Lap Farmako Kel3
-
Upload
aprilini-fitrisia -
Category
Documents
-
view
263 -
download
0
Transcript of Lap Farmako Kel3
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
1/31
LAPORAN PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI I
MATA
Disusun oleh:
Kelompok III
Riska Ulfah 02.34903.00096.09
Andriyan Kardhani 03.37450.00106.09
Yulia Putri P 03.37454.00110.09
Erdiana Rizky 03.03460.00116.09Triyana Dian Dhuha Akmaly 03.37461.00117.09
Derry Rihandi 03.37463.00119.09
Marini Lumban Gaol 03.37479.00135.09
Dherry Irawan 03.37493.00149.09
Nurul Jannah 03.37495.00151.09
Masita Sirappa 03.37498.00154.09
Novi Dwi Anggraini 03.37501.00157.09
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUMUNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2006
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
2/31
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Saraf otonom terdiri dari saraf preganglion, ganglion dan post ganglion yang
mempersarafi sel efektor. Lingkaran refleks saraf otonom terdiri dari : serat aferen yang
sentripetal disalurkan melalui N. Vagus, pelvikus, splanknikus dan saraf otonom lainnya.
Badan sel serat-serat ini terletak diganglia dalam kolumna dorsalis dan di ganglia sensoris
dari saraf kranial tertentu. Tidak ada perbedaan yang jelas antara aferen system saraf
otonom dengan serabut aferen system somatic, sehingga tidak dikenal obat yang secara
spesifik dapat mempengaruhi serabut aferen otonom. Serat eferen yang disalurkan
melalui saraf preganglion, ganglion dan saraf post ganglion berakhir pada sel efektor.
Serat eferen terbagi dalam system simpatis dan parasimpatis. System simpatis
disalurkan melalui serat torakolumbal sedang sistem parasimpatis disalurkan melalui
serat kraniosakral. Secara umum dapat dikatakan bahwa sistem simpatis dan parasimpatis
memperlihatkan fungsi yang antagonistik. Bila yang satu menghambat suatu fungsi maka
yang lain memacu fungsi tersebut. Contoh yang jelas ialah midriasis terjadi dibawah
pengaruh saraf simpatis dan miosis dibawah pengaruh saraf parasimpatis.
Dengan mengetahui mekanisme kerja saraf otonom pada mata maka dibuatlah
obat-obat otonom sesuai dengan efek yang diinginkan yakni obat-obatan seperti :
atropine, phenylephrine, pilocarpin, physostigmin dan amphetamine. Obat-obatan diatas
akan dilihat efeknya terhadap pupil dan pembuluh darah konjunctiva bulbi.
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
3/31
1.2 TUJUAN
1. mengetahui terjadinya miosis dan midriasis pada pupil serta reseptornya
2. mengetahui mekanisme kerja atropin di pupil
3. mengetahui mekanisme kerja phenylephrine pada pupil dan pembuluh darah di
konjungtiva bulbi
4. mengetahui mekanisme kerja pilokarpin di pupil
5. mengetahui mekanisme kerja physostigmin di pupil
6. mengetahui mekanisme kerja amphetamin di pupil
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
4/31
BAB II
TINJAUANA PUSTAKA
2.1 Miosis dan Midriasis
Miosis adalah suatu keadaan dimana pupil mengalami konstriksi. Miosis
dapat disebabkan oleh obat tertentu dan bahan kimia, serta didapatkan pada keadaan
patologis (penyakit tertentu). Pupil yang mengalami miosis yang Ekstrim disebut
"Pintpoints Pupil". Sedangkan mata yang mengalami miosis disebut "Miotics".
Penyebab Miosis.
Penyakit :
1. Horner syndrome.
2. Pancoast tumor.
3. Perdarahan pada Pons.
Obat :
1. Opiates (kodein, morfin, dan heroin).
2. Antipsikotik (haloperidol, thorazine)
3. Cholinergic agent yang digunakan pada pengobatan penyakit Alzheimer desease
dan nerve gasses.
4. Obat kemoterapi termasuk turunan Camptotecin.
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
5/31
5. Carbachol dan Neostigmine.
6. Tazadone.
Midriasis adalah pembesaran pupil yang berlebihan (lebih dari 6mm)
disebabkan oleh penyakit ataupun obat-obatan. Midriatik adalah agen yang menyebabkan
dilatsi pupil. Walaupun pupil secara normal akan membesar dilingkungan yang gelap,
tetapi kemudian akan segera konstriksi apabila ada cahaya. Pupil yang midriasis akan
tetap membesar walaupun dilingkungan yang terang.
Ada dua tipe otot yang mengatur ukuran iris, yaitu otot sirkular dan otot radial.
Otot sirkular diinervasi oleh system saraf parasimpatik, sedangkan otot radial diinervasi
oleh system saraf simpatis. Rangsangan simpatis dari reseptor 1 adrenergik akan
menyebabkan kontraksi otot radial, yang kemudian akan menyebabkan dilatasi iris.
Sebaliknya, rangsangan parasimpatis akan menyebabkan kontraksi otot sirkular dan
menyebabkan konstriksi iris. Mekanisme midriasis tergantung dari agen yang digunakan.
Pada umumnya berhubungan dengan gangguan suplai saraf parasimpatis kadalam mata
atau adanya overaktivitas dari sistem saraf simpatis.
2.2. Atropine
Atropine merupakan prototype antikolnergik pada reseptor muskarinik.
Antimuskarinik bekerja di alat yang dipesyarafi pascaganglion kolinergik ada ganglion
otonom, tempat asetilkolin bekerja, penghambatan oleh atropine terjadi dengan dosis
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
6/31
sangat besar. Efek agonis muskarinik pada mata adalah kontarksi otot polos sfinkter iris
(miosis) dan otot siliaris (akomodasi).
Atropin sebagai prototip antimuskarinik, dimana akan memblok asetilkolin
endogen maupun eksogen namun hambatannya jauh lebih kuat terhadap yang eksogen.
