dari data dan analisis diatas maka dapat diketahui bahwa terjadi pemanjangan
pada potongan jaringan yang direndam dalam larutan hormon IAA, NAA, 2,4 D
dan aquades sebagai variabel kontrol. Hal ini dikarenakan hormone auksin dapat
memacu pembentangan akar dan batang karena auksin mampu mengendurkan
dinding sel epidermis sehingga dinding epidermis yang sudah kendur menjadi
mengembang kemudian sel epidermis ini membentang dengan cepat dan
pembentangan ini menyebabkan sel sub epidermis yang menempel padanya juga
ikut mengembang.
Koleoptil jagung yang direndam dalam AIA menunjukkan pemanjangan
jaringan yang lebih sedikit daripada NAA, ini dikarenakan AIA merupakan
hormon auksin alami yang mempunyai struktur sama dengan AIA oksidase yang
terdapat pada koleoptil. Sedangkan pertambahan panjang jaringan yang paling
besar adalah pada saat direndam dalam NAA. Hal ini disebabkan karena NAA
merupakan senyawa sintesis yang strukturnya mirip auksin. Auksin sendiri banyak
diproduksi tumbuhan di koleoptil. Pada koleoptil terdapat AIA oksidase dan
enzim-enzim lain. Jadi saat direndam dalam NAA, AIA oksidase ini tidak dapat
merusak NAA karena strukturnya sedikit berbeda dengan AIA atau auksin alami.
Sehingga NAA akan merangsang pemanjangan koleoptil kecambah jagung.
Sedangkan koleoptil yang direndam dalam 2,4 D menunjukkan pemanjangan
jaringan lebih sedikit daripada NAA dan AIA. Karena 2,4 D merupakan zat
pengatur tumbuh, tetapi strukturnya berbeda dari auksin alami. Sehingga AIA
oksidase tidak dapat merusak 2,4 D. Koleoptil yang direndam aquades
menunjukkan pertambahan panjang rata-rata jaringan. Pertambahan rata-rata
jaringan disebabkan terjadinya proses osmosis. Proses osmosis terjadi karena PO
12
dan PA aquades lebih tinggi daripada PO dan PA jaringan sehingga air berpindah
kedalam jaringan.
Radikula yang direndam dalam NAA dan 2,4 D menunjukkan pemanjangan
jaringan lebih sedikit daripada AIA, karena NAA dan 2,4 D merupakan senyawa
sintesis auksin yang menunjukkan struktur sedikit berbeda dengan auksin alami.
Pada radikula tidak ada AIA oksidase sehingga NAA dan 2,4 D tidak rusak.
Sedangkan pemanjangan jaringan yang paling besar adalah saat direndam dalam
AIA. Hal ini disebabkan karena AIA merupakan auksin alami. Auksin banyak
diproduksi tumbuhan di koleoptil. Saat radikula direndam dalam AIA tidak ada
AIA oksidase yang dapat merusak AIA. Sehingga AIA akan merangsang
pemanjangan radikula kecambah jagung. pada perendaman radikula dengan
aquades juga menunjukkan pertambahan rata-rata jaringan. Tetapi pertambahan
panjangnya disebabakan terjadinya osmosis. Proses osmosis tersebut terjadinya
karena PO dan PO aquades lebih tinggi dibanding PA dan PO jaringan sehingga
air berpindah kedalam jaringan.
C. Diskusi
Beberapa jenis hormon tumbuh antara lain AIA, NAA, 2,4 D sebagai zat
pengatur tumbuh yang secara keseluruhan termasuk hormon auksin sintetis yang
tidak disintesis oleh tumbuhan itu sendiri. Hormon-hormon sintetis ini menunjang
pertumbuhan tanaman dengan didukung pula oleh hormon alami yang sudah
diproduksi oleh tumbuhan itu sendiri misalnya auksin pada ujung akar dan ujung
batang. Hormon AIA, NAA, 2,4 D bersama auksin mampu mengatur pembesaran
sel dan memacu pemanjangan dan pembesaran sel di daerah belakang meristem
ujung dan merangsang perkembangan akar lateral. Auksin bersama dengan ketiga
hormon itu berdifusi secara maksimal pada ujung koleoptil dan ujung akar. Jadi,
pengaruh dari berbagai hormon tumbuh seperti AIA, 2,4 D, dan NAA sama yaitu
berpengaruh untuk mengatur pembesaran sel dan memacu pemanjangan sel di
daerah belakang meristem ujung dan merangsang perkembangan akar lateral.
Setiap hormon yang digunakan memiliki pengaruh yang hampir sama terhadap
pemanjangan jaringan radikula dan koleoptil jagung meskipun terdapat beberapa
perbedaan. Hormon tumbuh yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
yaitu IAA dan senyawa sintesis lainnya yang serupa dengan IAA yaitu NAA, 2,4
D dan senyawa sintesis lainnya. Hormon tersebut mempunyai sruktur kimia yang
sama dengan sruktur kimia auksin. Hormon auksin berperan dalam pertambahan
13
panjang batang, pertumbuhan, diferensiasi, percabangan akar, perkembangan
buah, dominasi apikal, fototropisme dan geotropisnme. Sitokinin berfungsi
mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar, mendorong perkecambahan,
menunda penuaan mendorong pembelahan sel dan pertumbuhan secara umum.
14
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil percobaan diatas, maka dapat ditarik simpulan bahwa
pemberian hormon AIA, NAA dan 2,4D mempengaruhi pertambahan panjang
jaringan batang dan akar(koleoptil dan radikula) pada tumbuhan jagung. Pengaruh
hormon tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pada koleoptil, NAA menyebabkan pemanjangan jaringan yang paling besar
dibanding AIA dan 2,4 D, karena sebagian AIA dirusak oleh AIA-oksidase yang
terdapat pada koleoptil.
2. Pada radikula, AIA menyebabkan pemanjangan jaringan yang paling besar
dibanding NAA dan 2,4 D, karena tidak ada AIA-oksidase pada radikula yang
merusak AIA.
B. Saran
Pemotongan jaringan koleoptil dan radikula harus sama ukurannya agar diperoleh
hasil percobaan yang sesuai dengan teori. Kecambah yang digunakan harus
diperhitungkan umurnya agar tidak mempengaruhi hasil percobaan. Untuk penelitian
lebih lanjut dapat dilakukan uji langsung pada tanaman tentang pengaruh hormon
auksin dan turunannya seperti NAA dan 2,4 D.
15
DAFTAR PUSTAKA
Kimbal, Jhon W. 1983. Biologi Jilid 2 Edisi kelima. Bogor : Erlangga
Lovelles, A. R. 1999. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. Jakarta:
PT. Gramedia Indonesia.
Sallisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB Press.
Rahayu, Yuni Sri; Yuliani dan Lukas S Budipramana. 2011. Petunjuk Praktikum
Fisiologi Tumbuhan. Surabaya: Laboratorium Fistum-Biologi-Unesa.
Sasmitamihardja, Dardjat dan Arbasyah Siregar. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung:
ITB Press.
16