Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng2_KDKL HIKESPI_dg Scan Tt Tim
-
Upload
yahyaadi28 -
Category
Documents
-
view
298 -
download
39
Transcript of Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng2_KDKL HIKESPI_dg Scan Tt Tim
LAPORAN INVESTIGASI
KECELAKAAN LUWENG SERPENG 2
Dusun Serpeng, Desa Pacar Rejo, Kecamatan Semanu
Kabupaten Gunungkidul, DIY
Tim Investigasi Kecelakaan Luweng Serpeng 2
YOGYAKARTA
APRIL 2013
A
Dae rah Raw an s aat
pen elus uran musim hujan
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
ii
ABSTRAK
"Kesalahan pada sebuah sub sistem diawal sistem sebuah kegiatan akan
membawa kesalahan sistemik di sub sistem turunan dibawahnya"
Secara berkala dan rutin HIKESPI telah mengadakan kursus speleologi dari berbagai jenjang sejak 1983. Pada tahun 2013 kegiatan dilaksanakan di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi DIY . Rangkaian kegiatan meliputi kursus jenjang Assistant Instructor dan Instructur, serta Kursus Dasar dan Kursus Lanjutan. Panitia dan instruktur berasal dari dalam dan luar kota Jogjakarta, mereka adalah lulusan berbagai level kursus yang diselenggarakan HIKESPI. Pada tanggal 19 Maret 2013 peserta Kursus Lanjutan dibagi ke tiga lokasi gua yang berbeda, yaitu Luweng Ceblok, Luweng Ngingrong, dan Luweng Serpeng 2 untuk melakukan praktik teknik rigging, mapping dan pengambilan data SOSMED. Musibah menimpa kelompok 3 di Luweng Serpeng 2 yang mengakibatkan 3 orang meninggal dunia karena terjebak banjir. Untuk mendapatkan fakta kejadian yang obyektif dan membuat rekomendasi untuk perbaikan dimasa datang, HIKESPI berinisiatif menyusun Tim Investigasi. Tim ini terdiri dari orang-orang berasal dari berbagai organisasi dan institusi yang mewakili kegiatan Speleologi, Akademisi, SAR dan organisasi asal dari para korban. Laporan ini berisi tentang hasil investigasi yang meliputi aspek alam, manajemen dan teknis. Investigasi ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer melalui wawancara dengan panitia, korban selamat, penduduk setempat, kelompok-kelompok kegiatan pertolongan (rescue), serta rekonstruksi kejadian di lapangan, baik di permukaan maupun di dalam gua. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mendokumentasikan data video, foto, curah hujan dan arsip kegiatan dari panitia. Berdasarkan data-data tersebut, kemudian dilakukan analisis untuk mendapatkan fakta kejadian, menyusun krologi kejadian dan rekomendasi. Luweng Serpeng 2 merupakan lubang pengeringan (swallow hole) dari sebuah area tangkapan air seluas 0,929 km2. Luweng ini mempunyai 2 buah entrance,
menurut peta dan diskripsi Cave Survey Mc Donald 82-84, luweng berbentuk vertikal multipitch/ berundak. Dipetakan melalui Entrance 2, urutan lintasan berurutan P3, P30, P17, P7, P7, P5, R3, R3 dengan variasi bentukan, panjang dan arah lorong horisontal diantaranya. Rigging awal saat kejadian memilih entrance (2) sebagai posisi untuk memasuki gua, posisi ini menjadi alur utama aliran air yang masuk kedalam gua ketika ada aliran permukaan didaerah tangkapan saat hujan turun. Dari permukaan hingga dasar P17 rata-rata anchor terpasang pada posisi rendah bahkan sebagian menempel lantai gua kecuali backup anchor P17. Enam orang peserta dan seorang instructor turun ke dalam gua.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
iii
Hujan terjadi di sekitar mulut gua pada pukul 15.15 WIB. Sekitar pukul 15.43 WIB terjadi banjir fase I di sekitar mulut gua yang kemudian diikuti banjir fase II pada pukul 16.03 WIB. Pada tanggal tersebut terjadi 2 kejadian hujan di lokasi. Kejadian pertama pada saat perjalanan tim ke Luweng Ngingrong. Langit cerah namun turun gerimis sebentar. Kejadian ke dua pada saat perjalanan tim dari Luweng Ngingrong ke Luweng Serpeng 2. Hujan turun lebat sebentar, kemudian panas lagi. Saat kejadian banjir peserta terbagi menjadi tiga posisi yang berbeda, satu orang didasar P17, lima orang bertahan di ceruk di pinggir sisi kanan bibir P17, satu orang tertahan di ketinggian 3-5 meter dilintasan P30. Lima orang yang bertahan di ceruk terhanyut, terseret dan tertahan dibibir P17, bergantung pada tali yang mengarah dibackup anchor dengan masing-masing menggunakan jammer sebagai pengaman. Saat rescuer pertama kali sampai diposisi korban, tiga dari lima orang yang tertahan dibibir P17 dinyatakan sudah meninggal. Usaha pertolongan berikutnya dilakukan internal Hikespi dengan bantuan polisi, tim SAR, PMI dan masyarakat sekitar. Upaya pertolongan dan pengangkatan korban dari dalam gua ke permukaan berakhir pada jam 24.00 WIB, dan semua korban dibawa ke RSUD Wonosari .
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
iv
DAFTAR ISI
Halaman Sampul i Abstrak ii Daftar Isi iv Anggota Tim Investigasi v Kata Pengantar dan Ucapan Terimakasih vi Lembar Tanda Tangan Persetujuan Seluruh Anggota Tim Terhadap Isi Laporan di Yogyakarta, 24 April 2013 vii BAB I. KODE ETIK, KEWAJIBAN, DAN BAHAYA PENELUSURAN GUA 1
1.1. Kode Etik Penelusuran Gua 1 1.2. Kewajiban Penelusur Gua 3 1.3. Bahaya Penelusuran Gua 5
BAB II. KONDISI LUWENG SERPENG 2 DAN DAERAH TANGKAPAN AIRNYA 16
2.1. Lokasi Luweng Serpeng 2 16 2.2. Iklim 18 2.3. Daerah Tangkapan Air Luweng Serpeng 2 18 2.4. Batuan dan Tanah 20 2.5. Tutupan Lahan 21
BAB III. HASIL INVESTIGASI DAN FAKTA-FAKTA KEJADIAN 23
3.1. Kejadian Hujan dan Banjir serta Kronologinya 23 3.2. Profil dan Karakter Luweng Serpeng 2 30 3.3. Manajemen 33 3.4. Teknik Penelusuran Gua Vertikal, Rigging dan Kejadian Kecelakaan,
Operasional Rescue. 39 3.5. Kronologi Kejadian 49
BAB IV. SARAN DAN REKOMENDASI 77 4.1. Aspek Manajemen dan Persiapan 77 4.2. Aspek Manajemen Alam : Morfologi Karst, Cuaca, Musim dan. Gua 77 4.3. Aspek Teknik Penelusuran Gua Vertikal 80 4.5. Aspek Teknik Rigging 80
TERMINOLOGI 82
Lampiran: Silabus dan Kompetensi Kursus Penelusuran Goa HIKESPI 84
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
v
ANGGOTA TIM INVESTIGASI
No Nama Lembaga/Organisasi Nomer Kontak Keterangan
1 Dr. Eko Haryono Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta
08122711480 Ketua Tim Investigasi
2 Thomas Suryono ASC, Yogyakarta 081352226926 Koordinator Tim Teknis
3 Galang Harindito ASC, Yogyakarta 081349241901 4 Juswono
Budisetiawan, S.Si. M.Sc.
MATALABIOGAMA, Yogyakarta
08122719439
5 Pipit Noviyani MATALABIOGAMA, Yogyakarta
083867054706
6 Susilo Hadi, M.Si. PhD.
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta
08122940504
7 Zuliadhi Mulantosi Arisan Caving Yogyakarta, SEKBER PPA DIY
0815787787212
8 Yohanis Setitit Arisan Caving Yogyakarta, SEKBER PPA DIY
085643351519
9 Subekti ISI Yogyakarta 08995391230
10 Dr. Pindi Setiawan WANADRI, Bandung 081316077565
11 Sugeng Triyono (Jabrik)
SARDA DIY 081807345624 Koordinator Tim Manajemen
12 Agus Fitriyanto H (Kenyung)
PPA Gunungkidul 087838225282
13 Sukamto SAR BARON 087843115907
14 Naibul Umam, M.Si Mapala Satria UMP 08156553864
15 Priyo Arief Wicaksono
Mapala Satria UMP 085747941291
16 Bayu Mandra Putra Mapala Satria UMP 085726545488
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
vi
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMAKASIH
Dengan ucapan syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa Tim Investigasi
kecelakaan Luweng Serpeng 2 mengakhiri tugas yang diemban selama kurang
lebih 1 bulan sejak dibentuk. Tim investigasi mengemban tugas secara langsung
dari presiden Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia (HIKESPI) dan tugas
amanah terutama dari keluarga korban, pihak terkait, segenap masyarakat dan
secara khusus para speleologiwan. Tugas utama tim adalah mengumpulkan
data-data, mencari fakta, serta menyusun kronologis secara benar dan lengkap
atas kejadian kecelakaan di luweng serpeng 2 pada acara kegiatan Kursus
Dasar dan Kursus lanjutan (KDKL) HIKESPI. Dalam tugas ini telah dilakukan
pengumpulan data yang berasal dari wawancara dengan berbagai pihak,
data sekunder yang berupa foto udara, citra, data kejadian hujan sekitar waktu
kejadian, pustaka, dan peninjauan lapangan serta rekonstruksi di sekitar dan di
dalam luweng khususnya di titik-titik penting yang berkaitan dengan kejadian,
serta berbagai diskusi analisa data dan informasi yang telah terkumpul.
Hasil tim investigasi terutama adalah fakta-fakta kejadian, kronologi
kejadian, serta saran dan rekomendasi untuk kebaikan semua pihak serta
pelajaran penelusuran untuk kegiatan berikutnya yang lebih baik. Hasil tim tidak
dalam bentuk penentuan keputusan kesalahan atau pembenaran kejadian,
namun lebih bersifat menyajikan informasi serta pemberian rekomendasi untuk
keadaan yang lebih baik.
Dalam melaksanakan tugas, banyak pihak yang sangat membantu dan
berperan, sehingga tim dapat menyelesaikan tugas. Untuk itu tim sangat
berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian
laporan ini.
Mohon maaf apabila terdapat kekurangan dan kesalahan. Mudah-
mudahan rekan-rekan yang menjadi korban meninggal mendapat
pengampunan atas segala kesalahan dan mendapat tempat yang baik dari
Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Mudah-mudahan keluarga dan
rekan mendapat kesabaran dan petunjuk sehingga kejadian ini dapat menjadi
hikmah. Mudah-mudahan hasil ini bermanfaat dan menjadi kebaikan bagi
kegiatan speleologi Indonesia. Amin.
Ketua Tim beserta anggota
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
1
BAB I
KODE ETIK, KEWAJIBAN, DAN BAHAYA PENELUSURAN GUA
1.1. Kode Etik Penelusuran Gua
Penelusuran gua dilarang:
Mengambil sesuatu – kecuali mengambil foto
Meninggalkan sesuatu – kecuali meninggalkan jejak kaki
Membunuh sesuatu – kecuali membunuh waktu
Kode etik ini pertama kali dicetuskan oleh National Speleological Society
(Amerika Serikat). Karena mudah dipahami setiap penelusuran gua, maka kode
etik ini diterima secara internasional dan menjadi pegangan bagi semua
penelusuran gua. Setiap penelusuran gua dilarang mengeluarkan atau
memindahkan sesuatu dari bahan gua tanpa tujuan jelas. Bila dilakukan untuk
tujuan ilmiah maka tindakan itu harus selektif dan dilaksanakan oleh yang
berwenang. Mengambil binatang dalam gua untuk tujuan identifikasi
(taksonomi) misalnya, harus disertai kesadaran bahwa jumlah binatang unik itu
mungkin sangat terbatas. Dengan demikian, jumlahnya harus dievaluasi terlebih
dahulu dan hanya diambil satu atau dua spesimen untuk penelitian.
Sebelumnya wajib diketahui, bahwa tidak ada peneliti lain yang sudah
mengambil binatang yang sama, dari gua yang sama, untuk penelitian pula.
Kegiatan penelusuran gua wajib dilaksanakan secara tertib, hati – hati dan
penuh pengertian. Hindarilah penelusuran gua belantara, yang belum dikelola
untuk kunjungan umum, secara masal.
Menelusuri gua belantara oleh banyak orang sekaligus, dengan aneka sumber
cahaya untuk penerangan akan merubah iklim mikro gua. Hal ini akan mengusik
kehidupan binatang khas gua: apabila kalau para penelusur itu hiruk pikuk.
Kelelawar dan burung walet penghuni gua senantiasa terganggu oleh
keberadaan penelusur gua. Binatang yang memegang peran penting untuk
menjaga keseimbangan ekologi di atas permukaan tanaha, potensial pindah
tempat bila suatu gua belantara terlampau sering dikunjungi orang.
Kegiatan menelusuri gua, baik dari segi olahraga, petualangan maupun ilmiah,
bukanlah hal yang perlu dipertontonkan dan tidak perlu penonton.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
2
Ingat bahwa tidak semua orang yang berkeinginan memasuki gua menjiwai
kode etik dan moral penelusuran gua. Banyak di antaranya masih bersifat
vandalis yang sering mengotori gua, mencoret-coretinya, bahkan mematahkan
dekorasi gua berumur ribuan tahun atau menangkap binatang khas gua untuk
cindera mata (suvenir). Karenanya jangan mengajak sembarang orang masuki
gua dengan tujuan untuk mempertontonkan kebolehan, keberanian atau
keterampilan si pengajak. Bila suatu gua dirusak vandalis yang ternyata pernah
diajak seorang penelusur gua, maka si pengajak yang bertanggung jawab.
Penelusur gua wajib bertindak wajar. Tidak melampui batas kemampuan fisik
maupun teknik dan kesiapan mental dirinya sendiri. Tidak memandang rendah
kesanggupan sesama penelusur.
Cukup sering terjadi atau kecelakaan dalam gua karena penelusur
memaksakan dirinya melakukan tindakan – tindakan teknis yang belum dikuasai
secara sempurna. Hal ini dilakukan karena rasa malu terhadap sesama
penelusur yang lebih terampil atau dicemoohkan bila terbukti tidak mampu. Itu
sebabnya pemimpin penelusur gua wajib mengenal keadaan fisik, mental dan
derajat ketrampilan masing–masing penelusur gua. Ketrampilan teknis, mental
dan fisik penelusur gua yang paling tidak mampu harus dijadikan patokan
intensitas penelusuran gua.
Senantiasa menunjukkan respek pada penelusur gua lain dengan cara
� Tidak mengambil atau memindahkan alat atau perlengkapan yang sedang
digunakan atau ditinggalkan mereka tanpa izin pemiliknya.
� Tidak melakukan tindakan–tindakan yang membahayakan penelusur gua
lain.
� Tidak menghasut pihak ke tiga untuk menghalangi penelusur gua lainnya
memasuki gua.
� Tidak melakukan duplikasi penelitian yang sedang dilakukan peneliti lain,
pada gua yang sama.
Tidak melakukan publikasi kepertualangan dalam media masa dengan tujuan
memamerkan diri atau kelompok dan menyebut nama serta lokasi gua, karena
hal itu senantiasa mengundang para vandalis dan petualang lainnya yang tidak
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
3
atau belum memiliki kode etik dan moral penelusuran gua, untuk mengunjungi
gua tersebut.
Secara internasional butir kode etik ini dipegang teguh. Bila suatu lokasi gua
belantara dipublikasikan dalam media massa, diimbuhi dengan deskripsi
keindahan, keunikan atau “tantangan “ gua tersebut, maka berita demikian
senantiasa menjadi daya tarik bagi petualang lain, yang belum tentu memiliki
ketrampilan yang memadai dan etika konservasi lingkungan alam bawah
tanah. Akibatnya ialah rusaknya gua tersebut atau musibah yang dialami oleh
penelusur yang belum siap mental, fisik dan teknis. Publikasi untuk umum dalam
media massa boleh dilakukan, asal proporsional. Tidak dilebih-lebihkan, dan
pakailah nama maupun lokasi fiktif gua. Yang diutamakan ialah laporan
lengkap yang diserahkan kepada instansi yang berhak mendapatkannya dan
para pemberi rekomendasi serta izin penelusuran gua. Bila dibutuhkan surat
rekomendasi untuk mendapat izin menelusuran suatu gua, maka penerima
rekomendasi dan izin wajib membuat laporan selekasnya, yang diserahkan
kepada pihak – pihak tersebut.
1.2. Kewajiban Penelusur Gua
Penelusur gua berkewajiban untuk:
Senantiasa memperhatikan keadaan cuaca. Tidak memasuki gua yang mudah
kebanjiran pada musim hujan.
Senantiasa menyadari, bahwa kegiatan penelusuran gua bukan merupakan
hak, tetapi wajib dianggap sebagai suatu anugrah, rahmat, karunia dan
berkah (privilege)
Memilih sebagai tujuan utama penelusuran gua: koservasi (pencagaran) gua
dan lingkungannya. Karenanya wajib menjaga kebersihan gua dan
lingkungannya.
Wajib memberi pertolongan sesuai dengan batas kemampuan, bila ada
penelusur gua dari rombongan lain yang membutuhkannya.
Bertindak sopan dan tidak menggangu ketenteraman penduduk didekat lokasi
system perguaan. Tidak boleh menyinggung perasaan mereka.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
4
Mengikuti secara patuh dan seksama semua prosedur perizinan yang
dipersyaratkan dan memberi laporan kepada pemberi izin.
Wajib memberitahukan kepada sesama penelusur, bila dijumpai bagian–
bagian yang berbahaya dalam gua tertentu.
Bila mengalami suatu musibah, maka hal itu tidak boleh dirahasikan. Wajib
dilaporkan kepada penduduk dan pemerintahan daerah setempat,
kepada pengawas dan pengelola wilayah tersebut dan semua penggiat
penelusur gua yang dikenal, untuk disebarluaskan, agar jangan sampai
musibah tersebut terulang kembali.
Bila ada rencana menelusuri gua, wajib memberitahukan kepada keluarga,
rekan atau sesama anggota perkumpulan, penduduk dan kepala desa
terdekat data sebagai berikut:
1. Maksud dan tujuan menelusuri gua, rencana waktu masuk, rencana waktu
keluar, daftar nama penelusur lengkap alamat dan nomor telepon.
2. Bila sampai terjadi muzibah, atau belum keluar pada waktu yang
sudah ditentukan, siapa yang harus dihubungi dan dengan cara apa.
3. Wajib memilih dan patuh kepada pemimpin penelusur gua yang
kompeten, berwibawa dan sudah berpengalaman. Khususnya dalam
menentukan kesiapan mental, fisik dan derajat ketrampilan
penelusuran gua, yang wajib disesuaikan dengan derajat kesulitan
gua.
Wajib mempelajari semua acuan yang dibutuhkan sebelum memasuki gua:
peta geologi, peta topografi, keadaan iklim, khususnya curah hujan, peta-peta
gua yang ada, literatur terkait, menghubungi nara sumber, mengumpulkan dan
menganalisa informasi penduduk setempat atau jurukunci perihal gua tersebut.
Wajib mempersiapkan diri secara fisik, mental dan ketrampilan menggunakan
semua alat atau perlengkapan yang harus tersedia secara lengkap,
sesuai kebutuhkan.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
5
1.3. Bahaya Bahaya Penelusuran Gua
Apabila hendak membicarakan “BAHAYA” penelusuran gua, maka
secara konseptual dan diakui secara INTERNASIONAL ialah adanya dua
pengertian yang berbeda pendekatannya.
Kedua pengertian itu harus diperhatikan secara bersama, tidak boleh terpisah
dan keduanya harus ditangai secara bersama. Baik dari segi perizinan,
rekomendasi, kegiatan penelusuran gua, pendataan gua, konsep pengolahan
gua, untuk tujuan apapun.
1. Pengertian ANTROPOSENTRISME.
2. Pengertian SPELEOSENTRISME.
1. Antroposentrisme
Dalam pemikiran ANTROPOSENTRISME, yang diperhatikan sebagai obyek utama
ialah MANUSIA PENGUNJUNG GUA. MANUSIALAH yang perlu dilindungi
terhadap bahaya. Ia harus aman, nyaman menelusuri gua. Hal ini terutama
dianut secara salah, karena hanya memperhatikan satu segi saja) oleh para
konsultan, pihak berwenang, pada waktu membuka gua untuk umum. Karena
hanya mengutamakan keselamatan manusia, maka gua dikorbankan dan
akan rusak.