Pada mata atropin ini menghambat M.constrictor pupillae dan M. ciliaris lensa mata
sehingga menyebabkan midriasis dan sikloplegia (paralysis mekanisme akomodasi)
Otot konstriktor pupil tergantung pada aktivasi kolinoseptor muscarinik. Aktivasi ini
secara efektif dihambat oleh atropine local dan obat antimuscarinik tersier serta hasilnya
adalah aktivasi dilator simpatis yang tidak berlawanan dengan midriasis.
Atropine memblok aksi kolinomimetik pada reseptor muscarinik secara reversible
(tergantung pada jumlahnya) yaitu, hambatan oleh atropine dalam dosis kecil dapat
diatasi oleh asetilkolin atau agonis muskarinik yang setara dalam dosis besar. Hal ini
menunjukkan adanya kompetisi untuk memperebutkan tempat. Hasil ikatan pada reseptor
muskarinik adalah untuk mencegah aksi seperti pelepasan IP3 dan hambatan adenilil
siklase yang diakibatkan asetilkolin atau agonis muskarinik lainnya
Atropine menekan sekresi airi liur, mucus bronkus dan
2.3. Phenyleprine
Phenyleprine adalah agonis selektif reseptor 1 dan hanya sedikit memperngaruhi
reseptor . Efeknya mirip metoksamin dan digunakan untuk indikasi yang sama. Obat ini
juga digunakan sebagai dekongestan nasal dan sebagai midriatik. (Farmakologi UI,hal
68)
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
7/31
Phenyleprin digunakan lokal pada konjungtiva untuk membantu funduskopi.
Midriasis oleh obat ini hanya berlangsung selama beberapa jam dan obat-obat ini tidak
menimbulkan sikloplegia sehingga tidak begitu mengganggu bila dibandingkan dengan
atropin yang digunakan untuk maksud yang sama. (Farmakologi UI,hal 74)
2.4. Pilocarpin
Pilokarpin yang berasal dari tanaman Pilocarpus jaborandi dan Pilokarpus
microphyllus termasuk dalam obat kolinergik golongan alkaloid tumbuhan. Pilokarpin
bekerja pada efektor muskarinik dan juga memperlihatkan efek nikotinik. Efek nikotinik
terlihat setelah diadakan denervasi. Pilokarpin terutama menyebabkan rangsangan
terhadap kelenjar keringat, kelenjar air mata, dan kelenjar ludah. Produksi keringat dapat
mencapai tiga liter. Efek terhadap kelenjar keringat ini terjadi karena perangsangan
langsung (efek muskarinik) dan sebagian karena perangsangan ganglion (efek nikotinik).
Suatu kekhususan dari kelenjar keringat ialah secara anatomi kelenjar ini termasuk sistem
simpatis, tetapi neurotransmitternya asetilkolin. Ini yang menjelaskan terjadinya
hiperhidrosis oleh zat kolinergik. (Farmakologi UI,hal 47)
Hanya Pilokarpin HCL atau Pilokarpin nitrat yang digunakan, yaitu sebagai obat tetes
mata untuk menimbulkan miosis dengan larutan 0,5 3%. Obat ini digunakan juga
sebagai diaforetik dan untuk menimbulkan salivasi, diberikan per oral dengan dosis 7,5
mg. (Farmakologi UI,hal 48)
2.5 Physostigmin
Farmakodinamik :
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
8/31
Bila fisostigmin (Eserin) atau DFP diteteskan pada konjungtiva bulbi, maka terlihat suatu
perubahan yang nyata pupil berupa miosis, hilangnya daya akomodasi dan hiperemia
konjungtiva. Miosis terjadi cepat sekali, dalam beberapa menit, dan menjadi maksimal
setelah setengah jam. Kembalinya ukuran ukuran pupil ke normal dapat terjadi dalam
beberapa jam (fisostigmin) atau beberapa hari sampai seminggu (DFP), tergantung dari
antikolinesterase yang digunakan.Miosis menyebabkan terbukanya saluran Schlemm,
sehingga pengaliran cairan mata lebih mudah, maka tekanan intraokuler menurun,
terutama bila ada glaucoma. Hilangnya daya akomodasi dan hyperemia konjungtiva tidak
berlangsung lama dan biasanya tidak tampak lagi, jauh sebelum menghilangnya miosis.
Miosis oleh obat golongan ini dapat diatasi oleh atropine. (Farmakologi UI,hal 44)
Farmakokinetik :
Fisostigmin mudah diserap melalui saluran cerna, tempat suntikan, maupun saluran
lender lainnya. Fisostigmin dalam obat tetes mata dapat menyebabkan efek sistemik. Hal
ini dapat dicegah dengan menekan sudut medial mata dimana terdapat kanalis
lakrimalis.Prostigmin dapat diserap secara baik pada pemberian parenteral, sedangkan
pada pemberian oral diperlukan dosis 30 kali lebih besar, lagipula penyerapan tidak
teratur. Efek hipersalivasi baru tampak 1 1 jam setelah pemberian oral 15 20 mg.
Antikolinesterase diikat oleh protein plasma, kemudian mengalami hidrolisis dalam
tubuh, yang satu lebih cepat daripada yang lain. Pada manusia, sebanyak 1 mg prostigmin
misalnya telah dirusak dalam waktu 2 jam setelah pemberian subkutan. Ekskresi terjadi
dalam urin sebagai metabolit hasil hidrolisis. (Farmakologi UI,hal 45)
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
9/31
Sediaan dan Posologi :
Fisostigmin salisilat (eserin salisilat) tersedia sebagai obat tetes mata, oral, dan parenteral.
