LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... - · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN...

78

Transcript of LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... - · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN...

Page 1: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral
Page 2: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

i

LAPORAN AKHIR

EVALUASI

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI

Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan

Kementerian PPN/Bappenas Tahun 2010

Page 3: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

ii

KATA PENGANTAR

Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi bukanlah suatu hal yang baru dalam kebijakan pembangunan di Indonesia. Kebijakan tersebut telah dilaksanakan pemerintah sejak masa Orde Lama. Begitu pula pada masa Orde Baru juga telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam era reformasi kebijakan tersebut terus dilanjutkan, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009.

Berkenaan dengan hal tersebut, pada tahun 2010 Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, melakukan evaluasi pembangunan di bidang hukum, khususnya evaluasi terhadap kebijakan pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Pelaksanaan evaluasi ditekankan pada evaluasi substansi hukum, evaluasi pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan korupsi dan evaluasi kinerja lembaga penegakan hukum. Pembahasan dilakukan melalui pendekatan deskriptif evaluatif dengan metode studi literatur dari hasil penelitian, survei, laporan dan sejenisnya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut serta bekerja sama dalam menyelesaikan laporan evaluasi ini. Kami berharap hasil evaluasi ini dapat memberikan gambaran capaian sasaran pembangunan yang ditetapkan dalam RPJMN 2004-2009. Selain itu, juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan pembangunan selanjutnya. Masukan, perbaikan dan saran yang membangun kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan pelaksanaan evaluasi di masa mendatang.

Jakarta, Desember 2010

Direktur Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

Dr. Yohandarwati Arifiyatno, MA

Page 4: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

iii

DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi

I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2. Perumusan Permasalahan ………..………………………………………. . 3

1.3. Tujuan Evaluasi …………………………………………………………….. . 3

1.4. Metode Evaluasi ……….………….…………………………………….… 3

II. Kebijakan Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

2.1. Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan

Pemberantasan Korupsi …………………………………..……………… 6

2.2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009……. 8

2.3. Rancangan Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK)

………………………………………………………………………………. 11

III. Evaluasi Substansi Hukum di Bidang Pencegahan dan Pemberantasan

Korupsi

3.1. Anatomi Peraturan Perundang-Undangan Terkait Tindak Pidana

Korupsi …………………………………………………………..…………. 15

3.2. Gap Analysis antara Peraturan Perundang-undangan RI dengan UN

Convention against Corruption …………………………………………. 18

3.3. Program Legislasi Nasional Terkait dengan Pencegahan dan

Pemberantasan Korupsi ………………………………………….…… 19

Page 5: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

iv

IV. Evaluasi Pelaksanaan Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

4.1. Evaluasi Umum Pemberantasan Korupsi ……………………………… 24

4.2. Evaluasi Korupsi di Sektor Pengelolaan Anggaran Daerah ................. 29

4.3. Evaluasi Pelayanan Sektor Publik ....................................................... 28

V. Evaluasi Kinerja Lembaga Terkait Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

5.1. Kejaksaan …………………………………………………………………. 45

5.2. Komisi Kejaksaan …………………………………………………………. 53

5.3. Kepolisian ………………………………………………………………….. 56

5.4. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) …………………………………. 61

VI. Kesimpulan dan Rekomendasi

6.1. Kesimpulan ………………………………………………………………… 67

6.2. Rekomendasi………………………………………………………………. 68 DAFTAR PUSTAKA

Page 6: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Korupsi berasal dari kata Latin corruptio (kata kerja: corrumpere) yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik dan menyogok. Korupsi dalam arti luas adalah penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. U No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi, korupsi dikelompokkan atas tujuh bagian besar, yaitu: kerugian keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.

Bagaimanapun korupsi memiliki dampak buruk yaitu sebagai salah satu faktor penghambat utama pelaksanaan pembangunan. Ketidakberhasilan pemerintah memberantas korupsi akan melemahkan citra pemerintah di mata masyarakat dan akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat, serta ketidakpatuhan terhadap hukum, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat dan bertambahnya angka kemiskinan absolut.

Sebenarnya sejarah kebijakan pencegahan dan pemberantasan korupsi sudah ada sejak jaman Orde Baru. Pada tahun 1967 dibentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), kemudian tahun 1970 pemerintah membentuk Tim Penasehat di bidang pemberantasan korupsi yang sering disebut dengan Tim Empat, namun rekomendasinya tidak pernah diikuti oleh pemerintah pada waktu itu. Pada tahun 1977 digelar operasi ketertiban (Opstib) untuk memerangi korupsi melalui tindakan pendisiplinan administrasi. Selanjutnya pada tahun 1987 dibuat Pemsus Restitusi untuk memberantas korupsi di sektor perpajakan. Namun kebijakan pemberantasan korupsi di era Orde Baru dianggap gagal. Korupsi pada era itu menggurita dan semakin

Page 7: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

2

terstruktur dan bahkan mengantarkan bangsa ini ke jurang kehancuran akibat diterpa krisis ekonomi Asia 1997.

Jatuhnya rezim Orde Baru kemudian digantikan oleh Orde reformasi pada medio Mei 1998. Tujuan dari reformasi itu sendiri adalah: (1) Mengatasi krisis ekonomi; (2) Mewujudkan kedaulatan rakyat; (3) Menegakkan hukum berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan, hak asasi manusia; dan (4) Mewujudkan masyarakat madani. Kemudian ditetapkanlah TAP MPR No. XI Tahun 1998 tentang penyelenggaraan Negara yang Bebas KKN yang menjadi pijakan terhadap pencegahan dan pemberantasn korupsi era Reformasi. Pada tahun 1999 dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) dibawah Jaksa Agung. Pada tahun yang sama juga dibentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN) yang kemudian dilebur dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Pada tahun 2002 KPK dibentuk dan dilanjutkan dengan pembentukan Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipokor) pada tahun 2005.

Pencegahan dan pemberantasan korupsi merupakan salah satu tema utama yang diusung oleh setiap pasangan calon presiden pada Pemilu 2004. Segera setelah diangkat karena memenangkan Pemilu 2004, Presiden RI Soesilo Bambang Yudoyono mengeluarkan Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi untuk menunjukkan kesungguhan pemerintah terhadap pemberantasan KKN. Dalam mengimplementasikan Inpres ini kemudian disusun Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) 2004-2009. Pemberantasan korupsi juga merupakan agenda utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Pemerintah juga menggulirkan program Reformasi Birokrasi sebagai salah program dalam pencegahan korupsi serta meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Di sisi lain, reformasi pada aparat penegak hukum merupakan faktor krusial dalam pemberantasan korupsi.

Page 8: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

3

1.2. Perumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi pertanyaan studi ini adalah: (1) Bagaimana capaian kebijakan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia?; (2) Apa yang menjadi faktor penghambat atau kendala dalam pelaksanaan kebijakan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia?; dan (3) Bagaimana capaian reformasi aparat penegak hukum? Oleh karena itu pada dasarnya tulisan ini merupakan evaluasi terhadap kebijakan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

1.3. Tujuan Evaluasi

Adapun tujuan dari studi evaluasi ini adalah:

1. Mengetahui capaian pemerintah dalam hal pelaksanaan kebijakan pencegahan dan pemberantasan korupsi.

2. Mengidentifikasi permasalahan dan hambatan dalam hal pelaksanaan kebijakan pencegahan dan pemberantasan korupsi.

3. Menjadikan hasil evaluasi ini sebagai masukan terhadap para pemangku kepentingan dalam bidang terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi, terutama kepada pemerintah dalam menyusun kebijakan ke depan.

1.4. Metode Evaluasi

Studi evaluasi ini bersifat deskriptif evaluatif. Bersifat deskriptif karena memberikan data atau gambaran keadaan sesungguhnya dari permasalahan yang hendak dikaji. Disebut evaluatif karena dimaksudkan untuk menilai pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan dan pembarantasan korupsi di Indonesia.

Page 9: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

4

Metode yang digunakan adalah studi literatur, hasil penelitan, survei, laporan dan sejenisnya untuk menjawab permasalahan yang diajukan. Pendekatan evaluatif yang digunakan adalah mengidentifikasi dan menganalisa kesenjangan (gap) antara indikator sasaran yang hendak dicapai, dalam hal ini indikator sasaran dalam Inpres 5/2004, RPJMN 2004-2009 dan RAN PK 2004-2009 dengan hasil capaian berdasarkan beberapa hasil penelitian atau survei.

Page 10: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

5

BAB II KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI

Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi telah dilakukan pemerintah sejak pemerintahan Orde Lama, yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Penguasa Militer Angkatan Darat dan Angkatan Laut pada 1957 bernama Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957, yang dimaksudkan untuk menjaring para koruptor ketika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dinilai tidak bisa digunakan untuk penanganan masalah korupsi dan pada Tahun 1961 pemerintah juga menerbitkan Undang-Undang Nomor 1, yang merupakan payung hukum pertama pemberantasan korupsi di Indonesia.

Pada masa Orde Baru, kebijakan upaya pemberantasan korupsi terus dilanjutkan, seperti pembentukan Tim Pemberantas Korupsi (TPK) melalui Keputusan Presiden No. 228 Tahun 1967. Empat tahun kemudian DPR merilis UU No. 3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi. Tahun 1977, Pemerintah mencanangkan Operasi Tertib (Opstib) yang berlanjut dengan Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 1977 tentang Pembentukan Tim Operasi Tertib. Tim tersebut dibentuk untuk meningkatkan daya dan hasil guna serta meningkatkan kewibawaan aparatur pemerintah dan mengikis habis praktek-praktek penyelewengan dalam segala bentuk. Pada tahun 1980 Pemerintah dan DPR telah menerbitkan Undang Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap.

Dalam pelaksanaan pembangunan tahun 2004-2009 kebijakan pencegahan dan pemberantasan korupsi terus digalakkan. Pemerintah terus berupaya memperbaiki dan menyempurnakan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kebijakan pemberantasan korupsi. Kebijakan tersebut ditindaklanjuti dengan adanya Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, kebijakan

Page 11: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

6

pembangunan yang tertuang dalam dokumen RPJMN 2004-2009, dan ditindaklanjuti dengan RAN PK 2004-2009.

2.1. Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi

Mengingat banyaknya permasalahan yang muncul berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang belum tertangani, Pemerintah Indonesia melalui Kabinet Indonesia Bersatu telah menempatkan pemberantasan korupsi sebagai salah satu prioritas dalam pelaksanaan pembangunan nasional dan berkomitmen untuk secara berkesinambungan mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Dalam melaksanakan komitmen tersebut, pemerintah telah melakukan tindakan-tindakan konkrit, yaitu dengan mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang merupakan payung kebijakan pemerintah sekaligus membuktikan kesungguhan pemerintah dalam memberantas korupsi.

Peraturan tersebut secara umum menginstruksikan kepada seluruh para Pimpinan Instansi Pemerintah Pusat maupun Daerah untuk:

1. Menyampaikan pelaporan harta kekayaan penyelenggaraan negara;

2. Membantu Komisi Pemberantasan Korupsi dalam rangka penyelenggaraan pelaporan, pendaftaran, pengumuman dan pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di lingkungannya;

3. Membuat sistem pencapaian kinerja yang terukur di lingkungan penyelenggara negara;

Page 12: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

7

4. Meningkatkan kualitas pelayanan publik;

5. Mencegah kebocoran anggaran negara dalam pengadaan barang dan jasa;

6. Mendukung kepolisian, kejaksaan dan KPK dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi;

7. Menerapkan kesederhanaan baik dalam kedinasan maupun dalam kehidupan pribadi serta penghematan pada penyelenggaraan kegiatan yang berdampak langsung pada keuarga negara;

8. Melakukan kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan penelaahan dan pengkajian terhadap sistemsistem yang berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi dalam ruang lingkup tugas, wewenang dan tanggungjawab masing-masing;

9. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan perpajakan, kepabeanan dan cukai, penerimaan bukan pajak, dan anggaran untuk menghilangkan kebocoran dalam penerimaan keuangan negara.

Secara khusus peraturan tersebut mengamanatkan kepada 10 kementerian/lembaga (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Bappenas, Kementerian PAN, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian BUMN, Kementerian Pendidikan, Kementerian Kominfo, Kejaksanaan Agung, dan Polri), untuk menyusun kebijakan pemberantasan korupsi sesuai dengan bidangnya. Selain itu juga mengamanatkan kepada seluruh Gubernur/Walikota agar dapat menerapkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik di lingkunganan pemerintah daerah, meningkatkan pelayanan publik dan meniadakan pungutan liar dalam pelaksanaannya, dan bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melakukan pencegahan terhadap kemungkinan terjadi kebocoran keuangan negara baik yang bersumber dari APBN maupun APBD.

Page 13: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

8

2.2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) merupakan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan selanjutnya menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga dalam menyusun Rencana Strategis kementerian/lembaga (Renstra-KL) dan menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menyusun/menyesuaikan rencana pembangunan daerahnya masing-masing dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan nasional. Untuk pelaksanaan lebih lanjut, RPJMN akan dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang akan menjadi pedoman bagi penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN).

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) merupakan penjabaran dari Visi, Misi, dan Program Presiden yang memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program kementerian/lembaga dan lintas kementerian/lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Berdasarkan Visi, Misi dan Strategi Pembangunan tersebut RPJMN 2004-2009 mempunyai 3 (tiga) Agenda Pembangunan Nasional, yaitu:

1. Menciptakan Indonesia yang Aman dan Damai,

2. Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis,

3. Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Indonesia.