Bahaya dari sudut pandang ANTROPOSENTRISME:
a. Terpeleset/terjatuh dengan akibat fatal, atau gegar otak, terkilir, terluka,
patah tulang, dsb. Hal ini paling sering terjadi, antara lain karena: penelusur
terburu-buru, loncat, salah menduga jarak yang dilangkahi, dsb.
b. Kepala terantuk atap gua/stalaktit/bentukan gua lainnya.
Akibatnya: luka memar, luka berdarah, gegar otak. Wajib pakai helm.
c. Tersesat.
Terutama bila lorong bercabang–cabang dan daya orintasi pemimpin regu
penelusuran gua kurang baik. Karenanya setiap penelusur wajib dilakukan
dengan penuh perhatian oleh setiap penelusur. Bentuk lorong yang telah
dilewati, dibelakang punggung harus diperhatikan secara periodik, karena
saat kembali pasti berbeda dengan saat pergi. Pada setiap percabangan
ditnggalkan tanda yang mudah diperhatikan dan tidak merusak lingkungan
(misalnya tumpukan batu, atau kertas berwarna dan berefleksi bila kena
sorotan lampu (fluorensensi) yang mudah diangkat kembali). Bisa juga
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
6
menelusi gua sambil mengukurnya dengan tali topofil. Pulangnya tinggal ikuti
tali tersebut sambil menggulungnya kembali. Hal ini tambah penting, apabila
kecuali bercabang gua bertingkat banyak.
d. Tenggelam. Terutama apabila nekat memasuki gua pada musim hujan tanpa
mempelajari topografi dan hidrologi karst maupun sifat sungai di bawah
tanah. Bahaya menjadi semakin nyata kalau harus melewati air terjun atau
jeram deras. Apabila kalau harus melakukan penyelaman bebas tanpa alat
dan penelusur kurang mahir berenang/menyelam. Mengarungi sungai yang
dalam, harus pakai tali pengaman dengan lintasan tetap.
e. Kedinginan (hipotermia). Hal ini terutama bila lokasi gua jauh di atas
permukaan laut, penelusur beberapa jam terendam air, dan adanya angin
kencang yang berhembus dalam rolong tersebut. Diperberat apabila
penelusur lelah, lapar, tidak pakai pakian memadai. Karenanya harus tepat
tahu lokasi mulut gua dan lorong-lorong, ketinggiannya di atas permukaan
laut (diukur pakai altimeter), suhu air dan udara dalam gua. Harus pula masuk
gua dalam keadaan fisik sehat, cukup makan dan bawa makanan
cadangan bergizi tinggi.
f. Dehidrasi, Kekurangan cairan. Hal ini sudah merupakan bahan penelitian
cermat di Perancis (lihat Warta Speleo No 9 1987, halaman 49-53). Hampir
senantiasa, bila sudah timbul rasa haus, sudah ada gejala dehidrasi dan
minum cairan sudah terlambat: tidak akan memenuhi kebutuhan lagi.
Karenanya sudah merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar lagi
lagi, bahwa sebelum memasuki gua, setiap penelusur harus minum
secukupnya. Semakin mengeluarkan tenaga, harus cukup istirahat dan
minum kembali. Cairan paling tepat untuk menghindari dehindrasi ialah
larutan oralit atau garam anti-diare.
g. Keruntuhan atap atau dinding gua.
Ini memang nasib sial, tetapi sudah cukup sering terjadi di luar negeri menaiki
tebing dengan andalan pada paku tebing yang dindingnya rapuh. Atau bila
kebetulan terjadi gempa bumi. Karenanya wajib mempelajari dan
memperhatikan sifat batu–batuan dinding dan atap gua. Runtuhan atap
yang berserakan bukan berarti gua itu rapuh, karena mungkin saja atap
tersebut sudah puluhan tahun yang lalu runtuh, tetapi penelusur wajib
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
7
memperhatikan apakah lapisan – lapisan batu gamping yang menunjung
atap itu kuat sudah terlihat terlepas.
h. Radiasi dalam gua. Hal ini belum diperhatikan sama sekali di Indonesia,
padahal di luar negeri sudah merupakan bahaya nyata. Terutama akibat gas
radioaktif RADON dan turunannya. Penelusur yang sering memasuki gua yang
ber gas Radon ini, dapat menyerap secara akumulatif gas ini ke dalam paru–
parunya, dan terbukti, apabila penelusur gemar merokok, maka bahaya
menderita kanker paru–paru akan berlipat ganda. Itu sebabnya sangat
dicela penghisap rokok menjadi penelusur gua. Merokok di dalam gua
dilarang mutlak karena meracuni udara gua dan merusak paru-paru
penelusur lainnya yang tidak merokok.
i. Keracuanan gas. Ini yang paling ditakuti awam. Memang bahaya itu ada,
terutama bila sirkulasi dalam gua kurang baik. Gas yang senantiasa ada
dalam gua ialah gas CO2, karena tetasan air dari dinding dan atap gua
senantiasa mendifusikan gas CO2 ini. Lebih-lebih bila terlihat menjuntai akar-
akar pohon, atau banyak bahan organik yang membusuk di atas lantai gua
(daun, ranting, dsb yang hanyut ke dalam gua sewaktu banjir). Gejalanya:
nafas akan sesak, frekuensi bertambah banyak, melebihi keadaan normal.
Dengan mengeluarkan tenaga yang relatif ringan, nadi bertambah cepat
secara tidak seimbang. Karenanya setiap penelusur gua wajib mengetahui
frekuensi nadinya masing-masing pada saat pada saat istirahat dan
mengeluarkan tenaga. Gerakan nafas menjadi dalam. Jantung berdebar,
mata berkunang-kunang. Kemudian kepala menjadi pening, mual, hilang
orentasi, bahkan tidak ingat nama teman. Timbul kemudian halusinasi,
pingsan dan mati.
Wajib bagi kita bawa lilin. Nyalakan bila mulai timbul gejala sulit bernafas. Bila
kandungan CO2 rendah, lilin, bahkan korek api tidak akan menyala. Jangan
andalkan cahaya lampu karbit. Lampu karbit masih menyala, padahal si
pemakainya mungkin sudah pinsang. Gas racun dapat juga akibat
penggunaan dinamit untuk membongkar bukit kapur. Di Belgia (1982) terbukti
gas racun merambat sampai 3 km lebih dari lokasi penelusur gua, dengan
akibat fatal bagi 7 orang sekaligus. Jangan memasuki gua bila disekitarnya
ada pendinamitan.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
8
Gua yang banyak kelelawarnya juga tinggi kandungan CO2-nya (Gua
Ngerong, Tuban; Gua Lawa, Nusakambangan; dsb). Hal ini karena kelelawar
membutuhkan banyak O2 sewaktu terbang, terusik oleh masuknya orang ke
dalam gua (sehingga orangnya juga kekurangan O2) dan tumpukan guano
(khususnya bila jenis kelelawarnya pemakan buah atau penghisap, nectar),
yang mengalami proses fermentasi/peragian, akan menghasilkan banyak
gas CO2.
Gua yang banyak kelelawarnya hanya boleh dimasuki pada malam hari,
saat gua itu tidak ada kelelawarnya. Lorong penuh kelelawar harus dihindari.
j. Penyakit – penyakit akibat kuman/virus, dsb.
1). Histoplasmosis.Teramat sering diderita penelusuran gua di AS, terutama
bila lorongnya penuh guano kering. Parasit Histoplasmosis capsulatum bila
terhirup, akan menginfeksi paru-paru. Gejalanya sering mirip TBC, lengkap
dengan batuk berdarah, sesak nafas, tubuh lemah, dan sering pula gagal
diobati dokter, karena menyangka adanya TBC paru-paru (juga menurut
gambaran Rontgen). Pasien wajib memberitahukan pada dokter akan
kemungkinan penyakit ini, yang baru terungkap setelah dilakukan tes
darah tertentu (titer histoplasma diperiksa dan akan memberi hasil
tertinggi).
Parasit ini bahkan bisa menyebar ke seluruh darah, ginjal dan otak,
dengan akibat kematian. Karenanya wajib menghindari gua kelelawar
dan bila tetap ingin menelusurinya wajib memakai tutup hidung khusus.
Tutup hidung itu dapat dibeli di beberapa toko besi atau pakai tutup
hidung ahli bedah.
2) Rabies. Hal ini sungguh mengejutkan pada penelusur gua di TEXAS, karena
ada 7 penelusur sekaligus mati, terinfeksi rabies, padahal tidak digigit
kelelawar, yang terkadang memang terinfeksi virus rabies. Gua FRIO yang
mereka masuki memang banyak sekali kelelawarnya. Ketika ada tim
dokter yang meneliti udara dalam gua, ternyata penuh dengan tetesan
liur kelelawar, yang mengandung virus rabies.
Virus ini memasuki paru-paru karena terhirup oleh bernafasnya
penelusuran gua dan matilah penelusur itu, tanpa digigit kelelawar. Hal
ini sekali lagi dapat dicegah, apabila tidak memasuki gua yang banyak
kelelawarnya, dan bila tetap memasukinya, harus pakai masker/tutup
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
9
hidung). Di Indonesia belum ada yang meneliti apakah kelelawar ada
yang sakit rabies. Yang jelas di Indonesia tidak ada vampir, penghisap
darah. Kelelawar terjangkit rabies akibat menghisap darah ternak atau
binatang yang menderita rabies. MULUS FEET. Ketika tim Inggris menelusuri
gua-gua di Mulu (Serawak) selama beberapa minggu banyak yang kulit
kaki dan jari-jarinya rusak. Terinfeksi berat, bahkan sampai membusuk.
Diduga bahwa hal ini ditimbulkan oleh gabungan infeksi jamur dan
bakteri. Kaki harus tetap kering, dan bila basah terendam air, jangan
dibiarkan basah berjam-jam lamanya. Sebaiknya secara teratur
mengganti kaos kaki dan ditaburi bedak antibiotika.
3) Gatal-gatal terutama di bagian-bagian yang tidak tertutup pakaian. Hal
ini sering sekali terjadi di Indonesia. Diduga bahwa gatal-gatal ini, yang
berupa bintil-bintil dan persisten selama beberapa bulan.dtimbulkan oleh
gigitan kutu (ektoparasit) kelelawar, yang juga mungkin dijumpai dalam
guanonya.
4). Leptospisis. Hal ini banyak makan korban pada penelusur gua di Mulu.
Badan mengigil, demam, pegal-pegal, lemas. Diduga malaria, ternyata
pada saat diteliti secara serologis, di Inggris terbukti akibat tertular kuman
leptospira, yang biasanya ditemukan dalam kencing tikus. Hal ini
terutama serta minumnya tercemar kencing tikus gua.
4). Gigitan binatang beracun.
Ular, kalajengking, Lipan. Ular terjerumus dalam gua melalui lubang atap
atau hanyut akibat banjir. Ular tersebut menjadi pemangsa kelelawar.
Gigitan binatang apapun harus dianggap serius, dan penelusur yang
digigit atau disengat harus keluar gua. Itu sebabnya setiap langkah
dalam gua harus dilakukan dengan hati-hati, penuh kewaspadaan.
Apalagi bila memegang sesuatu pada dinding atau atap gua untuk
menjadi keseimbangan.Keracuan bahan pencemar air dalam gua.
Berbagai insektisida dan pupuk kimia, dapat merupakan polutan dan
dapat membahayakan penelusur gua. Tim dari Lembaga Ekologi UNPAD
pada tahun 1989 dapat membuktikannya adanya kandungan DDT
dalam tetesan air dari plafon Gua Petruk.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
10
k. Sambaran petir. Tidak ada yang menyangka, bahwa masuk dalam gua tidak
menghindarkan seseorang dari sambaran petir. Hal ini berulang kali terbukti,
bahwa jauh ke dalam gua, petir masih dapat menyambar pula.
l. Bahaya akibat kesalahan atau kegagalan peralatan
Hal ini terutama terjadi, apabila kurang persiapan membawa sumber
cahaya. Betapa mudahpun suatu gua, penelusur tetap akan mati, bila tidak
cukup sumber cahaya. Apabila kalau sampai terserang banjir berjam-jam
lamanya. Setiap penelusur gua paling sedikit harus bawa tiga sumber cahaya
yang berbeda (termasuk lilin). Sumber cahaya utama harus dipadamkan
sewaktu terjebak banjir. Bila perlu selama beberapa jam harus digelapkan,
agar masih cukup tersedia sumber cahaya untuk keluar gua setelah banjir
lewat.
m). Akibat CAVE DIVING. Di AS (Florida) dalam kurun waktu 10 tahun, yang mati
akibat kegiatan CAVE DIVING sudah belasan. Hal ini justeru dialami oleh yang
mahir OPEN DIVING (di laut / danau). Mereka kurang hati-hati, dan kurang
tingkat disiplinnya terhadap waktu dan jarak tempuh. Berbeda dengan
penyelaman di udara terbuka, di atas penyelam gua menghadang atap
gua. Bila sudah terdesak waktu dan setiap kali terantuk atap gua, maka
penyelam gua biasanya panik dengan akibat fatal karena menghabiskan
udara yang dibutuhkan.
Pada umumnya dianut pameo bahwa, menelusuri gua itu jauh lebih
aman daripada naik kendaraan menuju gua atau pulang dari
penelusuran gua. Jalan raya adalah tempat yang jauh lebih rawan
daripada gua.
Keamanan menelusuri gua sangat tergantung kepada sikap dan tindak tanduk
si penelusur gua itu sendiri. Untuk memudahkan si penelusur gua mengingat
semua tindakan pengaman, maka HIKESPI telah menyusun ringkasan singkat
mudah diingat.
Kemana Anda pergi memasuki gua, beritahukanlah kepada teman atau
keluarga; KAPAN perginya, ke lokasi mana dan KAPAN pulangnya.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
11
Empat orang adalah jumlah MINIMAL yang dianggap aman untuk menelusuri
gua. Bila satu yang celaka, satu menemaninya, dua yang keluar gua
minta pertolongan.
Alat-alat yang dibawa harus memadahi. Setiap pemakai harus paham betul
cara menggunakannya.
Membawa TIGA SUMBER CAHAYA, lengkap dengan cadangan perlatannya,
merupakan kewajiban mutlak.
Ajak selalu orang yang berpengalaman dalam teknik penelusuran dan
berwibawa. Ia juga harus mengetahui seluk beluk lingkungan di bawah
tanah.
Nafas sesak dan tersengal-sengal merupakan pertanda, bahwa ruang gua
penuh karbodioksida. Karenanya harus cepat keluar gua.
Akal sehat, ketrampilan, persiapan matang, perhitungan cepat dan tepat, serta
pengalaman, menjadi PEGANGAN PENELUSURAN GUA, bukan adu nasib
atau kenekatan.
Naluri keselamatan yang ada pada setiap penelusur gua harus dikembangkan
dan diperhatikan, karena naluri ini sering diandalkan sebagai factor
pengaman ampuh.
2. SPELEOSENTRISME.
Perlu diketahui, bahwa pemikiran dari segi BAHAYA PENELUSUR TERHADAP GUA,
tidak mendapat perhatian yang seimbang. Hal ini disebabkan akibat
keacuhan, kurang pengertian terhadap bentukan alam yang begitu peka,
rendah daya dukungnya, rendah daya lentingnya. Akibat orang masuk gua
dapat dipelajari dari serial foto yang sering dibuat di Eropa dalam jangka waktu
10 sampai 50 tahun. Apa yang pada tahun 1800 masih merupakan gua utuh,
pada tahun 1850 sudah mulai rusak.pada tahun 1900 sudah rusak sebagaian
besar, pada tahun 1950 sudah rusak total. Di Jawa boleh dijadikan contoh Gua
Intan sebelah Gua Jatijajar, yang semula indah (sebelum PD II), kini sudah rusak
total.
Satu-satunya cara mencegah perusakan gua ialah dianutnya:
a. KODE ETIK PENELUSURAN GUA
Secara internasional disepakati, bahwa
menjelaskan/memberitahukan lokasi gua kepada awam, apabila
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
12
melalui media massa, adalah pelanggaran kode etik terberat,
apabila si penemunya belum yakin, ada instansi yang dapat
melindungi gua itu. Belum ada yang kompeten mengelolanya.
b. HARUS DITETAPKAN SISTEM PERIZINAN DAN REKOMENDASI KETAT
untuk menelusuri gua belantara yang belum dibuka untuk umum. Hal
ini secara konsekuen harus diikuti oleh perorangan atau instansi
manapun yang ingin memasuki gua tertentu, dan harus jelas apa
tujuannya. Harus ditindaklanjutkan dengan penyerahan laporan yang
bermutu. Pemberi rekomendasi harus berani bertanggung jawab dan
ikut dipersalahkan, bila sampai gua itu rusak atau terjadi hal – hal
yang menyebabkan kemuduran kualitas gua itu.
c. SECARA KONSEKUEN DITETAPKAN UNDANG – UNDANG TEPAT YANG
MELINDUNGI GUA DAN BIOTA DALAM GUA
Di AS setiap gua didenda minimal US$ 500,-. Undang-Undang
lingkungan hidup dan perlindungan jenis harus ditetapkan secara
konsisten.
d. AKSES TETAP DIBIARKAN SULIT
Sekali akses dipermudah, para vandalis dengan berbondong –
bondong akan mendatangai gua dan merusaknya.
e. LARANGAN MEDIA MASSA MENERBITKAN ARTIKEL MENGENAI GUA-GUA
INDAH DAN PEKA
Hal ini sulit diterapkan dan butuh pengertian dari media massa.
Redaksi harus sadar, bahwa PUBLIKASI mengenai lokasi gua hampir
senantiasa berbau publisitas, untuk memenuhi ego si penyebar berita.
Hampir tidak ada pemikiran atau tanggung jawab moral dari si
penyebar berita, akan bahaya perusakan gua oleh tindakannya itu.
Jadi si penyebar berita TIDAKLAH MANUSIA YANG BERTANGGUNG
JAWAB
f. JANGAN MENGAJAK SEMBARANG ORANG MEMASUKI GUA.
Secara internasional terbukti berulangkali, bahwa yang diajak itu
mungkin orang yang bermoral tinggi dan menjunjung tinggi etika
konservasi, namun ia pada gilirannya mengajak orang lain. Orang lain
mengajak lagi orang lain, yang sama sekali tidak dikenal oleh
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
13
pengajak pertama. Pada gilirannya masuklah para vandalis.
Mengantarkan peminat masuk gua, padahal belum kenal pada
peminat itu, juga pelanggaran etika. Sering hanya didasari ingin
pamer dan agar dirinya dianggap orang berpengalaman atau orang
terkenal. Padahal ia sebenarnya orang yang tidak bertanggung
jawab.
g. GUA DITUTUP
Biasanya dengan pintu gua (CAVE GATE) desain khusus, sehingga
tidak mengusik keluar-masuknya biota gua, khususnya kelelawar dan
burung kapinis dan wallet.
h. MENGSAKRALKAN GUA
Biar dianggap keramat. Dijaga jurukunci, yang senantiasa mengawasi
penelusur gua.
i. MELARANG TOTAL MEMASUKI GUA
Hal ini perlu diberlakukan, bagi gua yang memiliki nilai ilmiah tinggi,
amat peka, atau mempunyai nilai strategis tinggi. Juga apabila
memiliki nilai ekonomis tinggi oleh adanya sarang wallet, misalnya.
Pelarangan harus secara konsekuen dilakukan dengan
menempatkan penjaga di dekat mulut gua.
k. TIDAK MENYEBARKANLUASKAN LAPORAN DAN PETA GUA.
Laporan hanya untuk diserahkan kepada instansi pemberi izin dan
rekomendasi. Atau pada instansi yang mempunyai kepentingan
(PUSLIT ARKENAS, LIPI, dsb).
Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh penelusur gua terhadap gua dan isinya
banyak sekali. Bahaya itu berupa perusakan yang sifatnya PERMANEN atau
hanya SEPINTAS, KUMULATIF atau SINERGISTIK. Gangguan atau perusakan
permanen timbul, misalnya akibat gua itu “dipugar” dengan patung–patung,
seperti dalam gua Jatijajar. Biarpun patung-patung itu disingkirkan, gua sudah
kepalang rusak dan tidak mungkin diperbaiki. Juga apabila sedimen dibuang,
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
14
seperti pernah dianjurkan seorang pakar geologi untuk memugar suatu gua di
Jawa Tengah.
Sedimen merupakan tapak sejarah yang tidak dapat diganti, apabila dibuang.