(Farmakologi UI,hal 46)
Fisostigmin salisilat 2 4 mg SK dapat mengatasi semua gejala susunan saraf pusat serta
menghilangkan efek anhidrosis. Dapat juga diberikan 1 2 mg SK setiap 2 jam, sampai
penderita dapat mengenal lingkungannya. Sikloplegia, inkoordinasi motorik, dan
xerostomia tidak teratasi pada setiap penderita. Fisostigmin lebih bermanfaat daripada
metakolin, karena dapat melalui sawar darah otak. (Farmakologi UI,hal 54)
2.6. Amfetamin
Amfetmin merupakan agonist adrenergic .Meningkatkan release nor epinefrin
dicelah sinap, dengan efek pada mata adalah midriasis.
Amfetamin sebagai fenilisopropilamin yang penting terutama karena penggunaannya dan
penyalahgunaannya sebagai pacu SSP. Farmakokinetiknya mirip efedrin, tetapi
amfetamin masuk lebih mudah ke dalam SSP dan menimbulkan efek pacu SSP yang jauh
lebih terhadap perasaan dan kesigapan serta penekanan nafsu makan. Aksi perifernya
diperantarai terutama malalui penglepasan katekolamin.
Intoksikasi, efek samping dan kontraindikasi:
Intoksikasi akut disebabkan oleh dosis berlebih dan merupakan kelanjutan dari
efek terapinya. Gejala sentral berupa kegelisahan, pusing kepala, tremor, refleks
hiperaktif, suka bicara, rasa tegang, mudah tersinggung, insomnia, dan kadang-kadang
euforia. Stimulasi sentral biasanya diikuti dengan kelelahan fisik dan depresi mental.
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
10/31
Gejala kardiovaskuler berupa nyeri kepala, rasa dingin, palpitasi, aritmia jantung,
serangan angina, hipertensi atau hipotensi kolaps kardiovaskuler. Pengeluaran keringat
yang berlebihan dan gejala saluran cerna juga timbul. Keracunan yang hebat berakhir
dengan konvulsi, koma dan kematian karena perdarahan otak.
Penyalahgunaan obat ini untuk mengatasi rasa ngantuk dan untuk menambah
tenaga atau kewaspadaan harus dicegah. Amfetamin sebaiknya tidak diberikan pada
penderita anoreksia, insomnia, astenia, kepribadian yang psikopat atau yang labil.
Amfetamin sering menimbulkan adiksi. Toleransi terhadap efek anoreksigenik
hampir selalu timbul. Sensitivitas muncul kembali bila obat dihentikan.
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
11/31
BAB III
METODOLOGI
3.1 CARA KERJA
1. diteteskan pada mata :
a. atropin
b. phenileprin
c. pilokarpin
d. physostigmin
e. amphetamin
2. diamati masing-masing efek akibat pemberian obat tersebut, apakah terjadi miosis ataumidriasis serta apakah terjadi konstriksi pembuluh darah.
3.2 HASIL PENGAMATAN
OBAT MATA KIRI MATA KANAN PEMBULUH DARAH
Atropin midriasis midriasis
phenileprin midriasis midriasis konstriksi
pilokarpin miosis miosis
physostigmin miosis miosis
amphetamin midriasis normal
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
12/31
BAB IV
PEMBAHASAN
1. mekanisme terjadinya miosis dan midriasis pada pupil serta reseptornya
Mekanisme Miosis :
Miosis adalah suatu keadaan dimana pupil mengalami konstriksi. Miosis dapat
disebabkan oleh obat tertentu dan bahan kimia, serta didapatkan pada keadaan patologis
(penyakit tertentu). Pupil yang mengalami miosis yang Ekstrim disebut "Pintpoints
Pupil". Sedangkan mata yang mengalami miosis disebut "Miotics".
Rangsangan cahaya masuk ke mata, rangsang tadi akan dirubah menjadi impuls
listrik oleh foto reseptor yang ada diretina, dan akan bawa oleh Nervus III ke otak
tepatnya di pretectal nucleus otak bagian tengah. Impuls listrik tadi melalui lateral
nucleus geniculate dan visual korteks utama. Lalu dibawa keNucleus Edinger-Westphal,
dimana impuls yang dibawa oleh syaraf viseromotor tadi akan mengalir disepanjang
Nervus Occulomotorius kanan dan kiri. Syaraf viseromotor akhirnya akan synaps di
syaraf ganglion ciliary. Dimana syaraf parasimpatis menginervasi otot konstiktor iris, dan
akhirnya menimbulkan Miosis.
Penyebab Miosis.
Penyakit :
4. Horner syndrome.
5. Pancoast tumor.
6. Perdarahan pada Pons.
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
13/31
Obat :
5. Opiates (kodein, morfin, dan heroin).
6. Antipsikotik (haloperidol, thorazine)
7. Cholinergic agent yang digunakan pada pengobatan penyakit Alzheimer desease dan
nerve gasses.
8. Obat kemoterapi termasuk turunan Camptotecin.
9. Carbachol dan Neostigmine.
10. Tazadone.
Mekanisme Midriasis
Midriasis adalah pembesaran pupil yang berlebihan (lebih dari 6mm) disebabkan oleh
penyakit ataupun obat-obatan. Midriatik adalah agen yang menyebabkan dilatsi pupil.
Walaupun pupil secara normal akan membesar dilingkungan yang gelap, tetapi kemudian
akan segera konstriksi apabila ada cahaya. Pupil yang midriasis akan tetap membesar
walaupun dilingkungan yang terang.
Ada dua tipe otot yang mengatur ukuran iris, yaitu otot sirkular dan otot radial. Otot
sirkular diinervasi oleh system saraf parasimpatik, sedangkan otot radial diinervasi oleh
system saraf simpatis. Rangsangan simpatis dari reseptor 1 adrenergik akan
menyebabkan kontraksi otot radial, yang kemudian akan menyebabkan dilatasi iris.
Sebaliknya, rangsangan parasimpatis akan menyebabkan kontraksi otot sirkular dan
menyebabkan konstriksi iris. Mekanisme midriasis tergantung dari agen yang digunakan.