Page 14: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

9

Agenda yang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi adalah agenda mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis. Dalam agenda tersebut terdapat beberapa sasaran penting yang hendak dicapai antara lain:

1. Meningkatnya keadilan dan penegakan hukum yang tercermin dari terciptanya sistem hukum yang adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif serta yang memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia; terjaminnya konsistensi seluruh peraturan perundang-undangan di tingkat pusat dan daerah sebagai bagian dari upaya memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap kepastian hukum, dengan prioritas penegakan hukum antara lain di bidang: (i) Penindakan pelaku tindak pidana korupsi beserta pengembalian uang hasil korupsi kepada negara; (ii) Peningkatan pemberdayaan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor); serta (iii) Pemberdayaan Komisi Pengawas Kejaksaan sebagai pengawasan eksternal dari masyarakat terhadap kinerja aparat kejaksaan.

2. Meningkatnya pelayanan birokrasi kepada masyarakat yang tercermin dari: (1) Berkurangnya secara nyata praktek korupsi di birokrasi, dan dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang paling atas; (2) Terciptanya sistem pemerintahan dan birokrasi yang bersih, akuntabel, transparan, efisien dan berwibawa; (3) Terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang bersifat diskriminatif terhadap warga negara, kelompok, atau golongan masyarakat; dan (4) Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik.

Sedangkan arah kebijakan untuk mencapai sasaran pembangunan penyelenggaraan negara dalam mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa, adalah:

Page 15: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

10

1. Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk praktik-praktik KKN dengan cara:

a. Penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) pada semua tingkat dan lini pemerintahan dan pada semua kegiatan;

b. Pemberian sanksi yang seberat-beratnya bagi pelaku KKN sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

c. Peningkatan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui koordinasi dan sinergi pengawasan internal, eksternal dan pengawasan masyarakat;

d. Peningkatan budaya kerja aparatur yang bermoral, profesional, produktif dan bertanggung jawab;

e. Percepatan pelaksanaan tindak lanjut hasil-hasil pengawasan dan pemeriksaan;

f. Peningkatan pemberdayaan penyelenggara negara, dunia usaha dan masyarakat dalam pemberantasan KKN.

2. Meningkatkan kualitas penyelengaraan administrasi negara melalui:

a. Penataan kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan agar dapat berfungsi secara lebih memadai, efektif, dengan struktur lebih proporsional, ramping, luwes dan responsif;

b. Peningkatan efektivitas dan efisiensi ketatalaksanaan dan prosedur pada semua tingkat dan lini pemeritahan;

c. Penataan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia aparatur agar lebih profesional sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat;

Page 16: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

11

d. Peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemberlakuan sistem karier berdasarkan prestasi;

e. Optimalisasi pengembangan dan pemanfaatan e-government, dan

dokumen/arsip negara dalam pengelolaan tugas dan fungsi pemerintahan.

3. Meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan dengan:

a. Peningkatan kualitas pelayanan publik terutama pelayanan dasar, pelayanan umum dan pelayanan unggulan;

b. Peningkatan kapasitas masyarakat untuk dapat mencukupi kebutuhan dirinya, berpartisipasi dalam proses pembangunan dan mengawasi jalannya pemerintahan;

c. Peningkatan tranparansi, partisipasi dan mutu pelayanan melalui peningkatan akses dan sebaran informasi.

2.3. Rancangan Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) 2004-2009

Penanganan Korupsi sebagai suatu permasalahan sistemik, memerlukan pendekatan penanganan secara sistematis, yaitu melalui langkah-langkah pencegahan dan penindakan. Untuk memastikan dilaksanakannya langkah-langkah baik pencegahan maupun penindakan serta untuk memberikan hasil yang konkrit kepada masyarakat, pemerintah menyusunRAN-PK 2004-2009 yang merupakan amanat khusus Inpres No. 5 tahun 2004 kepada Bappenas. Pada dasarnya RAN-PK terdiri dari tiga elemen yaitu:

Page 17: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

12

2.3.1 Pencegahan

Langkah pencegahan diartikan dengan berbagai langkah-langkah dan upaya melalui antara perbaikan dan penyempurnaan instrumen kerangka aturan, kebijakan, kelembagaan, proses dan prosedur, sumber daya manusia, budaya serta pelibatan masyarakat untuk mendeteksi maupun mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.

Langkah pencegahan dilakukan pada bidang-bidang pembangunan yang strategis dan rawan terhadap terjadinya penyimpangan, yang dilakukan secara sistemik dan komperhensif berdasarkan urutan prioritas pada seluruh pilar-pilar integritas negara, baik di bidang eksekutif, yudikatif dan legislatif yang terdiri dari:

1. Penyempurnaan Sistem Pelayanan Publik,

2. Peningkatan Kinerja Layanan Pemerintahan,

3. Peningkatan Kinerja Lembaga Pelayanan Publik,

4. Peningkatan Pengawasan atas Pelayanan kepemerintahan,

5. Penyempurnaan Sistem Manajemen Keuangan negara,

6. Penyempurnaan Sistem Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah,

7. Penyempurnaan Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia dan Pembinaan Aparatur Negara,

8. Peningkatan Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat.

2.3.2 Penindakan

Penindakan dilaksanakan untuk mewujudkan nilai-nilai dan harapan yang terdapat di masyarakat, penguatan pemberdayaan peraturan perundang-undangan yang

Page 18: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

13

mendukung upaya pemberantasan korupsi dengan langkah-langkah prioritas dalam penindakan pada:

1. Percepatan penanganan dan eksekusi perkara tindak pidana korupsi.

a. Menentukan sektor prioritas pemberantasan korupsi dan mengaplikasikan indikator kinerja atas penanganan kasus korupsi yang ada guna mempercepat proses penyelesaian;

b. Mendukung penambahan jumlah hakim ad hoc untuk Pengadilan Korupsi;

c. Memperbaiki koordinasi antara Badan Audit Internal dan eksternal dengan badan penegak hukum.

2. Peningkatan dukungan terhadap lembaga penegak hukum.

a. Menyediakan penelusuran harta, audit hukum, pelatihan akuntansi, audit forensik dan hubungan masyarakat;

b. Memperbaiki pengelolaan sistem pengawasan atas badan penegak hukum;

c. Melanjutkan percepatan pembentukan Komisi Jaksa serta Komisi Polisi sebagai badan pengawas eksternal.

3. Peningkatan Kapasitas Aparatur Penegak Hukum;

4. Pengembangan sistem Pengawasan lembaga penegak hukum.

2.3.3. Pengawasan dan Evaluasi

Pengawasan dan evaluasi selain penguatan fungsi pengawasan dari lembaga

pemerintah juga sangat diperlukan pengawasan yang bersifat eksternal, dimana

Page 19: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

14

elemen masyarakat dapat memberikan kontribusi dan implikasi yang besar terhadap

pemberantasan korupsi. Untuk itu penguatan dan perlindungan terhadap masyarakat

untuk melakukan pengawasan yang efektif terhadap praktik-praktik korupsi sangat

diperlukan antara lain dalam bentuk:

1. Pembentukan sistem monitoring.

2. Pengumpulan informasi mengenai proses peradilan yang berkaitan dengan korupsi.

3. Melaksanakan survei atas korupsi.

4. Melaksanakan pengawasan pelaksanaan RAN-PK yang berkaitan denganperbaikan peraturan yang ada.

Page 20: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

15

BAB III EVALUASI SUBSTANSI HUKUM DI BIDANG PENCEGAHAN

DAN PEMBERANTASAN KORUPSI 3.1. Anatomi Peraturan Perundang-Undangan Terkait Tindak Pidana Korupsi

Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan menurut Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 10 Tahun 2004 adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Selain jenis Peraturan Perundang-Undangan di atas, juga diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan perundang-Undangan yang lebih tinggi.

Dalam praktiknya selain jenis sebagaimana dimaksud tersebut juga terdapat Peraturan Menteri sebagai produk hukum yang bersifat mengatur. Selain itu, juga masih ditampilkan produk hukum Ketetapan MPR.

Berkaitan dengan kebijakan pencegahan dan pemberantasan korupsi pemerintah telah mengeluar beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain:

TAP MPR: TAP MPR No. XI Tahun 1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas KKN

Undang-Undang: Undang-Undang No. 11 Tahun 1980 tentang Antisuap

Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih Bebas dari KKN

Page 21: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

16

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tidak pidana Korupsi

Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang perubahan UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Anti Pencucian Uang

Undang-Undang No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi 2003

Undang-Undang No. 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik Masalah pidana

Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Peraturan Pemerintah:

Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2000 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pemberantasan Korupsi

Peraturan Pemerintah No. 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD

Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2004 tentang Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD

Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD

Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2000 tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

INPRES: Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi

Page 22: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

17

Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1971 tentang Pengawasan Tertib Administrasi di Lembaga Pemerintah

Instruksi Presiden No.9 Tahun 1977 tentang Operasi Tertib

Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Instruksi Presiden No.1 Tahun 1971 tentang Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu

KEPPRES/PERPRES:

Keputusan Presiden No. 11 Tahun 2005 Tentang Timtastipikor

Keputusan Presiden No.12 Tahun 1970 tentang "Komisi 4"

Keputusan Presiden No.80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang Jasa Di Instansi Pemerintah sebagaimana terakhir dirubah dengan Peraturan Presiden No. 95 Tahun 2007

Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Keputusan Presiden No.7 Tahun 2007 tentang Pembentukan Panitia Seleksi dan Pemilihan Calon Anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban

Peraturan Presiden No. 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2007 tentang Susunan Panitia Seleksi, Tata Cara Pelaksanaan Seleksi dan Militancies Calon Anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban

SURAT EDARAN:

Surat Edaran Jaksa Agung tentang Percepatan Penanganan Kasus Korupsi Tahun 2004

Page 23: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

18

Surat Edaran Dirtipikor Mabes Polri, tentang Pengutamaan Penanganan Kasus Korupsi

Surat Keputusan Jaksa Agung tentang Pembentukan Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Tahun 2000

Keputusan Bersama KPK-Kejaksaan Agung dalam Kerjasama Pemberantasan Korupsi

3.2. Gap Analysis antara Peraturan Perundang-undangan RI dengan UN Convention Against Corruption

United Nations Convention against Corruption (UNCAC) diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada 9 Desember 2003 di Merida, Mexico. UNCAC merupakan yang terakhir dari rangkaian konvensi-konvensi internasional anti korupsi dalam sepuluh tahun belakangan seperti Inter-American Convention Against Corruption 1996, OECD Convention on Combating Bribery of Foreign Public Officials in International Business

Transaction 1997, Council of Europe Criminal and Civil Law Conventions 1999, dan African Union Convention on Preventing and Combating Corruption 2003.

Berdasarkan tema, UNCAC mempunyai pendekatan yang lebih luas ketimbang konvensi-konvensi sebelumnya. Ia menekankan pada tindakan-tindakan preventif dan kriminalisasi bentuk-bentuk korupsi baik pada sektor publik maupun swasta. Berbeda dengan konvensi lainnya, UNCAC banyak memberikan ketentuan-ketentuan yang tidak mengikat. Namun salah satu temuan utama dalam ketentuan UNCAC adalah ketentuan mengenai asset recovery yang mensyaratkan negara untuk mengembalikan aset hasil korupsi kepada negara asal dimana aset yang dikorupsi ini berasal.

Oleh karena Indonesia merupakan salah satu negara penandatangan UNCAC, maka kemudian dilakukan studi untuk meneliti kepatuhan sistem peraturan perundang-undangan Indonesia terhadap ketentuan-ketentuan dalam UNCAC yang diinisiasi oleh KPK dengan bantuan lembaga donor GTZ dan European Union, dengan nama

Page 24: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

19

Identification of Gap between Laws/Regulations of the Republic of Indonesia and the

UN Convention against Corruption pada 2006.

Berdasarkan hasil studi tersebut, sebagian besar peraturan perundang-undangan Indonesia telah memenuhi ketentuan dalam UNCAC walaupun efektivitasnya atau penegakannya masih perlu dikritisi lebih lanjut. Beberapa temuan dan rekomendasi dalam hasil studi tersebut juga sudah dilakukan sampai sekarang ini oleh pemerintah Indonesia seperti masalah reformasi birokrasi dan reformasi pengadaan barang dan jasa pemerintah.

3.3 Program Legislasi Nasional Terkait Dengan Pencegahan Dan Pemberantasan Korupsi

Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan merupakan bagian integral dari pembangunan hukum nasional. Prolegnas merupakan instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis sesuai dengan program pembangunan nasional dan perkembangan kebutuhan masyarakat yang memuat skala prioritas Program Legislasi Nasional Jangka Menengah (5 Tahun) dan Program Legislasi Nasional Tahunan.

Dengan adanya Program Legislasi Nasional, diharapkan pembentukan undang-undang baik yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden, maupun Dewan Perwakilan Daerah dapat dilaksanakan secara terencana, sistematis, terarah, terpadu dan menyeluruh.

Pembentukan undang-undang melalui Prolegnas diharapkan dapat mewujudkan konsistensi undang-undang, serta meniadakan pertentangan antar undang-undang (vertikal maupun horizontal) yang bermuara pada terciptanya hukum nasional yang adil,

Page 25: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

20

berdaya guna, dan demokratis. Selain itu dapat mempercepat proses penggantian materi hukum yang merupakan peninggalan masa kolonial yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat.