Para ahli arkeologi, lapis demi lapis meneliti sedimen untuk menemukan fosil-fosil
zaman prasejarah. Para ahli paleontologi, palinologi, sedimentologi
(paleomagnetisme) akan kehilangan jejak, apabila sedimen terusik, diangkat,
demi untuk memudahkan turis umum memasuki gua.
Efek KUMULATIF terjadi bila banyak orang mengakibatkan gangguan yang
sifatnya penjumlahan sederhana. Misalnya 10 orang meninggalkan jejak 10 kali
lebih banyak dari 1 orang.
Efek SINERGISTIK terjadi bila timbul penjumlahan efek negatif secara deret ukur.
Jauh lebihbanyak daripada penjumlahan sederhana. Contoh : 5 kali memasuki
gua yang banyak kelelawarnya dalam satu hari, menimbulkan gangguan yang
tidak sama dengan penjumlahan sederhana ( lima kali terganggu). Kelelawar
begitu terusik, sehingga akan pindah tempat.
Efek negatif itu bisa berupa:
− Memasukkan bakteri, cendawan, ragi dari dunia luar ke dalam dan
merusak gua mikroekosistem gua.
− Hiruk pikuknya penelusur gua mengusik ketenangan abadi gua dan
karenanya juga mengganggu biota gua yang sudah mengadaptasi diri
mereka pada kesepian abadi.
− Lampu terang benderang mengusik biota gua. Dapat menumbuhkan
algae yang merusak.
− Bau karbit, Asap obor, dapat merusak lingkungan gua dan mengganggu
biota gua.
− Coret-coret, pengecatan dinding dan dekorasi gua.
− Pematahan dekorasi gua untuk dibawa pulang sebagai cindera mata.
Pengambilan mutiara gua. Menginjak formasi kalsit atau gipsun yang
teramat peka dan mudah rusak.
− Mencemari air dalam gua oleh karbit atau sisa makanan/minuman.
Merusak biota gua.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
15
Untuk menjaga keutuhan lingkungan gua, HIKEPSI berhasil pula menyusun
ringkasan policy yang mudah diingat:
Kepekaan gua dan lingkungannya terhadap setiap bentuk pencemaran harus
selalu diingat oleh penelusur gua.
Otoritas yang berwenang dalam konservasi alam hendaknya dihubungi untuk
diajak bekerja sama.
Nasehat dari ilmuwan dan saran-saran mereka senantiasa harus diperhatikan
dan dijadikan NARA SUMBER.
Sumber daya AIR, BIOTA, FORMASI dan SEDIMEN GUA perlu dijaga
kelestariannya.
Ekologi di dalam dan di luar gua ERAT HUBUNGANNYA dan berada dalam
KESEIMBANGAN DINAMIS.
Rehabilitasi kerusakan gua dan lingkungannya sangat mustahil dilakukan.
Vandalisme amat merusak gua dan lingkungannya. Harus aktif ditentang atau
dihindari.
Amankan gua dan lingkungannya, agar bebas coretan dan pencemaran.
Sadarkan semua pihak akan pentingnya hampir semua gua sebagai sumber
daya alam, yang karenanya perlu dilindungi.
Inisiatif ikut menjaga kelestarian gua dan lingkungannya, besar artinya bagi
NUSA, BANGSA dan GENERASI yang akan datang.
Yang penting saat ini ialah MENDATA SELURUH GUA yang ada di Indonesia
secara terintegrasi, karena tanpa pendataan tepat, mungkin gua - gua akan
lenyap dari bumi persada Indonesia.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
16
BAB II
KONDISI LUWENG SERPENG 2
DAN DAERAH TANGKAPAN AIRNYA
2.1. Lokasi Luweng Serpeng 2
Luweng Serpeng 2 atau masyarakat biasa menyebut Gua Seropan 2,
masuk dalam wilayah Dusun Serpeng, Desa Pacarrejo, Kecamatan Semanu,
Kabupaten Gunungkidul (Gambar 1). Luweng Serpeng 2 terletak disebuah alur
sungai musiman yang akan teraliri ketika musim hujan. Mulut luweng berada
pada level terendah sehingga akan menjadi akumulasi tangkapan air hujan.
Sistem perguaan di bawah terbentuk karena kontrol struktur/kekar. Mulut gua
terbentuk karena aktifitas air permukaan, membentuk koridor penghubung
dengan sistem perguaan di bawah.
Luweng Serpeng 2 memiliki dua buah entrance terpisah yang
berdekatan. Entrance (1) disebelah kanan terletak diposisi lebih atas,
menghubungkan langsung dengan dasar P17, entrance ini terbentuk terlebih
dahulu sebelum lintasan sungai pada level ketinggian sekarang. Entrance (2)
sebelah kiri berbentuk koridor vertikal yang simetris, sekarang merupakan lobang
pengeringan air hujan daerah tangkapannya.
Luweng Serpeng 2 (melewati Entrance(2) sebagai mulut gua) menurut
peta Cave Survey Mc Donald 82-84 adalah gua vertikal multipitch/ berundak
dengan urutan lintasan P3, P30, P17, P7, P7, P5, R3, R3 dengan variasi bentukan
lorong horisontal diantaranya (Gambar 2.1.).
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
17
Gambar 2.1. Peta Luweng Serpeng 2 (Sumber: MacDonald and Patners, 1983)
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
18
2.2. Iklim
Iklim di sekitar luweng Serpeng 2 dipengarui oleh angin muson
barat dan timur. Hujan terjadi November hingga April, sedangkan musim
kemarau terjadi pada bulan Mei hingga Oktober. Puncak hujan tertinggi
terjadi pada Bulan Januari dan Februari. Mulai Bulan Maret, intensitas
hujan mulai menurun. Rata-rata tebal hujan pada saat kejadian di stasiun
terdekat dari Luweung Serpeng 2 sebesar 255 mm dengan rata-rata hari
hujan 15 hari, atau dengan kata lain pada Bulan Maret terjadi hujan
setiap dua hari sekali. Penduduk lokal mengistilahkan hujan pada bulan
Maret sebagai hujan prêt-pret yang biasanya terjadi sebentar dengan
intensitas yang tidak terlalu besar. Pada bulan April, hujan terus mengecil
dengan dengan intensitas yang lebih rendah, sehingga penduduk
menyebutkan hujan pril-pril. Puncak musim kemarau terjadi pada Bulan
Aguastus dan September.
Tabel 2.1. Rata-rata hujan bulanan di Karst Gunungsewu dan sekitarnya dalam mm
2.3. Daerah tangkapan Air Luweng Serpeng 2
Luweng Serpeng 2 (Seropan) merupakan satu dari tiga luweng yang ada
komplek Gua Serpeng. Luweng Serpeng 2 dalam hal ini merupakan dasar
cekungan tertutup (doline) dan merupakan tempat masuknya aliran
permukaan ke sistem Serpeng. Dibandingkan dengan cekungan tertutup yang
terdapat di Karst Gunungsewu, doline serpeng termasuk dalam ukuran besar,
yaitu dengan luas 0,929 km2, lebar 830 m, dan panjang 1.855 m. Dalam hal ini
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
19
doline serpeng termasuk dalam doline orde 2. Doline Serpeng 2 ini sekaligus
merupakan daerah tangkapan air dari Luweng Serpeng 2.
Gambar 2.2. Daerah Tangkapan Luweng Serpeng 2
Daerah tangkapan air Doline Serpeng 2 secara umum berbentuk lonjong
yang berorientasi Baratlaut- Serpeng 2 termasuk terbentuk dari dua cabang
utama. Cabang petama dari arah utara yang lebih pendek, sedangkan
cabang ke dua yang lebih panjang berasal dari arah selatan. Tenggara. Elevasi
tertinggi berada di bagian Tenggara dengan tinggi 212.5 m dari muka air laut.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
20
Posisi mulut Luweng Serpeng 2 merupakan bagian terendah dari Doline Serpeng
2 yang berada di ketinggian 120 m dari muka laut. Kemiringan lereng dearah
tangkapan air rata-rata sebesar 7,2 %. Dasar lembah menjadi alur alir pada saat
hujan berupa bongkah-bongkah singkapan batugamping.
2.4. Batuan dan Tanah
Batuan yang terdapat di daerah tangkapan Luweng Serpeng 2 sebagian
besar adalah batugamping. Sebagian kecil di bagian Baratlaut mulut luweng
merupakan endapan tuf vulkanik dan batulempung. Batulempung menutup
bagian atas setebal kurang lebih 40 cm dan bagian bawahnya berupa tuf
vulkanik sekunder hingga setebal kurang lebih dua meter. Tuff dan lempung
tersingkap sekitar 100 meter di sebelah utara mulut Luweng Serpeng 2. Bagian
Tenggara seluruhnya berupa batugamping. Tanah penutuh di Doline Serpeng 2
juga dibedakan menjadi dua tipe. Di bagian utara-baratlaut merupakan tanah
hasil lapukan dari tuff vulkanik yang berwarna putih kehitaman dan di bagian
selatan dan tenggara merupakan tanah bertekstur pasir lempungan yang
berwarna kemerahan (terarosa).
Gambar 2.3. Gambar kiri adalah kondisi tanah di bagian baratlaut Luweng Serpeng, gambar kanan adalah kondisi tanah di bagian tenggara Luweng Serpeng 2
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
21
2.5. Tutupan Lahan
Secara umum tutupan lahan di area tangkapan hujan Luweng Serpeng 2
dapat dibedakan atas dua bagian yakni tegalan dan hutan. Area tersebut
tersusun mulai dari strata pohon, semak, herba dan rumput. Tutupan lahan
tersebut bukan merupakan hasil dari suksesi pertumbuhan vegetasi liar secara
alami, namun dominan diusahakan oleh aktivitas manusia. Area tegalan yang
meliputi sekitar sepertiga dari total area adalah sebuah lembah sempit yang
bermuara di mulut Luweng. Dari sekitar mulut Luweng, area tegalan terbentang
kearah utara sampai ke pemukiman penduduk. Jenis-jenis tanaman
penyusunnya didominasi oleh tanaman-tanama pangan seperti ketela pohon,
ubi jalar, jagung, dan kedelai yang ditanam berselang seling. Walaupun ketela
pohon mendominasi area tegalan, namun demikian tidak ditemukan pola
monokultur di area ini. Sedangkan untuk tanaman tahunan, dapat dibedakan
atas tanaman-tanaman buah seperti jambu dan mangga yang ditanam dekat
lokasi pemukiman, dan tanaman hutan seperti jati yang dominan tumbuh di
area tegalan. Struktur jati di area nampak seragam dengan diameter rata-rata
kurang dari 10 cm dan ketinggian tajuk sekitar 10 meter.
Untuk area hutan, yang meliputi dua pertiga dari total area, terbentang
di sebelah Selatan dan Timur Luweng. Area hutan ini umumnya berada di
sekitar batang sungai Kedaton, Ngarep Gudang dan sungai Kudu. Vegetasi
yang membentuk tegaan hutan ini didominasi oleh jati dan akasia dengan
ketinggian tajuk sekitar 10 meter dan diameter antara 10-15 cm. Secara umum
tajuk pohon-pohon ini seragam dan posisi tanam yang sudah terstruktur. Di area
hutan, tanaman jati dan akasia memiliki blok-blok tanam yang berbeda. Pada
lokasi tertentu, masyarakat setempat memanfaatkan ruang-ruang antar pohon
tersebut dengan menanam ketela pohon dan atau rumput gajah.
Terdapat berbagai jenis-jenis herba, semak dan tanaman lantai hutan
dan tegalan, seperti amarantus, eupatorium, ageratum dan berbagai jenis
rumput. Sekalipun demikian secara umum terlihat bila tutupan lantai
hutan/relatif terbuka. Baik semak, herba maupun rumput yang ditemukan tidak
membentuk suatu komunitas penyusun penutup lantai hutan/tegalan dengan
kuat.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
22
Gambar 2.4. Area hutan sekitar Luweng Serpeng 2 yang didominasi tegakan jati dan diselingi tanaman ketela pohon
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
23
BAB III
HASIL INVESTIGASI DAN FAKTA-FAKTA KEJADIAN
3.1. Kejadian Hujan dan Banjir serta Kronologinya
Hujan yang terjadi pada tanggal 19 Maret 2013 tidak merata di wilayah
Gunungkidul, Luweng Serpeng 2, dan sekitarnya. Demikian juga dalam hal
waktu kejadian hujan, dalam satu hari dapat terjadi lebih dari satu kali
kejadian hujan dengan internsitas yang berbeda. Hal ini dapat tergambar
dari kejadian hujan di Luweng Serpeng 2, Bedoyo dan Gombang. Hujan
tanggal 19 Maret 2013 di Bedoyo terjadi pada pk 17:19:54, di Gombang
pada pukul 16:26:43 (lihat tabel 3.1A dan B). Sedangkan menurut masyarakat
(Bp. Gunarto dan Mbah Gito), di luweng Serpeng 2 terjadi hujan pada pukul
15.15. Berdasarkan data hujan dari stasiun Bedoyo dan Gombang, hujan juga
terjadi pada hari-hari sebelumnya dengan intensitas ringan sampai sangat
lebat (lihat tabel 3.1 A dan B). Data tersebut menunjukkan karakter kejadian
hujan pada daerah ini dan sekitarnya.
Tabel 3.1. A. Data kejadian hujan dari stasiun hujan Gombang (49 M 465853, 9114035)
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
24
Tabel 3.1. B Data kejadian hujan dari stasiun hujan Bedoyo (49 M 471598, 9113708)
Tabel 3.1. C Data kejadian hujan dari stasiun hujan Sumbergiri (49 M 469509, 9119485)
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
25
Tabel 3.1. D Data kejadian hujan dari stasiun hujan Tambak Kromo. (49 M 474768, 9122378)
Tabel 3.1. E Data kejadian hujan dari stasiun hujan Ngipak. (49 M 463733, 9120247)
(Sumber: Stasiun hujan proyek IWRM Bribin, 2013)
Data yang disampaikan oleh panitia menunjukkan variasi kejadian hujan
dan cerah pada beberapa lokasi kegiatan(tabel 3.2), berdasarkan laporan
pengamatan visual setempat dari tim-tim yang berada di lokasi berbeda di
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
26
lapangan. Data ini merupakan salah satu acuan yang digunakan untuk
pengambilan keputusan kegiatan-kegiatan lapangan (sumber: diskusi tim-
panitia di fak. Geografi, UGM, 2/4/13).
Tabel 3.2. Informasi cuaca dari panitia (HIKESPI) pada saat kegiatan dan sebelum KDKL
Tanggal Kegiatan Lokasi Keterangan cuaca
Sumber
Pada kegiatan sebelum KDKL dilakukan kegiatan kursus instruktur dan asisten Instruktur yang dimulai pada tanggal 8 maret 2013
8/03/13 Tes calon INstruktur Jomblang (pacarejo)
Cerah Peserta & Panitia
9/03/13 Materi + praktek lapangan (goa Sodong)
Jomblang (pacarejo)& Pracimantoro
Sekitar pukul 09.00 terjadi hujan kecil ± 1 jam dan setelah itu cerah panas saat kegiatan di goa sodong
Peserta & Panitia
10/03/13
Penelusuran Goa Jati & Gilap
Ponjong Cerah panas Peserta & Panitia
11/03/13
Materi & praktek Jomblang/pacarejo
cerah panas Peserta & Panitia
12/03/13
Penelusuran Pule Ireng & Ngepoh
Tepus Cerah Panas Peserta & Panitia
13/03/13
Pemetaan Kali Suci/ Pacarejo Cerah panas Peserta& panitia
14/03/13
Tes Jomblang/ Pacarejo
Hujan pada pagi hari kurang lebih sekitar 1 jam, pada siang hari cerah panas
Peserta & panitia
Pelaksanaan kegiatan kursus Dasar dan Kurus Lanjutan penelusuran Goa yang dimulai pada tanggal 15 maret 2013
15/03/13
Materi Jomblang/pacarejo
Cerah Panas Peserta& panitia
16/03/13
Field trip & praktek Museum Karst & jomblang/ Pracimantoro&pacarejo
Cerah panas Peserta & panitia
17/03/13
Praktek Song Ciut/ Pacarejo
Cerah panas, namun pada sore hari sekitar pukul 3 terjadi hujan sekitar dengan lama waktu sekitar 5 menit
Peserta dan panitia
18/03/13
Praktek Jomblang & Grubuk
Cerah panas Peserta dan panitia
(Sumber: Panitia KDKL HIKESPI 2013)
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
27
Kronologi hujan dan banjir sungai sekitar Gua Serpeng pada Hari Selasa,
19 Maret 2013 dengan kejadian hujan dapat dijelaskan berdasarkan kronologi
sebagai berikut. Diawali dengan hujan dengan intensitas rendah pada pukul
10.30-11.00, hujan awal ini belum mengakibatkan aliran permukaan namun
meningkatkan kejenuhan tanah. Kejadian hujan kedua dengan intensitas lebih
banyak dimulai pada pukul 14.30/15.00, fase kedua hujan ini dimungkinkan
telah menyebabkan aliran permukaan namun dengan debit rendah.
Berdasarkan rekaman video (gambar 3.1), pukul 15.43 banjir di mulut Luweng
Serpeng 2 menghasilkan aliran air berwarna keputihan, dimungkinkan awal
banjir terjadi beberapa menit sebelumnya. Air berwarna keputihan tersebut
berasal dari daerah tangkapan bagian utara-baratlaut. Pukul 16.03 terjadi
puncak banjir hingga menutupi hampir keseluruhan bibir Luweng Serpeng 2.
Debit banjir sungai berlangsung selama 20 menit hingga pukul 16.25 kemudian
debit banjir mulai surut, debit bertahan dalam waktu yang lama.
Gambar 3.1. Kondisi banjir di mulut Luweng Serpeng pada saat kecelakaan. Gambar kiri sesaat setelah hujan banjir datang dengan warna air putih dan tidak terlalu besar (pukul 15.43). Air berwarna putih tersebut berasal dari tangkapan air di sisi utara dan baratdaya dari mulut luweng. Sekitar 15 menit kemudian gelombang banjir ketiga datang dengan air berwarna merah. Air ini berasal dari daerah tangkapan air yang lebih luas berada di sisi selatan/timurlaut mulut luweng. Tanda panah merah menunjukkan batu yang tertutup pada saat puncak banjir. Kedalaman air di depan mulut luweng pada saat banjir 80 cm, lebar lembah 3 meter.
Berdasarkan kronologi tersebut dan melihat pada karakteristik sungai,
yaitu waktu tempuh aliran yang sangat singkat,dimungkinkan apabila terjadi
hujan dengan intensitas tinggi dalam satu waktu maka akan langsung dirubah
menjadi aliran permukaan sejumlah hujan yang diturunkan. Kejadian hujan
pada tanggal 19 Maret menurut kesaksian penduduk (yang pada saat kejadian
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
28
berada di ladang, gambar 3.2) merupakan hujan terlebat yang terjadi di tahun
ini. Hujan disertai dengan angin dan berlangsung sangat cepat dari langit
cerah, tiba-tiba gelap dan akhirnya turut hujan. Kejadian hujan ekstrim di bulan
maret tersebut tidak diperkirakan sebelumnya oleh panitia. Menurut
pemahaman panitia pada bulan Maret tidak pernah terjadi hujan lebat. Hujan
pada umumnya datang dengan intensitas rendah dan sesaat.