Pada umumnya berhubungan dengan gangguan suplai saraf parasimpatis kadalam mata
atau adanya overaktivitas dari sistem saraf simpatis.
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
14/31
Atropin memblok reseptor muskarinik acetylcholin. Acetylcholin (ACh) merupakan
neurotransmiter sistem saraf parasimpatis dan memblok aktivitas parasimpatis sehingga
menyebabkan pupil tidak dapat konstriksi.
Kokain menghambat reuptake noradrenalin disuatu sinaps saraf. Ketika larutan kokain
masuk ke mata, noradrenalin tidak lagi diabsorbsi oleh neuron, dan levelnya akan
meningkat. Noradrenalin, neurotransmiter dari sistem saraf simpatis, menyebabkan
dilatasi pupil.
Adrenoreseptor alfa menyebabkan kontraksi serabut otot dilator pupil yang
tersusun radial pada iris dan menyebabkan midriasis. Keadaan ini umumnya terjadi
karena pacu simpatis dan ketika obat-obat agonis alfa seperti fenilefrin diteteskan ke
dalam kantong konjungtiva. Adrenoreseptor beta pada epitel siliaris mempermudah
sekresi cairan humor. Hambatan terhadap reseptor ini (dengan obat penyekat beta)
mengurangi aktivitas sekresi dan mengurangi tekanan dalam bola mata sehingga
bermanfaat juga pada pengobatan glaucoma.
2. Mekanisme kerja atropin pada pupil
Efek agonis muskarinik pada mata adalah kontarksi otot polos sfinkter iris (miosis) dan
otot siliaris (akomodasi).
Kerja reseptor muskarinik diaktifkan karena adanya satu atau lebih second messenger
untuk aktivasinya. Semua reseptor muskarinik memakai system G proteim
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
15/31
Pendudukan reseptor (misalnya adrenoseptor 1) yang terdapat di permukaan sel oleh
agonisnya menyebabkan peningkatan aktifitas phospholipase C (PLC) dengan perantara
suatu protein Gq. Selanjutnya PLC akan menghidrolisis phosphatidil inositol 4,5-
biphosphate (PIP2) sehingga terbentuk diacylglycerol (DAG) serta inositol 1,4,5-
triphosphate (IP3). IP3 menyebabkan plepasan ion kalsium dari depot intraseluler dan
menimbulkan respons seluler. DAG dan ion kalsium dapat merangsang aktivitas protein
kinase C (PKC) sehingga trjadi fosfolirasi protein diikuti oleh respons seluler
Dimana respon seluler pada organ mata akibat perangsangan kolinergik ini pada
Reseptor1 diotot sfingter iris membuat kontraksi (miosis)
Reseptor2 di otot siliaris mata membuat kontraksi untuk melihat dekat (kuat)
Atropin sebagai prototip antimuskarinik, dimana akan memblok asetilkolin endogen
maupun eksogen namun hambatannya jauh lebih kuat terhadap yang eksogen.
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
16/31
Pada mata atropin ini menghambat M.constrictor pupillae dan M. ciliaris lensa mata
sehingga menyebabkan midriasis dan sikloplegia (paralysis mekanisme akomodasi)
Otot konstriktor pupil tergantung pada aktivasi kolinoseptor muscarinik. Aktivasi ini
secara efektif dihambat oleh atropine local dan obat antimuscarinik tersier serta hasilnya
adalah aktivasi dilator simpatis yang tidak berlawanan dengan midriasis.
Atropine memblok aksi kolinomimetik pada reseptor muscarinik secara reversible
(tergantung pada jumlahnya) yaitu, hambatan oleh atropine dalam dosis kecil dapat
diatasi oleh asetilkolin atau agonis muskarinik yang setara dalam dosis besar. Hal ini
menunjukkan adanya kompetisi untuk memperebutkan tempat. Hasil ikatan pada reseptor
muskarinik adalah untuk mencegah aksi seperti pelepasan IP3 dan hambatan adenilil
siklase yang diakibatkan asetilkolin atau agonis muskarinik lanilla.
3.Mekanisme kerjaPhenylephrine pada dilatasi pupil dan vasokontriksi pembuluh
darah mata.
Nama Generic : phenylephrine (fen ill EFF rin)
Merek Dagang:Ah-Chew D, Lusonal, Nasop, Neo-Synephrine
http://en.wikipedia.org/wiki/Image:Phenylephrine.png -
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
17/31
Phenylephrine
Phenylephrine atau neosynephrine adalah agonist reseptor adrenergik
merupakan suatu bahan midriatik efektif yang sering dipakai untuk mempermudah
pemeriksaan retina karena sebagai agen dilatasi pupil,dan jarang digunakan untuk
meningkatkan tekanan darah. Phenylephrine bekerja sebagai vasokontriksi pembuluh
darah (vena dan arteri), kontriksi pada pembuluh darah mata, sinus, hidung, dan bagian
dada akibatnya mengurangi aliran darah dari daerah ini sehingga kongesti dapat
berkurang. Konstriksi pembuluh darah juga mengakibatkan tekanan darah meningkat.
Systematic (IUPAC) name
3-(1-hydroxy-2-methylamino-ethyl)phenol
ATC code
C01CA06 R01AA04, R01AB01,
R01BA03,S01FB01, S01GA05
Bioavailability 38% through GI tract
CAS number
59-42-7
61-76-7 (hydrochloride)
Chemical data
DrugBank APRD00365
Excretion ?
Formula C9H13NO2
Half life 2.1 to 3.4 hours
Identifiers
Legal status
OTC(US)
Metabolism Hepatic (monoamine oxidase)
Mol. weight 167.205 g/mol
Pharmacokinetic data
Pregnancy cat.