Berdasarkan daftar Rancangan Undang-Undang Prolegnas 2006-2009 terdapat beberapa RUU yang sudah ditetapkan menjadi undang-undang seperti RUU Standar Pelayanan Publik dengan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan RUU Ombudsman dengan UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Namun di satu sisi masih terdapat beberapa RUU terkait dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi yang belum diundangkan sampai saat ini seperti:

1. RUU tentang Konflik Kepentingan Pejabat Publik

2. RUU tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

3. RUU tentang Perubahan atas UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

4. RUU Kode Etik Hakim

5. RUU tentang Perubahan UU No. 11/1980 tentang Tindak Pidana suap

6. RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara

7. RUU tentang Etika Pemerintahan

8. RUU tentang Perilaku Aparat Negara

9. RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Penebangan Hutan Secara Ilegal

10. RUU tentang Perubahan UU No. 16/2004 tentang Kejaksaan RI

11. RUU tentang Perubahan UU No. 2/2002 tentang Kepolisian RI

Page 26: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

21

Selain dari belum diundangkannya RUU sesuai dengan target, bebarapa kelemahan yang teridentifikasi dalam sistem prolegnas sekarang ini adalah1

a. Visi, misi dan tujuan tidak terintegrasikan

:

Dalam Prolegnas (setidaknya dalam format sekarang) tidak terdapat kolom yang mengintegrasikan rasionalitas RUU yang diusulkan sebagai derivasi visi, misi serta tujuan Prolegnas. Visi, misi dan tujuan terabaikan sebagai pembuka kata dalam Prolegnas, sangat minim perdebatan korelasi visi, misi dan tujuan Prolegnas dengan pencantuman suatu usul RUU termasuk dengan penentuan prioritas tahunan.

b. Lemah dalam mengidentifikasikan masalah

Prolegnas (setidaknya dalam format sekarang) tidak ada kolom latar belakang kondisi riil masyarakat dan bangsa Indonesia yang diidentifikasikan sebagai masalah hukum yang hendak dipecahkan. Akibatnya tidak ada “masalah hukum” yang teridentifikasi dengan baik.

c. Tidak ada penilaian kebutuhan

Dengan kelemahan identifikasi masalah sebagaimana tersebut di atas, Prolegnas secara simultan akan lemah untuk menentukan pilihan-pilihan kebutuhan hukum yang hendak dipenuhi. RUU dalam Prolegnas semestinya diusulkan bukan dari keinginan, melainkan cerminan dari kebutuhan hukum masyarakat. Namun dengan tidak adanya landasan masalah hukum, kebutuhan hukum tidak dapat dinilai.

1 Nurul Ghufron, Evaluasi Prolegnas: Prolegnas Sebagai Instrumen Perencanaan Pembangunan Hukum

Page 27: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

22

d. Penetapan prioritas lemah;

Landasan penetapan prioritas adalah identifikasi masalah dan penilaian kebutuhan, melalui stratifikasi. Dengan dua dasar tersebut, langkah-langkah dapat diukur dan dinilai prioritas penyelesaiannya. Jika identifikasi masalah dan penilaian kebutuhan lemah atau bahkan tidak ada, penentuan prioritas bukan saja tidak memiliki rasionalitas bahkan cenderung liar (negotiable). Hal ini sangat membahayakan dan cenderung membuka peluang pada hal-hal yang tidak diinginkan. Prolegnas selama ini ditetapkan berdasarkan terpenuhinya syarat formil yaitu telah adanya Draft RUU dan naskah akademik. Penentuan syarat ini bukan salah namun sangat lemah. Hal ini mendorong kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk mempercepat proses penyiapan RUU dan naskah akademiknya dengan segala konsekuensinya, terutama jika berhadapan dengan kompetitor RUU lain yang bersamaan membuka peluang bagi hal-hal yang tidak diinginkan karena tidak ada dasar untuk menentukan prioritas sejak awal perencanaan dilakukan.

e. Perumusan kebijakan, strategi dan program serta komponen kegiatan masih lemah

Kelemahan dalam perumusan kebijakan, strategi dan program serta komponen terlihat dari masih adanya perebutan (kalau tidak dapat dikatakan sebagai pertikaian) dalam penentuan pihak mana yang hendak menjadi pengusul atau pembahas dari RUU dalam Prolegnas.

f. Supervisi, monitoring dan evaluasi terlalu profan;

Sejauh ini monitoring, dan evaluasi dari pelaksanaan Prolegnas masih sebatas kuantitatif, Setiap tahun evaluasi pelaksanaan Prolegnas hanyalah berupa

Page 28: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

23

laporan tingkat pencapaian tahapan pembahasan serta kuantitas RUU yang diselesaikan. Tahapan penyelesaian pembahasan RUU sampai dimana dan seberapa banyak RUU yang telah diselesaikan. Hal ini bukan tidak baik tetapi terlalu jauh dari harapan perlunya suatu evaluasi dalam proses perencanaan.

Page 29: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

24

BAB IV EVALUASI PELAKSANAAN DAN PENANGANAN PENCEGAHAN

DAN PEMBERANTASAN KORUPSI

4.1. Evaluasi Umum Pemberantasan Korupsi

Pemberantasan korupsi merupakan merupakan agenda utama pemerintah. Keseriusan ini ditunjukkan dengan dikeluarkannya Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Reformasi Birokrasi yang dicanangkan oleh pemerintah juga merupakan bagian dari kebijakan pencegahan korupsi.

Pencapaian atas pelaksanaan kinerja kebijakan pencegahan dan pemberantasan korupsi di tanah air memang masih menjadi tantangan. Sebenarnya sampai dengan tahun 2009, dan terutama sekali pada tahun 2008 tren penanganan korupsi telah dianggap positif. Hal ini dapat dilihat dari Corruption Perception Index yang sejak tahun 2006 terus mengalami kenaikan.

Tabel 4.1 Indeks Persepsi Korupsi Indonesia

Tahun Skor

2006 2,4 2007 2,3 2008 2,6 2009 2,8 2010 2,8

Sumber: Transparansi Internasional

Terutama sekali pada tahun 2008 kenaikan indeks sebesar 0,3 dianggap menunjukkan kinerja pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah cukup membuahkan hasil. Todung Mulya Lubis menilai, ini menunjukan bahwa upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah telah mendapat apresiasi yang tinggi dari para

Page 30: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

25

responden, terutama tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menyeret sejumlah pejabat negara baik di pusat maupun daerah, anggota legislatif dan pejabat publik lainnya yang melakukan tindak pidana korupsi dan upaya pemerintah dalam membenahi pelayanan publik2. Di sejumlah kota dan kabupaten terdapat upaya-upaya untuk mewujudkan good governance dalam bentuk pelayanan satu atap atau one stop

service seperti di Kota Surabaya, Kabupaten Sragen, maupun perbaikan pelayanan publik seperti di Kabupaten Jembrana Bali, Kabupaten Musi Banyuasin Sumsel, dan lain-lain.

Namun pada tahun 2010 pemberantasan korupsi di Indonesia mendapat tantangan yang besar. Hal ini dapat dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi Indonesia sebesar 2,8 yang tidak berubah dari skor pada tahun 2009. Indonesia berada satu kelas dengan negara-negara seperti Benin, Bolivia, Gabon, Kosovo dan Solomon Islands yang sama-sama mempunyai skor 2,8 dan berada pada urutan 110. Di tingkat negara-negara ASEAN, Indonesia berada di bawah Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand, tetapi masih lebih baik dari Vietnam, Filipina, Kamboja, Laos dan Myanmar.

Tabel 4.2 Indeks Persepsi Korupsi Negara ASEAN Negara Skor CPI 2010

Singapura 9,3 Brunei Darussalam 5,5

Malaysia 4,4 Thailand 3,5 Indonesia 2,8 Vietnam 2,7

Timor Leste 2,5 Filipina 2,4

Kamboja 2,1 Myanmar 1,4

Sumber: Transparansi Internasional

2 “Indeks Indonesia Naik Signifikan”, 23 September 2008. Lihat http://www.ti.or.id. Diunduh pada 1 Desember 2010.

Page 31: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

26

Beberapa indikasi yang dianggap menjadi faktor kegagalan peningkatan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia adalah:

• Persepsi terjadinya Pelemahan KPK yang menyebabkan efektivitas kerja

penanganan kasus‐kasus korupsi besar seperti kasus cek perjalanan untuk anggota DPR, kasus Bank Century, dan kasus pajak Gayus, menjadi lambat.

• Dalam hal reformasi birokrasi, inisiatif‐inisiatif untuk mempercepat proses perijinan usaha yang dicanangkan oleh pemerintah akhir tahun lalu seperti berjalan di tempat.

Berdasarkan data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) jumlah kasus korupsi berdasarkan tahun terjadi adalah sebagaimana diagram berikut ini.

Gambar 4.1 Kasus Korupsi Berdasarkan Tahun Terjadi

Sumber: Indonesia Corruption Watch

Lima kasus tertinggi yang disidik tahun 2010 adalah kasus yang terjadi tahun 2008 yaitu 58 kasus, tahun 2007 dengan 32 kasus, tahun 2009 dengan 26 kasus, tahun 2006 dengan 19 kasus dan tahun 2005 dengan 15 kasus. Khusus untuk kasus yang terjadi pada tahun 2010 dan telah ditetapkan penyidikan yaitu kasus dalam pengurusan

Page 32: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

27

perkara sengketa tanah yang melibatkan PT Sabar Ganda di Majelis Banding Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) dan kasus yang melibatkan auditor BPK khususnya terkait agar rekayasa laporan keuangannya WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) terhadap Pemerintah Kota Bekasi.

Gambar 4.2 Jumlah Kasus yang Ditangani Institusi Penegak Hukum Tahun 2010

Sumber: Indonesia Corruption Watch

Selama semester I tahun 2010 setidaknya tercatat 176 kasus korupsi yang statusnya sudah ditingkatkan ke penyidikan oleh aparat penegak hukum. Dari 176 kasus tersebut, jajaran kejaksaan yang paling dominan menangani kasus korupsi di berbagai daerah dengan 137 kasus, sedangkan Kepolisian sebanyak 25 kasus dan KPK sebanyak 14 kasus.

Ada sedikit kemajuan di institusi kejaksaan dan kepolisian dalam menangani kasus korupsi. Kejaksaan misalnya mulai berani menangani kasus korupsi yang melibatkan mantan menteri yaitu Yusril Ihza Mahendra dalam kasus Sisminbakum dan Pengusaha Hartono Tanoesudibjo. Kemudian kepolisian sendiri telah menetapkan tersangka dua anggotanya Kompol Arafat dan AKP Sri Sumartini, dua jaksa yaitu Cirus Sinaga dan Poltak Manullang serta satu hakim Mustadi Asnun yang diduga terlibat dalam kasus suap dan manipulasi pajak.

Page 33: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

28

Gambar 4.3 Aktor Korupsi 2010

Sumber: Indonesia Corruption Watch Data ICW menunjukkan terdapat peningkatan keterlibatan aktor dari sektor swasta khususnya dengan latar belakang jabatan komisaris/direktur. Setidaknya 61 orang sudah ditetapkan tersangka. Tipologi kasus yang melibatkan aktor dari swasta umumnya terkait pengadaan barang dan jasa (procurement). Itu artinya ada upaya masif di kalangan sektor swasta untuk menggerogoti anggaran daerah melalui kegiatan-kegiatan pengadaan. Pelaku tertinggi lain diikuti oleh Kabag/kabid (56 orang),

Page 34: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

29

anggota DPRD (52 orang), karyawan/staf di pemerintahan kab/kota (35 orang) dan Kepala Dinas (33 orang).

Jika dibandingkan antara semester 1 tahun 2009 dan semester 1 tahun 2010, terdapat pergeseran aktor korupsi dari aktor yang didominasi anggota legislatif menjadi aktor dari sektor swasta. Orientasi sektor swasta masih sebatas mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan berbagai cara, baik suap, upaya agar ditunjuk langsung, penggelembungan harga, dan proyek/ laporan fiktif.

4.2. Evaluasi Korupsi di Sektor Pengelolaan Anggaran Daerah

Data dari ICW menunjukkan baik tahun 2009 maupun tahun 2010, keuangan daerah tetap sebagai sektor yang paling rawan dikorupsi dengan APBD sebagai objek korupsinya Beberapa kasus APBD dengan potensi kerugian negara yang sangat besar selama tahun 2010, antara lain: (1) Kasus pembobolan kas daerah Aceh utara sebesar Rp220 miliar, (2) Kasus korupsi APBD di Indragiri hulu sebesar Rp116 miliar, (3) Kasus korupsi kas daerah di Pasuruan Jawa Timur sebesar Rp74 miliar, dan (4) Kasus korupsi dana otonomi daerah di Kabupaten Boven Digoel sebesar Rp49 miliar rupiah.

Gambar 4.4 Sektor Korupsi 2009

Sumber: : Indonesia Corruption Watch

Page 35: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

30

Gambar 4.5. Sektor Korupsi 2010

Sumber: Indonesia Corruption Watch

Lima tertinggi sektor korupsi yang menyumbangkan potensi kerugian negara terbesar diduduki oleh sektor Keuangan daerah dengan Rp596,232 miliar (38 kasus), Perizinan Rp420 miliar (1 kasus), Pertambangan Rp365,5 miliar (2 kasus), Energi/listrik Rp140,8 miliar (5 kasus), dan Perbankan Rp96,1 miliar (3 kasus).

Sektor pertambangan dengan jumlah kasusnya sedikit tetapi merugikan negara dalam jumlah besar. Selain keuangan daerah, sektor yang sangat rawan menimbulkan kerugian negara yang besar adalah sektor energi, partambangan dan perbankan. Oleh karenanya aparat penegak hukum harus meningkatkan kewaspadaan penanganannya di tiga sektor tersebut.