Gambar 3.2. Tinggi air pada saat banjir menurut kesaksian petani yang saat kejadian hendak menyeberang. Lokasi lembah berada 400 meter dari mulut Luweng Serpeng 2 ke arah baratdaya. Ditengah lembah banjir setinggi pusar saksi
Berdasarkan pengamatan data lapangan dan data spasial peta kondisi
sungai sekitar Gua Serpeng dapat ditentukan lebar lembah selebar 2,5 meter;
panjang lembah 1,28 km; luas Daerah Aliran Sungai (DAS) sebesar 0,937 km2 ;
serta curah hujan pada tanggal 19 Maret 2013 diasumsikan sebesar 10 mm/
jam, selama 3 jam (berdasar stasiun hujan Bedoyo dan Gombang) maka akan
didapatkan dengan metode rasional (salah satu pendekatan penentuan debit
sungai) debit puncak banjir sebesar 468.216 m3. Secara terperinci ditunjukkan
oleh perhitungan berikut
Q = 0,028 * C*I*A
= 0,028 * 0,6 * 0,03 * 937000 m2
= 468,216 m3
Keterangan:
Q=debit puncak banjir; C=koefisien aliran (0,6 untuk aliran alami); I=perkiraan
curah hujan pada tanggal 19 Maret; dan A=luasan DAS (0,937 km2)
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
29
Selain analisis debit aliran diperlukan pula analisis waktu tempuh aliran sungai
yang dikaitkan dengan kejadian hujan sesaat waktu itu. Sehingga akan
diperoleh informasi seberapa lama waktu yang dibutuhkan hujan menjadi aliran
permukaaan hingga mencapai titik Luweng Serpeng 2. Pengukuran waktu
tempuh didekati dengan metode Manning`s dengan rumus sebagai berikut
V = dan Q =
keterangan :
v = kecepatan aliran (Spesific discharge) (m/dtk) ; Q = debit; R = radius hidrolik
(m); didapat dari R = A/P; A = luas penampang basah (m2); P = perimeter
basah; n = koefisien roughness Manning`s (diantara 0,025 saluran alami); S =
kemiringan sungai
Penentuan kecepatan (V) dengan waktu tempuh (T) dan panjang sungai (L)
didekati dengan rumus
T = L/60 V
maka dengan informasi yang didapat dapat diperoleh hasil pengukuran
sebagai berikut:
Luas Penampang Sungai
(Trapesium) 1,4 M
perimeter basah 2,3 M
R 0,61 Radius hidraulik
S 0,001 Kemiringan
lereng
N 0,055 Koefisien
manning
V 0.53 m/dt
T 39 Menit
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa dengan hujan sebesar 10 mm/jam yang
diturunkan pada karakteristik sungai sekitar Gua Serpeng akan menghasilkan
karakteristik aliran debit puncak banjir sebesar 468,2 m3 dimana alih ragam
hujan menjadi aliran dapat mencapai mulut Gua Serpeng selama 39 menit
(untuk aliran sungai sepanjang 1,28 km dengan kemiringan sungai 1 %)
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
30
3.2. Profil dan Karakter Luweng Serpeng 2
Luweng Serpeng 2 atau masyarakat biasa menyebut Luweng Seropan 2
termasuk dalam wilayah Dusun Serpeng, Desa Pacarrejo, Kecamatan Semanu,
Kabupaten Gunungkidul. Terletak diujung/ muara sebuah alur sungai
intermitten/ musiman yang akan teraliri ketika musim hujan karena terletak
disebuah daerah tangkapan. Mulut gua berada pada level terendah sehingga
akan menjadi akumulasi tangkapan air hujan. Sistem perguaan di bawah
terbentuk karena kontrol struktur/ kekar. Mulut gua terbentuk karena aktifitas air
permukaan, membentuk koridor vertikal penghubung dengan sistem perguaan
di bawah.
Luweng Serpeng 2 memiliki dua buah entrance terpisah yang
berdekatan. Entrance 1 disebelah kanan terletak diposisi lebih atas,
menghubungkan langsung dengan dasar P17, entrance ini terbentuk terlebih
dahulu sebelum lintasan sungai pada level ketinggian sekarang. Entrance 2
sebelah kiri berbentuk koridor vertikal yang simetris, sekarang merupakan lobang
pengeringan air hujan dari daerah tangkapannya.
Luweng Serpeng 2 menurut peta Cave Survey Mc Donald 82-84 (gambar
3.3) adalah gua vertikal multipitch/ berundak. Dipetakan melalui Entrance 2
dengan urutan lintasan P3, P30, P17, P7, P7, P5, R3, R3 dengan variasi bentukan,
panjang dan arah lorong horisontal diantaranya.
Pada keselurahan gambaran lorong Luweng Serpeng2, secara umum tiap
posisi terjunan atau titik jatuh air menjadi tempat yang berbahaya, karena selain
air dimungkinkan material yang lain ikut hanyut. Lintasan P3 hingga dasar P30
adalah daerah berbahaya karena merupakan corong lintasan banjir masuk dari
mulut gua.
Dasar P30 berupa kolam statis dengan luas sekitar 4X4 m2 dengan
daratan ada di bibir P17 dengan lebar sekitar 1.5 m. Daerah ini juga berbahaya
karena merupakan titik jatuh air dari mulut gua. Dasar P17 adalah sebuah
lorong yang cukup luas, lorong upstream sudah menjadi lorong fossil, arah
lorong downstream 330 o menuju P7 (yg pertama). Setelah menuruni lintasan P7
yang kedua, section ini menjadi daerah yang berbahaya terutama resiko banjir,
karena lebar lorong mulai menyempit dan tinggi atap lorong mulai merendah
hingga kolam besar diujung lorong gua. Karakter bahaya luweng serpeng 2
ditunjukkan pada gambar 3.4.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
31
Gambar 3.3. Peta Luweng Serpeng 2. Sumber: Cave Survey, Mc Donald 1982-1984
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
32
A
Daerah Rawan saat pnlusuran musim hujan karena Resiko Banjir
A B
D
Gambar 3.4. A. Zona rawan bahaya banjir di dalam luweng Serpeng. B. gambaran pilihan posisi lintasan pada Entrance 1 untuk menurunkan resiko karena banjir pada saat musim hujan. C. Foto dari dalam goa ke arah luar yang menunjukkan posisi Entrance 1 dan Entrance 2. D. Foto mulut gua saat terjadi banjir fase pertama pada saat kejadian kecelakaan (Sumber: Hasil analisa peta luweng Serpeng 2 (Mac Donald, 1983), Analisa hasil rekonstruksi lapangan, Foto dok.Panitia KDKL Hikespi, Foto rekostruksi)
C
Entrance (1)
Entrance (2)
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
33
3.3. Manajemen
3.3.1 Bentuk Kegiatan, Jadwal Kegiatan, Susunan Kepanitiaan dan Daftar
Peserta Pendidikan
Secara berkala dan rutin HIKESPI mengadakan kursus speleologi untuk
berbagai jenjang. Pada tanggal 8-14 Maret 2013 diadakan kursus untuk jenjang
Assistant Instructor dan Instructor HIKESPI. Setelah itu rangkaian kursus dilanjutkan
dengan jenjang Kursus Dasar pada tanggal 15-18 Maret 2013 dan Kursus
Lanjutan pada tanggal 19-21 Maret 2013. Kecelakaan di Luweng Serpeng 2
pada tanggal 19 Maret 2013 adalah terjadi pada salah satu kegiatan dalam
rangkaian kegiatan lapangan pada jenjang Kursus Lanjutan.
Susunan kepanitian, daftar peserta dan jadwal kegiatan disampaikan
sebgai berikut:
3.3.1.1 Daftar Susunan Panitia Kursus Dasar Kursus Lanjutan HIKESPI 2013
Penanggung jawab : Cahyo Alkantana (President Hikespi)
Ketua Panitia : Ardian Dinata (Instructor)
Sekretaris : Christiana Kartikasari (Instructor)
Bendahara : Febrianti Nur Azizah (Assistant Instructor)
Dokumentasi : Nikki Adam Budiman (Eks KD KL 2011)
Logistik : M. Taufik (Assistant Instructor)
Rahadyan Arka Shunu (Assistant Instructor)
Saddam Surbakti (Assistant Instructor)
Time Keeper : Fransiskus (Assistant Instructor)
Oktaviana Palobo (Assistant Instructor)
Transportasi : Reza (Eks KD KL 2011)
Wawan Kirnanto (Assistant Instructor)
P3K : Alex Machmudin Ali (Assistant Instructor)
Hilary Reinhart (Assistant Instructor)
Konsumsi : Nur Abdullah Ikhsan (Assistant Instructor)
Miftakul Rizki (Assistant Instructor)
Panitia lain yang membantu :
Nafikur Rochman/Nafik (Chief Instructor)
Adi Kusuma (Chief Instructor)
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
34
Djuhariono/Sodom (Chief Instructor)
Baby Wenas (Assistant Instructor)
M. Iqbal Willyanto/Bim-bim (Master Instructor)
Bachruddin Affandi/Udin (Master Instructor)
Kuat Budi Santosa/Petrik (Master Instructor)
Harto Dharmono/Cipit (Instructor)
Fajar Utama (Instructor)
Kawek (Master Instructor)
Kurniawan Adi Wibowo/Pitik (Instructor)
Galih Novianto/Limpunk (Assistant Instructor)
Dedi Eryadi/Kondim (Assistant Instructor)
Maman Suryaman (Assistant Instructor)
Yayum Kumai (eks KDKL 2012)
Chevy (eks KDKL 2012)
3.3.1.2. Jadwal Umum Kegiatan
Tanggal Kegiatan Lokasi
Pada kegiatan sebelum KDKL dilakukan kegiatan kursus instruktur dan asisten Instruktur yang dimulai pada tanggal 8 maret 2013
8/03/13 Tes calon Instruktur Jomblang (pacarejo) 9/03/13 Materi + praktek lapangan
(goa Sodong) Jomblang (pacarejo)& Pracimantoro
10/03/13 Penelusuran Goa Jati & Gilap
Ponjong
11/03/13 Materi & praktek Jomblang/pacarejo 12/03/13 Penelusuran Pule Ireng &
Ngepoh Tepus
13/03/13 Pemetaan Kali Suci/ Pacarejo 14/03/13 Tes Jomblang/ Pacarejo Pelaksanaan kegiatan kursus Dasar dan Kurus Lanjutan penelusuran Goa yang dimulai pada tanggal 15 maret 2013
15/03/13 Materi Jomblang/pacarejo 16/03/13 Field trip & praktek Museum Karst & jomblang/
Pracimantoro&pacarejo 17/03/13 Praktek Song Ciut/ Pacarejo 18/03/13 Praktek Jomblang & Grubuk 19/03/13 Praktek Luweng Ceblok, Lweng Ngingrong,
Luweng Serpeng2 20/03/13 Praktek Self Rescue Jomblang Resort
21/03/13 Test Jomblang Resort
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
35
3.3.1.3. Daftar Peserta dan Instruktur ( Tanggal 19 Maret 2013 )
1. Tim Luweng Serpeng 2
A. Peserta:
No. Nama Asal Organisasi/Instansi
1 Dina Santana Kamapala
2 Inu F. Ghaniy Dimpa UMM 3 Novianus Tangala Mapala UVRI Makassar 4 Anna Dian Setiawati MAPAGAMA UGM 5 Yores PALAWA UAJY
6 Febri Surya Pratama Mapala SAKAI 7 Faizal Rochim OPA DIAZ Malang 8 Herdinan SWATALA – UMB 9 Ridha Yana Mapala Stienas Banjarmasin 10 Dodik Setyawan Pokdarwis Kalisuci 11 Wahyu Febrianto Pokdarwis Kalisuci 12 Harun Wulawarman MAREPAL UNRIYO 13 Siti Nur Aisyiah WAPEALA UNDIP 14 Qhodirun GAMAPALA 15 Oktavius Ekapranata PALAWA UAJY
16 Ganang Samudra ISI Yogyakarta 17 Hevin Faharisa MAPALA SATRIA – UMP 18 Dian Putri Permatasari MATALABIOGAMA UGM 19 Wildan Supriansyah MAPALA SIGINJAI UNJA
20 Sri Hidayati OPA SIKLUS ITS B. Panitia : No. Nama Level Asal
1 Nafikur Rochman Chief Instructor Tuban 2 Cipit Instructor Malang 3 Wawan K. Assistant Instructor Gunung Kidul 4 Fransiskus (anchor) Assistant Instructor Yogyakarta 5 Febrianti Nur Ajizah Assistant Instructor Yogyakarta
2. Tim Gua Ceblok
A. Peserta:
No. Nama Asal Organisasi/Instansi
1 Mustafaenal Achyar M.Z Mapala STIEM Palopo 2 Fuad Hilmi Swatala UMB 3 Diah Anggraeni Wapeala UNDIP
4 Fitriani Uvri Makassar 5 Muh. Fajrin Wahyudi UIT Makassar 6 Iis Dewi Masruroh MPA Jonggring Salaka 7 M. Reza Halomoan Mapala Siginjai UNJA
8 Yonathan Dwi Priambodo Aldakawanaseta 9 Nordin Kompas Borneo UNLAM 10 Mahfazhul Muharrom KMPA Eka Citra UNJ 11 Fedi Syafiuddin Umum
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
36
12 Sobirin Umum
13 Fuadi Sejahtera PMPA Palawa UNPAD 14 Ainur Rosyadah Soraya Mahipal Unirow 15 Eri Mulizar Edelweis Aceh 16 M. Haikal Muthaqin Mapala Semak Aceh 17 Tsalisus Sya’diyah MPA Ghubatras 18 Resnu Faskar Mapala STTL 19 Rifzi Ali Haihata 20 Khairunnisa Mapala Stienas Banjarmasin
B. Panitia:
No. Nama Level Asal
1 Kawek Master Instructor Jakarta 2 Ardian Dinata Instructor Palembang 3 Alex Assitant Instructor Buniayu 4 Kondim Assitant Instructor Tasikmalaya
5 Limpung Assitant Instructor Yogyakarta 6 Djuhariono Chief Instructor Surabaya
3. Tim Gua Ngingrong
A. Peserta:
No. Nama Asal Organisasi/Instansi
1 Wiji Utomo Mapala Satria UMP 2 Sulfitriani Mapala 09 SMFT-UH 3 Puput Nur Alfidah Mahipal Unirow 4 Indra Safi’i Mapagama 5 Fredikus Viktorianus Dasilva Mapalista 6 Ria Riska Tompusmera Teksapala 7 Ade Hamid Arif PMPA Palawa UNPAD 8 Fadel Mukti Hardiman PLH Siklus ITS 9 Rangga Yudistira Gamapala 10 Akip Saputra Malimpa UMS 11 Moh. Fityan Fathanah Haihata
12 Toucher Laode Mapala Unsultra Kendari 13 Yulyasri Christiani Saragi Palawa UAJY 14 Aulia Rahman PMPA Palawa UNPAD 15 Ruli Junaidi Eka Citra UNJ
16 Pratiwi MK Mapala Salawat Umpar 17 Sri Nurfianti Mapala Salawat Umpar 18 Ade Kurniawan Palmater 19 Wildan Suprian Syah Siginjai UNJA 20 Kodrat Agusti Syahputra Mapala Sakai
B. Panitia:
No. Nama Level Asal
1 M. Taufik Assitant Instructor Madura 2 Ikhsan Assitant Instructor Tuban 3 Oktaviana Palobo Assitant Instructor Makassar
4 M. Iqbal Willyanto Master Instructor Yogyakarta 5 Petrik Master Instructor Tuban 6 Fajar Utama Instructor Tasikmalaya
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
37
3.3.2. Manajemen terkait Aspek Persiapan dan Pengorganisasian Kegiatan.
Manajemen kegiatan dalam hal pemilihan lokasi (luweng) dalam
kegiatan KDKL Hikespi adalah Hit and Run. Jika lokasi dianggap layak saat akan
mulai kegiatan maka kegiatan dilaksanakan, jika tidak maka akan dicari lokasi
lain yang dianggap layak.. Tidak ada survey awal kondisi gua dan
lingkungannya, yang diikuti oleh seluruh pendamping/instruktur kegiatan.
Beberapa pendamping dan instruktur datang pada saat hari berlangsungnya
rangkaian kegiatan pendidikan HIKESPI. Survey awal sebagai persiapan
kegiatan untuk menganalisa resiko tidak dilaksanakan dengan alasan bahwa
kegiatan sudah beberapa kali dilakukan di lokasi yang sama, jadi dianggap
sekalipun dilakukan survey dan terjadi hujan pada saat pelaksanaan maka
hasilnya sama saja , menunda penelusuran gua. (Pernyataan Presiden Hikespi,
22 Maret 2013)
Mengacu pada materi Kewajiban Penelusur Gua, yaitu: "senantiasa
memperhatikan keadaan cuaca, serta tidak memasuki gua yang mudah
kebanjiran pada musim hujan" (sumber: Materi Kewajiban Penelusur Gua, KDKL
HIKESPI), mengacu pada materi aspek Bahaya penulusuran gua, antara lain:
bahaya-bahaya, antroposentrisme (Materi KDKL HIKESPI, Bahaya-bahaya
Antroposentrisme, point 1.4), mengacu pada kompetensi materi Geomorfologi
Karst HIKESPI: " Dapat mencirikan bentukan spesifik di kawasan Karst baik
di permukaan maupun di bawah permukaan " (Sumber Silabus dan
Kompetensi Kusrsus HIKESPI) , dan mengacu pada kompetensi materi
Hidrologi Karst HIKESPI : " Dapat menganalisa hidrologi Karst secara aplikatif
serta aplikasinya pada kegiatan penelusuran goa ( bahaya banjir, survei
sungai bawah tanah, dll ) (Sumber Silabus dan Kompetensi Kusrsus
HIKESPI), maka dapat dikatakan bahwa melakukan penelusuran gua yang
terletak di sistim aliran permukaan yang terhubung pada catchment area pada
waktu musim hujan adalah suatu tindakan yang beresiko tinggi terkait bahaya
kebanjiran di dalam goa.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
38
3.3.3. Manajemen terkait Aspek alam: Morfologi Karst Cuaca/ Musim.
Pada hari kejadian kecelakaan, 19 Maret 2013, kegiatan lapangan
penelusuran luweng peserta KDKL HIKESPI dilaksanakan pada tiga gua yang
berbeda, yaitu Luweng Ngingrong, Luweng Serpeng 2, dan Luweng Ceblok.
Ketiganya mempunyai faktor ancaman yang sama, yaitu terletak didaerah
tangkapan air hujan dan kegiatan dilakukan pada saat musim hujan belum
berakhir. Hampir pada waktu yang bersamaan ketiga gua tersebut mengalami
banjir yang sama Kegiatan di Luweng Ceblok hampir selesai ketika aliran air
memasuki luweng. Kegiatan di Luweng Ngingrong baru selesai ketika banjir
datang. (Sumber : wawancara panitia KDKL, 23 Maret 2013). Gambar 3.10
menunjukkan banjir pada pk 17.11 WIB di Luweng Ngingrong, setelah kegiatan
penelusuran selesai.
Gambar 3.5 Foto kejadian banjir di gua Ngingrong beberapa saat setelah kegiatan penelusuran selesai dilaksanakan. Foto diambil pada tanggal 19-03-2013, pukul 17.11 WIB
Ancaman dari faktor alam dalam kecelakaan ini adalah lokasi mulut
gua berada pada suatu daerah tangkapan air hujan, berada pada ujung
sungai musiman tempat mengalirnya air hujan daerah tangkapan dan kegiatan
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
39
dilakukan pada saat musim hujan masih belum berakhir. Dimungkinkan dengan
adanya kejadian hujan di hari-hari sebelumnya (Tabel 3.1 A B C D E Kejadian
hujan dari stasiun Gombang, Bedoyo, Sumbergiri, Tambak Kromo, Ngipak),
walaupun tidak sampai banjir, sudah jadi aliran permukaan dan masuk kedalam
gua. Terlihat masih ada genangan air di depan mulut gua dan di static pool di
dasar P30 (Gambar 3.6 A dan B).
Gambar 3.6 A : Foto dasar P3/ bibir P30 yang masih terdapat genangan air di statik pool (Sumber dokumentasi KDKL 2013). B : Foto static pool dasar P30 saat rekonstruksi. Pada hari kejadian 19/03/2013 saat sebelum terjadi banjir, kondisi static pool ini penuh air, berwarna lebih terang (Sumber: Keterangan Cipit saat rekonstruksi, Sumber foto : rekonstruksi 23 Maret 2013)
Pada saat tanggal 19/03/2013 dimungkinkan kondisi lapisan tanah
penutup di daerah catchment area masih jenuh air. Ketika datang hujan
dengan intensitas yang cukup, segera menjadi aliran permukaan dengan
kecepatan dan debit yang cukup besar sehingga menimbulkan banjir.
3.4. Teknik Penelusuran Gua Vertikal, Rigging dan Kejadian Kecelakaan,
Operasional Rescue
3.4.1. Teknik Penelusuran Gua Vertikal
Dalam pendidikan KDKL Teknik Penelusuran Gua Vertikal yang digunakan
adalah Single Rope Technique (SRT). Dalam teknik ini penelusur hanya
menggunakan sebuah tali untuk menaiki (ascending) maupun menuruni tali
(descending). Berbagai sistem SRT dikenalkan dalam tahapan pendidikan KDKL
Hikespi. Sedang sistem SRT yang didalami dan digunakan adalah Frog Rig
System atau sering disebut Sit and Stand system.
A B
B C
B C
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
40
3.4.1.1 Ascending
Dalam Frog Rig System , proses ascending menggunakan sebuah hand
ascender dan sebuah chest ascender yang secara bergantian akan bergerak
ke atas dan menambatkan beban penelusur ke tali. Hand ascender/ jammer
dihubungkan dengan sebuah cowstail (sisi panjang) ke seat harness penelusur.
Hand ascender dihubungkan dengan footloop digunakan untuk tumpuan kaki
saat mengangkat badan ke atas. Selain itu sebuah chest ascender yang biasa
dipakai adalah croll, yang dihubungkan dengan seat harness dan diikatkan
pada dada dengan menggunakan sebuah chest harness. Croll ini digunakan
untuk menambatkan beban penelusur pada saat menaiki tali (gambar 3.7. A
dan B).