B3(AU) C(US)
Protein binding 95%PubChem 6041
Routes Oral, intranasal, ophtalmic
Therapeutic considerations
http://en.wikipedia.org/wiki/IUPAC_namehttp://en.wikipedia.org/wiki/ATC_codehttp://en.wikipedia.org/wiki/ATC_code_C01http://www.whocc.no/atcddd/indexdatabase/index.php?query=C01CA06http://www.whocc.no/atcddd/indexdatabase/index.php?query=C01CA06http://en.wikipedia.org/wiki/ATC_code_R01http://www.whocc.no/atcddd/indexdatabase/index.php?query=R01AA04http://www.whocc.no/atcddd/indexdatabase/index.php?query=R01AA04http://en.wikipedia.org/wiki/ATC_code_R01http://www.whocc.no/atcddd/indexdatabase/index.php?query=R01AB01http://www.whocc.no/atcddd/indexdatabase/index.php?query=R01AB01http://en.wikipedia.org/wiki/ATC_code_R01http://www.whocc.no/atcddd/indexdatabase/index.php?query=R01BA03http://www.whocc.no/atcddd/indexdatabase/index.php?query=R01BA03http://en.wikipedia.org/wiki/ATC_code_S01http://www.whocc.no/atcddd/indexdatabase/index.php?query=S01FB01http://www.whocc.no/atcddd/indexdatabase/index.php?query=S01FB01http://en.wikipedia.org/wiki/ATC_code_S01http://www.whocc.no/atcddd/indexdatabase/index.php?query=S01GA05http://www.whocc.no/atcddd/indexdatabase/index.php?query=S01GA05http://en.wikipedia.org/wiki/Bioavailabilityhttp://en.wikipedia.org/wiki/CAS_numberhttp://www.nlm.nih.gov/cgi/mesh/2006/MB_cgi?term=59-42-7&rn=1http://nlm.nih.gov/cgi/mesh/2006/MB_cgi?rn=1&term=61-76-7http://en.wikipedia.org/wiki/Hydrochloridehttp://en.wikipedia.org/wiki/DrugBankhttp://redpoll.pharmacy.ualberta.ca/drugbank/cgi-bin/getCard.cgi?CARD=APRD00365http://en.wikipedia.org/wiki/Excretionhttp://en.wikipedia.org/wiki/Chemical_formulahttp://en.wikipedia.org/wiki/Elimination_half-lifehttp://en.wikipedia.org/wiki/Regulation_of_therapeutic_goodshttp://en.wikipedia.org/wiki/United_Stateshttp://en.wikipedia.org/wiki/Metabolismhttp://en.wikipedia.org/wiki/Liverhttp://en.wikipedia.org/wiki/Monoamine_oxidasehttp://en.wikipedia.org/wiki/Molecular_weighthttp://en.wikipedia.org/wiki/Pregnancy_categoryhttp://en.wikipedia.org/wiki/Australiahttp://en.wikipedia.org/wiki/United_Stateshttp://en.wikipedia.org/wiki/Plasma_protein_bindinghttp://en.wikipedia.org/wiki/PubChemhttp://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?cid=6041http://en.wikipedia.org/wiki/Route_of_administrationhttp://en.wikipedia.org/wiki/IUPAC_namehttp://en.wikipedia.org/wiki/ATC_codehttp://en.wikipedia.org/wiki/ATC_code_C01http://www.whocc.no/atcddd/indexdatabase/index.php?query=C01CA06http://en.wikipedia.org/wiki/ATC_code_R01http://www.whocc.no/atcddd/indexdatabase/index.php?query=R01AA04http://en.wikipedia.org/wiki/ATC_code_R01http://www.whocc.no/atcddd/indexdatabase/index.php?query=R01AB01http://en.wikipedia.org/wiki/ATC_code_R01http://www.whocc.no/atcddd/indexdatabase/index.php?query=R01BA03http://en.wikipedia.org/wiki/ATC_code_S01http://www.whocc.no/atcddd/indexdatabase/index.php?query=S01FB01http://en.wikipedia.org/wiki/ATC_code_S01http://www.whocc.no/atcddd/indexdatabase/index.php?query=S01GA05http://en.wikipedia.org/wiki/Bioavailabilityhttp://en.wikipedia.org/wiki/CAS_numberhttp://www.nlm.nih.gov/cgi/mesh/2006/MB_cgi?term=59-42-7&rn=1http://nlm.nih.gov/cgi/mesh/2006/MB_cgi?rn=1&term=61-76-7http://en.wikipedia.org/wiki/Hydrochloridehttp://en.wikipedia.org/wiki/DrugBankhttp://redpoll.pharmacy.ualberta.ca/drugbank/cgi-bin/getCard.cgi?CARD=APRD00365http://en.wikipedia.org/wiki/Excretionhttp://en.wikipedia.org/wiki/Chemical_formulahttp://en.wikipedia.org/wiki/Elimination_half-lifehttp://en.wikipedia.org/wiki/Regulation_of_therapeutic_goodshttp://en.wikipedia.org/wiki/United_Stateshttp://en.wikipedia.org/wiki/Metabolismhttp://en.wikipedia.org/wiki/Liverhttp://en.wikipedia.org/wiki/Monoamine_oxidasehttp://en.wikipedia.org/wiki/Molecular_weighthttp://en.wikipedia.org/wiki/Pregnancy_categoryhttp://en.wikipedia.org/wiki/Australiahttp://en.wikipedia.org/wiki/United_Stateshttp://en.wikipedia.org/wiki/Plasma_protein_bindinghttp://en.wikipedia.org/wiki/PubChemhttp://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?cid=6041http://en.wikipedia.org/wiki/Route_of_administration -
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
18/31
Obat ini juga merupakan dekongestan untuk hyperemia alergi ringan dari membran-
membran konjungtiva. Simpatomimetika yang diberikan dalam bentuk obat tetes mata
juga bermanfaat untuk melokalisasi lesi pada sindroma horner (lihat kotak: suatu
penerapan farmakologi dasar pada masalah klinis).