Page 36: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

31

Gambar 4.6 Modus Korupsi 2010

Sumber: Indonesia Corruption Watch Data dari ICW menunjukkan modus korupsi terbesar yang terungkap selama semester 1 tahun 2010 adalah modus penggelapan dengan 62 kasus, diikuti modus mark up 52 kasus, proyek fiktif 20 kasus, penyalahgunaan anggaran 18 kasus dan suap 7 kasus.

Telah terjadi pergeseran modus dimana modus tertinggi selama semester I tahun 2009 adalah modus penyalahgunaan anggaran tertinggi dengan 32 kasus Sedangkan di semester I tahun 2010 modus penggelapan merupakan yang paling dominan dengan 62 kasus. Sinyalemen ICW mengkaitkan pergeseran tersebut dengan kondisi politik yang terjadi pada tahun 2008 dan 2009 yang merupakan tahun persiapan menjelang pemilukada. Modus penggelapan, umumnya terkait dengan penyimpangan dana yang langsung berhubungan dengan kepentingan masyarakat seperti dana-dana bantuan sosial (bansos), yang marak terjadi tahun 2008 dan 2009.

Page 37: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

32

Gambar. 4.6 Modus Korupsi 2009

Sumber: Indonesia Corruption Watch

Walau data dari ICW menunjukkan keuangan daerah tetap sebagai sektor yang paling rawan dikorupsi dengan APBD sebagai objek korupsinya, sebenarnya upaya-upaya pengelolaan anggaran daerah oleh pemerintah daerah telah menunjukkan hasil. Hal ini ditunjukkan oleh studi yang dilakukan oleh Seknas FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) tahun 2009 yang menunjukkan aspek transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah terhadap pengelolaan anggaran daerah menunjukkan hasil yang cukup mengejutkan yakni cukup optimal. Hasil yang ada menunjukkan bahwa upaya pemerintah untuk mendorong proses transparansi dan akuntabilitas perlu diapresiasi. Sedangkan tingginya tingkat korupsi APBD berdasarkan data ICW dapat dimaklumi karena sektor anggaran merupakan sumber utama penyedia dana yang berpotensi untuk dikorupsi.

Page 38: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

33

Gambar 4.7 Tingkat Transparansi Anggaran Daerah

Sumber: Seknas Fitra- Kinerja Pengelolaan Anggaran Daerah 2009

Tingkat Transparansi Anggaran Pada Tahapan Pengelolaan Anggaran Daerah

Dalam hal ketersediaan dokumen, pemerintah daerah pada umumnya telah membuat dokumen yang ada kecuali Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah (ILPPD). Sesuai dengan amanat PP No 3 / 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang mengharuskan Pemda membuat dan mempublikasikan ILPPD kepada masyarakat. Ada dua kondisi yang menyebabkan kelangkaan ini, yaitu: (i) Pemerintah kurang memberikan perhatian untuk membangun mekanisme akuntabilitas dan transparansi publik melalui dokumen ILPPD; (ii) Beberapa daerah yang diteliti menyatakan belum mengetahui adanya aturan ini sehingga tidak membuatnya.

Dari sisi publikasi dokumen anggaran, penelitian ini menunjukkan daerah yang paling banyak mempublikasikan dokumen perencanaan penganggaran baik melalui website maupun media lainnya adalah Kota Pare-Pare. Sementara itu, pemerintah daerah yang hanya mempublikasikan satu dokumen anggaran adalah Kabupaten Bone, Kabupaten Polman, Kota Surakarta, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Malang.

Daerah yang paling sulit untuk diakses dokumen anggarannya adalah Kabupaten Cilacap. Terdapat 18 (90%) dari 20 dokumen yang tidak bisa diakses di daerah tersebut, diikuti oleh Kota Banjar dengan 12 dokumen (60%) dan Kota Blitar dengan 10

Page 39: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

34

(50%) dokumen. Sementara itu, masih ada 27 daerah lainnya dengan rata-rata 5–7 dokumen anggarannya yang tidak bisa diakses di daerah-daerah tersebut.

Gambar 4.8 Aksesibilitas Dokumen Anggaran

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Kota Pare-Pare

Kota Surabaya

Kota Semarang

Kab. Sleman

Kab. Kendal

Kota Blitar

Kab. Bojonegoro

Kab. Sumedang

Kab. Aceh Barat

Kota Pekalongan

Kab. Bone

Kab. Polewali Mandar

Kab. Sumbawa Barat

Padang Panjang

Kota Pontianak

Kota Surakarta

Kab. Boyolali

Kab. Malang

Kab. Sidrap

Kab. Wajo

Kab. Gorontalo Utara

Kota Gorontalo

Kota Palu

Kab. Lombok Barat

Kab. Lombok Timur

Kab. Dompu

Kab. Aceh Besar

Kab. Aceh Utara

Kota Padang

Kota Dumai

Kab. Serdang Bedagai

Kota Bandar Lampung

Kota Palangkaraya

Kab. Garut

Kab. Pekalongan

Kab. Semarang

Kab. Cilacap

Kota Banjar

Kab. Situbondo

Kab. Bondowoso

Kab. Pasuruan

Dipublikasikan

Diakses dengan permintaanTidak dapat diakses

Tidak dibuat

Sumber: Seknas Fitra-Kinerja Pengelolaan anggaran Daerah 2009

Page 40: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

35

Aspek akuntabilitas pengelolaan anggaran oleh pemerintah daerah menunjukkan hasil yang relatif baik di semua tahapan pengelolaan anggaran, khususnya pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban. Pada tahap perencanaan memiliki kinerja akuntabilitas sangat tinggi karena dokumen-dokumen perencanaan, umumnya bisa dibuat tepat waktu disertai adanya wahana bagi publik untuk terlibat. Demikian halnya pada tahap pelaksanaan dan pertanggungjawaban. Tantangan pemerintah daerah dalam mendorong akuntabilitas publik perlu dikuatkan pada tahap pembahasan. Seringkali pada tahap ini, legislatif dan eksekutif gagal dalam penyediaan ruang pertanggungjawaban kepada publik. Salah satunya adalah ketepatan waktu dalam pembahasan dokumen anggaran yang seringkali molor dari waktu yang diatur dalam perundang-undangan.

Tingkat Akuntabilitas Pada Tahan Pengelolaan Anggaran

Dalam penelitian Seknas Fitra tersebut juga menunjukan bahwa mayoritas pemerintah daerah telah memiliki standar harga yang diperbaharui setiap tahunnya. Standar harga merupakan kebijakan penting yang harus ditetapkan oleh pemerintah sebagai rujukan penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dalam proses pengadaan barang dan jasa. Standar harga dipergunakan untuk menyusun anggaran berdasarkan harga satuan yang berlaku di pasaran. Sehingga, pada pelaksanaan anggaran dapat dijamin efisiensi pengadaan barang atau jasa dengan mengacu standar harga yang ditetapkan pemerintah daerah. Dengan adanya standar harga ini, maka potensi mark up anggaran akan semakin kecil.

Gambar 4.9 Tingkat Akuntabilitas Anggaran Daerah

Sumber: Seknas Fitra-Kinerja Pengelolaan anggaran Daerah 2009

Page 41: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

36

Korupsi dan kolusi pengadaan barang dan jasa atau tender dapat terjadi baik di sektor publik (public procurement )maupun swasta (privat procurement). Namun distorsi dalam public procurement memiliki dampak yang lebih luas ketimbang dalam privat

procurement3. Public procurement sangat vital peranannya dalam sistem perekonomian suatu negara, biasanya berkontribusi sekitar 15%-20% dari Produk Domestik Bruto4. Uang yang hilang dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah (public

procurement) merupakan pemborosan dana publik. Kerugian akibat korupsi dan kolusi pada sektor infrastruktur dan pelayanan publik, baik dalam kualitas atau jumlah, memiliki dampak merugikan terbesar pada masyarakat kurang mampu, yang sangat mengandalkan pada penyediaan layanan publik secara lebih luas. Distorsi dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah akan merugikan demokrasi dan tata kelola pemerintah yang baik, yang mana hal tersebut akan menghambat investasi dan pembangunan ekonomi

Kota Dumai yang berada pada urutan terakhir, dipengaruhi oleh nilai pada tahap pertanggungjawaban yang rendah karena ketiadaan informasi laporan realisasi APBD, dan masuk dalam kategori terendah dalam tahap pembahasan dan pelaksanaan anggaran. Sementara, rendahnya kinerja Kabupaten Aceh Besar terutama dipengaruhi

.

Lima daerah terbaik dalam kinerja akuntabilitas dalam perencanaan dan

penganggaran daerah adalah: Kabupaten Sleman, Kabupaten Bone,Kabupaten

Sumedang, Kota Palangkaraya, dan Kabupaten Boyolali. Sedangkan lima

daerah yang memperoleh kinerja akuntabilitas terburuk dalam perencanaan

dan penganggaran adalah: Kota Dumai, Kabupaten Aceh Barat, Kota Banjar, Kota

Semarang, dan Kabupaten Pasuruan.

3 OECD, Collusion and Corruption in Public Procurement, Series Roundtables on Competition Policy, October 15, 2010, p. 10. 4 Ibid.

Page 42: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

37

oleh nilai pelaksanaan anggaran yang terendah karena tidak melakukan perubahan pada APBD-nya.

Gambar 4.10 Indeks Akuntabilitas Anggaran

Sumber: Seknas Fitra-Kinerja Pengelolaan anggaran Daerah 2009

Page 43: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

38

4.3. Evaluasi Pelayanan Sektor Publik

Setidaknya ada empat fungsi yang dilaksanakan oleh pemerintah, yaitu: (1) menyediakan (memproduksi) barang dan jasa, (2) membuat regulasi, (3) melakukan redistribusi pendapatan (sumber daya ekonomi), serta (4) menggunakan (konsumen) barang dan jasa. Pemerintah memproduksi barang dan jasa terutama pada sektor-sektor strategis, atau karena sifatnya yang memang harus disediakan pemerintah, yaitu barang yang memiliki sifat sebagai barang publik atau strategis seperti keamanan, bahan bakar, listrik, jasa kereta api, telekomunikasi, pelabuhan dan lain sebagainya.

Fungsi regulasi dan redistribusi pendapatan serta instrumen pelaksanaannya yang menyangkut aspek ekonomi (pajak dan subsidi), pelayanan dasar (kesehatan dan pendidikan), perijinan, pertahanan, keamanan, dan aspek-aspek lain yang terkait dengan penyelenggaraan negara dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangundangan. Untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, pemerintah menggunakan instrumen birokrasi dan unit usaha pemerintah.

Peningkatan pelayanan publik merupakan sasaran yang ingin dicapai baik yang diamanatkan oleh Inpres No.5/2004, RAN-PK maupun RPJM 2004-2009. Peningkatan pelayanan pubiik merupakan salah satu sasaran dalam agenda mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis sebagaimana dinyatakan dalam RPJM. Lebih detilnya sasaran tersebut adalah meningkatnya pelayanan birokrasi kepada masyarakat yang tercermin dari: (1) berkurangnya secara nyata praktek korupsi di birokrasi, dan dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang paling atas; (2) terciptanya sistem pemerintahan dan birokrasi yang bersih, akuntabel, transparan, efisien dan berwibawa; (3) terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang bersifat diskriminatif terhadap warga negara, kelompok, atau golongan masyarakat; (4) meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik.

Page 44: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

39

Peningkatan pelayanan publik juga merupakan tujuan umum dari reformasi birokrasi yang dicanangkan oleh pemerintah sebagaimana tertuang dalam Pedoman Umum Reformasi Pemerintah (Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No:Per/15/M.PAN/7/2008), yaitu membangun/membentuk profil dan perilaku aparatur negara dengan:

1. Integritas tinggi, yaitu perilaku aparatur negara yang dalam bekerja senantiasa menjaga sikap profesional dan menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas serta menjaga keutuhan pribadi.

2. Produktivitas dan bertanggung jawab, yaitu hasil optimal yang dicapai oleh aparatur negara dari serangkaian program kegiatan yang inovatif, efektif dan efisien dalam mengelola sumber daya yang ada serta ditunjang oleh dedikasi dan etos kerja yang tinggi

3. Kemampuan memberikan pelayanan yang prima, yaitu kepuasan yang dirasakan oleh publik sebagai dampak dari hasil kerja birokrasi yang profesional, berdedikasi dan memiliki standar nilai mora yang tinggi dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, utamnya dalam memberikan pelayanan yang prima kepada publik dengan sepenuh hati dan rasa tanggung jawab.

Sedangkan tujuan khusus dari reformasi birokrasi adalah membangun/membentuk birokrasi yang (i) bersih, (ii) efisien, efektif dan produktif, (iii) transparan, (iv) melayani masyarakat, (v) akuntabel.

Hasil survei integritas sektor publik tahun 2010 yang dilakukan KPK menunjukkan Indeks Integritas Nasional (IIN) adalah 5,42, dengan perincian nilai rata-rata integritas di tingkat pusat 6,16, nilai rata-rata integritas sektor publik di tingkat instansi vertikal

Page 45: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

40

adalah 5,26, dan nilai rata-rata integritas di tingkat pemerintah kota 5,07. Bila dibandingkan, nilai integritas pemerintah kota relatif lebih rendah dibanding nilai integritas instansi di tingkat pusat maupun instansi vertikal di 22 kota.