Prosesi kerjanya adalah sebagai berikut. Pada kondisi diam di tali,
penelusur akan menggantungkan beban tubuhnya pada croll, kemudian
mendorongkan jammer keatas untuk mendapatkan jarak dengan croll nya.
Langkah selanjutnya penelusur akan berdiri bertumpu pada footloop yang
tertambat pada jammer, pada langkah ini croll akan bergerak mendekati posisi
jammer bersamaan dengan naiknya badan. Langkah berikutnya penelusur
akan duduk kembali dan menggantungkan beban tubuhnya pada croll,
demikian proses ini berulang.
3.4.1.2. Descending
Peralatan descending biasa menggunakan descender auto stop
maupun simple stop. Alat ini bekerja dengan memanfaatkan friksi antara tali
dengan roda statis pada descender. Pada SRT kecepatan bukanlah hal yang
diutamakan saat melakukan descending (Gambar 3.7 A dan C)
Gambar 3.7 A. Peralatan Descending dan Ascending pada Single Rope Technique, B. Posisi Ascending, C. Posisi Descending.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
41
3.4.2 Rigging dan Kejadian Kecelakaan
3.4.2.1. Rigging
Rigging adalah teknik untuk menambatkan dan membuat lintasan tali
baik vertikal maupun horisontal. Tambatan yang digunakan bisa berupa
tambatan alam, dan juga tambatan buatan (artifitial anchor). Variasi rigging
juga beragam yang disesuaikan dengan bentuk medan guanya dan fungsinya.
3.4.2.1.1. Lintasan dari Entrance 2 ke P3 m:
Backup anchor menggunakan sebuah pohon di sisi kiri pada alur sungai,
bila kita menghadap kearah luar gua. Main anchor terletak di sebuah batu di
sebelah kanan alur air yang ke dalam gua (Gambar 3.8a Adan B).
Gambar 3.8 A. Panah menunjukkan posisi backup anchor, B. Panah menunjukkan posisi main anchor (sumber rekonstruksi lapangan 23 Maret 2013.
3.4.2.1.2. Lintasan P30 (Dari dasar P3 ke dasar P30 )
Lintasan ini menggunakan sisa tali yang sama dari lintasan P3, artinya
anchor di lintasan P3 akan berfungsi menjadi backup anchor untuk lintasan
section ini. Main anchor berbentuk Y anchor, sisi kiri tali ditambatkan pada
sebuah lobang tembus, dengan menggunakan webbing disambungkan
dengan carabiner dan tali dengan menggunakan simpul Figure of Eight, sisi
kanan adalah lobang tembus didekat lantai gua dengan menggunakan
webbing disambungkan dengan carabiner dan tali menggunakan simpul
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
42
Alpine Butterfly. Kedua posisi anchor sangat dekat dengan lantai gua, yang
merupakan alur air masuk ke dalam gua.
Gambar 3.9. A. Foto yang diambil dari dalam gua menggambarkan posisi dan bentuk anchor yang terpasang pada bibir P30 (sumber rekonstruksi 23 maret 2013), B. Foto yang diambil dari bibir P3, menunjukkan bibir P30 (sumber dokumentasi kegiatan KDKL Hikespi 2013)
Untuk melindungi tali dari gesekan dengan lantai gua dipasang sebuah
padding di bibir P30. Lorong gua sedikit mengarah kekanan ketika mulai
dituruni, dipertengahan lintasan lorong kembali sedikit berbelok ke arah kiri.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
43
Disetiap perubahan arah lorong ini dipasang sebuah padding untuk melindungi
tali dari friksi.
Gambar 3.10. . Foto diambil dari bibir P30, menggambarkan arah lorong menuju dasar P 30, dan panah menunjukkan posisi pemasangan padding (sumber dokumentasi kegiatan KDKL Hikespi 2013)
Menjelang 5 meter dasar P30, terpasang sebuah simpul sambungan tali
(2 buah tali 50 meter), menjelang 3 meter dasar pitch lintasan berbentuk
overhang, dititik ini dipasang sebuah padding untuk melindungi tali dari
gesekan.
3.4.2.1.3. Lintasan P17 (Dari dasar P30 ke dasar P17) :
Lintasan untuk menuruni P17 menggunakan sisa tali dari atas (P30).
dipasang sebuah backup anchor pada dinding diposisi berlawanan arah
dengan bibir P 17. Kemudian dipasang sebuah main anchor pada lobang
tembus di lantai dasar P 30 menggunakan webbing. Tali ditambatkan
menggunakan simpul butterfly. Fall factor diperkecil dengan cara
memperpendek lengkungan tali lintasan dengan menggabungkan dua bagian
tali sebelum backup anchor dan sebelum main anchor P17 menggunakan 2
simpul butterfly pada masing-masing bagian yang dihubungkan degan
carabiner. Bentuk instalasi rigging pada P 17 (dasar p 30) ditunjukkan melalui
gambar-gambar berikut.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
44
Gambar 3.11. A. Ilustrasi bentuk rigging lintasan P 17, B. foto rekonstruksi bentuk rigging dan posisi main anchor lintasan P 17, C. rekonstruksi bentuk rigging dan posisi backup anchor P17 (Sumber: Analisa hasil rekonstruksi, Foto-foto rekonstruksi Kecelakaan Luweng Serpeng2, 23 maret 2013)
3.4.2.2. Kejadian Kecelakaan
Pada saat kelima korban di dasar P30 terjebak banjir, mereka bertahan di
sebuah cerukan sisi kanan bibir P17 (gambar 3.12), mengamankan diri dengan
cara menambatkan jammer pada tali lengkungan yang titik tambatnya ada
pada backup anchor lintasan P17 (sumber: keterangan dari wawancara Cipit di
ruangan dan di lapangan). Komposisi peserta banding instruktur adalah 1
instruktur (Cipit) dan 4 peserta (Dodon, Sam, Dian, dan Hevin)
Arah titik jatuh tali dari backup anchor lintasan P17 mengarah pada bibir
P17. Jika terjadi aliran air dari atas, titik jatuh tali akan berada tepat pada aliran
terjunan di bibir pitch 17 yang menuju ke dasar pitch. Pada saat kejadian banjir
para korban tidak sempat membuat tambatan tambahan di sekitar dinding
atau atap ceruk tempat mereka berlindung yang dapat mencegah titik jatuh
mereka mengarah ke bibir P17. Lima korban yang terseret air tertahan di bibir
P17, tepat di titik terjunan air. Besarnya debit air yang mengalir ke dalam gua
dan melewati bibir P17 sangat menyulitkan para korban membebaskan diri dari
bibir P17.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
45
Gambar 3.12 A. Gambaran saat para penelusur berlindung di ceruk (1) ketika banjir. Mereka menambatkan diri pada tali (2) yang terhubung dengan backup anchor (3) sebagai titik tambatan, yang titik jatuhnya mengarah ke bibir P 17 (4) tepat posisi mengalirnya air ke dasar pitch.B. Gambaran saat para penelusur terseret air, tertahan pada bibir P17, menggantung pada tali yang titik jatuhnya berada di bibir P 17, tepat sebagai tempat mengalirnya air ke dasar pitch (Sumber: Hasil analisa berdasarkan wawancara dan rekonstruksi dengan Instruktur korban)
Pada saat kejadian, dari Entrance (2) hingga dasar P17 ketinggian
anchor terpasang dimasing-masing lintasan ada diposisi rendah mendekati
lantai atau alur aliran air, kecuali backup anchor untuk P17. Posisi main anchor
P17 yang terletak dilantai bibir pitch sangat tidak memungkinkan penelusur
untuk menyelamatkan diri dari banjir dengan menuruni lintasan. Hal ini
disebabkan karena lintasan tali menempel dinding gua dan terendam air yang
mengalir kebawah. Juga titik jatuh lintasan tali tepat di titik air terjun yang
menuju ke dasar P17.
BA
1
2 3
4
1
2 3
4
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
46
3.4.3. Operasional Cave Rescue
Usaha rescue dengan ancaman banjir menjadi sangat genting dalam sisi
emergency respon, Juga sangat susah untuk menilai setiap tindakan yang
diambil team maupun personel rescue karena terbatasnya gambaran/
informasi kondisi gua (debit dan tinggi muka air), ancaman resiko banjir susulan,
kondisi korban, jumlah peralatan, jumlah dan kemampuan teknis personel, jaring
kerja dan komunikasi, dan lain-lainya. Aspek rescue yang dibahas hanya
menampilkan fakta dan memberi gambaran pilihan keputusan yang mungkin
dilaksanakan.
3.4.3.1.Instalasi Rescue
Instalasi Lintasan Rescue dipilih melalui Entrance 1, karena titik ini akan
aman dari jatuhan air banjir dan langsung menuju dasar P17. Di posisi Entrance 1
terdapat 3 personil yang bertugas mengawasi dan mengontrol pergerakan
korban ketika dievakuasi, juga komanado utama untuk personel hauling
lainnya.
3.4.3.1.1. Lintasan Searching (A)
Lintasan Searching digunakan untuk rescuer ketika melakukan pencarian
posisi korban kecelakaan ketika banjir. Lintasan ini dipasang melalui Entrance 1,
dengan sedikit lintasan traverse di bawah bibir pitch. Lintasan ini akan langsung
menuju dasar P17, dengan panjang hampir 50 meter. Tambatan yang
digunakan adalah gabungan beberapa lobang tembus di sekitar Entrance 1.
3.4.3.1.2. Lintasan Rescuer (B)
Digunakan untuk rescuer mendampingi dan mengarahkan korban ketika
dievakuasi keatas/ hauling. Lintasan ini dipasang melalui Entrance 1, lintasan tali
ini akan langsung menuju dasar P17, dengan panjang hampir 50 meter.
Tambatan yang digunakan adalah gabungan beberapa lobang tembus di
sekitar Entrance 1.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
47
3.4.3.1.3. Lintasan Hauling (C)
Digunakan untuk mengevakuasi korban keatas, kearah luar gua. Lintasan
ini dipasang melalui Entrance 1, untuk melindungi tali dari gesekan , titik-titik friksi
dipasang lembaran padding. Lintasan ini memanjang ke arah luar gua, dikunci
pergerakan talinya dengan menggunakan dua buah jammer di pohon yang
sama yang digunakan sebagai backup anchor lintasan P3. Di titik ini
dioperasikan oleh 5 orang, sebagai operator kerja jammer dan penarik. Tali terus
memanjang lebih ke arah luar, disebuah pohon dikunci pergerakannya dengan
descender. Titik ini sebagai tempat menarik korban dari dasar gua sesuai aba-
aba operator dan rescuer di Entrance 1. Tali ditarik oleh sekitar 30 orang, instalasi
tanpa menggunakan Z-rig system adalah pilihan tepat mengingat adanya
kemungkinan bahaya banjir kembali sehingga membutuhkan kecepatan, dan
cukup banyaknya personel yang membantu menarik.
3.4.3.2. Mekanisme Rescue
Korban dievakuasi keatas dengan tetap menggunakan set SRT lengkap,
tali hauling di tambatkan pada seat harness dan pada chest ascender, dan
supaya posisi korban tetap dekat tali dibantu sebuah webbing. Tiap satu korban
di hauling, dengan didampingi satu rescuer untuk memosisikan korban terutama
saat melewati titik friksi/ overhang.
Tiga orang operator di Entrance1 bertugas mengawasi dan mengontrol
pergerakan korban. Memberi aba-aba kecepatan tarikan hauling kepada para
personel penarik. Lima orang operator pada pohon pertama akan
mengoperasikan pergerakan dua buah ascender sebagai pengunci gerakan
dan ikut menarik tali hauling.
Tiga puluh orang pada pohon kedua bertugas menarik tali hauling,
dengan selalu memperhatikan aba-aba operator dan rescuer di Entrance 1,
satu orang lainya mengoperasikan descender sebagai pengunci ke dua.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
48
Gambar 3.13. Gambaran instalasi dan mekanisme evakuasi korban dari Entrance
1.(Sumber: Hasil analisa rekonstruksi lapangan, Foto-foto PMI Kabupaten Gunungkidul,
Yogyakarta).
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
49
3.5. Kronologi Kejadian
3.5.1 Rangkuman Kronologi Kejadian
Kronologi kejadian meliputi sebelum kecelakaan, pada saat kecelakaan,
dan proses evakuasi korban dirangkum dalam Gambar 3.14. Warna hijau
menunjukkan kronologi kegiatan, warna hitam menjelaskan krologi kejadian
alam (hujan dan banjir).
Gambar 3.14. Diagram Fish Bone yang memberikan gambaran Kronologi Kejadian-kejadian sebelum sampai sesudah terjadinya kecelakaan Luweng Serpeng 2 (Sumber: Hasil analisa Tim Investigasi berdasarkan kumpulan fakta dan rekonstruksi lapangan)
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
50
3.5.2. Detil Kronologi Kecelakaan Luweng Serpeng 2
Pada tulisan berikut ini disampaikan kronologi kecelakaan luweng serpeng
2 yang terjadi pada kursus KDKL HIKESPI - 19 maret 2013 dalam bentuk rangkaian
fakta-fakta yang dikumpulkan dari berbagai sumber.
KRONOLOGI KECELAKAAN LUWENG SERPENG 2
1. Waktu : 07.00 – 08.00 WIB
Tempat : Pendopo resort Gua Jomblang
Keterangan : Peserta mulai sarapan, pembagian kelompok
Gambar 1 A, B : Foto suasana sarapan sebelum kegiatan, C : Foto pembagian kelompok (Sumber: pribadi peserta ( folder Inu Dimpa ), Kamera : Canon Power Shot)
C
B
A
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
51
2. Waktu : 08.00 – 08.33 WIB
Tempat : Gua Jomblang
Keterangan : Briefing eksplorasi gua
- Cahyo memberikan briefing kepeserta. Soal gambaran lokasi gua untuk
kegiatan. (Sumber :Foto kegiatan gambar 2B )
- Briefing pagi mulai sekitar dari jam 08.00. (Sumber : Ana,peserta)
- Sebelum berangkat ada briefing terlebih dahulu dari Cahyo Alkantana
yang menyampaikan SOP secara garis besar. Pada briefing deskripsi gua
telah dijelaskan, pemetaan, peralatan, dan lain-lain. Pada saat itu cuaca
cerah dan langit biru. (Sumber : Cahyo, Nafik, Cipit, Instruktur). Tim
Ngingrong ditekankan untuk hati-hati karena bahaya saat musim hujan
(sumber: Ana, peserta). Setelah itu Cahyo melakukan kegiatan lain di
pantai Indrayanti.
Gambar 2 A : Foto briefing oleh para instruktur/ pendamping, Gambar 2B : Foto briefing oleh Cahyo Alkantana (Sumber : pribadi peserta, folder Inu Dimpa, Kamera : Canon Power Shot)
A B B
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
52
3. Waktu : 09.00 - 10.00 – 11.00 WIB
Tempat : Camp Jomblang, Perjalanan Tim
Keterangan : Keberangkatan tim
Kejadian Alam :
- 10.30 - 11.00 WIB. Gerimis sebentar lalu terang (Sumber: Gunarto warga
Serpeng)
Kejadian Teknis :
- Peserta mulai berangkat jam 09.00 dengan Tim Ceblok berangkat terlebih
dahulu, Tim Serpeng 2 dan Ngingrong standby di Jomblang menunggu
truk.
- Tiga puluh menit kemudian ruk kembali lagi ke Jomblang dan berangkat
mengangkut 2 tim. Dalam perjalanan ke Luweng Ngingrong cuaca
sempat mendung dan grimis sebentar. (sumber : catatan harian Ana,
peserta)
- Tim Ngingrong turun di dekat lokasi. Tim Serpeng 2 melanjutkan
perjalanan menuju lokasi, berteduh hujan turun lagi dan lumayan deras
tapi cuma sebentar. Lima menit kemudian perjalanan sampai di jalan
setapak menuju Luweng Serpeng 2. Rombongan sempat tersesat
(Sumber : Ana,peserta)
Gambar 3 A: Foto Tim Ngingrong dan Serpeng2 bersiap meninggalkan camp Jomblang, Gambar 3 B: Foto perjalanan tim Ngingrong dan Serpeng 2 menuju lokasi (Sumber: panitia KDKL (Folder Hikespi), Kamera : Canon G 12)
B A
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
53
4. Waktu : 11.20 WIB
Tempat : Entrance Luweng Serpeng 2
Keterangan : Sampai di Luweng Serpeng 2
- Rombongan sampai di luweng Serpeng 2, tim dibagi 2, 10 orang
eksplorasi gua, 10 orang lainnya Sosbud. Tim eksplorasi langsung
dilakukan briefing dan membagi tim dalam 2 kelompok kerja, mapping,
dan rigging. Waktu kegitan dibatasi sampai jam 17.00 WIB (Sumber :
Cahyo, Nafik, Cipit)
- Koordinator tim keseluruhan Dodon, tim rigging Dian dan Sam,
koordinator tim mapping Dina dengan anggota Ana dan Hevin. (Sumber
: Ana, peserta)
- Di depan gua ada kubangan air tetapi di sekitarnya kering. Tim tidak
membawa pelampung karena Luweng Serpeng 2 termasuk gua kering
dan tanpa membawa HT. (Sumber : Cahyo,Nafik,Cipit)
Gambar 4 : Foto saat sampai dilokasi mulut luweng Serpeng 2, Dokumentasi peserta (Sumber : folder 110_03 ok gambar IMG_6756, kamera : Canon Powershot A810, Tanggal 19 Mar 2013, 11.20 WIB.)
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
54
5. Waktu : 11.30 – 14.30 WIB
Tempat : Luweng Serpeng 2
Keterangan : Rigging lintasan, mapping, pengambilan data sosial
budaya.
Keterangan rinci :
a. Waktu : 11.30 – 12.30 WIB
Tempat : Luweng Serpeng 2
Keterangan : Rigging Lintasan P3 dan P30, pemetaan, pelaksanaan
sosial budaya
- Seharusnya peserta yang membuat rigging sendiri karena ini kursus
lanjutan. Karena kesulitan lalu diambil alih pendamping, membuat
lintasan awal dari mulut gua (entrance 2) untuk melihat ke dalam
karena pertimbangan tingkat kesulitan gua, jika pendamping bilang
rope free berarti peserta ikut turun. Pendamping membuat lintasan
dengan variasi sederhana (menggunakan 4 padding) karena
pertimbangan kemampuan peserta baik karena ada wanita maupun
beberapa peserta yang kemampuan SRTnya terbatas. (Sumber :
Cipit,instruktur)
- Peserta makan siang untuk persiapan turun ke Luweng Serpeng. Lalu
peserta di beri waktu dari panitia untuk rigging P30, karena terlalu lama
akhirnya rigging dibantu oleh instruktur yang bernama Cipit. (Sumber :
Dina,peserta)
- Tidak memilih lintasan di luar lintasan air di sebelah kanan karena
peserta harus sedikit manjat dan kondisi batuan yang rawan runtuh. Jadi
diputuskan membuat lintasan diposisi jalur air masuk tapi agak ke sisi kiri
dengan pertimbangan kalau ada aliran air masuk yg tidak terlalu
besar masih bisa dilewati.(Sumber: Nafik,Instruktur)
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
55
Gambar 5 A : Dian dan Dodon masih didasar P3 (Sumber : 110_03 ok gambar IMG_6760, kamera : Canon Powershot A810 Tanggal:19 mar 2013, 12.25.) Gambar 5 B : Ana dan Dina di depan mulut gua melakukan pemetaan gua (Sumber : Foto : Dokumentasi peserta (Sumber : folder 110_03 ok gambar IMG_6758) kamera : Canon Powershot A810 Tanggal:19 mar 2013, 12.21.)