Otot dilatator pupil yang radial dari iris mengandung reseptor;pengaktifan obat
seperti phenylephrine menyebabkan midriasis. Stimulan dan juga mempunyai efek
penting dalam tekanan intraokuler. Bukti yang ada menunjukkan bahwa agonis
meningkatkan aliran keluar cairan bola mata (aquos humor), sementara antagonis
menurunkan produk cairan bola mata. Efek ini sangat penting dalam pengelolaan
glukoma, suatu penyebab utama kebutaan.
Adrenoreseptor memediasi kontraksi serat otot dilatator pupil yang menuju
radial diiris dan mengakibatkan mydriasis. Hal ini terjadi selama pengeluran simpatis dan
pada saat penempatan obat agonis kedalam sakus konjungtiva. Adrenoseptor pada
epithelium silier memfasilitasi sekresi cairan humor. Penyakatan reseptor reseptor ini
(dengan obat penyakat ) mereduksi kerja sekreter dan mengurangi tekanan intraokuler
yang akan melengkapi terapi lain untuk glaucoma.
Oral phenylephrine dimetabolisme oleh monoamin oksidase, sebuah enzim yang
terdapat didalam saluran pencernaan dan hati. Karena itu, dibandingkan dengan
pseudoephedrine, phenylephrine memiliki bioavailability yang variabel dan kurang
sampai dengan 38 persen, dan karena itu kurang efektif sebagai nasal decongestant.
Karena phenylephrine adalah selektif alpha-adrenergic reseptor agonis, phenylephrine
tidak menyababkan pelepasan dari noradrenalin endogenous seperti pada
pseudoephedrine. Karena itu, phenylephrine sedikit sekali kemungkinan besar
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
19/31
menyebabkan efek samping seperti stimulasi SSP, insomnia, gelisah, lekas marah and
keresahan.Beberapa obat flu yang terkenal mengandung phenylephrine: Canada hot
lemon Neocitran, the United Kingdom's Lemsip, dan United States' Alka-Seltzer Cold
Effervescent formula, Sudafed PE Non-Drowsy Nasal Decongestant, dan DayQuil
kapsul. Sebagai nasal spray, phenylephrine tersedia dalam konsentrasi 1% dan 1/2%.
phenylephrine menahan beberapa reaksi efek kongesti , meskipun kurang dari kadar
oxymetazoline.
Efek mydriatic
Phenylephrine digunakan sebagai eye drop untuk dilatasi pupil untuk memfasilitasi
visualisasi dari retina. Phenylephrine sering dikombinasikan dengan tropicamide.
Glaucoma sudut sempit adalah kontraindikasi dari pemakaian phenylephrine.
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
20/31
Efek samping
Efek samping dari phenylephrine adalah hipertensi. Pasien dengan kongesti dan
hipertensi secara khusus dipertimbangkan untuk menghindari pemakaian phenylephrine
4.Mekanisme kerja pilokarpin dipupil.
Efek agonis muskarinik pada mata adalah kontraksi otot polos sfinkter iris
(miosis) dan otot siliaris (akomodasi). Kerja reseptor muskarinik diaktifkan karena
adanya satu atau lebih second messenger untuk aktivasinya. Semua reseptor muskarinik
memakai system G proteim
Pendudukan reseptor (misalnya adrenoseptor 1) yang terdapat di permukaan sel oleh
agonisnya menyebabkan peningkatan aktifitas phospholipase C (PLC) dengan perantara
suatu protein Gq. Selanjutnya PLC akan menghidrolisis phosphatidil inositol 4,5-
biphosphate (PIP2) sehingga terbentuk diacylglycerol (DAG) serta inositol 1,4,5-
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
21/31
triphosphate (IP3). IP3 menyebabkan plepasan ion kalsium dari depot intraseluler dan
menimbulkan respons seluler. DAG dan ion kalsium dapat merangsang aktivitas protein
kinase C (PKC) sehingga trjadi fosfolirasi protein diikuti oleh respons seluler
Dimana respon seluler pada organ mata akibat perangsangan kolinergik ini pada
Reseptor1 diotot sfingter iris membuat kontraksi (miosis)
Reseptor2 di otot siliaris mata membuat kontraksi untuk melihat dekat (kuat)
Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor akueus dengan bekerja pada
jalinan trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Obat pilihan adalah pilokarpin, larutan
0,5-6% yang diteteskan beberapa kali sehari, atau gel 4% yang diteteskan sebelum tidur.
Semua obat parasimptomimetik menimbulkan miosis disertai meredupnya penglihatan,
terutama pada pasien dengan katarak, dan spasme akomodatif yang mungkin
mengganggu bagi pasien muda.
Farmakologi.
Pilokarpin termasuk dalam salah satu dari golongan 3 alkaloid yaitu muskarin yang
berasal dari jamur Amanita muscaria, pilokarpin yang berasal dari tanaman Pilocarpus
microphyllus, dan arekolin yang berasal dari Areca catechu (pinang). Pilokarpin bekerja
pada efektor muskarinik yang juga memperlihatkan efek nikotinik. Efek nikotinik juga
terlihat setelah diadakan denervasi. Pilokarpin terutama menyebabkan rangsangan
terhadap kelenjar keringat, kelenjar air mata dan kelenjar ludah. Produksi keringat dapat
mencapai 3 liter. Efek terhadap kelenjar keringat ini terjadi karena perangsangan
langsung (efek muskarinik ) dan sebagian karena perangsangan ganglion (efek nikotinik).
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
22/31
Suatu kekhususan dari kelenjar keringat ialah bahwa, secara anatomi kelenjar ini
termasuk system simpatik, tetapi neurotransmiternya acetylcholine. Ini yang menjelaskan
terjadinya hiperhidrosis oleh zat kolinergik.
Selain yang tersebut diatas, pada penyuntikan I.V biasanya terjadi kenaikan tekanan
darah akibat efek ganglionik dan sekresi katekolamin dari medulla adrenal; terjadi juga
hipersekresi pepsin dan musin. Sekresi bronkus meningkat, dan bersama dengan
timbulnya konstriksi bronkus dapat menyebabkan oedem paru.