Pada instansi pusat terdapat 12 (Duabelas) unit layanan dengan nilai integritas di bawah 6 yaitu: layanan Perizinan Penangkapan dan Pengangkutan Ikan (Kementerian Kelautan dan Perikanan); layanan Kepulangan TKI di Terminal Selapajang (BNP2TKI); layanan Pengelolaan Property Bandara (PT. Angkasa Pura II); layanan Izin Usaha Waralaba Dalam Negeri (Kementerian Perdagangan); layanan Bea Masuk (Kementerian Keuangan); layanan Sertifikasi Produk (SNI) (Kementerian Perindustrian); layanan Lembaga Permasyarakatan (Kementerian Hukum dan HAM); layanan Izin Trayek Angkutan Darat Antar Provinsi (Kementerian Perhubungan); layanan Kargo (PT. Angkasa Pura II); layanan Pengujian Keselamatan Kesehatan Kerja (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi); layanan Pendaftaran Impor Obat Ikan (Kementerian Kelautan dan Perikanan); layanan Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut (Kementerian Perhubungan).

Kemudian terdapat 10 (Sepuluh) teratas unit layanan dengan nilai integritas di atas 6 yaitu: layanan Izin Pemasukan dan Pengeluaran Benih (Kementerian Pertanian), layanan Izin Usaha Tetap (IUT) (Badan Koordinasi Penanaman Modal), layanan Izin Pemasukan Karkas, Jeroan dan Daging Dari Luar Negeri (Kementerian Pertanian), layanan Pengajuan Tanda Pendaftaran Tipe Kendaraan Bermotor (TPT) (Kementerian Perindustrian), layanan Penerbitan Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT) (Badan Koordinasi Penanaman Modal), layanan Pendaftaran MD/ML (Badan Pengawas Obat dan Makanan), layanan Sewa Lahan (PT. Kawasan Berikat Nusantara), layanan Kas ke Bank Umum (Bank Indonesia), layanan Izin Prinsip dan Izin Usaha BPR (Bank Indonesia), dan layanan Jasa Pelayanan Logistik (PT. Kawasan Berikat Nusantara).

Page 46: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

41

Selangkapnya unit layanan pada instansi pusat dengan nilai integritas di atas 6 adalah sebagaimana tabel berikut di bawah ini.

Tabel 4.3 Indeks Integritas Tahun 2010, Unit Layanan

Sedangkan untuk Indeks Integritas daerah yang merupakan gabungan antara Indeks Integritas dari unit layanan instansi vertikal yang berada di daerah tersebut dan Indeks Integritas pemerintah daerah adalah sebagaimana tabel berkut.

Page 47: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

42

Untuk Instansi vertikal di 22 kota yang merupakan instansi pusat yang mempunyai unit layanan di kota yang bersangkutan (yaitu PT. PLN, Mahkamah Agung/Pengadilan, Kementerian Hukum dan HAM, Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Agama dan Kepolisian), terdapat 10 (Sepuluh) unit layanan dengan nilai integritas di bawah 6 yaitu: layanan Gangguan Listrik (PT. PLN), layanan Pengadilan Tilang (Mahkamah Agung/Pengadilan), layanan Pengadilan Umum (Mahkamah Agung/Pengadilan), layanan Penerbitan Paspor (Kementerian Hukum dan HAM), layanan Kadastral (Badan Pertanahan Nasional), layanan Pembuatan Sertifikat Tanah (Badan Pertanahan Nasional), layanan Pemasangan Listrik Baru (PT. PLN), layanan Pembuatan SKCK (Kepolisian), layanan Administrasi Penikahan (Kementerian Agama), dan Layanan Pembuatan Surat Izin Mengemudi (Kepolisian).

Sedangkan hanya 1 (Satu) unit layanan dengan nilai integritas di atas 6 yaitu: Layanan Penyelenggaraan Ibadah Haji (Kementerian Agama)

Untuk tingkat pemerintah kota terdapat 3 (Tiga) unit layanan yang disurvei di 22 pemerintah kota yaitu: layanan Pembuatan KTP, layanan Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan layanan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Hasil survey menunjukkan 20 (Dua puluh) Pemerintah Kota dengan nilai integritas di bawah 6 yaitu:

• Kota Yogyakarta, • Kota Ambon, • Kota Tanjung Pinang, • Kota Pontianak, • Kota Serang, • Kota Jakarta Barat, • Kota Jakarta Timur, • Kota Jakarta Pusat, • Kota Mataram, • Kota Jakarta Utara,

• Kota Bandung, • Kota Semarang, • Kota Jakarta Selatan, • Kota Pekanbaru, • Kota Manado, • Kota Jayapura, • Kota Makasar, • Kota Palembang, • Kota Bandar Lampung • Kota Medan.

Page 48: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

43

Sedangkan hanya dua Pemerintah Kota dengan nilai integritas di atas 6 yaitu:

• Kota Surabaya

• Kota Samarinda Hasil Indeks Integritas Nasional menunjukkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya (dari 6,5 di tahun 2009 menjadi 5,42 di tahun 2010). Salah satunya disebabkan oleh menurunnya kualitas pelayanan publik di beberapa unit layanan baik di instansi pusat, instansi vertikal maupun pemerintah kota. Selain itu menurunnya indeks integritas nasional disebabkan pula oleh perluasan sebaran geografis mencakup wilayah Indonesia bagian timur serta perluasan sebaran unit layanan terhadap instansi vertikal di 22 kota besar.

Dengan menurunnya Indeks Integritas Nasional maka hal ini merupakan indikator bagi pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah untuk mengupayakan lebih baik lagi layanan publik secara lebih optimal.

Gambar 4.4 Indeks Integritas Daerah Tahun 2010

Page 49: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

44

BAB V EVALUASI LEMBAGA TERKAIT PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN

KORUPSI

Reformasi birokrasi pada hakekatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan, terutama menyangkut aspek: 1. Kelembagaan; 2. Ketatalaksanaan; 3. Sumber daya manusia.

Visi yang diusung reformasi birokrasi adalah terciptanya tata kelola pemerintah yang baik tahun 2025. Sedangkan misi untuk mencapai visi tersebut terdiri dari:

1. Membentuk dan atau menyempurnakan peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum tata kelola pemerintahan yang baik.

2. Memodernisasi birokrasi pemerintahan dengan optimalisasi pemakaian teknologi informasi dan komunikasi.

3. Mengembangkan budaya, nilai kerja dan perilaku yang positif.

4. Mengadakan restrukturisasi organisasi (kelembagaan) pemerintahan.

5. Mengadakan relokasi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia termasuk perbaikan sistem renumerasi.

6. Menyederhanakan sistem kerja, prosedur dan mekanisme kerja.

7. Mengembangkan mekanisme kontrol yang efektif.

Tujuan dari reformasi birokrasi terbagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umumnya adalah membangun/membentuk profil dan perilaku aparatur negara dengan:

Page 50: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

45

1. Integritas tinggi;

2. Produktivitas tinggi dan bertanggung jawab; dan

3. Kemampuan memberkan pelayanan yang prima. Sedangkan tujuan khusus dari reformasi kejaksaan adalah untuk membentuk birokrasi yang bersih, efisien, produktif, transparan, melayani masyarakat dan akuntabel.

Sasaran dari reformasi birokrasi pun terbagi menjadi sasaran umum dan sasaran khusus. Perubahan pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) serta sistem manajemen pemerintahan menjadi sasaran umum reformasi birokrasi. Sedangkan sasaran khusus mencakup lima area perubahan, yaitu: kelembagaan (organisasi), budaya organisasi, ketatalaksanaan, regulasi deregulasi birokrasi dan sumber daya manusia.

Untuk memberikan refernsi dan acuan pelaksanaan reformasi birokrasi bagi kementrian/lembaga/pemerintah daerah, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara menyusun Pedoman Umum Reformasi Birokrasi sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. Per/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. 5.1 Kejaksaan Agung

Pedoman Umum Reformasi Birokrasi yang diterbitkan oleh Kementrian Pendayagunaan Apartur Negara ini juga digunakan oleh Kejaksaan dalam menyusun Program Reformasi Kejaksaan yang diluncurkan pada 18 September 2008. Kaitannya dengan Agenda Pembaruan Kejaksaan yang telah terlebih dahulu dilaksanakan adalah bahwa enam Peraturan Kejaksaan terkait pembaruan di bidang organisasi dan sumber daya manusia merupakan modal yang sangat besar bagi Kejaksaan untuk

Page 51: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

46

melaksanakan reformasi birokrasi yang pada hakekatnya merupakan reformasi yang menyentuh seluruh aspek organisasi.

Adapun visi reformasi birokrasi kejaksaan adalah tercapainya aparat kejaksaan yang profesional dan berintegritas berlandaskan nilai-nilai luhur Satya Adhi Wicaksana demi terciptanya kepastian hukum dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik tahun 2025.

Dalam waktu delapan bulan Kejaksaan telah menyelesaikan Tahap I Program Birokrasi Kejaksaan. Pada 29 Mei 2009, Wakil Jaksa Agung menyerahkan Laporan Perkembangan Reformasi Birokrasi Kejaksaan kepada Tim Reformasi Birokrasi Nasional yang berada di bawah Kementrian PAN. Laporan tersebut memuat kegiatan dan hasil Reformasi Birokrasi Kejaksaan yang terdiri dari:

5.1.1 Program Percepatan (quick wins)

Program ini terdiri dari empat program:

a. Percepatan dan optimalisasi penanganan perkara

1) Pidana umum:

ii. Kesetaraan penyelesaian hasil penyidikan;

iii. Pedoman tuntutan pidana;

iv. Pengendalian rencana tuntutan perkara penting

v. Memimalisir bolak balik perkara

2) Pidana khusus:

vi. Standar kinerja penanganan perkara tindak pidana korupsi

vii. Pembentukan satuan khusus penanganan perkara tindak pidana korupsi

Page 52: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

47

viii. Pengendalian penanganan tindak pidana korupsi

ix. Pembentukan satuan khusus supervisi dan bimbingan teknis penuntutan perkara tindak pidana korupsi, perikanan dan ekonomi (cukai dan kepabeanan)

x. Membercepat proses penanganan perkara-perkara korupsi se Indonesia

b. Penerapan sistem teknologi informasi penanganan perkara

c. Penerapan sistem teknologi informasi laporan pengaduan

d. Pembenahan website Kejaksaan

5.1.2 Evaluasi Kinerja Kejaksaan

Kegiatan ini bertujuan memotret kondisi terkini dari Kejaksaan dan mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh oleh delapan aspek organisasi, yaitu aspek kepemimpinan, perencanaan kinerja, organisasi, manajemen SDM, penganggaran berbasis kinerja, pengukuran, analisis dan manajemen informasi, manajemen proses, dan pencapaian hasil. Reformasi birokrasi, yang menitikberatkan pada pembenahan aspek manajemen organisasi dan sumber daya manusia, membutuhkan keahlian khusus agar dapat diterapkan pada Kejaksaan. Namun pada kenyataannya, sangat sedikit pegawai Kejaksaan yang memiliki latar belakang pemahaman dan pengetahuan tentang manajemen organisasi dan SDM tersebut, terutama pada lingkungan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan.

Reformasi Kejaksaan yang diluncurkan pada tanggal 18 September 2008 diharapkan mampu menciptakan kejaksaan yang bersih, transparan, dan akuntabel. Sebagaimana

Page 53: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

48

tercantum dalam agenda, reformasi birokrasi kejaksaan ditujukan untuk membangun profil dan membentuk perilaku kejaksaan yang berintegritas tinggi, berproduktivitas tinggi dan bertanggung jawab dan mengutamakan pelayanan masyarakat. Penilaian terhadap tahap implementasi jangka pendeknya berdasarkan studi adalah sebagai berikut. Penataan Organisasi

Bebarapa studi juga menunjukkan bawah organisasi kejaksaan yang ada saat ini sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan reformasi kejaksaan yang ada saat ini sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan reformasi. UU No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia disebutkan bahwa Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Kejaksaan merupakan professional legal organization, organisasi kejaksaan harus dapat mewujudkan kejaksaan sebagai professional legal organization yang kaya akan fungsi, sederhana, efisien, produktif, dan profesional. Organisasi kejaksaan yang ada saat ini adalah organisasi yang berorientasi pada struktur yang sama dengan organisasi pemerintahaan pada umumnya padahal ia memiliki kekhususan yang berbeda dengan organisasi pemerintahan pada umumnya. Organisasi Kejaksaan seharusnya adalah organisasi fungsional.

Salah satu bentuk reformasi yang dicanangkan oleh Kejaksaan adalah program percepatan (quick wins). Keluaran program ini bertujuan membangun kepercayaan masyarakat (publick trust building) yang meliputi: (1) percepatan penanganan perkara dalam rangka membeikan pelayanan prima kepada masyarakat dalam penegakan hukum, (2) penerapan sistem teknologi informasi (online) penanganan perkara tindak

Pelayanan Publik

Page 54: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

49

pidana korupsi (mulai dari proses penyeledikan sampai eksekusi, jumlah kasus korupsi, pengembalian kerugian negara, tanggal dan nomor bukti setoran ke kas negara, dll); (3) penerapan sistem teknologi informasi (online) dalam pengelolaan pangaduan jaksa yang terkena hukuman disiplin; (4) pengembangan (updating) website Kejaksaan RI sehingga masyarakat dapat mengakses informasi penanganan perkara dan pengaduan masyarakat.Langkah-langkah pelaksanaan quick wins meliputi (i) pembenahan SOP penanganan perkara pidana khusus dan pidana umum, serta laporan masyarakat; (2) pembenahan sistem informasi penanganan perkara pidana khusus dan pidana umum, serta laporan masyarakat; (3) pembenahan website kejaksaan; (4) penerapan SOP baru dalam penanganan perkara pidana umum, pidana khusus dan laporan masyarakat.