Gambar 5C, Dian, Dodon, Sam masih menunggu giliran turun dibibir P30 (Sumber : Foto Dokumentasi HIKESPI) Gambar 5D :Kegiatan SosBud (Sumber :Inu Dimpa gambar IMG_2963 IMG_2976,kamera:canon powershot,12.34 WIB)
A B
D C
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
56
b. Waktu : 12.30 – 13.30
Tempat : Luweng Serpeng 2
Keterangan : Rigging Lintasan P30. Peserta mulai turun
(Sam,Dodon,Dian). Pelaksanaan sosial budaya
- Peserta yang pertama kali turun adalah Sam, kemudian Dodon, Dian,
Dina.(Sumber : Dina)
- Peserta mulai turun. Nafik disekitar lokasi mulut gua, Febri ada di bibir
P3 m, Fransiskus (Anchor) di bibir P 30 meter, Cipit di dasar P30. Sam
turun kesulitan melewati deviasi. Cipit naik lagi untuk memperbaiki
lintasan, diganti dengan padding. Dodon turun tidak mengalami
kesulitan, lalu Dina menyusul turun. Setelah itu diikuti Dian, dia merasa
titik jatuh lintasan condong ke arah kiri, diperintahkan untuk berusaha
menggeser pergerakan kearah kanan, Dian sampai bawah.(Sumber :
Cipit,Instruktur)
c. Waktu : 13.30 – 14.30
Tempat : Luweng Serpeng 2
Keterangan : Rigging Lintasan P17. Dina,Ana,Hevin mulai turun P3
dan P30. Kepulangan tim sosial budaya
- Mas Cipit ada rigging untuk P17. Awal menggunakan Y-anchor agak
mepet dengan dinding jalur air. Dodon turun ke Dasar P17 disusul Sams
dan Dina.(Sumber : Dodon,peserta)
- Dina mulai menuruni lintasan P30, sesampai di dasar terlihat Dodon
sudah sampai dasar P17. Setelah itu berurutan Sam dan Dina turun ke
dasar P17.(Sumber : Dina,peserta)
- 13.34 - 13.41 WIB. Ana dan Hevin masih didepan mulut gua, Peserta
Sosbud kembali kedepan mulut Luweng Serpeng 2
- 13.36 WIB. Nafik mengecek lintasan P30.
- Ana mulai menuruni lintasan P30 setelah Dina. Sesampai didasar P30
Ana melihat Cipit, Dian dan Sam (ragu antara Dodon atau Sam), saat
itu juga Ana melihat Dodon naik ke bibir P17. Di dasar P30 Dian
memberi makanan ke peserta lain, saat itu Cipit, Dian dan Ana
berbincang masalah banjir, Dian menanyakan masalah banjir ke Cipit.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
57
Disarankan untuk tetep tenang jika ada banjir dan mencari tempat
aman.
- Setelah itu Dian mengutarakan keinginannya untuk turun. Hevin mulai
turun dari bibir P30, dia adalah peserta yang terakhir turun P30. Setelah
Sampai di dasar P30 Hevin hampir jatuh. (Sumber : Ana,peserta)
Gambar 6 A : Ana masih didepan mulut Gua. (Sumber : Inu Dimpa gambar IMG_2979 kamera: Canon Powershot Tanggal:19 mar 2013, 13.34.)
Gambar 6 B : Ana masih didepan mulut Gua. (Sumber : folder 110_03 ok gambar IMG_6761 kamera : Canon Powershot A810 Tanggal:19 mar 2013, 13.28.). Gambar 6 C: Nafik mengecek lintasan P30, (Sumber : Dokumentasi peserta folder Inu Dimpa gambar IMG_2985 kamera : Canon Powershot Tanggal:19 mar 2013, 13.35.)
A
C B
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
58
6. Waktu : 14.30 – 15.30
Tempat : Luweng Serpeng 2
Keterangan : Kegiatan eksplorasi
Kejadian Alam :
- 14.30 - 15.00 WIB. Awan mulai gelap, bergerak, dari selatan ke timur,
hujan sepertinya jatuh ( sumber : Gunarto, penduduk).
- 15.15 WIB. Hujan dengan angin sampai dimulut gua (Sumber : Mbah Noto
Daki, penduduk)
Kejadian Teknis :
- Nafik turun ke dasar P30 mengkondisikan peserta yang di dalam untuk
naik.karena waktu eksplorasi akan habis. Tiga peserta didasar P3
diperintahkan juga naik ke mulut gua. Beberapa lama kemudian gerimis
dan berubah cerah. (Sumber : Nafik,instruktur)
- Setelah Dina Sampai di dasar P17, Dodon naik ke dasar P30. Dian turun ke
dasar P17 (lintasan digunakan bergantian). Komposisi di dasar P17
menjadi bertiga yaitu Sam,Dian,Dina. (Sumber : Dina,peserta)
- Wawan menuruni lintasan P30 sampai ditengah lintasan, menanyakan
apa sisa talinya bisa digunakan untuk membuat satu lintasan di P30, agar
peserta lebih cepat naiknya (Sumber Dodon, peserta).
- Karena tidak ada sisa tali lagi lalu di instruksi penelusur dibawah untuk
naik karena sudah sore dan takut hujan. Setelah sampai di atas Wawan
berteriak rope free. (Sumber : Ana,peserta)
- Wawan turun dan pada saat itu masih ada peserta yang naik dari P 17,
sehingga wawan memtuskan untuk kembali dan mengintruksikan apabila
yang P 17 sudah selesai akan dibawa naik sisa tali untuk membuat 2
lintasan (sumber wawan dan cipit)
- Cipit turun P17 dan memerintahkan untuk siap-siap naik dan mencari
posisi aman dari titik jatuh tali di P17, kemudian Cipit naik lagi ke bibir P17.
Sam naik ke bibir P17, komposisi akhir jadi sebagai berikut : di dasar P30
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
59
ada 5 orang Hevin, Ana, Cipit, Dodon dan Sam, didasar P17 ada 2 orang,
Dina dan Dian. (Sumber : Dodon,peserta)
- Setelah itu Cipit mengistruksikan ke Ana untuk naik duluan, Ana
mengencangkan crollnya agar pada saat ascending menjadi
cepat.(Sumber : Ana,peserta)
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
60
Gambar 7 : Ilustrasi posisi terakhir semua peserta sebelum banjir memasuki mulut gua (Sumber: Hasil rekonstruksi Tim Investigasi)
Illustration By Erlangga Esa Laksmana - ASC 2013
Febri
Fransiskus (Anchor)
Cipit (Hitam Coklat) Dodon (Biru Putih) Sam (Orange Coklat) Ana (Kuning Kuning) Hevin (Merah putih)
Dina (Biru Muda Putih) Dian (Merah hitam, Putih )
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
61
7. Waktu : 15.30 – 17.00
Tempat : Luweng Serpeng 2
Keterangan : Banjir. Kecelakaan. Kegiatan pencarian, rescue Ana.
a. Waktu : 15.30 – 15.44
Tempat : Luweng Serpeng 2
Kejadian Alam :
- 15.45 WIB. Banjir fase 1
Kejadian Teknis :
Keterangan : Proses Ascending P30 (Ana), Ascending P17 (Dian), Nafik
descending P3.
- Dina menanyakan waktu ke Dian, kemudian Dian menjawab sekarang jam
15.30, dan Dian menanyakan apakah Dina sudah sholat? Dina menjawab
nanti saja di atas. Kemudian ada instruksi ke Dina untuk naik ke bibir P17,
karena Dian yang akan melakukan cleaning lintasan P17. Lalu ada insruksi
dari atas Dian yang duluan naik, saat itu Dian sedang mengambil wudhu.
Instruksi berikutnya dari Cipit yang berada di bibir P17 adalah lintasan P17
tidak usah di cleaning karena takut hujan. Walaupun Dina merasa takut di
bawah, dia tetap menyuruh Dian untuk naik duluan karena Dian
perempuan. (Sumber : Dina, Peserta)
- Ana sudah mulai naik dari dasar pitch 30m. Dian naik dari dasar P 17,
Peserta didasar P30 berlindung di cerukan dinding sebelah kanan. Dina
tetep di dasar P17 karena sempitnya dasar P30. Ada informasi dari Wawan
bahwa di luar mendung. (Sumber : Cipit, instruktur)
- Baru ascending sekitar 3-5 meter Ana melihat simpul sambungan tali di
lintasan, dan dia berhenti untuk melewati sambungan tali. Jammer baru
pindah posisi di atas simpul dan croll masih dibawah simpul. Ana
mendengar teriakan banjir, semua orang di bawahnya panik. (Sumber :
Ana, Peserta)
- Dian masih ascending di tengah lintasan P17. Dina memasang pengaman
karena takut air, pada saat itu Dina belum menerima berita banjir. Pada
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
62
saat Dian akan sampai di bibir P17, ada teriakan dari atas kalau di luar
banjir, dalam hitungan detik air datang. Dina lari kesamping menuju
batuan (keseberang air terjun,atas instruksi Cipit), setelah itu Dina berdiri
disana sambil melihat atas. Dina melihat air datang tepat ke muka Dian,
Dian sangat panik dan berteriak –teriak. Pada saat itu juga Dina melihat
ada yang menarik Dian dari bibir P17 (Cipit), tetapi tidak tahu siapa.
Setelah mencoba untuk melihat lagi, Dina sudah tidak bisa melihat apa -
apa karena tertutup air. Setelah lama berdiri di batuan air naik lalu Dina
melepas sepatu dan memanjat menjauh dari air.(Sumber : Dina, Peserta).
- Cipit memasang jammer pada tali dan menyambungkan cowstail dengan
footloop untuk dapat menjangkau Dian dan mengangkat dari bibir P17.
(Sumber : Cipit, Instruktur)
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
63
Gambar 8 A : Banjir fase pertama (sumber Dok. KDKL HIKESPI)Gambar 8 B : Banjir fase pertama, batu dibibir P3 masih terlihat, (Sumber : captured dari movie MVI_3004.AVI, 19/03/2013, 15.45 WIB.)
A
B
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
64
Gambar 9 : Ilustrasi posisi terakhir semua peserta saat banjir fase pertama memasuki mulut gua (Sumber: Hasil rekonstruksi Tim Investigasi)
Dina (Biru Muda Putih)
Ana (Kuning kuning
Dian (Merah hitam, Putih )
Cipit (Hitam Coklat) Dodon (Biru Putih) Sam (Orange Coklat) Hevin (Merah putih)
Posisi berhenti Ana (sambungan tali), saat banjir datang
Cerukan tempat para penelusur berlindung didasar P30
Illustration By Erlangga Esa Laksmana - ASC 2013
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
65
b. Waktu : 16.03
Tempat : Luweng Serpeng 2
Keterangan : Banjir fase 2,
- 16.03 WIB. Banjir Fase ke dua/ ke tiga, air berwarna merah, kecoklatan.
Gambar 10 : Banjir fase kedua/ ketiga, batu dibibir P3 sudah terendam, (captured dari movie MVI_3006.AVI, 19/03/2013, 16.03 WIB.)
- Ana masih menggantung di ketinggian 3-5 m dr dasar P30, melindungi
kepala di cerukan sempit untuk mendapatkan ruang bernapas, sebelah
kakinya mendapat pijakan yang bagus (Sumber : Ana, peserta)
- Cipit, Dian, Hevin, Sam, Dodon (berurutan dari bibir pitch ke arah dalam),
berlindung dicerukan sebelah kanan (menghadap bibir P17), dengan
memasang semua jammer secara perurutan di lengkungan tali yang
tertambat di backup anchor lintasan P17. (Sumber : Cipit, Instruktur)
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
66
Gambar 11 : Ceruk tempat Cipit, Dian, Hevin, Sam, Dodon berlindung saat banjir memasuki lorong gua. Warna dinding yang lebih putih pada sekitar dinding ceruk mengindikasikan bahwa ceruk tersebut terbentuk karena proses pengikisan saat air/ banjir mengalir kearah dasar gua.
- Cahyo Alkantana dan tim sampai lokasi penginapan Jomblang dari
acara pembuatan film dipantai . Jam 16.00 Hujan deras.
- Banjir datang phase ke dua, kondisi penelusur masih dalam keadaan fit.
Dian pada posisi menghadap dinding, teriak-teriak, kemudian terseret air
dan ditolong Cipit serta Sam. Kemudian disuruh berdiri mmenghadap ke
Cipit. Kemudian datang banjir phase ke dua. (Sumber : Cipit, Instruktur)
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
67
Gambar 12 : Ilustrasi posisi terakhir semua peserta saat banji rbesar memasuki mulut gua (Sumber: Hasil rekonstruksi Tim Investigasi)
Dina (Biru Muda Putih)
Dodon (Biru putih) Sam (Orange coklat) Hevin (Merah putih) Dian (Merah hitam,Putih) Cipit (Hitam coklat)
Posisi berhenti Ana (sambungan tali), saat banjir datang
Cerukan Tempat para penelusur berlindung didasar P30
Ana (Kuning kuning
Illustration By Erlangga Esa Laksmana - ASC 2013
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
68
c. Waktu : 16.25
Tempat : Luweng Serpeng 2
Keterangan : Setelah banjir fase 2 dan 3
- Banjir mulai Surut. (Video)
- Ada 2 fase air datang, selisih antara fase 1 dan 2 (-/+ 40 menit),
sedangkan fase 2 dan 3 cepat. Fase 2 dan 3 terdengar suara yang
besar. Perbandingan debit air dari fase 1 ke 2 terjadi lonjakan
sebanyak 3x lipat. (Sumber : Cipit, instruktur)
Gambar 13 : Banjir mulai surut, batu dibibir P3 mulai timbul (Sumber : captured dari movie MVI_3007.AVI, 19/03/2013, 16.25 WIB.)
- Dian terpeleset lagi , penelusur yang lain terbawa karena terhubung
pada satu tali. ke lima penelusur terseret air dan terhenti pada lintasan
air terjun karena panjang talinya bisa mencapai bibir P17. Cipit yang
ada dibawah tidak bisa melihat keatas, penelusur yang ada diatasnya
masih bergerak untuk berusaha menjauhi terjangan air terjun. Selama
bertahan Cipit masih sempat merasa Sam memegang tangannya
(dimungkinkan meninggal yang terakhir). Cipit bertahan dengan
memutar kearah luar lidah air yg jatuh, membuat ruang bernapas
dengan helm dan lingkaran tangan pada tali, serta menutupi lobang
hidung dengan telapak tangan.Dina didasar P17 memanjat kearah
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
69
luar titik jatuh air dengan mengamankan dirinya pada tali lintasan.
Sehingga lintasan seperti bentuk lintasan Tyrolean.(Sumber:
Wawancara Cipit, instruktur)
-
d. Waktu : 16.29
Tempat : Luweng Serpeng 2
Keterangan : Tambahan alat datang
- Support alat datang datang dari ngingrong. (Sumber : Nafik, movie
MVI_3008.AVI 19/03/2013, 16.29 WIB)
e. Waktu : 16.49
Tempat : Luweng Serpeng 2
Keterangan : Banjir fase 3
- Banjir mulai Surut.
Gambar 14 : Banjir mulai surut, batu dibibir P3 makin timbul, (Sumber : captured dari movie MVI_3010.AVI, 19/03/2013, 16.49 WIB.)
- Ana sempat melihat cahaya headlamp dibawahnya, semakin lama ia
semakin merasa ditarik – tarik dan cahaya headlamp sudah hilang,
Ana tidak bisa melihat apa – apa lagi. Ana bertahan di posisinya
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
70
Sampai Nafik datang untuk menolongnya, pada saat itu air belum
habis atau behenti. Ana berada di posisi mengamankan dirinya
tersebut selama 1.5 jam . Ana mencoba kembali untuk melihat ke
bawah, tetapi tidak bisa sehingga helmnya melorot ke bawah,
sehingga ia memutuskan tidak bisa merubah posisi. (Sumber : Ana,
peserta)
-
f. Waktu : 17.00
Tempat : Luweng Serpeng 2
Keterangan : Nafik turun ke P30
- Banjir mulai Surut. (Video)
- Nafik sudah mulai berkoordinasi dengan Cahyo Alkantana, dan Nafik
sudah mempersiapkan proses evakuasi.
- Jam 17.00 Cahyo sudah mulai sibuk telpon dengan orang dilokasi
serpeng2.
- Akhir Hujan.(Sumber : Mbah Noto Daki, warga)
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
71
8. Waktu : 17.00 – 23.30
Tempat : Luweng Serpeng 2
Keterangan rinci :
a. Waktu : 17.00 – 21.30
Tempat : Luweng Serpeng 2
Keterangan : Proses rescue, dan evakuasi.
- Nafik turun melalui Entrance (1) sampai menemukan posisi 5 orang
korban menggantung di bibir P17, berurutan dari atas adalah Dodon,
Sam, Hevin, Dian, Cipit. Tiga orang (Sam, Hevin, Dian) tidak bergerak
lagi, posisi korban sangat dekat (bertumpukan/menempel). Posisi Cipit
paling bawah. Korban selamat paling atas Dodon posisinya terjepit
dengan korban yang berada di bawahnya. Yang lainnya saling
menempel semua dengan posisi terlentang. Nafik yang berjarak sekitar
7 meter dari posisi korban mencoba meloncat mendekati korban.
Pada awalnya Nafik mengira korban yang terlentang hanya 2 orang,
Sam dan satu orang lagi karena 2 orang korban memakai coverall dan
jilbab yang sama (gelap), dengan arah kepala masuk di air terjun.
Nafik mengecek kondisi Sam yang juga tidak bergerak lagi. Kemudian
Nafik naik untuk mencoba mengangkat semua korban, tetapi tidak
bisa. Nafik melihat korban Ana yang berada diatas pitch 2. Kemudian
Nafik berkomunikasi dengan Cipit, Cipit menyatakan baik – baik saja
(masih bisa bertahan). Dodon posisinya masih terjepit dan Nafik tidak
bisa menarik keatas. (Sumber : Nafik, instruktur)
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
72
Gambar 15 : Ilustrasi posisi korban setelah terseret air dan terhenti di bibir P17, saat di temukan pertama kali (Sumber: Hasil rekonstruksi Tim Investigasi)
Dina (Biru Muda Putih)
Ana (Kuning
Dodon (Biru Putih) Sam (Orange Coklat) Hevin (Merah putih) Dian (Merah hitam, Putih) Cipit (Hitam Coklat)
Posisi berhenti Ana (sambungan tali), saat banjir datang
Illustration By Erlangga Esa Laksmana - ASC 2013
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
73
- Nafik kembali lagi melompat dan bergeser. Ana ditemukan dengan
kepala masuk kedalam ceruk diketinggian 3-5 m, apabila Ana naik
sedikit lagi bisa saja Ana ikut menjadi korban meninggal. Keadaan Ana
sudah lemas, jadi semua proses pindah lintasan dilakukan oleh Nafik.
Setelah Nafik dan Ana sudah satu lintasan, Nafik mengayun untuk
memposisikan diri ke titik jatuh tali. Nafik mencoba mengangkat Ana
dengan teknik italian pulley, setelah ascending sejauh 2 meter Nafik
merasa tidak mungkin karena akan terlalu lama. Nafik memutuskan
untuk meninggalkan Ana dilintasannya, Nafik naik kepermukaan
kemudian memberikan tali baru ke Ana. Ana menyangkutkan tali dari
Nafik dan di tarik. Setelah Nafik mengangkat Ana, Nafik berkoordinasi
dengan mas Cahyo melalui telfon, kemudian Ancor turun.(Sumber :
Nafik, instruktur)
- Setelah dipermukaan, Ana di carikan tempat untuk duduk dan diberi
air hangat. Setelah itu Ana di bawa ketempat agak turun, disitu
peralatannya di lepas dan digendong ke rumah warga. (Sumber :
Ana, peserta)
- 18.00 WIB Cahyo menuju ke lokasi Serpeng 2, tempat pelatihan
karena ada 7 orang terjebak banjir didalam gua dan 1 orang
diinformasikan meninggal.
- 19.30 WIB Banyak peserta latihan dan beberapa orang SAR Baron
salah satunya mas Kampret. Di simpang jalan besar terlihat mobil polisi
dan kumpulan wartawan, ambulance menuju Serpeng. Cahyo sudah
ada di lokasi.
- Ancor turun smenggunakan lintasan Nafik setelah proses evakuasi Ana
selesai sampai dipermukaan (Sumber : Fransiskus (Anchor), instruktur).
- Dina melihat ancor turun Sampai pitch 1 dan teriak – teriak. Dina tidak
mendengar teriakan Ancor, tetapi Dina melihat headlamp Ancor
mengarah ke dirinya. Setelah beberapa lama, Dina mendengar
teriakan Ancor mendekati korban dengan bantuan tali yang ditarik
oleh Dina (membantu mengarahkan tali ke arah korban)
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
74
- Ancor turun tidak sampai ke dasar P30. Ancor melihat posisi korban
berhimpitan, Cipit berada di posisi paling bawah, di atasnya Dian,
Hevin, Sam dan Dodon. Ancor berusaha mengangkat semua korban
sendirian, pertama kali ancor melihat hanya 3 korban, Dodon Sam dan
Cipit dengan posisi masih terguyur air.
- Dina lalu diinstruksi untuk naik memakai lintasan Nafik. Setelah Dina
sejajar posisi ancor, Ancor meminta bantuan Dina untuk menolongnya
menarik peserta yang berada di bibir P17. Dina mencoba mengayun,
dan disambut oleh Ancor. Dina dan ancor mencoba untuk
mengangkat korban dengan menggunakan cowstail, tetapi tidak kuat
karena sudah lemas. Setelah itu ancor menyuruh Dina naik ke
permukaan. Dina Sampai permukaan saat hari sudah gelap. (Sumber :
Dina, peserta)
- Fransiskus (Anchor) mencoba mengangkat semua korban sekaligus
dengan teknik balancing (carabiner di pasang di badan rescuer,
cowstail kebawah) tetapi tidak kuat. Kemudian Fransiskus (Anchor)
menggunakan tali dari atas nya untuk membantunya untuk
mengangkat korban, tetapi tetap tidak kuat. Karena beberapa kali
mencoba mengangkat korban tidak berhasil, Fransiskus (Anchor)
melepas srt, kemudian turun dan memansang pengaman webbing.
(Sumber : Fransiskus (Anchor), instruktur)
- Fransiskus (Anchor) memutuskan untuk mengangkat korban satu
persatu, di mulai dengan Sam karena posisinya paling dekat.
Kemudian Hevin, proses ini dibantu Dodon dengan mengikatkan
webbing di chest harness Hevin. Selanjutnya pada proses
pengangkatan Dian adalah proses yang paling sulit, Fransiskus
(Anchor) merasa panik saat mencoba mengangkat Dian, karena Cipit
masih terguyur air sehingga mencoba memposisikan diri untuk
membendung air yang mengenai Cipit. (Sumber : Fransiskus (Anchor),
instruktur)
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
75
- Pada saat proses mengangkat Dian, Ujay menyusul turun ke P30
dengan lintasan baru. Proses pengangkatan Dian dilakukan
memasang carbiner counter balance ke tubuh Dian yang dilakukan
oleh Dodon. Lintasan counter balance ditarik oleh Ujay dan Fransiskus
(Anchor), untuk mengurangi gesekan tali dibibir pitch, Cipit membantu
mengarahkan tubuh Dian menjauhi dinding P17. Setelah Dian
terbebas dari lintasan, Dodon dapat naik ke bibir P17. Usaha
berikutnya membantu mengangkat Cipit ke bibir P17. Setelah itu
Japrak turun membawa selimut, makanan, dan minum. (Sumber :
Fransiskus (Anchor), instruktur)
- Wawan sempat turun untuk membawa makanan dan minuman, lalu
naik lagi. Kemudian Japrak turun membawa selimut. (Sumber : Nafik,
instruktur)
- Sam (korban) dievakuasi keatas dengan lintasan hauling, didampingi
Ancor (rescuer) melalui lintasan rescuer, naik ke permukaan. ( Sumber :
Ancor, Nafik, instruktur )
- Setelah itu Cipit naik sendiri tanpa bantuan (Sumber : Ancor, Nafik,
instruktur)
b. Waktu : 22.00
Tempat : Luweng Serpeng 2
Keterangan : Evakuasi Dian
- Dian (korban) dievakuasi keatas dengan lintasan hauling , didampingi
Ujay (rescuer) melalui lintasan rescuer, naik ke permukaan. (Sumber :
Ancor, Nafik, instruktur)
c. Waktu : 23.30
Tempat : Luweng Serpeng 2
Keterangan : Evakuasi Hevin dan Dodon
- Proses evakuasi terakhir (ke 4) menggunakan 3 lintasan sekaligus
(menggunakan seluruh tali yang ada), dengan pertimbangan takut
akan banjir susulan yang mungkin akan terjadi. Hevin (korban)
dievakuasi keatas dengan lintasan hauling didampingi Japrak
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
76
(rescuer) melalui lintasan rescuer, Dodon naik sendiri menggunakan
lintasan tambahan karena merasa masih mampu. (Sumber : Nafik,
Ancor, instruktur)
9. Waktu : 24.00
Tempat : Luweng Serpeng 2
Keterangan : Proses Rescue selesai
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
77
BAB IV
SARAN DAN REKOMENDASI
4.1. Aspek Manajemen dan Persiapan.
A. Perlu dilakukan survey awal untuk mengetahui tingkat kesulitan, menyusun
rencana kegiatan, dan analisa resiko, terutama dalam kegiatan
pendidikan. Dalam proses perencanaan dan persiapan kegiatan, terutama
kegiatan pendidikan harus dipertimbangkan bahwa peserta pendidikan
adalah orang dalam proses belajar, tidak berpengalaman, dan bukan
dalam kapasitas memutuskan.
B. Untuk menganalisa resiko dalam persiapan kegiatan pendidikan
direkomendasikan untuk mempelajari data primer berupa laporan kejadian
dan prakiraan hujan, data-data sekunder berupa laporan-laporan
penelitian ataupun kegiatan yang pernah dilakukan, serta menjaring
informasi dari penduduk setempat tentang gua, lingkungan sekitar, dan
kearifan lokal.
C. Proses perijinan harus dilengkapi informasi susunan kepanitiaan dan
peserta, waktu jadwal kegiatan, lokasi dan nama gua yang dipilih untuk
kegiatan. Informasi yang lengkap akan memudahkan aparat maupun
pihak lain ketika ada kejadian yang memerlukan emergency respon. Selain
ditujukan aparat pemerintahan , perijinan juga harus diajukan pada tingkat
pemerintah desa dan lingkungan terdekat lokasi gua (RT, RW, basecamp).
D. Kegiatan penelusuran gua adalah kegiatan dengan keahlian yang spesifik.
Oleh karena itu direkomendasikan untuk memberitahukan kepada tim lain
atau lembaga yang kompeten di bidang speleologi untuk kepentingan
emergency respons.
E. Komposisi instruktur dan peserta direkomendasikan dengan rasio minimal 2
instruktur untuk setiap 5 peserta. seorang instruktur bertugas mendampingi
peserta dan seorang lainnya menganalisa dan merespon situasi
emergency.
4.2. Aspek Manajemen dan Alam: Morfologi Karst, Cuaca, Musim dan Gua.
A. Lima tahun terakhir terjadi perubahan/penyimpangan perilaku iklim
berupa hujan ekstrim yang belum banyak diketahui kalayak umum dan
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
78
termasuk penelusur gua. Setiap penelusur gua direkomendasikan tidak
hanya mendasarkan pada pengalaman sebelum tahun 2008. Penelusur
gua harus membaharui informasi tentang iklim lokal dan terkini.
B. Pemahaman mengenai kondisi permukaan yang menjadi daerah
tangkapan air belum menjadi SOP penelusuran gua. Pemahaman dan
kemampuan mengidentifikasi daerah tangkapan air perlu dijadikan SOP
penelusuran gua.
C. Survey awal sistem perguaan dan lingkungan sekitarnya, analisa dengan
metode geospatial (peta RBI, Google Map, Peta Geologi, peta citra,
dsb) dan tinjauan lapangan atau survey awal, untuk mengidentifikasi
parameter penting dalam hal resiko banjir meliputi: identifikasi luasan
catchment area, lapisan tanah permukaan dan tingkat kejenuhan,
persen kelerengan, pemanfaatan atau tutupan lahan, gambaran dan
perkiran potensi debit air yang masuk melalui mulut gua dengan
berbagai skenario curah hujan ringan sampai lebat, cuaca/ musim,
posisi-posisi untuk perencanaan jejaring pemantauan cuaca, bentukan
medan gua, potensi bahaya penelusuran tiap section lorong gua, serta
rancangan posisi, variasi dan rekayasa instalasi rigging untuk berbagai
skenario kejadian normal dan darurat. Hasil survai akan melengkapi
rencana kegiatan yang matang, resiko yang terukur dan terantisipasi
dengan langkah-langkah penanggulangan bencana, serta manajemen
penelusuran yang layak dan sesuai dengan karakter lokasi, kemampuan
tim dan jenis kegiatan.
D. Suatu kompleks perguaan yang mempunyai lorong panjang, berbagai
level dan saling terhubung dengan beberapa mulut gua yang berjauhan
dan masing-masing mempunyai daerah tangkapan sendiri perlu
diketahui dalam satu rangkaian survai awal.
E. Pada saat pelaksanakan kegiatan perlu dilakukan lagi re-check analisa
resiko atas ancaman faktor alam khususnya informasi kejadian hujan
sebelumnya dari stasiun pemantauan hujan, langkah-langkah
pengamatan tingkat kejenuhan air yang tersimpan dilapisan tanah
penutup permukaan, sisa tangkapan air di alur sungai/ dasar doline
yang terletak di lingkungan sekitar lokasi, sekitar mulut gua dan di dalam
gua, serta pemantauan prakiraan cuaca pada hari itu.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
79
F. Penelusur gua harus memahami dengan baik bahwa gua yang berada
di daerah tangkapan air, seperti luweng Serpeng 2, Luweng Ngingrong
dan Luweng Ceblok , merupakan lobang pengeringan sistem tangkapan
air di sekitarnya yang berarti merupakan ancaman. Keputusan
melakukan penelusuran di gua seperti ini pada musim hujan, akan
menambah faktor kerentanan dan akan menimbulkan resiko bagi para
penelusur gua ketika dilanggar. Survey awal sudah harus menjadi bagian
dalam manajemen penelusuran dalam bentuk langkah-langkah
memperkecil resiko dan antisipasi kejadian bencana yang sangat ketat
dan tepat. Sehingga langkah paling aman tidak dilakukan penelusuran
pada saat musim hujan, apalagi untuk keperluan pendidikan
penelusuran goa dengan kemampuan dan pengalaman peserta yang
terbatas serta jumlah anggota tim yang banyak.
G. Suatu gua yang diduga memiliki sistem hidrologi bawah permukaan harus
diwaspadai. Gua dengan sistem hidrologi bawah permukaan yang
panjang dan tidak terkoneksi dengan run off permukaan memiliki
ancaman banjir yang tidak mudah diprediksi.
H. Untuk mengetahui dan identifikasi zona aman dan bahaya setiap
segmen lorong gua perlu dilakukan survey awal oleh para pendamping.
Dalam kasus luweng Serpeng 2 meliputi :
1. Zona aman banjir pada luweng Serpeng 2 hanya terdapat pada
daerah tepi dasar P17 dan lorong fosil di atasnya (arah belakang bila
menghadap downstream pada dasar P17), serta daerah di luar static
pool pada dasar P7 (I). Setelah itu seluruh lorong merupakan daerah
aliran air saat terjadi banjir. Hal tersebut sebaiknya menjadi perhatian
utama saat menelusuri luweng Serpeng 2, dan dipertimbangkan
dalam rencana dan manajemen penelusuran.
2. Posisi penelusur pada section lorong tertentu saat banjir datang sangat
mempengaruhi besarnya resiko. Walau ada beberapa section lorong
gua yang dimungkinkan aman, ancaman banjir tidak pernah dapat
diprediksi waktu kejadiannya.
I. Publikasi kejadian kecelakaan gua dalam bentuk buku laporan dan
bentuk publikasi lainnya secara rinci, detil, dan sebenar-benarnya sangat
penting sebagai referensi dan studi kasus bagi penelusur lain pada
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
80
khususnya dan dunia speleologi pada umumnya. Direkomendasikan
perlu dirumuskan media pertukaran informasi speleologi yang mudah dan
dapat diakses oleh semua pihak.
4.3. Aspek Teknik Penelusuran Gua Vertikal
A. Direkomendasikan dalam setiap kegiatan penelusuran gua wajib
mengutamakan safety first procedure baik untuk penelusur, gua, dan
peralatannya, serta kenyamanan penelusuran yang akan berkaitan
dengan kemanan penelusuran. Hal ini tercermin melalui penggunaan
peralatan yang benar dan penuh penghargaan serta penerapan rekayasa
rigging yang menjamin keamanan alat dan penelusur.
B. Penelusuran gua tidak dapat dilakukan semata-mata dengan berorientasi
teknis dan dengan kecepatan tinggi, bukan kegiatan adventuring semata
yang mengutamakan kegagahan dan kecepatan, karena peluang
orientasi dan mobilasasi peralatan yang sangat terbatas, dan karakter
lingkungan gua yang gelap dan rentan. Bila hal tersebut dilakukan hanya
akan menghilangkan kemungkinan untuk mengidentifikasi ancaman,
daerah-daerah aman, dan menganalisa resiko yang ada.
4.5. Aspek Teknik Rigging
A. Rigging adalah teknik pemasangan lintasan tali, baik untuk lintasan vertikal
maupun horisontal. Bentuk dan variasi lintasan tergantung dari bentuk
medan dan fungsinya. Prosedur, posisi dan bentuk rigging bisa menjadi
faktor kerentanan jika tidak dilakukan dengan benar. Direkomendasikan
untuk dilakukan studi banding atau bila perlu second opinion kepada tim
lain terhadap rencana lintasan dan managemen penelusuran, terutama
bila dilakukan pada lingkungan gua/luweng beresiko tinggi.
B. Untuk keperluan pendidikan, direkomendasikan dilakukan penelusuran awal
oleh seluruh instruktur yang akan bertugas mendampingi peserta
pendidikan, dengan berbagai alternatif skenario lintasan dan rekayasa
rigging. Hal ini akan menambah wawasan dan menjadi faktor yang sangat
menentukan bila harus mengambil keputusan beresiko tinggi bila terjadi
keadaan darurat dengan membawa anggota tim yang memiliki
kemampuan dan pengalaman terbatas. Penelusuran luweng Serpeng 2
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
81
direkomendasikan menggunakan Entrance 1 karena akan memperkecil
resiko terjebak banjir dari mulut gua saat hujan. Kedalaman lintasan
Entrance 1 adalah sekitar 60 meter langsung terhubung dengan dasar P17
yang berupa chamber yang cukup luas serta terdapat sebuah lorong fosil
besar pada arah upstream yang berlawanan arah dengan downstream
larian air menuju P7(I) (lihat peta luweng Serpeng 2) Dasar P17 merupakan
zona aman banjir I pada Luweng Serpeng 2. Dalam kasus kecelakaan
luweng Serpeng 2, posisi Entrance 2 yang dipilih sebagai jalur lintasan saat
kejadian merupakan sebuah kerentanan artinya memperbesar resiko jika
dilakukan penelusuran saat musim hujan. Hal ini disebabkan harus melewati
P3, P30 dan P17 yang merupakan saluran air permukaan/ banjir yang
masuk kedalam gua. Entrance 2 direkomendasikan untuk tidak digunakan
sebagai jalur penelusuran pada saat musim hujan.
C. Direkomendasikan untuk membuat variasi lintasan yang dapat memperkecil
resiko friksi lintasan ketika memilih entrance 1. Variasi rigging dengan bentuk
Y anchor menggunakan anchor I pada dinding sekitar entrance 1 (dengan
backup anchor yang cukup) dan anchor 2 pada lubang tembus dinding
seberang entrance 1 (dengan backup anchor yang cukup), akan
menempatkan titik jatuh tali langsung ke dasar P17 dan jauh dari titik jatuh
air. Selama proses pemasangan lintasan, rigging man harus tetap
melakukan orientasi dan analisa kelayakan titik anchor.
D. Direkomendasikan dalam proses rigging dilakukan orientasi pemilihan
ketinggian posisi anchor di atas level mata serta dengan memperhatikan
titik jatuh tali dan lintasan terhadap aliran air jika terjadi banjir. Hal ini akan
lebih memperbesar kesempatan jika harus dilakukan penurunan lintasan
saat terjadi keadaan darurat. Kebiasaan orientasi seperti ini juga akan
memperkecil resiko friksi alat terhadap lantai goa yang berarti juga akan
meningkatkan keamanan penelusuran.
E. Dalam kegiatan penelusuran, terutama pendidikan diirekomendasikan
untuk membuat rencana dan mekanisme backup rescue yang berupa
persiapan ekstra peralatan dan ekstra personel yang khusus selalu standby
untuk kondisi emergency. Ekstra peralatan wajib tersedia dimulut gua dan
dalam tim penelusuran. Ekstra peralatan ini hanya benar-benar dipakai
dalam kondisi emergency, bukan dipakai sebagai peralatan penelusuran.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
82
Terminologi
Anchor : titik/ point tambatan lintasan tali.
Ascender : salah satu alat, bagian dari set peralatan dalam teknik
melewati lintasan vertikal (SRT), digunakan untuk naik/
memanjat lintasan tali.
Ascending : kegiatan menaiki lintasan tali vertikal.
Backup Anchor : anchor cadangan, yaitu tambatan yang mendapat
beban hentakan ketika main anchor jebol/ terlepas saat
dilewati.
Carabiner : cincin kait, alat yang digunakan untuk mengaitkan
rangkaian peralatan ataupun mengaitkan tali pada
tambatan.
Cowstail : salah satu rangkaian alat, bagian dari set peralatan dalam
teknik melewati lintasan vertikal (SRT), berupa rangkaian
tali dinamik dengan dua ujung yang berbeda panjang,
yang masing-masing ujung dilengkapi dengan sebuah
carabiner.
Croll / Chest Ascender : salah satu jenis ascender yang dipasang pada
posisi dada, digunakan untuk saat menaiki lintasan tali.
Descender : salah satu alat, bagian dari set peralatan dalam teknik
melewati lintasan vertikal (SRT), digunakan untuk menuruni
lintasan tali.
Descending : kegiatan menuruni lintasan tali vertikal.
Entrance : mulut gua, lobang yang digunakan sebagai akses
memasuki gua
Jammer/ hand ascender : salah satu jenis ascender yang dioperasikan/
dipegang tangan saat menaiki lintasan tali.
KDKL : Kursus Dasar Kursus Lanjutan, tahapan kursus/ pendidikan
penelusuran gua yang diselenggarakan oleh HIKESPI.
Luweng : Gua dengan lorong berbentuk vertikal.
Main Anchor : anchor utama, tambatan yang akan dibebani ketika
penelusur melewati lintasan tali.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
83
Padding : salah satu jenis alat rigging yang digunakan sebagai
pelindung tali terhadap gesekan/ friksi dengan batu pada
dinding/ lantai gua.
Pitch : lintasan/ lorong vertikal gua.
P30 : pitch 30, lorong vertikal gua dengan kedalaman 30 meter.
Ponor : lobang/ sumuran tempat menghilangnya air aliran
permukaan.
Rigging : teknik pemasangan lintasan tali baik untuk lintasan vertikal
maupun horisontal.
Sink Hole : aliran sungai permukaan menghilang secara difusi atau
merupakan pintu lorong sungai bawah permukaan.
SRT : Single Rope Technique, teknik melewati lintasan tali
tunggal.
Static Pool : kolam air yang biasa terletak di dasar-dasar lintasan pitch/
gua. Terisi ketika ada aliran air dari permukaan.
Swallow Hole : lobang tempat menghilangnya aliran sungai permukaan.
Webbing : tali pita, ada dua jenis, pipih/ plate dan tubulair (tabung),
biasa digunakan untuk menghubungkan tali dengan
tambatan alam (pohon, lobang tembus, dsb) dengan
bantuan sebuah carabiner.
Y anchor : tambatan berbentuk huruf "Y", menggabungkan dua buah
anchor pada sisi yang berbeda yang berguna untuk
membagi beban pada masing-masing sisi, dan
mengarahkan posisi jatuh tali pada titik tertentu.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
84
LAMPIRAN
SILABUS & KOMPETENSI KURSUS
PENELUSURAN GOA
HIKESPI
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
BIR
O P
EN
DID
IKA
N H
IKE
SPI
SIL
AB
US
& K
OM
PE
TE
NS
I KU
RS
US
P
EN
ELU
SU
RA
N G
OA
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
2
PENDAHULUAN
Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia disingkat secara resmi menjadi HIKESPI dan untuk dunia internasional memakai nama Federation of
Indonesian Speleological Activities (FINSPAC), merupakan organisasi profesi dan keilmuan yang dibentuk pada tanggal 23 Mei 1983 di
Cilacap. Sejak tahun 1984 merupakan anggota Union Internationale de Speleologie (IUS), yang menjadi anggota UNESCO.
VISI dan MISI HIKESPI antara lain:
• Hikespi didirikan untuk menampung, membina, menyuluh, meningkatkan mutu, serta mengkoordinir kegiatan-kegiatan dalam bidang speleologi di Indonesia.
• Mengembangkan pengertian dan kesadaran akan perlunya gua dan lingkungannya dilindungi, serta secara aktif berusaha untuk melestarikannya.
• Mengembangkan ilmu dan profesi speleologi di Indonesia, dengan dasar kode etik dan moral speleologi.
• Hikespi menjadi wadah pusat informasi di bidang speleologi
Dalam meningkatkan mutu di bidang Speleologi, maka HIKESPI secara berkala mengadakan kursus tehnik penelusuran goa tingkat dasar,
lanjutan, asisten instruktur dan instruktur, serta kursus – kursus ilmiah yang berkaitan dengan speleologi. Atas dasar itulah HIKESPI
melalui BIRO PENDIDIKAN HIKESPI menyusun silabus dan kompetensi kursus yang digunakan sebagai acuan dalam kursus – kursus
yang diadakan oleh HIKESPI.