Indikasi
Hanya pilokarpin HCl atau pirokarpin nitrat yang digunakan, yaitu sebagai obat tetes
mata untuk menimbulkan miosis dengan larutan 0,5-3%. Obat ini digunakan sebagai
diaforetik dan untuk menimbulkan salvias, diberikan peroral dengan dosis 7,5 mg.
5. Mekanisme Kerja Physostigmin Pada Pupil
Physostigmine
Fisostigmin adalah obat kolinomimetik yang bekerja tidak langsung karena melepas efek
utamanya dengan menghambat kerja asetilkolinesterase, yang menghidrolisa asetilkolin
http://en.wikipedia.org/wiki/Image:Physostigmine.png -
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
23/31
menjadi kolin dan asam asetat. Fisostigmin (eserin) adalah senyawa amin tersier alam
yang sangat larut dalam lipid yang juga digunakan untuk pengobatan.
Mekanisme kerja
Hampir semua kerja antikolinesterase dapat diterangkan dengan adanya asetilkolin
endogen. Hawl ini disebabkan oleh tidak terjadinya hidrolisis aserilkolin yang biasanya
terjadi sangat cepat, karena enzim kolinesterase yang diperlukan untuk hidrolisis diikat
dan dihambat oleh antikolinesterase. Akibat hambatan ini asetilkolin tertimbun pada
reseptor kolinergik sitempat asetilkolin dilepaskan. Setelah denervasi saraf kolinergik
pasca ganglion, fisostigmin dan antikolinesterase lain tidak dapat bekerja, karena ujung-
ujung saraf ini tidak dapat memproduksi asetlkolin lagi. Segala efek asetilkolin terlihat
pada pemberian antikolinesterase karena yang menyebabkan efek tersebut adalah Ach
endogen yang tidak terhidrolisis oleh asetilkolinesterase.
Farmakodinamik
Efek utama antikolinesterase yang menyangkut terapi terlihat pada pupil, usus, dan
sambungan saraf otot. Efek-efek lainnya hanya mempunyai arti toksikologik.
MATA. Bila fisostigmin (eserin) diteteskan pada konjungtiva bulbi, maka terlihat suatu
perubahan yang nyata pada pupil berupa miosis, hilangnya daya akomodasi dan
hiperemia konjungtiva. Miosis terjadi cepat sekali, dalam beberapa menit, dan menjadi
maksimal setelah setengah jam. Tergantung dari antikolinesterase yang digunakan, untuk
fisostigmin, kembalinya ukuran pupil ke normal dapat terjadi dalam beberapa jam.
Miosis menyebabkan terbukanya saluran Schlemm, sehingga pengaliran cairan mata
lebih mudah, maka tekanan intraokuler menurun, terutama bila ada glaucoma. Hilangnya
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
24/31
daya akomodasi dan hyperemia konjungtiva tidak berlangsung lama dan biasanya tidak
tampak lagi, jauh sebelum menghilangnya miosis.
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
25/31
Farmakokinetik
Fisostigmin mudah diserap dengan baik pada semua tempat seperti melalui
saluran cerna, tempat suntikan maupun melaui selaput lendir lain. Fisostigmin dalam obat
tetes mata dapat menyebabkan efek sistemik. Hal ini dapat dicegah dengan menekan
sudut medial mata dimana terdapat kanalis lakrimalis. Antikolinesterase diikat oleh
protein plasma, kemudian mengalami hidrolisis dalam tubuh, yang satu lebih cepat dari
pada yang lain.
Asetilkolinesterase merupakan sasaran utama obat golongan ini.
Asetilkolinesterase adalah enzim yang sangat aktif. Pada langkah awal, asetilkolin terikat
dengan bagian aktif dari enzim dan dihidrolisa, menghasilkan kolin dan asam asetat. Pada
langkah kedua, ikatan kovalen asetilenzim pecah, dengan penambahan air. Proses
keseluruhan berkisar 150 mikrodetik.
Semua penghambat kolinesterase (obat yang bekerja secara tidak langsung)
melepas efeknya dengan menghambat asetilkolinesterase dan oleh karena itu
meningkatkan kadar asetilkolin endogen di sekitar kolinoreseptor. Kelebihan asetilkolin
inilah yang terus-menerus memacu kolinoreseptor untuk meningkatkan respon. Karena
kerja utamanya adalah memperkuat kerja asetilkolin endogen, maka efeknya pada mata
(konstriksi otot polos sfingter iris atau miosis) mirip dengan agonis kolinomimetik yang
bekerja langsung, karena mata dipersarafi oleh sistem parasimpatis.
Berbagai peristiwa selular (pada pupil yaitu konstriksi pupil/miosis) terjadi bila
reseptor muskarinik diaktifkan melalui satu atau lebih penerus second messengers untuk
aktivasi muskarinik. Semua reseptor muskarinik nampak sebagai tipe G-protein coupled
receptors/GPCRs.
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
26/31
Pendudukan reseptor (misalnya adrenoseptor 1) yang terdapat di permukaan sel
oleh agonisnya menyebabkan peningkatan aktifitas phospholipase C (PLC) dengan
perantara suatu protein Gq. Selanjutnya PLC akan menghidrolisis phosphatidil inositol
4,5-biphosphate (PIP2) sehingga terbentuk diacylglycerol (DAG) serta inositol 1,4,5-
triphosphate (IP3). IP3 menyebabkan plepasan ion kalsium dari depot intraseluler dan
menimbulkan respons seluler. DAG dan ion kalsium dapat merangsang aktivitas protein
kinase C (PKC) sehingga trjadi fosfolirasi protein diikuti oleh respons seluler.