Masyarakat yang diwakili oleh LSM, advokat, akademisi mengatakan bahwa pelayanan kejaksaan dalam hal manajemen perkara masih belum ada perubahan. Masyarakat masih melihat dengan mata kepala sendiri banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh aparat kejaksaan. Sementara disisi lain masyarakat mengatakan bahwa dampak reformasi kejaksaan bagi mitra penegak hukum masih belum ada, terutama bagi advokat.

Harapan yang ditujukan dalam melakukan reformasi birokrasi belum sepenuhnya terwujud, hasil evaluasi terkait dengan harapan, kebutuhan dan keluhan masyarakat menunjukkan5

1. Sebagian besar pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat pencari keadilan (55,46% atau 376 pengaduan) terkait dengan rendahnya tingkat profesionalitas jaksa dalam proses penanganan perkara.

:

5 Jawaban Tertulis Jaksa Agung RI atas Pertanyaan Tertulis anggota Komisi III DPR RI pada Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI, 5 Mei 2010.

Page 55: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

50

2. Tindakan tersebut berupa: penyimpangan, unprofessional conduct, atau mal-administrasi dalam penanganan perkara maupn penyimpangan dalam penanganan barang bukti serta tidak pidana lain dalam proses pemeriksaan perkara.

3. Persoalan lain yang banyak dikeluhkan oleh pencari keadilan adalah persoalan yang berkaitan dengan integritas jaksa dalam proses penanganan perkara.

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

Peningkatan sumber daya manusia telah dilakukan melalui perubahan Peraturan Jaksa Agung dalam bidang rekrutmen, pembinaan karir, pendidikan dan pelatihan. Reformasi dalam aspek sumber daya manusia, bertujuan membangun sumberdaya manusia kejaksaan, menuju aparatur kejaksaan yang kompeten, profesional, berdisiplin tinggi, bertanggung jawab, berintegritas dan bermoral.

Aspek Penegakan Hukum

Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum memiliki peran strategis dalam menegakkkan supremasi hukum, melindungi kepentingan umum (public interest) dan penegakan hak asasi manusia.

Dalam siaran pers tanggal 20 Oktober 2010 Kejaksaan Agung memberikan

1. Dalam bidang tindak pidana umum telah dilakukan penerimaan berkas perkara tahap pertama sebanyak 93.854 perkara sebanyak 75.355 perkara, melakukan upaya hukum banding sebanyak 9.568 perkara, upaya hukum kasasi sebanyak

Laporan Capaian Kinerja Kejaksaan R.I. Selama 1 (Satu) Tahun Kerja Kabinet Indonesia Bersatu II (Oktober 2009 s/d Oktober 2010) yang berisi antara butir-butir sebagai berikut:

Page 56: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

51

9.364 perkara, grasi sebanyak 2.080 perkara, peninjauan kembali sebanyak 525 perkara.

2. Dalam bidang tindak pidana khusus telah dilakukan penyidikan perkara tindak pidana korupsi sebanyak 1.718 perkara, penuntutan perkara tindak pidana korupsi sebanyak 1.030 perkara, melakukan upaya hukum banding sebanyak 1.243 perkara dan upaya hukum kasasi sebanyak 1.600 perkara. Dalam hal ini keuangan negara yang diselamatkan : Rp. 133.637.262.558,-.

3. Dalam bidang perdata dan tata usaha negara perkara perdata sebanyak 678 perkara; Perkara Tata Usaha Negara (TUN) sebanyak 230 perkara; Perkara Pemulihan dan Perlindungan Hak (PPH) sebanyak 2.201 perkara. Dalam hal ini Uang negara yang diselamatkan sejumlah Rp. 1.286.578.588.336.60.

4. Di bidang pengawasan, telah dijatuhkan hukuman disiplin kepada 248 pegawai, baik Tata Usaha maupun Jaksa, Golongan I s/d IV, dengan berbagai penjatuhan jenis hukuman yakni, ringan, sedang dan berat. Laporan Pengaduan melalui Website Kejaksaan sejumlah 252 laporan serta ada 4 Jaksa yang diduga melakukan tindak pidana dan sudah diputus pengadilan serta dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian sementara sebagai pegawai negeri sipil.

Pada dasarnya reformasi atau perubahan menuju kejaksaan yang lebih baik telah diupayakan selama satu dasawarsa. Beberapa bentuk program, agenda dan aktivitas reformasi di Kejaksaan melibatkan multistakeholders dan terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Dalam laporan kajian Komisi Hukum Nasional (2010) telah diidentifikasi beberapa faktor penghambat pelaksanaan reformasi kejaksaan sebagai berikut:

a. Sulitnya merubah pola pikir dan budaya seluruh pejabat kunci dan jajaran di bawahnya;

Page 57: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

52

b. Minimnya informasi dan sosialisasi yang benar dan utuh kepada jajaran kejaksaan mengenai reformasi kejaksaan;

c. Pemahaman mengenai proses reformasi kejaksaan yang tidak utuh dari sebagian pegawai kejaksaan;

d. Terungkapnya perbuatan tindak pidana yang dilakukan beberapa oknum jaksa yang meruntuhkan semangat perubahan di kejaksaan dan pesimisme dari publik;

e. Lemah dan minimnya sumberdaya manunisa kejaksaan yang memahami pembenahan organisasi dan sumber daya manusia;

f. Penggantian pejabat struktural, sebagai anggota kelompok kerja reformasi kejaksaan, yang terlalu cepat sehingga menghambat jadwal kerja;

g. Belum adanya strategi manajemen perubahan di kejaksaan h. Minimnya dukungan anggara dari negara.

Sedangkan faktor pendukung dari proses reformasi di kejaksaan yang teridentifikasi adalah:

a. Hasil survey internal kejaksaan yang hampir seluruhnya menghendaki adanya perubahan di kejaksaan;

b. Banyaknya kajian dan rekomendasi yang telah dihasilkan oleh kejaksaan, LSM maupun akademisi sebagai acuan pelaksanaan reformasi di kejaksaan;

c. Komitmen pimpinan kejaksaan yang terus menerus menyuarakan reformasi di kejaksaaan, meskipun dalam beberapa halpenyampaiannya masih perlu diperbaiki.

d. Dukungan pihak eksternal yang terus menerus membantu proses reformasi kejaksaan, diantaranya dalam bentuk masukan,saran dankritik dari LSM dan akademisi, pemberian konsultasi, dan pembiayaan dan fasilitasi aktivitas reformasi dari lembaga donor;

Page 58: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

53

e. Program quick wins di beberapa kantor kejaksaan dalam memanfaatkan teknologi informasi dapat menjadi contoh bagi kantor kejaksaan lain untuk melakukan hal yang sama.

5.2. Komisi Kejaksaan

Komisi Kejaksaan dibentuk berdasarkan amanat Pasal 38 Undang-Undan No. 16 tahun 2004 yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan kualitas kinerja Kejaksaan, Presiden dapat membentuk sebuah Komisi. Sebagai tindak lanjutnya Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden No. 18 tahun 2005 tentang Komisi Kejaksaan. Lembaga ini bertugas untuk melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap kinerja Jaksa maupn Pegawai Kejaksaan baik di pusat maupun di daeerh atau di dalam maupun di luar tugas kedinasan.

Visi Komisi Kejaksaan adalah meningkatkan kualitas kinerja jaksa dan pegawai kejaksaan yang profesional, bersih dan berwibawa. Oleh sebab itu visi terebut dicoba untuk dijabarkan kedalam misi Komisi Kejaksaan sebagai berikut:

b. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia kejaksaan yang rasional.

c. Meningkatkan sistem penghargaan dan sanksi yang terukur dan transparan di lingkungan kejaksaan RI.

d. Menutup peluang terjandinya KKN dalam instansi Kejaksaan. e. Membangun budaya dengan menyatukan tata pikir, tata lau dan tata kerja dalam

penegakan hukum

Adapun tugas dan wewenang Komisi Kejaksaan adalah sebagaimana berikut:

a. Melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap kinerja jaksa dan pegawai kejaksaan dalam melaksanakan tugas kedinasannya;

Page 59: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

54

b. Melakukan pengawasan, pemantauan, dan penilaiaan terhadap sikap dan perilaku jaksa dan pegawai kejaksaan baik di dalam maupun di luar tugas kedinasan.

c. Melakukan pemantauan dan penilaian atas kondisi organisasi, kelengkapan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia di lingkungan Kejaksaan; dan

d. Menyampaikan masukan kepada Jaksa Agung atas hasil pengawasan, pemantauan, dan penilaian sebagai tersebut huruf a, huruf b, dan huruf c untuk ditindaklanjuti.

Sedangkan wewenang Komisi Kejaksaan adalah sebagai berikut:

a. Menerima laporan masyarakat tentang perilaku jaksa dan pegawai kejaksaan dalam melaksanakan tugas baik di dalam maupun di luar kedinasan;

b. Meminta informasi dari badan pemerintah, organisasi atau anggota masyarakat berkaitan dengan kondisi dan kinerja di lingkungan Kejaksaan atas dugaan pelanggaran peraturan kedinasan Kejaksaan maupun berkaitan dengan perilaku jaksa dan pegawai kejaksaan id dalam atau di luar kedinasan;

c. Memanggil dan meminta keterangan kepada jaksa dan pegawai kejaksaan sehubungan dengan perilaku dan/atau dugaan pelanggaran peraturan kedinasan kejaksaan;

d. Meminta informasi kepada badan di lingkungan kejaksaan berkaitan dengan kondisi organisasi, personalia, sarana, dan prasarana;

e. Menerima masukan dari masyarakat tentang kondisi organisasi, kelengkatapan sarana, dan prasarana serta sumber daya manusia di lingkungan kejaksaan;

f. Membuat laporan, rekomendasi, atau saran yang berkaitan dengan perbaikan dan penyempurnaan organisasi serta kondisi lingkungan kejaksaan, atau penilaian kinerja dan perilaku jaksa dan pegawai kejaksaan kepada Jaksa Agung dan Presiden.

Page 60: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

55

Pada tahun 2008 terdapat 330 laporan masyarakat ke Komisi Kejaksaan tentang kinerja dan perilaku jaksa. Pada tahun 2009 (Januari-21 Desember), meningkat menjadi 332 laporan.

Fokus pelaksanaan tugas Komisi Kejaksaan hanya pada pengawasan terhadap kinerja dan perilaku jaksa dan pegawai kejaksaan. Tugas yang terkait dengan pelaporan hasil kerja Komisi Kejaksaan tidak diketahui oleh publik. Alasan yang mengemuka adalah bahwa Peraturan Presiden mengatur pelaporan hanya disampaikan kepada Presiden dan Jaksa Agung.

Berdasarkan hasil studi Komisi Hukum Nasional (2010) Komisi Kejaksaan sebagai lembaga yang memiliki tugas pengawasan terhadap kejaksaan dianggap belum mampu menunjukkan kinerjanya. Bahkan Emerson dari Indonesia Corruption Watch menyatakan bahwa kerja Komisi Kejaksaan selama empat tahun terakhir nyaris tidak terdengar.6

6 Komisi Kejaksaan, Bisa Berbuat Apa?, Kompas.com, Rabu, 10 Maret 2010.

Komisi Kejaksaan tentunya tidak dapat hanya sekedar melakukan pengawasan, pemantauan, dan penilaian saja tetapi seharusnya dapat berperan aktif untuk melakukan perubahan sendiri.

Permasalahan independensi Komisi Kejaksaan sudah sering diperbincangkan. Selama ini secara struktur maupun anggarannya merupakan bagian dari Kejaksaan Agung. Kemudian peran Jaksa Agung yang cukup besar dapat dilihat pula pada proses rekrutmen anggota Komisi Kejaksaan. Menurut Pasal 18 Perpres No. 18/2005, Jaksa Agung mengajukan usul nama-nama calon anggota Komisiai Kejaksaan, serta juga mengusulkan calon pengganti dalam hal terjadi kekosongan posisi dalam Komisi Kejaksaan. Sehingga ada kecenderungan dan anggapa bahwa Komisi Kejaksaan akan sangat tergantung pada komitmen Jaksa Agung yang menjabat.

Page 61: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

56

Potensi konflik antara Komisi Kejaksaan dan Kejaksaan cukup besar karena kewenangan yang dimiliki oleh Komisi Kejaksaan menurut Perpres No. 18/2005 tidak hanya mengawasi perilaku jaksa dalam kedinasan, melainkan juga di luar kedinasan. Komisi Kejaksaan bahkan dapat juga melakukan pemantauan dan penilaian atas kondisi organisasi, kelengkapan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia di lingkungan Kejaksaan. Oleh karena itu, pola hubungan antara Komisi Kejaksaan dan Kejaksaan perlu dikembangkan lebih lanjut agar persamaan persepsi dapat mencakup permasalahan yang lebih luas dan komprehensif.

5.3 Kepolisian

Penataan kelembagaan, substansi dan kultur serta anggaran Kepolisian terhitung sejak 1998 sampai saat ini, mengalami peningkatan yang cukup berarti, tetapi belum optimal dalam tahap implementasi. Masyarakat menaruh harapan besar terhadap Kepolisian sebagai penegak hukum yang jujur, bersih, transparan, akuntabel, berwajah sipil, menghormati hak asasi manusia, mitra masyarakat dan adil.