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
3
TINGKATAN KURSUS HIKESPI
*Untuk tingkatan Master hingga Course Directour merupakan tingkatan berdasarkan pengabdian di HIKESPI
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
4
GARIS BESAR PENILAIAN KURSUS
A. PENILAIAN KDKL
Untuk penilaian dilakukan beberapa tahapan. Tahapan – tahapan tersebut antara lain:
1. Tahap 1 : Pemahaman mengenai seluk beluk perlengkapan caving, peralatan SRT, aneka jenis tali, simpul, teknik SRT dan teknik self rescue
2. Tahap 2 : Pemahaman mengenai introduksi, keilmuan, dan Cave Survey
3. Tahap 3 : Kesanggupan untuk menyusun laporan eksplorasi penelusuran gua terpadu dan mempresentasikannya (sidang)
Peserta KDKL dinyatakan lulus jika penilaian mencapai minimal 65 persen
B. PENILAIAN ASISTEN INSTRUKTUR DAN INSTRUKTUR
Untuk penilaian dilakukan beberapa tahapan. Tahapan – tahapan tersebut antara lain:
Tahap Awal: Test Tulis, Test Fisik, Test Psikologi (PAPI Test), Test Self Rescue
Tahap Akhir: Wawancara, Pedagogi dan Didactic, test penyusunan dan seminar laporan eksplorasi terpadu
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
5
SILABUS DAN KOMPETENSI KURSUS HIKESPI
A. KDKL (Kursus Dasar dan Kursus Lanjutan HIKESPI) Output: Peserta kursus dapat memahami dan melakukan tahapan – tahapan penelusuran goa yang baik dan benar sesuai standar
HIKESPI
SILABUS dan KOMPETENSI KURSUS Penelusuran Goa Tingkat Dasar dan Lanjutan HIKESPI
No Materi Target Kompetensi Metode
Penyam
paian
Estimasi
Wak
tu
Nara
S
um
b
er
Keteranga
n
A. INTRODUKSI
1. Sejarah Penelusuran Goa
Mengetahui sejarah perkembangan kegiatan speleologi dan penelusuran goa di dunia maupun di Indonesia
Dapat menceritakan sejarah perkembangan kegiatan speleologi dan penelusuran goa di dunia maupun di Indonesia
Slide session Diskusi
30 – 60 men
it
Kelas
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
6
2. Etika dan Moral Penelusuran Goa
Mengetahui etika dan moral penelusuran goa termasuk kewajiban penelusur goa yang aman dan bertanggungjawab
Dapat melakukan penelusuran goa sesuai etika, moral dan kewajiban penelusur goa secara konsisten
Slide session Diskusi
30 – 60 men
it
Kelas
3. Bahaya – bahaya Penelusuran Goa (Antroposentrisme dan Speleosentrisme)
Mengetahui jenis bahaya – bahaya yang terjadi dalam kegiatan penelusuran goa, serta cara memprediksi dan mengatasinya
Dapat memprediksi dan mengantisipasi jenis bahaya – bahaya penelusuran goa, serta melakukan penelusuran goa sesuai dengan azas konservasi
Slide session Diskusi
30 – 60 men
it
Kelas
4. Kegiatan Penelusuran Goa dan Manfaatnya
Mengetahui latar belakang kegiatan penelusuran goa (baik bagi diri
Dapat menjelaskan alasan melakukan penelusuran goa dan mampu
Slide session Diskusi
30 – 60 men
it
Kelas
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
7
sendiri maupun orang lain), dan manfaat dari kegiatan speleologi maupun penelusuran goa secara utuh
menjelaskan manfaat dari kegiatan penelusuran goa ke orang lain
B. KEILMUAN 1. Karstologi Mengetahui proses
terbentuknya batu gamping dan kawasan karst, serta proses terjadinya goa dan speleothem
Dapat menganalisa proses terbentuknya kawasan karst, serta proses terjadinya goa dan speleothem pada lokasi kegiatan, sebagai bahan laporan ilmiah
Teori Slide session
Diskusi
30 – 60 men
it
Kelas dan Kuliah
Lapangan
2. Hidrologi Karst Mengetahui teori tentang hidrologi Karst
Dapat menganalisa hidrologi Karst secara
Teori Slide session
Diskusi
30 – 60 men
it
Kelas dan Kuliah
Lap
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
8
secara aplikatif serta aplikasinya pada kegiatan penelusuran goa
aplikatif serta aplikasinya pada kegiatan penelusuran goa ( bahaya banjir, survei sungai bawah tanah, dll )
angan
3. Geomorfologi Mengetahui bentukan spesifik di kawasan Karst baik di permukaan maupun di bawah permukaan
Dapat mencirikan bentukan spesifik di kawasan Karst baik di permukaan maupun di bawah permukaan
Teori Slide Session
Diskusi
30 – 60 men
it
Kelas dan Kuliah
Lapangan
4. Biospeleologi dan ekologi
Mengetahui pengetahuan dasar Biospeleologi secara aplikasi untuk menunjang kegiatan survei Karst dan
Dapat mengaplikasikan pengetahuan dasar Biologi untuk menunjang kegiatan survei Karst dan
Teori Slide Session
Diskusi
30 – 60 men
it
Kelas dan Kuliah
Lapangan
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
9
Penelusuran Goa
Penelusuran Goa
5. Sosial, ekonomi, dan budaya (Pariwisata)
Mengetahui pengetahuan dasar Sosekbud secara aplikasi untuk menunjang kegiatan survei Karst dan Penelusuran Goa, serta Mengetahui gambaran kegiatan wisata goa baik wisata umum ( mass tourism ) maupun Wisata Minat Khusus
Dapat mengaplikasikan pengetahuan dasar Sosekbud dan pariwisata goa untuk menunjang kegiatan survei Karst dan Penelusuran Goa
Teori Slide Session
Diskusi
30 – 60 men
it
Kelas dan Kuliah
Lapangan
C. TEKNIK
1. Peralatan ( pengenalan, penggunaa
Mengetahui jenis2 peralatan dan perlengkapa
Dapat memilih peralatan dan perlengkapa
Slide session Diskusi
30 – 60 men
it
Kelas
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
10
n, karakteristik, perawatan )
n dalam kegiatan penelusuran goa
n sesuai kegiatan yang akan dilakukan, sesuai dengan safety prosedur yang ada. Membawa peralatan sesuai safety prosedur
Dapat menggunakan dengan benar, merawat dengan baik peralatan yang digunakan baik milik sendiri maupun pinjaman dari kelompok lain
2. TPGH (goa berair, sump,
Mengetahui teknik penelusuran
Dapat melakukan kegiatan
Slide session Diskusi
kondisional
Kelas dan Praktek
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
11
lumpur, lorong rendah, lorong sempit )
goa horisontal dengan segala medan, mulai medan yang ringan sampai ekstrim
penelusuran goa horisontal dalam berbagai teknik dengan segala medan, mulai medan yang ringan sampai ekstrim. Dengan batasan safety prosedur
Praktek Lapangan
3. TPGV : � Tanpa Alat :
scrambling, traversing, free Climbing, chimney, bridging, dll
� Dengan Alat : � Jenis SRT � Frogrig � Variasi lintasan :
Mengetahui teknik penelusuran goa vertikal dengan segala medan, mulai medan yang ringan sampai ekstrim. Mengetahui teknik
Dapat melakukan kegiatan penelusuran goa vertikal dalam berbagai teknik dengan segala medan, mulai medan yang ringan
Slide session Diskusi
Simulasi Praktek
kondisional
Kelas, Lintasan
Kering,
Praktek Lapangan
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
12
intermediet,deviasi, sambungan, traverse, tyrolean )
penelusuran tanpa alat dan menggunakan alat standar, dengan batasan safety prosedur
sampai ekstrim. Dengan batasan safety prosedur. Dapat mengon
trol rekan satu tim selama kegiatan penelusuran goa berlangsung. Konsekuen dalam Safety Prosedure
4. Teknik Rigging, simpul, dan cleaning ( syarat, alat, Fall Factor, Lintasan )
Mengetahui berbagai jenis simpul dan fungsinya dalam kegiatan penelusuran goa. Mengetahui teori pembuatan rigging yang
Dapat membuat berbagai jenis simpul sesuai fungsinya dalam kegiatan penelusuran goa. Dapat membuat rigging yang aman dan nyaman
Slide session Diskusi
Simulasi Praktek
kondisional
Kelas, Lintasan
Kering,
Praktek Lapangan
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
13
aman dengan batasan safety prosedur
dengan batasan safety prosedur
D. MANAJEMEN 1. Manajemen
penelusuran :
• Macam – macam tujuan penelusuran goa
• Strategi ( baru dan lama )
• Pembagian tugas
• Checking alat, dll-nya
• Penelusuran • Evaluasi
Mengetahui rangkaian kegiatan dalam penelusuran goa secara detil dan utuh, baik untuk kegiatan eksplorasi, ekspedisi, sampai Profesi pada kegiatan survei kawasan karst dan goa .
Dapat menerapkan pengetahuan manajemen dalam Penelusuran goa secara efektif dan efisien dalam kegiatan yang dilakukan
Slide session Diskusi Praktek
60 – 120 men
it
Kelas dan Praktek
Lapangan
2. Manajemen Ekspedisi :
• Pra kegiatan • Pelaksanaan
Mengetahui proses penyelenggaraan sebuah kegiatan
Minimal mampu mengadakan kegiatan Ekspedisi
Slide session Diskusi Praktek
60 – 120 men
it
Kelas dan Praktek Lap
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
14
ekspedisi • Paska kegiatan
ekspedisi caving maupun Speleologi, mulai dari penentuan target Tim, pencarian data awal, pemilihan lokasi, persiapan Tim, Pencarian Dana, Pelaksanaan Ekspsedisi, sampai pembuatan laporan ekspedisi standar ilmiah
kegiatan Penelusuran goa secara utuh, mulai dari menentukan lokasi kegiatan, pengoatan data, pembentukan Tim, pelaksanaan ekspedisi, sampai pembuatan laporan ekspedisi standar dengan muatan ilmiah
angan
E. RESCUE 1. Teknik Rescue :
� Self Rescue ( man to man, tim )
� Outside Rescue
Mengetahui gambaran kegiatan Cave Rescue secara utuh baik secara
Mampu melakukan kegiatan Rescue pada kegiatan Penelusuran Goa di
Slide session DIskusi
Simulasi/praktek
Kondisional
Kelas dan lintasan kerin
g
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
15
Tim Kecil maupun Tim yang lebih Besar penekanan pada segi teknik
lapangan, baik secara Tim Kecil maupun Tim yang lebih besar
2. Teknik Evakuasi : � Evakuasi Horizontal � Evakuasi goa Vertikal: Single Pitch, Multi
Pitch, Crack System
� Evakuasi di air ( SBT, Air Terjun, Telaga, Sump, dll )
Mengetahui gambaran secara utuh tingkat kesulitan pada kegiatan evakuasi korban di dalam goa dengan berbagai variasi medan
Dapat melakukan evakuasi di dalam goa bila terjadi suatu musibah dalam kegiatan penelusuran goa
Slide session Diskusi
kondisional
Kelas
3. Medis dalam cave rescue
Mengetahui aspek medis terkait dengan potensi resiko dan bahaya yang dapt timbul dalam kegiatan penelusuran
Mampu menganalisa akibat dari insiden maupun accident yang terjadi dilapangan saat
Slide session Diskusi
Simulasi
60 menit Kelas
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
16
goa melakukan kegiatan penelusuran goa secara medis
F. CAVE SURVEY 1. Analisa
(Interpretasi) Mengetahui cara
melacak keberadaan kawasan batu gamping, kawasan karst, dan sebaran mulut goa. Mengetahui cara memprediksi kedalaman dan sistem pergoaan yang ada pada suatu kawasan karst
Dapat melacak keberadaan kawasan batu gamping, kawasan karst, dan sebaran mulut goa. Dapat memprediksi keberadaan sistem pergoaan yang ada pada suatu kawasan karst
Slide session Diskusi Praktek
60 menit Kelas dan Praktek Lapangan
2. Pemetaan Goa Mengetahui prinsip dasar pembuatan peta goa
Mampu membuat Peta goa dengan standar BCRA
Slide session Diskusi Praktek
Kondisional
Kelas dan Praktek Lap
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
17
secara standar BCRA maupun aplikasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan
maupun secara aplikasi ( dengan peralatan minimal buatan sendiri )
angan
3. Pendataan Mengetahui metode pendataan goa dan identifikasi kawasan karst secara efektif dan mencakup data standar baik permukaan maupun bawah permukaan, sesuai acuan Kepmen ESDM Nomor 1456.K/20/ESDM/2000
Dapat melakukan pendataan goa dan identifikasi kawasan karst secara efektif , mencakup data standar baik permukaan maupun bawah permukaan, sesuai acuan Kepmen ESDM Nomor 1456.K/20/ESDM/2000
Slide session Diskusi Praktek
kondisional
Kelas dan Praktek Lapangan
4. Dokumentasi Mengetahui cara Mampu Slide session 60 – 120 Kelas dan
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
18
(Fotografi dan Film)
mendokumentasikan kegiatan penelusuran goa dengan kamera foto dan audio visual secara utuh baik dari segi teknik maupun kondisi dan medan yang ditelusuri
mendokumentasikan kegiatan penelusuran goa dengan kamera foto secara utuh baik dari segi teknik maupun kondisi dan medan yang ditelusuri
Diskusi Praktek
menit
Praktek Lapangan
5. Pembuatan dan Penyusunan Laporan
Mengetahui teknis pembuatan laporan secara utuh dalam kegiatan penelusuran goa, baik laporan kegiatan maupun laporan ilmiah, untuk kepentingan konservasi
Dapat membuat laporan secara utuh dalam kegiatan penelusuran, baik laporan kegiatan maupun laporan ilmiah, untuk kepentingan konservasi karst dan goa. Mulai
Slide session Diskusi Praktek
kondisional
Kelas dan Praktek Lapangan
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
19
karst dan goa dari pengumpulan data sampai dengan lampiran2 yang mendukung laporan utama
NB: yang dicetak biru ialah materi level lanjut
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
20
ALUR GOAL KDKL
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
21
SKEMA GOAL KURSUS
Output Kursus
Penilaian Test Tulis Praktek Penyusunan Laporan dan
Evaluasi
Tidak
SDM calon Asisten dan
Instruktur
Pengenalan,
Pemahaman,
Level Lanjut
GOAL
Level Dasar INTRODUKSI TEKNIK KEILMUAN RESCUE MANAJEME CAVE
TEKNIK RESCUE MANAJEME CAVE
EXPEDITION
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
22
B. Asisten Instruktur dan Instruktur HIKESPI Output: Peserta kursus dapat melakukan transfer kemampuan teknis dan manajerial, knowledge dan attitude (leadership) sesuai
kapasitasnya sebagai instruktur HIKESPI
Syarat mengikuti kursus Asisten Instruktur dan Instruktur HIKESPI: Peserta telah mengikuti KDKL yang diadakan oleh HIKESPI dan atau mendapat rekomendasi dari Instruktur, Master
Instruktur, Chief Instruktur, dan Course Directour yang berada pada masing-masing Komisariat Daerah HIKESPI (KOMDA).
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
23
Silabus dan Kompetensi Kursus Instruktur dan Asistan Instruktur HIKESPI
No. Materi Target Kompetensi Metode
Penya
mpaia
n
Estimasi
W
a
kt
u
Narasumber Keterangan
A. Leadership Mengetahui pentingnya
kepemimpinan
dalam kegiatan
penelusuran goa,
mengetahui peran
serta pengaruh
seorang instruktur
Dapat melakukan transfer
kemampuan teknis
dan manajerial,
knowledge dan
attitude
(leadership) sesuai
kapasitasnya
sebagai instruktur
B. Keilmuan
Karstologi Memahami proses
terbentuknya batu
gamping dan
kawasan karst,
Dapat melakukan analisa
proses
terbentuknya
kawasan karst,
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
24
serta proses
terjadinya goa dan
speleothem
serta proses
terjadinya goa dan
speleothem pada
lokasi kegiatan
sebagai bahan
laporan ilmiah
Hidrologi,
Geomorfologi
Memahami pentingnya
pendataan
hidrologi dan
morfologi
kawasan karst
Dapat melakukan
pendataan
hidrologi dan
geomorfologi
sesuai analisis
dasar sungai
bawah tanah. Serta
melakukan
interpretasi
kawasan
permukaan
terhadap kondisi
aliran sungai
bawah tanah atau
goa
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
25
Arkeologi Memahami tentang
peranan penting
arkeologi dalam
ilmu speleologi
maupun
konservasi
kawasan
Dapat melakukan
pendataan dasar
potensi arkeologi
goa dan analisis
dasar dari
pendataan yang
dilakukan
Biospeleologi Memahami tentang
pentingnya
pendataan biota
Dapat melakukan
pendataan potensi
kehidupan yang
ada didalam goa
maupun
lingkungan
sekitarnya dan
analisis dasar dari
hasil pendataan
Pariwisata Karst Mampu mengidentifikasi
serta menganalisis
potensi sekaligus
Dapat mengidentifikasi
potensi pariwisata
karst, memahami
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
26
permasalahan
pariwisata karst
azaz pengelolaan
pariwisata karst
(terutama wisata
goa), serta mampu
menganalisis
berbagai
permasalahan
terkait pariwisata
goa beserta
solusinya
Sosekbud, Konservasi Mampu menganalisis
kondisi social dan
budaya masyarakat
kawasan karst
serta paham akan
pentingnya
konservasi
kawasan karst
Dapat mengidentifikasi
kondisi dan
potensi social
budaya
masyarakat,
mengetahui aspek
– aspek konservasi
pada kawasan
karst
C. Rescue
Rescue group Memahami konsep, Dapat mengaplikasikan
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
27
manajemen dan
teknis rescue
group
konsep,
manajemen dan
teknis rescue
group
Raising (taught rope),
Lowering,
Transfer
Memahami secara teori
maupun praktek
mengenai raising,
lowering, dan
transfer
Dapat mengaplikasikan
raising, lowering,
dan transfer
CPR dan Psikologis
korban
Memahami PPGD dan
CPR serta
penanganan
korban
Dapat melakukan PPGD
dan CPR serta
penanganan
korban
Tata laksana musibah
dalam goa
Memahami tata laksana
musibah dalam
goa
Dapat mengaplikasikan
tata laksana
musibah dalam
goa
D. Teknik
Standard safety
procedure
Memahami sinergitas
peralatan dan
perlengkapan
Mampu melakukan
analisa
karakteristik goa,
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
28
penelusuran goa sungai bawah
tanah, filosofi alat,
dan variasi
lintasan
E. Cave Survey
GIS Mengetahui konsep dan
fungsi GIS dalam
kegiatan pendataan
goa
Dapat menerapkan GIS
dalam kegiatan
pendataan goa dan
kawasan karst
Software (3D map) Mengetahui pembuatan
peta goa dengan
menggunakan
software
Dapat melakukan
pembuatan peta
goa dengan
menggunakan
software
Data base Mengetahui pembuatan
data base kawasan
karst dan
fungsinya
Dapat membuat data base
kawasan karst
secara terpadu
F. ManaJemen
SOP Memahami SOP kegiatan
penelusuran goa
Mampu mengaplikasikan
SOP kegiatan
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
29
sesuai standar penelusuran goa
G. Pedagogi dan
Didactic
Mengetahui fungsi silabus
dan kurikulum
dalam pendidikan
speleologi,
mengetahui tujuan
diadakannya
kursus,
mengetahui cara
berkomunikasi dan
meningkatkan
motivasi para
peserta kursus
Dapat berkomunikasi dan
memotivasi para
peserta kursus,
dapat menyusun
silabus dan
kurikulum
pendidikan
speleologi, serta
paham mengenai
kursus speleologi
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com
HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES
30
SKEMA GOAL KURSUS INSTRUKTUR
Output Kursus (Instruktur)
Penilaian Praktek Penyusunan Laporan dan
Evaluasi
Tidak
Dapat melakukan transfer kemampuan
teknis dan manajerial, knowledge
dan attitude (leadership) sesuai
Pemahaman, dan
GOAL
EXPEDITION CONCEPT & FIELD TRIP
Asisten
Leadershi Keilmua Rescu Teknik Cave Manajeme
Pedagogi &
Penilaian
Wawanca
Psikologi Test (PAPI TEST)
Fisik Speleology Self Rescue
PD
F C
reated with deskP
DF
PD
F W
riter - Trial :: http://w
ww
.docudesk.com