6. Mekanisme Amfetamin Pada Pupil
Amfetamin menunjukkan efek neurologi dan klinik yang amat mirip dengan yang
terjadi pada kokain. Amphetamine tipikal digunakan untuk meningkatkan daya kerja dan
untuk menginduksi perasaan euforik. Pelajar yang belajar untuk ujian, pengendara truk
jarak jauh, pekerja yang sering dituntut bekerja mengejar deadline, dan atlet.
Amphetamine merupakan zat yang adiktif.
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
27/31
1. Mekanisme Kerja:
Merupakan agonist adrenergic. Amfetamin melepaskan norepinephrine
dan dopamine dari akhiran syaraf dengan mengubah transport molekular masing-
masing ke dalam kanal terbuka. Amfetamin juga melepaskan serotonin dari
gelembung synaptic. Efek Amfetamin pada SSP dan SSP (perifer) bersifat tidak
langsung, tergantung pada peningkatan kadar transmiter pada ruang sinaps.
Amfetamin memberikan efek ini karena melepaskan depot intraseluler
katekolamin. Karena Amfetamin juga menghambat monoamin oksidase (MAO),
kadar katekolamin yang tinggi mudah dilepaskan kedalam ruang sinaps.
2. Efek:
a. Susunan saraf pusat:
Penyebab utama efek Amfetamin barangkali karena pelepasan dopamin
bukan norepinefrin. Amfetamin memacu sumbu serebrospinalis
keseluruhan, kortex, batang otak, dan medula. Ini meningkatkan
kesiagaan, berkurangnya keletihan, menekan nafsu makan dan insomnia.
Pada dosis tinggi dapat terjadi kejang. Karena efek stimulasi pada SSP,
Amfetamin dan derivatnya digunakan dalam terapi depresi, hiperaktivitas,
pada anak, narkolepsi dan pengatur nafsu makan.
b. Susunan saraf simpatik:
Selain kerjanya pada SSP, Amfetamin mempengaruhi sistem adrenergik,
memacu reseptor secara tidak langsung melalui pelepasan norepinefrin.
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
28/31
3. Farmakokinetik:
Amfetamin diasorbsi sempurna dalam saluran pencernaan, dimetabolisme hati
dan dikeluarkan dalam urine. Waktu paruh selama 4-6 jam.
Gejala Intoksikasi:
Sindroma intoksikasi amfetamin serupa dengan intoksikasi kokain, yaitu:
Takikardia
Dilatasi pupil
Peninggian atau penurunan tekanan darah
Berkeringat atau menggigil
Mual dan muntah
Penurunan berat badan
Agitasi atau retardasi psikomotor
Kelemahan otot, depresi pernapasan, nyeri dada, aritmia jantung
Konfusi, kejang, diskinesia, distonia, koma
Intoksikasi, efek samping dan kontraindikasi:
Intoksikasi akut disebabkan oleh dosis berlebih dan merupakan kelanjutan dari
efek terapinya. Gejala sentral berupa kegelisahan, pusing kepala, tremor, refleks
hiperaktif, suka bicara, rasa tegang, mudah tersinggung, insomnia, dan kadang-kadang
euforia. Stimulasi sentral biasanya diikuti dengan kelelahan fisik dan depresi mental.
Gejala kardiovaskuler berupa nyeri kepala, rasa dingin, palpitasi, aritmia jantung,
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
29/31
serangan angina, hipertensi atau hipotensi kolaps kardiovaskuler. Pengeluaran keringat
yang berlebihan dan gejala saluran cerna juga timbul. Keracunan yang hebat berakhir
dengan konvulsi, koma dan kematian karena perdarahan otak.
Penyalahgunaan obat ini untuk mengatasi rasa ngantuk dan untuk menambah
tenaga atau kewaspadaan harus dicegah. Amfetamin sebaiknya tidak diberikan pada
penderita anoreksia, insomnia, astenia, kepribadian yang psikopat atau yang labil.
Amfetamin sering menimbulkan adiksi. Toleransi terhadap efek anoreksigenik
hampir selalu timbul. Sensitivitas muncul kembali bila obat dihentikan.
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
30/31
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan mengenai efek pemberian obat pada mata, didapatkan
hasil sebagai berikut:
$ Atropin
Pemberian obat ini berakibat midriasis pada mata kanan dan kiri. Sedangkan mata
tetap dalam keadaan merah ( obat ini termasuk golongan anti muskarinik sehingga
menyebabkan midriasis )
$ Phenileprin
Pemberian obat ini berakibat midriasis pada mata kanan dan kiri. Sedangkan pada
pembuluh darahnya menyebabkan vasokonstriksi sehingga mata tidak lagi dalam
keadaan merah ( obat ini termasuk golongan -adrenegik agonis sehingga
menyebabkan vasokonstriksi )
$ Pilokarpin
Pemberian obat ini berakibat miosis pada mata kanan dan kiri ( obat ini termasuk
golongan agonis muskarinik), dan kedua mata tetap merah.
$ Physostigmin
Pemberian obat ini berakibat miosis pada mata kanan dan kiri, sehingga mata
tetap dlam keadaan merah ( obat ini termasuk kolinomimetik yang bekerja tidak
langsung karena melepas efek utamanya dengan menghambat kerja
asetilkolinesterase )
-
7/22/2019 Lap Farmako Kel3
31/31
$ Amphetamin
Pemberian obat ini berakibat normal pada mata kanan (patologis). Karena pada
mata patologis terjadi gangguan pada reseptor-adrenegik sehingga obat tersebut
tidak berefek. Midriasis terjadi pada kiri ( obat ini termasuk golongan agonist
adrenergic. Amfetamin melepaskan norepinephrine dan dopamine dari akhiran
syaraf dengan mengubah transport molekular masing-masing ke dalam kanal
terbuka. Amfetamin juga melepaskan serotonin dari gelembung synaptic )
5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum kali ini mahasiswa diberikan kesempatan langsung untuk
melakukan praktikum agar mahasiswa dapat menguasai materi praktikum ini lebih
mendalam.