Berdasarkan hasil penelitian Kompolnas yang dilakukan di empat Polda yakni Kepri, Bali, Kalsel dan NTT menemukan sejumlah persoalan yang masih terjadi di tubuh Kepolisian, yakni permasalahan ketidaktegasan penegakan hukum terhadap pelanggaran oleh aparat, kesejahteraan anggota, serta sarana dan prasarana yang bermutu rendah.7 Catatan akhir tahun oleh anggota Kompolnas, Novel Ali, menunjukkan setidaknya terdapat lima catatan penting terkait dengan kinerja Kepolisian RI, yaitu8

7 Kompolnas Terus Kawal Reformasi Polri, Okezone Selasa, 14 Desember 2010.

: (1) belum optimalnya peran pengawasan internal Polri, (2) Intelejen Polri dinilai tidak mampu berperan sebagai pemberi input utama bagi keseluruhan pelaksanaan pekerjaan kepolisian sebagaimana yang seharusnya, (3) penempatan pejabat Polri di berbagai satuan kewilayahan dan kesatuan kerja Polri

8 Kompolnas Ungkap Lima Kelemahan Polri, Republika.co.id, Senin, 27 Desember 2010.

Page 62: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

57

masih sarat dengan kepentingan, (4) sentralisasi kewenangan Polri mengakibatkan Polri tidak mampu mengembangkan kearifan lokal, dan (5) keberadaan Kompolnas belum diterima sepenuhnya

Sejak dipisahkan dengan Tentara Nasional Indonesia dan berdiri sendiri baik dari segi kelembagaan, anggaran dan kedudukan, reformasi Kepolisian sudah mulai dilakukan dengan diterbitkannya: (1) Buku Biru Reformasi Kepolisian 1999; (2) Undang-Undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan (3) Grand Strategi Kepolisian 2005-2025.

Ketiga aspek yang dituju tersebut diupayakan tercapai dengan diterbitkannya berbagai produk hukum dan langkah kebijakan seperti perpolisian, masyarakat, pedoman dasar strategi dan implementasi pemolisian masyarakat, pembentukan Kode Etik Profesi Kepolisian, penggunaan kekuatan dalam tindakan Kepolisian, implementasi dan prinsip standar hak asasi manusia dalam penyelenggaraan tugas Kepolisian, pengawasan dan pengendalian penanganan perkara pidana di lingkungan Kepolisian, dan tata cara pelayanan informasi masyarakat di lingkungan Kepolisian.

Kepolisian sebagai hulu penegakkan hukum menjadi suatu keharusan untuk direformasi mengingat ia merupakan bagian sekaligus pintu gerbang dari sistem peradilan pidana yang tunduk dan pasrah pada prinsip-prinsip rule of law, due process of law, hak asasi manusia, independensi peradilan, check and balance dan keadilan. Reformasi itu juga harus mengurangi penggunaan Kepolisian sebagai alat kekuasaan oleh eksekutif dan aktor negara lainnya

Program reformasi Kepolisian yang disusun internal Kepolisian telah memadai, namun penyusunan itu tidak diimbangi dengan implementasinya yang mengesankan kurangnya kemauan berubah internal Kepolisian sendiri. Percepatan reformasi yang hadir saat ini di tengah-tengah masyarakat lebih dikesankan tekanan eksternal dari masyarakat.

Page 63: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

58

Proporsi gerak laju reformasi Kepolisian tidak seimbang dengan kemauan politik merekonstruksi prosedur sistem dan kewenangan peradilan pidana yang mencakup: (a) tahap pra-adjudikasi, (b) tahap adjudikasi (c) tahap purna-adjudikasi, padahal kunci reformasi semua lembaga peradilan ada pada hukum acara pidana. Bersamaan dengan semuanya itu peningkatan biaya operasional perkara dan kesejahteraan anggota Kepolisian harus dilakukan secara bertahap.

Reformasi Kepolisian terus menerus dilakukan oleh internal Kepolisian dan juga negara secara sinergis demi terwujudnya penegakan hukum yang mencakup aspek instrumental dan budaya dengan titik berat pada kedua aspek:

1. Produk praturan Kepolisian menyangkut penegakan pelanggaran kode etik, pengawasan internal, dan pedoman dalam pelayanan dan penanganan perkara masih banyak yang perlu diperbaiki diharmonisasi dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia, due process of law, independensi, akuntabilitas, transparansi dan keadilan;

2. Pendidikan dan pelatihan masih sulit diakses dengan mudah oleh sebagian besar perwira di lingkungan Kepolisian Sektor, Kepolisian Resor, dan Kepolisian Daerah. Oleh karena itu perlu dibenahi agar kultur serta mindset yang tak seirama dengan spirit reformasi bertahap tergantikan.

Menurut hasil riset Komisi Hukum Nasional, indikator kemajuan reformasi kepolisian yang berkaitan dengan sistem peradilan pidana dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Dalam bidang Penyelidikan/penyidikan telah diterbitkannya program quick wins, gelar perkara untuk perkara biasa dan luar biasa, transparansi dalam penyidikan, seperti kewajiban menerbitkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP), target waktu penyelesaian penyidikan telah dibakukan dengan rincian, perkara sangat sulit selama 120 hari, perkara sulit selama 90

Page 64: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

59

hari, perkara sedang selama 60 hari; dan perkara mudah selama 30 hari, dan Penerapan prinsip dan standar hak asasi manusia.

2. Pada Kelembagaan telah dilaksanakan restrukturisasi Kepolisian dengan penghapusan Kepolisian Wilayah disertai penguatan Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor, penerbitan standar pelayanan minimal, dan penerbitan standar operating procedure penanganan perkara.

3. Dibidang Pengawasan telah dilakukan penguatan kelembagaan Profesi dan Pengamanan dan Inspektur Pengawasan Umum, Pelembagaan Pengawas Penyidik, dan Pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Kepolisian Nasional mulai tingkat Kepolisian Sektor, Kepolisian Resor/Kepolisian Resor Kota Besar, dan Kepolisian Daerah.

Terlepas dari upaya yang telah dilakukan, Kepolisian masih menghadapi tantangan yang berat selama tahun 2010 terkait dengan citranya dalam masyarakat. Masyarakat memberikan apresiasi yang tinggi terhadap kinerja Kepolisian RI dalam memberantas terorisme dan narkoba, namun tidak untuk pemberantasan KKN. Dalam jajak pendapat Kompas (1 Juli 2010) tergambar penurunan persepsi publik terhadap citra kepolisian.

Gambar 5.1. Citra Positif Kepolisian di Mata Publik

Sumber: Jajak Pendapat Kompas, Polri Bercerminlah dari Keberhasilan 1 Juli 2010

Page 65: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

60

Berdasarkan jajak pendapat tersebut proses kerja polisi, hasil kerja dan keterpihakan kepada rasa keadilan masyarakat secara umum menunjukkan perkembangan yang cukup baik sebagaimana terlihat dalam Gambar 5,1, walaupun masih belum memenuhi harapan yang di inginkan. Penggunaan uang dan berbelitnya berurusan dengan pihak kepolisian masih disuarakan sebagai besar publik (60%). Penilaian terburuk dialamatkan kepada kepolisian dalam menangani kasus KKN dimana 75% menyatakan ketidakpuasanya dan hanya 25% yang puas. Kontribusi ketidakpuasan masyarakat dalam penanganan KKN oleh Kepolisian adalah terkait dengan mencuatnya kasus Anggodo dan Gayus yang melibatkan oknum kepolisian.

Namun perlulah dipahami bahwa lembaga kepolisan praktis menjadi muara pengusutan perosalan hukum dari hampir seluruh komponen masyarakat dan kelembagaan di negeri ini sehingga sangat wajar lembaga ini mendapat sorotan publik yang sangat luas. Di sini lain keterbatasan infrastruktur, anggaran operasional, jumlah aparat hingga mentalitas menghadapi berbagai godaan di tengah pengusutan kasus.

Dalam laporan hasil riset KHN itu sendiri menunjukkan bahwa Kepolisian Daerah dan Kepolisian Resor/Kepolisian Resor Kota Besar dan Markas Besar Kepolisian mempunyai hambatan dalam implementasi reformasi Kepolisian, diantaranya ialah: (1) Biaya operasional perkara sangat tidak memadai; (2) Pendidikan dan pelatihan para perwira di tingkat Kepolisian sektor, Kepolisian Resor dan Kepolisian Daerah bersifat elitis dan tertutup; (3) Hukum acara pidana masih membuka ruang praktik-praktik pelanggaran hak asasi manusia dan penyalahgunaan wewenang; (4) Kesejahteraan anggota Kepolisian sangat tidak mencukupi sementara beban kerja sangat besar seperti memelihara keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat; (5) Tidak adanya standar rekrutmen sebagai penyidik, padahal banyak perwira bercita-cita dan berkeinginan menjadi penyidik. Pola rekrutmen cenderung subjektif dan tertutup; (6) Pengawasan internal

Page 66: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

61

sangat lemah begitu pula dengan penegakan kode etik, sedangkan pengawasan eksternal oleh Komisi Kepolisian Nasional terbatas hanya di pusat sehingga menyulitkan masyarakat menyampaikan keluhan dan masukannya; (7) Jumlah penyidik tidak sebanding dengan jumlah perkara pidana yang ditangani; dan (8) Sarana dan prasarana dalam rangka transparansi dan akuntabilitas terbatas

Hambatan yang sifatnya strategis yang dialami Kepolisian seperti diantaranya ialah: (1) Badan Reserse Kriminal masih terkooptasi kekuasaan eksekutif, padahal ia badan independen dan imparsial dalam kebijakan penyelidikan dan penyidikan serta upaya paksa; (2) Problematika landasan yuridis, kedudukan, tugas dan wewenang pengawasan penyidikan yang diemban tiga lembaga: (i) Praperadilan, (ii) Propam, Irwasum dan Pengawas Penyidik, (iii) Komisi Kepolisian Nasional; (3) Wewenang penyidik menetapkan tersangka, menangkap dan menahan, menyita barang bukti/alat bukti, melakukan penggeladahan, mekanismenya tanpa pengawasan baik oleh institusi Jaksa Penuntut Umum ataupun Hakim serta Komisi Kepolisian Nasional; dan (4) Hukum acara pidana belum memberikan desain mekanisme penanganan perkara (penyelidikan, penyidikan dan upaya paksa) yang sesuai dengan prinsip due process of

law, transparansi dan akuntabilitas serta keadilan;

5.4 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

KPK dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mempunyai tugas sebagai berikut: (1) Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; (2) Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; (3) Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana

Page 67: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

62

korupsi; (4) Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan (5) Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang : (1) Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi; (2) Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; (3) Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait; (4) Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan (5) Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

KPK telah menyusun Rencana Strategis dimana kebijakan pemberantasan korupsi periode 2008-2011 adalah sebagai berikut:

1. Korupsi adalah kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara komprehensif dan melibatkan semua pihak (everyone business), konsisten, dan berkesinambungan.

2. KPK sebagai institusi pendorong upaya pemberantasan korupsi merupakan lembaga yang disegani dan dihormati, bukan ditakuti.

3. Pemberantasan korupsi mengedepankan upaya preemtif (penangkalan/menangani hulu permasalahan) dan preventif (pencegahan) sehingga mampu menekan kebocoran keuangan negara.

4. Upaya represif untuk menimbulkan efek jera dan pengembalian kerugian keuangan negara secara optimal.

Sasaran yang hendak dicapai secara internal adalah Pemantapan Kelembagaan KPK, berupa:

1. Pemantapan soliditas organisasi KPK yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan strategis

Page 68: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

63

2. Pemantapan mekanisme kerja KPK, baik tata kerja internal maupun tata hubungan kerja dengan lembaga/instansi lain

3. Pemantapan sumber daya KPK yang rasional dan memiliki integritas yang tinggi/handal

Sedangkan sasaran eksternal jangka panjang KPK adalah

1. Terpeliharanya dan meningkatnya semangat anti korupsi pada segenap komponen bangsa

2. Terdeteksi dan tertanganinya korupsi dan akar masalahnya pada sektor pemasukan keuangan negara, pengeluaran keuangan negara, pelayanan publik, penegakan hukum, dan lembaga pengawasan.

3. Terbangunnya wacana reformasi di bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, administrasi, dan birokrasi.

Sejak mulai dibentuk, KPK telah member harapan yang cukup tinggi pada perbaikan hukum dan penanganan korupsi di Indonesia. Kepercayaan yang semakin terpupuk menjadikan jumlah pengaduan masyarakat meningkat. Pada tahun 2004 jumlah laporan dari masyarakat adalah 2281 buah dan pada tahun berikutnya berkembang tiga kali lipat. Jumlah pengaduan masyarakat pada 2008 mencapai 8699 laporan. Berdasarkan jajak pendapat Kompas sejak 2008 citra KPK meningkat signifikan.

KPK telah berhasil membongkar korupsi yang melibatkan pejabat publik pada awal-awal pembentukannya, antara lain pimpinan Komisi Pemilihan Umum, Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, Gubernur Kalimantan Timur Suwarna AF, Gubernur Kalimantan Selatan Sjachriel Darham, Bupati Kendal Hendy Boedoro, Bupati Kutai Kartanegara Syaukani HR.

Pada tahun 2008 KPK membongkar kasus korupsi dan menahan beberapa pejabat publik antara lain: Mantan Kapolri Rusdihardjo, Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong, Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah, Aulia Pohan, Deputi Gubernur BI,

Page 69: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

64

Jaksa Urip Tri Gunawan, Mantan Gubernur Riau Saleh Djasit, Mantan gubernur Jawa Barat Danny Setiawan dan Dirjen Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri Oentarto Sindung Mawardi, Anggota DPR RI (PPP) Al Amin Nur Nasution dan Sekda Kabupaten Bintan Azirwan, Anggota DPR RI (Partai Golkar) Hamka Yamdhu dan mantan Anggota DPR RI (Partai Golkar) Anthony Zeidra Abidin.

Seiring dengan prestasi yang ditunjukkan KPK, skor Corruption Perception Index Indonesia terus menaik. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja pemberantasan dan pencegahan korupsi berada pada trek yang benar dan publik mengapresiasi kinerja pemberantasan korupsi.

Namun sejak tahun 2009 KPK menghadapi cobaan yang berpengaruh terhadap citra dan kinerja lembaga ini. Pada Mei 2009 polisi menahan Ketua KPK pada waktu itu Antasari Azhar sebagai tersangka kasus pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Kemudian pada tahun yang sama dua pimpinan KPK, Chandra Hamzah dan Bibid Samad Rianto tersangkut kasus penyalahgunaan wewenang terkait perncekalan terhadap Direktur Utama PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo.

Page 70: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

65

Satu tahun terakhir ini merupakan momen kritis bagi KPK disamping sejumlah unsur pimpinannya terbelit kasus, hubungan kerja dengan sesama penegak hukum juga berkurang. Kalau pada 2008 jumlah kasus yang diteruskan ke Kepolisan, Kejaksaan, BPKP, Itjen dan LPND, BPK, MA dan Bawesda mencapai 527 laporan pada 2009 tinggal 95 laporan (Kompas 7/6/2010).

Seiring dengan kasus yang menimpa unsur pimpinannya, kinerja KPK terlihat munurun di mata publik. Hal ini dapat dilihat dari Jajak Pendapat Kompas berikut ini.

Gambar 5.2 Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi

3.6 2.9 3.9 5.5 6.6 3.7 1.8 2.3 1.9

55.2 65.5 60.3 67.2 49.334.9 46.3 37.8 54.6

41.2 31.6 35.8 27.344.1

61.4 51.9 59.943.6

Puas

Tidak Puas

Tidak tahu

Sumber: Jajak Pendapat Kompas- Menanti Taring Sang Pemberantas Korupsi, 7 Juni 2010

Terdapat dua kasus besar yang menjadi tantangan KPK untuk diselesaikan agar kepercayan publik pulih kembali kepada lembaga ini serta kebijakan pemberantasan dan pencegahan korupsi di tanah air, yaitu: 1. Kasus Century 2. Pengambilalihan kasus Gayus yang ditangani Kepolisian

Page 71: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

66

Walaupun KPK selama dua tahun ini mengalami berbagai tantangan dan penurunan citra, namun publik masih mempercayai integritas lembaga ini. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) berikut ini.

Gambar 5.3 Integritas Lembaga Penegak Hukum

Sumber: Lembaga Survey Indonesia. Survey Opini Publik Nasional 10-22 Oktober 2010

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia tahun 2010, hanya Komisi Pemberantasan Korupsi yang aparatnya dinilai punya integritas. Sementara aparat kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan dinilai tidak punya integritas, atau integritasnya buruk. Lembaga-lembaga tersebut tidak mampu mencegah aparatnya dari tindakan korupsi, dan dari tekanan atau suap dari kelompok kepentingan masyarakat, termasuk pengusaha, dan dari politisi atau partai politik.

Sumber: Lembaga Survei Indonesia

Page 72: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

67

BAB VI SIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Simpulan

Perencanaan kebijakan pemerintah dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi sudah baik dilihat dengan diterbitkan peraturan perundang-undangan yang terkait serta memasukan pemberantasan korupsi sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah serta membuat rencana aksi yang dituangkan dalam RAN-PK. Substansi hukum yang mendukung pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia sudah memadai dan sesuai dengan norma yang berlaku secara internasioal, walaupun terdapat bebarapa ketentuan yang perlu dibicarakan, didiskusikan lebih lanjut untuk diundangkan guna memenuhi standar yang berlaku secara internasional serta untuk mendukung dan memperkuat kelembagaan pemberantasan korupsi dan pelayanan publik.

Pencegahan dan pemberantasan korupsi selama tahun 2010 mengalami tantangan yang sangat besar mengingat kompleksnya isu yang ditangani yang mana hal ini tercermin dalam beberapa survei atau studi yang menggambarkan pelaksanaan pemberantan dan pencegahan korupsi di Indonesia berjalan stagnan.

Kebijakan reformasi birokrasi di Indonesia secara kelembagaan sudah terstruktur dengan baik namun pada tahap pelaksanaannya masih perlu dilakukan proses pembelajaran terus menerus. Hal ini tercermin dari menurunnya survei integritas publik pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2009.

Dari sisi pengelolaan anggaran, dimana kepentingan publik sangat besar dan rawan sumber korupsi, ternyata menggambarkan kondisi yang cukup menggembirakan dimana pemerintah-pemerintah daerah di Indonesia sudah cukup memperhatikan aspek transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran daerah, walaupun masih perlu dan dapat dioptimalkan.

Page 73: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

68

Reformasi pada institusi kejaksaan dan kepolisian telah berjalan walau belum mencapai hasil yang diinginkan. Oleh karenanya perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah untuk meningkatkan kinerja lembaga ini. Komisi Kepolisian Nasional dan Komisi Kejaksaan yang merupakan lembaga pengawas eksternal terhadap Kepolisian dan Kejaksaan masih harus ditingkatkan kinerjanya dan diperjelas kewenangannya agar tujuan dan fungsi yang ingin dicapai terwujud.

Lembaga penunjang yang tak kalah pentingnya seperti Ombudsman RI perlu diperkuat kewenangannya agar menjadi garda terdepat dari reformasi birokrasi di Indonesia. Satgas PMH masih diperlukan keberadaannya, dimana harus terdapat perbaikan seperti perluasaan organisasi dan kewenangannya untuk mencakup dan menangani semua laporan yang ditujukan masyarakat kepadanya.

Komisi Pemberantasan Korupsi sedikit mengalami penurunan kinerja namun masih menjadi lembaga yang sangat diharapkan oleh publik untuk memberantas dan menanganai kasus korupsi di Indonsia. 6.2. Rekomendasi

Beberapa aspek norma internasioanl terkait dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi perlus segera diadopsi oleh Indonesia dalam bentuk pembuatan peraturan perundangan-undangan atau penyempurnaan peraturan yang ada seperti korupsi di sektor swasta; suap terhadap pejabat pemerintah asing atau pejabat organisasi internasional; pembuktian terbalik; Undang-undang Whistleblower; Tanggung jawab pidana badan hukum, namun tetap harus memperhatikan aspek filosofis, sosiologis serta sistem hukum dan ketatanegaraan Indonesia. Rancangan undang-undang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi dan pelayanan publik dalam proglegnas yang tertunda harus segera diselesaikan dan kedepan sebaiknya prioritas prolegnas difokuskan pada pembahasan rancangan undang-undang yang terkait

Page 74: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

69

dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi, reformasi birokrasi dan pelayanan publik.

Hasil kinerja pengelolaan APBD tetap perlu ditingkatkan dan pencegahan dan penanganan korupsi di sektor APBD perlu mendapatkan fokus dan prioritas pemerintah dan aparat penegak hukum. Bagi daerah yang sudah baik pengelolaan anggarannya agar dapat dijadikan contoh oleh daerah lain.

Pelayanan publik harus ditingkatkan dengan menanamkan dan mempraktekkan sikap bahwa birokrat adalah pelayan masyarakat, tindakan yang tegas terhadap petugas yang melakukan tindakan KKN serta kampanye antikorupsi dan good governance perlu disosialisakan terus menerus

Kejaksaan harus mempercepat reformasi di tiga area, yaitu: (i) kertas kerja dan konsep yang telah dihasilkan harus segera disahkan menjadi Peraturan Jaksa Agung; (ii) terhadap kebijakan yang telah dihasilkan, harus segerea diimplementasikan secara terbuka agar dapat diketahui oleh publik dari segi proses maupun hasilnya; (iii) terhadap program reformasi Kejaksaan yang telah direncanakan, harus dilaksanakan secara konsisten dan berdasar pada jangka waktu yang ditetapkan. Komisi Kejaksaan baik dari sisi anggaran maupun struktur harus dibuat independen agar dapat efektif melakukan pengawasan terhadap Kejaksaan.

Kepolisian harus menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparan perkara serta politik anggaran perlu dibenahi dibenahi untuk merampingkan hambatan minimnya anggaran penanganan perkara yang berpengaruh positif terhadap berkurangnya korupsi dalam seluruh rangkaian penegakan hukum. Komisi Kepolisian Nasional baik dari sisi anggaran maupun struktur harus dibuat independen agar dapat efektif melakukan pengawasan terhadap Kejaksaan.

Page 75: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

70

Perlu dilakukan pengkajian dan pembahasan lebih mendalam tentang kemungkinan untuk memberikan kewenangan lebih kepada Ombudsman Republik Indonesia agar rekomendasi yang dikeluarkan oleh ORI dapat dipatuhi oleh instansi-instansi terkait.

Satgas PMH segaera membuat petunjuk pelaksana/teknis atau standard operating

procedure dalam menangani laporan pengaduan masyarakat termasuk aspek keterbukaannya. Masyarakat perlu mengetahui perkembangan terhadap laporan yang diberikannya serta mekanisme kerja dan koordinasi antara Satgas dan lembaga penegak hukum

Penguatan kelembagaan dan dukungan terhadap KPK harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat madani mengingat lembaga ini merupakan harapan masyarakat terhadap pemberantasan dan pencegahan korupsi sehingga dengan meningkatnya kinerja KPK maka akan berdampak terhadap citra kebijakan pemerintah di bidang penganganan korupsi.

Page 76: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

71

DAFTAR PUSTAKA

Buku & Artikel: Ackerman, Susan, Rose, Korupsi & Pemerintahan: Sebab Akibat & Reformasi, Sinar

Harapan,2010 Ermansyah, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Bumi Aksara, Juli, 2010

Ghufron, Nurul, Evaluasi Prolegnas: Prolegnas Sebagai Instrumen Perencanaan Pembangunan Hukum, 2009.

Hamzah, Andi, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional, Rajagrafindo Persada, 2005.

Indrianto, Senoaji, Korupsi Kebijakan Aparatur Negara dan Hukum Pidana,Tri Arga Utama, 2009

OECD, Collusion and Corruption in Public Procurement, Series Roundtables on Competition Policy, October 15, 2010

Simanjuntak, Frenky & Akbarsyah, Anita Rahman (editor), Membedah Fenomena Korupsi: Analisa Mendalam Fenomena Korupsi Di 10 Daerah Di Indonesia¸Transparency International Indonesia, 2009.

Laporan: Badan Pemeriksa Keuangan, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2010,

September 2010

FITRA, Studi Kinerja Pengelolaan Anggaran Pemerintah Daerah 2009 –Seknas Fitra, 2009.

Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan KPK, 2004-2009

Komisi Pemberantasan Korupsi, Study Report KPK: Gap Analysis –antara Peraturan Perundang-undangan RI dengan UN Convention against Corruption, November 2006.

Komisi Hukum Nasional, Laporan Penelitan Komisi Hukum Nasional tentang Kajian Evaluasi terhadap Pelaksanaan Reformasi Kepolisian, 2010

Komisi Hukum Nasional, Laporan Penelitan Komisi Hukum Nasional tentang Kajian Evaluasi terhadap Pelaksanaan Reformasi Kejaksaan, 2010

Komisi Ombudsman Nasional, Peranan Ombudsman Dalam Rangka Pemberantasan Dan Pencegahan Korupsi Serta Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Bersih, 2005.

Page 77: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

72

Lembaga Survei Indonesia, Ketidakpercayaan Publik Pada Lembaga Pemberantasan Korupsi, Oktober, 2010

The Indonesia Institute, Evaluasi Kebijakan Pemberantasan Korupsi SBY-Kalla (Oktober 2004-Mei 2005), 2005

“Hasil Riset: Masyarakat Tak Puas Kinerja Kompolnas”,

Artikel online:

Tempo Interaktif

“Indeks Indonesia Naik Signifikan”, 23 September 2008.

“Komisi Kejaksaan, Bisa Berbuat Apa?” Kompas.com, Rabu, 10 Maret 2010.

, Kamis, 16 Desember 2010.

“Komisi II Minta Ombudsman Giatkan Sosialisasi”, Hukumonline, Selasa, 18 Mei, 2010.

“Kompolnas Terus Kawal Reformasi Polri”, Okezone Selasa, 14 Desember 2010.

“Kompolnas Ungkap Lima Kelemahan Polri”, Republika.co.id, Senin, 27 Desember 2010.

“Kompolnas Mesti Punya Wewenang Penyelidikan”, Politikindonesia, 1 Desember 2010.

“Kompolnas Mesti Punya Wewenang Penyelidikan”, Politikindonesia, 1 Desember 2010.

“Pelayanan Publik Masih Buruk, Ombudsman Diminta Optimalkan Peran”, Hukum online, Senin, 01 February 2010

“Satgas PMH Disarankan Bentuk Jejaring di Daerah”, Hukumonline, Rabu, 22 Desember 2010

“Zakaria: Kompolnas Tak Berfungsi Semestinya”, Tempo Interaktif, Kamis, 16 Desember 2010.

Perundang-undangan: Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025

Undang-Undang No.30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Page 78: LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN ... -  · PDF filei LAPORAN AKHIR EVALUASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

73

Undang-Undang No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009

Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : Per/ 15 /M.Pan/7/2008 Tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi